Anda di halaman 1dari 35

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini, perkembangan teknologi memainkan peran yang cukup krusial dalam
pertumbuhan sebuah industri. Contoh konkret peran teknologi dalam dunia industri
masa kini adalah adanya perubahan cara memproduksi suatu produk yang semakin
cepat dan tepat guna. Salah satu industri yang terkena dampak positif dari
perkembangan teknologi adalah industri manufaktur. Pada industri manufaktur,
terdapat sebuah konsep yang bernama Group Technology. Group Technology itu
sendiri merupakan sebuah konsep yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
terhadap waktu produksi yang harus dipersingkat. Caranya, dengan membagi
stasiun kerja pada suatu lantai produksi dengan memanfaatkan sifat kemiripan
pemrosesan dari produk-produk yang akan dihasilkan.
Agar tidak kalah bersaing dengan perusahaan lain, PT. Kereta Kayu Mainan yang
bergerak dalam sebuah industri manufaktur sedang berusaha menerapkan aspek
teknologi dalam sistem produksi mereka dengan mengaplikasikan konsep Group
Technology. Hal ini dilakukan karena konsep ini dapat meminimumkan waktu
produksi, mengingat permintaan akan produk yang cukup tinggi. Untuk
mengaplikasikannya, PT. Kereta Kayu Mainan meminta Ace of Spades Consulting
Group untuk melakukan perhitungan dengan konsep tersebut, hingga didapat
menentukan luas lantai pabrik yang akan dibangun.
Pada kasus ini, konsep Group Technology akan membagi-bagi stasiun kerja
berdasarkan kelompok / famili komponen yang sama. Pembagian kelompok / famili
dikerjakan berdasarkan pengerjaan pada mesin-mesin yang sama. Secara umum,
proses yang ada di lantai produksi terbagi menjadi proses prefabrikasi, fabrikasi,
serta assembly untuk seluruh komponen. Bedanya, akan dilakukan pembagian
stasiun kerja berdasarkan teori algoritma pembagian mesin pada proses
prefabrikasi dan fabrikasi. Sementara untuk proses assembly, akan membagi
stasiun kerja dengan konsep lini perakitan. Keseluruhan proses produksi akan
bermuara kepada terciptanya tiga produk yang dinamakan toy train (TT), yaitu TT1,
TT2, dan TT3. Perbedaannya, produk akhir TT1 akan berupa assembly utuh
sementara TT2 dan TT3 berupa part-part yang belum di-assembly.

1.2 Tujuan
Secara garis besar, tujuan dari Praktikum Perancangan Sistem Terintegrasi IV Modul
1 Group Technology adalah:

Menentukan jumlah mesin yang dibutuhkan untuk proses produksi.


Mengelompokkan mesin-mesin ke dalam famili sebagai dasar perancangan
lantai produksi.
Menentukan tata letak mesin dalam suatu departemen.
Menentukan luas tiap departemen dalam sebuah lantai produksi.
BAB 2 STUDI LITERATUR
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Group Technology
Dalam sebuah industri manufaktur, kita biasa mengenal dua konsep tradisional
dalam perancangan tata letak pabrik yaitu process layout serta product layout.
Process layout biasa digunakan untuk pabrik yang memiliki variabilitas produk
tinggi dan menganut konsep job shop, sementara product layout banyak dipakai
dalam pabrik yang memiliki volume produksi tinggi serta menganut konsep flow
shop. Akan tetapi, ada sebuah konsep alternatif yang menggabungkan keduanya
yang disebut dengan Group Technology.

Gambar 1 Perbandingan product, process, & group technology layout

Menurut Sritomo (2003), Group Technology merupakan sebuah metode untuk


mengolah entitas yang mirip (komponen, proses, tools, dan lainnya) dengan tujuan
mengurangi kompleksitas manufaktur melalui pembagian sistem manufaktur
menjadi sub manufaktur dalam bentuk sel. Secara garis besar tata letak yang
dihasilkan oleh konsep Group Technology merupakan tata letak yang didasarkan
pada pengelompokkan produk atau komponen yang dibuat. Akan tetapi,
pengelompokkan yang dimaksud disini bukanlah berdasarkan kesamaan jenis
produk akhir yang dihasilkan, melainkan pengelompokkan berdasarkan langkah
pemrosesan, bentuk, mesin, atau peralatan yang dipakai.
Gambar 2 Group Technology Layout

Berikut merupakan kelebihan serta kekurangan dari Group Technology:


Kelebihannya adalah sebagai berikut:

Dapat mengurangi waktu set up mesin, ongkos material handling, serta luas
area lantai produksi.
Dapat mencari alternatif tata letak lain dengan mudah apabila ada urutan
proses yang terhenti.
Mudah mengidentifikasi adanya bottleneck serta cepat dalam merespon
perubahan jadwal.
Makin terlatihnya operator yang berimbas kepada pengurangan terjadinya
produk cacat.
Mengurangi pemborosan waktu dalam perpindahan antar kegiatan yang
berbeda.
Sementara itu, kekurangannya adalah:

Menghasilkan biaya yang cukup tinggi untuk realokasi mesin.


Utilisasi mesin yang rendah.
Memungkinkan adanya duplikasi mesin.
Urutan mesin kadang tidak efisien.

2.1.2 Algoritma Rank Order Clustering (ROC)


Menurut Heragu (2008), Rank Order Clustering atau biasa disebut sebagai ROC
merupakan sebuah algoritma yang menentukan nilai biner dari setiap baris dan
kolom, untuk kemudian diurutkan berdasarkan nilai biner dari masing-masing baris
dan kolom, sehingga membentuk cluster-cluster tertentu. Model ini awalnya
dikembangkan oleh Jhon R. King. Konsep utama yang dipakai pada model ini adalah
membentuk blok diagonal dengan mengalokasikan ulang kolom serta baris matriks
komponen mesin secara berulang, yang dinyatakan dengan nilai biner.
Metode ROC menjadi cukup populer karena dapat mengelompokkan komponen
mesin secara lebih mudah, efektif, dan efisien jika dibandingkan dengan metode
analisis cluster lainnya. Disebut efektif dan efisien karena ROC memiliki kemudahan
dalam mendesain kelompok komponen (part family) dan kelompok mesin (machine
cell) serta dapat lebih mudah melihat mesin mana yang menjadi bottleneck. Lebih
lanjut, berikut merupakan langkah-langkah pengerjaan dengan menggunakan
metode ROC:

Beri bobot biner pada masing-masing kolom dari matriks insiden mesin-
komponen untuk kemudian dihitung ekuivalen desimal bobotnya. Rumusnya
adalah BWj = 2m-j pada masing-masing kolom j.
Hitung nilai ekuivalen desimal bobot dengan rumus:
m
DE i= 2m j a ij
j=1

m= jumlah mesin
Misal, nilai keterkaitan komponen-mesin untuk baris 1 adalah 1 1 1 0 0 1 1,
akan menghasilkan nilai ekuivalen desimal sebesar:

6 5 4 3 2 1 0
1 x 2 +1 x 2 + 1 x 2 +0 x 2 +0 x 2 +1 x 2 +1 x 2

Urutkan nilai ekuivalen baris dari yang terbesar hingga terkecil.


Transformasi matriks dengan menukar baris dengan kolom (seperti matriks
transpos).
Beri bobot biner pada masing-masing baris dari matriks insiden mesin-
komponen untuk kemudian dihitung ekuivalen desimal bobotnya. Rumusnya
adalah BWi = 2n-i pada masing-masing baris i.
Hitung nilai ekuivalen desimal bobot dengan rumus
n
DE i= 2ni aij
i=1
n= jumlah part
Urutkan nilai ekuivalen kolom dari yang terbesar hingga terkecil.
Perhatikan apakah urutan nilai ekuivalen baris dan kolom sudah sama dengan
langkah sebelumnya. Jika sudah, maka langkah berhenti sampai disini. Jika
belum, ulangi langkah pertama hingga keempat hingga urutan nilai ekuivalen
baris dan kolom sama dengan hasil dari langkah sebelumnya.

2.1.3 Algoritma Row and Column Masking (R&CM)


Algoritma row and column masking merupakan algoritma yang dimulai dengan
memilih suatu baris secara acak, untuk kemudian memberi garis pada setiap kolom
yang memiliki nilai 1 pada baris tersebut. Selanjutnya, bagi setiap kolom yang
memiliki elemen 1 di dalamnya tapi belum tertutupi dengan sebuah garis pada
barisnya, akan ditutup dengan sebuah garis pada tiap baris. Hal ini terus berlanjut
hingga tiap elemen yang mengandung nilai 1 tertutupi oleh garis baik secara baris
maupun kolom dan membentuk sebuah kelompok (Heragu, 2008). Metode ini
digunakan pada matriks yang memiliki kondisi parsial serta menutup semua matriks
hingga terbentuk sel mesin yang baru.
Secara garis besar, langkah-langkah dalam penerapan algoritma row and column
masking adalah:

Langkah 1. Tarik garis secara horizontal pada baris pertama. Kemudian pilih
sejumlah entri yang memiliki nilai 1 pada baris tersebut.
Langkah 2. Jika entri bernilai 1 pada matriks hanya dilalui oleh baris
horizontal, lanjutkan ke langkah 2a. Jika entri dilalui oleh baris vertikal,
lanjutkan ke langkah 2b.
Langkah 2a. Buat sebuah garis vertikal yang melewati entri bernilai 1 pada
langkah sebelumnya, kemudian dilanjutkan ke langkah 3.
Langkah 2b. Buat sebuah garis horizontal yang melewati entri bernilai 1 pada
langkah sebelumnya, kemudian dilanjutkan ke langkah 3.
Langkah 3. Jika masih terdapat entri bernilai 1 yang hanya dilewati oleh 1
garis, maka ulangi langkah 2 tergantung kondisinya, hingga tidak ada lagi
entri bernilai 1 yang tidak dilewati oleh 2 buah garis.
Langkah 4. Identifikasi machine cell dan part family yang berkoresponden.
Langkah 5. Pilih baris manapun yang belum dilewati oleh sebuah garis.
Langkah berhenti jika semua baris telah dilalui oleh garis. Jika belum, tarik
garis horizontal pada baris tersebut dan ulangi langkah 2.

2.1.4 Algoritma Modified Spanning Tree (MST)


Modified Spanning Tree merupakan sebuah algoritma yang bertujuan untuk
menyusun tata letak yang dapat meminimalisir jarak perpindahan material, mirip
dengan kegunaan dari minimum spanning tree yang berusaha menentukan jarak
minimum dengan menghubungkan semua titik yang ada. Modified Spanning Tree
sendiri biasa digunakan untuk mengatasi permasalahan dalam single row layout.
Secara garis besar, langkah-langkah dalam pengerjaan algoritma MST adalah:

Mengumpulkan data jumlah dan kebutuhan mesin setiap sel.


Membuat matriks aliran(fij), dengan acuan jumlah batch dari suatu mesin ke
mesin lainnya pada sel yang sama.
Menentukan matriks jarak (dij), disederhanakan dengan mengisi angka 1 atau
0 pada matriks untuk menunjukkan hubungan from-to.
Menentukan panjang mesin (Ii dan Ij).
Buat adjacency matrix dengan rumus:
dij+ 0.5(Ii+Ij)
f ' ij=(fij )
Cari nilai terbesar pada matriks fij, pilih mesin i dan j dan tempatkan kedua
mesin berdampingan.
Iterasi dengan algoritma MST secara berulang hingga didapat susunan mesin
final yang telah mencakup seluruh mesin.
2.2 Flow Chart Pengolahan Data

Gambar 3 Flowchart pengolahan data


BAB 3 PENGOLAHAN DATA
3.1 Data Awal
Dalam Group Technology layout, peletakkan mesin akan disesuaikan berdasarkan
famili yang sama. Sebagai langkah awal dalam pembuatan tata letak pabrik, data
yang harus diketahui terlebih dahulu adalah mengenai apa dan berapa jumlah
produk yang akan diproduksi. Pada kasus ini PT. Kereta Kayu Mainan memproduksi
tiga jenis kereta mainan yang dinamakan Toy Train (TT) 1, Toy Train (TT) 2, dan Toy
Train (TT) 3. Berikut merupakan data dari demand tiap produk per jam dan per hari :
Tabel 1 Demand awal

Dema
nd
per
Demand per Jam hari
Engine A 96 1536
Gondola 96 1536
Toy Train I Box Car 96 1536
Caboose 96 1536
Pack Train 96 1536
15
Engine B 1 2416
Tanker 15
Car 1 2416
Toy Train 15
II Coal Car 1 2416
15
Log Car 1 2416
15
Pack Train 1 2416
Engine C 49 784
Container 49 784
Open
Toy Train
Cage 49 784
III
Closed
Cage 49 784
Pack Train 49 784

Demand produk per hari, merupakan demand per jam, dikali 2 karena pada 1 hari
terdapat 2 shift kerja, kemudian dikali 8 karena 1 shift kerja terdiri dari 8 jam. Selain
data demand produk, berikut merupakan data efisiensi dan availability mesin yang
ada:
Tabel 2 Efisiensi & Availability mesin

Efisiensi mesin : 95%


Availability : 95%
3.2 Pembuatan Routing Sheet
Routing sheet merupakan sebuah dokumen yang mempresentasikan secara
sistematis mengenai langkah-langkah operasi yang diperlukan untuk mengubah
bahan baku menjadi produk jadi yang dikehendaki beserta mesin yang digunakan
pada operasi tersebut. Routing sheet juga memberikan informasi mengenai urutan
proses, kapasitas mesin, waktu proses, dan jumlah produk yang harus disiapkan
tiap prosesnya. Routing sheet biasa digunakan perusahaan untuk membantu dalam
memperhitungkan kebutuhan mesin serta bahan baku yang dibutuhkan untuk
memenuhi permintaan.

3.2.1 Routing Sheet Assembly


Routing sheet assembly hanya berfokus kepada toy train 1, dikarenakan kedua
produk lainnya tidak melewati proses assembly dan akan dijual sebagai part yang
belum di-assembly. Berikut merupakan tahapan pengolahan data dari routing sheet
assembly toy train 1:
Tabel 3 Routing Sheet Assembly

Tabel routing sheet terdiri dari nomor, nama operasi, nama mesin, kapasitas
mesin teoritis per jam, kapasitas mesin teoritis per hari, efisiensi mesin,
availability mesin, kapasitas mesin aktual per hari, persentase reject, jumlah
yang diharapkan per hari, jumlah yang harus disiapkan per hari, jumlah
mesin teoritis, waktu proses dalam menit, serta total waktu proses dalam
menit.
Masukkan kapasitas mesin teoritis per jam berdasarkan data yang diberikan
di modul. Langkah-langkah selanjutnya akan menggunakan proses rakit stack
ke boiler sebagai contoh. Dalam kasus ini, proses rakit stack ke boiler
memiliki kapasitas mesin teoritis 80 buah per jam.
Hitung kapasitas mesin teoritis per hari dengan rumus:
Kapasitas mesin per hari=Kapasitas mesin per jam x 8 ( jam/ shift ) x 2(shift /hari)
Kapasitas mesin teoritis per hari=80 x 8 x 2
Kapasitas mesin teoritis per hari=1280
Nilai efisiensi, availability mesin, serta persen reject diisi sesuai dengan data
yang diberikan di modul, yaitu sebesar 95%, 95%, dan 1%.
Isi nilai kapasitas mesin aktual per hari dengan menggunakan rumus:
Kapasitas mesin aktual=kapasitas mesin teoritis per hari x efisiensi x availability
Kapasitas mesin aktual per hari=1280 x 95 x 95
Kapasitas mesin aktual per hari=1155.2
Menghitung jumlah yang diharapkan per hari berdasarkan urutan proses
paling akhir yaitu rakit benang dan manik pada assembly engine dengan nilai
demand toy train 1 per hari, yaitu sebanyak 1536 unit. Untuk jumlah yang
diharapkan pada proses sebelumnya akan bernilai sama dengan jumlah yang
harus disiapkan pada proses setelahnya.
Jumlah yang harus disiapkan per hari dapat dihitung dengan rumus (contoh
untuk proses rakit benang dan manik):
Jumlah yang diharapkan
Jumlah yang harus disiapkan=
( 1reject )
1536
Jumlah yang harus disiapkan= =1536 unit / hari
(10)
Hitung jumlah mesin teoritis dengan rumus (contoh untuk proses rakit stack
ke boiler):
Jumlah yang harus disiapkan per hari
Jumlah mesin teoritis=
Kapasitas mesin aktual per hari
1551.515152
Jumlah mesin teoritis=
1155.2
Jumlah mesin teoritis=1.343071 mesin
Waktu proses dihitung dengan rumus:
Jumlah menit selama 1 hari kerja
Waktu proses=
Kapasitas mesin aktual per hari
2 x 8 x 60
Waktu proses= =0.831menit
1155.2
Total waktu proses merupakan hasil penjumlahan dari seluruh waktu proses
dalam pembuatan assembly engine.
Berikut merupakan routing sheet assembly secara keseluruhan:
Tabel 4 Routing Sheet Assembly Keseluruhan

3.2.2 Routing Sheet Prefabrikasi dan Fabrikasi


Setelah selesai dengan pembuatan routing sheet assembly, proses pengolahan data
dilanjutkan dengan pembuatan routing sheet fabrikasi dan prefabrikasi. Masing-
masing proses terdiri atas dua bagian, yaitu routing sheet proses itu sendiri serta
kebutuhan lumber dari proses yang bersangkutan. Secara garis besar langkah-
langkah pembuatan routing sheet kedua proses hampir sama, hanya berbeda pada
perhitungan jumlah yang diharapkan. Pada routing sheet fabrikasi, jumlah yang
diharapkan berasal dari data routing sheet assembly untuk toy train 1 dan data
demand awal untuk toy train 2 dan 3. Sementara pada routing sheet prefabrikasi,
jumlah yang diharapkan diambil dari data kebutuhan lumber fabrikasi. Berikut
merupakan perhitungan pengolahan data bagi kedua routing sheet:
Tabel 5 Routing Sheet Fabrikasi

Tabel 6 Routing Sheet Prefabrikasi

Tabel routing sheet terdiri dari nomor, nama operasi, nama mesin, kapasitas
mesin teoritis per jam, kapasitas mesin teoritis per hari, efisiensi mesin,
availability mesin, kapasitas mesin aktual per jam, kapasitas mesin aktual per
hari, persentase reject, jumlah yang diharapkan per hari, jumlah yang harus
disiapkan per hari, ukuran batch, jumlah batch, waktu proses dalam menit,
waktu set up per batch, serta total waktu proses dalam menit.
Masukkan kapasitas mesin teoritis per jam berdasarkan data yang diberikan
di modul. Langkah-langkah selanjutnya akan menggunakan proses 10 side
cab pada routing sheet fabrikasi dan proses 10 lumber pada routing sheet
prefabrikasi sebagai contoh. Dalam kasus ini, proses 10 side cab routing
prefabrikasi memiliki kapasitas mesin teoritis 2020 buah per jam dan 18 buah
per jam untuk proses 10 lumber routing fabrikasi.
Hitung kapasitas mesin teoritis per hari dengan rumus:
Kapasitas mesin per hari=Kapasitas mesin per jam x 8 ( jam/ shift ) x 2(shift /hari)
Kapasitas mesin teoritis per hari ( fabrikasi )=2020 x 8 x 2=32320
Kapasitas mesin teoritis per hari ( prefabrikasi )=18 x 8 x 2=288
Nilai efisiensi, availability mesin, serta persen reject diisi sesuai dengan data
yang diberikan di modul, yaitu sebesar 95%, 95%, dan 2% untuk kedua
proses.
Isi nilai kapasitas mesin aktual per jam dengan menggunakan rumus:
Kapasitas mesin aktual / jam=kapasitas mesin teoritis / jam x efisiensi x availability
Kapasitas mesin aktual per jam ( fabrikasi ) =2020 x 95 x 95 =1823.05/ hari
Kapasitas mesin aktual per jam ( prefabrikasi )=18 x 95 x 95 =16.245 / hari
Isi nilai kapasitas mesin aktual per hari dengan menggunakan rumus:
Kapasitas mesin aktual=kapasitas mesin teoritis per hari x efisiensi x availability
Kapasitas mesin aktual per hari ( fabrikasi )=32320 x 95 x 95 =29168.8 /hari
Kapasitas mesin aktual per hari ( prefabrikasi )=288 x 95 x 95 =259.92/hari
Menghitung jumlah yang diharapkan per hari:
1. Untuk routing sheet fabrikasi, dikarenakan data side cab merupakan data
toy train 1 yang mengalami proses assembly, maka data diambil dari
routing sheet assembly, proses paling atas pada kolom jumlah yang harus
disiapkan. Kemudian hasilnya dikalikan dengan jumlah part, dalam kasus
ini bernilai dua untuk side cab.
2. Untuk routing sheet prefabrikasi, data diambil dari sheet kebutuhan
lumber fabrikasi pada kolom jumlah kebutuhan RL per hari dengan
mengakumulasikan data pada rough lumber untuk seluruh part.
Jumlah yang harus disiapkan per hari dapat dihitung dengan:
Jumlah yang diharapkan
Jumlah yang harus disiapkan=
( 1reject )
3124.8669
Jumlah yang harus disiapkan(fabrikasi)= =3131. 129131unit /hari
(10,2 )
261.067
Jumlah yang harus disiapkan( pre fabrikasi )= =261. 59 unit / hari
( 10,2 )
Masukkan data ukuran batch, kemudian hitung jumlah batch dengan rumus:

Jumlah batch=Roundup ( Jumlah yangUkuranbatch


harus disiapkan per hari
)
3131. 129131
Jumlah batch ( fabrikasi )=Roundup ( )=157
20

261.59
Jumlah batch ( prefabrikasi )=Roundup (
2 )
=131

Waktu proses dihitung dengan rumus:


Jumlah menit selama 1 hari kerja
Waktu proses=
Kapasitas mesin aktual per hari
2 x 8 x 60
Waktu proses ( fabrikasi ) = =0. 0329 menit
29168.8
2 x 8 x 60
Waktu proses ( prefabrikasi )= =3.693 menit
259. 92
Waktu set up per batch dihitung dengan rumus:
Waktu set up per batch=Waktu proses x Persentasi waktu set up per proses
Dengan ketentuan persentase waktu set up per proses dilakukan per jenis
mesin yang sesuai:
Fabrikasi
1. Jointer = 18%
2. Circ. Saw = 15%
3. Disc Sand = 23%
4. Drill Press = 22%
Prefabrikasi
1. C.O. Saw = 15%
2. Circ. Saw = 20%
3. Planner = 20%
4. Jointer = 18%

Waktu set up per batch ( fabrikasi ) =0.180.032912=0.005924 menit

Waktu set up per batch ( prefabrikasi )=0.153.693444=0.554 menit

Total waktu proses dapat dihitung dengan rumus:


Total waktu proses=( jumlah batch x waktu set up per batch ) + ( jumlah yang harus disiapkan per hari x wa
Total waktu proses ( fabrikasi )=( 157 x 0.005924 ) + ( 3131.129131 x 0.0329 )=103.98
Total waktu proses ( prefabrikasi )=( 131 x 0.554 ) + ( 261.59 x 3.6934 )=103 8.75

Langkah selanjutnya merupakan pengisian kebutuhan lumber baik untuk fabrikasi


maupun prefabrikasi. Secara garis besar langkah pengisian pada kedua jenis sheet
adalah sama, hanya berbeda di beberapa bagian. Langkah-langkahnya adalah
sebagai berikut:
Tabel 7 Kebutuhan RL Fabrikasi

Tabel 8 Kebutuhan RL Prefabrikasi

Masukkan data-data yang telah disediakan mencakup jenis rough lumber


hingga karakteristik material. Kedepannya, ambil part boiler 1 dari jenis
rough lumber finished rod stick 1.5D sebagai contoh kebutuhan lumber
fabrikasi dan body box car dari jenis rough lumber 2 sebagai contoh
kebutuhan lumber prefabrikasi.
Untuk fabrikasi, hitung jumlah kebutuhan part berdasarkan jumlah yang
harus disiapkan per hari pada proses paling pertama dari sebuah part dalam
routing fabrikasi. Untuk prefabrikasi, jumlah kebutuhan rough lumber yang
harus disiapkan diambil dari jumlah yang harus disiapkan per hari pada
proses paling pertama dari sebuah part dalam routing prefabrikasi.
Untuk fabrikasi, jumlah part per 1 unit rough lumber diisi dengan rumus:
Panjang RL
Jumlah part per 1 RL=Rounddown ( Panjang Material )
x Jumlah bagian per unit

146
Jumlah part per 1 RL=Rounddown (
2.5 )
x 3=174

Untuk fabrikasi, selanjutnya isi jumlah kebutuhan rough lumber dengan


rumus:
Jumlah kebutuhan part
Jumlah kebutuhan RL=
Jumlah part per 1 RL
3131.1291
Jumlah kebutuhan RL= =17.9949
174
Untuk fabrikasi dan prefabrikasi, isi total kebutuhan rough lumber dengan
mengkumulatifkan jumlah kebutuhan rough lumber untuk tiap jenisnya.

3.4 Pengelompokkan Proses Pembuatan Komponen


Pelaksanaan Group Technology layout akan mengelompokkan komponen-komponen
dengan sifat pemrosesan yang sama dengan menggunakan matriks biner. Dua
algoritma yang dapat digunakan dalam perumusan tata letak tersebut adalah
algoritma Rank Order Clustering (ROC) serta Row and Column Masking (RCM).

3.4.1 ROC
ROC merupakan sebuah algoritma yang menentukan nilai biner dari setiap baris
dan kolom, untuk kemudian diurutkan berdasarkan nilai biner dari masing-masing
baris dan kolom, sehingga membentuk cluster-cluster tertentu. Berikut merupakan
langkah-langkah pembuatannya:

Buat sebuah matriks part-machine [aij], dengan i mewakili part yang dibuat,
serta j merupakan mesin yang memproses, yang mana elemen pada matriks
tersebut akan bernilai 1 jika part i diproses oleh mesin j, dan bernilai 0 jika
part i tidak diproses mesin j. Berikut merupakan sebagian contoh dari part-
machine matrix:
Tabel 9 Part Machine Matrix

Beri bobot biner pada masing-masing kolom dari matriks insiden mesin-
komponen untuk kemudian dihitung ekuivalen desimal bobotnya. Rumusnya
adalah BWj = 2m-j pada masing-masing kolom j, dengan m menyatakan jumlah
mesin. Misalkan untuk mesin prefabrikasi C.O. Saw, maka bobot biner nya
adalah:
BW 1=2 81 =27=128
Berikut merupakan nilai bobot biner dari seluruh kolom:
Tabel 10 Bobot biner kolom

Hitung nilai ekuivalen desimal bobot dengan rumus:


m
DE i= 2m j a ij
j=1

Contohnya adalah untuk rough lumber :


Tabel 11 Nilai ekuivalen desimal bobot baris

DE 1=( 1 x 128 )+ (1 x 64 ) + ( 1 x 32 ) + ( 0 x 16 )+ ( 0 x 8 ) + ( 0 x 4 ) + ( 0 x 2 )+ ( 0 x 1 )
DE 1=128+64+32
DE 1=224
Urutkan baris berdasarkan nilai DE, dimulai dari yang terbesar hingga yang
terkecil. Berikut merupakan contoh hasil pengurutan baris berdasarkan nilai
DE:
Tabel 12 Pengurutan baris

BOBO
T

240
224
224
224
15
15
15
14
14
14
14
14
13
13
13
12
12

Beri bobot biner pada masing-masing baris dari matriks insiden mesin-
komponen untuk kemudian dihitung ekuivalen desimal bobotnya. Rumusnya
adalah BWi = 2n-i pada masing-masing baris i, dengan n menyatakan jumlah
part. Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut:
Tabel 13 Bobot biner

BOBO
T

3.6E+1
6
1.8E+1
6
9.01E+
15
4.5E+1
5
2.25E+
15
1.13E+
15
5.63E+
14
2.81E+
14
1.41E+
14
7.04E+
13
3.52E+
13
1.76E+
13

Hitung nilai ekuivalen desimal bobot dengan rumus:


n
DE i= 2
ni
aij
i=1

n= jumlah part
Berikut merupakan contoh perhitungan DE untuk mesin prefabrikasi C.O.
Saw:
55
DE 1= 2
55i
aij=6.7754E+16
i=1

Tabel 14 Nilai ekuivalen desimal bobot kolom

Urutkan kolom berdasarkan nilai DE, dimulai dari yang terbesar hingga yang
terkecil. Berikut merupakan contoh hasil pengurutan baris berdasarkan nilai
DE:
Tabel 15 Pengurutan baris

p
p c.o. p circ. f circ. f f disc f drill p
planne
saw saw Saw jointer sand press jointer
r
1 2 3 6 5 7 8 4
6.31E+ 6.31E+ 6.31E+ 9.01E+ 9.01E+ 8.97E+ 7.91E+
0
16 16 16 15 15 15 15

Ulangi dari langkah awal, hingga terbentuk kluster secara sempuna.


Berikut merupakan hasil kluster pengelompokkan komponen dengan
algoritma ROC setelah melakukan dua kali iterasi:
Tabel 16 Hasil algoritma ROC
3.4.2 RCM
Berbeda dengan ROC, metode RCM mengelompokkan komponen dengan membuat
garis pada sebuah matriks. Berikut merupakan langkah-langkah pembuatan row
and column masking:
1. Tarik garis secara horizontal pada baris pertama.
Tabel 17 Tahap 1 algoritma RCM

2. Dari beberapa nilai entri yang bernilai 1 dan dilewati oleh garis, pilih salah
satu entri yang hanya dilewati oleh 1 garis. Jika entri tersebut dilewati oleh
garis horizontal maka lanjutkan ke langkah 3. Akan tetapi, jika entri dilewati
oleh garis vertikal, lanjutkan ke langkah 4.
3. Tarik garis vertikal pada kolom yang bernilai 1. Ulangi langkah ke 2.
Tabel 18 Tahap 2 algoritma RCM

4. Tarik garis horizontal pada baris yang bernilai 1. Lanjutkan ke langkah 5.


5. Jika masih terdapat entri yang bernilai 1 dan hanya dilewati oleh 1 garis,
ulangi langkah 2. Jika sudah tidak ada lagi entri yang bernilai 1 yang hanya
dilewati oleh garis, kelompokkan part-part tadi ke dalam 1 famili. Lanjutkan
ke langkah 6.
6. Pilih baris manapun yang memiliki entri bernilai 1 dan belum dilewati garis
dan ulangi langkah kedua. Jika semua baris yang memiliki entri 1 sudah
dilalui oleh 2 baris, maka stop.
Berikut merupakan hasil dari pengelompokkan komponen berdasarkan metode row
and column masking, yang mana jika warnanya sama berarti part dan mesin
tersebut akan berada pada sel yang sama:
Tabel 19 Hasil algoritma RCM
3.5 Penyusunan Formasi Sel
Penyusunan formasi sel menjadi langkah selanjutnya setelah dilakukan
pengelompokkan part ke dalam sel menggunakan algoritma ROC dan RCM. Dari
kedua algoritma tersebut, kita akan mengelompokkan part secara lebih rinci ke
dalam sub sel menggunakan hasil algoritma ROC. Hal ini dikarenakan algoritma
ROC dapat memberikan hasil yang lebih rinci jika dibandingkan dengan algoritma
RCM. Pada langkah ini, komponen-komponen akan diletakkan pada sel tertentu,
dimana tiap sel memiliki batasan hanya dapat diisi oleh 5-8 mesin. Jika suatu sel
mengandung lebih dari 8 mesin, maka sel tersebut harus dipecah ke dalam
beberapa sel hingga tidak ada lagi suatu sel yang memiliki lebih dari 8 mesin.
Berikut merupakan contoh penyusunan formasi sel:
Tabel 20 Penyusunan formasi sel

Masukkan komponen-komponen suatu famili hasil ROC kedalam tabel seperti


di atas.
Masukkan data utilitas mesin yang dipakai pada pemrosesan tiap komponen,
kemudian jumlahkan.
Tentukan jumlah mesin yang digunakan dengan melakukan pembulatan ke
atas terhadap nilai total utilitas dari suatu mesin.
Tentukan rata-rata utilitas tiap mesin dan rata-rata utilitas tiap mesin dalam
sel.
Jika pada suatu sel memiliki jumlah mesin di atas 8, maka sel tersebut harus
dipecah. Pada kasus di atas, total mesinnya berjumlah 7 sehingga tidak perlu
dipecah. Berikut merupakan contoh dari mesin yang harus dipecah:
Tabel 21 Contoh mesin dipecah
Karena sel ke-3 memiliki jumlah mesin 10 maka sel tersebut harus dipecah.
Pemecahan dilakukan dengan menggunakan sistem trial and error, yang
mana setelah mesin dipecah tiap subsel harus memiliki minimal 5 mesin dan
tidak boleh di atas 8 mesin. Nilai suatu sel akan lebih baik jika rata-rata
utilitas mesin dalam sel mendekati 1. Berikut merupakan keseluruhan formasi
sel baik sebelum maupun setelah dipecah:
Tabel 22 Sel 1

Tabel 23 Sel 1A

Tabel 24 Sel 1B

Tabel 25 Sel 2
Tabel 26 Sel 3

Tabel 27 Sel 3A

Tabel 28 Sel 3B

Tabel 29 Sel 4
Tabel 30 Sel 5

Tabel 31 Sel 6

Tabel 32 Sel 7
Tabel 33 Sel 7A

Tabel 34 Sel 7B

Tabel 35 Sel 7C

Tabel 36 Sel 7D
Tabel 37 Sel 7E

Tabel 38 Sel 7F

Tabel 39 Sel 7G
Tabel 40 Sel 8

Tabel 41 Sel 8A

Tabel 42 Sel 8B
Tabel 43 Sel 8C

Tabel 44 Sel 8D

Tabel 45 Sel 8E

Tabel 46 Sel 8F

Setelah dilakukan pemecahan sel, maka langkah selanjutnya adalah merekapitulasi


jumlah mesin yang dibutuhkan untuk tiap sel nya baik dengan batasan maupun
tanpa batasan. Hasilnya adalah seperti berikut:
Tabel 47 Jumlah mesin

4.2 Analisis Metode Pengelompokkan Part


Pada modul ini, pengelompokkan part ke dalam famili atau sel tertentu dilakukan
dengan dua cara, yaitu dengan menggunakan algoritma Rank Order Clustering
(ROC) serta Row and Column Masking (RCM). Berikut merupakan tabel
perbandingan kekurangan maupun kelebihan dari kedua metode:
Tabel 48 Perbandingan ROC & RCM

ROC RCM
Kelebihan Pengelompokkan Waktu yang
dilakukan secara digunakan dalam
kuantitatif karena pencarian solusi
diberikan relatif singkat
pembobotan Mudah dimengerti
Hasilnya lebih dan dijalankan
mendetail dan rinci prosesnya
Dapat memberikan
info mengenai
mesin apa yang
menjadi bottleneck
saat produksi
Urutan kelompok
selalu diverifikasi
pada tiap iterasi
Kekurangan Perhitungan cukup Akan lebih sulit
lama dan kompleks dalam
apalagi jika mesin mengelompokkan
yang terlibat mesin jika dilihat
sangat banyak dari aspek visual
karena Tidak
membutuhkan memperhatikan
banyak iterasi kemungkinan
Kompleks dalam terjadinya
hal pemberian bottleneck pada
bobot biner pada sebuah stasiun
tiap part dan mesin kerja
Solusi yang
dihasilkan kurang
rinci dan bersifat
general karena
tidak menunjukkan
urutan
penggunaan mesin

Berdasarkan pada tabel di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa hasil yang
diberikan oleh algoritma ROC dapat menjabarkan pengelompokkan part dan mesin
secara lebih mendetail walaupun membutuhkan perhitungan yang sedikit kompleks.
Algoritma ROC dapat memberikan hasil yang lebih terperinci karena memberikan
bobot pada setiap mesin dan part, sehingga dapat diketahui derajat kedekatannya.
Selain itu, karena dilakukan secara kuantitatif, metode ini bebas dari subjektivitas
manusia sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya error. Dikarenakan hal
tersebut, PT. Kereta Kayu Mainan dapat memakai hasil dari algoritma ROC sebagai
dasar dalam perancangan tata letaknya agar meningkatkan daya saing perusahaan
dalam pasar.

4.3 Analisis Penyusunan Formasi Sel


Berdasarkan algoritma ROC, didapatkan 8 famili atau kelompok sel yang terbagi
atas:
Tabel 49 Famili komponen

Famili
Rough Lumber 3/4" 1
Rough Lumber 1/4"
Famili
Rough Lumber 1/2"
2
Rough Lumber 2"
Body Box Car Famili
Boiler 1
3
Boiler 3
End Coal Car
Side Coal Car
Famili
Roof Container
4
Bumper
Diesel
Side Cab 1
Famili
Side Caboose
5
Side Cab 2
Front Cab 1
Side Tender
Back tender
Side Gondola
End Gondola Famili
End Caboose 6
Front Cab 2
Side Cab 3
Back Cab 3
Top Opened Cage
Front Cab 3
Side Container
Chassis Engine 1
Chassis Gondola
Chassis Caboose
Chassis Engine 2
Chassis Tanker Famili
Chassis Coal Car 7
Chassis Log Car
Chassis Engine 3
Chassis Container
Chassis Closed Cage
Chassis Opened Cage
Body Tanker
Back Cab 2 Famili
Clamp Coal Car 8
End Container
Side Opened Cage
Roof Cab 1
Roof Box Car
Roof Caboose
Roof Cab 2
Roof Cab 3
Roof Closed Cage
Stack 1
Stack 3
Pin Tanker
Log
Pin Log Car
Pin Closed Cage
Pin Opened Cage

Setelah dilakukan pengelompokkan tersebut, akan dianalisis apakah ada suatu


kelompok yang masih mengandung lebih dari 8 mesin di dalamnya. Jika ada, maka
sel tersebut harus dipecah ke dalam beberapa sel yang lebih kecil. Pemecahan
tersebut harus dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal. Pertama, untuk
meminimasi luas sel yang dihasilkan. Karena pada umumnya tata letak yang
dihasilkan oleh Group Technology berbentuk U atau berupa single line, maka
apabila mesinnya terlalu banyak maka akan menghasilkan gang yang terlalu besar
di tengah area pabrik. Kedua, sebisa mungkin satu part dijadikan dalam satu sel.
Ketiga, pengelompokkan didasarkan atas kesamaan jumlah demand, yang
mencerminkan pembagian kerja di dalam sel yang cukup merata. Kesamaan jumlah
demand dapat menggambarkan adanya kesamaan dalam jenis toy train yang
diproduksi. Keempat, sebisa mungkin utilitas mesin yang dipecah bernilai
mendekati 100% karena menandakan sistem produksi yang baik dan dapat
menanggulangi kemungkinan adanya peningkatan demand kedepannya.
Pada kasus PT. Kereta Kayu Mainan, ada beberapa sel yang dipecah ke dalam
beberapa sel yang lebih kecil, dan berikut merupakan alasannya:

Sel 1 -> Sel 1A dan Sel 1B


Walaupun satu sel ini hanya mengandung 1 part, akan tetapi part tersebut
diproduksi oleh lebih dari 8 mesin sehingga terpaksa dipecah. Untuk
mengoptimalisasi pemecahan, maka part rough lumber dibagi menjadi
dua dan sama rata agar utilitas yang dihasilkan optimal bagi kedua sel baru.
Sel 3 -> Sel 3A dan Sel 3B
Sel ketiga terdiri atas body box car, serta boiler 1 dan boiler 3. Body box car
dipisah dari boiler 1 dan boiler 3 dengan alasan kemiripan jenis produk
antara boiler 1 dan 3 sehingga keduanya lebih baik disatukan dalam sel yang
sama.
Sel 7 -> Sel 7A, 7B, 7C, 7D, 7E, 7F, 7G
Awalnya pemecahan sel dilakukan dengan mempertimbangkan urutan part
pada saat routing, akan tetapi hasil yang didapat memberikan utilitas mesin
yang cukup rendah, bahkan ada yang menghasilkan hanya sekitar 40%,
maka dari itu pemecahan dilakukan berdasarkan kombinasi yang
memberikan utilitas mesin yang cukup tinggi dan meminimasi mesin yang
digunakan.
Sel 8 -> Sel 8A, 8B, 8C, 8D, 8E, 8F
Pemecahan dilakukan berdasarkan urutan part pada routing dan
menghasilkan persentase utilitas mesin yang sangat tinggi.

DAFTAR PUSTAKA
http://chikalorenthia.blogspot.co.id/2014/12/group-technology-layout.html
https://riawanbangkit.wordpress.com/2013/06/11/rank-order-clustering/
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjXhO
K529rPAhUKqo8KHVZsCl8QFggeMAA&url=http%3A%2F%2F222.124.203.59%2Ffiles
%2Fdisk1%2F29%2Fjbptunikompp-gdl-s1-2005-nununurkar-1429-bab-
2.doc&usg=AFQjCNG8UMgoFEg2E8No8q4mYZP6XE9Fig

Anda mungkin juga menyukai