Anda di halaman 1dari 12

Bab I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jepang yang semakin maju, penduduknya pun semakin rasional.Banyak di
antara warga Jepang yang memilih tidak memiliki anak sehingga jumlah populasi
Jepang merosot tajam.
Tiga masalah besar yang dihadapi Jepang setelah gempa dan Tsunami yang
melanda Tohoku yaitu: (1) menurunnya tingkat kelahiran (shoushika), (2)
membengkaknya jumlah penduduk usia lanjut (koreika), dan (3) memburuknya
masalah perekonomian Jepang serta menurunnya daya saing bangsa. Jepang
diperkirakan akan mengalami penurunan angka penduduk secara drastic hingga 30
persen pada 2060. Hal ini dikarenanak sebagian besar populasi Jepang terdiri para
lansia, sementara tingkat kelahiran masih tetap rendah.

Jumlah populasi Jepang kembali jatuh ke angka yang sama, terakhir tahun
2000. Pemerintah Jepang mengatakan, lebih dari satu orang di antara empat orang
warga Jepang kini berusia 65 tahun atau lebih.Menurut data yang dirilis Pemerintah
Jepang, populasi Jepang turun 0,17 persen atau 215.000 orang dari 127.083.000
penduduk per 1 Oktober tahun 2014. Jumlah tersebut sudah termasuk warga asing
yang sudah lama tinggal di Jepang.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah keadaan kependudukan di Jepang?
2. Apa permasalahan kependudukan yang ada di Negara Jepang?
3. Apa saja program-program pemerintah untuk mengurangi berbagai macam
masalah kependudukan di Negara Jepang ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan apa saja permasalahan kependudukan yang dialami oleh Negara
Jepang dan apa saja kemajuan yang dimiliki oleh Negara Jepang

1
2. Menjelaskan apa saja program-program untuk mengurangi berbagai macam
masalah kependudukan di Negara Jepang
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaatnya adalah agar kita dapat mengetahui dan memahami masalah-
masalah kependudukan apa saja yang di alami oleh warga Negara Jepang, serta
mengetahui bagaimana pemerintah menghadapi masalah kependudukan tersebut.

2
Bab II
PEMBAHASAN

2.1 Keadaan Kependudukan di Negara Jepang


Jepang termasuk salah satu Negara di dunia yang penduduknya banyak.
Penduduk asli Jepang disebut suku Yamato dan kelompok minoritas utama yang
terdiri dari penduduk asli suku Ainu (kini masih terdapat di pulau Honshu dan
Hokkaido) dan Ryukyu, ditambah kelompok minoritas secara social yang disebut
burakumin. Kemudian bangsa mongoloid masuk secara bertahap dan sekarang
meruoakan penduduk mayoritas, setelah mereka bercampur dengan pendatang lain
yang termasuk ke dalam kelompok ras protomelayu.
Dipandang dari sudut manapun, kepadatan penduduk Jepang tergolong tinggi,
terutama di daerah perkotaannya. Pertumbuhan penduduk daerah perkotaan
sebenarnya bukan gejala baru di Jepang, karena kota-kota kunonya seperti Kyoto, dan
Nara, telah berdiri sejak abad ke-8, dan banyak kota kerajaan yang didirikan di negeri
ini antara tahun 1580 dan 1620. Pada tahun 1720, kota Edo (Tokyo) telah memiliki
penduduk lebih dari satu juta, dan mungkin merupakan kota terpadat di dunia pada
saat itu. Meskipun demikian, pada jaman feodal, lebih menonjol ciri pedesaan. Dalam
tahun 1850, mungkin hanya 10% penduduk yang hidup di kota berpenduduk lebih
dari 10.000 orang. Sekarang ini lebih dari 76% penduduk hidup di kota (besar dan
kecil), kira-kira 60% diantaranya hidup berjejal-jejal di daerah-daerah metropolitan
yang paling besar, yaitu Tokyo, Osaka, dan Nagoya.
1. Tingkat Pertumbuhan Penduduk
Populasi Jepang diperkirakan sekitar 127,614 juta orang (perkiraan 1
Februari 2009). Masyarakat Jepang homogen dalam etnis, budaya dan bahasa, dengan
sedikit populasi pekerja asing. Di antara sedikit penduduk minoritas di Jepang
terdapat orang Korea Zainichi, Cina Zainichi, orang Filipina, orang Brazil-Jepang,
dan orang Peru-Jepang.Pada 2003, ada sekitar 136.000 orang Barat yang menjadi
ekspatriat di Jepang.

3
Pada tahun 2006, tingkat harapan hidup di Jepang adalah 81,25 tahun, dan
merupakan salah satu tingkat harapan hidup tertinggi di dunia. Namun populasi
Jepang dengan cepat menua sebagai dampak dari ledakan kelahiran pascaperang
diikuti dengan penurunan tingkat kelahiran. Pada tahun 2004, sekitar 19,5% dari
populasi Jepang sudah berusia di atas 65 tahun. Perubahan dalam struktur demografi
menyebabkan sejumlah masalah sosial, terutama kecenderungan menurunnya
populasi angkatan kerja dan meningkatnya biaya jaminan sosial seperti uang pensiun.
Masalah lain termasuk meningkatkan generasi muda yang memilih untuk tidak
menikah atau memiliki keluarga ketika dewasa.
Populasi Jepang dikhawatirkan akan merosot menjadi 100 juta pada tahun
2050 dan makin menurun hingga 64 juta pada tahun 2100. Pakar demografi dan
pejabat pemerintah kini dalam perdebatan hangat mengenai cara menangani masalah
penurunan jumlah penduduk. Imigrasi dan insentif uang untuk kelahiran bayi sering
disarankan sebagai pemecahan masalah penduduk Jepang yang semakin menua.
Tingkat kematian di Jepang pada tahun 2008 mengalami kenaikan tertinggi
sejak akhir perang dunia ke dua. Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan mengumumkan jumlah kematian pada tahun 2008 meningkat sebanyak
33.774 menjadi 1.153.266. Angka kematian tertinggi pertama kali seusai perang
dunia ke dua tercatat pada tahun 1947 yang sebesar 1.138.238 Angka kematian pada
tahun 2008. Setelah itu, jumlah kematian terus menurun sampai tahun 1970-an.
Namun dengan naiknya jumlah penduduk lanjut usia, yang meningkat sejak tahun
1980, maka untuk pertama kalinya tingkat kematian mencapai angka satu juta jiwa
pada tahun 2003.
Penurunan tingkat kelahiran mungkin dapat dikaitkan dengan meningkatnya
usia ibu melahirkan. Rata-rata usia ibu saat melahirkan pertama naik dari 25,6 tahun
di 1.970 menjadi usia 29,5 tahun pada 2008. Harapan hidup rata-rata naik tajam di
Jepang setelah Perang Dunia II, dan saat ini pada tingkat tertinggi di dunia. Pada
tahun 2008, harapan hidup saat kelahiran adalah 86,05 tahun untuk wanita dan 79,29
tahun bagi laki-laki.

4
Tingkat kematian diperkirakan akan lebih besar 10 ribu dibandingkan angka
kelahiran. Sedangkan migrasi ke dalam negeri tidak akan dapat mengatasinya.
Pengurangan yang sudah diperkirakan selama beberapa tahun ini disebabkan
penurunan angka kelahiran dan peningkatan kematian karena influenza. Pemerintah
mengakui berkurangnya jumlah penduduk akan merusak kesehatan ekonomi Jepang
untuk jangka panjang.
Data terakhir menunjukkan jumlah kelahiran, yang sudah menurun sejak
tahun 1970-an, diperkirakan akan kembali turun 44 ribu menjadi 1.067.000 pada
tahun 2005. Angka kematian naik 48 ribu menjadi 1.077.000 sementara penduduk
Jepang yang menua cenderung terkena penyakit seperti influenza. Badan penelitian
penduduk Jepang menyebutkan bahkan jika migrasi warga asing diperhitungkan,
jumlah penduduk tetap akan turun sebesar empat ribu pada tahun 2005.
2. Struktur Penduduk Jepang
Di Jepang pada tahun 2001, terdapat 14.330 orang berusia > 100 tahun dan
Jepang memiliki kurang lebih 25.000 orang berusia >100 tahun. Di Jepang, usia
harapan hidup pria adalah pada umur 78 tahun dan wanita pada umur 85 tahun. Pada
tahun 2008, penduduk usia muda sebesar 17.18 juta, atau sebesar 13.5% dari total
jumlah penduduk, tingkat terendah pada catatan sejak Population Estimates dimulai.

2.2 Masalah Kependudukan di Negara Jepang


1. Perubahan Pandangan Wanita yang Telah Menikah untuk Memiliki Anak

Data angket dari Shikoku Keizai Rengoukai pada bulan Agustus 2010
terhadap 1000 orang responden berusia 20-40 tahunan. Dari hasil angket dari 1000
orang responden, terdapat 64,1% yang tidak memiliki anak. Jika kondisi seperti ini
dibiarkan, tidak menutup kemungkinan prediksi bahwa dalam waktu 1000 tahun
orang Jepang akan musnah (Miyatake & Takashima, 2010). Ada beberapa alasan
rendahnya jumlah kelahiran di antara pasangan yang menikah, antara lain ibu rumah
tangga yang sekaligus wanita pekerja. Beberapa kesulitan yang dialami pada ibu
rumah tangga yang juga merangkap wanita bekerja antara lain disebabkan oleh

5
ketidakseimbangan beban pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak antara suami
dan istri.
Seperti banyak diketahui, Jepang adalah negara yang sangat kompetitif.
Banyak perusahaan dan pengusaha hanya ingin yang terbaik dari yang terbaik dari
pekerja mereka. Banyak orang Jepang memiliki dedikasi tinggi dalam pekerjaan
mereka, tidak terkecuali dengan para pekerja wanita di Jepang. Wanita Jepang
mempunyai pandangan bahwa mereka harus merasa aman dalam hal ekonomi
terlebih dahulu sebelum memikirkan untuk mempunyai anak. Dengan demikian
perempuan ingin memiliki masa depan mereka dijamin bahkan sebelum berpikir
tentang memiliki anak. Hal ini lebih diperkuat oleh fakta bahwa lebih dari setengah
dari responden keberatan menjadi istri tradisional,yang hanya mengurusi keluarga.
Penyebab lainnya perubahan pandangan wanita Jepang terhadap keengganan
memiliki anak adalah alasan kurangnya tempat penitipan anak. Pada wanita yang
bekerja masalah pengasuhan anak adalah masalah yang menjadi ganjalan bagi
kariernya dan menjadi dilematis. Masyarakat Jepang tidak mendukung ibu bekerja
dan juga membesarkan anak. Tempat penitipan anak selalu penuh karena jumlah
tempat penitipan anak lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah anak yang
membutuhknannya.

2. Perubahan Pandangan Wanita Jepang Terhadap Penundaan Pernikahan


Data angket dari Shikoku Keizai Rengoukai pada Agustus 2010 terhadap 1000
orang responden menyebutkan beberapa alasan terjadinya penundaan pernikahan
sebagai berikut.

6
Karena perubahan pandangan wanita Jepang terhadap penundaan pernikahan
sehingga dapat menyebabkan penurunan angka kematian.

3. Fenomena Tingginya Jumlah Populasi Lanjut Usia


Fenomena tingginya jumlah populasi orang tua/lanjut usia tersebut
dinamakan Koreika shakai ( ). Keadaan Jepang yang memiliki rasio
jumlah orang tua lebih banyak daripada jumlah generasi muda, dan merupakan yang
tertinggi di dunia, meningkatkan kekhawatiran serius tentang dana pensiun dan
pertumbuhan ekonomi masa depan. Koreika shakai muncul karena beberapa faktor
misalnya rendahnya tingkat kelahiran, penundaan perkawinan oleh wanita, mahalnya
biaya memiliki anak dll. Masalah koreika shakai ini menimbulkan masalah lain yang
membelit Jepang, yakni meningkatnya pensiunan dan biaya kesehatan. Pemerintah
harus memastikan jumlah pekerja yang berkurang dapat membayar semua perawatan
yang diperlukan untuk para pensiunan. Pekerja yang sedikit juga berarti lebih sedikit
pembayar pajak dan pendapatan sehingga lebih sedikit pemasukan bagi pemerintah.

7
Menurut US Census Bureau July 17, 2003, Persentase jumlah penduduk Jepang jika
dikategorikan berdasarkan usia, maka bentuknya adalah piramida terbalik. Artinya,
jumlah lansia berada di tingkatan paling atas, berbanding terbalik dengan jumlah
bayi/kelahiran (sangat kecil).

2.3 Usaha Pemerintah Untuk Menanggulangi Masalah Kependudukan Di


Jepang
- Melakukan Pembelajaran
Untuk mengantisipasi masalah ini pemerintah Jepang memfasilitasi berbagai
program pun iklan dan pembelajaran tentang demography pada para siswa di sekolah
maupun media massa. Termasuk membentuk beberapa children care
centre atau woman centre yang disponsori oleh pemerintah kota. Bidang ini
sebenarnya menjadi tanggung jawab Menteri Kesejahteraan, tapi di beberapa wilayah,
pemerintah tidak berbuat banyak, sehingga warga dengan inisiatif sendiri memulai
usaha tersebut.
Kota Wakkanai mempunyai sistem yang sangat bagus untuk masalah ini. Ada
beberapa program yang dikembangkan oleh pemerintah setempat dan didukung oleh
warga dan sekolah, di antaranya Family support, soudan centre(Biro konsultasi).
Family support adalah salah satu program yang bertujuan untuk membantu okaasan
(ibu2) yg hendak melakukan aktivitas luar rumah dalam waktu tertentu, misalnya
belanja, ke pesta, rapat, dll, dan untuk hal itu mereka perlu menitipkan anak kepada
seseorang yang dipercaya. Lembaga family support memfasilitasi hal ini, dengan
menampung orang-orang (ibu-ibu) juga yang bersedia menjadi ibu asuh dan untuk ini
mereka harus mengikuti training, mematuhi beberapa aturan pengasuhan, dan mereka

8
pun dibayar. Hal ini menunjukkan kerjasama antar anggota masyarakat yang sangat
baik.
Biro konsultasi dibentuk untuk membantu sekolah, guru, orang tua bahkan siswa
yang menghadapi kendala dalam kehidupan sehari-harinya. Konsultasi berlangsung
via telpon melalui free dial, atau langsung bertatap muka. Lembaga ini dikelola oleh
mantan kepala sekolah, guru atau tenaga berpengalaman lainnya. Pun dimanfaatkan
oleh warga setempat. Bahkan bagi keluarga yg tidak mampu menyekolahkan anak
pun memanfaatkan lembaga ini.
- Anshin Boushi
Hal lain yg cukup menarik adalah `anshin boushi` yaitu program penggunaan topi
berwarna kuning oleh anak-anak sehingga mereka dg mudah dikenali oleh warga,
dijaga dan diawasi. Dengan kata lain pengasuhan anak, pemeliharaan anak tidak lagi
menjadi beban orang tua saja, tapi warga pun terlibat untuk berperan serta.
Hanya saja yang masih dipertanyakan, budaya Jepang yang sangat enggan
menerima bantuan dan enggan merepotkan orang lain (independent) menjadi
penghalang keberhasilan program ini, pun biaya yang selama ini free untuk beberapa
kegiatan (karena dilakukan oleh para volunteer) menjadi dipertanyakan
keberlangsungannya.
Sementara harapan bantuan dari pemerintah sepertinya sulit diperoleh karena
pemerintah pusat berketetapan untuk memangkas beberapa pembiayaan dan
mengharap peran pemerintah daerah lebih besar, pun partisipasi msyarakat.Tapi yang
pasti, kesadaran warga Wakkanai untuk perkara ini patut diacungi jempol.

- Pemerintah Jepang Jadi Mak Comblang untuk Meningkatkan Angka Kelahiran


Untuk mengatasi masalah ini Pemerintah Jepang harus turun tangan sebagai biro
perjodohan atau mak comblang. Pada anggaran fiskal tahun 2014, Pemerintah
Jepang menyisihkan anggaran sebesar 40 juta yen atau sekitar Rp4,4 miliar untuk
proyek-proyek meningkatkan pernikahan dan kelahiran, termasuk acara perjodohan.
Acara perjodohan disebut michikon.Dalam acara ini, sebanyak 200 pasang muda-

9
mudi dipertemukan untuk berjodoh.Acara dikemas seromantis mungkin untuk
membangun.
- Pemerintah membuka peluang bagi adanya imigrasi yang lebih besar dalam wujud
tenaga kerja.
Terlebih lagi, situasi yang dihadapi Jepang ini mungkin sulit diatasi jika hanya
mengandalkan peningkatan kelahiran saja. Kedatangan para pekerja ini diharapkan
akan meningkatkan jumlah produksi dan konsumsi, juga akan berkontribusi dalam
hal peningkatan kelahiran. Namun untuk mensukseskan hal ini, masih terdapat
pekerjaan yang harus dilakukan pemerintah Jepang, yaitu menjadikan Jepang menjadi
negara yang lebih ramah terhadap para imigran. Terutama merubah persepsi
masyarakat Jepang sendiri yang sebagian besar dianggap tidak terlalu ramah terhadap
pendatang, termasuk merubah beberapa peraturan mengenai imigran yang dianggap
terlalu memberatkan.

10
Bab III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada tahun 2006, tingkat harapan hidup di Jepang adalah 81,25 tahun, dan
merupakan salah satu tingkat harapan hidup tertinggi di dunia. Namun populasi
Jepang dengan cepat menua sebagai dampak dari ledakan kelahiran pascaperang
diikuti dengan penurunan tingkat kelahiran. Tingkat kematian di Jepang pada tahun
2008 mengalami kenaikan tertinggi sejak akhir perang dunia ke dua. Di Jepang pada
tahun 2001, terdapat 14.330 orang berusia > 100 tahun dan Jepang memiliki kurang
lebih 25.000 orang berusia >100 tahun. Masalah-masalah kependudukan di Jepang,
diantaranya adalah perubahan pandangan wanita yang telah menikah untuk memiliki
anak, perubahan pandangan wanita jepang terhadap penundaan pernikahan, fenomena
tingginya jumlah populasi lanjut usia.
Untuk mengantisipasi masalah ini pemerintah Jepang memfasilitasi berbagai
program pun iklan dan pembelajaran tentang demography pada para siswa di sekolah
maupun media massa. Hal lain yg cukup menarik adalah `anshin boushi` yaitu
program penggunaan topi berwarna kuning oleh anak-anak sehingga mereka dg
mudah dikenali oleh warga, dijaga dan diawasi Untuk mengatasi masalah ini
Pemerintah Jepang harus turun tangan sebagai biro perjodohan atau mak comblang.

3.2 Saran
Mengurangi berbagai masalah kependudukan seharusnya menjadi perhatian kita
bersama bukan hanya pemerintah agar perbaikan kualitas SDM terus terjadi. Kita pun
bukan hanya memikirkan diri kita sendiri namun melihat juga keadaan di sekitar kita
yang pupolasinya semakin habis. Untuk itu, pemerintah Jepang harus melihat dan
mengatur kembali cara atau stretegi yang dibuat untuk menghindari masalah
kependudukan yang ada di Negara tersebut.
Saran untuk pembaca agar memerhatikan dan memahami bagaimana keadaan dan
masalah kependudukan di negara Jepang yang dari dulu kita ketahui bahwa Jepang
merupakan salah satu Negara populasi tertinggi yang nyatanya kini mulai merosot.

11
Daftar Pustaka

Ramdani, F. (2013). Kondisi Terkini Urbanisasi di Jepang: Studi Kasus Tokyo


Metropolitan Area dan Kota Sendai. Inovasi. 21(1), 92-126
Suherman, E. (2004). Dinamika Masyarakat Jepang. Humaniora. 16(2), 201-210
Unsriana, L. (2014). Perubahan Cara Pandang Wanita Jepang Terhadap Perkawinan
Dan Kaitannya Dengan Shoushika. Humaniora. 5(1), 341-348.
Wikipedia: Demografi Jepang

12

Anda mungkin juga menyukai