Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Setiap tahunnya 40 juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan karena faringitis.
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan akibat infeksi (virus dan
bakteri) maupun non infeksi (alergi, trauma, toksin dan lain-lain).
Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita faringitis.
Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan tubuh, konsumsi
makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan.
Virus dan bakteri melakukan invasi ke faring dan menimbulkan reaksi inflamasi lokal.

Infeksi bakteri grup A Streptokokus hemolitikus dapat menyebabkan kerusakan jaringan

yang hebat, karena bakteri ini melepaskan toksin ekstraselular yang dapat menimbulkan demam
reumatik, kerusakan katup jantung, glomerulonephritis akut karena fungsi glomerulus terganggu
akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi. Bakteri ini banyak menyerang anak usia sekolah,
orang dewasa dan jarang pada anak umur kurang dari 3 tahun. Penularan infeksi melalui sekret
hidung dan ludah (droplet infection).

I.2. Tujuan
Tujuan Umum
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang faringitis.
Tujuan Khusus
Agar lebih mendalami mengenai penyakit faringitis yang akan sering dijumpai dalam
kehidupan dan menyelesaikan tugas referat pada kepaniteraan klinik Departemen THT
RSPAD GATOT SOEBROTO periode 10 Agustus 2015 12 September 2015.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1. ANATOMI , HISTOLOGI, DAN FISIOLOGI FARING


Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti corong dengan bagian
atas yang besar dan bagian bawah yang sempit.10 Faring merupakan bagian belakang dari rongga
hidung dan rongga mulut, merupakan sebuah pipa berotot.11 Kantong fibromuskular ini mulai
dari dasar tengkorak dan terus menyambung ke esofagus hingga setinggi vertebra servikalis ke-6
ke atas. Faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana. Ke depan berhubungan
dengan rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan dengan laring dibawah berhubungan
dengan aditus laring dan ke bawah berhubungan dengan esophagus. Panjang dinding posterior
faring pada orang dewasa kurang lebih 14 cm; bagian ini merupakan bagian dinding faring yang
terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh (dari dalam keluar) selaput lendir, fasia faringobasiler,
pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal. Faring terbagi atas nasofaring, orofaring dan
laringofaring (hipofaring).1
Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lendir (mucous blanket) dan otot.1

2
Mukosa
Bentuk mukosa faring bervariasi, tergantung pada letaknya. Di bagian posterior rongga
hidung, nasofaring dilapisi oleh epitel respiratorik. 14 Mukosanya bersilia, sedang epitelnya torak
berlapis yang mengandung sel goblet. Di bagian bawahnya, yaitu orofaring dan laringofaring,
karena fungsinya untuk saluran cerna, epitelnya gepeng berlapis dan tidak bersilia.1
Di sepanjang faring dapat ditemukan banyak sel jaringan limfoid yang terletak dalam
rangkaian jaringan ikat yang termasuk dalam system retikuloendotelial. Oleh karena itu faring
dapat disebut juga daerah pertahanan tubuh terdepan.1

Palut Lendir (Mucous Blancet)


Daerah nasofaring dilalui oleh udara pernapasan yang diisap melalui hidung. Di bagian
atas, nasofaring ditutupi oleh palut lendir yang terletak diatas silia dan bergerak sesuai dengan
arah gerak silia ke belakang. Palut lendir ini berfungsi untuk menangkap partikel kotoran yang
terbawa oleh udara yang diisap. Palut lendir ini mengandung enzim Lyzozyme yang penting
untuk proteksi.1

Otot
Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang (longitudinal).
Otot-otot yang sirkular terdiri dari m.konstriktor faring superior, media, dan inferior. Otot-otot
ini terletak disebelah luar. Otot-otot ini berbentuk kipas dengan tiap bagian bawahnya menutup
sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Disebelah depan, otot-otot ini bertemu satu sama lain
dan dibelakang bertemu pada jaringan bertemu pada jaringan ikat yang disebut rafe faring
(raphe pharyngis). Kerja otot konstriktor untuk mengecilkan lumen faring. Otot-otot ini
dipersarafi oleh n.vagus (n.X).1
Otot-otot yang longitudinal adalah m.stilofaring dan m.palatofaring. Letak otot-otot ini di
sebelah dalam. M.stilofaring gunanya untuk melebarkan faring dan menarik laring, sedangkan
m.palatofaring mempertemukan ismus orofaring dan menaikkan bagian bawah faring dan laring.
Jadi kedua otot ini bekerja sebagai elevator. Kerja kedua otot itu penting pada waktu menelan.
M.Stilofaring dipersarafi oleh n.IX sedangkan m.palatofaring dipersarafi oleh n.X.1

3
Pada palatum mole terdapat lima pasang otot yang dijadikan satu dalam satu sarung fasia
dari mukosa yaitu m.levator veli palatini, m.tensor veli palatini, m.palatoglossus, m.palatofaring,
dan m.azigos uvula.1
M.levator veli palatini membentuk sebagian besar palatum mole dan kerjanya untuk
menyempitkan ismus faring dan memperlebar ostium tuba Eustachius. Otot ini dipersarafi oleh
n.X.1
M.tensor veli palatini membentuk tenda palatum mole dan kerjanya untuk mengencangkan
bagian anterior palatum mole dan membuka tuba eustachius. Otot ini dipersarafi oleh n.X.1
M.palatoglosus membentuk arkus anterior faring dan kerjanya menyempitkan ismus faring.
Otot ini dipersarafi oleh n.X.1
M.palatofaring membentuk arkus posterior faring. Otot ini dipersarafi oleh n.X.
M.Azigos uvula merupakan otot yang kecil, kerjanya memperpendek dan menaikkan uvula
ke belakang atas. Otot ini dipersarafi oleh n.X.1

4
Perdarahan
Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan. Yang
utama berasal dari cabang a.karotis eksterna (cabang faring asendens dan cabang fausial) serta
dari cabang a.maksila interna yakni cabang palatine superior.1

Persarafan
Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang ekstensif.
Pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dari n.vagus, cabang dari n.glosofaring dan serabut
simpatis. Cabang faring dari n.vagus berisi serabut motorik. Dari pleksus faring yang ekstensif
ini keluar cabang-cabang untuk otot-otot faring kecuali m.stilofaring yang dipersarafi langsung
oleh cabang n.glosofaring (n.IX).1

Kelenjar Getah Bening


Aliran limfa dari dinding faring dapat melalui 3 saluran, yakni superior, media dan inferior.
Saluran limfa superior mengalir ke kelenjar getah bening retrofiring dan kelenjar getah bening
servikal dalam atas. Saluran limfa media mengalir ke kelenjar getah bening jugulo-digastrik dan

5
kelenjar servikal dalam atas, sedangkan saluran limfa inferior mengalir ke kelenjar getah bening
servikal dalam bawah.1
Berdasarkan letaknya faring dibagi atas :
1. Nasofaring
Nasofaring merupakan bagian yang berbatasan dengan rongga hidung. 12 Nasofaring
merupakan suatu rongga dengan dinding kaku diatas, belakang, dan lateral, yang secara anatomi
termasuk bagian faring. Ke anterior berhubungan dengan rongga hidung melalui koana dan tepi
belakang septum nasi, sedangkan bagian belakang nasofaring berbatasan dengan ruang
retrofaring, fasia pre-vertebralis dan otot-otot dinding faring.13
Pada dinding lateral nasofaring terdapat orifisium tuba eustakius, atap nasofaring dibentuk
dari basis sphenoid dan dapat dijumpai sisa jaringan embrionik yang disebut sebagai kantong
ranthke. Diantara atap nasofaring dan dinding posterior terdapat jaringan limfoid yang disebut
adenoid.13

2. Orofaring
Orofaring disebut juga mesofaring, dengan batas atasnya adalah palatum mole, batas
bawah adalah tepi atas epiglotis ke depan adalah rongga mulut sedangkan ke belakang adalah
vertebra servikalis.1
Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil palatine,
fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen sekum.1
Dinding posterior faring
Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut terlibat pada radang akut atau
radang kronik faring, Abses retrofaring, serta gangguan otot-otot di bagian tersebut. Gangguan
otot posterior faring bersama-sama dengan otot palatum mole berhubungan dengan gangguan
n.vagus.1

3. Laringofaring
Batas laringofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglottis, batas anterior ialah
laring, batas inferior ialah esophagus, sertas batas posterior adalah vertebra servikal. Bila
laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan laring tidak langsung atau

6
dengan laringoskop pada pemeriksaan laring langsung, maka struktur pertama yang tampak
dibawah dasar lidah ialah valekula.1

Fungsi Faring
Fungsi faring yang terutama ialah untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi suara
dan untuk artikulasi.1
1 Fungsi menelan
Terdapat 3 fase dalam proses menelan yaitu fase oral, fase faringal dan fase
esofagal. Fase oral, bolus makanan dari mulut menuju ke faring. Gerakan disini disengaja
(voluntary). Fase faringal yaitu pada waktu transport bolus makanan melalui faring.
Gerakan disini tidak sengaja (involuntary). Fase esofagal disini gerakannya tidak
disengaja, yaitu pada waktu bolus makanan bergerak secara peristaltic di esophagus
menuju lambung.1

7
2 Fungsi faring dalam proses bicara.1
Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpada dari otot-otot palatum dan
faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole kea rah dinding belakang
faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mula-mula
m.salpingofaring dan m.palatofaring. kemudian m.levator veli palatini bersama-sama
m.konstriktor faring superior. Pada gerakan penutupan nasofaring m.levator vveli palatini
menarik palatum mole ke atas belakang hampir mengenai dinding posterior faring. Jarak
yang tersisa ini diisi oleh tonjolan (fold of) passavant pada dinding belakang faring yang
terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil gerakan
m.palatofaring (bersama m.salpingofaring) dan oleh kontraksi aktif m.konstriktor faring
superior. Mingkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada waktu yang bersamaan.1
Ada yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap pada pada periode
fonasi, tetapi ada pula pendapat yang mengatakan tonjolan ini timbul dan hilang secara
cepat bersamaan dengan gerakan palatum.1

8
II.2. FARINGITIS
Faringitis adalah penyakit inflamasi dari mukosa dan submukosa pada tenggorokan.
Jaringan yang terkena meliputi orofaring, nasofaring, hipofaring, tonsil, dan adenoid.1
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus (40-
60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin, dan lain-lain.2
Virus dan bakteri melakukan invasi ke faring dan menimbulkan reaksi inflamasi

local.Infeksi bakteri grup A Streptokokus hemolitikus dapat menyebabkan kerusakan

jaringan yang hebat, karena bakteri ini melepaskan toksin ekstraselular yang dapat menimbulkan
demam jreumatik, kerusakan katup jantung, glomerulonephritis akut karena fungsi glomerulus
terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi. Bakteri ini banyak menyerang anak
usia sekolah, orang dewasa dan jarang pada anak umur kurang dari 3 tahun. Penularan infeksi
melalui secret hidung dan ludah (droplet infection).2

A. ETIOLOGI
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan akibat infeksi
maupun non infeksi. Banyak mikroorganisme yang dapat menyebabkan faringitis, virus (40-
60%) dan bakteri (5-40%). Virus merupakan penyebab faringitis pada 90 % dewasa dan 70 %
anak.8 Respiratory virus merupakan penyebab faringitis yang paling banyak teridentifikasi
dengan Rhinovirus (20%) dan coronaviruses (5%). Selain itu juga ada Influenzavirus,
Parainfluenza virus, adenovirus, Herpes simplex virus type 1&2, Coxsackie virus
A,cytomegalovirus dan Epstein-Barr virus (EBV). Selain itu infeksi HIV juga dapat
menyebabkan terjadinya faringitis.Faringitis yang disebabkan oleh bakteri biasanya oleh grup
S.pyogenes dengan 5-15% penyebab faringitis pada orang dewasa. Group A streptococcus
merupakan penyebab faringitis yang utama pada anak-anak berusia 5-15 tahun, ini jarang
ditemukan pada anak berusia < 3tahun.3
Bakteri penyebab faringitis yang lainnya (<1%) antara lain Neisseria gonorrhoeae,
Corynebacterium diptheriae, Corynebacterium ulcerans, Yersinia eneterolitica dan
Treponema pallidum, Mycobacterium tuberculosis. Faringitis dapat menular melalui droplet
infection dari orang yang menderita faringitis.Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang
dingin, turunnya daya tahan tubuh, konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang
berlebihan.3

9
Pada Faringitis kronik,faktor-faktor yang berpengaruh:4
1. Infeksi persisten di sekitar faring. Pada rhinitis dan sinusitis kronik, mucus purulent
secara konstan jatuh ke faring dan menjadi sumber infeksi yang konstan. Tonsillitis
kronik dan sepsis dental juga bertanggung jawab dalam menyebabkan faringitis kronik
dan odinofagia yang rekuren.
2. Bernapas melalui mulut. Bernapas melalui mulut akan mengekspos faring ke udara yang
tidak difiltrasi, dilembabkan dan disesuaikan dengan suhu tubuh sehingga menyebabkan
lebih mudah terinfeksi. Bernapas melalui mulut biasa disebabkan oleh :
a. Obstruksi hidung
b. Obstruksi nasofaring
c. Gigi yang menonjol
d. Kebiasaan
3. Iritan kronik. Merokok yang berlebihan, mengunyah tembakau, peminum minuman
keras, makanan yang sangat pedas semuanya dapat menyebabkan faringitis kronik.
4. Polusi lingkungan. Asap atau lingkungan yang berdebu atau uap industry juga
menyebabkan faringitis kronik.
5. Faulty voice production. Penggunaan suara yang berlebihan atau faulty voice production
juga adalah salah satu penyebab faringitis kronik.

Faktor risiko dari faringitis yaitu:


Cuaca dingin dan musim flu

10
Kontak dengan pasien penderita faringitis karena penyakit ini dapat menular melalui udara
Merokok, atau terpajan oleh asap rokok
Infeksi sinus yang berulang
Alergi

B. EPIDEMIOLOGI
Di USA, faringitis terjadi lebih sering terjadi pada anak-anak daripada pada dewasa.
Sekitar 15 30 % faringitis terjadi pada anak usia sekolah, terutama usia 4 7 tahun, dan sekitar
10% nya diderita oleh dewasa. Faringitis ini jarang terjadi pada anak usia < 3 tahun.
Penyebab tersering dari faringitis ini yaitu streptokokus grup A, karena itu sering disebut
faringitis GAS (Group A Streptococci). Bakteri penyebab tersering yaitu Streptococcus
pyogenes.Sedangkan, penyebab virus tersering yaitu rhinovirus dan adenovirus. Masa infeksi
GAS paling sering yaitu pada akhir musim gugur hingga awal musim semi.5,9

C. PATOGENESIS

Bakteri S. Pyogenes memiliki sifat penularan yang tinggi dengan droplet udara yang
berasal dari pasien faringitis. Droplet ini dikeluarkan melalui batuk dan bersin. Jika bakteri ini
hinggap pada sel sehat, bakteri ini akan bermultiplikasi dan mensekresikan toksin. Toksin ini
menyebabkan kerusakan pada sel hidup dan inflamasi pada orofaring dan tonsil. Kerusakan
jaringan ini ditandai dengan adanya tampakan kemerahan pada faring.5Periode inkubasi faringitis
hingga gejala muncul yaitu sekitar 24 72 jam.6

Beberapa strain dari S. Pyogenes menghasilkan eksotoksin eritrogenik yang menyebabkan


bercak kemerahan pada kulit pada leher, dada, dan lengan. Bercak tersebut terjadi sebagai akibat
dari kumpulan darah pada pembuluh darah yang rusak akibat pengaruh toksin.5

D. KLASIFIKASI
Faringitis dibagi menjadi:4
1. Faringitis akut
a) Faringitis viral
b) Faringitis bakterial
c) Faringitis fungal

11
d) Faringitis gonorea
2. Faringitis kronik
a) Faringitis kronik hiperplastik
b) Faringitis kronik atrofi
3. Faringitis spesifik
a) Faringitis luetika
b) Faringitis tuberkulosis

1. FARINGITIS AKUT
a. Faringitis Viral
Rinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian akan
menimbulkan faringitis.2 Gejala dan tanda faringitis viral adalah demam disertai rinorea,
mual, nyeri tenggorokan, sulit menelan.2 Pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil
hiperemis.Virus influenza, coxsachievirus dan cytomegalovirus tidak menghasilkan
eksudat. Coxachievirus dapat menimbulkan lesi vesicular di orofaring dan lesi kulit
berupa mauclopapular rash.2 Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis, juga
menimbulkan gejala konjungtivitis terutama pada anak.2
Epstein Barr Virus (EBV) menyebabkan faringitis yang disertai produksi eksudat
pada faring yang banyak. Terdapat pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama
retroservikal dan hepatosplenomegali.2 Faringitis yang disebabkan HIV-1 menimbulkan
keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan, mual, dan demam. Pada pemeriksaan tampak
faring hiperemis, terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher dan pasien tampak
lemah.2
Terapinya adalah istirahat dan minum yang cukup. Kumur dengan air hangat.
Analgetika jika perlu dan tablet isap.2 Antivirus metisoprinol (Isoprenosine) diberikan
pada infeksi herpes simpleks dengan dosis 60-100 mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali
pemberian/hari pada orang dewasa dan pada anak <5 tahun diberikan 50 mg/kgBB dibagi
dalam 4-6 kali pemberian/hari.2

12
Gambar 1. Faringitis viral tampak faring swollen dan merah

b. Faringitis bakterial

Infeksi grup A Streptokokus hemolitikus merupakan penyebab faringitis

akut pada orang dewasa (15%) dan pada anak (30%). 2 Gejala dan tandanya adalah nyeri
kepala yang hebat, muntah kadang-kadang disertai demam dengan suhu yang tinggi,
jarang disertai batuk.2 Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil
hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak
petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal, dan
nyeri pada penekanan.2

Algoritme pendekatan pada faringitis grup A Streptokokus hemolitikus

(GAS)8 : Pasien dengan gejala sakit tenggorokan

Pasien Risiko Tinggi Klutur & mulai


- Riwayat Demam Reumatik ya antibiotik

- Kontak dengan penderita yang Jika kultur


Memiliki riwayat demam reumatik (-): stop antibiotik

(+) cek ulang 2-7


hari setelah
terapi akhir
Suspek GAS
13
Tidak Ya

Pengobatan Simptomatik Rapid Gas Screen

Negatif Positif
Negatif Kultur tenggorokan
Jika pasien > 16 tahun Tata laksana obat
(tidak ada terapi sampai Positif
Hasil diketahui)
Perbaikan dalam 48 jam
Re-evaluasi
- Abses peritonsilar/retrofaringeal Ya
- Gagal antibiotik
Terapi antibiotik lengkap

Terapi:
a. Antibiotik8

Alternatif pada Pasien yang Alergi Penisilin


Eritromisin oral atau klindamisin dapat diberikan untuk pasien yang alergi terhadap
penisilin.

14
b. Kortikosteroid: deksametason 8-16 mg, IM, 1 kali. Pada anak 0.08-0.3 mg/kgBB, IM,
1 kali.
c. Analgetika
d. Kumur dengan air hangat atau antiseptic.

Gambar 2. Streptococcal Pharyngitis

Faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus group A dapat diperkirakan dengan


menggunakan Centor criteria9,15, yaitu :

Pada modified Centor criteria ditambah kriteria umur:

15
- 3-14 tahun (+1)
- 15-44 tahun (0)
- 45 tahun keatas (-1)
Penilaian skornya:
- 0: Kemungkinan faringitis karena streptococcus 1%-2.5%. Tidak perlu pemeriksaan lebih
lanjut dan antibiotik.
- 1: Kemungkinan faringitis karena streptococcus 5%-10%. Tidak perlu pemeriksaan lebih
lanjut dan antibiotik.
- 2: Kemungkinan faringitis karena streptococcus 11%-17%. Kultur bakteri faring dan
antibiotic hanya bila hasil kultur positif.
- 3: Kemungkinan faringitis karena streptococcus 28%-35%. Kultur bakteri faring dan
antibiotic hanya bila hasil kultur positif.
- 4-5: Kemungkinan faringitis karena streptococcus 51%-53%. Terapi empiris dengan
antibiotik dan atau kultur bakteri faring.

c. Faringitis Fungal
Candida dapat tumbuh di mukosa rongga mulut dan faring.Keluhan nyeri
tenggorok dan nyeri menelan.Pada pemeriksaan tampak plak putih di orofaring dan
mukosa faring lainnya hiperemis.Pembiakan jamur ini dilakukan dalam agar Saburoud
dextrose. Terapi dengan Nystatin 100.000-400.000 2 kali/hari dan analgetika.2

16
Gambar 3. Fungal Faringitis

d. Faringitis Gonorea
Disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae. Bakteri menyebar melalui oral
seks dengan pasangan yang terinfeksi. Sebagian besar infeksi tenggorokan tidak
menghasilkan gejala (asimtomatik).7 Penyakit ini paling sering terjadi pada pria yang
homoseksual. Faktor risiko nya yaitu, aktivitas seksual dengan banyak pasangan, dan
melakukan seks oral.7
Gejala dan tanda
Pada wanita , gejala urogenital utama gonore meliputi :
Keputihan
Disuria
Perdarahan intermenstrual
Dispareunia ( hubungan seksual yang menyakitkan )
Nyeri perut bagian bawah
Jika infeksi berkembang menjadi penyakit radang panggul ( PID ) , gejala mungkin
termasuk yang berikut :
Nyeri perut bagian bawah : gejala paling konsisten PID
Peningkatan cairan vagina atau cairan dari uretra mukopurulen
Disuria : Biasanya tanpa urgensi atau frekuensi
Nyeri tekan daerah serviks
Nyeri adneksa (biasanya bilateral ) atau massa adneksa
Perdarahan intermenstrual

17
Demam, menggigil , mual , dan muntah ( kurang umum )
Pada laki-laki , gejala urogenital utama gonore meliputi :
Uretritis
Epididimitis akut
Striktur uretra
Infeksi dubur : Dapat dengan nyeri , pruritus, atau tenesmus
Diagnosa
Kultur adalah tes diagnostik yang paling umum untuk gonore, yaitu dengan asam
deoksiribonukleat (DNA) probe dan kemudian polymerase chain reaction (PCR) assay
dan ligand chain reaction (LCR). Probe DNA adalah tes deteksi antigen yang
menggunakan probe untuk mendeteksi DNA gonore dalam spesimen. Kultur swab dari
tempat infeksi merupakan standar kriteria untuk diagnosis di semua tempat potensial
infeksi gonokokal. Kultur sangat berguna ketika diagnosis klinis tidak jelas, ketika
kegagalan pengobatan telah terjadi, ketika pelacakan kontak yang bermasalah, dan ketika
pertanyaan hukum muncul.
Terapi

Antara lain :7

Ceftriaxone 250 mg intramuscular (IM) single dose PLUS,

Azithromycin 1 g PO single dose OR

Doxycycline 100 mg PO twice a day for 7 days

2. FARINGITIS KRONIK
Faringitis kronis atau persisten merupakan masalah menjengkelkan dan
menyakitkan bagi pasien. Hal ini dapat bertahan selama lebih dari 3 bulan dan sangat
menggangu kehidupan sehari-hari. Faringitis kronis bisa disebabkan karena induksi yang
berulang-ulang faringitis akut atau karena iritasi faring akibat merokok berlebihan dan
penyalahgunaan alkohol, sering konsumsi minuman ataupun makanan yang panas, dan

18
batuk kronis karena alergi. Bernafas melalui mulut, ini dapat disebabkan oleh : Kelainan
pada nasofarings, obstruksi pada hidung, dan protruding teeth.
Terdapat 2 bentuk yaitu faringitis kronik hiperplastik dan faringitis kronik atrofi.
Factor predisposisi proses radang kronik di faring ini ialah rhinitis kronik, sinusitis, iritasi
kronik oleh rokok, minum alcohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring dan
debu. Factor lain penyebab terjadinya faringitis kronik adalah pasien yang biasa bernapas
melalui mulut karena hidungnya tersumbat.2

a. Faringitis kronik hiperplastik


Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior
faring.Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral band hiperplasi. Pada
pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata, bergranular.2 Gejalanya
pasien sering mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal dan akhirnya batuk yang
bereak.2 Terapi local dengan melakukan kaustik faring dengan memakai zat kimia
larutan nitras argenti atau dengan listrik (electro cauter). Pengobatan simptomatis
diberikan obat kumur atau tablet isap. Jika diperlukan dapat diberikan obat batuk
antitusif atau ekspektoran. Penyakit di hidung dan sinus paranasal harus diobati.2

b. Faringitis kronik atrofi


Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada
rhinitis atrofi, udara pernapasan tidak diatur suhu serta kelembabannya, sehingga
menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring.2 Gejalanya pasien sering mengeluh
tenggorok kering dan tebal serta mulut berbau. Pada pemeriksaan tampak mukosa faring
ditutupi oleh lendir yang kental dan bila diangkat tampak mukosa kering.2 Pengobatan
ditujukan pada rhinitis atrofinya dan untuk faringitis kronik atrofi ditambahkan dengan
obat kumur dan menjaga kebersihan mulut.2

3. FARINGITIS SPESIFIK
a. Faringitis luetika
Faringitis leutika atau faringitis syphilis ini dapat disebabkan oleh Treponema
palidum yang dapat menimbulkan infeksi di daerah faring seperti penyakit lues di organ
lain. Gambaran kliniknya tergantung pada stadium penyakit primer, sekunder atau tertier.

19
1) Stadium primer
Kelainan pada stadium primer terdapat pada lidah, palatum mole, tonsil, dan
dinding posterior faring berbentuk bercak keputihan.Bila infeksi terus berlangsung
maka timbul ulkus pada daerah faring seperti ulkus pada genitalia yaitu tidak
nyeri.Juga didapatkan pembesaran kelenjar\ mandibular yang tidak nyeri tekan.
2) Stadium sekunder
Stadium ini jarang ditemukan.Terdapat eritema pada dinding faring yang menjalar
kearah laring.
3) Stadium tertier
Pada stadium ini terdapat guma.Predileksinya pada tonsil dan palatum.Jarang
pada dinding posterior faring.Guma pada dinding posterior faring dapat meluas ke
vertebra servikal dan bila pecah dapat menyebabkan kematian. Guma yang terdapat di
palatum mole, bila sembuh akan terbentuk jaringan parut yang dapat menimbulkan
gangguan fungsi palatum secara permanen.2 Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan
serologic. Terapi penisilin dalam dosis tinggi merupakan obat pilihan utama.2

Gambar 4. Faringitis leutika

Gambar 5. Contoh lesi luetika pada palatum stadium dua

20
Gambar 6. Contoh gumma pada palatum molle pada stadium tiga

b. Faringitis tuberculosis
Faringitis tuberculosis merupakan proses sekunder dari tuberculosis paru. Pada
infeksi kuman tahan asam jenis bovinum dapat timbul tuberculosis faring primer.Cara
infeksi eksogen yaitu kontak dengan sputum yang mengandung kuman atau inhalasi
kuman melalui udara.Cara infeksi endogen yaitu penyebaran melalui darah pada
tuberculosis miliaris.Bila infeksi timbul secara hematogen maka tonsil dapat terkena
pada kedua sisi dan lesi sering ditemukan pada dinding posterior faring, arkus faring
anterior, dinding lateral hipofaring, palatum mole, dan palatum durum. Kelenjar regional
leher membengkak. Saat ini juga penyebaran secara limfogen.2
Gejalanya yaitu keadaan umum pasien buruk karena anoreksia dan odinofagia.
Pasien mengeluh nyeri yang gebat di tenggorok, nyeri di telinga atau otalgia serta
pembesaran kelenjar limfa servikal.2 Untuk menegakkan diagnosis diperlukan
pemeriksaan sputum basil tahan asam, foto toraks untuk melihat adanya tuberculosis paru
dan biopsy jaringan yang terinfeksi untuk menyingkirkan proses keganasan serta mencari
kuman basil tahan asam di jaringan.2
Pengobatan dengan isoniazid dan rifampisin selama 9 sampai 12 bulan merupakan
terapi yang paling efektif dan mampu mencapai hasil yang diinginkan dalam 99% dari
pasien . Sumber lain menyebutkan terapi sesuai dengan terapi tuberkulosis.2

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Kultur Swab tenggorokan (Gold standard)
2. Darah Rutin

21
3. Kultur BTA untuk diagnosis Faringitis Tb
4. Tes infeksi jamur dengan menggunakan pewarnaan KOH
5. Tes Antigen
6. ELISA

F. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi dari faringitis yaitu sinusitis, otitis media, epiglotitis,
mastoiditis, pneumonia, abses peritonsilar, abses retrofaringeal. Selain itu juga dapat terjadi
komplikasi lain berupa septikemia, meningitis, glomerulonefritis, demam rematik akut. Hal ini
terjadi secara perkontuinatum, limfogenik maupun hematogenik.3

G. PROGNOSIS
Umumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik, akan tetapi tergantung dari berat
ringan nya infeksi. Pasien dengan faringitis ringan biasanya sembuh dalam waktu 1-2 minggu.

BAB III
PENUTUP

Faringitis adalah keadaan inflamasi pada struktur mukosa, submukosa tenggorokan.


Jaringan yang mungkin terlibat antara lain orofaring, nasofaring, hipofaring, tonsil dan adenoid.
Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita faringitis. Faktor
resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan tubuh, konsumsi
makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan.
Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme yang
menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala-gejala seperti lemas,
anorexia, suhu tubuh naik, suara serak, kaku dan sakit pada otot leher, faring yang hiperemis,
tonsil membesar, pinggir palatum molle yang hiperemis, kelenjar limfe pada rahang bawah
teraba dan nyeri bila ditekan dan bila dilakukan pemeriksaan darah mungkin dijumpai

22
peningkatan laju endap darah dan leukosit. Untuk menegakkan diagnosis faringitis dapat dimulai
dari anamnesa yang cermat dan dilakukan pemeriksaan temperatur tubuh dan evaluasi
tenggorokan, sinus, telinga, hidung dan leher. Pada faringitis dapat dijumpai faring yang
hiperemis, eksudat, tonsil yang membesar dan hiperemis, pembesaran kelenjar getah bening di
leher.
Terapi faringitis tergantung pada penyebabnya. Bila penyebabnya adalah bakteri maka
diberikan antibiotik dan bila penyebabnya adalah virus maka cukup diberikan analgetik dan
pasien cukup dianjurkan beristirahat dan mengurangi aktivitasnya. Dengan pengobatan yang
adekuat umumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik dan umumnya pasien biasanya
sembuh dalam waktu 1-2 minggu.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rusmarjono dan Hermani B. Odinofagia. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga


Hidung Tenggorokan Kepala & Leher. Edisi Keenam. Cetakan ke-5. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta: 2010
2. Rusmarjono dan Soepardi EA. Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi Adenoid.
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher.
Edisi Keenam. Cetakan ke-5. Balai Penerbit FKUI. Jakarta: 2010
3. Mansjoer, A (ed). Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorok, Edisi 3.
FK UI.Jakarta.2005
4. Acerra JR. Pharyngitis in Emergency Medicine. 2010. Diambil dari
http://emedicine.medscape.com/article/764304-overview#a0199
5. Pommerville JC. Alcamos Fundamentals of Microbiology. Ed ke-9.
Sudbury: Jones & Bartlett Publisher; 2011
6. Lipsky MS, King MS. Blueprints Family Medicine. Philadelphia: Lipincott;
2010

23
7. Dhingra PL. Diseases of Ear, Nose, Throat. India: Reed Elsevier; 2000
8. Pharingitis Guideline Team. Guidelines for clinical care ambulatory ;
Pharingitis. University of Michigan. 2013.
9. Chamberlein, Neil. Pharingitis. 2014. Diakses dari
http://www.atsu.edu/faculty/chamberlain/website/lectures/lecture/uriphyn.ht
m
10.Snell S, Richard. 2012. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi
6. Jakarta : EGC.
11.Khumaidah. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Gnagguan Fungsi Paru pada Pekerja Mebel PT. Kota Jati Furnindo Desa
Juwawal Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara. Semarang : Program
Pasca Sarjana Fakultas Kesehatan Lingkungan Universitas Diponegoro.
12.Rab, Tabrani. 2010. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : TIM.
13.Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak Edisi 1.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
14.Mescher, Anthony L. 2012. Histologi Dasar Junquira : Teks & Atlas, Ed.12.
Jakarta : EGC.
15. Tanto, chris. Kapita Selekta Kedokteran essentials of medicine Edisi IV Jilid
II. Jakarta : Media Aesculapius, 2014.

24

Anda mungkin juga menyukai