Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
BAB II

ISI

2.1 Pengertian Hemodialisis

Dialisi adalah suatu proses difusi zat terlarut dan air secara pasif melalui suatu membran

berpori dari satu kompartemen cair lainnya.

Hemodialisis merupakan suatu cara untuk mengeluarkan produk sisa metabolisme berupa

larutan (ureum, creatinin) dan air yang berada dalam pembuluh darah melalui membran

semipermeabel atau yang disebut dengan Dialyzer (Thomas, 2003). Sedangkan menurut

Price & Wilson (2005) Hemodialisis adalah proses dimana terjadi difusi partikel terlarut

(solut) dan air secara pasif melalui satu kompartemen cair yaitu darah menuju

kompartemen cair lainnya yaitu cairan dialisat melewati membran semipermeabel dalam

dialiser.

Tujuan hemodialisis adalah menghilangkan gejala yaitu mengendalikan uremia, kelebihan

cairan dan ketidakseimbangan elektrolit yang terjadi pada pasien penyakit ginjal tahap

akhir. Hemodialisis efektif mengeluarkan cairan, elektrolit dan sisa metabolisme tubuh,

sehingga secara tidak langsung bertujuan untuk memperpanjang umur klien (Kallenbach, et

al, 2003)
Gambar : Alur Hemodialis

2.2 Prinsip Fisologi Dialisis

Dialise berdasarkan tiga prinsip : difusi, osmose dan ultrafiltrasi. Difusi berhubungan

dengan pergeseran partikel-pertikel dari daerah konsentrasi yang tinggi ke daerah yang

lebih rendah. Didalam tubuh ini terjadi melewati membran semipermiabel. Difusi

berhubungan dengan keperluan pembersihan bahan yang terlarut dari tubuh pasien ke

hemodialise dan peritoneal dialise. Difusi menyebabkan pergeseran urea, kreatinin dan

uric acid dari darah pasien ke larutan dialisat. Larutan mengandung lebih sedikit

partikel-partikel yang harus dibuang dari aliran darah dan harus ditambah

konsentrasi partikel-partikel yang lebih tinggi. Karena dialisis tidak mengandung

produk sisa protein, konsentrasi dari zat- zat ini di dalam darah akan berkurang karena

peergeseran random partikel-partikel lewat membran semipermiabel ke dialisat. Prinsip

yang sama berlaku untuk ion- ion potasium. Walaupun konsentrasi sel-sel eritrosit dan

protein lebih tinggi didalam darah, molekul-molekulnya lebih besar dan tidak bisa

berdisfusi melalui pori-pori dari membran karena itu tidak terbuang dari darah.
Osmone menyangkut pergeseran cairan lewat membran semipermiabel dari daerah

yang kadar pertikel-partikel rendah ke darah yang kadar partikel lebih tinggi.

Osmose bertanggung jawab atas pergeseran cairan dari pasien, terutama pada

peritoneal dialise. Pada gambar memperlihatkan bahwa glukosa telah dibubuhkan ke

dialisat untuk meningkatkan jonsentrasi partikel-partikel lebih tinggi dari yang terdapat

pada aliran darah pasien. Cairan kemudian akan bergeser lewat pori-pori dari membran

dari darah pasien ke dialisat.

Ultrafiltrasi terdiri dari pergeeseran cairan lewat membran semipermiabel dampak

dari ramuan tekanan yang dikreasikan secara buatan. Ultrafiltrasi lebih efisisen dari

osmose untuk menggeser cairan dan dipergunakan pada dialise untuk tujuan tersebut.

Pada waktu dialise, osmose dan difusi atau uultrafiltrasi dan difusi terjadi simultan.
2.3 Indikasi Hemodialisis

Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien yang mengalami GGK (Gagal Ginjal

Kronis) dan GGA (Gagal Ginjal Akut) untuk sementara sampai fungsi ginjalnya kembali

pulih. GGA merupakan keadaan dimana fungsi ginjal menurun secara akut dan terjadi

dalam kurun waktu kurang dari tiga bulan. GGA ditandai dengan berkurangnya volume

urin dalam 24 jam dan terjadi peningkatan nilai ureum dan kreatin serta terjadi penurunan

kreatinin. Pada pasien GGA, dokter akan berusaha memperbaiki aliran darah ke ginjal,

menghentikan penggunaan obat-obatan yang merusak ginjal atau mengangkat sumbatan

pada saluran kencing pasien. Pada stadium ini fungsi ginjal masih dapat dikembalikan

seperti semula.

Sedangkan GGK merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible, yang

menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan

keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia (retensi urea dan

sampah nitrogen lain dalam darah). GGK terjadi setelah berbagai macam penyakit yang

merusak nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan

bilateral.

Baik penderita GGA atau GGK memerlukan terapi hemodialisa. Tetapi terapi hemodialisa

akan dilakukan jika penderita GGA atau GGK mengalami beberapa indikasi seperti

dibawah ini.

1. Hiperkalemia ( K > 6 mEq/l)


Hyperkalemia (kadar kalium darah yang tinggi) adalah suatu keadaan dimana konsentrasi

kalium darah lebih dari 6 mEq/L. Selain itu, Hyperkalemia adalah suatu kondisi di mana

terlalu banyak kalium dalam darah. Sebagian besar kalium dalam tubuh (98%) ditemukan

dalam sel dan organ. Hanya jumlah kecil beredar dalam aliran darah. Kalium membantu

sel-sel saraf dan otot, termasuk fungsi, jantung. Ginjal biasanya mempertahankan tingkat

kalium dalam darah, namun jika memiliki penyakit ginjal merupakan penyebab paling

umum dari hiperkalemia.

2. Asidosis

Dalam keadaan normal, ginjal menyerap asam sisa metabolisme dari darah dan

membuangnya ke dalam urin. Pada penderita penyakit ini, bagian dari ginjal yang

bernama tubulus renalis tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga hanya

sedikit asam yang dibuang ke dalam urin. Akibatnya terjadi penimbunan asam dalam

darah, yang mengakibatkan terjadinya asidosis, yakni tingkat keasamannya menjadi di

atas ambang normal.

3. Kegagalan terapi konservatif

4. Kadar ureum/kreatinin tinggi dalam darah

Peningkatan kadar urea disebut uremia. Azotemia mengacu pada peningkatan semua

senyawa nitrogen berberat molekul rendah (urea, kreatinin, asam urat) pada gagal ginjal.

Penyebab uremia dibagi menjadi tiga, yaitu penyebab prarenal, renal, dan pascarenal.

Uremia prarenal terjadi karena gagalnya mekanisme yang bekerja sebelum filtrasi oleh

glomerulus.
Mekanisme tersebut meliputi :

1) penurunan aliran darah ke ginjal seperti pada syok, kehilangan darah, dan dehidrasi;

2) peningkatan katabolisme protein seperti pada perdarahan gastrointestinal disertai

pencernaan hemoglobin dan penyerapannya sebagai protein dalam makanan, perdarahan

ke dalam jaringan lunak atau rongga tubuh, hemolisis, leukemia (pelepasan protein

leukosit), cedera fisik berat, luka bakar, demam.

Uremia renal terjadi akibat gagal ginjal (penyebab tersering) yang menyebabkan

gangguan ekskresi urea. Gagal ginjal akut dapat disebabkan oleh glomerulonefritis,

hipertensi maligna, obat atau logam nefrotoksik, nekrosis korteks ginjal. Gagal ginjal

kronis disebabkan oleh glomerulonefritis, pielonefritis, diabetes mellitus, arteriosklerosis,

amiloidosis, penyakit tubulus ginjal, penyakit kolagen-vaskular.

5. Perikarditis dan konfusi yang berat.

Perikarditis adalah peradangan lapisan paling luar jantung baik pada parietal maupun

viseral. Sedangkan konfusi adalah suatu keadaan ketika individu mengalami atau

beresiko mengalami gangguan kognisi, perhatian, memori dan orientasi dengan sumber

yang tidak diketahui.

6. Hiperkalsemia dan Hipertensi.

Hiperkalsemia (kadar kalsium darah yang tinggi) adalah penyakit dimana penderitanya

mengalami keadaan kadar kalsium darahnya melebihi takaran normal ilmu kesehatan.

Penyebab penyakit ini karena meningkatnay penyerapan pada saluran pencernaan atau
juga dikarenakan asupan kalsium yang berlebihan. Seain itu juga mengkonsumsi vitamin

D secara berlebihan juga dapat mempengaruijumlah kalsium darah dalam tubuh.

Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan gangguan pada sistem peredaran darah

yang dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah di atas nilai normal, yaitu melebihi 140

/ 90 mmHg.

Selain beberapa indikasi medis diatas, terdapat kontra indikasi untuk pasien yang akan

melakukan hemodialisa, antara lain :

1. Malignansi stadium lanjut (kecuali multiple myeloma)

Terkait tumor, cenderung mengarahan ke keadaan buruk

2. Penyakit Alzheimers

Penyakit Alzheimer adalah suatu kondisi di mana sel-sel saraf di otak mati, sehingga

sinyal-sinyal otak sulit ditransmisikan dengan baik.

3. Multi-infarct dementia

4. Sindrom Hepatorenal

Sindrom Hepatorenal adalah suatu sindrom klinis yang terjadi pada pasien penyakit hati

kronik dan kegagalan hati lanjut serta hipertensi portal yang ditandai oleh penurunan

fungsi ginjal dan abnormalitas yang nyata dari sirkulasi arteri dan aktifitas sistem

vasoactive endogen. SHR bersifat fungsional dan progresif. SHR merupakan suatu

gangguan fungsi ginjal pre renal, yaitu disebabkan adanya hipoperfusi ginjal. Pada ginjal
terdapat vasokonstriksi yang menyebabkan laju filtrasi glomerulus rendah, dimana

sirkulasi di luar ginjal terdapat vasodilatasi arteriol yang luas yang menyebabkan

penurunan resistensi vaskuler sistemik total dan hipotensi.

5. Sirosis hati tingkat lanjut dengan enselopati

Sirosis adalah perusakan jaringan hati normal yang meninggalkan jaringan parut yang

tidak berfungsi di sekeliling jaringan hati yang masih berfungsi.

6. Hipotensi

Hipotensi (tekanan darah rendah) adalah suatu keadaan dimana tekanan darah lebih

rendah dari 90/60 mmHg atau tekanan darah cukup rendah sehingga menyebabkan

gejala-gejala seperti pusing dan pingsan.

7. Penyakit terminal

Penyakit terminal adaah penyakit pada stadium lanjut, penyakit utama yang tidak dapat

disembuhkan bersifat progresif, pengobatan hanya bersifat paliatif (mengurangi gejala

dan keluhan, memperbaiki kualitas hidup).

8. Organic brain syndrome

Organic Brain Syndrom adalah ketidaknormalan kelainan mental akibat gangguan

struktur atau fungsi otak.


Pasien-pasien yang memiliki kelainan diatas akan disarankan untuk tidak melakukan

terapi hemodialisa karena ditakutkan terapi yang dilakukan justru berakibat pada

kegagalan (kematian).

2.4PeralatanHemodialisis

Peralatan hemodialisis meliputi mesin hemodialisis, Dialiser dan Dialisat.

1)MesinHemodialisis

Mesin hemodialisis terdiri dari pompa darah, sistem pengaturan larutan dialisat dan sistem

monitoring. Pompa dalam mesin hemodialisis berfungsi untuk mengalirkan darah dari

tubuh ke dialiser dan mengembalikan kembali ke dalam tubuh. Selain itu mesin

hemodialisis juga dilengkapi detektor udara untuk mendeteksi adanya udara dalam vena.

2)Dialiser

Dialiser (Ginjal buatan)

Dialiser adalah tempat dimana proses hemodialisis berlangsung, sehingga terjadi

pertukaran zat-zat dan cairan dalam darah dan dialisat. Dialiser merupakan kunci utama

proses hemodialisis, karena yang dilakukan oleh dialiser sebagian besar dikerjakan oleh

ginjal yang normal. Dialiser terdiri dari 2 kompartemen yaitu dialisat dan darah, yang

dipisahkan oleh membran semipermeabel yang mencegah cairan dialisat dan darah

bercampur menjadi satu .

Luas permukaan membran dan daya saring membran mempengaruhi jumlah zat dan air
yang berpindah. Dialiser high efficiency adalah dialiser yang mempunyai luas permukaan
membran yang besar, sedangkan high flux adalah dialiser yang mempunyai pori-pori
besar dan dapat melewatkan molekul yang besar, dan mempunyai permeabilitas tinggi
terhadap air.

3)Dialisat

Dialisat adalah cairan yang terdiri dari air dan elektrolit utama dari serum normal yang

dipompakan melewati dialiser ke darah pasien. Komposisi cairan dialisat diatur

sedemikian rupa sehingga mendekati komposisi ion darah normal dan sedikit

dimodifikasi agar dapat memperbaiki gangguan cairan dan elektrolit pada penyakit ginjal

tahap akhir.

Dialisat dibuat dalam sistem air bersih dengan air kran dan bahan kimia yang disaring

dan diolah dengan water treatment secara bertahap. Larutan dialisat harus diatur pada

suhu antara 36,7 37,5C sebelum dialirkan ke dialiser. Suhu larutan dialisat yang terlalu

rendah atau melebihi suhu tubuh dapat menimbulkan komplikasi.

2.5 Prosedur

Hemodialisa mencakup shunting / pengalihan arus darah dari tubuh pasien ke dialisator

dimana terjadi difusi dan ultrafiltrasi dan kemudian kembali ke sirkulasi pasien. Untuk

pelaksanaan hemodialisa terjadi yang masuk ke darah pasien, suatu mekanisme yang

mentraspor darah ke dan dari dialisator, dan dialisator (daerah dimana terjadi pertukaran

larutan elektrolit dan produk-produk sisa berlangsung). Sekarang terdapat lima cara

utama agar terjadi yang masuk ke aliran darah pasien. Ini terdiri dari yang berikut:

a.Fistula aerteriovena

b.External arteriovenous/arus arteriorvena eksternal

c.Kateterisasi vena femoral


d.Kateterisasi vena subklavia

Indikasi indikasi dan berbagi implikasi cara memasukan ke vaskuler untuk hemodialisa

Tipe Indikasi Keuntungan Implikas-

implikasi
Kateterisasi 1. Segera masuk 1.Mudah 1. Mengkaji klien yang sering

masuk mengenai
vena lemoral 2. Agar terlihat

segera masuk dalam 2. Dapat perdarahan pada tempat masuk

waktu singkat segera


2. Harus sering dibilas dengan
dipakai
larutan heparin agar tetap paten

3. Teknik steril sangat

penting bila mengenai


1. Perlu waktu lama
kateter.
(mingguan atau

bulanan) untuk 1. Mengkajik lien yang sering

Eksternal masuk ke vaskuler mengenai perdarahan pada

shunt tempat masuk


2. Masuk dalam
1.Mudah
beberapa jam 2. Mengkaji kepatenan masuk
masuk
yang sering dan

2.Dapatseger memperhatikan aliran darah

a dipakai lewat shunt

1. Langsung masuk
3. Shunt merupakan tempat

2. Waktu pendek potensial menjadi infeksi

atau panjang
Pengobatan dialisis berlangsung 3 sampai 5 jam tergantung kepada tipe

dialisator yang dipakai dan jumlah waktu yang yang diperlukan demi koreksi

cairan,elektrolit, asam basa dan masalaah produk sisa yang ada. Dialise untuk masalah

yang akut harus dilaksanakan tiap hari atau lebih sering berdasarkan kondisi pasien

yang masih menjamin. Hemodialisa bagi orang dengan gaggal ginjal kronik biasanya

dikerjakan dua atau tiga kali seminggu.

Efektifitas HD tercapai bila dilakukan 2 - 3 kali dalam seminggu selama 4 5 jam, atau

paling sedikit 10 12 jam seminggu (Australia and New Zealand Dialysis and Transplant

Registry, 2005; Black & Hawk, 2005). Hemodialisis di Indonesia biasanya dilakukan 2

kali seminggu dengan lama hemodialisis 5 jam, atau dilakukan 3 kali dalam seminggu

dengan lama hemodialisis 4 jam.

Sebelum HD dilakukan pengkajian pradialisis, dilanjutkan dengan menghubungkan

pasien dengan mesin HD dengan memasang blood line dan jarum ke akses vaskuler klien,

yaitu akses untuk jalan keluar darah ke dialiser dan akses masuk darah ke dalam tubuh.

Arterio Venous (AV) Fistula adalah akses vaskuler yang direkomendasikan karena

cenderung lebih aman dan juga nyaman bagi pasien.

Setelah blood line dan akses vaskuler terpasang, proses HD dimulai. Saat dialisis darah

dialirkan ke luar tubuh dan disaring di dalam dialiser. Darah mulai mengalir dibantu

pompa darah. Cairan normal salin diletakkan sebelum pompa darah untuk mengantisipasi

adanya hipotensi intradialisis. Infus heparin diletakkan sebelum atau sesudah pompa

tergantung peralatan yang digunakan. Darah mengalir dari tubuh melalui akses arterial

menuju ke dialiser sehingga terjadi pertukaran darah dan zat sisa. Darah harus dapat

keluar dan masuk tubuh pasien dengan kecepatan 200400 ml/menit.


Proses selanjutnya darah akan meninggalkan dialiser. Darah

yang meninggalkan dialiser akan melewati detektor udara. Darah yang sudah

disaring kemudian dialirkan kembali kedalam tubuh melalui akses venosa.

Dialisis diakhiri dengan menghentikan darah dari pasien, membuka selang

normal salin dan membilas selang untuk mengembalikan darah pasien.

Pada akhir dialisis, sisa akhir metabolisme dikeluarkan, keseimbangan

elektrolit tercapai dan buffer system telah diperbaharui .

2.6 Perawatan Pra Dialisa


Sebelum prosedur pasien harus merasa terbiasa dengan melihat unit dialise. Ia harus

mendapatkan penerangan apa yang akan dikerjakan dan apa yang akan dirasakan

pada waktu pengobatan berlangsung. Pasien biasanga ingin mengetahuhi :

a. Bentuk rasa nyeri yang bagaimana yang akan dialami selama pengobatan

b. Berapa lama dan berapa kali dialisis akan dilakukan

c. Apakan yang dirasakn selama dan setelah pengobatan (hemodialisa)

d. Apa yang harus dikerjakan pada waktu dialise

e. Keluarga pasien dapat hadir pada waktu terapi.

Kegiatan pemantauan selama pada tahap ini meliputi :

a. Mencatat berat badan

b. Mengetahui garis dasar gejala vital

c. Mengakaji kebanyakan cairan (udim pada pedis, periorbital, distensi vena leher

kelainan bunyi nafas)

d. Pengkajian kelancaran masuk ke vaskular dan gejala infeksi

Bahan darah diambil untuk pemeriksaan kadar elektrolit dalam serum dan produk

sisa dan status fisik pasien dikaji.

Harus diberitahukan kepada pasien bahwa ia akan mengalami sedikit sakit kepala

dan mual pada waktu pengobatan dan beberapa jam sesudahnya.

Sakit kepala adalah dampak dari perubahan cairan, asam dan basa, dan keseimbangan

produk sisa selama dialisis. Gejala-gejala tersebut tidak boleh parah dan harus menjadi
kurang setelah istirahat dan tidur, analgetik ringan atau anti piretik. Hipertensi postural

bisa juuga terjadi dialisis, sifatnya transit dan disebabkan oleh kekurangan volume

sekunder dampak dari pergeseran.hipotensi menyebabkan pusing dan kelenger.

Dapat disembuhkan dengan istirahat beberapa jam. Pasien harus diyakinkan bahwa

semua gejala tersebut adalah akan mereda, seringnya dipantau pada waktu sedang

dilakukan prosedur dapat mengendalikan tingkat perubahan yang terjadi demikian juga

gejala-gejala tersebut.

2.7 Perawatan Pada Waktu Hemodialisa

Bila pada pasien dipasang shunt eksternal tidak akan timbul nyeri pada permulaan dialise.

Namun rasa nyeri sedikit akan tetap terasa bila sedang dilakukan fungsi vena pada fistula

arteriovena. Pada umumnya suka dilakukan anesthesi dipusat-pusat dialise sebelum

memasukan jarum.

Berbaring tanpa gerakan meskipun berlangsung beberapa jam dapat menimbulkan ketidak

tenangan. Pergantian posisi dapat memberi kesadaran kepada keterbatasan gerakan. Pasien

perlu berkumur bila mual dan muntah. Karena ekstremitas atas dipertahankan imobilitas

pada waktu dialisa pasien perlu dibantu bila ada kegiatan yang dilakukan pakai kedua

tangan.

2.8KomplikasiHemodialisis

Berbagai komplikasi dapat terjadi pada yang menjalani HD. Komplikasi dapat dibagi

menjadi 2 (dua ) yaitu : komplikasi yang berhubungan dengan prosedur dialisis dan

komplikasi yang berhubungan dengan penyakit ginjal kronik.


A) Komplikasi intradialisis yang berhubungan dengan prosedur dialisis menurut

1)Hipotensi

Hipotensi saat hemodialisis (intradialytic hypotension) merupakan masalah yang sering

terjadi. Hipotensi intradialisis terjadi pada klien yang mengalami gangguan sistem

kardiovaskuler, yang disebabkan oleh kelainan struktural jantung dan pembuluh darah.

hipotensi tidak hanya menyebabkan ketidaknyamanan, tetapi juga meningkatkan angka

kematian. (Sande et al, 2001). Pencegahan hipotensi intradialisis dengan cara melakukan

pengkajian berat kering secara teratur,menghitung UFR secara tepat, mengatur suhu dialisat,

menggunakan dialisat bikarbonat, monitoring tekanan darah selama proses hemodialysis.

2)Headache

Penyebab sakit kepala saat hemodialisis belum diketahui. Kecepatan UFR yang tinggi,

penarikan cairan dan elektrolit yang besar, lamanya dialisis, tidak efektifnya dialisis, dan

tingginya iltrafiltrasi juga dapat menyebabkan terjadinya headache intradialysis.

3)Mual dan muntah

Mual dan muntah saat hemodialisis dapat dipengaruhi oleh beberapa

hal yaitu gangguan keseimbangan dialisis akibat ultrafiltrasi yang berlebihan, lamanya

waktu hemodialisis, perubahan homeostasis, dan besarnya ultrafiltrasi.

4) Sindrom Disequilibrium

merupakan sekelompok gejala yang diduga terjadi karena adanya disfungsi serebral.

Kumpulan gejala disfungsi serebral terdiri dari sakit kepala berat, mual, muntah, kejang,
penurunan kesadaran sampai dengan koma (Thomas, 2003). Sindrom disequilibrium saat

hemodialisis terjadi akibat kondisi yang meningkatkan edema serebral, adanya lesi pusat

saraf (stroke/trauma), tingginya kadar ureum pra HD, dan asidosis metabolik berat.

Proses penarikan ureum yang terlalu cepat pada saat hemodialisis mengakibatkan plasma

darah menjadi hipotonik. Akibatnya akan menurunkan tekanan osmotik, mengakibatkan

pergeseran air kedalam sel otak sehingga terjadi edema serebral

5)Demam dan menggigil

Selama prosedur HD perubahan suhu dialisat juga dapat meningkatkan atau menurunkan

suhu tubuh. Suhu dialisat yang tinggi lebih dari

37.5C bisa menyebabkan demam. Sedangkan suhu dialisat yang terlalu dingin kurang dari

34 35,5C dapat menyebabkan gangguan kardiovaskuler, vasokontriksi dan menggigil.

6)Kram otot

Intradialytic muscle cramping, biasa terjadi pada ekstremitas bawah. Beberapa faktor resiko

terjadinya kram diantaranya perubahan osmolaritas, ultrafiltrasi yang terlalu tinggi dan

ketidakseimbangan kalium dan kalsium intra atau ekstra sel.

7)Emboli udara

Udara dapat memasuki sirkulasi melalui selang darah yang rusak, kesalahan menyambung

sirkuit, adanya lubang pada kontainer cairan intravena, kantong darah atau cairan normal

salin yang kosong, atau perubahan letak jarum arteri. Gejala yang berhubungan dengan

terjadinya emboli udara adalah adanya sesak nafas, nafas pendek dan kemungkinan adanya

nyeri dada.
8)Hemolisis

Hemolisis adalah kerusakan atau pecahnya sel darah merah akibat pelepasan kalium

intraselluler.. Hemolisis dapat terjadi akibat sumbatan akses selang darah dan sumbatan

pada pompa darah, peningkatan tekanan negatif yang berlebihan karena pemakaian jarum

yang kecil pada kondisi aliran darah yang tinggi, atau posisi jarum yang tidak tepat.

Penyebab lain hemolisis adalah penggunaan dialisat hipotonik. Hemolisis masif akan

meningkatkan risiko hiperkalemi, aritmia dan henti jantung .

9)Nyeri dada

Terjadi akibat penurunan hematokrit dan perubahan volume darah karena penarikan cairan.

perubahan volume darah menyebabkan terjadinya penurunan aliran darah ke miokard dan

mengakibatkan berkurangnya oksigen miokard. Nyeri dada juga bisa menyertai komplikasi

emboli udara dan hemolysis.

B) Komplikasi yang berhubungan dengan penyakit ginjal kronis.

1) Penyakit Jantung

Penyakit jantung merupakan penyebab utama kematian pada pasien yang menjalani

hemodialisis. Penyakit jantung disebabkan karena gangguan fungsi dan struktur otot

jantung, dan atau gangguan perfusi. Faktor risiko penyakit jantung yaitu : faktor

hemodinamik, metabolik seperti kelebihan cairan, garam dan retensi air, anemia,

hipertensi, hipoalbuminemia, ketidakseimbangan kalsium-fosfat, dislipidemia, kerusakan

katabolisme asam amino, merokok dan diabetes mellitus.


2)Anemia

Penurunan kadar Hb pada pasien gagal ginjal kronik terjadi akibat proses penyakit akibat

menurunnya produksi eritropoetin ( EPO ) oleh ginjal, tubuh tidak mampu menyerap zat

besi, dan kehilangan darah karena sebab lain. Pada pasien hemodialisis, anemia bisa

bertambah berat karena hampir tidak mungkin semua darah pasien dapat kembali seluruhnya

setelah menjalani hemodialisis. Sebagian sel darah merah tertinggal pada dialiser atau blood

line meskipun jumlahnya tidak signifikan.

3)Mual dan lelah

Ada beberapa faktor yang menyebabkan pasien merasa mual dan kelelahan (letargi) setelah

menjalani HD. Beberapa penyebab timbulnya mual dan rasa lelah setelah HD yaitu :

Hipotensi, kelebihan asupan cairan diantara dua terapi hemodialisis, problem terkait berat

kering, obat hipertensi, anemia, penggunaan asetat pada hemodialisis.

4)Malnutrisi

Malnutrisi terjadi khususnya kekurangan kalori dan protein, hal ini berhubungan dengan

mortalitas dan morbiditas pada pasien HD kronik. Faktor penyebab terjadinya malnutrisi

adalah karena meningkatnya kebutuhan protein dan energi, menurunnya pemasukan protein

dan kalori, meningkatnya katabolisme dan menurunnya anabolisme. Juga disebabkan oleh

metabolisme yang abnormal akibat hilangnya jaringan ginjal dan fungsi ginjal.

5) gangguan kulit

Sebagian besar pasien HD mengalami perubahan atau gangguan pada kulit yaitu ; gatal-

gatal ( pruritus ), kulit kering ( Xerosis ) dan kulit belang ( skin discoloration ). Penyebab
gatal-gatal pada kulit, bisa disebabkan oleh karena kulit yang kering, tingginya kadar

kalsium, fosfat, hormon paratiroid dalam darah serta meningkatnya kadar histamin dalam

kulit. Kulit belang ( skin discoloration ) banyak terjadi pada pasien HD. Salah satu

penyebabnya adalah pigmen Urochrome, dimana pigmen ini pada ginjal sehat dapat

dibuang, namun karena adanya kerusakan ginjal maka pigmen tertumpuk pada kulit,

akibatnya kulit akan terlihat kuning kelabu. Penyebab kulit belang lainnya adalah uremic

frost yaitu semacam serbuk putih seperti lapisan garam pada permukaan kulit dimana hal ini

merupakan tumpukan ureum yang keluar bersama keringat.

2.9Prinsip Dasar Hemodialisis

Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu difusi, osmosis dan ultrafiltrasi.

Saat proses difusi sisa akhir metabolisme didalam darah dikeluarkan dengan cara berpindah

dari darah yang konsentrasinya tinggi ke dialisat yang mempunyai konsentrasi rendah.

Ureum, kreatinin, asam urat dan fosfat dapat berdifusi dengan mudah dari darah ke cairan

dialisat karena unsur-unsur ini tidak terdapat dalam dialisat. Natrium asetat atau bicarbonat

yang lebih tinggi konsentrasinya dalam dialisat akan berdifusi kedalam darah. Kecepatan

difusi solut tergantung kepada koefesien difusi, luas permukaan membran dialiser dan

perbedaan konsentrasi serta perbedaan tekanan hidrostatik diantara membran dialysis.

Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran air

dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan; dengan kata lain air bergerak dari

daerah dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh klien) ke tekanan yang lebih rendah

(dialisat). Gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal
dengan ultrafiltrasi pada mesin hemodialisis. Tekanan negatif sebagai kekuatan penghisap

pada membran dan memfasilitasi pengeluaran air, sehingga tercapai keseimbangan cairan.

2.10 Indikator Keberhasilan Hemodialisis

Proses hemodialisa akan dikatakan berhasil jika zat-zat racun yang ada dalam darah dapat

dieliminasi. Namun dalam kenyataannya, mesin hemodialisa tidak dapat benar-benar

menyaring darah dari zat-zat racun secara sempurna. Diperlukan beberapa indikator dalam

menentukan keberhasilan proses hemodialisa. Untuk menentukan indikator keberhasilan

hemodialisa yaitu dengan beberapa cara berikut ini.

1. Pengambilan sampel darah

Pengambilan sampel darah ini bertujuan untuk memeriksa kadar BUN (Blood Urea

Nitrogen) dalam darah dan dilakukan sebelum dan sesudah proses dialisa. BUN mengukur

tingkat nitrogen dalam darah. Tingginya kadar BUN pada darah merupakan indikasi

terjadinya peningkatan kadar buangan nitrogen akibat menurunnya fungsi ginjal yang

berakibat pada peningkatan plasma urin, level creatinine, dan buangan racun pada air

kencing.

2. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium ini juga dilakukan sebelum dan sesudah proses dialisa.

Pemeriksaan ini dilakukan untuk membandingkan kadar zat-zat racun dalam darah sehingga

dapat ditentukan bahwa proses dialisa berhasil. Pemeriksaan laboratorium meliputi :

Sebelum dialis
Urea-Nitrogen plasma. Diukur setiap bulan sebelum tindakan dialisis pada minggu pertama

atau minggu pertengahan, kadar 110 mg/dl atau 60 mg/dl berhubungan dengan peningkatan

risiko mortalitas. Urea-nitrogen plasma sebelum dialisis dapat menunjukan katabolisme

protein rata-rata pada penderita dengan pemasukan protein yang stabil. Beberapa faktor

yang dapat mempengaruhi urea-nitrogen plasma sebelum dialisa antara lain :

Hasil urea-nitrogen plasma lebih tinggi dari yang diharapkan.

1. Peningkatan masukan protein.

2. Hiperkatabolisme (infeksi).

3. Perdarahan gastrointestinal.

4. Fungsi renal residual menurun.

5. Efisiensi hemodialisis menurun.

Resirkulasi.

Kehilangan klearensi pada pemakaian ulang dialiser

Hasil urea-nitrogen plasma lebih rendah dari yang diharapkan.

1. Penurunan pemasukan protein

Kelelahan.

Ekonomi.
Disengaja.

1. Fungsi ginjal residu meningkat.

2. Efisiensi hemodialisis meningkat.

3. Penyakit hati

Sesudah dialisa

Kandungan zat dibawah ini perlu diperiksa setelah proses dialisa. Pemeriksaan ini berkaitan

dengan ada tidaknya kemungkinan komplikasi yang terjadi setelah dialisa.

1. Urea-Nitrogen plasma.

Konsentrasi urea-nitrogen setelah dialisis harus diukur setiap bulan, dan rasio urea-nitrogen

plasma setelah/sebelum dialisis dipakai untuk menghitung Kt/V yang akan diberikan.

2. Albumin.

Merupakan indikator penting keadaan nutrisi, albumin rendah merupakan prediktor

morbiditas dan mortalitas yang sangat kuat. Albumin 3,0 gr/dl risiko morbiditas dan

mortalitas meningkat. Dianjurkan albumin 4,0gr/dl dan diperiksa setiap 3 bulan.

3. Kreatinin.

Diperiksa sebelum dialisis setiap bulan. Kadar rata-rata yang biasa pada pasien HD 12-15

mg/dl (rentang 8-20 mg/dl). Pada penderita HD risiko morbiditas menurun apabila kadar

kreatinin tinggi. Kreatinin plasma merupakan indikator massa otot dan status nutrisi.
Kreatinin plasma dan urea-nitrogen harus diperiksa sekaligus. Jika perubahan pararel

keduanya terjadi, maka perubahan dalam resep dialisis dan tingkat fungsi renal residual

harus dipertimbangkan. Jika tingkat kreatinin plasma tetap konstan tetapi perubahan yang

mencolok terjadi pada nilai urea-nitrogen plasma, perubahan pada yang terakhir paling

mungking karena perubahan pemasukan protein diet atau katabolisme protein endogen.

4. Kolesterol.

Kolesterol adalah indikator status gizi. Mortalitas menurun apabila sebelum dialisis kadar

kolesterol 200-250 mg/dl, tetapi kolesterol yang rendah (<150 mg/dl) akan meningkatkan

mortalitas.

5. Kalium.

Sebelum dialisis kadar K 5,0-5,5 mEq/liter dapat menurunkan resiko mortalitas,

peningkatan resiko mortalitas terjadi pada kadar K>6,5 dan K<3,5 mEq/liter.

6. Posfor.

Diperiksa setiap bulan, mortalitas menurun kadar posfor 5-7 mg/dl, dan meningkat pada

kadar posfor <3,0 mg/dl atau posfor >9,0 mg/dl.

7. Kalsium.

Diperiksa setiap bulan, dan lebih sering diperiksa apabila mengubah dosis vitamin D.

Mortalitas menurun pada kadar 9-12 mg/dl dan mortalitas meningkat pada kadarnya 12

mg/dl dan 7 mg/dl.


8. Alkalin fosfatase.

Diperiksa setiap 3 bulan, kadar yang tinggi merupakan tanda hiperparatirodisme atau

penyakit hati. Mortalitas menurun pada kadar alkali fosfatase <100 u/liter, dan meningkat

berlipat pada kadar alkali fosfatase >150 U/liter. Dianjurkan kadar alkalin fosfatase 30-115

U/liter.

9. Bikarbonat.

Diperiksa setiap bulan. Mortalitas menurun pada kadar bikarbonat 20-22,5 mEq/liter,

meningkat pada kadar yang lebih rendah dan lebih tinggi. Peningkatan mortalitas sangat

tinggi kadar 15 mEq/liter sebelum dialisis. Asidosis sebelum dialisis bisa dikoreksi dengan

pemberian alkali pada saat dialisis.

10. Hematokrit.

Sebelum dialisis hematokrit idea 30-40%, Ht 30% meningkatkan risiko mortalitas.

Peningkatan hematokrit secara spontan (tanpa terapi eritropoetin) dapat merupakan tanda

penyakit ginjal polikistik, penyakit kista renal yang diperoleh, hidronefrosis ataupun

karsinoma ginjal.

11. Fosfat.

Salah satu dari resiko mortalitas yang kuat adalah hiperfostatemia. Setengah dari penderita

HD reguler akan mengalami hiperfostaemia terutama disebabkan oleh hiperparatiroid

sekunder. Keadaan ini menyebabkan gangguan hemodinamik seperti hipertensi, kalsifikasi


koroner, hipertropi ventrikel jantung kanan yang berhubungan dengan meningkatnya insiden

kematian mendadak.

12. Pemeriksaan laboratorium lainnya.

Aminotransferase plasma diperiksa setiap bulan, kadar yang meningkat dapat disebabkan

penyakit hati yang tersembunyi. Pemeriksaan penyaring untuk mengetahui adanya antigen

hepatitis B dan C. Kadar ferritin, besi serum, dan TIBC serta indeks eritrosit harus

diperiksa setiap 3 bulan. Kadar hormon parathyroid dan kadar aluminium dapat diukur

apabila dicurigai adanya hiperparatiroid ataupun intoksikasi aluminium.


KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Al Makarem, Z. S. A. 2004. Nutritional Status Assessment of the Hemodialysis


Patients in Riyadh Al-Kharj Hospital. [Tesis]. Department of Community
Health Science. King Saudi University.

Al Saedy, A. J. H., and Al Kahichy, H. R. A. 2011. The Current Status of


Hemodialysis in Baghdad. Saudi Journal of Kidney Diseases and
Transplantation Vol. 22. pp: 362-367.

Azar, A. T., Wahba, K., Mohammed, A. S. A., Massoud, W. A. 2007. Association


between Dialysis Dose Improvement and Nutritional Status among
Hemodialysis Patients. American Journal of Nephrology Vol. 27. pp: 113-
119.

Carpenter, C. B., Lazarus, J. M. 2012. Dialisis dan Transplantasi Dalam Terapi Gagal
Ginjal dalam Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Harrison Edisi 13. Jakarta:
EGC. hlm: 1435-1443.
Cronin, R.E., Henrich, W. L. 2010. Kt/V and The Adequacy of Hemodialysis.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9807323. [16 September 2013].

Dahlan, M. S. 2010. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba


Medika.
Depner, T. A. 2005. Hemodialysis adequacy : Basic Essentials and Practical Points for
The Nephrologist in Training. Hemodialysis International Vol. 9. pp:241-
254.

Galland, R., Traeger, J., Arkouche, W., Cleaud, C., Delawari, E., Fouque, D. 2001.
Short Daily Hemodialysis Rapidly Improves Nutritional Status in
Hemodialysis Patients. Kidney International Vol. 60. pp: 1555-1560.

Gatot, D. 2003. Rasio Reduksi Ureum Dializer 0,9; 2,10 dan Dializer Seri 0,9 dengan
1,20. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Gunes, F. E. 2013. Medical Nutrition Therapy for Hemodialysis Patients.


http://dx.doi.org/10.5772/53473. [24 Agustus 2013].

Pernefri. 2003. Konsensus Dialisis Perhimpunan Nefrologi Indonesia. Jakarta.

th
Pollit, D. F., and Hungler, B. P. 2005. Nursing Research: Principles and Methods 6
Edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.

Price, S. A., dan Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit Buku II Edisi 6. Jakarta: EGC.

Sapri, A. 2004. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan dalam Mengurangi


Asupan Cairan pada Penderita Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani
Hemodialisis di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.
http://www.indonesiannursing.com/2008. [5 Desember 2013].

Sastroasmoro, S. 2010. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung


Seto.
Septiwi, C. 2010. Hubungan Antara Adekuasi Hemodialisis dengan Kualitas Hidup
Pasien Hemodialisis di Unit Hemodialisis RS Prof. Dr. Margono Soekarjo

Suwitra, K. 2010. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II
Edisi V. Jakarta: FKUI.

Taruna, A., Novadian., Ali, Z., Effendi, I. 2013. Nutritional Status and Adequacy of
Haemodialysis. Journal of Nephrology Vol. 18. pp: 64-65.

Anda mungkin juga menyukai