HERPES ZOSTER
Moderator :
Disusun Oleh :
HERPES ZOSTER
Disusun Oleh:
2
DAFTAR ISI
3
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
rahmat dan karunia-NYA penulis dapat menyelesaikan pembuatan laporan kasus dengan
judul HERPES ZOSTER yang merupakan salah satu syarat dalam melaksanakan
kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto.
Dalam menyelesaikan tugas ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Afaf
Agil Al Munawar, SpKK selaku pembimbing dalam pembuatan laporan kasus ini dan
berbagai pihak yang telah membantu pembuatan laporan kasus ini. Tidak lupa pula penulis
mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua dan teman-teman sejawat dokter muda
yang telah membantu baik moril maupun materiil sehingga terselesaikannya presentasi kasus.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini banyak terdapat
kekurangan dan juga masih jauh dari kesempurnaan sehingga penulis mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca.
Penulis
4
BAB I
LAPORAN KASUS
1.2 Anamnesis
Diambil dari autoanamnesis tanggal 23 Agustus 2017
Keluhan Utama: Lenting lenting yang terasa nyeri di punggung dan pundak kiri
Keluhan Tambahan: Gatal, panas, dan perih pada daerah lenting. Badan terasa Pegal
Pegal
Riwayat penyakit dahulu : Pasien pernah menderita cacar air pada usia muda.
5
1.3 Pemeriksaan fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : Baik.
Tanda Vital
Suhu : Subfebris
Kepala : Normocephali.
Status Dermatologikus
6
Gambar.2 Tampak Papul Vesikel dan Bula dengan dasar bercak eritematosa.
Efloresensi: Tampak papulo vesikel dan bula berkelompok, dengan distribusi lesi
setinggi dermatom T1 sinistra, dengan dasar bercak bercak Eritematosa.
1.5 Resume
Ny H, 58 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSPAD dengan keluhan Lenting
yang terasa nyeri di pundak dan punggung Kiri . Sejak 3 hari SMRS pasien merasakan
pegal pegal, pusing dan badan lemah. Sejak1 hari SMRS nyeri terasa semakin hebat dan
menjalar ke tangan kiri.
Status generalis dalam batas normal. Status dermatologikus pada pundak dan punggung
dengan dermatom setinggi T1. Efloresensi tampak papulo vesikel berkelompok, dengan
distribusi lesi setinggi dermatom T1 sinistra, dengan dasar bercak bercak Eritematosa
7
1.6 Diagnosis kerja
Herpes Zooster Torakalis Sinistra
1.9 Penatalaksanaan
Non Medikamentosa
Istirahat cukup
Menjaga kebersihan tubuh, terutama daerah lesi perlu dibersihkan dan jangan digaruk
agar vesikel tidak pecah.
Medikamentosa
Sistemik:
Asiklovir 5 x 800 mg per hari diberikan selama 7 hari
Asam Mefenamat tablet 3 x 500 mg per hari diberikan selama 5 hari.
Mecobalamin tablet 3x500 mg per hari
Topical:
Bedak Salisilat 2%
Gentamicyn krim 0,1% diberikan pada lenting yang pecah.
1.10 Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam.
Quo ad functionam : ad bonam.
Quo ad sanationam : ad bonam
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
HERPES ZOSTER
2.1 Definisi
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh virus varisela-zoster (VZV) yang
menyerang kulit dan mukosa. Herpes zoster merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah
infeksi primer.1,2
Penyebarannya sama seperti varisela. Penyakit ini merupakan reaktivasi dari virus
setelah infeksi primernya dalam bentuk varisela. Terkadang varisela terjadi secara subklinis.1
zoster yang berulang hampir khas terjadi pada penderita dengan sistem imun yang rendah.
Sekitar 25% penderita dengan HIV dan 7-9% penderita yang mendapatkan transplantasi
Faktor resiko herpes zoster biasanya pada orang tua diatas 60 tahun dan pada orang-
orang yang mengalami penurunan sistem imun seperti pada individu dengan HIV, sedang
kortikosteroid, penderita kanker 3,2, dengan terapi imunosupresif, dengan infeksi primer VSV
pada infant dimana respon imun normal masih rendah, penderita sindrom inflamasi
rekonstitusi imun (IRIS), dan penderita leukimia limpositis akut dan individu dengan
keganasan lain.2
2.3 Etiologi
VZV merupakan virus dengan DNA berantai ganda berselimut yang termasuk dalam
famili Herpesviridae. Pada manusia, infeksi primer terjadi saat virus kontak dengan mukosa
saluran pernapasan atau konjungtiva. Dari tempat-tempat kontak tersebur virus lalu menyebar
9
ke seluruh tubuh melalui serat saraf sensoris menuju sel akar ganglia dorsal dimana virus
Reaktivasi VZV yang telah menjadi dorman, sering dalam puluhan tahun setelah
infeksi primer dalam bentuk varisela, menjadi herpes zoster. Penyebab pasti timbulnya
reaktivasi tersebut masih belum diketahui, akan tetapi mungkin penyebabnya adalah salah
satu atau kombinasi dari beberpa faktor seperti eksposur eksternal dengan VZV, proses
penyakit akut atau kronis (Terutama infeksi dan keganasan), beberapa jenis pengobatan, dan
stres emosional.2
Alasan mengapa hanya satu akar ganglion dorsal saja yang mengalami reaktivasi virus
sementara tidak terjadi reaktivasi pada ganglia lain masih belum jelas. Menurunya imunitas
2.4 Transmisi
Herpes zoster tidak dapat menular dari seseorang yang mengalami ke orang lain.
Namun VZV dapat menular ke orang lain yang belum pernah mengalami varisela atau cacar
air karena jika orang tersebut tertular VSV maka manifestasinya berupa varisela.2,4
VSV pada orang yang mengalami herpes zoster berada pada vesikel herpes, dan orang
dapat tertular VSV jika menyentuh atau kontak dengan ruam maupun cairan pada vesikel
yang melepuh, namun pada saat vesikel belum terbentuk atau saat telah mengering menjadi
2.5 Patogenesis
Infeksi VZV menyebabkan 2 sindrom yang berbeda. Infeksi primer, varisela, adalah
penyakit demam yang menular biasanya ringan. Setelah infeksi primer selesai, partikel virus
menetap di ganglia saraf perifer dimana virus menjadi dorman untuk beberapa tahun hingga
puluhan tahun. Pada periode tersebut, mekanisme pertahanan tubuh induk menekan replikasi
virus, akan tetapi VZV teraktivasi kembali saat mekanisme pertahanan tubuh induk gagal
10
menekan replikasi virus. Kegagalan tersebut dapat disebabkan oleh banyak keadaan, mulai
dari stres hingga imunosupresif berat, terkadang juga diikuti dengan trauma langsung. Virema
VZV terjadi saat infeksi primer, namun dapat juga muncul pada fase reaktivasi dengan
Setelah VZV teraktivasi kembali, terjadi respon inflamasi di akar ganglion dorsal
yang dapat diikuti dengan nekrosis hemoragik dari sel saraf menyebabkan kehilangan
neuronal atau fibrosis. Frekuensi efek pada kulit berkorelasi dengan distribusi sentripetal dari
lesi varisela. Pola ini menunjukkan latensi mungkin terjadi akibat penyebaran penularan virus
saat varisela dari kulit yang terinfeksi dari darah saat fase viremik dari varisela, dan frekuensi
dermatom yang terkena efek herpes zoster mungkin merupakan ganglia yang paling sering
Daerah yang paling sering terkena adalah daerah toraks. Gejala prodromal dapat
berupa gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala sistemik seperti demam atau pusing. Gejala
lokal berupa gatal dan nyeri atau neuralgia pada daerah dermatom yang terkena. Nyeri yang
terjadi merupakan salah satu ciri khas dari herpes yang dapat dibedakan menjadi preherpetic
neuralgia dan post herpetic neuralgia karena nyeri dapat menetap setelah penyakit sembul
Kemudian eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel herpetiformis dengan
dasar eritematus dan edema terbatas pada kulit yang terinervasi saraf sensoris yang terasa
nyeri. Vesikel tersebut berisi cairan yang jernih, kemudian menjadi keruh, dapat menjadi
pustul dan krusta. Terkadang vesikel mengandung darah yang disebut sebagai herpes zoster
hemoragik. Dapat pula menimbulkan infeksi sekunder sehingga menimbulkan ulkus dengan
Perlu diingat bahwa herpes zoster dapat terjadi pada lebih dari satu dermatom dan
11
mungkin saja bilateral (zoster multiplex). Frekuensi terjadinya zoster pada lebih dari satu
nyeri pada distribusi dermatom tanpa adanya lesi (zoster sine herpete). ,2,4
2.7 Diagnosis
didapatkan keluhan berupa ruam atau vesikel berkelompok yang kemudian pecah disertai
nyeri. Selain itu dapat pula kronologis ruam seperti gejala prodromal yang dirasakan.
Pemeriksaan fisik didapatkan pasien mengalami sedikit demam namun bisa berbeda pada tiap
individu kemudian dapat dilihat pada inspeksi kulit kelainan berupa vesikel bergerombol
diatas kulit eritema yang sebagian dapat mengalami eksoriasi dan tertutup krusta. 1,2
Beberapa diagnosis banding dari herpes zoster adalah herpes simpleks dimana pada
herpes simpleks terdapat perbedaan pada tempat predileksinya yaitu pada herpes simplek
berulang di tempat yang sama terutama pada regio sacrum sedangkan herpes zoster tidak,
angina pektoris bila dermatom yang terserang setinggi jantung sehingga menimbulkan nyeri
pada daerah yang mirip dengan angina pektoris2. Diagnosis banding lainnya adalah dermatitis
kontak iritan dimana pada dermatitis kontak iritan tidak terdapat gejala prodormal, dan lesi
tidak sesuai dengan dermatom3, dermatitis kontak alergika, varisela, folikulitis, gigitan
serangga, liken striatus, kontak stomatitis, infeksi cowpox, ektima, erisipelas, erisipeloid, dan
sengatan ubur-ubur2.
2.9 Penatalaksanaan
Kejadian herpes zoster biasanya dapat sembuh tanpa intervensi, dan cendrung lebih
jinak pada anak-anak ketimbang orang dewasa. Pengobatan herpes zoster dilakukan untuk
Penatalaksanaan herpes zoster ada dua yaitu penatalaksanaan tanpa obat dan dengan
12
obat4. Penatalaksanaan tanpa obat adalah dengan melakukan beberapa hal berikut yaitu
menjaga agar lesi tetap bersih dengan membersihkan dengan air dan sabun untuk
menghindari infeksi sekunder, lindungi lesi dengan memakai pakaian bersih dan tidak ketat.4
analgetik sedangkan untuk infeksi sekunder diberikan antibiotik. Terapi dengan antiviral
bertujuan untuk mempersingkat waktu penyakit serta menurunkan keparahan dari penyakit4.
Obat antiviral yang biasa digunakan adalah acyclovir, famciclovir, dan valacyclovir. Dosis
acyclovir adalah 800mg yang diberikan 5 kali sehari dalam 7 hari. Sedangkan dosis
Penatalaksanaan dengan obat topikal bergantung pada stadium. Jika masih stadium
vesikel, vesikel dapat diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya
vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Jika terdapat ulserasi dapat diberikan salep
antibiotik1.
2.10 Komplikasi
Postherpetic neuralgia (PHN) merupakan komplikasi herpes zoster yang paling sering
terjadi, ditemukan pada 50% penderita berusia 60 tahun keatas. PNH dapat terjadi akibat
nyeri pada herpes zoster yang berkelanjutan, atau dapat terjadi setelah resolusi dari reaktivasi
Patofisiologi dari PNH mungkin melibatkan keruskan saraf perifer atau aktivitas virus yang
berkelanjutan.1
pengelihatan bahkan kebutaan. Dengan terlibatnya organ okuler, maka diperlukan pemberian
13
2.11 Pencegahan
Pada anak dengan imunokompeten yang pernah menderita varisela maka tidak
diperlukan tindakan pencegahan. Pencegahan diberikan kepada mereka yang memiliki resiko
tinggi menderita varisela yang fatal seperti pada neonatus, pubertas, dan dewasa dengan
tujuan mencegah ataupun mengurangi gejala varisela. Biasanya pencegahan diberikan melalui
vaksin.3
2.12 Prognosis
Lesi umumnya sembuh dalam 10-15 hari. Prognosis pada orang yang lebih muda dan
lebih sehat sangat baik, sementara pada lansia memiliki resiko komplikasi yang lebih tinggi 2.
Pada orang dengan imunokompeten pada umumnya baik dan sembuh tanpa komplikasi
namun dapat mengancam nyawa pada penderita dengan sistim imun yang sangat rendah.
Herpes zoster pada pasien dengan sistim imun yang rendah dapat menyebabkan kematian
karena ensepalitis, hepatitis, atau pneumoitis. Resiko kematian pada penderita dengan sistim
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Handoko R.P.. “Penyakit Virus”. dalam Djuanda A., Kosasih A., Wiryadi B.E.,
Nathasuda E.C., Sjamsoe-Daili E., Effendi E.H., dkk. “Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin”. edisi ke 7. Jakarta: Penerbit FK UI;2015. Hal. 121-254.
2. Janniger C.K.. “Herpes Zoster”. WebMD LLC; [diperbaharui pada 26 Februari
2013; dikutip pada 23 Agustus 2017]. Dikutip dari:
(http://emedicine.medscape.com/article/1132465-overview).
3. Kenneth E. Schmader; Michael N. Oxman. Varicella and Herpes Zoster. In : Wolff
K, Goldsmith L, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine : 8th ed.
New York : McGraw-Hill, 2012 : 1885-1898.