Ergonomi untuk
Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas
Ed 1, Cet 1 Surakarta: UNIBA PRESS, 2004.
I, 383 hlm: 20 cm x 28 cm
Bibliografi: hlm 3, 15, 31, 51, 65, 77, 93, 105, 115, 135, 143, 157, 183,
195, 215, 229, 243, 255, 269, 283, 293, 303, 311, 323, 337
ISBN 979-98339-0-6
1. Ergonomi, Keselamatan Kerja
1. Judul
02
ERGONOMI untuk
Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Produktivitas
Pengantar
oleh
Disain cover
oleh :
Ilustrator
oleh
Dicetak di
UNIBA PRESS
Universitas Islam Batik Surakarta
Jl. KH. Agus Salim nomer10, Telp. (0271) 714 751
Surakarta - 57147
Indonesia.
KATA PENGANTAR
Ilmu Ergonomi di Indonesia telah mulai dikenal sejak
tahun enam puluhan, namun sampai saat ini penerapannya
masih jauh dari harapan. Banyak faktor yang menyebabkan
kurang membudayanya penerapan ergonomi, di antaranya
disebabkan karena masih minimnya buku-buku ergonomi
berbahasa
Indonesia.
Kondisi
tersebut
menyebabkan
terhambatnya sosialisasi pembudayaan penerapan Ergonomi
di masyarakat. Hal inilah yang mendorong penulis untuk
mencoba menulis buku ergonomi untuk keselamatan,
kesehatan kerja dan produktivitas secara sederhana yang
didasarkan pada analisis akademis praktis.
Dengan mengacu pada berbagai literatur, penulis
bertekad untuk menye-lesaikan buku kajian ergonomi ini
sebagai salah satu wujud dari tanggungjawab profesi. Bagi
kalangan akademis, penulis berharap buku ini dapat
memperkaya acuan baik untuk proses belajar mengajar atau
untuk pengembangan penelitian di bidang ergonomi.
Sedangkan bagi praktisi, penulis berharap agar buku ini dapat
sebagai pedoman untuk mempermudah pemahaman dalam
penerapan ergonomi, khususnya untuk menciptakan kondisi
yang aman, nyaman, sehat, selamat dan produktif.
Dalam penyajiannya, penulis berusaha untuk menulis
secara sistematis konsep dasar ergonomi yang dilengkapi
dengan berbagai hasil penelitian yang menunjukkan betapa
besar manfaat penerapan ergonomi dalam dunia kerja dan
dalam kehidupan sehari-hari. Buku ini dikemas menjadi empat
bagian utama, tiap-tiap bagian terdiri dari beberapa topik
kajian.
Bagian pertama, dibahas tentang konsep dasar ergonomi
serta variabel bebas dari suatu penelitian ergonomi seperti
desain pekerjaan, lingkungkan kerja dan organisasi kerja.
Bagian kedua, dibahas topik-topik yang berkaitan dengan
variabel tergantung dari suatu penelitian ergonomi, seperti
beban kerja, kelelahan akibat kerja, kelelahan subjektif, stress
akibat kerja dan produktivitas kerja. Sedangkan pada bagian
ketiga disajikan beberapa hasil penelitian ergonomi yang
Penulis
menyadari
sepenuhnya
bahwa
buku
kajian
ii
KATA SAMBUTAN KETUA PROGRAM MAGISTER ERGONOMI FISIOLOGI KERJA UNIVERSITAS UDAYANA
Buku Ergonomi untuk Keselamatan
Kesehatan Kerja dan Produktivitas yang
ditulis oleh para alumni Program Magister
Ergonomi - Fisiologi Kerja Universi-tas
Udayana ini perlu disambut gembira,
karena
dapat
menambah
literatur
ergonomi khususnya berbahasa In-donesia
yang sampai saat ini masih dirasakan
kurang
memadai.Keberhasilan
menulis
buku ini, menunjukkan bahwa penulis
benar-benar peduli akan perkembangan
ergonomi, khususnya di Indonesia.
Sebagai
ergonom
yang
telah
berupaya
untuk
mensosialisasikan penerapan ergonom sejak tahun enam
puluhan, saya merasa lega dan sangat bangga karena saat ini
telah mempunyai ergonom-ergonom baru yang dapat
meneruskan perjuangan saya dalam mengembangkan
ergonomi di Indonesia.
Isi buku ini amat penting untuk dipahami oleh berbagai
pihak, terutama oleh pejabat instansi pemerintah yang terkait
dengan dunia kerja, karena kenyataan di lapangan
menunjukkan masih lemahnya pelaksanaan undang- undang
tentang perlindungan pemerintah terhadap keselamatan dan
kesehatan kerja. Buku ini memberikan gambaran yang cukup
jelas tentang berbagai permasalahan ergonomi di lapangan,
sekaligus juga memberikan gambaran tentang langkahlangkah
yang
dapat
dilakukan
untuk
memecahkan
permasalahan tersebut. Hal ini jelas besar manfaatnya bagi
pemerintah
sebagai
dasar
pertimbangan
di
dalam
menentukan suatu kebijakan yang terkait dengan masalah
perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
Buku ini juga harus diketahui dan dipahami oleh semua
insan yang menerjuni dunia kerja, baik sebagai pengusaha
maupun sebagai pekerja. Buku ini memberikan gambaran
dengan jelas bahwa penerapan ergonomi bukanlah suatu
pemborosan, melainkan sebagai investasi yang dapat
memberikan keuntungan baik bagi pekerja maupun
pengusaha. Dengan intervensi ergonomi biaya murah,
kenyamanan, kesehatan, dan keselamatan kerja dapat
ditingkatkan,
dengan
sendirinya
produktivitas
kerja
meningkat dan sudah barang tentu keuntungan perusahaan
juga akan meningkat.
Hon FErgS,
iii
SEKAPUR SIRIH
PERHIMPUNAN ERGONOMI
INDONESIA
Abad 21 dan tatanan global mendorong
masyarakat industri untuk memperhatikan
manusia baik secara fisik, mentalpsikologis maupun segala perilakunya
sebagai faktor penentu berbagai aspek
kerja dan kehidupan secara lebih baik lagi.
Sebagai sebuah disiplin keilmuan yang
konsern dengan kerja manusia, aplikasi
ergonomi di industri maupun kehidup-an
manusia diharapkan mampu mengungkit
potensi
daya
saing
global
dengan
memberikan rekayasa inovatif
Sritomo Wignjosoebroto
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Kata Sambutan iii
Daftar Isi vi
BAGIAN I
BAB 1 Konsep Dasar Ergonomi
31
51
65
77
105
115
BAGIAN III
BAB 12 Stasiun Kerja dan Sikap Kerja Duduk Berdiri
Bergantian Meningkatkan Produktivitas Kerja Penyetrika di Laundry
157
BAB 13 Penurunan Landasan Molen dan Pemberian Peneduh
Meningkatkan Produktivitas Pengadukan Spesi Beton Secara
Tradisional
183
BAB I4 Perbaikan Sarana Kamar Mandi Meningkatkan
Kenyamanan
Lansia 195
BAGIAN IV
BAB 15 Survei Kualitas Udara di Basemen Hotel
215
BAB 16 Pengujian Kualitas Udara dalam Ruang Kerja
Perkantoran Modern .. 229
BAB 17 Desain Troli Untuk Alat Bantu Angkut di Hotel
243
BAB 18 Analisis Sistem Manusia - Mesin pada Ruang
Pengendalian Lalulintas Udara 255
BAB 19 Pengaruh Sarana Kerja dan Mikrokalimat terhadap
Beban Kerja
dan Kelelahan Bagi Penyetrika di Garmen
269
BAB 20 Analisis Pengaruh Aktivitas Angkat di Pelabuhan
283
v
i
vii
BAGIAN I
Pada bagian pertama dari buku kajian
ergonomi ini,
dibahas tentang konsep dasar serta variabel
bebas dari suatu penelitian ergonomi seperti
desain
pekerjaan,
lingkungan
kerja
dan
organisasi kerja. Pada kajian konsep dasar
ergonomi dibicarakan mengenai definisi, tujuan
aplikasi ergonomi dan konsep keseimbangan
dalam ergonomi. Selanjutnya, pada kajian
tentang desain pekerjaan lebih difokuskan pada
desain stasiun kerja yang meliputi kajian fungsi
antropometri dalam desain, desain untuk sikap
kerja
duduk,
berdiri
dan
duduk-berdiri
bergantian. Untuk kajian lingkungan kerja
difokuskan mengenai lingkungan kerja fisik
seperti mikroklimat, intensitas kebisingan dan
intensitas penerangan. Di samping itu, dalam
bagian ini juga dibicarakan mengenai kualitas
udara dalam suatu ruang kerja yang meliputi
faktor penyebab dan pengaruh kondisi kualitas
udara terhadap kenyamanan, kesehatan dan
keselamatan pekerja. Pada kajian organisasi
kerja, dibicarakan mengenai fisiologi tubuh saat
bekerja, jam kerja, jam istirahat dan kebutuhan
gizi seimbang bagi pekerja. Untuk melengkapi
kajian ergonomi pada bagian pertama ini, juga
BAB
1
Konsep Dasar
Ergonomi
Untuk
ERGONOMI
DASAR
KONSEP
(Pheasant,1988).
2 Ergonomics is the study of human abilities and
characteristics which affect the design of equipment,
systems and job (Corlett & Clark, 1995)
3 Ergonomics is the ability to apply information regarding
human characters, capacities, and limitation to the design
of human tasks, machine system, living spaces, and
environ-ment so that people can live, work and play
safely, comfortably and efficiently (Annis & McConville,
1996).
4 Ergonomic design is the application of human factors,
information to the design of tools, machines, systems,
tasks, jobs and environments for productive, safe,
comfortable and effective human functioning (Manuaba,
1998)
Apabila kita hanya mencermati definisi-definisi tersebut
secara sepintas, maka ruang lingkup ergonomi terasa sempit,
karena hanya membicarakan antara manusia dengan tugas dan
pekerjaannya. Namun demikian, apabila kita lebih dalam
mencermatinya, maka ruang lingkup ergonomi akan sangat luas
dan mencakup
6
le
is
u
r
e.
w
o
r
k
s
h
o
ul
d
e
n
a
bl
e
t
h
e
w
o
r
2.
3.
KONSEP DASAR
K
onsep Dasar Ergonomi
fa
k
t
o
r
u
si
a,
je
Task/Work
Physiologica
Material
Place
Personal
l
ni
Characterist Characteristic
s
ics
s
Capacity
Capacity
k
el
a
TASK
WORK
m
DEMANDS
CAPACITY
in
Organizatio Environment
Psycological Biomechanic
,
nal
al
al
capacity
a
Characteris Characteristic
tics
s
Capacity
n
tr
o
p
o
Performance
m
Quality
Stress
Fatigue
Accident e
Discomfort
Diseases tr
Productivi i,
Injury
ty
p
e
Gambar 1.1
n
Konsep Dasar dalam Ergonomi (Sumber: Manuaba,
di
2000).
di
k
1 Kemampuan Kerja. Kemampuan seseorang sangat
a
ditentukan oleh:
n,
1. Personal Capacity (Karakteristik Pribadi); meliputi
pekerjaan tidak boleh terlalu rendah (underload) dan juga
tidak boleh terlalu berlebihan (overload). Karena keduanya,
baik underload maupun overload akan menyebabkan stress.
Konsep keseimbangan antara kapasitas kerja dengan
tuntutan tugas tersebut dapat diilustrasikan seperti pada
gambar 1.
KONSEP DASAR
8
KONSEP
DASAR
ERGONOMI
1)
2)
3)
4)
S
ta
t
u
s
k
e
s
e
h
at
a
n
d
a
n
n
u
tr
is
i.
S
ta
tu
s
k
e
s
e
5)
KONSEP DASAR
1
0
te
g
a
n
g
a
n
m
a
k
si
m
al
d
al
a
m
m
e
n
er
i
m
a
b
e
b
a
n,
m
e
n
a
h
KONSEP DASAR
Konsep Dasar Ergonomi
11
Gran
dj
e
a
n,
E.
1
9
9
3.
F
it
ti
n
g
t
h
1.5 Kepustakaan
e
Annis, J.F. & McConville, J.T. 1996. Anthropometry. Dalam:
T
Battacharya, A. & McGlothlin, J.D. eds. Occupational
a
Ergonomic. Marcel Dekker Inc. USA: 1-46.
s
Astrand, P.O. & Rodahl, K. 1977. Textbook of Work
k
Physiology-Physiological Bases of Exercise, 2nd edt.
t
McGraw-Hill Book Company. USA.
o
Corlett, E.N. & Clark, T.S. 1995. The Ergonomics of
t
Workspaces and Machines. A Design Manual. 2nd edt.
h
Taylor & Francis. Great Britain.
e
Geinady, A.M. 1996. Physical Work Capacity. Dalam:
M
Battacharya, A. & McGlothlin, J.D. eds. Occupational
a
n,
Ergonomic. Marcel Dekker Inc. USA: 219-232.
dapat ditentukan dengan beban maksimum dan submaksimum.
Untuk
beban
maksimum,
ketahanan
kardiovaskuler diketahui sebagai konsumsi O 2 Max (VO2
max) atau tenaga aerobik maksimum. VO 2 max adalah
jumlah maksimum oksigen yang seseorang dapatkan
selama kerja fisik sambil menghirup udara (Astrand &
Rodahl, 1977). Menurut Nala (2001) bahwa ketahanan
kardiovaskuler adalah suatu kemampuan tubuh untuk
bekerja dalam waktu lama tanpa kelelahan setelah
menyelesaikan
pekerjaan
tersebut.
Ketahanan
kardiovaskuler umumnya diartikan sebagai ketahanan
terhadap kelelahan dan kemampuan pemulihan setelah
mengalami kelelahan. Ketahanan kardiovaskuler yang
tinggi
dapat
mempertahankan
performansi
atau
penampilan dalam jangka waktu yang relatif lama secara
terus menerus.
KONSEP DASAR
12
KONSEP DASAR
Konsep Dasar Ergonomi
13
KONSEP DASAR
1
4
Ko
ns
ep
Da
sa
r
Er
go
no
mi
BAB
2
15
16
DESAIN STASIUN
KERJA
Salah
17
k
i
s
a
r
a
n
j
a
n
g
k
a
u
a
n
o
p
t
im
u
m
.
M
e
n
e
m
p
a
t
k
a
n
d
i
s
7.
DESAIN STASIUN
18
SOFTWARE
HARDWARE
OPERATOR
Software
LINGKUNGAN
Lingkung
an
FISIK
Organisa
si
ORGANISASI
Gambar
2.1
Interaksi Dalam Sistem Kerja (Sumber: Corlett & Clark,
1995)
Tabel 2.1 Komponen Dalam Sistem Kerja
Kompone
n
Area Desain
Karakterist individu
ik
dan
sosial
Pertimbangan
Proses, peralatan, akses
Karakteristik tubuh,
kekuatan,
kapasitas kerja, postur
tubuh,
kelelahan, dan ketahanan
Panca indera
(penglihatan, pendengaran dll), perhatian,
daya
ingat dll.
Umur, jenis kelamin, latar
belakang budaya, suku,
keterampilan,
training, motivasi,
kepuasan kerja
dan interes, kejenuhan,
S
u
m
b
e
r
:
C
o
r
l
e
t
t
a
n
d
C
l
DESAIN STASIUN
d
ll
.
T
e
t
a
p
i
k
it
a
s
e
ri
n
g
h
a
n
y
a
m
e
n
g
a
t
u
r
a
t
a
u
m
e
n
d
2.
DESAIN STASIUN
u
m
u
m
,
v
a
ri
a
s
i
j
e
n
i
s
k
e
l
a
m
i
n
,
v
a
ri
a
s
i
u
m
u
r
d
a
n
v
a
DESAIN STASIUN
4.
Panjang depa
Panjang lengan
Panjang lengan atas
Panjang lengan bawah
Lebar bahu
Lebar dada
5.
Posisi Duduk:
1. Tinggi kepala
T
i
n
g
g
i
m
a
t
a
T
i
n
g
g
i
b
a
h
u
T
i
n
g
g
i
s
i
k
u
T
i
n
g
g
i
p
i
n
g
gang
6. Tinggi tulang pinggul
7. Panjang butoock-lutut
8. Panjang buttock-popliteal (lekuk lutut)
9. Tinggi telapak kaki-lutut
10. Tinggi telapak kaki-popliteal (lekuk lutut)
11. Panjang kaki (tungkai-ujung jari kaki)
12. Tebal paha dll.
DESAIN STASIUN
Ga
mb
ar
2.4
Stasiu
n
Kerja
untuk
Sikap
Kerja
Dudu
k
(Sum
ber:
Helan
der,
1995.
A
Guide
to the
Ergon
omics
of
Manu
factur
ing)
DESAIN STASIUN
me
Namun
ng
demikian
en
kerja dengan
da
sikap duduk
lik
terlalu lama
an
dapat
ka
menyebabka
ki
n otot perut
un
melembek
tu
dan
tulang
k
belakang
me
akan
lak
melengkung
uk
sehingga
an
cepat lelah.
ge
Sedangkan
ra
Clark (1996),
ka
menyatakan
n.
bahwa
Co
desain
nt
stasiun kerja
oh
dengan
de
posisi duduk
sai
mempunyai
n
derajat
sta
stabilitas
siu
tubuh yang
n
tinggi;
ke
mengurangi
rja
kelelahan
un
dan keluhan
tu
subjektif bila
k
bekerja lebih
sik
dari 2 jam.
ap
Di samping
ke
itu
tenaga
rja
kerja
juga
du
dapat
d
u
k
d
a
p
a
t
d
ii
l
u
s
t
r
a
s
i
k
a
n
s
e
p
e
r
i
g
a
m
b
a
r
2
.
4
M
e
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
n
utama
adalah
menulis atau
memerlukan
ketelitian
pada tangan;
tidak
diperlukan
tenaga
dorong yang
besar;
objek
yang
dipegang
tidak
memerlukan
tangan
bekerja pada
ketinggian
lebih dari 15
cm
dari
landasan
kerja;
diperlukan
tingkat
kestabilan
tubuh yang
tinggi;
pekerjaan
dilakukan
pada waktu
yang
lama;
dan
seluruh
objek
yang
dikerjakan
atau disuplai
masih dalam
jangkauan
dengan
posisi duduk.
D
e
d
i
k
e
l
u
a
r
k
a
n
u
n
t
u
k
b
e
r
d
i
r
i
l
e
b
i
h
b
a
n
y
a
k
1
0
1
5
DESAIN STASIUN
1)
2)
3)
DESAIN STASIUN
the Man)
Desain Stasiun
Kerja
25
1)
p
e
k
e
r
j
a
a
n
d
i
l
a
k
u
k
a
n
d
e
n
g
a
n
d
u
d
u
u
k
a
n
p
a
d
a
d
e
n
g
a
n
s
u
a
t
u
b
e
r
d
i
r
i
s
a
a
t
d
a
n
s
a
l
i
n
g
p
a
d
a
s
a
a
t
b
e
r
g
a
n
t
i
a
n
;
l
a
i
n
n
y
a
2)
d
i
l
a
k
p
e
r
l
u
m
e
nj
a
n
g
k
a
u
s
e
s
u
at
u
le
bi
h
d
a
ri
4
0
c
m
k
e
d
e
p
a
n
d
a
n
at
a
u
1
5
c
m
di
at
a
s
l
a
n
d
a
s
a
n
k
e
r
j
a
;
d
a
n
3)
t
i
n
g
g
i
l
a
n
d
a
s
a
n
k
e
r
j
a
d
e
n
g
a
n
k
is
a
r
a
n
a
n
t
a
r
a
9
0
1
2
0
c
m
,
m
e
r
u
p
a
k
a
n
k
e
ti
n
g
g
ia
n
y
a
n
g
p
a
l
i
n
g
t
e
p
a
t
b
a
i
k
u
n
t
u
k
p
o
s
i
s
i
d
u
d
u
k
m
a
u
p
u
n
b
e
r
d
ir
i.
S
t
a
si
u
n
k
e
rj
a
u
n
t
u
k
si
k
a
p
k
e
rj
a
d
i
n
a
m
is
(
d
u
d
u
k
d
i
s
u
a
t
u
s
a
a
t
d
a
n
b
e
r
d
i
r
i
d
i
s
a
a
t
l
a
i
n
n
y
a
)
d
a
p
a
t
d
ii
l
u
st
r
a
si
k
a
n
s
e
p
e
rt
i
g
a
m
b
a
r
2
.
6
Gamb
ar 2.6
Stasiun Kerja dan Sikap
Kerja Dinamis (Duduk di
Suatu Saat dan Berdiri
atau Duduk-Berdiri pada
Saat Lainnya) Sesuai
Keinginan Pekerja.
(Sumber: Helander,
1995.
A Guide to the
Ergonomics of
Manufacturing)
DESAIN STASIUN
*
*
*
*
daerah jangkauan
optimum
Pekerjaan ringan
dengan
pergerakan berulang
Pekerjaan perlu
ketelitian
Inspeksi dan
monitoring
Sering berpindahpindah
S
u
m
b
e
r
:
H
e
l
a
n
d
e
r
(
1
9
9
Sikap Kerja 5
yang Dipilih
Jenis Pekerjaan
:
Pilihan pertama
6
0
* Mengangkat >5 kg
Berdiri
)
Bekerja dibawah tinggi
.
* siku
Berdiri
* Menjangkau horizontal
A
di luar
Berdiri
DESAIN STASIUN
Desain Stasiun Kerja
27
2.6 Kepustakaan
Annis, J.F. & McConville, J.T. 1996.
Anthropometry. Dalam: Battacharya, A.
& McGlothlin, J.D. eds. Occupational
Ergonomic. Marcel Dekker Inc. USA: 146.
Clark, D.R. 1996. Workstation Evaluation
and Design. Dalam: Battacharya, A. &
McGlothlin, J.D. eds. Occupational
Ergonomic. Marcel Dekker Inc. USA:
279-302.
Corlett, E.N. and Clark, T.S. 1995. The
Ergonomics
of
Workspaces
and
Machines- A Design Manual. Taylor &
Francis, 2nd eds. USA
Das, B. 1991. Industrial Work Stasiun and
Work Space Design: An Ergonomic
Approach. Dalam: Pulat, B.M. &
Alexander,
D.C.
eds.
Industrial
Ergonomics. Industrial Engineering and
Management
Press.
Institute
of
I
n
d
u
s
t
r
i
a
l
E
n
g
i
n
e
e
r
s
.
N
o
r
e
r
o
s
s
G
e
DESAIN STASIUN
28
DESAIN STASIUN
Desain Stasiun Kerja
29
DESAIN STASIUN
3
0
D
e
s
ai
n
S
ta
si
u
n
K
e
rj
a
BAB
3
Lingkungan Kerja
Fisik
31
32
3.1 Mikroklimat
Secara fundamental, ergonomi merupakan studi tentang
penyerasian antara pekerja dan pekerjaannya untuk
meningkatkan performansi dan melindungi kehidupan. Untuk
dapat melakukan penyerasian tersebut kita harus dapat
memprediksi adanya stressor yang menyebabkan terjadinya
strain dan mengevaluasinya. Mikroklimat dalam lingkungan
kerja menjadi sangat penting karena dapat bertindak sebagai
stressor yang menyebabkan strain kepada pekerja apabila
tidak dikendalikan dengan baik. Mikroklimat dalam
lingkungan kerja terdiri dari unsur suhu udara (kering dan
basah), kelembaban nisbi, panas radiasi dan kecepatan
gerakan udara (Sumamur, 1984 dan Bernard, 1996).
Untuk negara dengan empat musin, rekomendasi untuk
comfort zone pada musim dingin adalah suhu ideal berkisar
antara 19-23 oC dengan kecepatan udara antara 0,1-0,2 m/det
dan pada musim panas suhu ideal antara 22-24 oC dengan
kecepatan udara antara 0,15-0,4 m/det serta kelembaban
antara 40-60% sepanjang tahun (WHS, 1992; Grantham, 1992
dan Grandjean, 1993). Sedangkan untuk negara dengan dua
musin seperti Indonesia, rekomendasi tersebut perlu
mendapat koreksi. Sedangkan kaitannya dengan suhu panas
lingkungan kerja, Grandjean (1993) memberikan batas
toleransi suhu tinggi sebesar 35-40oC; kecepatan udara 0,2
m/det; kelembaban antara 40-50%; perbedaan suhu
permukaan <4 oC.
Dengan demikian jelas bahwa mikroklimat yang tidak
dikendalikan dengan baik akan berpengaruh terhadap tingkat
kenyamanan pekerja dan gangguan kesehatan, sehingga
dapat meningkatkan beban kerja, mempercepat munculnya
kelelahan
dan
keluhan
subjektif
serta
menurunkan
produktivitas kerja.
Lingkungan Kerja Panas
Pekerja di dalam lingkungan panas, seperti di sekitar
furnaces, peleburan, boiler, oven, tungku pemanas atau
bekerja di luar ruangan di bawah terik matahari dapat
mengalami tekanan panas. Selama aktivitas pada lingkungan
panas tersebut, tubuh secara otomatis akan memberikan
reaksi untuk memelihara suatu kisaran panas lingkungan yang
1)
k
o
n
s
t
a
n
d
e
n
g
a
n
m
e
n
y
e
i
m
b
a
n
g
k
a
n
a
n
t
a
r
a
p
a
n
a
s
y
a
n
LINGKUNGAN KERJA
S
u
h
u
B
a
s
a
h
d
a
n
B
o
l
a
(I
S
B
B
)
a
n
t
a
r
a
3
2
,
0
2
3
3
,
0
LINGKUNGAN KERJA
Lingkungan Kerja Fisik 35
4.
5.
6.
3)
LINGKUNGAN KERJA
2)
C
A
G
a
(
I
n
d
o
o
r
)
:
I
S
B
B
=
(
0
,
7 x
suh
u
bas
ah)
+
(0,
3 x
suh
u
rad
iasi
)
mb
ar
3.1
A.Termomete
r Bola; B.
Sling
Psychrometer
(Suhu Basah
dan Suhu
Kering); C.
Kata
Ter
mo
me
ter
36
4)
P
e
n
g
e
n
d
a
li
a
n
L
i
n
g
k
u
n
g
a
n
K
e
r
j
a
P
a
n
a
s
U
n
t
u
k
m
e
n
g
e
n
d
a
li
k
a
LINGKUNGAN KERJA
Lingkungan Kerja Fisik 37
FISI
K
KERJA
LINGKUNGAN
5)
Sumber Kebisingan dan Cara Penilaiannya.
Sumber kebisingan di perusahaan biasanya berasal dari
mesin-mesin untuk proses produksi dan alat-alat lain yang
dipakai untuk melakukan pekerjaan. Contoh sumber-sumber
kebisingan di perusahaan baik dari dalam maupun dari luar
perusahaan seperti:
1 Generator, mesin diesel untuk pembangkit listrik
2 Mesin-mesin produksi
3 Mesin potong, gergaji, serut di perusahaan kayu
4 Ketel uap atau boiler untuk pemanas air
5 Alat-alat lain yang menimbulkan suara dan getaran
seperti alat pertukangan
6 Kendaraan bermotor dari lalu lintas dll.
Sumber-sumber suara tersebut harus selalu diidentifikasi
dan dinilai kehadirannya agar dapat dipantau sedini mungkin
dalam upaya mencegah dan mengendalikan pengaruh
pemaparan kebisingan terhadap pekerja yang terpapar.
Dengan demikian penilaian tingkat intensitas kebisingan di
perusahaan secara umum dimaksudkan untuk beberapa
tujuan yaitu:
1) Memperoleh data intensitas kebisingan pada sumber
suara
2) Memperoleh data intensitas kebisingan pada penerima
suara (pekerja dan masyarakat sekitar perusahaan)
3) Menilai efektivitas sarana pengendalian kebisingan yang
telah ada dan merencanakan langkah pengendalian lain
yang lebih efektif.
4) Mengurangi tingkat intensitas kebisingan baik pada
sumber suara maupun pada penerima suara sampai batas
diperkenankan.
1)
M
e
m
b
a
n
t
u
m
e
m
il
i
h
a
l
a
t
p
e
li
n
d
u
n
g
d
a
ri
LINGKUNGAN KERJA
Lingkungan Kerja Fisik 39
Gamba
r 3.4
A
D
i
l
e
n
g
k
a
p
i
D
e
n
g
a
n
O
ktave Band
An
ali
ze
r
LINGKUNGAN KERJA
sud
ah
lah
mel
intensit
am
as
pau
dinilai
i
dan
Nil
dianalis
ai
is,
Am
selanjut
ban
nya
g
hasil
Bat
yang
as
diperole
(NA
h harus
B)
dibandi
yan
ngkan
g
dengan
dip
standar
erk
yang
ena
ditetapk
nka
an
n
dengan
ata
tujuan
u
untuk
bel
menget
um.
ahui
De
apakah
nga
intensit
n
as
de
kebisin
mik
gan
ian
yang
aka
diterim
n
a
oleh
dap
tenaga
at
kerja
Sete
s
e
g
e
r
a
d
i
l
a
k
u
k
a
n
u
p
a
y
a
p
e
n
g
e
n
d
a
l
i
a
n
Keputusan
Menteri
Tenaga Kerja
No.
Kep.51/MEN/
1999
yang
merupakan
pembaharuan
dari
Surat
Edaran
Menteri
Tenaga Kerja
No. 01/MEN/
1978,
besarnya
rata-rata
adalah
85
dB(A) untuk
waktu kerja
terus
menerus
tidak
lebih
dari 8 jam/
hari atau 40
jam
seminggu.
Besarnya
NAB
kebisingan
yang
ditetapkan
tersebut
sama dengan
NAB
untuk
negaranegara
lain
seperti Aus
t
4
Kerja Fisik
Lingkungan
1)
Jam
Menit
Detik
Catatan: Tidak
boleh terpapar
lebih dari 140
dB(A) walaupun
sesaat Sumber:
Kepmennaker No.
51 Tahun 1999.
2)
Pengaruh Kebisingan
Pengaruh
pemaparan
P
e
n
g
a
r
u
h
K
e
b
i
s
i
n
g
a
n
I
n
t
e
n
s
i
t
a
s
T
i
n
g
g
i
1 Pen
gar
uh
pe
ma
par
an
kebisingan
intensitas tinggi (di
atas
NAB)
adalah
terjadinya kerusakan
pada
indera
pendengaran
yang
dapat menyebabkan
penurunan
daya
dengar
baik
yang
bersifat
sementara
maupun
bersifat
permanen
atau
ketulian.
Sebelum
terjadi
kerusakan
pendengaran
yang
permanen, biasanya
didahului
dengan
pendengaran
yang
bersifat
sementara
yang
dapat
mengganggu
LINGKUNGAN KERJA
Lingkungan Kerja Fisik
41
2)
kehidupan yang
bersangkutan baik di
tempat kerja maupun
di lingkungan
keluarga dan
lingkungan sosialnya.
1 Pengaruh kebisingan
akan sangat terasa
apabila
jenis
kebisingannya
terputus-putus
dan
sumbernya
tidak
diketahui.
2 Secara
fisiologis,
kebisingan
dengan
intensitas
tinggi
dapat menyebabkan
gangguan kesehatan
seperti,
meningkatnya
tekanan darah dan
denyut
jantung,
resiko
serangan
jantung
meningkat,
gangguan
pencernaan
3 Reaksi
masyarakat,
apabila
kebisingan
akibat suatu proses
produksi
demikian
hebatnya
sehingga
masyarakat
sekitarnya
protes
menuntut
agar
kegiatan
tersebut
dihentikan dll.
Pe
ng
ar
uh
Ke
bis
ing
an
Int
en
sit
as
Re
nd
ah.
Tin
gkat
intensit
as
kebisin
gan
rendah
atau di
bawah
NAB
banyak
ditemu
kan di
lingkun
gan
kerja
seperti
perkan
toran,
ruang
admini
strasi
perusahaan
dll.
Intensitas kebisingan yang
masih di bawah NAB 1)
2)
tersebut secara fisiologis 3)
tidak
menyebabkan
kerusakan pendengaran.
Namun
demikian,
kehadiranya sering dapat
menyebabkan penurunan
performansi kerja, sebagai
salah satu penyebab stress
dan gangguan kesehatan
lainnya.
Stress
yang
disebabkan
karena
pemaparan
kebisingan
dapat
menyebabkan
terjadinya kelelahan dini,
kegelisahan dan depresi.
Secara
spesifik
stress
karena
kebisingan
tersebut
dapat
menyebabkan antara lain:
1) Stress
menuju
keadaan cepat marah,
sakit
kepala,
dan
gangguan tidur
2) Gangguan
reaksi
psikomotor
3) Kehilangan
konsentrasi
4) Gangguan
komunikasi
antara
lawan bicara
5) Penurunan
performansi
kerja
yang kesemuanya itu
akan bermuara pada
kehilangan efisiensi
dan
produktivitas
kerja.
Rencana
dan
Langkah
Pengendalian Kebisingan
Di Tempat Kerja
Sebelum dilakukan langkah
pengendalian
kebisingan,
langkah pertama yang harus
3)
d
M
M
M
LINGKUNGAN KERJA
Setelah
rencana
dibuat
dengan
seksama,
langkah
selanjutnya
adalah
melaksanakan
langkah
pengendalian kebisingan dengan
dua arah pendekatan yaitu
pendekatan
jangka
pendek
(Short-term
gain)
dan
pendekatan
jangka
panjang
(Long-term gain) dari hirarki
pengendalian.
Pada
pengendalian kebisingan dengan
orientasi jangka panjang, teknik
pengendaliannya
secara
berurutan
adalah
eliminasi
sumber
kebisingan,
pengendalian
secara
teknik,
pengendalian
secara
administrative
dan
terakir
penggunaan alat pelindung diri.
Sedangkan
untuk
orientasi
jangka pendek adalah sebaliknya
secara berurutan.
1)
Eliminasi
sumber
kebisingan
1 Pada teknik eliminasi
ini dapat dilakukan
dengan penggunaan
tempat kerja atau
pabrik baru sehingga
biaya
pengendalian
dapat diminimal-kan.
2 Pada tahap tender
mesin-mesin
yang
akan dipakai, harus
me
nsy
ara
tkan
ma
ksi
mu
m
int
ens
itas
keb
isin
ga
n
yan
g
dik
elu
ark
an
dar
i
me
sin
bar
u.
3 Pa
da
tah
ap
pe
mb
uat
an
pa
Pengendalian
kebisingan
secara
teknik
1 Pengendalian
kebisingan
pada
sumber
suara.
Penurunan
kebisingan
pada
sumber suara dapat
dilakukan
dengan
menutup mesin atau
mengisolasi
mesin
sehingga
terpisah
dengan
pekerja.
Teknik
ini
dapat
dilakukan
dengan
mendesain
mesin
memakai
remote
control. Selain itu
dapat
dilakukan
redesain
landasan
mesin dengan bahan
anti getaran. Namun
demikian teknik ini
memerlukan
biaya
yang sangat besar
sehingga
dalam
prakteknya
sulit
diimplementasikan.
2 Pengendalian
kebisingan
pada
bagian
transmisi
kebisingan.
Apabila
teknik pengendalian
pada sumber suara
sulit dilakukan, maka
teknik
berikutnya
adalah
dengan
memberi
pembatas
ata
u
sek
at
ant
ara
me
sin
da
n
pek
erj
a.
Car
a
lai
n
ada
lah
de
ng
an
me
na
mb
ah
ata
u
me
lap
isi
din
din
g,
pa
flo
n
da
n
lan
tai
de
ng
an
ba
ha
n penyerap suara.
Menurut Sanders &
McCormick
(1987)
cara tersebut dapat
mengurangi
kebisingan antara 3-7
dB.
3)
Pengendalian
kebisingan
secara
administratif.
Apabila
teknik
pengendalian
secara
teknik
belum
memungkinkan
untuk
dilakukan, maka langkah
selanjutnya
adalah
merencanakan
teknik
pengendalian
secara
administratif.
Teknik
pengendalian ini lebih
difokuskan
pada
manajemen pemaparan.
Langkah
yang
dapat
ditempuh adalah dengan
mengatur rotasi kerja
antara
tempat
yang
bising dengan tempat
yang lebih nyaman yang
didasarkan
pada
intensitas
kebisingan
yang diterima seperti
pada tabel 3.1.
LINGKUNGAN KERJA
Lingkungan Kerja Fisik
43
FISI
K
Penerangan yang
baik
adalah penerangan yang
memungkinkan tenaga kerja dapat melihat objek - objek yang
dikerjakan secara jelas, cepat dan tanpa upaya - upaya yang
tidak perlu (Sumamur, 1984). Penerangan yang cukup dan
diatur secara baik juga akan membantu menciptakan
lingkungan kerja yang nyaman dan menyenangkan sehingga
dapat memelihara kegairahan kerja. Telah kita ketahui hampir
semua pelaksanaan pekerjaan melibatkan fungsi mata, di
mana sering kita temui jenis pekerjaan yang memerlukan
tingkat penerangan tertentu agar tenaga kerja dapat dengan
jelas mengamati objek yang sedang dikerjakan. Intensitas
penerangan yang sesuai dengan jenis pekerjaannya jelas akan
dapat meningkatkan produktivitas kerja. Sanders &
McCormick (1987) menyimpulkan dari hasil penelitian pada
15 perusahaan, di mana seluruh perusahaan yang diteliti
menunjukkan kenaikan hasil kerja antara 4-35%. Selanjutnya
Armstrong (1992) menyatakan bahwa intensitas penerangan
yang kurang dapat menyebabkan gangguan visibilitas dan
eyestrain. Sebaliknya intensitas penerangan yang berlebihan
juga dapat menyababkan glare; reflections; excessive
shadows; visibility & eyestrain
KERJA
LINGKUNGAN
44
3 B
an
ya
k
te
rj
ad
i
ke
sa
la
ha
n
4 K
ec
el
ak
an
ke
rj
a
m
en
in
gk
at
S
i
s
t
e
m
LINGKUNGAN KERJA
k
er
u
s
a
k
a
n
p
e
n
gl
ih
at
a
n
3 M
o
di
fi
k
a
si
o
bj
e
k
k
er
ja
s
e
hi
n
g
g
a
d
3)
4)
5)
LINGKUNGAN KERJA
46
1)
2)
3)
4)
5)
6)
a
l
a
r
m
,
n
y
a
l
a
l
a
m
p
u
,
d
a
n
s
e
j
e
n
i
s
n
y
a
h
a
r
u
s
j
u
g
LINGKUNGAN KERJA
Lingkungan Kerja Fisik 47
2)
Tabel 3.2. Reflektan sebagai persentase cahaya
Bahan Warna
*
Putih
*
Aluminium, kertas putih
* Warna gading, kuning lemon, Kuning
dalam, hijau muda, biru pastel, pink pale,
krim
* Hijau lime, abu-abu plae, pink, orange
dalam, bluegrey
* Biru langit, kayu pale
* Pale oakwood, semen kering
* Merah dalam, hijau rumput, kayu, hijau
daun, coklat
* Biru gelap, merah purple, coklat tua,
*
hitam
Reflektan
(%)
100
80-85
60-65
50-55
40-45
30-35
20-25
10-15
0
P
e
n
e
r
a
n
g
a
n
u
n
t
u
k
p
e
k
e
rj
a
a
n
p
e
k
e
rj
a
a
n
y
a
n
g
h
a
n
y
LINGKUNGAN KERJA
3.4 Kepustakaan
American Conference of Govermental Industrial Hygienists
(ACGIH), 1995. Thresh-old Limit Values and Biological
Exposure Indices. Cincinnati. USA.
Armstrong, R. 1992. Lighting at Work. Occupational Health &
Safety Authority. Melbourne. Australia:4-11.
Bernard, T.E. 1996. Occupational Heat Stress. Dalam:
Battacharya, A. & McGlothlin, J.D. eds. Occupational
Ergonomic. Marcel Dekker Inc USA: 195-216.
Grandjean, E. 1993. Fitting the Task to the Man, 4th edt.
Taylor & Francis Inc. Lon-don.
Grantham, D. 1992. Occupational Health & Safety .
Guidebook for the WHSO. Me-rino Lithographics
Moorooka Queensland. Australia.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja, No.51: 1999. Nilai Ambang
Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja. Jakarta.
Manuaba,
A.
1992.
Pengaruh
Ergonomi
Terhadap
Produktivitas. Dalam: Seminar Produktivitas Tenaga
Kerja. Jakarta.
National Institute for Occupational Health and Safety
(NIOSH), 1986. Criteria for a Recommended StandardOccupational Exposure to Hot Environments. Washington,
DC.
Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No.7: 1964. Syarat
Kesehatan, Kebersihan Serta Penerangan Dalam Tempat
Kerja. Jakarta.
Priat
n
a
,
B
.
L
.
1
9
9
0
.
P
e
n
g
a
r
u
h
C
u
a
c
a
K
e
rj
a
T
e
r
h
a
d
a
p
B
e
LINGKUNGAN KERJA
Lingkungan Kerja Fisik 49
LINGKUNGAN KERJA
5
0
Li
n
g
k
u
n
g
a
n
K
er
ja
Fi
si
k
BAB
4
51
52
KUALITASUDARADAL
AM
RUANG
KERJA
Kemajuan
teknologi
dunia
telah
membawa
dampak
Kualitas
Udara
dalam
Ruang
Kerja
Menurut National Health and Medical Reasearch Council
(NHMRC, 1985) bahwa yang dimaksud dengan kualitas udara
dalam ruangan adalah udara di dalam suatu bangunan yang
dihuni atau ditempati untuk suatu periode yang sekurangkurangnya 1 jam oleh orang dengan berbagai status kesehatan
yang berlainan. Pada suatu ruangan kerja, di mana ditempati
53
ole
h
ba
ny
ak
ora
ng
de
ng
an
ber
ba
gai
ko
ndi
si
kes
eh
ata
n
ma
ka
ke
mu
ng
kin
an
unt
uk
da
pat
ter
pa
par
ole
h
res
iko
inf
eks
54
pp
m
me
ny
eb
ab
ka
n
ga
ng
gu
an
kes
eh
ata
n
da
n
ke
ny
am
an
an
pe
ng
hu
nin
ya.
Pr
od
uk
Ha
sil
Pe
m
ba
ka
ra
n
Menurut Hau (1997) bahwa produk sisa hasil pembakaran
dapat meliputi karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NO &
NO2) dan mungkin hidrokarbon (HC). Gas-gas tersebut dapat
bersumber dari dalam bangunan itu sendiri seperti; pembakaran
akibat proses masak-memasak, merokok dalam ruang kerja.
Timbal (Pb) merupakan bahan pencemar yang potensial yang
sering ditemukan dalam kadar cukup tinggi di ruangan kerja
dekat dengan parkir. Sumber-sumber bahan pencemaran yang
berasal dari luar bangunan biasanya dibawa masuk ke dalam
ruangan melalui aliran udara ventilasi. CO yang terikat dalam
darah terutama hae-moglobin akan menghambat fungsi oksigen
dalam sirkulasi. Pada konsentrasi tinggi CO dapat menyebabkan
kematian, sedangkan NO dapat menyebabkan iritasi pada mata
dan saluran pernafasan. Mesin-mesin pembangkit yang sering
digunakan seperti
5)
generator, mesin diesel, kompresor dll, harus ditempatkan
pada ruang yang terpisah dengan gedung induk dan
dipelihara agar pekerja tidak terpapar oleh gas emisi dari
mesin-mesin tersebut.
Standar untuk kadar gas CO di ruang kerja perkantoran
adalah 10 ppm untuk 8 jam kerja (WHO, 1976; SAA, 1980).
Sedangkan baku mutu lingkungan berdasarkan SK.MEN-KLH:
No.02 (1988) adalah sebagai berikut: kadar CO (10.000
3
3
g/Nm /24 jam), kadar NO2 (150 g/Nm /24 jam), Hidrokarbon
(160 g/Nm3/3 jam) dan kadar Pb (2 g/Nm3/24 jam). Kadar
bahan pencemar di dalam udara lingkungan harus diupayakan
serendah mungkin atau setidaknya diupayakan mendekati
kadar udara ambien.
Formaldehid
Formaldehid merupakan gas yang tidak berwarna dengan
bau yang cukup tajam. Formaldehid biasanya dihasilkan dari
bahan-bahan bangunan seperti ply-wood, karpet, furniture,
Urea-Formaldehyde Foam Insulation (UFFI). Pemaparan
Formaldehid pada kadar yang cukup rendah 0,05 - 0,5 ppm
dapat menyebabkan mata terbakar, iritasi pada saluran nafas
bagian atas dan dicurigai sebagai karsinogen (Heryuni, 1993).
3)
Ozon (O3)
Berbagai
proses
kegiatan
dan
peralatan
yang
menggunakan sinar ultra violet (UV) atau menyebabkan
ionisasi udara mungkin menghasilkan ozon. Peralatan kerja
yang dapat mengeluarkan ozon antara lain; printer lazer,
lampu UV, mesin photo copy dan ioniser. Ozon merupakan gas
yang sangat beracun dan mempunyai efek pada konsentrasi
rendah.
Menurut
WHS
(1992)
bahwa
ozon
dapat
menyebabkan iritasi pada mata dan saluran pernafasan. Oleh
karena ozon merupakan gas yang sangat mudah bereaksi,
pada umumnya hanya dapat dijumpai dekat dengan
sumbernya dan hanya mempunyai pengaruh yang kecil pada
lingkungan udara dalam ruang kerja.
4)
55
Pa
rti
kel
Pa
rti
kel
dal
am
Ud
ar
a
Ru
an
g
Ke
rja
P
art
ike
lpar
tik
el
ya
ng
bia
san
ya
ter
da
pat
dal
am
rua
ng
an
ud
56
ba
wa
h
ka
dar
ter
seb
ut
da
pat
me
ng
aki
bat
ka
n
ga
ng
gu
an
kes
eh
ata
n
ber
up
a;
pu
sin
g,
mu
da
h
me
ng
ant
uk,
per
21
24
24
24
27
27
27
29
29
29
32
32
32
80
40
60
80
30
50
75
25
45
65
20
40
60
0,15
0,15
0,25
0,25
0,25
0,40
0,50
0,40
0,50
0,80
0,50
0,80
1,00
S
u
m
b
e
r
:
W
H
O
1
9
7
6
S
KECEPATAN UDARA
KELEMBABA
Maksimu
N
Suhu Basah
Minimum
m
(%)
o
C
(m/det)
(m/det)
19
16
18
21
16
19
23
16
19
23
17
22
26
57
0,30
0,30
0,40
0,50
0,50
0,50
0,80
0,80
0,80
0,80
0,80
0,80
1,00
eb
ag
ai
ba
ha
n
per
tim
ba
ng
an,
di
ma
na
Ind
on
esi
a
me
rup
ak
58
Komponen
Air Conditioning
1. (AC)
* Desain
* Tahap operasional
* Pemeliharaan
2. Material Bangunan
* Baru
* La
3. Aktiv
* Fo
Pe
* ru
Ak
* tet
* Pr
4. Manu
5. Udar
* Po
* Ar
Ko
* ba
59
k
e
l
e
m
b
a
b
a
n
d
a
n
a
l
i
r
a
n
a
t
a
u
s
i
r
k
u
l
a
s
i udara.
2.
Survei Lengkap
1* Penilaian sistem ventilasi secara detail.
2* Pengujian suhu udara, kelembaban udara, aliran
udara secara detail.
3* Pengambilan sample gas-gas dan partikel udara
yang diduga sebagai penyebab rendahnya kualitas
udara ruangan kerja seperti kadar O 2, O3, CO2, CO,
NO2, SO2, Formaldehid, debu dll.
60
3.
Analisis Data
1* Menggunakan standard nasional dan internasional
yang berlaku untuk mencocokkan dengan hasil
pengukuran
2* Mencari
korelasi
antara
data
dan
keluhan/komplain yang dialami karyawan.
4.
Rekomendasi
1* Didasarkan hasil evaluasi dan analisa data
2* Mengambil langkah-langkah tindakan berdasarkan
skala urgensi
2)
c
o
n
t
o
h
y
a
n
g
s
e
d
e
r
h
a
n
a
a
d
a
l
a
h
m
e
m
i
n
d
a
h
kan mesin foto copy agak jauh dari tempat kerja yang
banyak tenaga kerjanya atau mengisolasinya pada
ruangan
tersendiri.
Perlu
dicatat
bahwa
dalam
memodifikasi tempat atau proses kerja tidak boleh
mengurangi kenyamanan dan efisiensi kerja.
3)
61
To
xic
olo
gy,
Ge
ne
ral
Pri
nci
ple
s
4th
Ed
t.
Vol
.I
(A)
,
Joh
n
Wil
ey
4.8 Kepustakaan.
&
American Society of Heating, Refrigerating and AirSo
Conditioning Engineers (ASHRAE), 1989. Ventilation for
ns,
Indoor Air Quality, ASHRAE Standards-62, Atlanta.
Inc
Grantham, D. 1992. Occupational Health & Safety. Guidebook
,
for the WHSO. Me-rino Lithographics Moorooka
Am
Queensland. Australia: 208-216.
eri
Hau, E., 1997. Lectures and Practical Sessions on Indoor Air
ka.
Quality, The Univer-sity of Queensland, Australia.
Morey,
Heryuni, S., 1993. Kualitas Lingkungan Kerja Perkantoran dan
P.R
.,
Standarnya, Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja,
&
Jakarta, XXVI (2 dan 3): 11-27.
Sin
Lieckfield, Jr., R.G. and Farrar, A.C., 1991. Indoor Air Quality
gh,
in Nonindustrial Occupational Environments. In: Clayton,
J.
G.D. & Clayton, F.E. Eds. Pattys Industrial Hygiene and
4)
Pengendalian Administrasi
Disamping cara-cara pengendalian teknis tersebut,
perlu dipikirkan pula cara-cara pengendalian administrasi,
antara lain:
1* Mengembangkan jalur komunikasi antara tenaga kerja
dengan pimpinan perusahaan untuk menemukan
problem-problem yang muncul dan menemukan cara
pengendalian yang tepat.
2* Membersihkan tempat kerja secara reguler.
1* Memelihara dan membersihkan sarana ventilasi
secara reguler agar dapat berfungsi secara
optimal.
2* Merancang ruangan untuk perokok yang terpisah
dari ruangan kerja ber-AC.
3* Pengecatan ruangan, pembersihan karpet, atau
penyemprotan pestisida harus dilakukan di luar
jam-jam kerja, dan ventilasi harus sudah
dihidupkan kembali sebelum tenaga kerja masuk
ruangan.
62
63
64
Kua
lita
s
Uda
ra
Dal
am
Rua
ng
Kerj
a
BAB
5
65
66
KEBUTUHAN GIZI
KERJA
67
ma
up
un
di
lua
r
ja
m
ker
ja
(ist
ira
hat
pa
da
ma
la
m
har
i).
5.
2
Pe
ng
at
ur
an
W
ak
tu
Ke
rj
a
da
n
W
aktu Istirahat
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa pengaturan
waktu kerja-waktu istirahat harus disesuaikan dengan sifat,
jenis pekerjaan dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya
seperti lingkungan kerja panas, dingin, bising, berdebu dll.
Namun demikian secara umum, di Indonesia telah ditetapkan
lamanya waktu kerja sehari maksimum adalah 8 jam kerja dan
selebihnya adalah waktu istirahat (untuk kehidupan keluarga
dan sosial kemasyarakatan). Memperpanjang waktu kerja
lebih dari itu hanya akan menurunkan efisiensi kerja,
meningkatkan kelelahan, kecelakan
ORGANISASI KERJA
DAN KEBUTUHAN
68
ja
m
ker
ja
ber
lan
gs
un
g,
yai
tu
isti
rah
at
sec
ara
spo
nta
n,
isti
rah
at
cur
ian
,
isti
rah
at
ole
h
kar
en
a
ad
2)
ORGANISASI KERJA
DAN KEBUTUHAN
Organisasi Kerja dan Kebutuhan Gizi Kerja
69
3)
4)
har
i
ker
ja
se
mi
ng
gu.
Pe
ner
apa
n
sist
em
ker
ja
de
ng
an
5
har
i
ker
ja
seb
etu
lny
a
sud
ah
la
ma
dik
ORGANISASI KERJA
DAN KEBUTUHAN
70
seb
ag
ai
su
mb
er
ten
ag
a
ata
u
kal
ori
(ka
rbo
hid
rat
,
le
ma
k
da
n
pro
tei
n),
me
mb
an
gu
n
da
n
me
me
ORGANISASI KERJA
DAN KEBUTUHAN
Oganisasi Kerja dan Kebutuhan Gizi Kerja
r
71
2.
3.
4.
kea
daa
n
bia
sa
unt
uk
me
mp
ert
aha
nka
n
aga
r
tub
uh
da
pat
bek
erj
a
sec
ara
nor
ma
l.
Ko
ndi
si
tub
uh
ter
ten
6.
ORGANISASI KERJA
DAN KEBUTUHAN
72
Faktor dalam lingkungan kerja menunjukkan pengaruh pengaruh yang jelas terhadap keadaan gizi tenaga kerja.
Beban kerja yang berlebihan dan lingkungan kerja panas
dapat menyebabkan penurunan berat badan (Priatna, 1990).
Sebaliknya motivasi psikologis yang kuat, kadang - kadang
meningkatkan nafsu makan dan menjadi sebab bertambahnya
berat badan dan gemuk.
1) Tekanan Panas. Untuk pekerjaan ditempat kerja bersuhu
tinggi, harus diperhatikan secara khusus kebutuhan air
dan garam sebagai pengganti cairan untuk penguapan.
Dalam lingkungan kerja panas dan pekerjaan berat,
diperlukan sekurang-kurangnya 2,8 liter air minum bagi
tenaga kerja, sedangkan untuk kerja ringan dianjurkan 1,9
liter. Kadar garam tidak boleh terlalu tinggi, melainkan
sekitar 0,2 % (Grantham, 1992). Tidak dibenarkan minum
minuman keras atau yang mengandung alkohol oleh
pekerja di tempat kerja. Susu bukan cairan penghilang
dahaga dan tenaga kerja terbatas kemampuan untuk
meminumnya, yaitu sekitar 1 - 2 gelas saja. Minuman minuman lain yang tidak mengandung alkohol (softdrink)
dan bersifat penyegar badan baik untuk diberikan. Untuk
bekerja di tempat dingin makanan dan minuman hangat
sangat membantu.
2) Bahan kimia. Bahan - bahan kimia dapat menyebabkan
keracunan kronis dengan penurunan berat badan sebagai
salah satu gejalanya. Beberapa bahan kimia dapat
me
ng
ga
ng
gu
pro
ses
me
tab
oli
sm
e
dal
am
tub
uh
da
n
mu
ng
kin
jug
a
da
pat
me
ng
aki
bat
ka
n
ber
ku
ran
3)
ORGANISASI KERJA
DAN KEBUTUHAN
73
Organisasi Kerja dan Kebutuhan Gizi Kerja
2)
Pemberian makanan / snack secara cuma-cuma pada jamjam tertentu, di mana hal ini akan memperlambat
munculnya kelelahan, meningkatkan kecepatan dan
ketelitian kerja dan menghindari waktu istirahat curian.
3)
4)
5)
ak
hir
ny
a
ak
an
da
pat
me
na
mb
ah
ke
unt
un
ga
n
ya
ng
tin
ggi
ba
gi
per
usa
ha
an.
5.
5
Ke
pu
st
ak
aan
Grandjean, E. 1993. Fitting the Task to the Man, 4th edt. Taylor
& Francis Inc. Lon-don.
Grantham, D. 1992. Occupational Health & Safety. Guidebook
for the WHSO. Me-rino Lithographics Moorooka
Queensland. Australia: 208-216.
Manuaba, A. 1990. Beban Kerja untuk Prajurit Dikaitkan
dengan Norma Ergonomi di Indonesia. Dalam: Seminar
Nasional tentang Ergonomi di Lingkungan ABRI, Jakarta.
ORGANISASI KERJA
DAN KEBUTUHAN
74
ORGANISASI KERJA
DAN KEBUTUHAN
Organisasi Kerja dan Kebutuhan Gizi Kerja
75
ORGANISASI KERJA
DAN KEBUTUHAN
76
Org
anis
asi
Kerj
a
dan
Keb
utu
han
Gizi
Kerj
a
BAB
6
Ergonomi Untuk
Orang Tua
77
78
Menua
atau menjadi tua
adalah suatu
proses
menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan
untuk
memperbaiki
diri,
atau
mengganti
dan
mempertahankan struktur dari fungsi normalnya. Dengan
begitu manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan
terhadap infeksi dan banyak distorsi metabolik maupun
struktural, yang biasa disebut dengan penyakit degeneratif.
Ada yang menganalogikan makin tuanya manusia seperti
ausnya suku cadang mesin yang bekerjanya sangat kompleks,
yang antar bagiannya saling mempengaruhi secara
fisik/somatik. Tetapi sebenarnya proses penuaan merupakan
kombinasi antara berbagai faktor yang saling berkaitan
(Morris, 1996; Darmojo, 1999; dan Wijaya, 2000). Banyak
yang mengatakan bahwa umur 50-55 tahun merupakan umur
di mana manusia mulai disebut tua. Padahal banyak orang
yang berumur lebih dari itu masih bekerja di industri, dan
banyak produk di pasar yang digunakan oleh orang tua.
Sebaliknya, pada orang tua banyak ditemukan limitasi pada
dirinya, sehingga designer harus selalu memperhitungkan
rancangannya untuk kelompok orang tua. Secara umum
penurunan kemampuan tubuh dan kebolehan lansia, secara
lebih rinci dapat dijelaskan dalam uraian di bawah ini.
79
p
e
n
u
r
u
n
a
n
k
e
p
e
k
a
a
n
p
a
n
c
a
i
n
d
e
r
a
,
s
e
p
e
rti:
1.
berkurangnya
keseimbangan tubuh,
diupayakan dengan
mengurangi lintasan
yang membutuhkan
keseimbangan tinggi
seperti titian, blindstep, juga tangga
(gambar 6.1);
Gambar 6.1
Berkurangnya Keseimbangan
Pada Lansia
R
P
81
a
r
e
n
a
p
r
o
s
e
s
p
e
n
u
a
a
n
,
d
a
n
a
k
i
b
a
t
p
e
n
y
a
k
it
l
a
i
n
82
2:
3:
Tinggi badan
Tinggi
dari
lantai
sampai ver-tex, posisi
subjek berdiri.
Tinggi bahu
Tinggi dari lantai sampai
tepi bahu atas, posisi
subjek berdiri.
Tinggi siku
Tinggi dari lantai sampai
tepi bawah siku, posisi
subjek berdiri
4:
5:
Gambar 6.3
6:
Pengukuran Antropometri Statis
pada Lansia
Tinggi knuckle
Tinggi dari lantai sampai
per-tengahan kayu yang
digenggam
telapak
tangan,
posisi
subjek
berdiri
dan
tangan 7:
tergantung
lemas
di
samping badan.
Tinggi popliteal
Tinggi
dari
lantai
sampai sudut bagian
belakang lutut, posisi
subjek duduk di atas
bangku dengan tungkai
bawah
tegak
lurus
lantai
Jarak raih tangan
Panjang lengan dari tepi
be-lakang bahu sampai
pertengah-an kayu yang
di
g
e
n
g
g
a
m
te
la
p
a
k
ta
n
g
a
n.
D
i
a
m
e
t
e
r
li
n
g
k
a
r
g
enggaman
Garis
tengah
lingkaran
karena
bertemunya ibu jari dengan
ujung telunjuk dan dirasakan
paling nyaman oleh subjek.
Pengukuran
dilakukan
dengan
mempergunakan
kerucut
kayu
pengukur
genggaman
Perubahan
lainnya adalah
makin
terbatasnya
area pergerakan
flextion-abduction, dari tubuh
lansia, keadaan
ini
akan
mengurangi
kebolehan dan
keandalan gerak
tubuh. Tinjauan
antropometri
pada
lansia
tidak
hanya
terbatas
pada
pengukuran
statis,
dan
pengamatan
perubahan
anatomi karena
proses penuaan.
Tetapi
pengukuran
antropometri
secara dinamis
menjadi
penting, karena
berkurangnya
83
u
n
t
u
k
m
e
n
i
n
g
k
a
t
k
a
n
k
e
a
m
a
n
a
n
p
e
n
g
g
u
n
a
k
a
m
a
r
m
a
n
d
i
m
a
n
d
i.
A
d
a
b
e
b
e
r
a
p
a
p
e
r
s
y
a
r
a
t
a
n
c
a
r
a
p
e
n
85
t
e
rl
a
m
p
a
u
d
i
n
g
i
n
,
a
k
a
n
m
e
r
a
n
g
s
a
n
g
m
u
n
c
u
86
KENYAMANAN
KEMANDIRIA
N
KELEGAAN
EFISIENSI
WAKTU
2.
3.
t
e
k
n
i
k
a
n
a
li
s
i
s
g
e
r
a
k
a
n
p
a
d
a
r
a
n
c
a
n
g
6.5 Kepustakaan
Bathing, 1998. Safety in the Bathroom,
http://cat.buffalo.edu/rerc-aging/rerca-benches.html; 22
Desember 2001.
87
A
g
i
n
g
P
a
r
e
n
t
s
,
W
o
r
k
m
a
n
P
u
b
li
s
h
i
n
g
,
N
e
w
89
9
0
E
r
g
o
n
o
m
i
U
n
t
u
k
O
r
a
n
g
T
u
a
BAGIAN II
92
BAB
7
Beban Kerja
93
94
Beban Kerja
Beban Kerja
BEBAN
KERJA
Tubuh manusia dirancang untuk dapat melakukan
aktivitas pekerjaan sehari-hari. Adanya massa otot yang
bobotnya
hampir lebih dari separuh berat tubuh,
memungkinkan kita untuk dapat menggerakan tubuh dan
melakukan pekerjaan. Pekerjaan di satu pihak mempunyai arti
penting bagi kemajuan dan peningkatan prestasi, sehingga
mencapai kehidupan yang produktif sebagai salah satu tujuan
hidup. Di pihak lain, dengan bekerja berarti tubuh akan
menerima beban dari luar tubuhnya. Dengan kata lain bahwa
setiap pekerja merupakan beban bagi yang bersangkutan.
Beban tersebut dapat berupa beban fisik maupun beban
mental.
Dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja yang
diterima oleh seseorang harus sesuai atau seimbang baik
terhadap kemampuan fisik, kemampuan kognitif maupun
keterbatasan manusia yang menerima beban tersebut. Menurut
Sumamur (1984) bahwa kemampuan kerja seorang tenaga kerja
berbeda dari satu kepada yang lainnya dan sangat tergantung
dari tingkat keterampilan, kesegaran jasmani, keadaan gizi, jenis
kelamin, usia dan ukuran tubuh dari pekerja yang bersangkutan.
95
BEBAN
KERJ
A
Beban Kerja
d
a
n
D
e
n
y
u
t
J
a
n
t
u
n
g
.
Kategori
beban
Kerja
* Ringan
* Sedang
* Berat
Sangat
* berat
Sangat
* berat
sekali
2,5-4,0
60-100
>39
>175
BEBAN
Beban Kerja
97
Kebutuhan Kalori
Salah satu kebutuhan utama dalam pergerakan otot
adalah kebutuhan akan oksigen yang dibawa oleh darah ke
otot untuk pembakaran zat dalam menghasilkan energi.
Sehingga jumlah oksigen yang dipergunakan oleh tubuh
untuk bekerja merupakan salah satu indikator pembebanan
selama bekerja. Dengan demikian setiap aktivitas pekerjaan
memerlukan energi yang dihasilkan dari proses pembakaran.
Semakin berat pekerjaan yang dilakukan maka akan semakin
besar pula energi yang dikeluarkan. Berdasarkan hal
tersebut maka besarnya jumlah kebutuhan kalori dapat
digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan berat
ringannya beban kerja.
Berkaitan dengan hal tersebut, Menteri Tenaga Kerja
melalui Keputusan Nomor 51 (1999) menetapkan kategori
beban kerja menurut kebutuhan kalori sebagai
berikut:
Beban kerja ringan
: 100-200 Kilo kalori/jam
Beban kerja sedang
: >200-350 Kilo kalori/jam
Beban kerja berat
: > 350-500 Kilo kalori/jam
Kebutuhan kalori dapat dinyatakan dalam Kalori yang
dapat diukur secara tidak langsung dengan menentukan
kebutuhan oksigen. Setiap kebutuhan 1 liter oksigen akan
memberikan 4,8 Kilo kalori (Sumamur, 1982). Sebagai dasar
perhitungan dalam menentukan jumlah kalori yang
dibutuhkan oleh seseorang dalam melakukan aktivitas
pekerjaannya, dapat dilakukan melalui pendekatan atau
taksiran kebutuhan kalori menurut jenis aktivitasnya.
Taksiran kebutuhan kalori per jam untuk setiap kg berat
b
a
d
a
n
d
a
p
at
di
li
h
at
p
a
d
a
ta
bl
e
7.
2
Tabel
7.2.
Kebu
tuha
n
Kalor
i Per
Jam
Menu
rut
Jenis
Aktiv
itas
No.
Je
Berat badan
1
2
3
4
5
Tidur
Duduk dalam keadaan istirahat
Membaca dengan intonasi keras
Berdiri dalam keadaan tenang
Menjahit dengan tangan
0,98
1,43
1,50
1,50
1,59
BEBAN
9
8
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
Beban Kerja
1,63
1,69
1,74
1,93
2,00
2,06
2,06
2,41
2,43
2,43
2,86
3,43
4,14
4,28
5,20
5,71
6,43
6,86
7,14
8,14
8,57
9,28
15,80
C
h
e
m
is
tr
y
of
F
o
o
d
a
n
d
N
u
tr
iti
o
n.
K
e
b
ut
u
h
a
n
k
al
or
i
p
er
ja
m
BEBAN
B
eban Kerja
99
BEBAN KERJA
10 Denyut
Waktu
Penghitungan
6
0
Beban Kerja
D
e
n
y
ut
n
a
di
u
nt
u
k
m
e
n
g
es
ti
m
as
i
in
% HR Reserve =
100
BEBAN
B
eban Kerja
101
se
c
ar
a
m
or
al
d
a
n
ta
n
g
g
u
n
g
ja
w
a
b,
a
kt
iv
it
as
m
e
nt
al
je
la
s
le
bi
h
b
er
at
di
b
BEBAN
1
02
Beban Kerja
7.6 Kepustakaan
Adiputra, N. 1998. Metodologi Ergonomi. Monograf yang
diperbanyak oleh Pro-gram Studi Ergonomi dan Fisiologi
Kerja, Program
Pascasarjana
Universitas
Udayana
Denpasar.
Astrand, P.O. & Rodahl, K. 1977. Textbook of Work PhysiologyPhysiological Bases of Exercise, 2nd edt. McGraw-Hill Book
Company. USA.
Christensen, E.H. 1991. Physiology of Work. Dalam:
Parmeggiani, L. ed.
Encyclopaedia of Occupational Health and Safety, Third
(revised) edt. ILO, Geneva: 1698-1700.
Grandjean, E. 1993. Fitting the Task to the Man, 4th edt. Taylor
& Francis Inc. Lon-don.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja, No.51: 1999. Nilai Ambang
Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja. Jakarta.
Konz, S. 1996. Physiology of Body Movement. Dalam:
Battacharya, A. & McGlothlin, J.D. eds. Occupational
Ergonomic. Marcel Dekker Inc. USA:47-61.
Kilbon, A. 1992. Measurement and Assessment of Dynamic
Work. Dalam: Wil-son, J.R. & Corlett, E.N. eds. Evaluation
of Human Work; A Practical Ergonomics methodology.
Taylor & Francis Great Britain: 520-543.
Kurniawan, D. 1995. Kemaknaan Nadi Kerja sebagai
Parameter Pembebanan.
Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Jakarta:
X
X
VI
II
(2
):
2
02
5.
M
a
n
u
a
b
a,
A.
&
V
a
n
w
o
nt
er
g
h
e
m
,
K.
1
9
9
6.
Fi
n
al
R
e
BEBAN
B
eban Kerja
103
BEBAN
1
0
4
Be
ba
n
Ke
rja
BAB
8
Kelelahan Akibat
Kerja
105
106
Kelelahan Akibat
Kerja
oleh otak. Pada
susunan
syaraf
pusat
terdapat
sistem
aktivasi
(bersifat simpatis)
dan
inhibisi
(bersifat
parasimpatis).
Istilah
kelelahan
biasanya
menunjukkan
kondisi
yang
berbeda-beda dari
8.1
setiap
individu,
Pengert tetapi semuanya
ian
bermuara kepada
Kelelah kehilangan
an
efisiensi
dan
Kelela penurunan
kapasitas
kerja
han
serta
ketahanan
adalah
tubuh.
Kelelahan
suatu
mekanism diklasifikasikan
dalam dua jenis,
e
kelelahan
perlindun yaitu
gan tubuhotot dan kelelahan
umum. Kelelahan
agar
otot
adalah
tubuh
merupakan
tremor
terhindar
pada
otot
dari
nyeri
kerusakan /perasaan
pada otot. Sedang
lebih
kelelahan
umum
lanjut
sehingga biasanya ditandai
dengan
terjadi
pemulihan berkurangnya
kemauan
untuk
setelah
yang
istirahat. bekerja
oleh
Kelelahan disebabkan
karena monotoni;
diatur
intensitas
dan
secara
lamanya
kerja
sentral
f
S
dalam
mengenda
likan
gerakan
sehingga
frekuensi
potensial
kegiatan
pada
sel
syaraf
menjadi
berkurang
.
Berkurang
nya
frekuensi
tersebut
akan
menurunk
an
kekuatan
dan
kecepatan
kontraksi
otot
dan
gerakan
atas
perintah
kemauan
menjadi
lambat.
KELELAHAN AKIBAT
Kelelahan
8.1
.
Lingkungan: iklim,
penerangan,kebisingan, getaran dll.
Circadian rhythm
ja
KELELAHAN AKIBAT
Penyembuhan/pe
nyegaran
Gam
bar
8.1
Teori
Kom
binas
i
Peng
aruh
Peny
ebab
Kelel
ahan
dan
Penye
garan
(Recu
perati
on).
Sumber:
Grandjean
(1991:838).
Encyclopaedi
a of
Occupational
Health and
Safety. ILO.
Akibat Kerja
Kelelahan
8
S
KELELAHAN AKIBAT
Kelelahan Akibat
Kerja
109
10. Wakt
PENYE
BAB
KELEL
AHAN
1. Aktivit
as
kerja
fisik
2. Aktivit
as
kerja
mental
3. Stasiu
n kerja
tidak
ergono
mis
4. Sikap
paksa
5. Kerja
statis
6. Kerja
bersifa
t
monot
oni
7. Lingku
ngan
kerja
ekstri
m
8. Psikolo
gis
9. Kebutu
han
kalori
kurang
u
kerjaistira
hat
tidak
tepat
11. dan
lainlain
1.
2.
3.
4.
R
E
S
I
K
O
Motiv
asi
kerja
turun
Perfo
rman
si
rend
ah
Kuali
tas
kerja
rend
ah
Bany
ak
terja
di
6. S
7. P
8. C
9. T
10. d
CAR
A
ME
NGA
TAS
I
1. Sesuai
kapasit
as
kerja
fisik
2. Sesuai
kapasit
as
kerja
mental
3. Redesa
in
stasiun
kerja
ergono
mis
4. Sikap
kerja
alamia
h
5. Kerja
lebih
dinami
s
6. Kerja
lebih
bervari
asi
7. Redes
ain
lingku
ngan
kerja
8. Reorga
nisasi
kerja
9. Kebutu
han
kalori
seimba
ng
10. Istirah
at
setiap
2 jam
kerja
denga
n
sedikit
kuda
pan
11. dan
lainlain
1.
2.
3.
4.
M
A
N
A
J
E
M
E
N
PE
N
GE
N
D
AL
IA
N
Tinda
kan
preve
ntif
melal
ui
pend
ekata
n
inova
tif
dan
partis
ipato
ris
Tinda
kan
kurat
if
Tinda
kan
rehab
ilitati
f
Jamin
an
masa
tua
KELELAHAN AKIBAT
an
G
a
m
ba
r
8.
2.
Pe
ny
eb
ab
Ke
lel
ah
an
,
C
ar
a
M
en
ga
ta
si
da
n
M
an
aj
e
m
en
R
es
ik
o
Ke
lel
al
ah
8
.
4
P
e
n
g
u
k
u
r
a
n
K
e
l
e
l
a
h
a
n
S
a
m
p
a
i
ngkat
kelelahan
secara
langsung.
Pengukuranpengukuran
yang dilakukan
oleh
para
peneliti
sebelumnya
hanya berupa
indikator yang
menunjukkan
terjadinya
kelelahan
akibat
kerja.
Grandjean
(1993)
mengelompokk
an
metode
pengukuran
kelelahan
dalam
beberapa
kelompok
sebagai
berikut:
1.
Kualitas
dan
kuantitas
kerja yang
dilakukan
1 P
a
d
a
m
e
t
o
d
e
i
n
i,
k
u
a
li
t
a
s
o
u
t
p
u
t
d
i
g
a
m
b
a
r
k
a
n
s
e
b
a
g
a
ktu.
Namun
demikia
n
banyak
faktor
yang
harus
diperti
mbangk
an
seperti;
target
produks
i; faktor
sosial;
dan
perilak
u
psikolo
gis
dalam
kerja.
Sedang
kan
kualitas
output
(kerusa
kan
produk,
penolak
an
produk)
atau
frekuen
si
kecelak
aan
dapat
mengga
mbarka
n
terjadin
y
a
k
e
l
e
l
a
ebut
bukanla
h
merupa
kan
causal
factor.
1
1
2.
KELELAHAN
AKIBAT
KER
JA
3.
Kelelahan
Akibat Kerja
Gambar 8.1.
Reaction Timer
Gambar
8.2. Alat
Uji
Hilang
Kelipan
atau
FlickerFusion
Test
111
KELE
LAHA
N
4.
Perasaan kelelahan secara subjektif (Subjective feelings of
fatigue)
Subjective Self Rating Test dari Industrial Fatigue
Research Committee (IFRC) Jepang, merupakan salah
satu kuesioner yang dapat untuk mengukur tingkat
kelelahan subjektif. Kuesioner tersebut berisi 30 daftar
pertanyaan
yang terdiri dari:
pertanyaan tentang pelemahan
10
kegiatan:
1) perasaan berat di kepala
2) lelah seluruh badan
3) berat di kaki
4) menguap
5) pikiran kacau
6) mengantuk
7) ada beban pada mata
8) gerakan canggung dan kaku
9) berdiri tidak stabil
10) ingin berbaring
10
11)
12)
13)
14)
15)
16)
17)
18)
19)
20)
10
21)
22)
23)
24)
25)
26)
27)
28)
29)
30)
Setya
w
at
i,
L.
1
9
9
6.
R
el
at
io
n
B
et
w
e
e
n
F
e
8.5 Kepustakaan
el
in
Annis, J.F. & McConville, J.T. 1996. Anthropometry. Dalam:
g
Battacharya, A. & McGlothlin, J.D. eds. Occupational
s
Ergonomic. Marcel Dekker Inc. USA: 1-46.
of
Astrand, P.O. & Rodahl, K. 1977. Textbook of Work
F
Physiology-Physiological Bases of Exercise, 2nd edt.
at
McGraw-Hill Book Company. USA.
iq
Grandjean, E. 1991. Fatique. Dalam: Parmeggiani, L. ed.
u
Encyclopaedia of Occupa-tional Health and Safety, Third
e,
R
(revised) edt. ILO, Geneva: 837-839.
e
Grandjean, E. 1993. Fitting the Task to the Man, 4th edt.
a
Taylor & Francis Inc. Lon-don.
ct
Pulat, B.M. 1992. Fundamentals of Industrial Ergonomics.
io
Hall International. Englewood Cliffs. New Jersey. USA.
n
Sanders, M.S. & McCormick, E.J. 1987. Human Factors In
Ti
Engineering and Design, 6th edt. McGraw-Hill Book
m
Company. USA:331-454.
e
Uji mental
1 Pada metode ini konsentrasi merupakan salah satu
pendekatan yang dapat digunakan untuk menguji
ketelitian dan kecepatan menyelesaikan pekerjaan.
Bourdon Wiersma test, merupakan salah satu alat
yang dapat digunakan untuk menguji kecepatan,
ketelitian dan konstansi. Hasil tes akan menunjukkan
bahwa semakin lelah seseorang maka tingkat
kecepatan, ketelitian dan konstansi akan semakin
rendah atau sebaliknya. Namun demikian Bourdon
Wiersma test lebih tepat untuk mengukur kelelahan
akibat aktivitas atau pekerjaan yang lebih bersifat
mental.
Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwa
kelelahan biasanya terjadi pada akhir jam kerja yang
disebabkan oleh karena berbagai faktor, seperti monotoni,
kerja otot statis, alat dan sarana kerja yang tidak sesuai
dengan antropometri pemakainya, stasiun kerja yang tidak
ergonomis, sikap paksa dan pengaturan waktu kerja-istirahat
yang tidak tepat.
5.
KELELAHAN AKIBAT
Kelelahan Akibat Kerja
113
KELELAHAN AKIBAT
11
4
Ke
lel
ah
an
Ak
ib
at
Ke
rja
BAB
9
Keluhan
Muskuloskeletal
115
116
Keluhan Muskuloskeletal
eluhan Muskuloskeletal
(
L
B
S
)
D
e
p
a
rt
e
m
e
n
T
e
n
a
g
a
K
e
rj
a
A
m
e
ri
k
a
s
e
ri
k
a
t
y
a
n
g
d
i
p
KELELAHAN
Keluhan Muskuloskeletal
Vi
(2000)
menjelaskan
bahwa,
terdapat
117
b
e
b
e
r
a
p
a
f
a
k
t
o
r
y
a
n
g
d
a
p
a
t
m
e
n
y
1.
Aktivitas Berulang
Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan
secara terus menerus
seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar,
angkat-angkut dsb. Keluhan otot terjadi karena otot
menerima tekanan akibat beban kerja secara terus
menerus
tanpa memperoleh kesempatan untuk
relaksasi.
2.
3.
KELELAHAN
A
p
a
b
il
a
h
a
l
i
n
i
t
e
rj
a
d
i
d
a
l
a
m
k
u
r
u
n
1 Tekanan
Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot
yang lunak. Sebagai contoh, pada saat tangan harus
memegang alat, maka jaringan otot tangan yang
lunak akan menerima tekanan langsung dari
pegangan alat, dan apabila hal ini sering terjadi,
dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap.
2 Getaran
Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan
kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini
menyebabkan
peredaran
darah
tidak
lancar,
penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya
timbul rasa nyeri otot (Sumamur, 1982).
3 Mikroklimat
Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat
menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan
pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban,
sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya
kekuatan otot (Astrand & Rodhl, 1977; Pulat, 1992;
Wilson & Corlett, 1992). Demikian juga dengan
paparan udara yang panas. Beda suhu lingkungan
dengan suhu tubuh yang terlampau besar
KELELAHAN
5.
1 Umur
Chaffin (1979) dan Guo et al. (1995) menyatakan
bahwa pada umumnya keluhan otot skeletal mulai
dirasakan pada usia kerja, yaitu 25-65 tahun. Keluhan
pertama biasanya dirasakan pada umur 35 tahun dan
ti
ng
ka
t
ke
lu
ha
n
ak
an
te
ru
s
m
en
in
gk
at
se
jal
an
de
ng
an
be
rt
a
m
ba
2 Jenis Kelamin
Walaupun masih ada perbedaan pendapat dari
beberapa ahli tentang pengaruh jenis kelamin
terhadap resiko keluhan otot skeletal, namun
beberapa
hasil
penelitian
secara
signifikan
menunjukkan bahwa jenis kelamin sangat
KELELAHAN
120
Keluhan Muskuloskeletal
1 Kebiasaan Merokok
Sama halnya dengan faktor jenis kelamin, pengaruh
kebiasaan merokok terhadap resiko keluhan otot juga
masih diperdebatkan dengan para ahli, namun
demikian, beberapa penelitian telah membuktikan
bahwa meningkatnya keluhan otot sangat erat
hubungannya dengan lama dan tingkat kebiasaan
merokok. Semakin lama dan semakin tinggi frekuensi
merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan otot
yang dirasakan. Boshuizen et al. (1993) menemukan
hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok
de
n
ga
n
ke
lu
ha
n
ot
ot
pi
n
gg
an
g,
kh
us
us
ny
a
u
nt
uk
pe
ke
rj
aa
n
ya
n
2 Kesegaran Jasmani
Pada umumnya, keluhan otot lebih jarang ditemukan
pada seseorang yang dalam aktivitas kesehariannya
mempunyai cukup waktu untuk istirahat. Sebaliknya,
bagi yang dalam kesehariannya melakukan pekerjaan
yang memerlukan pengerahan tenaga yang besar, di
sisi lain tidak mempunyai waktu yang cukup untuk
istirahat, hampir dapat dipastikan akan terjadi keluhan
otot. Tingkat keluhan otot juga sangat dipengaruhi
oleh tingkat kesegaran tubuh. Laporan NIOSH yang
dikutip dari hasil penelitian Cady et al. (1979)
menyatakan bahwa untuk tingkat kesegaran tubuh
yang rendah, maka resiko terjadinya keluhan adalah
7,1 %, tingkat kesegaran tubuh sedang adalah 3,2 %
dan tingkat kesegaran tubuh tinggi adalah 0,8 %. Hal
ini juga diperkuat dengan laporan
KELELAHAN
Keluhan Muskuloskeletal
121
be
lu
m
m
e
m
ili
ki
ke
lu
ha
n
pi
n
g
ga
n
g.
Te
rl
ep
as
da
ri
pe
rb
ed
aa
n
KELELAHAN
122
Keluhan Muskuloskeletal
sakit
punggung,
tetapi
tubuh
tinggi
tidak
mempunyai pengaruh terhadap keluhan pada leher,
bahu dan pergelangan tangan.
Apabila dicermati, keluhan otot skeletal yang terkait
dengan ukuran tubuh lebih disebabkan oleh kondisi
keseimbangan struktur rangka di dalam menerima
beban, baik beban berat tubuh maupun beban
tambahan lainnya. Sebagai contoh, tubuh yang
tinggi pada umumnya mempunyai bentuk tulang
yang langsing sehingga secara biomekanik rentan
terhadap beban tekan dan rentan terhadap tekukan,
oleh karena itu mempunyai resiko yang lebih tinggi
terhadap terjadinya keluhan otot skeletal.
9.3 Mengukur
dan
Mengenali
Sumber
Penyebab Keluhan Muskuloskeletal
pa
li
n
g
se
de
rh
a
n
a
da
n
m
u
da
h,
ol
eh
ka
re
n
a
it
u
pa
da
u
m
u
KELELAHAN
Keluhan Muskuloskeletal
123
1 Model Biomekanik
Model
B
biomekanik
e
menerapkan
b
konsep
e
mekanika
teknik pada
fungsi tubuh
untuk
mengetahui
reaksi otot
yang terjadi
akibat tekanan
beban kerja.
Atas dasar
Gambar 9.1 Contoh keseimbangan
teori
sendi pada siku untuk menganalisis
keseimbangan
peregangan otot lengan akibat beban
kerja (Sumber : Bagchee and
pada sendi
Bhattacharya,
1996. Biomechanical
seperti yang
Aspects Keterangan
of Body Movement)
terlihat pada
gambar :
L = beban kerja
(Load)
Gambar 9.1,
E = peregangan otot yang
dapat
terjadi akibat beban kerja
dianalisis
(effort)
F = Titik sendi
(siku)
besarnya
r
peregangan
a
otot akibat
p
a
beban dan
f
sikap kerja
a
yang ada dan
k
selanjutnya
t
dapat
o
dievaluasi
r
apakah
p
peregangan
e
yang terjadi
n
melampaui
ti
kekuatan
n
maksimal otot
g
untuk
y
a
kontraksi.
n
g
KELELAHAN
124
Keluhan Muskuloskeletal
M
at
er
ia
l
H
a
n
dl
in
g.
U
nt
u
k
Tabel 9.1 Tabel Psikofisik untuk Daya
Dorong Maksimum
m
et
Jumla
Daya dorong maksimum (kg)
o
Jarak objek
h
untuk
d
pekerj
jarak 15,2
dari lantai ke a
m
e
wanit
Satu kali dorong untuk
ta
tangan (cm)
a
setiap
b
12
1
2
5
30
el
(%) 6 det det
mnt. mnt mnt mnt
ps
90
5
6
6
7
7
8
ik
75
7
8
9
10
11
11
o
89
50
9 11
13
13
14
15
fis
25
12 14
16
16
18
19
ik
10
14 17
19
19
21
23
in
Sumber : Waters & Anderson 1996. Manual
i,
KELELAHAN
Keluhan Muskuloskeletal
125
MUSKULOSKELE
TAL
KELELAHAN
Waters and
Gamba
Anderson,
dianalisis solusi ergonomik yang tepat r 9.2
1996a Manual
untuk mencegah terjadinya keluhan Lumbar
Mater
Motion
tersebut.
ials
Monito
Handl
r
ing)
(Sumber:
Selain metode pengukuranyang
telah
diuraikan
di
atas,
metode
pengukuran
lain1996a
pengukuran
dan
secarapengu
dengan
Body
Map
(Corlett,
menggun 1992).
akan
Nordic
126
Keluhan
Muskuloskeletal
1 Metode Analitik
Metode analitik ini
direkomendasikan oleh
NIOSH untuk pekerjaan
mengangkat. NIOSH
memberikan cara sederhana
untuk mengestimasi
kemungkinan terjadinya
peregangan otot yang
berlebihan (overexertion)
atas dasar karakteristik
pekerjaan, yaitu dengan
menghitung Recommended
Weight Limit
(RWL) dan Lifting Index
(LI). RWL adalah berat
beban yang masih aman
untuk dikerjakan oleh
pekerja dalam waktu
tertentu tanpa
meningkatkan resiko
gangguan sakit pinggang
(low back pain) (Waters, &
Anderson, 1996b). RWL
dihitung berdasarkan enam
variabel seperti yang
terlihat pada Gambar 9.3
disamping ini.
KELELAHAN
1. H
2. V
Gambar 9.3b
Ilustrasi sudut
putar pada saat
memindahkan
beban (Sumber:
Waters&Anders
3. D
on, 1996b.
Revised NIOSH
Lifting
Equation)
: Jarak
horizon
tal
antara
beban
dengan
pekerja
(Horizo
ntal location)
: Jarak
vertikal
antara
lantai
dengan
pegang
an
(Vertica
l
location)
: Jarak
lintasan
dari
tempat
awal ke
Keluhan
t
e
m
4. A
p
a
t
nation)
:
Klasifikasi
pegangan
tangan
(Coupli
ng
classifi
cation)
yang
dikateg
orikan
kedala
m
3
ting-kat
yaitu
Baik,
Sedang
dan
Kurang
.
Sudut
putar
pada
saat
memin-
y
a
n
g
dahkan
beban
(Angle
of
Asymet
d
i5. F
t
u
j
u
(
D
e
s
t
i6. C
ric)
:
Frekue
nsi dan
durasi
dari
pengangk
atan
(Frequ
ency of
lifting)
:
Muskulosk eletal
127
CM
mana
Di
:
LC = load c
Horizontal
HM = multiplier
Vertical
VM = multiplier
Distance
DM = multiplier
Asyme multipl
AM = tric
ier
Frequency
FM = multiplier
Coupli multipl
CM = ng
ier
Tabel 9.2 Frequency
Multipler
Frequenc
ya
Lifts/min
(F)
= 25/H
= (1 - 0.003 / V-75 /)
(0.82 +
= 4.5/D)
= (1-0.0032A)
= lihat tabel 9.2
= lihat tabel 9.3
Lama Kerja
Mengangkat
1
Vb<7
5
jam
V >75
V <75 V 75
0,2
1,00
1,00
0,5
0,97
0,97
1
0,94
0,94
2
0,91
0,91
3
0,88
0,88
4
0,84
0,84
5
0,80
0,80
6
0,75
0,75
7
0,70
0,70
8
0,60
0,60
9
0,52
0,52
10
0,45
0,45
11
0,41
0,41
12
0,37
0,37
13
0,00
0,34
14
0,00
0,31
15
0,00
0,28
>15
0,00
0,00
1
untuk
frequency angkatan
=
0,2 lift/min.
>2 dan 8
jam
V <75
0,95
0,95
0,85
0,92
0,92
0,81
0,88
0,88
0,75
0,84
0,84
0,65
0,79
0,79
0,55
0,72
0,72
0,45
0,60
0,60
0,35
0,50
0,50
0,27
0,42
0,42
0,22
0,35
0,35
0,18
0,26
0,26
0,00
0,00
0,23
0,00
0,00
0,21
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
kurang dari sekali per
V 75
0,85
0,81
0,75
0,65
0,55
0,45
0,35
0,27
0,22
0,18
0,15
0,13
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
5 menit, F
KELELAHAN
128
Keluhan Muskuloskeletal
mengalami k
tingkat kelu
rasa tidak
sakit) sam
CM
V < 75 cm
V 75 cm
1,00
0,95
0,90
1,00
1,00
0,90
Baik (Good)
Sedang (Fair)
Jelek (Poor)
RWL
Denga
menganal
(NBM) sepert
9.4, maka da
jenis dan ti
otot skeletal y
oleh pe
sangat sed
kuran
mengandun
yang tinggi. U
bias yang m
m
penguku
sebelum
melakukan
(pre
G
a
m
b
a
r
KELELAHAN
K
eluhan Muskuloskeletal 129
2 S
u
b
st
it
u
si
,
y
ai
tu
m
e
n
g
g
a
nt
i
al
at
/b
a
h
a
n
la
m
a
KELELAHAN
130
Keluhan Muskuloskeletal
3. Alat tangan
Upayakan agar ukuran pegangan tangan sesuai
dengan lingkar
genggam pekerja dan karakteristik pekerjaan
(pekerjaan berat atau
ringan)
Pasang lapisan peredam getaran pada pegangan
tangan
Upayakan pemeliharaan yang rutin sehingga alat
selalu dalam kondisi
MUSKULOSKELETAL
KELELAH
AN
layak pakai
Berikan pelatihan sehingga pekerja terampil dalam
mengoperasikan
alat
Keluhan Muskuloskeletal
4.
131
9.5 Kepustakaan
Anis, J.F. & McConville. 1996. Anthropometry. Edited by
Bharattacharya, A & McGlothlin, J.D. 1996. Occupational
Ergonomics Theory and Applications. Marcel Dekker Inc.
New York. 1-46.
Astrand, P.O. and Rodahl, K. 1977. Textbook of work
physiology, 2th ed. McGraw-Hill Book Company. USA.
Bagchee, A and Bhattacharya, A. 1996. Biomechanical Aspect
of Body Movement. Ed-ited by Bhattacharya, A & Mc
Glothlin, S.P. Occupational Ergonomics Theory and
Applications. Marcel Dekker MC. New York. 77 -113
Bettie, M.C., Bigos, L.D., Fisher, T.H. 1989. Isometric Lifting
strenght as a Pre-dictor of Industrial Back Pain Report.
Spine 14 (8) : 851 - 856
Choffin, D.B. 1979 Localized Muscle Fasique, Definition and
Measurement. Jour-nal of Occupational Medecine. 15 =
346 - 354.
Corlett, E.N. 1992. Static Muscle Loading and the Evaluation
of Posture. Edited by Wilson. J.R. & Corlett, E.N. 1992.
Evaluation of Human Work a Practicel Ergonomics
Methodology, Tailor & Francis. London: 542 - 570
Genaidy, A.M. 1996. Physical work capacity. Edited by
Bharattacharya, A & McGlothlin, J.D. 1996. Occupational
Ergonomics Theory and Applications. Marcel Dekker Inc.
N
e
w
Y
o
r
k.
2
1
92
3
4.
Gran
dj
e
a
n,
E
.
1
9
9
3.
Fi
tt
in
g
t
h
e
ta
s
k
to
KELELAHAN
132
Keluhan Muskuloskeletal
Ergonomics,
KELELAHAN
Keluhan Muskuloskeletal
133
KELELAHAN
13
4
Ke
lu
ha
n
M
us
ku
lo
sk
el
et
al
BAB
10
Produktivitas Kerja
135
136
Produktivitas Kerja
roduktivitas Kerja
m
e
n
i
n
g
k
a
t
a
p
a
b
il
a
:
1
)
j
u
m
l
a
h
p
r
o
d
u
k
si
/
k
e
l
u
a
r
a
n
m
e
n
i
n
g
PRODUKTIVITAS
Pk :
M
K
per
satuan
waktu
R
a
si
o
P
r
o
d
u
k
ti
v
it
a
s
T
e
n
a
g
a
1* Sebelum perbaikan: Pk = K/M,
K
2* Setelah perbaikan: Pk = K/M; dimana,
e
Pk
: produktivitas tenaga kerja sebelum perbaikan rj
M
: masukan per orang per satuan waktu
a
K
: keluaran (rerata hasil kerja) per orang per satuan
(
2)
waktu
produktiv
masukan
: perbaika
dimana Y
keluaran
: waktu (K
mana X a
rerata pe
(K X /)(M+Y
)
= (K X/K) x (M/M +
Y)
:
K/M
Produktivitas dikatakan meningkat apabila Pk > Pk,
jika Pk = Pk maka produktivitas setelah perbaikan
adalah sama dengan peroduktivitas sebelum
perbaikan.
PRODUKTIVITAS
D
e
n
g
a
n
d
e
m
i
k
i
a
n
s
e
ti
a
p
i
n
d
i
v
i
d
u
s
e
l
a
l
u
d
it
PRODUKTIVITAS
Produktivitas Kerja
139
Dipengaruhi Faktor:
pendidikan, keterampilan,
motivasi, kedisiplinan, etos
kerja, jaminan sosial, dll.
K
K
a
Tugas- a
tugas r
dalam a
pekerja k
t
an
(Tasks) e
termasu r
k alat, i
bahan, s
dan t
teknolo i
k
gi
i
n
Od
r i
gv
ai
nd
is
u
a
si
K(
eu
rj m
au
r
,
j
e
n
Li
ng i
ku s
ng k
an e
Ke l
rja a
m
iK
e
K
K
PRODUKTIVITAS
r
Beban Kerja
Ketidaknyamanan
Kerja
Stress Akibat kerja
Kelelahan Objektif
dan Subjektif
Penyakit
Akibat Kerja
(Kronis
maupun Akut)
Cedera dan
Kecelakaan Akibat
kerja
Performansi Kerja
Produktivitas Kerja
G
a
m
b
a
r
1
1
.
1
.
F
a
k
t
o
duktivita s Kerja
Menurut Pilcher
(1975)
Break-even
cost analysis adalah
membandingkan
antara alternatif di
mana biaya masingmasing alternatif di
pengaruhi
oleh
variable
tunggal.
Sedangkan
breakeven point adalah
suatu
analisis
di
mana nilai variabel
untuk
nilai
pada
biaya masing-masing
alternatif
adalah
sama.
Untuk
menganalisis
suatu
break-even
point
dapat
dilakukan
dengan cara:
1) Menghitung
seluruh
biaya
perbaikan
kondisi kerja;
2) Menghitung
peningkatan atau
selisih
antara
hasil
kerja
sebelum
dan
setelah
perbaikan
kondisi kerja;
3) Break-even point
akan
dicapai
apabila
antara
biaya perbaikan
kondisi kerja dan
manfaat
atau
keuntungan yang
diperoleh setelah
perbaikan
kondisi
kerja
tersebut adalah
1
Ch
Ma
Ph
So
Soe
Soe
Tar
PRODUKTIVITAS
Produktivitas
Kerja
141
PRODUKTIVITAS
14
2
Pr
od
uk
tiv
ita
s
Ke
rj
a
BAB
11
143
144
10.1 Pengertian.
Terdapat beberapa pengertian tentang stress yang dapat
dimaknai dari beberapa sudut pandang keilmuan. Levi (1991)
mendefinisikan stress sebagai berikut:
1. Dalam bahasa teknik. Stress dapat diartikan sebagai
kekuatan dari bagian - bagian tubuh.
2. Dalam bahasa biologi dan kedokteran. Stress dapat
diartikan sebagai proses tubuh untuk beradaptasi
terhadap pengaruh luar dan perubahan lingkungan
terhadap tubuh.
3. Secara umum. Stress dapat diartikan sebagai tekanan
psikologis yang dapat menimbulkan penyakit baik fisik
maupun penyakit jiwa.
Secara lebih tegas Manuaba (1998) memberikan definisi
sebagai berikut: stress adalah segala rangsangan atau aksi
dari tubuh manusia baik yang berasal dari luar maupun dari
dalam tubuh itu sendiri yang dapat menimbulkan bermacammacam dampak yang merugikan mulai dari menurunnya
kesehatan sampai kepada dideritanya suatu penyakit. Dalam
kaitanya dengan pekerjaan, semua dampak
Stress Akibat Kerja
145
li
n
g
k
u
n
g
a
n
n
y
a.
S
tr
e
ss
di
si
ni
m
e
r
u
p
a
k
a
n
s
u
at
u
p
r
o
s
e
s
STRESS AKIBAT
146
2)
3)
4)
le
bi
h
ti
n
g
gi
se
rt
a
m
e
m
p
u
n
y
ai
k
e
c
e
n
d
er
u
n
g
a
n
m
er
o
k
o
k
3)
4)
STRESS AKIBAT
Stress Akibat Kerja
147
STRESS
AKIBAT
KERJA
individu
akan
menyebabkan
stress
bagi
yang
bersangkutan atau sebaliknya bahwa seseorang merasa
tidak pernah dipromosikan sesuai dengan kemampuannya
juga menjadi penyebab stress.
5) Faktor struktur organisasi dan suasana kerja.
Penyebab stress yang
berhubungan dengan struktur organisasi dan suasana kerja
biasanya berawal
dari budaya organisasi dan model manajemen yang
dipergunakan. Beberapa
faktor penyebabnya antara lain, kurangnya pendekatan
partisipatoris, konsultasi
yang tidak efektif, kurangnya komunikasi dan kebijaksanaan
kantor. Selain
itu seringkali pemilihan dan penempatan karyawan pada posisi
yang tidak
tepat juga dapat menyebabkan stress.
6) Faktor di luar pekerjaan. Faktor kepribadian seseorang
(ekstrovert atau introvert) sangat berpengaruh terhadap stressor yang diterima.
Konflik yang diterima
oleh dua orang dapat mengakibatkan reaksi yang berbeda satu
sama lain.
Perselisihan antar anggota keluarga, lingkungan tetangga dan
komunitas juga
merupakan faktor penyebab timbulnya stress yang
kemungkinan besar masih
akan terbawa dalam lingkungan kerja.
Selain faktor-faktor tersebut tentunya masih banyak
faktor penyebab terjadinya stress akibat kerja. Faktor-faktor
lain yang kemungkinan besar dapat menyebabkan stress
akibat kerja antara lain:
1) Ancaman pemutusan hubungan kerja. Faktor ini sering
kali menghantui para karyawan di perusahaan dengan
berbagai alasan dan penyebab yang tidak pasti. Salah satu
contoh kasus pengeboman hebat yang terjadi pada tanggal
12 Oktober 2002 di Legian Kuta Bali merupakan kasus yang
memberikan dampak negatif di bidang ketenagakerjaan di
samping dampak-dampak kemanusian, sosial dan ekonomi.
Khusus pada bidang ketenagakerjaan, ribuan karyawan
sektor pariwisata terancam pemutusan hubungan kerja
akibat menurunnya turis yang datang ke Bali. Kondisi
demikian sudah barang tentu menimbulkan keresahan bagi
karyawan dan berakibat kepada timbulnya stress.
2) Perubahan politik nasional. Perubahan politik secara
cepat berakibat kepada pergantian pemimpin secara cepat
3)
Pengaruh Stress
te
rj
a
di
n
y
a
st
re
ss
.
A
d
a
p
a
u
n
si
st
e
m
di
d
al
a
m
tu
b
STRESS AKIBAT
Stress Akibat Kerja
149
AKIBA
T
KERJA
STRESS
ri
g
h
t
m
a
n
o
n
t
h
e
ri
g
h
t
pl
a
c
e)
.
M
e
n
g
e
m
b
a
4)
STRESS AKIBAT
Stress Akibat Kerja
Performansi Kualitas
Kerja
Baik
ProduktivitasTinggi
YA
TEMPAT
BAHAN &
&
ALAT
KONDISI
PRODUKSI
KERJA
TUNTUTA
N
TUGAS
LINGKUNGA
ORGANISASI
N
KERJA
KAPASITA
S
KAPASITAS
INDIVIDU FISIOLOGIS
KESEIMBANGA
N
KAPASITAS
KERJA
KAPASITA
S
KAPASITAS
PSIKOLOGI
S
BIOMEKANIK
KERJA
TIDAK
151
STRESS AKIBAT
Secara Fisik
Tensi otot menegang
Tekanan
darah
meningkat
3
Denyut
jantung
meningkat
4
Aktifitas
syaraf
meningkat
1
2
Performansi:
Jumlah kerja
minimum
Kualitas kerja
rendah
Kecelakaan
meningkat
Produktivitas
rendah
Secara
Mental
Kejenuhan
Kepenatan
Kegelisahan
Stress dan
depresi
k
o
Manajemen
3n
Pengendalia
s
n Stress:
u
1
Identifikasi
l
dan
penilaian
t
faktor penyebab
a
stress
s
2
R
i
edesa
,
in
ol
bur dll.
ah
raGambar 10.1. Hubungan antara
ga
Tuntutan Tugas
,
sebagai Penyebab
rel
Stress, Kapasitas
ak
Kerja dan
sa
Akibatnya serta
si,
Manajemen
be
Pengendalian
rli
Stress.
Akibat Kerja
152
Stress
10.5 Kepustakaan
Clark, D.R. 1996. Workstation Evaluation and Design. Dalam:
Battacharya, A. & McGlothlin, J.D. eds. Occupational
Ergonomic. Marcel Dekker Inc. USA: 279-302.
Cartwright, S., Cooper, C.L., and Murphy, L.R. 1995.
Diagnosing a Healhty Organisation A Protective Approach
to Stress in The Workplace. American Psychological
Assosiation. Wasington. 15: 217-229.
Cooper, C.L., and Payne, R., 1988. Causes, Coping and
Consequences of Stress at Work. New York, Wiley.
Heerdjan, S. 1990. Stress Sebagai Penghambat Produktivitas
kerja. Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Jakarta.
Vol XXIII (3):32-38.
Karasek, R.A., Theorell, T., dan Schwartz, J.E. 1988. Job
Characteritics in Rela-tion to The Prevalence of
Myocardinal Infaration in The U.S. Health Exami-nation
Survey. American Journal of Public Health, 78: 682-684.
Levi, L. (1991) Stress. Dalam: Parmeggiani, L. Edt..
Encyclopedia of Occcupational Health and Safety.
ILO.Geneva.
Mendelson, G., 1990. Occupational Stress. Dalam: Journal of
O
c
c
u
p
a
ti
o
n
al
H
e
al
t
h
a
n
d
S
af
et
y.
STRESS AKIBAT
Stress Akibat Kerja
153
STRESS AKIBAT
15
4
St
re
ss
Ak
ib
at
Ke
rja
BAGIAN III
Setelah pada bagian pertama dan kedua,
dibahas mengenai kajian ergonomi secara
teoritis, maka pada bagian ketiga dari buku
kajian ergonomi ini, akan difokuskan pada
hasil penelitian ergonomi di lapangan. Pada
bagian ini, dibahas 3 (tiga) studi ergonomi
dengan menggunakan rancangan penelitian
eksperimental atau penelitian percobaan
melalui perbaikan sarana kerja yang
ergonomis. Pada penelitian eksperimental
pertama,
dibahas
mengenai
pengaruh
perbaikan stasiun kerja dan sikap kerja
terhadap penurunan beban kerja dan
keluhan
subjektif
serta
peningkatan
produktivitas kerja pada penyetrika di
laundry. Pada penelitian kedua, dibahas
mengenai pengaruh penurunan landasan
molen dan pemberian peneduh terhadap
tingkat produktivitas kerja pada pengadukan
spesi beton secara tradisional. Sedangkan
pada penelitian ketiga, dibahas mengenai
penelitian ergonomi yang lebih spesifik yaitu
pengaruh perbaikan sarana kamar mandi
terhadap kenyamanan lansia di pusat
kegiatan lansiaAisyiah Surakarta. Laporan
156
BAB
12
157
158
159
k
e
rj
a
d
u
d
u
k
di
la
n
ta
i.
K
el
o
m
p
o
k
p
e
rl
a
k
u
a
n
1
(
P
1)
s
u
bj
e
k
b
STASIUN
160
12.5
Langkah
Kerja
Redesain
Stasiun
Kerja
dan
Sikap
Gambar
12.1 Sikap
Kerja
Duduk
Bersila di
Lantai
KERJ
A
2)
STASIUN
Gam
bar
12.2
Sika
p
Kerj
a
Dud
uk di
Kursi
Berdiri
3)
161
sikap kerja
berdiri
menggunakan
meja sebagai
landasan kerja
dengan
ketinggian
landasan yang
tidak tepat
yang
menyebabkan
sikap paksa
Gambar 12.3 Sikap Kerja
(gambar 12.3). Berdiri dengan meja yang
tidak Antropometris
Menurut
Grandjean (1993) jika
landasan kerja terlalu
tinggi, maka pekerja
akan mengangkat
bahu untuk
menyesuaikan dengan
ketinggian landasan
kerja sehingga
menyebabkan sakit
pada bahu dan leher.
Sebaliknya bila landasan terlalu rendah maka tulang
belakang akan membungkuk sehingga menyebabkan
kenyerian pada bagian belakang (backache).
4)
STASIUN
1
2
Stasiun Kerja dan Sikap Kerja
6
Duduk Berdiri
A B
C
Gambar 12.6 Tampak Belakang Sikap
Kerja Duduk-Berdiri Bergantian
163
Hasil dari observasi dan pengukuran terhadap variabelvariabel penelitian dapat disajikan seperti tersebut berikut
ini.
12.6.1 Lingkungan Kerja
Mikroklimat diukur setiap 60 menit selama waktu
penelitian yaitu antara pukul 11.00 s/d 15.00 wita. Hasil
analisis data mikroklimat yang meliputi rerata; simpang baku
dan p-value disajikan pada tabel 12.1. Dari uji one way
ANOVA ternyata mikroklimat dari ketiga perlakuan tidak
signifikan (p>0,05).
Tabel 12.1 Data Mikroklimat Tempat Penyetrikaan di
Laundry
KERJA
STASIUN
No
Parameter
P0
P1
P2
Rerat
Rerat
Rerat
a
SB a
SB a
SB
0,2
27,52 0,38 27,56 0,64 27,52 6
0,5
30,92 0,51 30,88 0,36 30,48 4
0,6
31,52 0,39 31,46 0,18 31,80 8
2,0
76,80 3,35 78,00 2,35 79,20 5
0,0
0,14 0,03 0,16 0,04 0,17 2
0,3
28,70 0,29 28,76 0,48 28,68 8
320 40 292 29 297 16
pvalue
0,987
0,305
0,489
0,945
0,385
0,443
0,323
Keterangan:
p-value:signifikansi antara ketiga perlakuan dengan
uji one way ANOVA pada tingkat kepercayaan (
=0,05).
164
P
0
No
1
Variabel
Denyut nadi
istirahat
(dpm)
Denyut nadi
Rerat
n a
8 76,89
101,3
8
9
kerja (dpm
Nadi kerja
(dpm)
% CVL
K
et
e
r
a
n
g
a
Istirahat; Denyut Nadi Kerja;
n:
p-value:
P
signi
P1
fikan
2
Rerat
Rerat
psi
SB a
SB
a
SB value
antar
4,6
4,3
a
9
75,80 3,19 78,65 4 0,395
ketig
a
perla
6,2 102,7
2,6
kuan
5
1 6,79 96,84 8 0,109
deng
STASIUN
tasiun Kerja dan Sikap Kerja Duduk Berdiri
165
P
0
No
Variabel
Total skor
MSDs pre
Total skor
MSDs post
Perbedaan
skor
MSDs prepost
Rerat
Rerat
Rerat
pa
SB
a SB a
SB value
1,3
8 29,87 6
29,50 1,60 28,75 1,16 0,277
n
7,4
8 50,50 2
49,62 8,42 37,62 4,07 0,002
7,3
8 20,62 1
20,12 7,57 8,87 4,36 0,002
Keterangan:
p-value : signifikansi antara ketiga perlakuan dengan
uji one way ANOVA pada tingkat kepercayaan
( = 0,05).
Untuk mengetahui perbedaan kemaknaan rerata total
skor MSDs antara perlakuan yang satu dengan yang lainnya
maka dilakukan uji Post Hoc-LSD:
1 Total skor MSDs post pada ketiga perlakuan dengan uji
one way ANOVA adalah signifikan (F= 8,714; p<0,05),
d
e
n
g
a
n
uj
i
P
o
st
H
o
cL
S
D
:
P
2
di
b
a
n
di
n
g
k
a
n
d
e
n
g
a
n
P
0
si
g
ni
fi
k
an (p<0,05) P2 dibandingkan
dengan P1 signifikan (p<0,05)
P1 dibandingkan dengan P0 tidak signifikan (p>0,05)
2 Perbedaan skor MSDs pre-post pada ketiga perlakuan
dengan uji one way ANOVA adalah signifikan (F= 8,171;
p<0,05), dengan uji Post Hoc-LSD: P2 dibandingkan
dengan P0 signifikan (p<0,05)
P2 dibandingkan dengan P1 signifikan (p<0,05)
P1 dibandingkan dengan P0 tidak signifikan (p>0,05)
12.6.4 Produktivitas Kerja
Hasil kerja per jam dan produktivitas kerja (hasil kerja
dibagi nadi kerja) antara ketiga perlakuan diuji dengan
ANOVA. Hasil analisis uji ANOVA tersebut disajikan pada
tabel 12.4.
STASIUN
166
No Variabel
1 Hasil kerja
(potong/jam)
Produktivitas
2 kerja
pvalue
Rerat
Rerat
Rerat
n a
SB a
SB a
SB
8 15,21 2,03 18,64 2,25 22,50 3,12 0,000
8
Keterangan:
p-value : signifikansi antara ketiga perlakuan dengan
uji one way ANOVA pada tingkat kepercayaan (
=0,05).
Lebih lanjut untuk mengetahui perbedaan kemaknaan
hasil kerja dan produktivitas antara perlakuan yang satu
dengan yang lainnya maka dilakukan uji
Post Hoc-LSD:
1 Hasil kerja (potong/jam) pada ketiga perlakuan dengan uji
one way ANOVA adalah signifikan (F= 16,851; p<0,05),
selanjutnya dengan uji Post Hoc-LSD: P2 dibandingkan
dengan P0 signifikan (p<0,05)
P2
dibandingkan
dengan
P1
signifikan
(p<0,05)
P1
dibandingkan dengan P0 signifikan
(p<0,05)
2 Produktivitas kerja pada ketiga perlakuan dengan uji one
way ANOVA adalah signifikan (F= 17,224; p<0,05),
selanjutnya dengan uji Post Hoc-LSD:
P2
dibandingkan
dengan
P0
signifikan
(p<0,05)
P2
dibandingkan dengan P1 signifikan
(p<0,05)
P1 dibandingkan dengan P0 tidak signifikan (p>0,05)
12.7 Pembahasan
B
e
r
d
a
s
a
r
k
a
n
a
n
al
is
is
h
a
si
l
p
e
n
el
iti
a
n
te
nt
a
n
g
p
e
n
g
a
STASIUN
Stasiun Kerja dan Sikap Kerja Duduk
Berdiri
4)
5)
167
(
A
r
m
st
r
o
n
g,
1
9
9
2)
;
1
7
03
5
0
lu
k
s
(
M
a
n
u
a
b
a,
1
9
8
6)
d
a
n
2
0
penurunan beban kerja dari sedang (P0) menjadi ringan (P2) cukup
berarti, karena dengan sendirinya beban kardiovaskuler (beban
fisiologis) juga semakin ringan. Sedangkan denyut nadi kerja pada
P2
dibandingkan
dengan(p<0,05)P.1
turun
sebesar
5,86
Denyut/ menit
STASIUN
statistik tidak signifikan (p>0,05). Kemungkinan besar hal tersebut
disebabkan karena jumlah sampel (n) yang digunakan dalam
penelitian ini terlalu kecil (n=8). Namun demikian, secara kualitas
STASIUN
S
asiun Kerja dan Sikap Kerja Duduk Berdiri
t
169
g
a
n
g
g
u
a
n
ot
ot
s
k
el
et
al
p
o
st
m
e
n
u
r
u
n
se
di
ki
t
p
a
d
a
p
er
la
k
u
a
n
d
e
STASIUN
1
0
Stasiun Kerja dan Sikap Kerja
7
Duduk Berdiri
100
Leher bw h
Bahu ka
Punggung
PinggangPaha ka/ki
54.2
Lutut ka/ki
16.
7
20.
8
512.
20
33.3
41.7
58.3
45.8
33.3
50
50
62.5
54.2
37.5
40
45.8
60
20.
8
Persentase (%)
80
Betis ka/ki
la
nt
ai
(P
0)
d
a
n
b
er
di
ri
te
ru
s
m
e
n
er
u
s
(P
1)
.
Si
k
a
p
p
a
ks
a
p
a
d
a
P0
d
a
STASIUN
S
asiun Kerja dan Sikap Kerja Duduk Berdiri
t
171
b
er
di
ri
te
r
u
s
m
e
n
er
u
s.
STASIUN
Rerata hasil kerja pada P0
adalah pa-ling kecil yaitu sebesar
15,21 2,03 potong/jam dan pada
P1 meningkat menjadi 18,64 2,25
potong/jam. Kemudian setelah
dilakukan
perbaikan
berupa
stasiun kerja dan sikap kerja yang
lebih ergonomis yaitu dudukberdiri bergantian (P2) hasil kerja
meningkat menjadi 22,50 3,12
potong/jam.
Peningkatan
hasil
kerja tersebut secara statistik
signifikan (p<0,05). Secara lebih
jelas perbedaan rerata hasil kerja
antara ke tiga perlakuan tersebut,
diilustrasikan
seperti
pada
18.64
15.21
10
Potong/Ja
m
G
a
m25
b
20
a
r 15
1
2
.
1
0
dari
masin
gmasin
g
Perla
kuan
0
P0
P1
Gambar
12.10
Grafik
Perbedaa
n Hasil
kerja
STASIUN
Selanjutnya
produktivitas
kerja seperti diilustrasikan pada
gambar 12.11, terlihat jelas
bahwa
pada
P0
tingkat
produktivitasnya paling rendah
yaitu 0,68 dan sedikit meningkat
pada P1 menjadi 0,73 dan pada P2
menjadi
1,26.
Peningkatan
tersebut
signifikan
(p<0,05).
Lebih lanjut tingkat produktivitas
kerja
pada
dengan
sebesar
sebesar
tersebut
P2
dibandingkan
P0 terdapat perbedaan
0,58 atau meningkat
85,29 %, perbe-daan
signifikan (p<0,05).
atau
Selanjutnya,
mening
produktivitas kerja
kat
pada
P2
sebesar
7,35 %,
dibandingkan
ternyat
dengan P1 terdapat
a
perbedaan sebesar
perbed
0,53 atau meningkat
aan
sebesar 72,60 %,
tersebu
perbedaan tersebut
t tidak
juga
signifikan
signifik
(p<0,05).
an
Sedangkan
1.6
1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
dari
masingmasing
Perlakua
n
0.68
P0
0.73
P1
Gambar
12.11
Produktivita
s Kerja
(p>0,0 beban
kerja
yang
5).
diterima
oleh
Faktor penyetrika
yang
yang ditentukan dari nadi
memp kerja.
Terbukti,
engaru meskipun pada P1
hi
rerata
hasil
kerja
produk lebih tinggi secara
tivitas signifikan
selain dibandingkan
hasil
kerja
adalah
Stasiun Kerja dan
Sikap Kerja Duduk
Berdiri
173
P
h
e
a
s
a
nt
(1
STASIUN
30
Produktivitas
Potong/Jam
25
20
15
P0
P1
P2
10
5
0
1.6
1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
II
II
Jam Ke-
IV
Jam
Ke-
174
2 P
a
d
a
(
P
2)
a
d
al
a
h
b
e
r
u
p
a
p
e
m
b
u
at
a
n
1
b
u
a
h
m
ej
a
s
e
h
a
r
g
a
R
p
140.000,- dan 1 buah kursi sadel seharga Rp 95.000,untuk setiap orang. Biaya pemeliharaan/ penyusutan yang
diperhitungkan hanya pada sadel dengan perkiraan masa
hidup 6 bulan (180 hari). Harga 1 buah sadel adalah Rp
20.000,-. Jadi biaya
STASIUN
Stasiun Kerja dan Sikap Kerja Duduk
Berdiri
175
dalam
S
e
p
e
rt
i
di
il
u
st
r
a
si
k
a
n
p
a
d
a
g
a
m
b
a
r
1
2.
1
4
di
b
a
w
a
h,
STASIUN
176
250,000
BIAYA
MANFAAT
Rupiah
200,000
150,000
100,000
50,000
0
H1
H5
H10
H15
H20
H25
H30
H35
Hari Kerja
Rupiah
350,000
Biaya
Manfaat
300,000
250,000
200,000
150,000
100,000
50,000
0
H0
H1
H5
H10
H15
H20
H25
H30
Hari Kerja
y
a
n
g
di
p
e
r
ol
e
h
d
a
ri
p
e
r
b
ai
k
a
n.
1
2
.
8
S
i
m
p
u
l
a
n
Dari uraian seperti tersebut dalam pembahasan, maka
dapat disimpulkan hal-hal sebagai tersebut berikut ini.
1.
STASIUN
Stasiun Kerja dan Sikap Kerja Duduk
Berdiri
177
STASIU
N
KERJA
12.9 Saran
Hal-hal yang dapat disarankan dari hasil penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1.
2.
3.
4.
12.10 Kepustakaan
American Conference of Govermental Industrial Hygienists.
1995. Threshold Limit Values and Biological Exposure
Indices. ACGIH. Cincinati.USA.
Andewi, P.J. 1999. Perbaikan Sikap Kerja dengan Memakai
Kursi dan Meja Kerja Sesuai Data Antropometri Pekerja
dapat Meningkatkan Produktivitas Kerja dan Mengurangi
Gangguan Sistem Muskuloskeletal Pekerja Perusahaan
M.I.
178
Kediri Tabanan. Tesis Magister Program Studi ErgonomiFisiologi Kerja yang tidak dipublikasikan. Denpasar.
Universitas Udayana.
Armstrong, R. 1992. Lighting at Work. Occupational Health &
Safety Authority. Melbourne. Australia:4-11.
Astrand,
P.O.
&
Rodahl,
K.
1977.
Textbook
of
Work
Grant
h
a
m
,
D
.
1
9
9
2.
O
c
c
u
p
a
ti
o
n
al
H
e
al
t
h
&
STASIUN
Stasiun Kerja dan Sikap Kerja Duduk
Berdiri
179
1995.
Penelitian
Kualitas
Iklim
Kerja
dan
M
e
n
g
ur
a
n
gi
B
e
b
a
n
K
er
ja
d
a
n
G
a
n
g
g
u
a
n
p
a
d
a
Si
st
e
m
Muskuloskeletal
Mahasiswa
dalam
Menggunakan
Mikroskop di Laboratorium Biologi STKIP Singaraja. Dalam:
Wignyosoebroto, S. & Wiratno, S.E., Eds. Proceedings
Seminar Nasional Ergonomi. PT. Guna Widya. Surabaya: 239242.
Sutjana, D.P.; Tirtayasa, K.; Widana,K.; Adiputra,N. & Manuaba,
A. 1996. Im-provement of Working Posture Increases
Productivity of Roof Tile Home Industry Workers at
Darmasaba Village, Badung Regency. Dalam: Journal of
Human Ergology. 25(1): 62-65.
STASIUN
180
Berdiri
STASIUN
Stasiun Kerja dan Sikap Kerja Duduk Berdiri
181
STASIUN
18
2
St
as
iu
n
Ke
rj
a
da
n
Si
ka
p
Ke
rj
a
D
ud
uk
Be
rd
iri
BAB
13
Penurunan Landasan
Molen
183
184
13.1 Pendahuluan
Pengecoran beton secara tradisional sampai saat ini
masih banyak digunakan, terutama untuk pengecoran beton
dengan volume kecil, bagian-bagian konstruksi yang bersifat
nonstruktur dan untuk lokasi yang tidak terjangkau oleh alat
berat. Dari seluruh rangkaian proses, bagian pengadukan
spesi beton sangat menentukan tingkat produktivitas
pengecoran.
Pengadukan
spesi
dilakukan
dengan
menggunakan mesin pengaduk konvensional (molen).
Aktivitas utama pekerja adalah mengangkat dan mengangkut
bahan baku spesi secara manual dengan menggunakan kotak
bertangkai sebagai alat angkutnya.
Hasil observasi awal menunjukkan adanya sikap kerja
tidak alamiah dari pekerja yang bertugas untuk mengangkat,
mengangkut dan memasukkan pasir, koral dan semen ke
dalam tabung molen karena posisi lubang tabung pengaduk
yang terlalu tinggi. Pekerjaan dilakukan di bawah paparan
panas matahari, pekerja banyak berkeringat, terjadi
kehilangan berat badan dan kelelahan dini sehingga pada
akhirnya produktivitas tidak optimal. Untuk mengatasi
permasalahan yang ada, perlu dilakukan perbaikan kondisi
185
k
e
m
at
ia
n
(S
u
m
a
m
ur
,
1
9
8
2;
M
ut
c
hl
er
,
1
9
9
1;
G
ra
n
dj
e
a
n,
1
9
9
3)
.
O
PENURUNAN
186
PENURUNAN
Gambar 13.1. Ketinggian
Lubang Molen
terhadap Siku Sebelum
Perbaikan
187
PENURUNAN
terkontrol
bias).
Gambar
13.6.
Peneduh
dari
Terpal
(tidak
menimbulkan
dan Bola ISBB, rerata ISBB terendah terjadi pada PIII (29,42
1,11) oC. Selanjutnya diikuti oleh PI (31,50 1,73) oC dan PII
(31,77 1,26) oC. ISBB pada PIII menurun sebesar 6,6 % dari
PI dan 7,4 % dari PII (p < 0,05).
Selanjutnya, untuk melihat lebih jauh efek dari penurunan
landasan molen sesuai ukuran tubuh pekerja dan pemberian
peneduh dapat dilakukan melalui beberapa indikator, di
antaranya dari hasil pengukuran variabel beban kerja.
rdiov
13.4.3 Beban Kerja
askul
Kategori
beban
kerja
er
ditentukan
melalui
dua
variabel, yaitu denyut nadi
kerja
dan
beban
kardiovaskuler
(%
CVL).
Rerata denyut nadi kerja dan
% CVL terendah terjadi pada
PIII, kemudian diikuti oleh PII
Gamba
dan PI seperti yang terlihat
r
pada Gambar 13.7 disamping
1
ini.
3.
Rerata denyut nadi kerja
7
pada PIII menurun sebesar 7,21
R
er
% dan PII sebesar 6,87 %
at
terhadap
PI
(p
<
0,05).
a
de
Sedangkan antara PIII dan PII
ny
tidak berbeda bermakna (p >
ut
n
0,05).
ad
i
ke
rj
a
da
n
be
ba
n
ka
Keteranga
n:
PI, PII &
PIII
DNK
CVR
PENURUNANLANDAS
AN
189
13.4.5 Kelelahan
Indikasi kelelahan diperoleh melalui selisih waktu
reaksi sebelum dan sesudah bekerja, yang diukur
dengan reaction timer dengan sistem rangsang cahaya.
Hasil analisis menunjukkan bahwa rerata selisih skor
waktu reaksi terendah terjadi pada PIII (24,54 1,51)
milidetik. Selanjutnya diikuti oleh PII (34 1,14)
milidetik dan PI (42,96 0,39) milidetik. Rerata waktu
reaksi pada PIII 42,88 % dan PII 20,86 % lebih rendah
dari PI (p < 0,05). PIII 27,82 % lebih rendah dari PII (p
< 0,05). Dengan demikian waktu reaksi PIII adalah
yang tercepat. Hal ini terjadi karena pada PIII, telah
d
il
a
k
u
k
a
n
p
e
r
b
a
i
k
a
n
si
k
a
p
d
a
n
k
o
n
d
is
i
li
n
g
k
u
n
g
a
n
k
e
rj
a
PENURUNAN
190
P
II
13.4.6 Produktivitas
m
Produktivitas
kerja
dianalisis
berdasarkan
a
perbandingan jumlah spesi beton yang dihasilkan
si
(kg/menit)
sebagai
keluaran
dan
nadi
kerja
h
(denyut/menit) sebagai masukan dalam periode waktu
le
tertentu.
Hasil
analisis
menunjukkan
bahwa
b
produktivitas tertinggi terjadi pada PIII, selanjutnya
i
diikuti oleh PII dan PI seperti yang terlihat pada Grafik
h
13.8a dan 13.8b.
ti
n
g
g
i
d
a
ri
P
I
Gambar 13.8a Grafik
Gambar 13.8b Grafik
k
Perbedaan
Perbedaan
a
Hasil produksi
Produktivitas kerja
r
e
Produktivitas PIII 118,67 % dan PII 64,18 % lebih
n
tinggi dari (p < 0,05). PIII 33, 18 % lebih tinggi dari PII (p
a
< 0,05). Produktivitas PI sangat rendah bila dibandingkan
u
dengan PII dan PIII. Hal ini terjadi di samping karena
n
adanya sikap kerja tidak alamiah juga karena banyaknya
t
istirahat curian. Selama menunggu proses pengadukan,
u
para pekerja meninggalkan posisi kerjanya untuk mencari
k
perlindungan terhadap paparan panas matahari, sehingga
P
proses pengadukan berikutnya tidak dapat segera dimulai.
II
Hal ini juga tampak terjadi pada PII, namun produktivitas
PENURUNAN
Penurunan Landasan Molen
191
PENURUNA
Gambar 13.9 Grafik pencapaian
Titik Pulang Pokok
up
oleh
adany
a
pengh
emata
n
biaya
pada
akhir
hari
ke
tiga
setela
h
pelaks
anaan
interv
ensi.
Untuk
jangk
a
panja
ng,
ternya
ta
manfa
at dari
PIII
lebih
besar
dari
PII.
LANDASA
13.5
Simpulan
Dari hasil
pembahasan yang
telah diuraikan
tersebut, dapat
disimpulkan
beberapa hal
pokok yaitu:
1. Penurunan
landasan
molen sesuai
ukuran tubuh
pekerja
dan
pemberian
peneduh telah
menurunkan
beban
kerja,
keluhan
otot
skeletal
dan
kelelahan,
yang
pada
akhirnya
meningkatkan
produktivitas
pengadukan
spesi
beton
secara
tradisional;
2. Intervensi
ergonomi
dengan biaya
yang
relatif
murah dapat
menekan
resiko
sakit
akibat
kerja
dan
memberikan
keuntungan
yang
cukup
13.7 Kepustakaan
Anis, J.F. & McConville. 1996. Anthropometry. Edited by
Bharattacharya, A & McGlothlin, J.D. 1996.
Occupational Ergonomics Theory and Applications.
Marcel Dekker Inc. New York. 1-46.
Dalton, J.M. & Smitten, N. 1991. Cost Reduction Through
Modification of a Heavy Physical Task. Edited bay
Pulat, B.M. & Alexander, D.C. 1991. Industrial Ergonomics Case Studies. Institute of Industrial
Engineers. USA. 75-84.
Drury, C.G. 1992. Designing ergonomics studies and
experiments. Edited by Wil-son, J.R. & Corlett, E.N.
1992. Evaluation of Human Work a Practical
Ergonom-ics Methodology. Tailor & Francis.
London, Washington DC. 101-129.
Genaidy, A.M. 1996. Physical work capacity. Edited by
Bharattacharya, A & McGlothlin, J.D. 1996.
Occupational Ergonomics Theory and Applications.
Marcel Dekker Inc. New York. 219-234.
Grandjean, E. 1993. Fitting the task to the man, 4 th ed.
Taylor & Francis Inc. London.
Konz, S. 1996. Physiology of body movement. Edited by
Bharattacharya, A & McGlothlin, J.D. 1996.
Occupational Ergonomics Theory and Applications.
Marcel Dekker Inc. New York. 47-62.
Manuaba, A. 2000. Ergonomi, kesehatan dan
keselamatan kerja. Editor : Sritomo Wignyosoebroto
dan Stefanus Eko Wiranto. 2000. Proceeding
Seminar Nasional Ergonomi 2000. Guna Wijaya.
Surabaya. 1-4.
Mutchler, J.E., C.I.H. 1991. Heat stress : its effects,
measurement, and control. Edited by Clayton, G.D.
& Clayton, F.E. 1991. Pattys Industrial Hygienene
and Toxicology. 4th ed. USA. 763-838.
Pulat, B.M. 1992. Fundamentals of industrial
ergonomics. Prentice Hall, Englewood Cliffs. New
Yersey.
Rodahl, K. 1989. The physiology of work. Tailor &
Francis. London, New York, Philadelphia.
Sanders, M.S & McCormick. 1987. Human factor in
e
n
g
i
n
e
e
ri
n
g
a
n
d
d
e
si
g
n
.
M
c
G
r
a
w
H
il
l
B
o
o
k
C
o
m
p
a
n
y,
New York.
Soetrisno. 1991. Metodologi research. Cet. VI. Andi
Offset. Yogyakarta.
Sumamur, P.K. 1982. Ergonomi untuk produktivitas
kerja. Yayasan Swabhawa
Karya. Jakarta.
Waters, T.S. & Putz-Anderson, V. 1996b. Revise NIOSH
lifting equation. Edited by Bharattacharya, A &
McGlothlin, J.D. 1996. Occupational Ergonomics
Theory and Applications. Marcel Dekker Inc. New
York. 627-654.
PENURUNAN
Penurunan Landasan Molen
193
PENURUNAN
19
4
Pe
nu
ru
na
n
La
nd
as
an
M
ol
en
BAB
14
Perbaikan Sarana
Kamar mandi
195
196
KAMAR
MANDI
14.1
men
ghil
ang
kan
pen
gar
uh
perl
aku
an
terd
ahul
u
agar
tida
k
men
ingg
alka
n
efek
sisa/
resi
dual
effe
ct
(Ari
kun
to,
199
7;
Bak
ta,
199
7).
Juml
ah
sam
pel
dihit
ung
PERBAIKAN
SARANA KAMAR
198
Sesudah Perbaikan
A. Kamar mandi sebelum
perbaikan
Keadaan kamar
mandi sebelum perbaikan
adalah sebagai berikut:
1) Handel
pintu
bertangkai
pendek
14
cm,
dengan
lubang kunci berada
di bawah pegangan
handel.
2) Kloset
jongkok
Gambar 14.1
terbuat dari bahan
Kamar Mandi
keramik dipasang di
Sebelum
atas
permukaan
lantai
dengan
Dilakukan
Perbaikan
ketinggian 6 cm,
seolah
berfungsi
sebagai blind-step.
3) Kran
berdiameter
0,5"
dengan
penempatan setinggi
84
cm,
handel
bertangkai
terbuat
dari bahan plastik
bertekstur.
PERBAIKAN
SARANA KAMAR
4)
5)
2.
Lantai terbuat
dari
bahan
keramik mozaik,
dengan
kemiringan
yang
rendah,
sehingga
beberapa
tempat terlihat
genangan,
setelah
lantai
terkena siraman
air.
Di
dalam
ruangan
tidak
terdapat
pegangan
tangan, railling,
ataupun
gantungan
handuk.
Kamar mandi
setelah
perbaikan
1) Handel
pintu
bergagang,
dengan
panjang
gagang 16
cm. Sistim
penutup dan
pengunci
pintu tidak
dengan
anak kunci,
tetapi
d
e
n
g
a
n
tu
a
s
g
re
n
d
el
.
H
al
in
i
di
m
a
k
s
u
d
k
a
n
s
e
b
a
g
ai
la
n
g
k
a
h
p
e
n
a
n
g
a
n
a
n
o
l
e
h
t
e
n
a
g
a
p
e
r
a
w
a
t
,
a
Samping
Handel
Pintu
Bergagang
2)
Kloset
duduk
terbuat dari
bahan
keramik,
tanpa
tandon
air
pembilas di
bagian
belakang.
Ketinggian
duduk
dipasang
pada
ketinggian
36,7 cm. di
atas
permukaan
lantai,
sesuai
dengan
rerata tinggi
popliteal
lansia
penghuni.
Arah
menghadap
kloset tetap
seperti arah
semula,
dengan
pertimbang
an
tidak
menghadap
atau
membelaka
ngi Qiblat,
hal
ini
sesuai
d
e
n
g
a
n
a
n
j
u
r
a
Perbaikan Sarana
3)
4)
5)
Kran
berdiameter
ajaran
Agama
Islam
(gambar
14.3);
Kamar mandi
0,5"
dipasang
pada
Qiblat
ketinggian
78 cm, dengan
handel bergagang
terbuat dari bahan
logam bertekstur;
UTARA
Lantai
tetap
menggunakan
bahan
keramik
mozaik,
ditambahkan
celah
selokan,
sehingga setelah
lantai
terkena
siraman air tidak
Gambar 14.3 Denah
terlampau
lama
Kamar
meng-genang;
Mandi Setelah Perbaikan
Di dalam ruangan
pada
wilayah
kering
(space
yang
paling
sedikit
terkena
siraman
air),
dipasang
gantungan untuk
pakaian
dan
handuk.
199
PERBAIKAN
SARANA KAMAR
6)
Pegangan
Tangan
pada :
1 Bagian
dindin
g luar
kamar
mandi
berdek
atan
dengan
handle
pintu,
dipasa
ng
tegak
pegang
an
tangan
(railin
2 B
g)
a
terbuat
g
dari
i
bahan
a
pipa
n
baja
hitam
d
(black
a
steel )
l
dengan
a
bahan
m
finishin
g
cat
k
sempro
a
t duco.
m
Panjan
a
g pipa
r
70 cm.
dipasa
ng
pad
a
keti
nggi
an
bagi
an
teng
ah
pipa
87,0
cm
dari
per
muk
aan
lant
ai.
m
an
di
di
ba
gi
an
de
pa
n
ki
ri
kl
os
et
d
u
d
uk
(g
a
m
ba
r
6)
,
di
pa
sa
n
g
pe
ga
n
ga
n
ta
n
g
a
n
b
e
r
b
e
n
t
u
k
.
D
i
a
m
e
t
e
r
p
i
p
a
d
i
s
e
s
u
a
i
k
a
n
d
e
n
g
a
n
r
e
r
a
t
a
g
e
n
g
g
a
m
a
n
t
a
n
g
a
n
l
a
n
s
i
a
p
200
en n
g
h
u
ni
se
be
sa
r
1
1,
0"
.
B
en
tu
k
da
sa
r
ra
nc
an
ga
1 Pandangan perspektif
aksonometri dari
rancangan perbaikan
kamar mandi, dapat
diperlihatkan seperti
pada gambar 14.6 di
bawah ini :
PERBAIKAN
SARANA KAMAR
Gamba
r 14.6
Ranca
ngan
Perbai
14.6 Hasil
Penelitian
14.6.1 A
n
t
r
o
p
o
m
e
t
r
i
d
a
n
K
a
r
a
k
t
Perb
aika
n
Sara
na
Kam
ar
man
di
201
i
P
u
s
a
t
K
e
g
i
a
t
a
n
L
a
n
s
i
a
ka
n
Ka
ma
r
Ma
ndi
14.6.2 Hasil
Pengamatan
Gerak-Waktu
Lansia di Kamar
Mandi .
Dari
hasil
pengamatan
di
lapangan, foto dan
rekaman
cc-TV
terhadap
aktivitas
subjek di sekitar dan
dalam kamar mandi,
dapat
diamati
beberapa
jenis
hambatan
lansia
dalam beraktivitas.
Jenis
hambatan
gerak
yang
dirasakan
subjek
diantaranya adalah:
1)
hambatan gerak
tahap pertama,
subjek menemui
kesulitan berjalan
tanpa
berpegangan pada
dinding atau
bidang di sekitar
tempat dilakukan
aktivitas (gambar
14.7).
PERBAIKAN
SARANA KAMAR
Ga
mb
ar
14.
7
Ha
mb
ata
n
Ge
rak
Ta
ha
p
Per
ta
ma
2)
h
a
m
b
a
t
a
n
g
e
r
a
k
t
a
h
b
j
e
k
m
e
n
e
m
u
i
k
e
s
u
l
i
t
a
n
d
a
l
a
m
m
e
n
j
a
g
a
k
e
s
e
i
m
b
a
n
g
a
n
1
4
.
8
)
.
t
u
b
u
h
Ga
mb
ar
14.
8
Ha
mb
ata
n
Ge
rak
Ta
ha
p
Ke
du
a
d
a
n
b
e
r
j
a
l
a
n
202
Perbaikan Sarana
Kamar mandi
3)
hambatan
gerak tahap
lanjut, subjek
tidak mampu
berjalan dan
beraktivitas
tanpa bantuan
dari orang lain
(gambar 14.9).
Gambar 14.9
Hambatan Gerak
Tahap Lanjut
PERBAIKAN
SARANA KAMAR
14.6.3
H
as
il
Pe
n
g
u
k
ur
an
K
e
m
an
di
ri
an
,
K
el
eg
aa
n
da
n
W
ak
tu
Ber
akti
vita
s
Lan
sia
di
Ka
mar
Man
di
1)
Pengar
uh
Perbai
kan
Sarana
Kamar
Mandi
secara
Keselu
ruhan
terhad
ap
Keman
dirian,
Kelega
an dan
Waktu
B
e
r
a
k
t
i
v No
i
t
a 1
s 2
an dan
Pengurang
an Waktu
pada Lansia
.
Perlak
Sebelum
(P0)
Rerat
a
SD
Variabel
Kemandirian
Kelegaan
Pengurangan
Waktu
37,08
36,15
3
4,23
L
aKeterangan:
p-value :
n
signifikansi
s
antara kedua
i
perlakuan
a
dengan uji t.
paired, pada
tingkat
kemaknaan (
Tabel
= 0,05)
2
Hasil
2) Pengaruh
Perbaikan
Pengu
kuran
Handel
Pintu
Kamar
Kema
Mandi
terhadap
ndiria
Kemandirian,
Kelegaan
n,
dan Waktu Beraktivitas
Kelega
Lansia.
Perbaikan Sarana Kamar
mandi
203
Kel
ega
an
S
R
a
6,61
5,23
45
45
1,20
Variabel
Sebelum
(P0)
1
2
Sesudah (P1) value
Kemandiria
Kelegaan
Penguranga
waktu
3
Ket
era
nga
n:
p-value :
signi
fikan
si
anta
ra
kedu
a
perl
akua
n
deng
an
uji tpair
ed,
pada
ting
kat
kem
akna
an (
=
0,05
)
3)
P
e
n
g
a
r
u
No
Variab
el
Perlakuan
Sebelum
Sesudah
(P0)
(P1)
Rerat
Rerat
a
SD
a
SD
value
Kemandiria
1 n
3,85
0,89
5,46 0,77 0,000
2 Kelegaan
2,38
0,65
3,69 0,48 0,000
Keterangan:
p-value signifikansi antara kedua perlakuan dengan
:
uji t-paired, pada
tingkat kemaknaan (
= 0,05)
4) Pengaruh Perbaikan Railling Kamar Mandi terhadap
Kemandirian dan Kelegaan Lansia.
Tabel 14.5 Hasil Pengukuran Pengaruh
Penggunaan Railling terhadap
Kemandirian dan Kelegaan pada Lansia.
Perlakuan
Sebelum
(P0)
Sesudah (P1) value
No
Variabel
Rerat
Rerata SD
a
D
1
2
Kemandirian
Kelegaan
4,00
6,54
1,08
1,13
5,00
9,23
1,35
1,09
Keterangan:
p-value : signifikansi antara kedua perlakuan
dengan uji t-paired, pada tingkat
kemaknaan ( = 0,05)
0,002
0,000
PERBAIKAN
SARANA KAMAR
2 04
14.7 Pembahasan
Berdasarkan analisis hasil penelitian tentang
pengaruh perbaikan fasilitas kamar mandi yang
dipergunakan oleh Lansia dapat dibahas sebagai
berikut:
14.7.1 Karakteristik Fisik Subjek
Hasil analisis statistik deskriptif yang meliputi
rerata, standar deviasi dan rentangan dari variable
berat badan dan tinggi badan. Ke-13 subjek memiliki
rerata umur 71,5 4,9 tahun dengan rentang umur
antara 64 - 79 tahun. Menurut Manuaba (1998), Morris
(1996) dan Grandjean (1993) bahwa pada umumnya
seseorang dengan usia di atas 60 tahun, kapasitas
fisiknya akan menurun 25% yang ditandai dengan
penurunan kekuatan otot, sedang kemampuan sensoris
dan motorisnya turun sebesar 60%.
Dengan rerata tinggi badan 140,3 7,2 cm, hampir
ke semua subjek mengalami pebengkokan tulang
belakang atau bongkok. Ukuran tubuh lansia telah
terjadi penyusutan ukuran tinggi badannya lebih kurang
5% dibanding sewaktu berumur 20 tahun. Hal ini
disebabkan oleh banyak faktor di antaranya:
1 bongkok dan pembengkokan tulang belakang
karena proses penuaan;
2 perubahan tulang rawan dan persendian menjadi
tulang dewasa; dan
3 perubahan susunan tulang kerangka pembentuk
tubuh karena proses penuaan, dan akibat
penyakit lain yang diderita (Tilley, 1993;
Samekto & Pranarka, 1999).
dan
pad
a
P1
ada
lah
5,7
7
0,6
0.
Nil
ai
pval
ue
0,0
07,
seh
ing
ga
pen
ing
kat
an
kar
ena
inte
rve
nsi
pen
gga
ntia
n
14.7.2 Kemandirian
han
Dari hasil analisis data objektif dan subjektif pada del
aspek kemandirian, dengan mengganti handel pintu pint
menjadi bentuk bergagang, mengakibatkan peningkatan u,
skor sebesar 1,16 (25,16%). Dari P0 adalah 4,61 1,26 san
Serata Skor
7
6
5
5.77
4.61
4
3
2
1.16
1
0
Sebelum
Sesudah
Beda
PERBAIKAN
SARANA KAMAR
P baikan Sarana Kamar mandi
er
Serata Skor
6
5
4
205
5.46
3.85
3
2
1.61
1
0
Sebelum
Sesudah
Beda
(pin
ggu
l)
dan
lutu
t.
Unt
uk
me
mp
erk
ecil
ata
u
me
ngh
ilan
gka
n
mo
me
n
ters
ebu
t,
dis
ara
nka
n
unt
uk
ber
ativ
itas
den
gan
posisi duduk.
Dengan pemasangan railing di luar dan dalam
kamar mandi telah meningkatkan kemandirian lansia.
Dapat dijelaskan bahwa skor rerata P0 adalah 4 1,08,
pada P1 adalah 5 1,35 dan telah terjadi peningkatan
sebesar 1 (25%) dan secara statistik signifikansi. Hasil
pengamatan
di
lapangan
menunjukkan
bahwa,
penggunaan railing meningkatkan kemandirian lansia
untuk masuk dan keluar dari kamar mandi. Gemetaran
pada kaki karena perasaan khawatir, tidak tampak lagi
setelah digunakannya railing pada dinding di luar dan
dalam kamar mandi. Manfaat lain juga dirasakan para
perawat jaga, kebiasaan untuk mengantar lansia dan
menjemput dari kamar mandi juga berkurang.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian-penelitian
sebelumnya, bahwa railing akan berfungsi seperti
pengungkit dan stabilisator gerakan tubuh manusia.
Dengan memanfaatkan railing sebagai pengungkit
gerakan tubuh akan menurunkan kebutuhan energi
kinetis yang harus dikeluarkan (Santosa Hadi, dkk.,
2001). Dalam
PERBAIKAN
SARANA KAMAR
2 06
Pengaruh
Pemasangan
Railing
7
6
Serata Skor
5
4
5
4
3
2
1
0
Sebelum
G
a
m
b
a
r
1
4
.
1
1
G
r
a
f
i
k
P
e
r
b
e
d
a
a
n
P
e
n
Sesudah
Beda
garuh
Pemasanga
nRailling
terhadap
Kemandiria
n Lansia
Serata Skor
50
40
37.1
30
20
10
0
Sebelum
Gambar
14.12
Grafik
Perbedaan
Rerata
Total
Skor
Kemandiri
an Lansia
dalam
Pengguna
an
K
a
m
a
r
M
a
n
d
i
PERBAIKAN
SARANA KAMAR
De 0,00
ngan 2
mengg (<0,
05),
anti
handel sehi
pintu ngg
menja a
peni
di
bentuk ngk
bergag atan
ang, kare
menga na
kibatk inte
rven
an
pening si
katan pen
skor gga
kelega ntia
n
an
sebesa han
r 1,46del
(23,43 pint
u,
%).
Dari ber
mak
P0
adalah na.
6,23 +Hal
1,36 ini
sesu
dan
pada ai
den
P1
adalah gan
7,69 +hasil
0,48. pen
Nilai eliti
an
pvalue sebe
lum
nya
n
mudah
bah
membuka
wa
o
dan
han
lmenutup
del
e
pintu. Dalam
pint h
sajian grafis
u
dapat dilihat
berg sseperti
aga
u
gambar 14.
ng
b
13
me
j
mud e
ahk
k
an
,
lans
ia
b
me
a
mbu h
ka
w
pint a
u Gambar 14.13
G
(Ha
l
r
di
a
a
Soli
n
f
chul s
i
;
i
k
dkk, a
200
P
1).
a
e
Hasi k
r
l
a
b
pen
n
e
eliti
d
an
l
a
ini
e
juga b
a
diku i
n
atka h
Pe
ng
ar
Per
bai
uh
Perb
aikan
Hand
terhadap
el Kelegaan
Pintu
Lansia
ka
n
Pengaru
h
pengubahan
kloset
jongkok
menjadi
kloset duduk
dari tinjauan
kontribusi
pada aspek
kelegaan,
skor rerata
P0
adalah
2,38
0,65 dan
pada
P1
adalah 3,69
0,48.
Telah
terjadi
peningkatan
prosentase
kemandirian
akibat
penggantian
kloset
sebesar 1,31
(55,04
%),
dengan nilai
p-value 0,000
(signifikan).
Hasil
wawancara
tentang
perbaikan
kloset
menjadi tipe
duduk,
semua
subjek
berpendapat
bahwa
dengan kloset
duduk
tidak
menimbulkan
lagi rasa nyeri
pada tungkai,
lutut
dan
kedua tangan
tidak
perlu
lagi
berpegangan
pada dinding
bak air. Dalam
sajian
grafis
dapat
dilihat
seperti
gambar 14.14
Dari hasil
analisis data
objekti-kan
perasaan
khawatir
lansia.
Dengan
berpegangan
pada railing,
gerak
tubuh
lansia
saat
masuk
dan
keluar kamar
mandi
menjadi lebih
mudah.
Pemasangan
railing
di
depan kloset,
memudahkan
lansia dalam
menahan dan
mengangkat
tubuhnya
sewaktu akan
duduk
dan
b
e
r
d
i
r
i
d
a
r
i
k
l
o
s
e
t
(
K
r
o
e
m
e
r
,
1
9
9
4
)
.
D
a
l
a
m
s
a
ji
a
Serata Skor
4
3
2
Kel
eg
aaKloset
Pengaruh Penggantian
n
La
nsi
2.32
a
1
0
Sebelum
Sesudah
Gambar
14.14 Grafik
Perbedaan
Pengaruh
Perbaikan
Kloset
terhadap
Kelegaan
Lansia
n
grafis
dapat dilihat
seperti
gambar
14.15
6.54
6
4
2
0
Sebelum
Gamba
r 14.15
Grafik
Perbed
aan
Pengar
uh
Pemas
angan
Raillin
g
terhad
ap
Sesudah
PERBAIKAN
SARANA KAMAR
Da
ri
uraian
perbai
kan
fasilit
as
kamar
mandi
secara
keselu
ruhan
yang
dilaku
kan,
jumla
h skor
check
list
kelega
an
terdap
at
penin
gkata
n
sebes
ar
9,39
(25,98
%).
Skor
pada
perlak
uan
sebelu
m
interv
ensi
P0
adalah
36,15
+ 5,23
dan
pada
P1
adalah
45,54
+
3,97.
Denga
n nilai
pvalue
0,000
(<0,05
),
pening
katan
akibat
interv
ensi
perbai
kan di
kamar
mandi,
berma
kna
menin
gkatka
n
kbservasi
elapangan yang
ldilakukan
2
etahap, terbukti
g
bahwa
aintervensi yang
adilakukan
n
mampu
meningkatkan
lkemudahan
aberaktivitas,
n
keseimbangan,
srasa aman dan
ikeleluasaan
agerak
lansia
penggunanya.
p
Subjek merasa
elebih
ringan
n
bebannya dalam
g
melakukan
g
aktivitasnya di
u
kamar
mandi,
n
rasa
nyaman
adalam
n
penggunaan
n
kamar
mandi
ysetelah
aperbaikan.
.Dalam
penyajian
P
bentuk
grafis,
ajumlah
skor
d
pada
setiap
aperlakuan dapat
dilihat
pada
ogambar 14. 16
208
50
Serata Skor
Gambar 14.16
Gr
afi
k
Per
be
da
an
Re
rat
a
Tot
al
Sk
or
Kel
eg
aa
n
La
nsi
a
dal
am
Pe
ng
gu
na
an
Ka
ma
r
Ma
ndi
B
e
r
a
k
ti
v
it
a
s
P
a
d
a
p
e
n
g
u
k
u
r
a
n
p
e
n
g
u
r
a
n
g
a
n
w
a
k
t
u
,
h
a
n
y
a
Waktu (Menit)
Rerata
0
Sebelum
PERBAIKAN
SARANA KAMAR
Dari
uraian
perbaikan
beberapa
fasilitas
kamar mandi
yang
dilakukan,
jumlah
pengurangan
waktu
terdapat
peningkatan
sebesar 0,98
menit
(23,17%).
Waktu
pada
perlakuan
sebelum
intervensi P0
adalah 4,23
1,20
menit
dan pada P1
adalah 3,25
0,71
menit.
Dengan nilai
p-value 0,000
(<0,05),
peningkatan
akibat
intervensi
perbaikan di
kamar mandi,
sangat
bermakna
209
menurunkan
waktu
tempuh
lansia
penggunanya
.
Dalam
penyajian
bentuk grafis
dapat dilihat
pada gambar
14.18.
5
4.23
Prbaikan Sarana
eKamar mandi
4
3.25
3
2
0.98
1
0
Sebelum
G
a
m
b
a
r
1
4
.
1
8
G
r
a
fi
k
P
e
r
b
e
d
a
a
n
R
e
r
a
t
a
T
Sesudah
Beda
otal Skor
Pengurangan
Waktu
Beraktivitas
dalam
Penggun
aan
Kamar
Mandi
PERBAIKAN
SARANA KAMAR
14.8
Simp
ulan
Da
ri
uraian
seperti
terseb
ut
dalam
pemba
hasan
di
depan,
dapat
disimp
ulkan
beriku
t ini.
1. Per
bai
ka
n
ha
nd
el
pin
tu,
klo
set
da
n
pe
na
mb
ah
an
ra
ili
n
g
(P
1)
m
en
in
gk
at
ka
n
ke
m
an
di
ri
an
se
be
sa
r
23
,0
3
%
pa
da
la
ns
ia,
pe
ni
n
gk
at
an
in
i
s
i
g
n
i2.
f
i
k
a
n
d
i
b
a
n
d
i
n
g
k
a
n
d
e3.
n
g
a
n
k
e
a
d
a
a
n
s
e
belum
dilakukan
perbaikan
(P0).
Perbaikan
handel
pintu, kloset
dan
penambaha
n
railing
(P1)
meningkatk
an kelegaan
sebesar
25,98%
pada lansia,
peningkatan
ini
signifikan
dibandingka
n
dengan
keadaan
sebelum
dilakukan
perbaikan
(P0) dan
Perbaikan
handel
pintu, kloset
dan
penambaha
n
railing
(P1)
menurunka
n
waktu
tempuh
sebesar
23,17%
pada lansia,
peningkatan
ini
signifikan
dib
an
din
gk
an
de
ng
an
ke
ad
aa
n
seb
elu
m
dil
ak
uk
an
per
bai
ka
n
(P0
)
14.9
Sara
n
Se
sua
tu
ya
ng
da
pat
dis
ara
nk
an
dar
i
has
il
pe
nel
itia
n
ini
1.
ad
al
ah
se
ba
ga
i
be
ri
ku
t:
U
nt
uk
m
en
g
ur
an
gi
ke
m
u
n
gk
in
an
be
rt
a
m
ba
h
ny
a
an
gk
a
ce
de
ra
la
ns
ia
di
ka
m
ar
m
a
n
d
i
,
p
e
r
l
u
k
i2.
r
a
n
y
a
k
a
m
a
r
m
a
n
d
i
d
i3.
s
e
s
u
a
i
k
a
n
d
e
n
gan
keterbatasa
n
dan
karakaterist
ik
fisik
lansia. Yaitu
dengan
penambaha
n
handel
pintu
bergagang,
kloset
duduk dan
railing.
Menginform
asikan
kepada
masyarakat
umum
tentang
perlunya
penyesuaian
peralatan
kamar
mandi yang
dipergunaka
n
oleh
lansia.
Terutama
rumah
tinggal yang
dihuni
hanya oleh
lansia saja.
Mengingat
tingginya
angka
kecelakaan
pada lansia,
Pemerintah
perlu
mensosialis
asikan
program
peningkatan
keselamatan
dan
kes
eja
hte
raa
n
ba
gi
lan
sia.
Te
ru
ta
m
a
ya
n
g
m
e
n
y
a
n
g
k
u
t
peningkata
n
keselamatan
terutama di
kamar
mandi
dalam
rumah
tangga.
14.10 Kepustakaan
F
r
a
n
ci
s,
L
o
n
d
o
n
.
H
a
d
i
S
;
A
n
is
,
M
.
&
E
ti
k
a
.
2
0
0
P
h
y
si
o
l
o
g
y,
B
a
li
,
J
u
l
y
1
1
1
2
,
2
0
0
1
,
U
d
a
y
a
n
a
U
n
i
v
e
r
si
t
y
P
r
e
ss (173-187).
Samekto, Widiastuti M. &
Pranarka,
K.
1999.
Geriatri (Ilmu Kesehatan
Usia Lanjut): Sindroma
Serebral,
edt.Darmojo
Boedhi, Balai Penerbit,
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Indonesia,
Jakarta:116-123.
Santosa, H., Paulina I.S.R. dan
Yong K.S., 2001. editor: M.
Sutajaya, Analisa Momen
Gaya dan Beban pada
Gerakan Lifting, NationalInternational Seminar in
ErgonomicSport
Physiology, Bali, July 1112,
2001,
Udayana
University Press: 267-272.
Santoso,
S.
1999.
SPSS
Mengolah Data Statistik
Secara Profesional, PT.
Elex Me-dia Komputindo,
Jakarta.
Tilley, A.R, 1993. The Measure
af Man and Woman, Henry
Dreyfuss Associates, New
York: 33-50.
PERBAIKAN
SARANA KAMAR
Prbaikan Sarana
eKamar mandi
211
PERBAIKAN
SARANA KAMAR
212
Perb
aikan
Sara
na
Kam
ar
mand
i
BAGIAN IV
Pada bagian keempat dari buku kajian
ergonomi ini, difokuskan pada hasil survei
atau studi ergonomi di lapangan. Pada
bagian ini, dibahas berbagai hasil penelitian
ergonomi dengan menggunakan rancangan
penelitian studi kasus dari hasil pengamatan
dan pengukuran langsung di lapangan serta
hasil pengisian kuesioner atau wawancara
dengan
subjek
penelitian.
Hasil-hasil
penelitian yang diangkat di antaranya adalah
analisis desain alat dan sarana kerja, hasil
survei kualitas udara, analisis sistem
manusia-mesin dalam suatu pekerjaan,
analisis aktivitas angkat angkut, pengaruh
pemaparan kebisingan dan mikroklimat,
kajian ergonomi untuk kenyamanan lansia,
dan lain sebagainya. Laporan hasil studi
ergonomi
ini,
dimaksudkan
untuk
memberikan gambaran bahwa masih banyak
masalah-masalah ergonomi disekitar kita
yang harus dipecahkan, dalam upaya
meningkatkan
kenyamanan,
kesehatan,
keselamatan
dan
kesejahteraan
untuk
mencapai kualitas hidup yang lebih baik.
21
3
214
BAB
15
215
216
SURVAI
KUALITAS
3.
b
er
k
ai
ta
n
d
e
n
g
a
n
k
e
n
y
a
m
a
n
r
u
a
n
g
a
n
d
a
n
k
el
u
h
a
n
SURVAI
218
Hotel
1 Temperatur
Metode
Pembacaan
udara
langsung
Midget
Impinger
absorbtion
Questemp JH
302000X
Questemp JH
302000X
Airflow TA 2-30/6
K
0,1 oC
1%
0,01
m/det
0,01
mg/m3
KUALITA
S
langsung
Tabel
2 Kelembaban psychometer
3 Kecepatan
Pembacaan
udara
Nama Alat
Ketelitia
n
SUR
VAI
Parameter
No Uji
SKC-collecting
equipment mini
pump
cyclone filter 22501-02
Spectronic 20,
vacum
0,1ppm
pump gas
collector.
219
Tb (oC)
29,0
23,5
72
<0,04
27,6
23,0
77
<0,04
29,0
23,0
68
<0,04
24,9
20,1
73
0,12-0,15
32,7
27,7
78
0,44-1,32
RH (%)
V
(m/det)
KUALITA
S
2.
Ta ( C)
SURVAI
Personalia 1
(Basement floor)
Personalia 2
(Basement floor)
Personalia 3
(Basement floor)
Executive Room
(Floor 3rd)
Outdoor
O2
CO2
C0
CHCO
DEBU
(%)
18,5
(ppm)
1200
(ppm)
<1
(ppm)
ttd
g/m
20
900
<1
ttd
110
20,5
775
<1
ttd
100
20,7
600
ttd
ttd
<50
20,7
350
ttd
ttd
130
4.
220
Hotel
5.
Kondisi
Ruangan
Terlalu kering
Terlalu lembab
Terlalu panas
Terlalu dingin
Terlalu berasap
Tidak ada gerakan udara
Terdapat bau tidak sedap
Terlalu sempit
Ya
(%)
Tidak
(%)
41,2
58,8
91,7
8,3
0
91,7
16,7
41,2
58,8
41,2
8,3
91,7
100
8,3
83,3
58,8
15.6 Pembahasan
15.6.1 Mikroklimat dan Pengaruhnya terhadap
Ketidaknyamanan.
Ruang basemen merupakan confined space,
dimana
SURVA
I KUALITAS
221
SURVAI
Apabila
dibandingkan
dengan executive room (Floor
3rd), dimana kondisi mikroklimat
pada ruang tersebut dalam
kisaran
ideal. Hal
tersebut
kemungkinan besar disebabkan
karena suplai udara segar ke
dalam ruangan basemen sangat
kurang, sehingga sirkulasi udara
tidak dapat berjalan dengan
baik.
Kasus serupa juga banyak
ditemukan
di
negara-negara
maju
seperti
Amerika.
The
National
Insti-tute
for
Occupational Safety and Health
(NIOSH) sejak tahun 1971 telah
melakukan investigasi indoor air
quality lebih dari 500 gedung
modern di Amerika. Seperti
disajikan pada gambar 15.2,
pada lebih dari 50% investigasi,
keluhan
penghuni
gedung
disebabkan karena
defisiensi
sistem ventilasi atau operasi
sistem ventilasi tidak dapat
b
e
r
j
a
l
a
n
d
e
n
g
a
n
b
a
i
k
.
222
Poor
ventilation
52 %
Gambar
15.1
Kon
disi
Ling
kun
gan
Fisi
k
yan
g
dira
saka
n
oleh
Kar
yaw
an
Fu
3%
M
Inside
pollutant
Gambar 15.2.
Faktor-Faktor
Kualitas Udara
yang
Menyebabkan
Keluhan
Penghuni
Gedung
d
e
n
y
ut
ja
nt
u
n
g
a
d
Unknow
12%
SURVAI
Survei Kualitas Udara di Basemen Hotel
223
te
n
g
g
o
r
o
k
a
n
k
e
ri
n
g
(
d
r
y/
s
o
r
e
t
h
r
o
at
)
s
e
b
e
s
a
r
5
8,
8
SURVAI
2
4
2
Hotel
d
e
b
u
p
a
d
a
b
a
s
e
m
e
n
t
a
d
al
a
h
a
nt
ar
a
1
0
01
3
0
g
/
m
3
d
al
a
m
8
ja
m
.
SURVAI
S
rvei Kualitas Udara di Basemen Hotel
u
225
15.7 Simpulan
15.9 Kepustakaan
American Conference of Govermental Industrial Hygienists
(ACGIH), 1995. Threshold Limit Values and Biological
Exposure Indices, Cincinati, USA.
American Society of Heating, Refrigerating and AirConditioning Engineers (ASHRAE), 1989. Ventilation for
Indoor Air Quality, ASHRAE Standards-62, Atlanta.
Astrand, P.O. and Rodahl, K., 1977. Textbook of Work
KUALITAS
15.8 Saran
SURVAI
V
e
nt
il
at
io
n
a
n
d
Ai
r
C
o
n
di
ti
o
ni
n
g
C
o
d
e,
P
ar
t
2,
A
us
tr
alia.
Sumamur, P.K., 1984. Higene Perusahaan dan Keselamatan
Kerja. Cet. Ke-4, Penerbit PT.Gunung Agung, Jakarta.
Sutajaya, I MD. & Citrawathi, D.M., 2000. Perbaikan Kondisi
Kerja Mengurangi Beban Kerja dan Gangguan pada Sistem
Muskuloskeletal Mahasiswa dalam Menggunakan Mikroskop
di
Laboratorium
Biologi
STKIP
Singaraja.
Dalam:
Wignyosoebroto, S.,Wiratno, S.E. eds. Proceedings Seminar
Nasional Ergonomi. PT. Guna Widya. Surabaya. hal. 239-242.
Tjokronegoro, A. dan Sudarsono, S., 1985. Metodologi Penelitian
Bidang Kedokteran, Ed. 1 Cet. Ke-2, Balai Penerbitan FKUI,
Jakarta.
World Health Organisation (WHO), 1976. Suess, M.J. & Craxford,
Eds. Manual on Urban Air Quality Management, Copenhagen.
Workplace Health and Safety (WHS), 1992. Indoor Air Quality, A
Guide for Healthy and Safe Workplaces, Queensland
Government, Australia.
Victorian Workcover Authority, 1997. Officewise, A Guide to
Health and Safety in The Office, 3rd ed., Melbourne,
Australia.
SURVAI
Survei Kualitas Udara di Basemen Hotel
227
SURVAI
22
8
Su
rv
ei
K
ua
lit
as
U
da
ra
di
Ba
se
m
en
H
ot
el
BAB
16
Pengujian Kualitas
Udara
229
230
231
2.
3.
2.
k
e
rj
a.
1
6
.
4
M
e
t
o
d
e
P
e
n
e
li
ti
a
n
S
u
rv
ai
di
la
k
u
k
a
n
p
a
d
a
2
lo
kasi yaitu ruang kas dan ruang accounting pada Kantor Bank
X. Kedua ruang tersebut terletak pada lantai dasar dari
bangunan gedung berlantai 4. Pengujian faktor fisik meliputi
mikroklimat dan penerangan. Sedangkan pengujian faktor
kimia meliputi kadar gas SO2, NO 2, CO, CO2, Ox sebagai O3,
O2 dan partikel debu. Di samping itu juga dilakukan
wawancara terhadap 23 karyawan yang bekerja di kedua
ruang kerja tersebut. Untuk memudahkan wawancara dengan
karyawan dibuatkan daftar pertanyaan yang berhubungan
dengan kondisi lingkungan kerja.
PENGUJIAN
232
m
e
n
g
g
u
n
a
k
a
n
c
o
v
e
r
la
m
p
s,
s
e
hi
n
g
g
a
in
te
n
si
ta
s
c
6.
PENGUJIAN
Pengujian Kualitas Udara
233
Pernyataan
Keluhan karyawan terhadap kondisi
ruang
kerja:
Suhu ruangan terlalu panas
Suhu ruangan terlalu dingin
Sirkulasi udara kurang
Terdapat bau yang khas
Terdapat debu di ruang kerja
Terdapat suara yang mengganggu
Gangguan kesehatan yang dirasakan
karyawan:
Iritasi saluran pernapasan bagian
atas
Mata perih
Mudah mengantuk
Gangguan konsentrasi
Pekerjaan yang sering dilakukan:
Menggunakan komputer sekurangkurangnya
10% dari total jam kerja
Menggunakan peralatan seperti
mesin hitung,
faximile, dll
Merokok di ruang kerja
Jumla
h
Persentase
(%)
3
1
12
1
6
10
13,04
4,34
52,17
4,34
26,08
43,47
5
2
1
1
21,73
8,69
4,34
4,34
16
69,55
8,69
34,78
k
u
ra
n
g
n
y
a
si
r
k
ul
a
si
u
d
ar
a
s
e
b
a
n
y
a
k
5
2,
1
7
%
;
PENGUJIAN
234
No.
1.
2.
Lokasi
Pengukuran
Ruang
Accounting
Ruang Kas
Standar
Ta
Tb
Tg
ISBB
(oC)
(oC)
(oC)
(oC)
RH
V
(m/det
(%)
)
69
73
5065
0,09
0,12
0,150,4
Keterangan:
Ta: suhu kering; Tb: suhu basah; Tg: suhu radiasi; RH:
relatif humidity (kelembaban relatif); V : kecepatan
gerak udara; ISBB: Indek Suhu Basah dan Bola
Mikroklimat didefinisikan sebagai hasil perpaduan antara
suhu udara, kelembaban, kecepatan udara dan panas radiasi
(Sumamur, 1984). Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan
yang dapat diterima oleh semua karyawan, maka perpaduan
dalam mikroklimat tersebut harus diatur sesuai dengan
standar yang ditetapkan. Untuk negara dengan empat musim,
rekomendasi mikroklimat pada musim dingin adalah suhu
ideal berkisar antara 19-23 oC dengan kecepatan udara antara
0,1-0,2 m/det dan pada musim panas suhu ideal antara 22-24
o
C dengan kecepatan udara antara 0,15-0,4 m/det serta
kelembaban antara 40-60% sepanjang tahun (WHO, 1976;
Grandjen, 1983; WHS, 1992; Grantham, 1992 dan ACGIH,
1995,). Sedangkan untuk negara dengan dua musim seperti
Indonesia, rekomendasi tersebut perlu mendapat koreksi.
M
e
n
u
r
u
t
h
a
si
l
p
e
n
el
it
ia
n
P
U
S
P
E
R
K
E
S
(
1
9
9
5
),
s
PENGUJIAN
Pengujian Kualitas Udara
235
No. Lokasi
Pengukur
an
Jenis
Pekerjaan
Dinding
Membaca,
1 Ruang
menulis,
Accounti komputer,
ng
inspeksi
Ruang
2 Kas
Warna
Membaca,
menulis,
komputer,
menghitung uang
Dinding dari
triplek
berwarna
coklat tua
Dinding dari
triplek
berwarna
coklat tua
Intensita Standa
s
r
Penerang
an
(lux)
(lux)
69-152
300-500
71-181
l
a
m
p
s
h
a
r
u
s
d
i
b
e
r
si
h
k
a
n
s
e
c
a
r
a
r
e
g
u
le
r.
D
i
s
a
PENGUJIAN
236
Lokasi
Pengukuran
Ruang
Accounting
Ruang Kas
Standar
Deb
SO2 NOx Ox
CO CO2 O2
u
3
(ppm
(ppm
(ppm) ) (ppm) ) (ppm) (%)
g/m
0,097
0,6 0,16
7
5
950 19 754
0,055
0,8 0,5
0
6,5 1200 19 809
<2
<3
<100 >19,
<0,1 <10
0
5 <90
Defisiensi
sistem
ventilasi
tersebut
menyebabkan
rendahnya kadar oksigen (O2) pada ruang accounting dan kas
(19%). NIOSH (1984) merekomendasikan kadar minimum O 2
dalam confined space adalah 19,5%. Sedangkan karbon
dioksida (CO2) merupakan produk sisa pernapasan. Meskipun
gas tersebut tidak termasuk polutan, namun dapat
mempengaruhi kenyamanan penghuni gedung. Kadar CO 2
dalam suatu ruangan merupakan indikasi yang tepat untuk
mengetahui efektivitas sistem ventilasi. ASHRAE (1989)
merekomendasikan maksimum kadar CO2 untuk ruang kerja
perkantoran adalah 1000 ppm. Hasil pengukuran kadar CO 2
pada ruang kas adalah 1200 ppm dan pada ruang accounting
950 ppm. Kadar CO2 pada ruang kas telah melampaui standar
yang diperkenankan, sedangkan pada ruang accounting juga
telah mendekati kadar tertinggi dari yang diperkenankan
untuk ruang kerja perkantoran Kondisi tersebut disebabkan
karena pengatur ventilasi yang digunakan adalah AC sentral,
dimana suplai udara segar adalah udara sirkulasi, sehingga
semakin lama suplai udara digunakan maka kadar O 2 semakin
berkurang dan kadar CO2 semakin tinggi. Kadar O 2 yang
rendah dan kadar CO2 yang cukup tinggi tersebut
m
e
n
y
e
b
a
b
k
a
n
r
u
a
n
g
a
n
t
e
r
a
s
a
p
e
n
g
a
b
.
H
il
l,
e
t.
al
PENGUJIAN
Pengujian Kualitas Udara
237
24
jam
adalah
120
g/m3.
NH&MRC
(1982)
8
0
9
g/
m
3
.
A
p
a
bi
la
h
as
il
p
e
n
g
u
k
ur
a
n
te
rs
e
b
ut
di
b
a
n
di
n
g
PENGUJIAN
238
16.6 Simpulan
PENGUJIAN
KUALITAS
16.7 Saran
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
16.8 Kepustakaan
American Conference of Govermental Industrial Hygienists
(ACGIH), 1995. Threshold Limit Values and Biological
Exposure Indices, Cincinati, USA.
American Society of Heating, Refrigerating and AirConditioning Engineers (ASHRAE), 1989. Ventilation for
Indoor Air Quality, ASHRAE Standards-62, Atlanta.
Pengujian Kualitas Udara
239
PUSP
E
R
K
E
S,
1
9
9
5.
Pe
n
el
iti
a
n
K
u
al
it
as
Ik
li
m
K
er
ja
d
a
n
K
PENGUJIAN
240
PENGUJIAN
Pengujian Kualitas Udara
241
PENGUJIAN
24
2
Pe
ng
uji
an
K
ua
lit
as
U
da
ra
BAB
17
243
244
245
A
la
t
p
e
n
g
u
m
p
ul
d
at
a
y
a
n
g
d
u
p
er
g
u
n
a
k
a
n
d
al
a
m
p
e
n
el
iti
DESAIN
26
Desain Troli untuk alat bantu
4angkut di Hotel
3.
4.
Pengaturan ruangan
tanpa mempergunakan troli, kursi
diambil dari ruang
simpan diangkat
dengan tangan ke
arah ruang pelayanan.
Biasanya seorang
karyawan hanya
mampu membawa
dua sampai dengan
empat kursi sekali
jalan, dua kursi di
masin
tangan
pungg
ayuna
langka
kursi y
(gamb
Gambar
Kursi
Menggun
DESAIN
D
sain Troli untuk alat bantu angkut di Hotel
e
247
dapat
diberikan
cover kain
yang
disesuaikan
dengan nuansa
tata ruang
yang
diinginkan.
Dari pertimbangan di
atas, dipilih kursi
merek Chitose, seri
Caesar (gambar 17.3).
DESAI TRO
N
LI
Tr
oli
Pe
ng
angk
ut
Kursi
Hasil pengukuran waktu pengaturan ruangan dan angkatangkut kursi, tanpa alat dan dibandingkan dengan
mempergunakan troli pengangkut kursi dapat dilihat pada
tabel 17.1.
5.
45,2
38,6
6,6
14,6
30m.
18,0
15,4
2,6
14,4
25 m.
32,5
24,4
8,1
24,9
60 m.
Pembahasan
TROLI
17.6
%beda Keterangan
DESAIN
Pengaturan
Ruangan-A
(menit)
Pengaturan
Ruangan-B
(menit)
Pengaturan
Ruangan-C
(menit)
Manu
al
Troli Beda
wakt
u
249
2.
3.
Data Troli
0.58
8.73
TROLI
1.
Ukuran
DESAIN
Data Subyek
Tinggi Badan
(cm.)
Tinggi Bahu
(cm.)
Tinggi siku (cm.)
Tinggi knuckle
(cm.)
Panjang lengan
(cm.)
Panjang
Telapak+
jari (cm.)
Lbr
telapak/metakarpal (cm.)
SB. ( Rerat
) a
3.
2.
3.
17.7 Simpulan
1.
2.
P
e
n
g
g
u
n
a
a
n
d
u
a
b
u
a
h
ro
d
a
p
a
d
a
tr
ol
i
m
as
ih
4.
17.8 Saran
Dari rancangan dan bentuk troli ini ditemukan beberapa
kelemahan yang perlu perbaikan, di antaranya adalah sebagai
berikut.
1. Posisi sumbu pada roda terlampau rendah, sehingga di
2.
DESAIN
Desain Troli untuk alat bantu angkut di
Hotel
251
3.
17.9 Kepustakaan
Astrand & Rodahl K. 1977. Texbook of Work Physiology.
Physiologgical Bases Of Exercise 2nd edt. McGraw-Hill
Book Company. Ney York.
Bagchee, A. edited by: Bhattacharya A., Mc Glothlin J.D.,1996.
Anthropometri,
Occupational Ergonomics Theory and Applications, Marcel
Dekker, Inc. New York: 1-7, 77-87.
Grandjean, E. 1988. Fitting the Task to the Man. Taylor &
TROL
I
Troli
Rekomendasi
DESAIN
arah vertikal.
4. Posisi troli agak rebah
ke
arah tubuh karyawan,
hal ini dimaksudkan
agar
sewaktu mengangkat
tumpukan, kursi tidak
perlu diangkat ke
atas,
tetapi cukup
mempergunakan troli
sebagai pengungkit
tumpukan kursi.
Begitu
juga saat menurunkan
muatan, tumpukan
kursi
tidak perlu diangkat
ke
bawah, tetapi cukup
dengan memiringkan
ke
arah depan,
tumpukan
kursi akan berada di
atas
lantai (gambar 17.5). Gambar 17.5. Sistematika Rancangan
DESAIN
Desain Troli untuk alat bantu angkut di Hotel
253
DESAIN
25
4
De
sa
in
Tr
oli
un
tu
k
al
at
ba
nt
u
an
gk
ut
di
H
ot
el
BAB
18
Analisis Sistem
Manusia-Mesin
255
256
y
a
n
g
ti
n
g
g
i.
S
is
t
e
m
m
a
n
u
si
a
m
e
si
n
y
a
n
g
a
d
a
d
i
a
ir
t
r
a
ff
i
c
c
o
n
ANALISIS SISTEM
Analisis Sistem Manusia-Mesin
257
p
e
n
g
u
k
u
r
a
n
la
n
g
s
u
n
g
t
e
r
h
a
d
a
p
h
a
r
d
w
a
r
e
(t
ANALISIS SISTEM
258
Mesin
ANALISIS SISTEM
Di samping beban
tambahan akibat
kompleksitas interaksi
sistem kerja, ternyata sering
kali operator harus
mendapat beban tambahan
lain berupa ketidakserasian
hardware yang digunakan.
Dalam menggunakan
beberapa alat kontrol,
operator harus melakukan
sikap paksa (menjangkau)
Analisi
diilustrasikan pada
gambar 18.1.
Kondisi demikian
disebabkan karena
alat kontrol tidak
semuanya berada
pada daerah
jangkauan optimum.
Operator harus
melakukan gerakan
mundur antara 100125 cm untuk dapat
melihat monitor
bagian atas. Oleh
karena letak monitor
cukup tinggi,
meskipun sudah
melakukan gerakan
mundur, tetapi sudut
pandang mata masih
terlalu besar,
Gamba
r 18.1.
Geraka
n
Menjang
kau
Berlebihan
Karena
Letak Alat
Kontrol
Tidak
pada
Daerah
Jangka
u
Optimu
m
s Sistem Manusia-Mesin
sehingga menyebabkan
sikap paksa pada daerah
kepala, leher dan bahu.
Kondisi demikian juga
memberikan beban
tambahan yang dapat
menyebabkan
ketidaknyamanan dalam
kerja gambar 18.2.
Beban tambahan lain
juga diterima operator
yang disebabkan oleh
karena kondisi yang
tidak aman, di mana
pengaturan kabel banyak
yang tidak tertanam dan
justru mengganggu
clearance legs. Hal
tersebut menyebabkan
keterbatasan ruang
gerak kaki dan
menyebabkan perasaan
259
t
i
d
a
k
n
y
a
m
a
n
d
a
l
a
m
b
e
k
erja seperti
diilustrasikan pada
gambar 18.3. Di
samping itu alat
kontrol yang
dipasang di bawah
meja, sering
membentur lutut
operator. Landasan
kerja yang
digunakan untuk
penempatan alatalat kontrol,
telepon, dll
Gambar18.2. Stasiun Kerja
yang Menyebabkan Gerakan
Tambahan Disebabkan Area
Kerja di Luar Pandangan
Dan jangkauan Optimum
ANALISIS SISTEM
260
terlalu sempit
dengan lebar 31 cm,
menyebabkan
beberapa alat
komunikasi harus
disusun bertumpuk.
Kondisi demikian
dapat mempersulit
operator dalam
bekerja. Di samping
itu, semua kursi
yang digunakan
operator mempuyai
sandaran tangan
dengan tinggi
antara 66-69 cm
dari lantai. Oleh
karena tinggi ruang
gerak kaki hanya 63
cm, maka kursi
tidak akan dapat
masuk di bawah
meja, sehingga
sandaran
punggung/pinggang
tidak dapat
digunakan secara
sempurna, seperti
diilustrasikan pada
gambar 18.4.
ANALISIS SISTEM
Selain
redesain
stasiun
kerja,
mikroklim
at (suhu
udara,
kelembab
an,
kecepata
n udara,
intensitas
penerang
an
dan
kebisinga
n) harus
dalam
batasbatas
nyaman,
sehingga
kondisi
mikroklim
at
tidak
memberik
an beban
tambahan
bagi
operator.
Khususnya
intensitas
penerangan
umum pada
ruang
ACC
tidak terlalu
menjadi
permasalaha
n.
Hal
tersebut
disebabkan
karena objek
kerja berada
di
sekitar
moni-tor
sehingga
diperlukan
penerangan
lokal.
Sedangkan
operator
lebih
memilih
mengatur
contrast dan
bright
dari
layar
monitor,
dengan
alasan
khususnya
masalah
sistem
manusia-mesin, maka perlu
dilakukan
pendekatan
participatory. Dalam hal ini
setiap
operator
harus
dilibatkan pada setiap langkah
perbaikan, karena merekalah
yang paling tahu masalahmasalah
yang
sedang
dihadapi. Sedangkan pihak
manajemen
perlu
mengembangkan
open
management dengan didasari
pada political will. Partisipasi
dalam ergonomi merupakan
partisipasi aktif dari karyawan
dengan
supervisor
dan
managernya
untuk
menerapkan
pengetahuan
ergonomi di tempat kerjanya
untuk meningkatkan kondisi
lingkungan kerja [Nagamachi,
1993]. Dengan pendekatan
participatory, maka semua
orang yang terlibat dalam unit
kerja akan selalu merasa
terlibat,
berkontribusi
dan
bertanggung jawab tentang
apa yang mereka kerjakan.
Didasarkan pada pendekatan
participatoris
Ternyata para
operator
Mesin
261
m
e
n
ginginkan adanya
perubahan desain
stasiun kerja yang
lebih ergonomis.
Berkaitan dengan
hal tersebut maka
redesain stasiun
kerja yang
diusulkan seperti
pada gambar 18.5
disamping.
18.3.2
Pengaruh
Interaksi
Manusia-Mesin
terhadap Gangguan Sistem Muskuloskeletal
Mengingat sikap kerja operator ACC sebagian besar
adalah duduk statis (pembebanan otot statis), maka
metode
subjektif
untuk
menilai
gangguan
ketidaknyamanan pada sistem muskuloskeletal tepat
untuk digunakan [Corlett, 1992]. Dalam hal interaksi
sistem manusia-mesin, apabila tidak ada keserasian antara
operator dan sarana kerja yang digunakan, maka akan
dapat menyebabkan gangguan pada anggota tubuh
tertentu, lebih lanjut dikenal sebagai gangguan sistem
muskuloskeletal. Gangguan tersebut terjadi oleh karena
terjadinya sikap paksa pada anggota tubuh untuk dapat
menyesuaikan atau mengoperasikan alat kerja, seperti
gerakan menjangkau, membungkuk, memutar badan yang
terjadi berulang-ulang.
Dari hasil pengisian kuesioner Body Map sebagian
operator mengalami gangguan sistem muskuloskeletal.
Kenyerian atau keluhan pada otot skeletal yang dominan
adalah pada bagian pinggang (83,33%), punggung
(66,67%), bahu kanan dan bokong (58,33%), leher atas
dan lengan kanan atas (50%), dan anggota tubuh lainnya
kurang dari 50%. Sedangkan hasil pengisian kuesioner
Body Map dengan 4 skala likert (pre-posttest), didapatkan
rerata skor sebelum kerja sebesar 32,50 6,65 dan setelah
kerja sebesar 36,67 6,17. Dengan uji t-paired ternyata
perbedaan rerata skor tersebut signifikan dengan t hitung
=
3,
4
4,
p
=
0,
0
0
6.
P
a
d
a
p
e
n
el
it
ia
n
s
e
b
el
u
m
n
y
a
d
il
a
p
o
r
k
a
n
b
a
h
w
a
h
a
ANALISIS SISTEM
262
a
d
al
a
h
ri
n
g
a
n
d
e
n
g
a
n
r
e
r
a
t
a
d
e
n
y
u
t
n
a
d
i
k
e
ANALISIS SISTEM
18.3.4 Pengaruh Shift Malam terhadap Kelelahan
Subjektif
Secara fungsional seluruh organ pada siang hari
adalah dalam keadaan siap beraktivitas (ergotropic
phase), sedangkan pada malam hari adalah sebaliknya
(tro-photropic phase) yaitu fungsi tubuh secara alamiah
akan beristirahat untuk penyegaran [Grandjean, 1993].
Oleh karena beberapa alasan baik teknis, ekonomi
maupun sosial, maka kerja pada malam hari sering kali
tidak dapat dihindarkan. Kondisi tersebut sering
menyebabkan berbagai gangguan, seperti gangguan
fisiologis (kualitas tidur rendah, kapasitas fisik dan mental
turun,
gangguan
saluran
pencernaan),
gangguan
psikologis, sosial maupun gangguan performansi kerja
[Rutenfranz, 1991]. Secara umum gangguan fisiologis
yang paling dominan dialami oleh pekerja malam adalah
terjadinya kelelahan dan gangguan performansi kerja.
Dari hasil pengisian kuesioner kelelahan subjektif
(30 item), dapat dijelaskan sebagai berikut.
1 Pada kelompok 10 item pertama (pelemahan
kegiatan), persentase adanya kelelahan subjektif
cukup tinggi dengan kisaran persentase antara
16,67 - 83,33%. Dari 10 item tersebut 9 item
pertanyaan mempunyai persentase lebih dari 50%.
2 Pada kelompok 10 item ke dua (pelemahan
motivasi), persentase adanya kelelahan subjektif
relatif kecil dengan kisaran persentase antara 8,33 66,67%. Dari 10 item pertanyaan tentang pelemahan
motivasi tersebut 9 item pertanyaan mempunyai
persentase kurang dari 50%.
3 Pada kelompok 10 item ke tiga (kelelahan fisik),
persentase adanya kelelahan subjektif juga cukup
tinggi dengan kisaran antara 25,00 - 83,33%. Dari
1
0
it
e
m
t
e
r
s
e
b
u
t
5
it
e
m
p
e
rt
a
n
y
a
a
n
m
e
m
p
u
n
ANALISIS SISTEM
264
k
o
n
st
a
n
si
a
n
t
a
r
a
s
e
b
el
u
m
k
e
rj
a
d
a
n
s
e
t
el
a
h
k
e
18.4 Simpulan
Dari hasil dan pembahasan seperti tersebut di atas
dapat disimpulkan hal-hal sebagai tersebut berikut ini.
1. Terjadi interaksi yang kurang serasi antara manusiamesin pada operator ACC. Terbukti masih banyak sikap
paksa pada operator waktu kerja seperti; gerakan
menjangkau berlebihan, melihat monitor dengan sudut
pandang yang terlalu besar dan tulang belakang tidak
dapat tersandar dengan baik waktu duduk.
ANALISIS SISTEM
Analisis Sistem Manusia-Mesin
2.
3.
4.
5.
6.
265
18.5 Saran
Dari hasil penelitian ini dapat disarankan hal-hal
sebagai tersebut di bawah
ini.
1. Perlu segera dipertimbangkan secara mendalam
oleh pihak manajemen, redesain stasiun kerja yang
didasarkan pada kemampuan, kebolehan dan
batasan manusia pemakai, termasuk antropometri
operator setempat. Hal ini dimaksudkan untuk
menghilangkan sikap paksa waktu kerja.
2. Perlu dilakukan pendekatan participatoris yang
melibatkan seluruh komponen (operator, supervisor
dan para manager) dalam setiap perbaikan kondisi
k
e
rj
a.
U
n
t
u
k
m
e
n
g
u
r
a
n
g
i
k
e
l
e
l
a
h
a
n
d
a
n
m
e
n
j
18.6 Kepustakaan
Chavalitsakulchai,
P.
&
Shahnavaz,
H.
1991.
Musculoskeletal Discomfort and Feeling of Fatigue
among Female Professional Workers: The Need for
Ergo-nomics Consideration. Journal of Human
Ergology (20): 257-264.
Christensen, E.H. 1991. Physiology of Work. Dalam:
Parmeggiani, L. ed.
Encyclopaedia of Occupational Health and Safety,
Third (Revised) edt. ILO, Geneva: 1698-1700.
Corlett, E.N. 1992. Static Muscle Loading and
Evaluation of Posture. Dalam: Wilson, J.R. & Corlett,
E.N. eds. Evaluation of Human Work, A Practical
Ergo-nomics methodology. Taylor & Francis Great
Britain: 544-570.
ANALISIS SISTEM
266
M
a
r
a
s
s,
W
.
S
.
e
t
a
l.
e
d
s.
T
h
e
E
r
g
o
n
o
m
i
c
s
O
f
ANALISIS SISTEM
Analisis Sistem Manusia-Mesin
267
ANALISIS SISTEM
26
8
An
ali
sis
Si
st
e
m
M
an
us
iaM
es
in
BAB
19
269
270
271
PENGARUH
SARANA
KERJA
2.
3.
1.
2.
3.
berikut.
Diperoleh data tentang sarana kerja, posisi kerja dan suhu
lingkungan di ruang kerja penyetrika.
Diperoleh gambaran awal tentang pengaruh sarana kerja,
posisi kerja dan suhu lingkungan terhadap beban kerja
dan kelelahan yang timbul akibat pekerjaan menyetrika.
Dapat menentukan langkah-langkah perbaikan kondisi
kerja tersebut dalam upaya mengurangi beban kerja dan
kelelahan bagi penyetrika.
272
0,
0
1
d
et
ik
di
g
u
n
a
k
a
n
u
nt
u
k
m
e
n
g
hi
tu
n
g
d
e
n
y
ut
n
a
4.
5.
6.
7.
8.
di.
Reaction timer merk Lakassida, buatan Indonesia,
dengan ketelitian 0,01 mm detik, untuk mengukur
kecepatan reaksi terhadap rangsang suara dan cahaya
psychomotor test.
Questempo10 digital - area heat stress monitor serial
No.:JX020004 buatan Amerika dengan ketelitian 0,1O C,
untuk mengukur suhu kering, suhu basah, suhu radiasi,
kelembaban dan ISBB.
Termometer kata (H) F:390 buatan Jepang untuk
mengukur kecepatan udara
Alat tulis untuk mencatat data.
Kamera merk pentax ESPIO 90 MC buatan Jepang, untuk
mendokumentasikan sikap kerja dan alat kerja.
PENGARUH SARANA
Pengaruh Sarana Kerja
1.
2.
3.
4.
273
1
2
3
4
5
Mata Ukur
Posisi berdiri
Tinggi badan
Tinggi mata
Tinggi bahu
Tinggi siku
Pj pegangan
152,4
143,6
125,9
97,5
57,1
158,6
149,2
130,5
103,5
58,6
7,84
8,13
6,37
6,55
1,77
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
tang
Leb
Leb
Pos
Ting
Ting
dud
Ting
dud
Ting
Ting
dud
Pan
dep
Pan
atas
Pan
baw
Ting
PENGARUH SARANA
274
2.
3.
4.
7
203
Sekitar 80% waktu kerja dilakukan dengan posisi duduk
8
229
9
199
dan selebihnya dilakukan dengan posisi berdiri, berjalan,
10
200
jongkok, mengangkat dan mengangkut bahan setrikaan.
11
217
Waktu kerja adalah 7 jam/hari dengan istirahat siang
12
209
selama 1 jam.
Sarana kerja (meja-kursi) setrika tidak ada yang
Mean 235,
adjustable. Ukuran meja setrika yang dipakai untuk sikap
kerja duduk adalah tinggi berkisar antara 70-78 cm
SB
38,2
dengan panjang dan lebar sangat bervariasi. Kursi yang
Keterang
digunakan sebagian besar adalah kursi dengan bentuk
a
bulat dan segi empat, tanpa sandaran pinggang dan
sandaran tangan. Tinggi kursi berkisar antara 40-46 cm
n
dengan diameter 35-40 cm.
:
Hasil pengukuran reaksi rangsang suara dan rangsang
S
cahaya dan hasil penghitungan denyut nadi pada saat
e
sebelum dan sesudah kerja disajikan pada tabel 19.2.
b
:
Tabel 19.2. Hasil Pengukuran Reaksi
s
Rangsang Suara dan Cahaya
serta Denyut Nadi.
e
b
Reaksi Rangsang Reaksi Rangsang
e
Suara
Cahaya
Denyut Nadi
(mmdet
(mmdet
l
No.
)
)
(denyut/menit) u
Bed
m
Seb Sed a
Seb Sed Beda Seb Sed Beda ,
1
307 404 97 214 412 198
78
98 20
S
2
261 272 11 282 325 43
82 102 20
e
3
255 379 124 206 232 26
78
98 20
d
4
236 249 13 219 236 17
80 100 20
:
5
301 325 24 326 412 83
84 106 22
s
6
205 268 63 260 262
2
80 104 24
5.
PENGARUH SARANA
Pengaruh Sarana Kerja
275
st
at
is
ti
No.
Lokasi
Ta
Tb
Tg
ISBB
RH
V
(OC)
(OC)
(OC)
(OC)
(%)
(m/det) k
1
CV.Lestari
30,8
27,6
32,3
29,0
79
0,27 d
2
CV. Mas Intan
31,2
28,7
32,9
29,9
82
0,14
e
3
Andre Garmen
32,1
29,0
33,4
30,3
80
0,09
n
Keterangan:
g
Ta: Suhu Kering ISBB: Indek Suhu Bola Basah
a
Tb: Suhu Basah RH: Relatih Humidity
n
Tg: Suhu Bola
V: Kecepatan Udara
tp
19.6 Pembahasan
ai
19.6.1 Penilaian terhadap Beban Kerja
r
Berat ringannya beban kerja sangat dipengaruhi oleh
e
jenis aktivitas (beban kerja utama), dan lingkungan kerja
d
(beban tambahan). Menurut Astrand & Rodalh (1977);
te
Sumamur (1982) dan Grandjean (1993) salah satu
st
pendekatan untuk mengetahui berat ringannya beban kerja
te
adalah dengan menghitung nadi kerja, konsumsi oksigen,
r
kapasitas ventilasi paru atau suhu inti tubuh. Pada batas
n
tertentu ventilasi paru, denyut jantung dan suhu tubuh
y
mempunyai hubungan yang linier dengan konsumsi oksigen
at
atau pekerjaan yang dilakukan.
a
Dari hasil penghitungan denyut nadi didapatkan rerata
p
denyut nadi kerja sebesar 100,3 denyut/menit. Berdasarkan
e
rerata denyut nadi kerja tersebut maka pekerjaan menyetrika
ni
dalam kategori beban kerja sedang. Dibandingkan dengan
n
rerata denyut nadi istirahat (80,7 denyut/menit) ternyata
g
terdapat
peningkatan
denyut
nadi
sebesar
19,67
k
denyut/menit atau meningkat sebesar 24,4%. Pada uji
at
Tabel 19.3. Data Pengukuran Mikroklimat Pada
Perusahaan Garmen
PENGARUH SARANA
276
8,
9
c
m
.
A
g
ar
tu
n
g
k
ai
b
a
w
a
h
ti
d
a
k
m
e
n
g
g
a
nt
u
PENGARUH SARANA
engaruh Sarana Kerja
P
277
ju
g
a
b
er
p
e
n
g
ar
u
h
te
r
h
a
d
a
p
ti
n
g
k
at
k
e
n
y
a
m
a
n
PENGARUH SARANA
278
19.7 Simpulan
1.
m
e
n
y
et
ri
k
a
m
e
n
y
e
b
a
b
k
a
n
k
er
ja
st
at
is
d
a
n
st
r
e
n
2.
3.
4.
uous.
Ukuran sarana kerja (meja-kursi) setrika yang digunakan
tidak sesuai dengan anthropometri pemakainya, sehingga
menyebabkan sikap paksa.
Beban kerja untuk pekerjaan menyetrika termasuk dalam
kategori sedang.
Pengaruh posisi kerja statis, ukuran sarana kerja yang
tidak anthropometris, dan suhu lingkungan panas
menyebabkan
beban
kerja
meningkat
sehingga
menyebabkan kelelalan bagi para pekerja.
19.8 Saran
Penelitian ini baru pada tingkat observasi dan
pengukuran awal. Untuk membuktikan apakah terjadinya
sikap paksa, meningkatnya beban kerja dan terjadinya
gangguan sistem muskuloskeletal dan kelelahan yang dialami
oleh tenaga kerja tersebut betul-betul disebabkan oleh faktorfaktor seperti tersebut di atas, maka perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut berupa perbaikan posisi kerja, sarana
kerja dan lingkungan kerja.
PENGARUH SARANA
Pengaruh Sarana Kerja
279
19.9 Kepustakaan
American Conference of Govermental Industrial Hygienists,
1995. Threshold Limit Values and Biological Exposure
Indices. ACGIH, Cincinati, USA.
Adiputra, N.; Sutjana, D.P. & Manuaba, A., 2000. Ergonomics
Intervention in Small-Scale Industry in Bali. Dalam: Lim,
K.Y. eds. Proceedings of the Joint Conference of APCHI
and ASEAN Ergonomics, Singapore. hal.404-408.
Astrand, P.O. and Rodahl, K., 1977. Textbook of Work
Physiology-Physiological Bases of Exercise, 2nd ed.
McGraw-Hill Book Company. USA. hal. 449-480.
Bernard, T.E., 1996. Occupational Heat Stress. Dalam:
Bhattacharya, A. and McGlothlin, J.D. Eds. Occupational
Ergonomics, Marcel Dekker, Inc. USA. hal.195-218.
Grandjean, E., 1993. Fitting the Task to the Man, 4th ed.
Taylor & Francis Inc. London.
Kroemer, K.H.E., 1994. Ergonomics How to Design for Ease
and Effeciency. Prentice Hall International, Inc. USA
Manuaba, A., 1998. Bunga Rampai Ergonomi Vol. I dan II
Universitas Udayana, Denpasar.
Nazir, M., 1988. Metodologi Penelitian, Cet. Ke-3. Ghalia
Indonesia.
NOHSC, 1992. Guidance Note for the Prevention of
Occupational Overuse Syn-drome in The Manufacturing
Industry, Worksafe, Australia, NOHSC:3015.
Onishi, N., 1991. Japans Modern Industrial Approach to Low
Back Pain Prob-lems. J. Human Ergol., 20: 103-108.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja. No. 15, 1999. Nilai Ambang
B
at
a
s
F
a
kt
or
Fi
si
k
di
T
e
m
p
at
K
er
ja
,
Ja
k
ar
ta
.
Setya
w
at
PENGARUH SARANA
280
PENGARUH SARANA
Pengaruh Sarana Kerja
281
PENGARUH SARANA
28
2
Pe
ng
ar
uh
Sa
ra
na
Ke
rja
BAB
20
Analisis Pengaruh
Aktivitas Angkat
283
284
Analisis Pengaruh
ktivitas Angkat di
Pelabuhan
20.1 Pendahuluan
Dalam
rangka
menghasilkan
pertumbuhan
ekonomi yang maksimal, pembangunan bangsa
Indonesia dewasa ini lebih dikonsentrasikan pada
pengembangan dan pendayagunaan Sumber Daya
Manusia
(SDM).
Seiring
dengan
program
pengembangan dan pendayagunaan SDM tersebut,
pemerintah juga memberikan jaminan kesejahteraan,
kesehatan dan keselamatan kerja melalui berbagai
bentuk peraturan dan perundang-undangan di bidang
ketenagakerjaan.
Namun
demikian
dalam
pelaksanaannya masih banyak ditemukan berbagai
bentuk penyimpangan, sehingga jaminan kesejahteraan,
kesehatan dan keselamatan kerja para pekerja sering
diabaikan. Pekerjaan angkat dan angkut merupakan
salah satu contoh dari sekian banyak kondisi kerja yang
masih perlu mendapat perhatian. Seperti kita ketahui
bahwa jenis pekerjaan angkat dan angkut merupakan
salah satu aktivitas tertua dari kegiatan manusia seharihari. Khususnya di pelabuhan Benoa, pekerjaan angkat
dan angkut melibatkan ratusan pekerja untuk bongkar
muat baik dari kapal maupun dari kontainer. Di samping
pekerjaan bongkar muat merupakan pekerjaan fisik
yang berat, faktor-faktor lain seperti kondisi kerja dan
lingkungan
kerja
yang
tidak
ergonomis
juga
memberikan beban tambahan kepada para pekerja.
Masalah-masalah tersebut di atas apabila tidak
dikendalikan dengan baik, akan dapat memberikan stres
kepada pekerja yang melampaui batas kemampuannya,
pada
akhirnya
dapat
menyebabkan
gangguan
kenyamanan, kesehatan dan keselamatan para pekerja.
Bahwa pekerjaan manual handling dan lifting merupakan
penyebab utama terjadinya cedera tulang belakang (back
pain) . Di samping itu sekitar 25% kecelakaan kerja juga
terjadi akibat pekerjaan material manual handling [Pulat,
1992 dan Helander, 1995]. Sebelumnya dilaporkan bahwa
sekitar 74% cedera tulang belakang disebabkan oleh
karena
aktivitas
mengangkat
(lifting
activities)
[
G
r
a
n
dj
e
a
n
,
1
9
9
3
].
M
e
n
g
i
n
g
a
t
ti
n
g
g
i
n
y
a
r
e
si
k
o
c
e
d
e
r
a,
k
h
u
s
u
s
n
y
a
c
ANALISIS PENGARUH
3)
H
a
si
l
p
e
n
g
u
k
u
r
a
n
r
e
a
k
si
r
a
n
g
s
a
n
g
s
u
a
r
a
d
a
n
c
a
h
a
4)
ANALISIS PENGARUH
Gambar 20.1. Landasan Angkat
Terlalu
Rendah dan Cara Angkat Salah
Menyebabkan
Posisi Angkat Membungkuk
S
e
Mengingat banyaknya
c
kasus dan
a
tingginya biaya akibat
r
kenyerian
a
tulang belakang, kondisi
g
tersebut harus mendapat
perhatian yang serius.
a
ri
angkat yang baik harus
s
memenuhi dua prinsip
b
kinetis.
e
Pertama, beban
s
diusahakan
a
menekan pada otot
r
tungkai yang
t
kuat dan sebanyak
e
mungkin otot
k
tulang belakang yang
n
i
lemah dibebaskan dari
k
pembebanan. Kedua,
t
momene
tum gerak badan
r
dimanfaatkan
s
untuk mengawali gerakan.
e
Untuk mencegah terjadi
b
kerusakan tulang
belakang lebih
u
lanjut, maka harus
t
memberikan
a
d
pengertian dan penjelasan
a
kepada para pekerja
l
tentang
a
teknik mengangkat yang
h
benar.
s
e
tinggi rak
landasan
semen yang
diangkut
forklift
ditinggikan
dari 12 cm
menjadi 40 cm;
atau dengan
menumpuk 3
rak semen
kosong sebagai
landasan.
ANALISIS PENGARUH
2)
287
n
a
di
k
e
rj
a,
k
o
n
s
u
m
si
o
k
si
g
e
n
,
k
a
p
a
si
t
a
ANALISIS PENGARUH
288
Angkat
m
e
n
u
r
u
n
k
a
n
m
a
t
e
ri
al
[
P
u
la
t,
1
9
9
2
].
2
0
.
3
.
5
P
e
ANALISIS PENGARUH
2.
waktu reaksi rangsang suara sebesar 54,33 mmdet
(20,57%). Pemanjangan waktu reaksi rangsang suara
tersebut secara statistik adalah signifikan dengan nilai t
hitung 5,77 dan p=0,000. Pengukuran reaksi rangsang
cahaya didapatkan rerata sebelum kerja sebesar 271,63
mmdet dan setelah kerja sebesar 321,75 mmdet.
Sehingga terdapat pemanjangan waktu reaksi rangsang
cahaya sebesar 50,13 mmdet (18,46%). Pemanjangan
waktu reaksi cahaya tersebut secara statistik juga
signifikan dengan nilai t hitung 3,93 dan p=0,001.
Terjadinya pemanjangan waktu reaksi rangsang suara
dan cahaya tersebut menunjukkan bahwa tenaga kerja
mengalami kelelahan setelah bekerja. Hasil penelitian
ini sesuai dengan penelitian Setyawati (2000) yang
menyatakan bahwa tingkat kelelahan pada pekerja
pembatik dengan sikap kerja tidak ergonomis lebih
tinggi dari pada pekerja yang bekerja dengan sikap
tubuh alamiah.
Dari uraian tersebut di atas dapat ditegaskan bahwa
setelah bekerja 3 kali shift (masing-masing shift kerja
sekitar 60 menit-istirahat 45 menit), ternyata pekerja
bongkar muat msih mengalami kelelahan yang cukup
signifikan. Untuk mengatasi keadaan tersebut, perlu
dilakukan pengendalian secara administratif, yaitu
menyediakan tempat yang teduh untuk digunakan pada
saat pekerja istirahat, sehingga terjadi pemulihan
segera setelah bekerja pada tiap shifnya.
20.4 Simpulan
T
e
k
n
i
k
c
a
r
a
m
e
n
g
a
n
g
k
a
t
d
a
n
k
e
ti
n
g
g
ia
n
la
n
d
a
s
a
3.
4.
5.
20.5 Saran
ini.
1.
2.
3.
ANALISIS PENGARUH
290
Angkat
4.
5.
6.
20.6 Kepustakaan
American Conference of Govermental Industrial
Hygienists, 1991. Threshold Limit Values and
Biological Exposure Indices. ACGIH, Cincinati,
USA.
Astrand, P.O. and Rodahl, K. 1977. Textbook of Work
Physiology-Physiological Bases of Exercise, 2nd edt.
McGraw-Hill Book Company. USA: 449-480.
Bernard, T.E., 1996. Occupational Heat Stress. Dalam:
Bhattacharya, A. and McGlothlin, J.D. Eds.
Occupational Ergonomics, Marcel Dekker, Inc.
USA:195-218.
Grandjean, E. 1993. Fitting the Task to the Man, 4th
edt. Taylor & Francis Inc. London: 104-114.
Helander, M. 1995. A Guide to the Ergonomics of
Manufacturing. Taylor & Francis, Great Britain: 3954.
Konz, S. 1996. Physiology of Body Movement. Dalam:
Bhattacharya, A and McGlothlin, J.D. Eds.
O
c
c
u
p
a
ti
o
n
a
l
E
r
g
o
n
o
m
i
c
s,
M
a
r
c
e
l
D
e
k
k
e
r,
Inc. USA:47-61.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 15, 1999. Nilai
Ambang Batas Faktor Fisik di Tempat Kerja,
Jakarta.
Pulat, B.M. 1992. Fundamentals of Industrial
Ergonomics. Hall International, Englewood Cliffs,
New Jersey, USA: 52-56.
Setyawati, L. 2000. Pengaruh Pengadaan Peralatan
Ergonomis terhadap Tingkat Kelelahan Kerja dan
Stress Psikososial. Dalam: Wignyosoebroto, S. &
Wiratno, S.E., Eds. Proceedings Seminar Nasional
Ergonomi. PT. Duna Widya. Surabaya: 94-99.
Sudiajeng, L., Tarwaka, Hadi, S. 2001. Ergonomics
Evaluation of Lifting and Car-rying in Traditional
Pouring Concrate Slab for Multilevel Building.
Dalam: Sutajaya, M. ed. National-International
seminar on Ergonomic-Sports Physiology, Udayana
University Press, Denpasar: 31-37.
Thurman, J.E., Louzine, A.E. & Kogi, K. 1988. Higher
Productivity and a Better Place to Work. Action
manual. International Labour Office, Geneva: 2532.
Waters, T.R. & Putz-Anderson, V. (1996). Manual
Material Handling. Dalam: Bhattacharya, A and
McGlothlin, J.D. Eds. Occupational Ergonomics,
Marcel Dekker, Inc. USA:329-346.
ANALISIS PENGARUH
Analisis Pengaruh Aktivitas Angkat
291
ANALISIS PENGARUH
29
2
An
ali
sis
Pe
ng
ar
uh
Ak
tiv
ita
s
An
gk
at
BAB
21
Penilaian Ambang
Dengar Tenaga Kerja
293
294
enaga Kerja
Terpapar Kebisingan Intensitas
Rendah
(Di Bawah NAB)
S
e
d
a
n
g
k
a
n
f
a
k
t
o
r
e
k
s
t
e
r
n
a
l
d
a
p
a
t
m
el
i
p
u
ti
ti
n
g
k
a
t
i
n
t
e
n
si
t
PENILAIAN AMBANG
Untuk mengetahui apakah seseorang yang mengalami
penurunan daya dengar disebabkan karena umur atau akibat
pemajanan
kebisingan
perlu
dilakukan
pemeriksaan
audiometri dan dilihat pada frekuensi- frekuensi berapa
seseorang tidak mampu mendengar. Namun dalam penelitian
ini hanya difokuskan pada analisis perbedaan rerata ambang
dengar antara kelompok umur dan kelompok masa kerja
yang menggambarkan lamanya pemaparan terhadap
pemajanan kebisingan <85 dB(A).
P
e
m
e
ri
k
s
a
a
n
a
u
d
i
o
m
e
tr
i
t
e
r
h
a
d
a
p
3
0
o
r
a
Telinga Kanan
Telinga Kiri
25,5
21,0
16,0
16,0
16,5
27,7
23,3
19,5
21,8
18,6
32,7
30,0
21,7
25,6
28,9
Uji
Statistik
Anova (p)
24,0
19,0
17,0
15,5
16,5
25,5
21,8
19,5
20,9
19,5
31,6
27,8
26,7
29,4
30,6
Teling
a
Telinga
Kana
n
Kiri
0,010
0,001
0,008
0,008
0,000
0,004
0,011
0,008
0,002
0,000
PENILAIAN AMBANG
296
i
n
t
Ambang Dengar (dB) terhadap Masa
Uji
e
Kerja
Statistik n
Anova si
Freq
Telinga Kanan
Telinga Kiri
(p)
t
1Teling
a
(Hz) 1-5th 6-10th >10th 5th 6-10th>10th a
Telinga
s
(n=10
(n=10 (n=10 (n=10 (n=10 Kana
k
)
(n=10)
)
)
)
)
n
Kirie
500 25,5 26,0 27,2 24,0
24,5 28,0 0,119 0,065
b
1000 21,0 23,5 26,0 19,0
21,5 23,5 0,045 0,178
is
2000 16,0 18,5 20,5 17,0
17,0 23,5 0,036 0,043
i
4000 16,0 20,0 24,0 15,5
18,0 26,5 0,022 0,006
n
8000 16,5 16,5 23,5 16,5
16,5 25,0 0,013 0,005
g
a
n
21.4 Pembahasan
<
Pengaruh
dari
pemajanan
kebisingan
pada
7
intensitas yang melebihi NAB sudah jelas yaitu berupa
5
kehilangan daya dengar baik sementara maupun
d
permanen. Semakin tinggi intensitas dan semakin lama
B
terpajan kebisingan maka akan semakin tinggi ambang
(
dengarnya (Grandjean, 1993). Bagi tenaga kerja yang
A
tidak pernah terpajan kebisingan, seperti karyawan kantor
)
dan sejenisnya, penurunan daya dengar yang terjadi
m
kemungkinan besar disebabkan karena faktor usia. Tetapi
e
bagi tenaga kerja yang sering terpajan kebisingan
s
meskipun masih dibawah NAB (<85 dBA) pengaruhnya
ki
terhadap daya dengar masih belum jelas. Sebagai
p
gambaran awal pada consensus conferece of noise &
u
hearing loss (1990) telah disimpulkan bahwa pada tingkat
Tabel 21.2. Rerata Ambang Dengar (dB) Audiometri Tenaga Kerja
terhadap Masa kerja Pada Berbagai Frekuensi Pemeriksaan.
PENILAIAN AMBANG
rerata ambang dengar antara kelompok umur 31-40th
dan 41-50th tidak signifikan (p>0,05) hanya pada
frekuensi 2000 dan 4000 Hz. Sedangkan rerata ambang
dengar antara kelompok umur 21-30th dan 41-50th
adalah berbeda bermakna (p<0,05) pada seluruh
frekuensi baik telinga kanan maupun kiri.
Hal yang hampir sama ditunjukkan oleh hasil
penelitian Plakke & Dare (1992) tentang penurunan
daya dengar pada para petani, dimana kenaikan
ambang dengar lebih tinggi pada kelompok umur 50th
dibandingkan kelompok umur 40th dan 30th. Demikian
juga dari hasil penelitian Suwarno (2000) bahwa
kenaikan ambang dengar tenaga kerja laki-laki akibat
usia terjadi mulai pada kelompok umur 36-45th.
r
e
r
a
t
a
a
m
b
a
n
g
d
e
n
g
a
r
t
e
n
a
g
a
k
e
rj
a
A
m
e
PENILAIAN AMBANG
Sedangkan rerata ambang dengar tertinggi tenaga
kerja Amerika terjadi pada frekuensi 4000Hz (akibat
pemajanan kebisingan). Pulat (1992) dan Grandjean
(1993) menyatakan bahwa ambang dengar meningkat
secara progresif dengan umur. Dari audiogram hasil
penelitian tersebut jelas nampak bahwa usia sangat
berpengaruh terhadap tingkat ambang dengar tenaga
kerja, karena hasil audiogram tidak menunjukkan
kenaikan ambang dengar pada frekuensi 4000 Hz..
21.4.2 Pengaruh Masa Kerja terhadap Ambang
Dengar
Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa lamanya waktu
pemajanan terhadap kebisingan dengan intensitas tinggi
berpengaruh terhadap penurunan daya dengar. Semakin
lama terpajan dengan kebisingan akan semakin tinggi
ambang dengar (dB) seseorang. Dalam penelitian ini akan
dibahas apakah lamanya waktu pemajanan terhadap
kebisingan <85dB(A) berpengaruh terhadap ambang
dengar (dB) tenaga kerja. Dalam hal ini lamanya waktu
pemapajan diasumsikan dalam masa kerja
Dari audiogram yang diilustrasikan pada gambar
21.3 dapat dijelaskan bahwa rerata ambang dengar
telinga kanan dan kiri dari seluruh kelompok masa
kerja (1-5th, 6-10th dan >10th) berbeda bermakna
(p<0,05) pada frekuensi 2000, 4000 dan 8000 Hz.
Sedangkan pada frekuensi rendah (500 dan 1000 Hz)
ketiga kelompok tidak ada perbedaan yang signifikan
(p>0,05). Lebih lanjut dari Post Hoc Tests dapat
dijelaskan bahwa perbedaan antara kelompok 1-6th dan
5-10th dari seluruh frekuensi tidak signifikan (p<0,05).
A
n
t
a
r
a
k
e
l
o
m
p
o
k
6
1
0
t
h
d
a
n
>
1
0
t
h
j
u
g
a
ti
PENILAIAN AMBANG
Gambar 21. 3. Grafik
Audiometri Telinga
Kanan dan Kiri Pada
Tenaga Kerja
Terpajan
Kebisingan
Dibawah NAB
Menurut Kelompok
Masa Kerja
Untuk
mengetahui
pengaruh kenaikan ambang
dengar tersebut disebabkan
karena
lamanya
waktu
pemajanan (masa kerja)
perlu dibandingkan dengan
hasil
lain.
Sebagai
pembanding diambil salah
satu
penelitian
tentang
penurunan daya
W
H
O
(
1
9
9
5
)
m
e
m
b
e
ri
k
a
n
st
a
n
d
a
r
b
a
h
w
a
a
p
a
b
il
a
s
e
s
e
o
r
a
n
g
m
PENILAIAN AMBANG
300
Plog,
21.5 Simpulan
B
.
Dari pembahasan tersebut diatas dapat disimpulkan
hal-hal sebagai berikut:
A
1.
Rerata ambang dengar (dB) tenaga kerja yang
.
terpajan kebisingan <85dB(A) lebih tinggi pada
(
frekuensi rendah (500 dan 1000 Hz) dan frekuensi
1
tinggi (8000 Hz) dari pada frekuensi 4000 Hz.
9
2.
Kenaikan ambang dengar pada kelompok umur 469
50th lebih tinggi dari pada kelompok umur 31-40th
5
dan 21-30th.
).
3.
Kenaikan ambang dengar pada kelompok masa
F
kerja >10th juga lebih tinggi dari pada kelompok
u
masa kerja 6-10th dan 1-5th.
n
4.
Terdapat hubungan yang kuat antara usia dengan
masa kerja.
d
5.
Kenaikan ambang dengar tenaga kerja tersebut
a
disebabkan karena usia/masa kerja (age deafness),
m
dan bukan karena pemajanan kebisingan (noise
e
deafness).
n
6.
Terpajan kebisingan dibawah 85 dB(A) untuk
t
sementara tidak menyebabkan penurunan fungsi
a
pendengaran secara menetap.
ls
o
21.6 Kepustakaan
f
American Conference of Govermental Industrial
I
Hygienists, 1995. Threshold Limit Values and
n
Biological Exposure Indices, ACGIH, Cincinati,
d
USA.
u
American Industrial Hygiene Association, 1975.
s
Industrial Noise Manual, 3rd ed., AIHA, USA.
t
Dobie, R.A., 1995. Prvention of Noise-Induced Hearing
ri
Loss, Arch Otolaryngol Head Neck Surg, 121:385a
391.
l
Grandjean, E., 1983. Fitting the Task to the Man, 4th ed.
H
Taylor & Francis Inc. London. (p: 272-296).
y
Patrick, E. et.al. 1990. Noise and Hearing Lossg
Consensus Conference, Journal of The American
i
Medical Association (JAMA), 263(23):3185-3190.
e
Plakke, B.L.& Dare, E., 1992. Occupational Hearing
n
Loss in Farmers, Public Health Reports, 107(2):
e
188-192.
,
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 15, 1999. Nilai
T
Ambang Batas Faktor Fisik di Tempat Kerja,
h
Jakarta.
PENILAIAN AMBANG
Penilaian Ambang Dengar Tenaga Kerja
301
PENILAIAN AMBANG
30
2
Pe
nil
ai
an
A
m
ba
ng
De
ng
ar
Te
na
ga
Ke
rja
BAB
22
303
304
D
e
n
g
a
n
d
e
m
i
k
i
a
n
p
e
r
l
u
d
i
p
il
i
h
d
a
n
d
i
c
a
r
i
j
e
n
i
s
k
i
n
i
s
e
b
a
n
y
a
k
1
0
(
s
e
p
u
l
u
h
)
j
e
n
i
s
,
m
a
3
4
5
6
7
8
9
10
3.
TYPE
Kancing
Rerata
BUKA
(Menit)
Rerata
PASANG
(Menit)
Buka +
Psg
(Menit)
1
2
A
B
1.36
1.05
1.90
1.28
3.26
2.33
W
a
k
t
u
r
e
r
a
t
a
y
a
n
g
d
i
b
u
t
u
SD h
k
a
0.87
n
0.71
C
D
E
F
G
H
I
J
1.
1.
1.
1.
1.
0.
1.
0.
Antropometri
Berat badan
Tinggi badan
Tinggi siku
Tinggi knuckle
Panjang telapak
tangan
Lebar metacarpal
Panjang telunjuk
Panjang ibu jari
Diameter
genggaman
Pada
umumnya
responden
mulai
membuka
dan
menutup
Satuan
Kg.
cm.
cm.
cm.
Rerata
46,19
140,29
87,07
56,95
SD
9,24
7,23
5,19
12,53
cm.
cm.
cm.
cm.
16,26
7,32
6,48
5,28
0,68
0.31
0,62
0,60
Inch
1,31
0,08
k
a
n
c
i
n
g
,
d
a
r
i
y
a
n
g
t
e
r
l
e
t
a
k
p
a
l
i
n
g
atas.
Aktivitas ini
dilakukan
bukan
hanya
dengan
mengandalk
an
ketrampilan
jemari,
tetapi juga
dengan
bantuan
pangkal
telapak
tangan
selebar
(7,32 0,31)
cm untuk
menekan
kain coba.
Gambar 22.2 Responden Sedang
Melakukan Uji Coba Kancing
Simpulan
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan
sebagai berikut.
1.
2.
2
2
.
6
S
a
r
a
n
D
e
n
g
a
n
m
e
n
g
a
m
a
t
i
k
e
c
e
n
derungan makin meningkatnya jumlah lansia di Indonesia, perlu dipersiapkan berbagai hal di antaranya
adalah sebagai berikut,
1. Perhatian produsen peralatan rumah tangga untuk
dapat
menghasilkan
peralatan
yang
sesuai
dipergunakan oleh manula.
2. Penelitian terapan dari dunia akademisi untuk
lansia, perlu ditingkatkan.
3. Peran
serta
masyarakat
untuk
memberikan
dukungan kepada manula, sehingga penghargaan
kepada manula lebih nyata. Hindarkan lansia dari
stress, kesepian karena merasa ditinggalkan oleh
yang dikasihi, atau merasa tidak berguna lagi pada
syndroma post-power.
22.7 Kepustakaan
Astawan, Made; Wahyuni, Mita (1988). Gizi dan
Kesehatan MANULA (Manusia Usia Lanjut). PT.
Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta, pp.2-15.
Mardjikun, Prastowo (1993). Seminar Sehari, Manusia
Lanjut Usia: Realitas dan Harapan, IPADI,
Persiapan
Menyongsong
Manula
dari
Segi
Kesehatan, Yogyakarta Rabu 16 Juni 1993,
Yogyakarta, pp. 9-10.
3
1
0
K
aj
ia
n
T
e
n
ta
n
g
K
a
n
ci
n
g
B
aj
u
u
n
t
u
k
L
a
n
si
a
BAB
23
Evaluasi Ergonomi
terhadap Angkut-Angkut
311
312
Evaluasi
Ergonomi
terhadap
Aktivitas
Angkat-Angkut
pada
Pengecoran Lantai Beton secara
Tradisional
untuk
Gedung
Bertingkat.
EVALUASI
ERGONOMI
23.1 Pendahuluan
Pengecoran lantai beton untuk rumah bertingkat masih
banyak dilakukan secara manual, karena di samping biayanya
lebih murah, lokasi rumah dan kondisi geografis yang ada tidak
terjangkau oleh alat berat. Dalam Peraturan Beton Bertulang
Indonesia (1971) ditetapkan bahwa untuk menghindari adanya
sambungan beton yang dapat mengurangi kekuatan pada
bagian-bagian yang kritis, pengecoran harus dilakukan tanpa
berhenti sampai batas siar pelaksanaan. Oleh karena itu proses
pengecoran membutuhkan waktu yang panjang. Aktivitas pokok
yang banyak dilakukan adalah angkat-angkut, di antaranya
mengangkat adukan beton dari bawah (tempat pengadukan
spesi) ke atas (lokasi pengecoran) dengan beda tinggi 3,5 m.
Sebagai alat bantu kerja, digunakan ember kecil sebagai wadah
spesi dan tangga kerja sebagai sarana penghubung antara
tempat pengadukan dengan lokasi pengecoran. Beberapa
pekerja berdiri berderet di atas tangga. Spesi beton diangkat
dan dipindahkan secara berantai dari satu pekerja ke pekerja
lainnya. Dalam hal ini desain dan ukuran tangga sangat
berpengaruh pada keamanan, kenyamaman dan kesehatan kerja.
Oleh karena itu dalam perancangannya perlu penerapan aspek
ergonomi. Untuk memudahkan proses perancangan alat bantu
kerja, dibutuhkan data antropometri sebagai dasar dalam
313
3.
4.
In
di
k
a
si
ti
n
g
k
at
k
el
u
h
a
n
m
u
s
k
ul
o
s
k
el
et
al
di
p
er
ol
e
h
EVALUASI
314
EVALUASI
Desai
n handel
yang
ergonomi
s
harus
diupayak
an agar
bidang
sentuh
antara
pegangan
dengan
tangan
maksimal
. Bentuk
yang
dianjurka
n adalah
bulat
dengan
diameter
yang
disesuaik
an
dengan
fungsi
alat dan
antropom
etri
tangan
pekerja.
Kekuatan
otot
akan
menurun
apabila
diameter
pegangan
lebih besar
dari 50 mm
(Pheasant
and
ONeill,
1975),
sementara
diameter
pegangan
yang
terkecil
adalah 22
mm
(Replogle,
1983).
Untuk
pegangan
logam,
dianjurkan
memberi
lapisan
lunak dari
karet untuk
menghinda
ri
luka
akibat
gesekan
315
Dari
EVALUASI
Dari
ilustrasi
pada
gambar
23.2
terlihat bahwa
tinggi
injakan
menentukan
sikap
lengan.
Salah
satu
komponen dari
kapasitas kerja
seseorang
adalah
joint
flex-ibility, yaitu
fleksibilitas
gerakan
bagian-bagian
tubuh
dari
316
Hasil kerja/kalori
Gamba
r 23.2 :
Desain
Tangga
Kerja
K
ka
Sudu
Angkut-Angkut
b
=
o
= sudut lengan atas = 23 , c
= b cos
1=
34.80 cm
d = tinggi ember + pegangan =
31 cm
injakan
cm
Rer
adalah
injakan
lebih
dibutuh
nyaman
tersebut
menyebabkan
terjadinya sikap paksa dan
dapat menimbulkan gangguan
otot sebagaimana dikeluhkan
oleh
pekerja.
Pada
akhir
kegiatan, pekerja mengeluh
sakit di bahu (100 %), lengan
atas (83,3 %), pergelangan
tangan (83,3 %) dan leher
bagian atas (66 %).
Gambar 23.4. Posisi
Lengan pada Saat
Mengangkat
Beban.
EVALUASI
aluasi Ergonomi terhadap Angkut-Angkut
2.
3.
Selain
istirahat
yang
terstruktur,
juga
terlihat
adanya
5.
4.
20
(ember/menit)
rekuensi Kerja
317
15
10
5
0
Waktu kerja
Gambar
Frekuen
U
nt
u
k
a
kt
iv
it
a
s
a
n
g
k
at
a
n
g
k
ut
a
d
al
EVALUASI
318
p
u
k
ul
1
0.
0
0
1
5.
0
0
W
IT
A
d
e
n
g
a
n
m
et
o
d
e
In
d
e
k
s
S
u
h
EVALUASI
Evaluasi Ergonomi terhadap Angkut-Angkut
319
23.4 Simpulan
1.
2.
23.6 Kepustakaan
American Conference of Govermental Industrial Hygienists.
1995. Threshold Limit Values and Biological Exposure
Indices. ACGIH. Cincinati.USA.
Annis, J.F. & McConville, J.T. 1996. Anthropometry. Dalam:
Battacharya, A. & McGlothlin, J.D. eds. Occupational
Ergonomic. Marcel Dekker Inc. USA: 1-46.
Astrand, P.O. and Rendahl, K. 1977. Textbook of Work
Physiology, 2th ed. McGraw-Hill Book Company. USA.
ERGONOM
I
23.5 Saran
EVALUASI
Dekker, D.K.; Tepas, D.I. & Colligan, M.j. 1996. The Human
Factors Aspects of Shiftwork. Edited by Bharattacharya, A
& McGlothlin, J.D. 1996. Occupa-tional Ergonomics Theory
and Applications. Marcel Dekker Inc. New York : 403-416.
320
Grandjean, E. 1993. Fitting the Task to the Man, 4 th ed. Taylor &
Francis Inc. London.
Genaidy, A.M. 1996. Physical Work Capacity. Edited by
Bharattacharya, A & McGlothlin, J.D. 1996. Occupational
Ergonomics Theory and Applications. Marcel Dekker Inc.
New York : 279 - 302
Manuaba, A. 2000. Ergonomi, Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
Dalam: Wignyosoebroto, S. & Wiratno, S.E., Eds. Proceedings
Seminar Nasional Ergonomi. PT. Guna Widya. Surabaya: 1-4.
Mutchler, J.E., C.I.H. 1991. Heat Stress : Its Effects,
Measurement, and Control. Edited by Clayton, G.D. &
Clayton, F.E. 1991. Pattys Industrial Hygienene and
Toxicology. 4th ed. USA : 763
Pulat, B.M. 1992. Fundamentals of Industrial Ergonomics. Hall
International. Englewood Cliffs. New Jersey. USA
Sumamur, P.K. 1984. Ergonomi Untuk Produktivitas Kerja.
Yayasan Swabhawa Karya. Jakarta.
Sumamur, P.K. 1995. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja.
PT. Toko Gunung Agung. Jakarta.
EVALUASI
Evaluasi Ergonomi terhadap Angkut-Angkut
321
EVALUASI
32
2
Ev
al
ua
si
Er
go
no
mi
te
rh
ad
ap
An
gk
ut
An
gk
ut
BAB
24
Pengaturan Kerja
Bergilir 323
324
325
s
hi
ft
w
o
r
k
c
u
k
u
p
b
ai
k,
n
a
m
u
n
b
e
k
er
ja
d
e
n
g
a
n
si
st
e
m
s
hi
PENGATURAN KERJA
326
3.
Mengingat bahwa tuntutan tugas pokok bagi pekerja di
bagian ATC adalah menciptakan keamanan lalu lintas udara
yang menuntut pelayanan terus-menerus selama dua puluh
empat jam, maka kiranya perlu penelitian tentang pengaruh
shift work terhadap kestabilan tingkat ketelitian pekerja.
Sebagai subjek untuk penelitian tahap pertama ini dipilih
bagian ACC- Bandara Ngurah Rai Bali.
2.
3.
B
a
gi
p
e
m
er
in
ta
h,
se
b
a
g
ai
b
a
h
a
n
p
er
ti
m
b
a
n
g
a
n
d
PENGATURAN KERJA
P
engaturan Kerja Bergilir
3.
4.
5.
327
di
la
k
u
k
a
n
uj
i
tp
ai
r
e
d
d
e
n
g
a
n
ti
n
g
k
at
k
e
m
a
k
n
a
a
3.
n = 0,05
Data tentang indikasi gangguan otot skeletal dan
kelelahan dianalisis sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui kemaknaan perbedaan antara
keluhan subjektif sebelum dan sesudah bekerja untuk
masing-masing waktu kerja, dianalisis melalui uji tpaired dengan tingkat kemaknaan = 0,05
2. Untuk mengetahui kemaknaan perbedaan antara
keluhan subjektif sebelum dan sesudah bekerja antar
waktu kerja, dianalisis melalui uji One Way Anova
dengan tingkat kemaknaan = 0,05
3. Untuk jenis keluhan dan kelelahan, dianalisis secara
proporsional
4. Data umum dianalisis secara proporsional dan
digunakan
sebagai
data
pendukung
dalam
penyelesaian permasalahan yang ada.
PENGATURAN KERJA
328
Kerja
antara
Gambar
24.
Kompleksitas
Tuntutan
Tugas dengan
Efisiensi kerja
i
PENGATURANKERJA
BERGILIR
e
b
a
g
a
i
n
U f
o
r
m
a
si
yang
diberikan
menjadi
diragukan.
Apabila hal ini
sampai terjadi,
maka
dapat
dipastikan
akan banyak
terjadi
kecelakaan
penerbangan
.
Sebagaimana
kita ketahui,
manusia
tidaklah
sempurna.
Manusia
mempunyai
banyak
kelemahan di
mana antara
satu dengan
yang lainnya
sangat
variatif.
Manusia
mempunyai
kecondongan
u
n
t
u
k
m
e
l
a
k
u
k
a
n
k
e
s
a
l
a
h
a
n
Pengat
.
B
a
h
R
a
i
d
i
l
e
n
g
k
a
p
i
d
e
n
g
u
r
an tiga unit
komputer atau
video
display
terminal (VDT),
lengkap
dengan
perangkat
pendukungnya,
masing-masing
melayani
bagian
timur
(east
sector),
bagian tengah
(centre sector)
dan
bagian
barat
(west
sector). Setiap
unit
VDT,
dilayani
oleh
seorang
pengendali
(controler) dan
Selanjutnya pada pukul 01.0 0 sejumlah 15 pesawat dan pada pukul 16.00 sejumlah 13 pesawat. Seda ngkan rerata beba n terendah terjadi pada pukul 21 .00 sejumlah 2 pesawat . Secara keselur uhan, rerata jumlah pesawat yang dilayani pada setiap jam kerja dapat dilihat pada Gambar 24 .2.
30
20
10
0
1
Waktu
Penerb
angan
Gambar 24.2
Gra
w
fik
a
Hub
k
ung
t
an
u
ant
dan jumlah
yang dilayani
PENGATURANKERJA
BERGILIR
Data
tentang
tingkat
beban kerja
pada setiap
jam
kerja
tersebut
di
atas
selanjutnya
dapat
digunakan
sebagai
dasar untuk
melakukan
pengaturan
waktu kerja
dan istirahat.
24.5.2 Waktu
Kerja, Istirahat
dan Alokasi
Pekerja
Organisas
i
kerja
merupakan
alat penting
yang
menentukan
efisiensi dan
produktivitas
kerja.
Seorang
ergonomist
h
a
r
u
s
m
a
m
p
u
m
e
n
d
e
s
a
i
n
o
r
g
a
n
i
s
a
s
i
k
e
r
j
a
sede
mikia
n
rupa
sehin
gga
kema
mpua
n
manu
sia
dapat
term
anfaa
tkan
secar
a
optimal
deng
an
tetap
mem
perh
atika
n
keam
anan,
kese
hatan
dan
keny
aman
an
kerja
(Ship
ley,
1992
).
Organisasi
kerja antara lain
mengatur waktu
kerja
dan
alokasi sumber
daya
manusia
(pekerja). Total
hasil kerja tidak
selalu
berbanding
lurus
dengan
waktu
kerja.
Dalam beberapa
kasus,
perpanjangan
waktu
kerja
justru
menurunkan
hasil kerja dan
mempunyai
kecenderungan
untuk timbulnya
kelelahan,
gangguan
penyakit
dan
kecelakaan.
Waktu
kerja
maksimal
di
mana seseorang
dapat
bekerja
dengan
baik
adalah 8 jam
per
hari
termasuk
istirahat
(Sumamur,
1984;
Grandjean 1993
&
Dekker,
dkk.,
1996).
Pengaturan
waktu
kerja
sangat
erat
kaitannya
dengan
kemampuan
pekerja,
tuntutan
tugas
dan
lingkungan
kerja.
Pengaturan
waktu
kerja
yang
tidak
tepat
dapat
menciptakan
suatu kondisi
kerja di mana
terjadi
ketidakseimb
angan antara
tuntutan
tugas dengan
k
e
m
a
m
p
u
a
n
p
e
k
e
r
j
a
.
T
u
n
t
u
t
330
an
tugas
yang
kura
ng
dari
kema
mpua
n
peke
rja
dapat
meni
mbul
kan
kebo
sana
n
yang
pada
akhir
nya
akan
menu
runk
an produktivitas
kerja. Demikian
pula sebaliknya,
tuntutan tugas
yang
melebihi
kemampuan
pekerja
dapat
menimbulkan
kelelahan
dini
yang
pada
akhirnya
juga
dapat
menurunkan
tingkat
produktivitas.
Oleh karena itu,
di
dalam
melakukan
pengaturan
waktu
kerja
harus
benarbenar
diupayakan
Pengaturan
Kerja Bergilir
b
e
r
a
d
a
p
t
a
si
b
a
g
i
k
e
l
o
m
p
PENGATURAN KERJA
melelahkan. Apabila hal ini dibiarkan terjadi, dikuatirkan
akan terjadi kelelahan yang dapat menurunkan tingkat
ketelitian sehingga terjadi kesalahan-kesalahan yang
dapat berakibat fatal. Khusus untuk shift malam, bagi
anggota kelompok yang mendapat giliran di atas pukul
24.00 sampai pukul 08.00 hari berikutnya (biasanya hanya
dua orang), diperkenankan untuk datang 30 menit
sebelum giliran kerja dengan maksud untuk memberikan
kesempatan tidur/istirahat sebelum bekerja. Sedangkan
anggota lainnya hanya bekerja maksimal sampai pukul
24.00. Walaupun demikian, bagi yang sedang tidak
bertugas harus tetap siaga karena apabila diperlukan
dapat segera kembali bekerja sesuai dengan waktu kerja
yang terstruktur. Dengan pengaturan kerja secara
internal kelompok tersebut, ternyata para karyawan
merasa lebih nyaman karena memiliki waktu istirahat
yang cukup panjang. Dari uraian di atas terlihat bahwa
dalam pelaksanaanya, para koordinator beserta seluruh
anggota kelompok telah melakukan inovasi dalam upaya
melakukan penyesuaian terhadap kondisi lapangan yang
ada. Upaya-upaya ini sebenarnya patut dihargai
sepanjang dimaksudkan untuk menciptakan kondisi kerja
yang sehat, aman, nyaman dan kondusif. Namun, karena
pengaturan tersebut hanya bersifat informal, maka akan
memberikan kesan adanya ketidakdisiplinan karena
melanggar ketentuan yang terstruktur. Oleh karena itu,
untuk menghindari adanya salah persepsi tersebut, ada
baiknya apabila pengaturan secara informal yang nyatanyata menghasilkan kondisi kerja yang lebih baik
disahkan menjadi pengaturan yang terstruktur.
S
u
a
t
u
s
u
r
v
ei
y
a
n
g
d
il
a
k
u
k
a
n
ol
e
h
p
e
r
k
u
m
p
PENGATURAN KERJA
332
S
Go
l
:
a
ri
T
a
b
e
l
2
4
Tabel 24.1. Hasil Uji Bourdon
.
Wiersma
1
d
Shift
Shift
a
pagi
Shift siang
malam
No. Kriteria
Pre
Post
Pre
Post
Pre
Postp
a
W
t
WS Gol WS Gol S Gol WS Gol WS Gol WS
d
Kecepat
il
1
an
14 B 14 B 14 B 14 B 14 B 14
Ketelitia
i
2
n
9 C 10 C
- C 13 CK 9
C
9
h
Konstans
a
3
i
14 B 14 B
9 B 9
B 14 B
9
t
b
Keterangan :
a
Pr
e
: sebelum bekerja
B : baik
h
Po
w
st : sesudah bekerja
C : cukup
a
W : weighted scores
C : cukup
b
golongan
(kategori)
PENGATURAN KERJA
Pengaturan Kerja Bergilir
langkah-langkah
korektif,
diantaranya
dengan
mengurangi waktu kerja efektif di depan VDT, sehingga
tingkat kesegaran tubuh pekerja terjaga dan tingkat
ketelitian pekerjapun dapat ditingkatkan.
24.6 Simpulan
Dari hasil pengamatan dan analisis data tentang
aspek ergonomi dalam aktivitas pengendalian lalu
lintas udara, khususnya di bagian ACC Bandara Ngurah
Rai Bali, dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Untuk dapat memberikan pelayanan selama 24 jam,
maka alokasi waktu kerja dilakukan dengan sistem
bergilir (shift work), yaitu kerja pagi, siang dan
malam.
2. Jadwal kerja yang telah ditetapkan secara terstruktur
diatur kembali secara informal dengan membatasi
waktu kerja efektif di depan VDT maksimal selama 2
jam dalam upaya menciptakan kondisi kerja yang
aman, nyaman dan sehat.
3. Dengan penerapan waktu kerja efektif tersebut,
ternyata kecepatan, konstansi dan tingkat ketelitian
pekerja sebelum dan sesudah bekerja tetap stabil.
Tingkat kecepatan dan konstansi dalam kategori
baik, sedangkan tingkat ketelitian hanya masuk
dalam kategori cukup.
4. Diakhir kegiatan, sebagian besar pekerja mengeluh
mengantuk, berat di kepala, merasa lelah di seluruh
badan, ada beban berat di mata dan merasa ingin
berbaring.
333
2
4
.
7
S
a
r
a
n
S
ar
a
n
ya
n
g
ta
m
p
ak
ny
a
p
e
nt
in
g
u
nt
u
k
di
sa
1.
2.
24.8 Kepustakaan
Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Yogyakarta.
Dekker, K., Cs. 1996. The Human Aspect of Shift Work.
Edited by Bharattacharya, A & McGlothlin, J.D.
1996. Occupational Ergonomics Theory and
Applica-tions. Marcel Dekker Inc. New York.
Grandjean, E., Wotzka, G., Schaad, R. & Gilgen, A.
1971. Fatigue and Stress in
PENGATURAN KERJA
334
R
o
b
i
n
s,
S
.P
.
1
9
9
8
.
K
o
m
u
n
i
k
a
si
.
P
T.
P
r
e
n
h
al
li
n
do. Jakarta
Rodahl, K. 1989. The Physiology of Work. Taylor &
Francis. London, New York, Philadelphia.
Shipley, P. 1992. The Analysis of Organizations as
Conceptual Tool for Ergonom-ics Practitioners.
Edited by Wilson, J.R. and Corlett, E.N. Evaluation of
Hu-man Work. Taylor and Francis. London
Washington DC.
Sumamur, P.K. 1984. Ergonomi Untuk Produktivitas
Kerja. Yayasan Swabhawa Karya. Jakarta.
Susila, IGN. 2001. Computer Vision Syndrom.
Ergonomics National - International on Ergonomics Sports Phisiology. Editor : Sutajaya, M. Udayana
University Press. Denpasar.
PENGATURAN KERJA
Pengaturan Kerja Bergilir
335
PENGATURAN KERJA
33
6
Pe
ng
at
ur
an
Ke
rja
Be
rg
ili
r
BAB
25
Studi Kasus
Penerbangan Haji
337
338
339
k
u
e
si
o
n
e
r,
y
a
n
g
m
el
i
p
u
ti
d
a
t
a
d
i
m
e
n
si
k
u
r
si
,
d
e
n
y
2.
STUDI KASUS
340
98 cm
68 cm
19 cm
42 cm
47 cm
46 cm
44 cm
72 cm
101.7o
Tinggi duduk
Tinggi bahu duduk
Tinggi siku duduk
Panjang siku-ujung jari
Panjang bokong-popliteal
Tinggi popliteal
Lebar bahu (bideltoid)
Tebal perut
77.5
50.1
17.5
37.4
48.8
33.7
34.2
17.5
1* : Hasil pengukuran
1* : Sumamur, 1984 dalam Nurmianto, 1996
1** : Woodson, 1986
89.3
59.9
28.3
38.7
58.6
42.8
42.8
28.7
8.7 cm
8.1 cm
3.2 cm
135o
***
es
e
nj
a
n
g
a
n
a
nt
ar
a
u
k
ur
a
n
k
ur
si
d
e
n
g
a
n
a
nt
ro
p
o
m
STUDI KASUS
Studi Kasus Penerbangan Haji
341
1
2
3
4
5
6
Rerata
SD.
Skala nilai skor
Skor
keluhan
awal
30
35
37
33
33
31
33.17
2.56
: Tidak
sakit
Agak
sakit
Sakit
Sangat
sakit
Skor
keluhan
akhir
40
40
57
54
42
56
48.17
8.30
:
:
:
2
3
Selisih
skor
10
5
20
21
9
25
16.67
8.02
p
u
n
g
g
u
n
g
d
a
n
pi
n
g
g
a
n
g.
S
el
ai
n
te
rt
ar
ik
a
ki
b
at
sa
n
d
ar
STUDI KASUS
342
m
ik
ro
kl
i
m
at
d
al
a
m
p
es
a
w
at
m
as
u
k
d
al
a
m
k
at
e
g
or
i
n
y
a
m
STUDI KASUS
Studi Kasus Penerbangan Haji
343
Dari
penghitungan
denyut
nadi
dengan
metode
penghitungan 10 denyut yang dilakukan sebelum dan sesudah
penerbangan, diperoleh hasil sebagaimana terperinci dalam
tabel 25.3 sebagai berikut.
25.3 Hasil Penghitungan Denyut Nadi
Tabel
Kerja
Subjek
Nadi awal
Nadi akhir Selisih nadi
(denyut/menit (denyut/menit (denyut/meni
)
)
t)
1
2
3
4
5
6
80
83
88
88
80
86
133
115
130
113
125
120
53
32
42
25
45
34
Rerata
84.17
122.67
39.83
SD
3.71
8.06
8.32
2
6.
3.
4
K
el
el
a
h
a
n
K
el
el
a
h
a
n
b
a
gi
se
ti
a
p
or
a
n
g
le
bi
h
STUDI KASUS
344
te
la
h
di
la
k
u
k
a
n
p
e
n
d
at
a
a
n
y
a
n
g
di
la
k
u
k
a
n
se
1
2
3
4
5
6
37
43
46
47
45
51
54
60
60
58
57
67
17
17
14
11
12
16
Rerata
44.83
59.33
14.50
SD.
4.67
4.37
2.58
Pilih
an
Pilih
an
(a
)
:1
(b
)
:2
Pilihan
(c)
Pilihan
(d)
: 3
: 4
STUDI KASUS
Studi Kasus Penerbangan Haji
345
4.
Dari hasil analisis statistik dapat diketahui bahwa skor
keluhan awal adalah 44.83 4.67, sedangkan skor keluhan
akhir sebesar 59.33 4.37. Telah terjadi peningkatan skor
kelelahan secara bermakna (p = 0.00 < 0.05), yaitu sebesar
32,34 %. Ini berarti bahwa perjalanan udara dari Surabaya
menuju Jedah memang melelahkan.
Indikator kelelahan melalui 30 item pertanyaan dapat
dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu :
1. pertanyaan no. 1 s.d 10 untuk mengidentifikasi pelemahan
kegiatan
2. pertanyaan no. 11 s.d. 20 untuk mengidentifikasi
pelemahan motivasi
3. pertanyaan no. 21 s.d. 30 untuk mengidentifikasi
kelelahan fisik akibat keadaan umum
Dari skor untuk tiga kelompok dari 30 item pertanyaan,
dapat diketahui bahwa total skor untuk kelompok I (pelemahan
kegiatan), kelompok II (pelemahan motivasi), dan kelompok III
(kelelahan fisik akibat keadaan umum) berturut -turut adalah
149, 88, dan 119. Di sini terlihat bahwa kelompok pertanyaan
yang mengindikasikan adanya pelemahan kegiatan mempunyai
total skor yang tertinggi, berikut diikuti dengan kelelahan fisik
dan pelemahan motivasi. Dari data kelelahan tersebut dapat
dikatakan bahwa selama berada dalam perjalanan udara, sistem
inhibisi dalam tubuh para jemaah haji lebih dominan daripada
sistem aktivasi.
26.4 Simpulan
1.
2.
3.
W
al
a
u
p
u
n
se
la
m
a
p
er
ja
la
n
a
n
u
d
ar
a
p
ar
a
ja
m
a
a
h
h
aj
i
ti
d
a
k
m
el
a
k
5.
26.5 Saran
Mengingat bahwa setibanya di Jedah para jemaah haji
langsung
dihadapkan
pada
jadwal
kegiatan
yang
membutuhkan kondisi fisik dan mental yang prima, maka
untuk
menekan
timbulnya
efek-efek
yang
kurang
menguntungkan bagi kenyamanan dan kesehatan para jamaah
haji selama dalam perjalanan udara dari Surabaya ke Jedah,
maka perlu dilakukan tindakan-tindakan preventif, antara lain
sebagai berikut :
1. Hendaknya jumlah dan posisi kursi diatur sedemikian rupa
sehingga mempunyai ruang gerak yang cukup leluasa
untuk menggerakkan anggota badan. Bantal kursi
hendaknya disediakan agar penumpang dapat mengatur
posisi duduknya dengan lebih nyaman. Sandaran kaki
perlu dipasang untuk semua kelas penerbangan.
STUDI KASUS
346
PENERBANGAN
KASUS
26.6 Kepustakaan
STUDI
347
STUDI KASUS
34
8
St
ud
i
Ka
su
s
Pe
ne
rb
an
ga
n
H
aji
DAFTAR
SINGKATAN
: Computer
ECG : Vision
: Angle
of
Asymetric
CVS
Syndrome
Electro
: Air Conditioning
: Cardio
: Area Control
Distinatio
Graph
ACC
Centerd
D
n oF
:
: American
DB
: Desible
derajad
ACGIH Conference
of
DM
: Distance
FahrenhMultiplier
Govermental
: Denyut
Nadi
et
Industrial
HyDNI
Istirahat
F
:
gienist
DNK
: Denyut
Nadi Kerja
Frequen
AM
: Angle
DPM Multiplier
: Denyut
cy of Per Menit
: American Industrial
Lifting
AIHA HyDPNI : Dewan
FM :
giene Assosiation
Nasional
FrequenIndonesia
ANOV
cy
A
: Analysis of Variance
Multiplie
ASHRAE: American Society
of
r
Heating, Refrigerating
H
:
and AirHorizont
conditioningal
Engineers Location
ATC
: Air Traffic Control
HM :
BB
: Berat BadanHorizont
BEA
: Break Even al
Analysis:
BEP
: Break Even Multiplie
Point
r
: The Bureu of Labour
HR :
BLS
StaHeart
tistics
rate
: Building Related
HZ :
BRI
Illness
Herzt
: Badan Usaha
Milik
BUMN Negara
H2O :
Hydroge
oC
: Derajad celciuc
: Coupling n Oxide
C
ClassificationIFRC :
: Center of Inclusive
Industria
CIDEA Design
l Fatique
and Environmental
reAccess
se
CM
: Coupling Multiplier ar
CO
: Carbon Monoxide
ch
CO2
: Carbon dioxside
Co
: Cardio Vaskulair
m
CVL
Load
A
AC
mi
ker :
tt
Keputus
ee
an
Menteri
ng
MSDs
:
ILO :
Musculo
Internati
Teskeletal
onal
naDisorLabour
ga
de
Ke
Or
rs
rja
ga
N
:
ni
LBP :
Jumlah
sa
Low
Sampel
tio
back
NAB :
n
Pain
Nilai
IPTEK
LC
:
Ambang
:
Load
Batas
Ilmu
Constant NBM :
Pengetah
LI
:
Nordic
uan dan
Lifting
Body
te
Index
Map
kn
L/min:
NHMRC
ol
Liter per
:
og
Menit
National
i
Health
M
:
ISBB :
Masukan and
Indeks
Me
Suhu
M/det:
dic
basah
Meter
al
dan
per
Re
Detik
Bo
se
la
MMH:
arc
Material
h
K
:
manual
Co
Keluaran
hanunKepmena
dli
cil
349
NIOSH
NO
NO2
NSC
NTB
: National
O2 Institute
: Oxigen
for O3
: oxon
Occupational
Ox
: Oxidant
Health
:
and Safety
Occupationa
: Nitrogen
OSHAOxidel
Safety
: Nitrogen Dioxideand Health
: National Safety Assosiation
Council
: Nyeri
PbTulang : Plumbum
Belakang
: Produktivitas
Pk
Kerja
PMP
PPM
Pusperk
es
RH
RSO
RWL
SAA
SBS
SD
SDM
SK-MEN
K
: Peraturan
e
Perburuha
p
n
e
: Part Per Million
n
: Pusat Hiperkes d
u
: Relatif Humidityd
: Rumah Sakit
u
Ortopedia
k
: Recommended a
Weight
n
Limit
d
: Standard
a
Assosiation of
n
Australia
: Sick Building Li
Syndrome
n
: Standard
g
Deviation
k
: Sumber Daya
u
Manusia
n
g
K
a
L
n
H
H
:
id
S
u
u
p
r
at
K
e
p
ut
u
s
a
n
M
e
nt
e
ri
SO2
UFFI
UV
V
: Sulfur Dioxide
Formaldehy
: Urea
de
Foam Insulation
: Ultra Violet
: Vertical Location
: The Victorian
VCAB
Curriculum and
Assessment
Boar
d
VM
: Vertical multiplier
: Victorian
VOHSC
Occupational
Healt
h
and Safety
Commision
: Votelite Organic
VOCs
Compoun
ds
: Volume Oxigen
VO2 Max Maximum
: Wet Bulb Globe
WBGT
Temperature
: World Health
WHO
Organisatio
n
: Workplace Health
WHS
and
Safet
y
: Washing Out
WOP
Periode
: Work Related
WMDs
Musculoskeletal
Disorders
: Video Display
VDT
Terminal
(g/m3: Mikrogram
per
Meter Kubik
3
5
0
INDEKS
PENULIS
Astawa Boshuiz
ACGIH n, M.
en 121
37, 40, 197,
Cady
68,
327
121
220,
Astrand Calende
235,
, P.O. 9, r, R.
278,
12, 97,
223
288
101,
Carmic
Adiput 107,
hael, A.
ra, N. 109,
80, 87,
95,
119
197
272
, Carrasc
Anders
121
o, C.
on, P.
, 161
118-9,
162
Cartwri
123,
, ght, S.
125223
147,
30,
, 149,
186,
249
151
, CIDEA
128
276
Andew
197
, Chaffin
i, P.J.
288
169,
120,
, 122
174
314
AIHA
Chavali
Bagche tsakulc
295
Annis, e, A.
hai, P.
J.F. 6, 124,
171,
17, 20, 249
262
Bakta,
109,
Chew,
I.M.
130,
D.C.E.
198
313,
137
315
Battach Chiang
Ancok arya, A. 121
10, 109,
197
Christe
Armstr 124
nsen,
ong, R. Bernan E.H. 97,
d, T.E.
44,
263
34-5,
168,
Ciriello
38, 121,
235
125
Arikun 278-9,
Citrawa
to, S. 288
thi,
Bettie
198,
D.M.
120-2
327
171,
222
Cremer,
Clark, R. 80
D.S.
Dalton,
23-4, J.M.
26,
192
147
Darmoj
Clark, o, R.B.
T.S. 6, 79
18-9 Das, B.
Colton 18, 27
197
Dekker,
Cooper D. 318,
, C.L. 330
147
Djestaw
Corlett ana,
, E.N. I.G.D.
6, 18- 171
9, 119, Dobie,
126,
R.A.
129,
300
262
Drury,
C.G.
187
Farrar,
A.C. 54,
57,
224-5
Fraser
315
Genaidy
, A.M.
9, 10,
188,
315,
329
Grandje
an, E.
9, 10,
23-5,
34, 456, 68,
81, 856, 97,
100-2,
107-10,
11719,
130,
159,
162,
168,
186,
188,
200,
202,
217,
25,
235,
245,
249,
258,
264,
274,
276,
285,
297,
299,
300
-16,
326,
339,
344
Granta
m, D.
34-5,
61, 73,
168,
220,
235
Golenbl
ewske,
M.A. 61
Guo
120
Hairy, J.
10, 11
Hales
121
Hau, E.
59, 224
Harson
o, A.
174
Hedge
168
Heerdj Hopkin
an, S. s 10
146
Idris, T.
Heland 263
er, M. Ilmarin
23, 26- en, J. 87
7, 172, Johanso
285,
n, L.C.
287,
121,
34 263
3 Karasek
Hill
, R.A.
237
147
Kemper
, H.C.G.
79, 81
Kepmen
aker,
38, 401, 98,
278,
288
Kilbon,
A. 100,
102
351
Kok 82
Ko
nz,
S.
9,
11,
97,
18
9,
26
3
Ko
gi,
K.
28
7
Kroemer,
K.H.E.
84, 85-6,
208, 277
Kurniawa
n, D. 101
Lemasters
117, 249
Levi, L.
145, 149
Lieckfi
eld, Jr.
R.G.
54,
57,
224-5
Louzin
e, A.E.
287
Manuaba,
A. 6-9,
17, 33,
67, 79,
82, 846,
95,
119,
130,
138,
145,
168,
186,
197,
205,
235,
245,
258-9,
277-8,
313,
315,
326,
329,
343
M
a
r
d
j
i
k
u
n
,
P
.
8
7
,
3
0
9
M
a
t
h
e
w
,
J
.
1
4
9
M
e
i
t
h
a
,
R
.
1
7
4
McConcille
, J.T. 6, 17,
20, 109,
119, 313
McCormick
, E.J. 20-1,
24, 41-6,
101,
1
3
0
,
1
6
8
,
2
3
5
,
2
9
5
M
c
L
e
o
d
,
D
.
2
0
M
c
N
a
u
g
h
t
,
A
.
B
.
2
2
3
M
e
n
d
e
l
s
o
n
,
E
.
1
4
6
,
1
4
9
M
o
r
e
y
,
P
.
R
.
5
3
,
5
6
M
o
r
r
i
s
,
V
.
7
9
,
8
2
,
8
7
,
2
0
2
M
ut
ch
le
r,
J.
E.
6
1,
1
8
6,
4
1
3
N
ag
a
m
ac
hi
,
M
.
2
8
1
N
a
l
a
1
0
2
N
a
z
i
r
,
M
.
1
6
4
NHMRC
54, 57,
225, 238
NIOSH
37, 57-8,
222, 224,
237, 319
NOHSC
277
N
u
r
m
i
a
n
t
o
,
E
.
3
3
9
,
3
4
4
O
n
i
s
h
i
,
N
.
2
7
6
O
S
H
A
2
9
7
P
a
g
n
e
,
R
.
1
4
7
P
a
t
r
i
c
k
,
E
.
2
9
5
P
a
t
t
o
n
,
P
.
1
4
6
P
e
t
e
r
v
i
1
1
8
,
1
3
0
P
e
a
r
c
e
,
E
.
2
2
3
Pheasant,
S. 6,
20, 22,
137,
172,
174,
340
Pilcher 141
P.M.P 48,
236
Plog, B.A.
300
Priatna,
B.L. 10, 345, 73
Pulat, B.M.
17, 20, 234, 27, 35,
41, 44,
48, 82,
107, 119,
186, 188,
235,
257-9,
285,
289,
299,
300,
313,
315,
329
Pusperkes
58, 220,
235
Purnawan,
I.B. 171
Rabit,
P.M.A. 80,
87, 211
Replogle,
315
Riihimaki,
120
Rodahl, K.
9, 12, 95,
97, 101,
109, 119,
121,
162,
222,
249,
262-3,
276,
288,
314
Rutrenfran
z, J. 258,
263-4
SAA, 56-7,
225, 237-8
Sajiyo, H.
206
Samekto
205
Sander,
M.S. 20-4,
41-6, 111,
168, 186,
235,
285
Sangupta,
A.K. 18
Santoso, H.
206
Santoso, S.
198
Sauter, S.L.
150
Setyawati,
L. 112, 280
Shahnavaz,
H. 171, 262
Sinclair,
M.A. 111
Singh, J.
53, 56
Smitten, N.
197
Snock 125
Soedirman,
138-9, 217,
231
Soeripto
137
Soetrisno
187
Solichul H.
55, 86,
168, 209,
288
Stevens
125
Sudarmant
o 191
Sudarsono,
S. 218
Sudomo
137
Sudiajeng,
L. 288
352
Suharno, H.P. 11
Sujadya, O. 86
Sumamur P.K. 10, 34, 44, 68,
74, 89,
109, 118, 120, 168, 186,
222, 249,
276, 313, 330, 339
Susila, I.G.N. 171, 332
Susilowati, S. 171, 174, 277
Sutajaya, I.M. 171, 222, 277
Sutalaksana, I.Z. 18, 24, 263
Versy 122
VOHSC/VCAB 34
VWA 224
Wahyu, H.K. 250
Wahyuni, M. 197, 395
Wantoro, B. 147, 149
Waters, T.R. 9, 109, 118-9,
123-30, 186,
Sutarman 20
286
Sutjana, D.P. 174
Werner 122
Suwarno, T. 298
WHO 54, 56, 58, 222, 225,
235, 237
Talogo, R.W. 164
Tarwaka, 21, 27, 55, 139, 168, WHS 34, 38, 40-1, 56, 220,
231, 235
277, 288
Wignyosubroto, S. 82, 87
Tilley, A.R. 81-2, 85-6, 205
Wijaya, K. 79
Thurman, J.E. 287
Widnyanti, A. 249
Tjandra 197
Wilson 119
Tjokronegoro, A. 218
Woodson 341
Vanwonterghem, K. 101
INDEKS SUBJEK
Asas
Air Condition, 53, 58, 236
manfaat,
Aktivitas berulang, 118
140, 175
Aktivitas lansia, 84
Beban
Bak penampung air, 84
kerja,
Handel pintu, 85, 200
95,
Kamar mandi, 84, 199
168,
Kloset, 84, 199 Railling,
189,
85, 200
223,
Anabolisme, 68
262,
Analitik metoda, 127
276,
Angkat angkut, 285, 313, 318
288,
Cara angkat, 287
343
Ketinggian angkat, 287
F
Antropometer, 22
a
Antropometri, 10, 20, 122, 341
k
Pengukuran, 22
t
Lansia, 82
o
r
e
ks
te
rn
al
,
9
5,
2
6
3
F
a
kt
or
in
te
rn
5
7
r
,
D
a
y
a
2
9
5
d
e
n
g
a
353
kerja, 71
Zat gizi, 71
Bahan makanan, 71
Penyusunan menu, 71
Faktor kebutuhan gizi,
72 Usaha perbaikan gizi,
73
Harapan hidup, 197
Hari kerja, 70 Herzt,
38
Indeks Suhu Basah dan Bola,
36 Industri rumah tangga,
159 Input, 137
Jam kerja, 70-71
Kalori kebutuhan, 98
Metabolisme basal,
100 Kerja, 100
Katabolisme, 68
Kebisingan, 38, 295
Cara penilaian, 39
Jenis pengukuran, 3940 Pengaruh, 41, 299
Pengendalian, 42-44
Sumber kebisingan, 39
Kecepatan udara,
58, 168, 279
Kekuatan otot, 10,
81, 122 Kelamin,
9, 120
Kelelahan, 107,
190, 277, 344
Faktor
penyebab, 108
Gejala
kelelahan, 102
Klasifikasi
kelelahan, 102
Pengukuran
kelelahan, 110
Teori kimia,
107
Teori syaraf pusat,
107
Subjektif kelelahan,
112, 166, 264
Kelembaban udara, 58,
167, 278 Kemampuan
fisik, 79, 95 Kemampuan
mental, 95
Kemampuan
kerja, 8, 11
Kerja fisik,
68
Kerja otot
statis, 108
Kesegaran
jasmani, 10,
207 Kemandirian,
87, 205
Kenyamanan, 86
Keseimbangan
tubuh, 80
Perkakas, 305
Lifting Indeks,
127-129
Manusia-mesin,
257
Kompleksitas
pekerjaan, 258
Keserasian interaksi,
259
Menua, 79
Mikroklimat, 34,
119 Monitor
metoda, 126
Monotoni, 102,
159
Muskuloskeletal keluhan,
117, 289 Faktor
penyebab, 118 Keluhan
menetap, 117 Keluhan
sementara, 117
Langkah mengatasi,
130
NAB, 40-41, 295
Nordic Body Map,
129, 161 Nutrisi, 10
Oksigen, 57
Organisasi kerja,
8, 67 Output, 137
Penerangan, 44, 168, 235
Aplikasi, 45-47
Gangguan, 44
Pengaruh, 45
Standar, 48
Pengecoran beton,
185, 313 Peregangan
otot, 118 Performansi
kerja, 7, 45
Produktivitas, 74,
137, 172
Faktor yang
mempengaruhi, 139140
Parsial, 138
Total,
138 Psikis,
96
Psikofisik,
124
Reflektan,
48
Recommended Weight Limit,
127-129 Sikap kerja, 23
Duduk, 23, 161, 276
Berdiri, 24-25, 162
Dinamis, 26-27,
163 Paksa, 118,
185
Sirkulasi udara,
234 Sistem syaraf
lansia, 80
Somatis, 96
Sound Level meter,
39-40 Stasiun kerja,
18
Desain, 18, 23
Dimensi, 18
Pertimbangan,
20-21
Strain, 146-147,
151 Stress, 145
Definisi, 146
Faktor penyebab,
146
Keseimbangan,
152 Mengurangi
stress, 150
Pengaruh, 149
Pengertian, 145
Stressor, 146147, 151 Sudut
pandang, 260
Suhu udara, 167
Tampilan, 9
Tangga kerja, 316
Troli, 245, 248,
252 Udara segar,
224 Umur, 9, 120,
297 Ventilasi, 61,
217, 236 Waktu
kerja, 68, 330
Waktu istirahat,
68
Curian, 69
Spontan, 69
Proses kerja,
70
Ketentuan
perundangan, 70 Waktu
reaksi, 111
Warna, 47
355
TENTANG PENULIS
Tarwaka, PGDip. Sc., M. Erg,
lahir di Karanganyar, Jawa Tengah
29 September 1964. Ia mengenal
ergonomi sejak kuliah di Program
D III Hiperkes & KK UNS
Surakarta (lulus tahun 1987).
Melalui
kerjasama
antara
pemerintah
Indonesia-Australia
pada tahun 1996, ia mendapat
kesempatan
untuk
mengikuti
kursus
selama
6
bulan
di
Queensland University Australia
dalam
bidang
Occupational
Hygiene Analysis.
Pada Universitas yang sama, ia mendapat kepercayaan
untuk meneruskan studi pada Postgraduate Diploma In
Science dalam bidang Occupational Health and Safety (OHS)
dan memperoleh gelar PGDip. Sc. (tahun 1998). Sedangkan
gelar Magister Ergonomi (M. Erg) diperoleh dari program
Magister Ergonomi - Fisiologi Kerja Universitas Udayana
Tahun 2002.
Ia mengawali kariernya sebagai pegawai negeri pada Balai
Hiperkes dan Keselematan Kerja Bali dari tahun 1988 sampai
2003. Selanjutnya pada awal tahun 2004 ia pindah tugas ke
pemerintah Kabupaten Sragen, tepatnya pada UPTD Jasa Tenaga
Kerja Disnakertrans. Sesuai dengan tugasnya dalam bidang
penelitian dan perekayasaan, ia terus menggali dan
mengembangkan
keilmuan
ergonomi,
khususnya
untuk
meningkatkan derajad kesehatan dan keselamatan kerja. Ia juga
aktif sebagai penulis ilmiah sejak tahun 1992. Banyak karya
ilmiahnya yang telah dipublikasikan, baik melalui seminar
maupun majalah ilmiah. Sedangkan buku kajian ergonomi ini,
merupakan karya ilmiah pertama yang diterbitkan dalam bentuk
buku.
35
7
358
TENTANG PENULIS
Ir Solichul Hadi Achmad Bakri,
M.Erg. Lahir di Surakarta - Jawa
Tengah
29
Mei
1957.
Ia
memperoleh gelar Sarjana Teknik
Arsitektur dari Institut Teknologi
Bandung (ITB) pada tahun 1983,
dengan bahan skripsi tentang
Rancangan
Pusat
Rehabilitasi
Bekas Narapidana di Cilacap Jawa
Tengah.
Gelar
M.Erg
diperoleh setelah menekuni kuliah
di
Program
Studi
Magister
Ergonomi
Fisiologi
Kerja
Universitas Udayana - Bali dan
lulus tahun 2002.
Ia mengawali kariernya di dunia industri jasa konstruksi
pada tahun 1978, sewaktu masih berstatus mahasiswa Teknik
Arsitektur ITB. Menerjuni berbagai proyek baik sebagai
konsultan maupun kontraktor, selain sebagai seorang
wiraswastawan pada tahun 1996 memutuskan untuk
mengabdikan diri seabgai dosen tidak tetap di Universitas
Muhammadiyah Surakarta sampai sekarang. Sejak tahun
2002 aktif di Yayasan Pendidikan Batik (YPB) Surakarta dan
terhitung mulai tanggal 1 Oktober 2003 mengabdikan diri
sebagai Pembantu Rektor III bidang Kemahasiswaan di
Universitas Islam Batik (UNIBA) Surakarta.
Selama menekuni karirnya sebagai dosen, mata kuliah
yang berada di bawah tanggungjawabnya sampai sekarang
adalah Kewirausahaan, Ergonomi Lanjut dan K3 (Keamanan
dan Kesehatan Kerja). Beberapa penelitian dan karya tulis
yang dihasilkan, dalam bentuk panduan ajar maupun karya
tulis yang di muat di majalah ilmiah setempat. Khusus untuk
bidang ergonomi, sejak menjadi mahasiswa Pro-gram Studi
Ergonomi - Fisiologi Kerja, penulis telah melakukan berbagai
penelitian ergonomi dan telah mempresentasikannya dalam
berbagai seminar, berskala nasional maupun internasional.
35
9
360
TENTANG PENULIS
Ir. Lilik Sudiajeng, M. Erg.
Lahir di Pare, Kediri, Jawa Timur,
16 Agustus 1958. Ia memperoleh
gelar Sarjana Teknik Sipil Universitas Udayana pada tahun
1984,
dengan
bahan
skripsi
tentang Struktur Pembangunan
Pabrik Kertas Leces - Probolinggo.
Gelar M. Erg diperoleh setelah
menekuni kuliah di Prgoram Studi
Magister Ergonomi - Fisiologi
Kerja Universitas Udayana tahun
2002.
Ia mengawali kariernya di dunia industri jasa konstruksi
pada tahun 1979 (masih berstatus mahasiswa Teknik Sipil
Universitas Udayana). Setelah puas menerjuni berbagai proyek
baik sebagai konsultan maupun kontraktor, pada tahun 1986
memutuskan untuk mengabdikan diri sebagai dosen di Politeknik
Negeri Bali sampai sekarang. Selama karirnya sebagai dosen,
salah satu mata kuliah yang berada di bawah tanggungjawabnya
sampai sekarang adalah K3 (Keamanan dan Kesehatan Kerja).
Telah banyak penelitian dan karya tulis yang dihasilkan, baik
dalam bentuk buku ajar maupun karya tulis yang dimuat di
majalah ilmiah setempat. Khusus untuk bidang ergonomi, sejak
menjadi mahasiswa Program Studi Ergonomi - Fisiologi Kerja di
bawah pimpinan Prof. Manuaba (2001), penulis telah melakukan
berbagai penelitian ergonomi dan telah mempresentasikannya
dalam berbagai semi-nar, baik berskala nasional maupun
internasional.
36
1