Anda di halaman 1dari 34

DAFTAR ISI

HIPERTENSI

BAB I. HIPERTENSI

A. Hipertensi......................................................................................................2
1. Pengertian Hipertensi............................................................................2
2. Gejala dan Penyebab Hipertensi..........................................................3
3. Pencegahan dan Pengobatan Hipertensi.............................................4

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................7

BAB I

1
HIPERTENSI

A. HIPERTENSI
1. Pengertian Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah keadaan dimana


seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal.
Kelaianan yang sulit diketahui oleh tubuh kita sendiri. Satu-satunya cara
untuk mengetahui hipertensi adalah dengan mengukur tekanan darah kita
secara teratur (Bangun, 2008).

Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika


tekanan darah sistolik/diastoliknya 140/90 mmHg atau mengkonsumsi
obat antihipertensi. Sistolik adalah tekanan darah pada saat jantung
memompa darah ke dalam pembuluh nadi (saat jantung mengkerut).
Diastolic adalah tekanan darah pada saat jantung mengembang dan
menyedot darah kembali (pembuluh nadi mengempis kosong) (Bangun,
2002).

Berdasarkan hasil pertemuan ketujuh Komite Nasional gabungan


Amerika Serikat untuk prevensi, deteksi, evalusai, dan pengobatan
tekanan darah tinggi, hipertensi didefinisikan bila tekanan darah sistolik
mencapai 140 mmHg atau lebih, diastolic mencapai 90 mmHg atau lebih.
Berikut inimerupakan klasifikasi tekanan darah menurut The Seventh
Report oh The Joint national Commite on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC, 2001).

Tabel I. 1 Klasifikasi Tekanan Darah

2
Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik
Normal Di bawah 130 mmHg Di bawah 85 mmHg
Normal tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg
Stadium 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg
(Hipertensi ringan)
Stadium 2 160-179 mmHg 100-109 mmHg
(Hipertensi sedang)
Stadium 3 180-209 mmHg 110-119 mmHg
(Hipertensi berat)
Stadium 4 210 mmHg atau lebih 110-119 mmHg
Hipertenai maligna

2. Gejala dan Penyebab Hipertensi


Gejala-gejala hipertensi antara lain pusing, muka merah, sakit
kepala, keluar darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal, dan
lain-lain. Dampak yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi adalah keruskan
ginjal, pendarahan pada selaput bening (retina mata), pecahnya pembuluh
darah di otak, serta kelumpihan.
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat digolongkan menjadi 2
kelompok, yaitu (Medicastore, 2008) :
a. Hipertensi esensial atau primer
Penyebab dari hipertensi esensial, diesebkan oleh berbagai factor
antara lain seperti, bertambahnya umur, stress, asupan gizi yang tidak
seimbang dan hereditas (Keturunan). Kurang lebih 90% penderita
hipertensi tergolong hipertensi primer sedangkan 10%nya tergolong
hipertensi sekunder.
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat
diketahui, antara lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan
kelenjar tiroid (Hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal
(hiperaldosteronisme), dan lain-lain.

3. Pencegahan dan Pengobatan

3
Hipertensi dapat dicegah dengan pengaturan pola makan ang baik,
aktivitas fisik yang cukup. Hindari kebiasaan lainnya seperti merokok dan
mengkonsumsi alcohol yang diduga mempengaruhi dalam meningkatkan
risiko hipertensi walaupun mekanisme timbulnya belum diketahui pasti.
Perubahan gaya hidup, olah raga dan mempertahankan berat badan yang
normal serta mengkonsumsi makanan yang sehat, rendah lemak, kaya
akan sumber vitamin bisa membantu mengendalikan tekanan darah tinggi.
Selain mengatur pola aktivitas, maka pengaturan asupan kalori juga
harus seimbang, dan juga harus dibatasi pola konsumsi makanan yang
mengandung banyak lemak dan kolesterol dan asupan garam (NaCl).
Untuk itu diperlukan diet seimbang untuk penyakit hipertensi, yaitu
dengan mengkonsumsi makanan secara seimbang antara karbohidat,
protein, lemak dan garam (Depkes, 2008).
Olah raga lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan
hipertensi, karena olah raga isotonic (seperti bersepeda, jogging, aerobic)
yang teratur dapat mempelancar peredaran darah sehingga dapat
menurunkan tekanan darah. Olah raga juga dpat digunakan untuk
mengurangi/mencegah obesitas dan mengurangi asupan garam ke dalam
tubuh (tubuh yang berkeringat akan mengeluarkan garam lewat kulit).
Pengobatan Hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu
(Bangun, 2002)

a. Pengobatan non obat (non-farmakologi)


Pengobatan no farmakologi kadang-kadang dapat mengontrol
tekanan darah sehingga pengobatan farmakologis menjadi tidak
diperlukan atau sekurang-kurangnya ditunda, sedangkan pada keadaan
dimana obat anti hipertensi diperlukan, pengobatan non farmakologis
dapat dipakai sebagai pelengkap untuk mendapatkan efek pengobatan
yang lebih baik. Pengobatan non farmakologis diantaranya adalah :
1. Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh
2. Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh.

4
Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan
makan penderita. Pengurangan asupan makanan secara drastic
akan sulit dilaksanakan. Cara pengobatan ini hendaknya tidak
dipakai sebagai pengobatan tunggal, tetapi lebih baik digunakan
sebagai pelengkap pada pengobatan farmakologis.
3. Ciptakan keadaan rileks
Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hypnosis dapat
mengontrol system saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan
darah.
4. Melakukan olah raga seperti senam aerobic atau jalan cepat
selama-30-45 menit sebanyak 3-4 kali seminggu.
5. Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alcohol.
b. Pengobatan dengan menggunakan obat-obatan
Pengobatanhipertensi dapat dilakukan dengan menggunakan obat-
obatan (farmakologis). Terdapat banyak jenis obat anti hipertensi yang
beredar saat ini. Untuk pemilihan obat yang tepat diharapkan
menghubungi dokter. Berikut ini merupakan beberapa jenis obat-
obatan antihiprtrnsi yang dapat digunakan dalam pengobatan
hipertensi yaitu :

1. Diuretic
2. Penghambat simpatetik
3. Betablocker
4. Vasodilator
5. Penghambat enzim konvensi angiostensin
6. Antagonis kalsium
7. Penghambat reseptor angisotensin II.

5
DAFTAR PUSTAKA

Bangun, A.P. 2002. Terapi Jus dan Ramuan Tradisional Untuk Hipertensi. Jakarta:
Agromedia Pustaka

Bangun, A.P. 2008. Khasiat Tanaman Obat Untuk Hipertensi. Jakarta: Sarana Pustaka
Prima

Depkes R.I., 2008. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta

JNC 7, National High Blood Pressure Education Program. The sixth report of the
Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure.Arch Intern Med. 1997;157:2413-46.

6
Medicastore. (2008). Komplikasi Diabetes Bisa Mematikan. Diakses dari :
http://medicastore.com/diabetes/komplikasi_diabetes_mellitus.php

DAFTAR ISI

DIABETES MELLITUS

BAB II. DIABETES MELLITUS

A. Diabetes Mellitus..........................................................................................9
1. Pengertian Diabetes Mellitus................................................................9
2. Epidemiologi Diabetes Mellitus............................................................9
3. Klasifikasi Diabetes Mellitus.................................................................10
4. Insulin.....................................................................................................12
5. Diagnosis Diabetes Mellitus..................................................................12
6. Gejala Kronis.........................................................................................13
7. Patogenesis Diabetes Mellitus...............................................................14
8. Komplikasi Diabetes Mellitus...............................................................14
9. Prinsip Pengendalian.............................................................................15

7
10. Pengobatan.............................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................20

BAB II

DIABETES MELLITUS

A. DIABETES MELLITUS
1. Pengertian Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan oleh karena peningkatan kadar glukosa darah
akibat penurunan sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi oleh
resistensi insulin (Soegondo dkk, 2009).
Diabetes Mellitus adalah kondisi abnormalitas metabolisme
karbohidrat yang disebabkan oleh defisiensi (kekurangan) insulin, baik
secara absolute (total) maupun sebagian (Hadisaputro. Setiawan, 2007).

2. Epidemiologi Diabetes Mellitus


Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 orang
diseluruh dunia menderita Diabetes Melitus, atau sekitar 2.8% dari total

8
populasi, insidennya terus meningkat dengan cepat dan diperkirakan tahun
2030 angka ini menjadi 366 juta jiwa atau sekitar 4.4% dari populasi
dunia, DM terdapat diseluruh dunia, 90% adalah jenis Diabetes Melitus
tipe 2 terjadi di negara berkembang, peningkatan prevalensi terbesar
adalah di Asia dan di Afrika , ini akibat tren urbanisasi dan perubahan
gaya hidup seperti pola makan yang tidak sehat, di Indonesia sendiri,
berdasarkan hasil Riskesdas (2007) dari 24417 responden berusia > 15
tahun , 10,2% mengalami toleransi glukosa tergangggu (kadar glukosa
140-200 mgdl setelah puasa selama 4 jam diberikan beban glucosa
sebanyak 75 gram), DM lebih banyak ditemukan pada wanita dibanding
dengan pria, lebih sering pada golongan tingkat pendidikan dan status
sosial yang rendah, daerah dengan angka penderita DM yang tertinggi
adalah Kalimantan Barat dan Maluku Utara, yaitu 11.1% sedangkan
kelompok usia terbanyak DM adalah 55-64 tahun yaitu 13.5%, beberapa
hal yang dihubungkan dengan faktor resiko DM adalah Obesitas,
hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan rendahnya komsumsi sayur dan
buah (Riskesdas, 2007).
Prevalensi nasional DM berdasarkan pemeriksaan gula darah pada
penduduk usia >15 tahun diperkotaan 5,7%, prevalensi kurang makan
buah dan sayur sebesar 93,6%, dan prevalensi kurang aktifitas fisik pada
penduduk >10 tahun sebesar 48,2% disebutkan pula bahwa prevalensi
merokok setiap hari pada penduduk >10 tahun sebesar 23,7% (Depkes,
2008).
Hasil penelitian epidemiologi yang dilakukan pada tahun 1993 di
Jakarta daerah urban membuktikan adanya peningkatan prevalensi DM
dari 1.7% pada tahun 1982 menjadi 5.7% kemudian tahun 2001 di Depok
dan didaerah Jakarta Selatan menjadi 12.8%, demikian juga di Ujung
Pandang daerah urban meningkat dari 1.5% pada tahun 1981 menjadi
3,5% pada tahun1998, kemudian pada akhir 2005 menjadi 12.5%, di

9
daerah rural yang dilakukan oleh Arifin di Jawa Barat 1,1% didaerah
terpencil, di tanah Toraja didapatkan prevalensi DM hanya 0,8% dapat
dijelaskan perbedaan prevalensi daerah urban dan rural (Soegondo dkk,
2009).

3. Klasifikasi Diabetes Mellitus


Klasifikasi DM yang dianjurkan oleh Perkeni adalah yang sesuai
dengan anjuran klasifikasi DM American Diabetes Association (ADA),
klasifikasi etiologi Diabetes Mellitus, menurut ADA (2007) adalah dapat
dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel II. 1 Klasifikasi Etiologi Diabetes Mellitus

Tipe Keterangan
DiabetesTipe 1 Diabetesang tergantung dengan insulin disebabkan
oleh kerusakan sel-sel beta dalam pankreas sejak
masa anak anak atau remaja
Diabetes Tipe 2 Mulai dari yang dominan resistensi insulin relatif
sampai yang dominan defek sekresi insulin
Diabetes Tipe lain 1. Defek genetik fungsi insulin
2. Defek genetik kerja insulin
3. Karena obat
4. Infeksi
5. Sebab imunologi yang jarang : antibody insulin
6. Resistensi Insulin
7. Sindroma genetik lain yang berkaitan dengan DM
(Klinefelter, sindrom Turner)
Diabetes Gestasional (DMG) Karena dampak kehamilan
Sumber: Perkeni 2006
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila trdapat keluhan
klasik DM seperti tersebut di bawah ini:
a. Keluhan klasik DM berupa : banyak minum, banyak makan, banyak
buang air kecil dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
sebabnya.

10
b. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata
kabur disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae (gatal didaerah
kemaluan) pada wanita .

Diabetes karena dampak kehamilan ditegakkan hasil pemeriksaan


TTGO, dilakukan dengan memberikan beban 75 g glukosa setelah
berpuasa 8 14 jam. Kemudian dilakukan pemeriksaan glukosa darah
puasa, 1 jam dan 2 jam setelah beban. DMG ditegakkan apabila ditemukan
hasil pemeriksaan glukosa darah puasa 95 mg/dl, 1 jam setelah beban
180 mg/dl dan 2 jam setelah beban 155 mg/dl. Apabila hanya dapat
dilakukan 1 kali pemeriksaan glukosa darah maka lakukan pemeriksaan
glukosa 2 jam setelah pembebanan, bila didapatkan hasil glukosa darah
155 mg/dL, sudah dapat didiagnosis Diabetes Gestasional (Perkeni, 2006).

4. Insulin
Insulin adalah salah satu hormon didalam tubuh manusia yang
dihasilkan atau diproduksi oleh sel beta pulau langerhans di dalam
kelenjar pangkreas, Insulin merupakan suatu polipeptida (protein) dalam
keadaan normal, jika kadar glukosa darah naik, kelenjar pangkreas akan
mengeluarkan insulin dan masuk ke dalam aliran darah, oleh darah insulin
disalurkan ke reseptor hati sebesar 50 % ginjal 10- 20%, sel darah, otot,
jaringan lemak 30-40%, apabila kadar insulin cukup atau fungsinya tidak
terganggu, kelebihan gula dalam darah akan segera diubah dan disimpan
untuk metabolisme tubuh (Soewondo, 2006).
Gula darah merupakan bahan bakar utama yang akan diubah menjadi
energi dan akan merangsang sel beta pulau langerhans untuk
mengeluarkan insulin, selama tidak ada insulin, gula darah tidak dapat
masuk kedalam sel-sel jaringan tubuh lainnya seperti otot dan jaringan
lemak, insulin merupakan kunci yang membuka pintu sel jaringan,
memasukkan gula ke dalam sel dan menutup pintu kembali, di dalam sel,

11
gula dibakar menjadi energi yang berguna untuk aktivitas (Soegondo,
2004).

5. Diagnosis Diabetes Mellitus


Dapat ditegakkan melalui tiga cara dengan melihat dari tabel dibawah
ini:

Tabel II.2. Kriteria Diagnostik Diabetes Mellitus

Kriteria Diagnostik Diabetes Mellitus


Gejala klasik DM + Glukosa plasma sewaktu > 200mg/dl
Gejala klasik DM + Glukosa plasma puasa > 126 mg/dl atau
Glukosa plasma 2 jam pada TTGO (Test Toleransi Glukosa Oral) > 200 mg dl,
menggunakan beban glukosa 75 g anhidrus yang dilarutkan dalam air
Sumber: Perkeni 2006
Cara pemeriksaan TTGO (Test Toleransi Glukosa Oral) sesuai dengan
Perkeni (2006).
a. Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-
hari ( dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan
jasmani seperti biasa.
b. Berpuasa paling sedikit 8 jam ( mulai malam hari) sebelum
pemeriksaan minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.
c. Diperiksa kadar glukosa puasa
d. Diberikan glucosa, 75 gram pada orang dewasa atau 1,75 gram/kg BB
anakanak, dilarutkan dalan 250ml dan diminum dalam waktu 5 menit.
e. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glucosa selesai.
f. Diperiksa kadar glucosa 2 jam sesudah beban glucosa. g. Selama
proses pemeriksaan tidak merokok (Perkeni, 2006).

6. Gejala Kronik Diabetes Mellitus


Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita Diabetes Mellitus adalah
sebagai berikut:
a. Kesemutan.
b. Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum.

12
c. Rasa tebal di kulit.
d. Kram.
e. Capai.
f. Mudah mengantuk.
g. Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata.
h. Gatal di sekitar kemaluan terutama wanita.
i. Gigi goyah mudah lepas, kemampuan seksual menurun, impotensi.
j. Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin
dalam kandungan, atau dengan berat lahir lebih dari 4 kg (Jhonson,
1998 ).

7. Patogenesis Diabetes Mellitus


Patogenesis diabetes mellitus tipe 2 ditandai dengan adanya resistensi
insulin perifer, gangguan hepatic glucosa production (HGP) dan
penurunan fungsi sel , yang akhirnya akan menuju kerusakan total sel .
Mula-mula timbul resistensi insulin kemudian disusul oleh peningkatan
sekresi insulin, untuk mengkompensasi (mengatasi kekurangan) resistensi
insulin agar kadar glukosa darah tetap normal. Lama-kelamaan sel beta
tidak sanggup lagi mengkompesasikan resistensi insulin hingga kadar
glukosa darah meningkat dan fungsi sel beta semakin menurun saat itulah
diagnosa diabetes ditegakkan ternyata penurunan fungsi sel beta
berlangsung secara progresif sampai akhirnya sama sekali tidak mampu
lagi mengekresi insulin (ADA, 2007).

8. Komplikasi Diabetes Mellitus


Komplikasi-komplikasi penderita diabetes melitus:
a. Sistem kardiovaskuler (peredaran darah jantung) seperti hipertensi,
infarck miokard ( gangguan pada otot jantung).
b. Mata: retinopathy diabetika, katarak
c. Saraf: neropathy diabetika
d. Paru-paru: TBC (tuberculosis)
e. Ginjal: pielonefritis (infeksi pada piala ginjal), Glumerulosklerosis
(Pengerasan pada glomerolus).
f. Hati: Sirosis Hepatis (Pengerasan pada hati)
g. Kulit: Gangren (jaringan mati pada kulit, jaringan), ulcus (luka)

13
9. Prinsip Pengendalian Diabetes Mellitus
a. Penyuluhan
Tujuan penyuluhan menurut pengendalian yaitu meningkatkan
pengetahuan diabetisi tentang penyakit dan pengelolaannya dengan
tujuan dapat merawat sendiri sehingga mampu mempertahankan hidup
dan mencegah komplikasi lebih lanjut, penyuluhan meliputi
penyuluhan untuk pencegahan primer ditujukan untuk kelompok risiko
tinggi, penyuluhan untuk pencegahan sekunder ditujukan pada
diabetisi terutama pasien yang baru, materi yang diberikan meliputi
pengertian diabetes, gejala, penatalaksanaan Diabetes Mellitus,
mengenal dan mencegah komplikasi akut dan kronik, penyuluhan
untuk pencegahan tersier ditujukan pada diabetisi lanjut, dan materi
yang diberikan meliputi aktivitas fisik, pola makan, pengawasan kadar
gula darah (Soegondo dkk, 2009).
b. Latihan Fisik (Olahraga)
Tujuan olah raga adalah untuk meningkatkan kepekaan insulin,
mencegah kegemukan, memperbaiki aliran darah, merangsang
pembentukan glikogen baru dan mencegah komplikasi lebih lanjut,
olah raga meliputi empat prinsip jenis olah raga dinamis yaitu
memenuhi frekuensi, intensitas, time (durasi) dan tipe (jenis ):
Frekuensi : jumlah olah raga perminggu sebaiknya dilakukan teratur 3-
5 kali Intensitas : ringan dan sedang yaitu 60-70% MHR ( Maximun
Heart Rate ) Time : 30-60 menit Tipe/Jenis : Olahraga endurans
(aerobik) untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi seperti
jalan, jogging, berenang dan bersepeda.
Menurut Soegondo dkk (2009) menentukan MHR (Maksimun
Heart Rate) yaitu: 220 - umur, setelah MHR didapat ditentukan THR
( Target Heart Rate ), misalnya intensitas latihan yang diprogramkan
bagi diabetisi umur 50 tahun sebesar 60-70%, maka THR = 60%

14
(220-50) = 102, sedangkan THR 70% adalah: 70% ( 220 50) =
119, dengan demikian jika diabetesi ini akan olahraga sebaiknya
berada diantar 102-119 kali/menit, hal-hal yang perlu diperhatikan
waktu olah raga yaitu pemanasan (warm up) kegiatan ini dilakukan
sebelum memasuki latihan inti dengan tujuan untuk mempersiapkan
berbagai sistem tubuh sebelum memasuki latihan, menaikkan suhu
tubuh, meningkatkan denyut nadi secara perlahan-lahan, mengurangi
kemungkinan terjadinya cedera, lama pemanasan 5-10 menit,
kemudian latihan inti (Conditioning) pada tahap ini denyut nadi
diusahakan mencapai THR (Target Heart Rate) agar latihan benar
bermanfaat.
Pendinginan (cooling-down), setelah selesai olahraga
dilakukan pendinginan untuk menimbulkan asam laktat yang dapat
menimbulkan rasa nyeri pada otot sesudah berolahraga atau pusing-
pusing karena darah masih terkumpul pada otot yang aktip, contohnya
bila olah raga jogging maka pendinginan dilakukan dengan tetap jalan
selama beberapa menit, bila mengayuh sepeda tetap mengayuh tanpa
beban, lama pendinginan sebaiknya dilakukan 5-10 menit, peregangan
( Stretching) hal ini dilakukan untuk melemaskan dan melenturkan
otot-otot yang masih meregang dan tidak elastis dan ini sangat penting
bagi diabetisi usia lanjut (Soegondo dkk, 2009).

c. Diet Diabetes Mellitus


Adanya serat (sayur, buah dan kacangan) memperlambat
absorbsi glukosa, sehingga dapat ikut berperan mengatur gula darah
dan memperlambat kenaikan gula darah, makanan yang cepat
dirombak dan juga cepat diserap dapat meningkatkan kadar gula
darah, sedangkan makanan yang lambat dirombak dan lambat diserap
masuk ke aliran darah menurunkan gula darah (Almatsier, 2006).

15
Karbohidrat atau hidrat arang adalah suatu zat gizi yang fungsi
utamanya sebagai penghasil energi, dimana setiap gramnya
menghasilkan 4 kalori, walaupun lemak menghasilkan energi lebih
besar, namun karbohidrat lebih banyak di konsumsi sehari-hari sebagai
bahan makanan pokok, terutama pada negara sedang berkembang, di
negara sedang berkembang karbohidrat dikonsumsi sekitar 70-80%
dari total kalori, bahkan pada daerah-daerah miskin bisa mencapai
90%, sedangkan pada negara maju karbohidrat dikonsumsi hanya
sekitar 40-60%, hal ini disebabkan sumber bahan makanan yang
mengandung karbohidrat lebih murah harganya dibandingkan sumber
bahan makanan kaya lemak maupun protein, karbohidrat banyak
ditemukan pada serealia (beras, gandum, jagung, kentang dan
sebagainya), serta pada biji-bijian (Ostman, 2001) .
Penukar nasi umumnya digunakan sebagai makan pokok, satu
porsi nasi setara dengan gelas atau 100 gram, mengandung 175
kalori, 4 gram protein dan 40 gram karbohidrat, untuk menentukan
berapa kebutuhan karbohidrat total perhari dapat ditentukan dengan
melihat kebutuhan energi sehari, jika energi sehari adalah sebesar 2450
kkal, maka energi yang berasal dari karbohidrat adalah 1470-1838
kkal atau sekitar 368-460 g karbohidrat , 1 gram karbohidrat setara
dengan 4 kkal, kebutuhan karbohidrat 60-70% total kkal (Almatsier,
2006).
Untuk melihat bahan makanan yang berasal dari karbohidrat
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel II.3 Bahan Makanan Karbohidrat

No Bahan Makanan Ukuran Rumah Berat (gr)


Tangga
1 Bihun gelas 50
2 Biscuit 4 keping 40

16
3 Havermut 5 sendok makan 45
4 Kentang 2 biji sedang 210
5 Creakers 5 keping 50
6 Macaroni gelas 50
7 Mie Kering 1 gelas 50
8 Mie Basah 2 gelas 200
9 Nasi gelas 100
10 Talas 1 potong 125
11 Ubi 1 biji sedang 135
12 Roti 3 potong sedang 70
Sumber: Almatsier, 2006
Sumber karbohidrat lain dapat diperoleh dari gula merupakan
salah satu sumber karbohidrat sederhana yang dicampur ke kopi, teh
manis, susu dan minuman lainnya yang banyak dikonsumsi
masyarakat contohnya 1 sendok makan susu kental manis = 71 kalori,
g 4. Pengobatan ula termasuk dalam sumber karbohidrat tetapi bukan
sumber energi utama, sumber energi utama adalah karbohidrat
kompleks (Nasi, kentang, bihun, jagung, bihun, mie), penggunaan gula
yang terlalu banyak tidak dianjurkan, gula jika dikonsumsi berlebihan
maka bisa memicu berbagai masalah seperti Diabetes dan kegemukan,
satu sendok makan gula pasir sama dengan 10 gram ( Almatsier, 2006)

10. Pengobatan
Jika telah menerapkan pengaturan makanan dan kegiatan jasmani yang
teratur namun pengendalian kadar gula darah belum tercapai maka
dipertimbangkan pemberian obat meliputi obat hipoglikemi oral (OHO)
dan insulin, pemberian obat hipoglikemi oral diberikan kurang lebih 30
menit sebelum makan, pemberian insulin biasanya diberikan lewat
penyuntikan di bawah kulit (subkutan) dan pada keadaan khusus diberikan

17
secara intravena (melalui vena) atau intramuskuler (melalui otot)
(Soegondo, 2009).

DAFTAR PUSTAKA

ADA (American Diabetes Assosiation)., 2007. Clinical Practice Recommendations


Report of the Expert Commite on the Diagnosis and Classifications of
Diabetes Mellitus Diabetes Care, USA: p.S4-S24.

18
Almatsier, S., 2006. Penuntun Diet, Jakarta: penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Depkes R.I., 2008. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta.

Hadisaputro, S., Setyawan, H.,2007 Epidemiologi dan Faktor-Faktor Risiko terjadi


Diabetes Mellitus tipe 2. Dalam : Darmono, dkk, editors. Naskah
Lengkap Diabetes mellitus Ditinjau dari Berbagai Aspek Penyakit dalam
dalam rangka Purna Tugas Prof Dr.dr.RJ Djokomoeljanto. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro Semarang: p.133-153.

Ostman, E, M,. 2001. to regular of produk "Inconsistency between glycemic and


insulinemic responses . American Journal of Clinical Nutrition 74 (1): pp.
96- 100. PMID 11451723.

Perkeni., 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di


Indonesia, Jakarta.

Riskesda., 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan kesehatan, Departermen Ke


sehatan Republik Indonesia. 2009.

Soegondo, S., 2004. Penatalaksanan Diabetes Melitus Terpadu, Jakarta: Balai


penerbit FKUI.

Soegondo, S, dkk, 2009. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terapadu. Balai Penerbit


FKUI, Jakarta

Soewondo, P., 2006. Penyakit Metabolik Endokrin, Jakarta.

19
DAFTAR ISI

ASAM URAT

BAB III. ASAM URAT

A. Asam Urat.....................................................................................................23
1. Pengertian Asam Urat...........................................................................23

20
2. Pembentukan Asam Urat......................................................................24
3. Eksresi Asam Urat.................................................................................24
4. Gejalan Klinis Asam Urat.....................................................................25
5. Pencegahan dan Penanggulangan Asam Urat.....................................28

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................31

BAB III

ASAM URAT

A. ASAM URAT
1. Pengertian Asam Urat
Asam urat adalah hasil akhir dari katabolisme (pemecahan) purin.
Purin adalah salah satu kelompok struktur kimia pembentuk DNA
(gambar 2.1). Yang termasuk kelompok purin adalah adenosin dan

21
guanosin. Saat DNA dihancurkan, purin pun akan dikatabolisme. Hasil
akhirnya berupa asam urat (Rodwell, 2003).
Asam urat merupakan produk akhir pemecahan purin pada manusia.
Asam urat merupakan asam lemah dengan pKa 5,75 dan 10,3. Urat
terbentuk dari ionisasi asam urat yang berada dalam plasma, cairan
eksrtaseluler dan cairan sinovial dengan perkiraan 98 % berbentuk urat
monosodium pada pH 7,4. Monosodium urat mudah diultrafiltrasi dan
didialisis dari plasma. Pengikatan urat dengan ke protein plasma memiliki
sedikit kemaknaan fisioligik. Plasma menjadi jenuh dengan konsentrasi
urat monosodium 415 mol/L (6,8 mg/dL) pada suhu 370 C. Pada
konsentrasi lebih tinggi, plasma menjadi sangat jenuh dengan asam urat
dan mungkin menyebabkan presipitasi kristal urat. Namun presipitasi
tidak terjadi sekalipun konsentrasi urat plasma sebesar 80 mg/dL
(Wortmann, 2012).
Asam urat lebih mudah berikatan atau larut dalam urin dibandingkan
dengan air, mungkin karena adanya urea, protein, dan mukopolisakarida.
Kelarutannya sangat dipengaruhi oleh pH urin itu sendiri. Pada pH 5,0
urin menjadi lebih jenuh dengan asam urat pada konsentrasi antara 360
sampai 900 mol/L (6 sampai 15 mg/dL). Pada pH 7,0 saturasi tercapai
dengan konsentrasi.

2. Pembentukan Asam Urat


Asam urat (purin 2,6,8-trihidroksi, C5H4N4O3) adalah produk akhir
metabolisme purin di manusia, tetapi merupakan produk perantara dalam
kebanyakan mamalia lain. Hal ini dihasilkan terutama dalam hati dengan
aksi xantin oksidase, suatu enzim logam molibdenum yang dapat
dihambat oleh farmakologi obat-obatan seperti allopurinol dan febuxostat
(Bobulescu, 2012).
Manusia mengubah nukleotida purin yang utama, yaitu adenosin dan
guanin menjadi produk akhir asam urat yang dieksresikan keluar. Guanin
yang berasal dari guanosin dan hipoxantin yang berasal dari adenosin

22
melalui pembentukan xantin keduanya dikonversi menjadi asam urat,
reaksinya berturutturut dikatalis oleh enzim guanase dan xantin oksidase
(Hardjasasmita, 2000).
Adenosin pertama-tama mengalami deaminase menjadi inosin oleh
enzim adenosin deaminase. Fosforilasi ikatan N-glikosidat inosin dan
guanosin yang dikatalisis oleh enzim nukleosida purin fosforilase, akan
melepas basa purin (Rodwell, 2012).
Selanjutnya, dengan dikatalisis oleh enzim xantin oksidase, hipoxantin
mula-mula dioksidase menjadi xantin, untuk selanjutnya xantin diubah
menjadi asam urat. Guanin berasal dari guanosin, guanosin dengan Pi
dikatalisis oleh 9 enzim purin nukleosida fosforilase yang melepas gugus
Ribosa- 1P (Hardjasasmita, 2000).

3. Eksresi Asam Urat


Ekskresi netto asam urat lokal pada manusia normal rata-rata adalah
400- 600 mg/jam. Banyak senyawa secara alami terdapat di alam dan
senyawa farmakologik mempengaruhi absorpsi serta sekresi natrium pada
ginjal. Produksi asam urat bervariasi tergantung kandungan purin dalam
diet dan kecepatan biosintesis, degradasi dan penyimpanan purin.
Normalnya dua pertiga hingga tiga perempat urat yang dihasilkan
dikeluarkan melalui ginjal dan sebagian besar dibuang melalui usus.
Setelah filtrasi, 98% sampai 100% asam urat diserap kembali. Kira-kira
setengah sampai empat puluh persen asam urat yang direabsorbsi
diekskresikan kembali di tubulus proksimalis dan kira kira 40-44%
direabsorbsi kembali. Kira-kira 8% sampai 12% asam urat yang disaring
oleh glomerulus dikeluarkan dalam urin sebagai asam urat (Wortmann,
2012).

4. Gejala Klinis Asam Urat

23
Artritis gout muncul sebagai serangan keradangan sendi yang

timbul berulang-ulang. Gejala khas dari serangan artritis gout adalah

serangan akut biasanya bersifat monoartikular (menyerang satu sendi saja)

dengan gejala pembengkakan, kemerahan, nyeri hebat, panas dan

gangguan gerak dari sendi yang terserang yang terjadi mendadak (akut)

yang mencapai puncaknya kurang dari 24 jam. Lokasi yang paling sering

pada serangan pertama adalah sendi pangkal ibu jari kaki. Hampir pada

semua kasus, lokasi artritis terutama pada sendi perifer dan jarang pada

sendi sentral (Mumtaz, 2011).

Serangan yang terjadi mendadak maksudnya tiba-tiba. Karena itu

bisa saja terjadi, siang hari sampai menjelang tidur tidak ada keluhan,

tetapi pada tengah malam penderita mendadak terbangun karena rasa sakit

yang amat sangat. Kalau serangan ini datang, penderita akan merasakan

sangat kesakitan walau tubuhnya hanya terkena selimut atau bahkan

hembusan angin. Gejala lain yang mungkin terjadi adalah berupa demam,

ruam kulit, sakit tenggorokan, lidah berwarna merah atau gusi berdarah,

diare atau muntah, bengkak pada kaki atau peningkatan berat badan yang

tiba-tiba (Mumtaz, 2011).

Perjalanan penyakit gout sangat khas dan mempunyai 3 tahapan.

Tahap pertama disebut tahap artritis gout akut. Pada tahap ini penderita

akan mengalami serangan artritis yang khas dan serangan tersebut akan

menghilang tanpa pengobatan dalam waktu 5 7 hari. Karena cepat

24
menghilang, maka sering penderita menduga kakinya keseleo atau kena

infeksi sehingga tidak menduga terkena penyakit gout dan tidak

melakukan pemeriksaan lanjutan (Mumtaz, 2011).

Bahkan, dokter yang mengobati kadang-kadang tidak menduga

penderita terserang penyakit gout. Karena serangan pertama kali ini

singkat waktunya dan sembuh sendiri, sering penderita berobat ke tukang

urut dan waktu sembuh menyangka hal itu disebabkan hasil urutan/pijatan.

Padahal, tanpa diobati atau diurut pun serangan pertama kali ini akan

hilang sendiri (Mumtaz, 2011).

Setelah serangan pertama, penderita akan masuk pada gout

interkritikal. Pada keadaan ini penderita dalam keadaan sehat selama

jangka waktu tertentu. Jangka waktu antara seseorang dan orang lainnya

berbeda. Ada yang hanya satu tahun, ada pula yang sampai 10 tahun,

tetapi rata-rata berkisar 1 2 tahun. Panjangnya jangka waktu tahap ini

menyebabkan seseorang lupa bahwa ia pernah menderita serangan artritis

gout atau menyangka serangan pertama kali dahulu tak ada hubungannya

dengan penyakit gout (Mumtaz, 2011).

Tahap kedua disebut sebagai tahap artritis gout akut intermiten.

Setelah melewati masa gout interkritikal selama bertahun-tahun tanpa

gejala, penderita akan memasuki tahap ini, ditandai dengan serangan

artritis yang khas. Selanjutnya penderita akan sering mendapat serangan

(kambuh) yang jarak antara serangan yang satu dan serangan berikutnya

25
makin lama makin rapat dan lama, serangan makin lama makin panjang,

serta jumlah sendi yang terserang makin banyak (Mumtaz, 2011).

Tahap ketiga disebut sebagai tahap artritis gout kronik bertofus.

Tahap ini terjadi bila penderita telah menderita sakit selama 10 tahun atau

lebih. Pada tahap ini akan terjadi benjolan-benjolan di sekitar sendi yang

sering meradang yang disebut sebagai tofus. Tofus ini berupa benjolan

keras yang berisi serbuk seperti kapur yang merupakan deposit dari kristal

monosodium urat. Tofus ini akan mengakibatkan kerusakan pada sendi

dan tulang di sekitarnya. Tofus pada kaki bila ukurannya besar dan banyak

akan mengakibatkan penderita tidak dapat menggunakan sepatu lagi

(Mumtaz, 2011).

5. Pencegahan dan Penanggulangan

Penatalaksanaan artritis gout (Mumtaz, 2011):

a. Meredakan radang sendi (dengan obat-obatan dan istirahat sendi yang

terkena).

b. Pengaturan asam urat tubuh (dengan pengaturan diet dan obat-obatan).

c. Tujuan utama pengobatan artritis gout adalah:

d. Mengobati serangan akut secara baik dan benar

e. Mencegah serangan ulangan artritis gout akut

f. Mencegah kelainan sendi yang berat akibat penimbunan kristal urat

g. Mencegah komplikasi yang dapat terjadi akibat peningkatan asam urat

pada jantung, ginjal dan pembuluh darah.

26
h. Mencegah pembentukan batu pada saluran kemih.

Makin cepat seseorang mendapat pengobatan sejak serangan akut,

makin cepat pula penyembuhannya. Pengobatan dapat diberikan obat anti

inflamasi nonsteroid (antirematik) dan obat penurun kadar asam urat (obat

yang mempercepat/meningkatkan pengeluaran asam urat lewat kemih

(probenecid) atau obat yang menurunkan produksi asam urat (allopurinol).

1) Pengaturan diet

Selain jeroan, makanan kaya protein dan lemak merupakan sumber

purin. Padahal walau tinggi kolesterol dan purin, makanan tersebut sangat

berguna bagi tubuh, terutama bagi anak-anak pada usia pertumbuhan.

Kolesterol penting bagi prekusor vitamin D, bahan pembentuk otak,

jaringan saraf, hormon steroid, garam-garaman empendu dan membran

sel.Orang yang kesehatannya baik hendaknya tidak makan berlebihan.

Sedangkan bagi yang telah menderita gangguan asam urat, sebaiknya

membatasi diri terhadap hal-hal yang bisa memperburuk keadaan

(Mumtaz, 2011). Misalnya, membatasi makanan tinggi purin dan memilih

yang rendah purin. Makanan yang sebaiknya dihindari adalah makanan

yang banyak mengandung purin tinggi.

Penggolongan makanan berdasarkan kandungan purin (Mumtaz, 2011):

a) Golongan A: Makanan yang mengandung purin tinggi (150-800

mg/100 gram makanan) adalah hati, ginjal, otak, jantung, paru, lain-

27
lain jeroan, udang, remis, kerang, sardin, herring, ekstrak daging

(abon, dendeng), ragi (tape), alkohol serta makanan dalam kaleng.

b) Golongan B: Makanan yang mengandung purin sedang (50-150

mg/100 gram makanan) adalah ikan yang tidak termasuk golongan A,

daging sapi, kerang-kerangan, kacang-kacangan kering, kembang kol,

bayam, asparagus, buncis, jamur, daun singkong, daun pepaya,

kangkung.

c) Golongan C: Makanan yang mengandung purin lebih ringan (0-50

mg/100 gram makanan) adalah keju, susu, telur, sayuran lain, buah-

buahan.

Pengaturan diet sebaiknya segera dilakukan bila kadar asam urat

melebihi 7 mg/dl dengan tidak mengonsumsi bahan makanan golongan A

dan membatasi diri untuk mengonsumsi bahan makanan golongan B. Juga

membatasi diri mengonsumsi lemak serta disarankan untuk banyak minum

air putih. Apabila dengan pengaturan diet masih terdapat gejala-gejala

peninggian asam urat darah, sebaiknya berkonsultasi dengan dokter

terdekat untuk penanganan lebih lanjut (Mumtaz, 2011).

28
DAFTAR PUSTAKA

Bobulescu, I. A, Moe, O. W, Renal Transport of Uric Acid : Evolving Conceps and


Uncrertainties. NIH Public Acces. Adv Chronic Kidney Dis. 2012
November ; 19(6): 358371. doi:10.1053/j.ackd.2012.07.009.

Hardjasasmita, H. Panjaitan. 2000. Ikhtisar Biokimia Dasar B. Balai Penerbit FK UI.


Jakarta

Mumtaz, Aini. 2011. Makalah Asam Urat.


https://www.scribd.com/doc/53309076/makalah-asam-urat. Diakses
tanggal 30 Juli 2016

29
Murray, R. K., Granner, D. K., Rodwell, V. W., 2003. Biokinia Harper. Edisi 27.
Jakarta : EGC

Wallace L. K., Riedel A. A., Joseph-Ridge N., Wortmann R., 2012. Increasing
prevalence of gout and hyperuricemia over 10 years among older adults
in a managed care population. Available from :
http://www.jrheum.org/content/31/8/1582.short. [Accesed 8 Desember
2015].

DAFTAR ISI

KOLESTEROL

BAB IV. KOLESTEROL

A. Kolesterol......................................................................................................33
1. Pengertian Kolesterol............................................................................33
2. Sumber Kolesterol..................................................................................33
3. Fungsi Kolesterol...................................................................................33
4. Sintesis Kolesterol..................................................................................34
5. Lipoprotein.............................................................................................34
6. LDL Kolesterol.......................................................................................35

30
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................36

BAB IV

KOLESTEROL

A. KOLESTEROL
1. Pengertian Kolesterol
Kolesterol adalah lemak berwarna kekuningan dan berupa seperti lilin
yang diproduksi oleh tubuh manusia terutama di dalam hati. (Lars H,
1997). Kolesterol merupakan lemak yang penting namun jika terlalu
berlebihan dalam darah dapat membahayakan kesehatan, bila ditinjau
dari sudut kimiawi kolesterol diklasifikasikan ke dalam golongan lipid
(lemak) berkomponen alkohol steroid (Sitopoe M, 1992).
Kolesterol termasuk zat gizi yang sukar diserap oleh tubuh, masuk ke
dalam organ tubuh melalui sistem limpatik. Kolesterol dalam plasma

31
darah terutama dijumpai berikatan dengan asam lemak dan ikut
bersirkulasi dari bentuk ester kolesterol (Hertog N, 1992).

2. Sumber Kolesterol
Sumber kolesterol berasal dari semua bahan makanan asal hewani,
daging, telur, susu, dan hasil perikanan, jaringan otak, jaringan saraf, dan
kuning telur (Sitepoe, 1992, Graha KC, 2010).

3. Fungsi Kolesterol
Kolesterol dalam tubuh juga mempunyai fungsi yang penting
diantaranya: pembentukan hormon testosteron pada pria dan hormon
estrogen pada wanita, pembentukan vitamin D, dan sebagai sumber
energi (Graha KC, 2010).

4. Sintesis Kolesterol
Kolesterol dibentuk melalui asetat yang diproduksi dari nutrien dan
energi serta hasil metabolisme lainnya disamping kolesterol juga
memproduksi energi. Sumber energi berlebihan mengakibatkan
pembentukan asetat sebagai perantara juga berlebih, dan lemak di dalam
tubuh juga akan bertambah. Pembentukan kolesterol melalui asetat
merupakan proses yang sangat kompleks, diantaranya yang memegang
peranan penting adalah enzim reduktase HMG Co.A. Pembatasan
konsumsi kolesterol akan berakibat menaiknya kadar kolesterol dalam
darah apabila sistem kerja enzim tidak normal. Kolesterol pada keadaan
normal disintesa dalam makanan yang dimakan, diubah menjadi jaringan,
hormon-hormon vitamin yang kemudian beredar ke dalam tubuh melalui
darah, namun ada juga kolesterol kembali ke dalam hati untuk diubah
menjadi asam empedu dan garamnya, hasil sintesa kolesterol disimpan
dalam jaringan tubuh (Sitopoe, 1992).
Beberapa jaringan yang mampu mensintesa kolesterol diantaranya
hepar, kortex, adrenal, kulit, usus, testis, dan aorta (Yul Iskandar, 1974).

5. Lipoprotein

32
Lipoprotein adalah gabungan molekul lipid dan protein yang disintesis
di dalam hati. Tiap jenis lipoprotein berbeda dalam ukuran, disintesa dan
mengangkut berbagai jinis lipid dalam jumlah yang berbeda (Sunita A,
2002).
Jenis lipoprotein yang dapat memicu terjadinya atherosclerosis yang
terdiri dari total kolesterol, LDL, HDL, dan trigliserida. Partikel-partikel
ini 3 memiliki sifat khusus dan berbeda pada proses pembentukan
atherosclerosis, sebagai berikut:
a. LDL (low density lipoprotein), yang paling banyak mengangkut
kolesterol di dalam darah.
b. HDL (high density lipoprotein), mengangkut kolesterol lebih sedikit.
Memiliki fungsi yaitu membuang kelebihan LDL kolesterol di
pembuluh arteri kembali ke liver untuk diproses dan dibuang.
c. VLDL (very low density lipoprotein), memiliki jumlah trigliserida
yang terbanyak dalam darah. Sebagian VLDL diubah menjadi LDL.
d. Trigliserida, yaitu jenis lemak dalam darah yang dapat mempengaruhi
kadar kolesterol dalam darah. Kelebihan trigliserida akan dihidrolisa
oleh enzim lipoprotein lipase, sisa hidrolisa kemudian oleh hati
dimetabolisasikan menjadi LDL kolesterol (Soeharto, 2004).

6. LDL Kolesterol
LDL (low density lipoprotein) mengandung paling banyak kolesterol
dari semua lipoprotein, dan merupakan pengirim kolesterol utama dalam
darah (Soeharto, 2004). Sel hati memproduksi kolesterol dalam tubuh,
kemudian disebarkan oleh LDL kolesterol dalam darah ke jaringan-
jaringan tubuh. Kolesterol dibawa ke sel-sel tubuh yang memerlukan
seperti sel otot jantung, otak, dan bagian tubuh lainnya agar tubuh dapat
berfungsi dengan baik. Kadar LDL kolesterol yang tinggi dan pekat di
dalam darah akan menyebabkan kolesterol lebih banyak melekat pada
dinding-dinding pembuluh darah pada saat transportasi dilakukan.
Kolesterol yang melekat perlahan-lahan akan mudah melakukan

33
tumpukan-tumpukan lalu mengendap, membentuk plak pada dinding-
dinding pembuluh darah. Tumpukan LDL kolesterol yang mengendap
pada dindingdinding pembuluh darah dapat menyebabkan rongga
pembuluh darah menyempit, sehingga saluran darah terganggu dan bisa
mengakibatkan risiko penyakit pada tubuh seseorang seperti stroke,
jantung koroner, dan lain sebagainya (Graha KC, 2010).

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S., 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Graha KC. 2010. 100 Question & Answers Kolesterol. PT Elex Komutindo,
Kelompok Gramedia, Jakarta.

Hertog Nursanyoto, dkk. 1992. Ilmu Gizi. Jakarta : Golden Terayon Press.

Iman Soeharto, 2004, Serangan Jantung dan Stoke Hubungannya Dengan Lemak dan
Kolesterol, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Iskandar, Yul. 1974. Biokimia bagian I. Yayasan Dharma Graha: Jakarta.

Sitepoe, M. (1992). Kolesterol Fobia Keterkaitannya Dengan Penyakit Jantung.


Cetakan Pertama. Jakarta : Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Halaman
10-11.

34

Anda mungkin juga menyukai