Dosen Pengampu:
Dr. Kurniawaty, S.Sos., M.A.
Oleh :
Nisia Nur Dwi Agusta 1806258161
https://e-hinseiri.com/blog/522
Allison mendefinisikan kodokushi ialah orang yang mati sendirian dan jasadnya
ditemukan beberapa hari atau minggu setelah kejadian.2 Kodokushi oleh Fukukawa
didefinisikan sebagai ‘solitary death’ atau meninggal sendiri di rumah dan tidak
1
https://last-cleaning.com/lonely-death-7271
2
Allison, Anne. 2017. Managing Solitary Existence in Japan. Duke University Press. Social Text
130. Vol. 35, No. 1. pp. 18
1
diketahui oleh siapapun.3 Kodokushi erat kaitanya dengan orang lansia yang tinggal
sendiri dan tidak memiliki hubungan interaksi dengan keluarga, teman ataupun
tetangga. Sampai saat ini belum ada definisi tetap secara hukum untuk kodokushi tapi
terkadang disebut sebagai "kematian tunggal" atau "solitare death". Hal tersebut
disebabkan karena kematian tunggal memiliki faktor penyebab yang rumit sehingga
tidak dapat ditentukan oleh satu kata namun beberapa lembaga administrasi dan para
ahli telah mendefinisikan kodokushi sebagai "kematian kesepian" atau “lonely death”.4
Grafik di bawah ini memperlihatkan bahwa jumlah kodokushi dari tahun 2005
sampai 2015 meningkat secara dramatis ketika memasuki usia 60 tahun. Saat
membandingkannya berdasarkan jenis kelamin, kodokushi pada pria lebih banyak terjadi
dibanding wanita. Kodokushi pada pria banyak terjadi pada usia 60 tahun dan usia 70
tahun pada wanita.
https://e-hinseiri.com/blog/522
Cukup sulit untuk mendapatkan data fenomena kodokushi yang terjadi pada
masyarakat Jepang berusia 60 tahun keatas di seluruh kota di Jepang. Hanya Pusat
3
Fukukawa, Yasuyuki. 2011. SOLITARY DEATH: A NEW PROBLEM OF AN AGING SOCIETY IN
JAPAN.
Department of Psychology School of Humanities and Social Sciences Waseda University Tokyo.
VOL. 59, NO. 1. pp. 174
4
https://e-hinseiri.com/blog/522
2
Inspektorat Kesehatan Metropolitan Tokyo yang mengeluarkan data terkait fenomena
kodokushi yang terjadi pada masyarakat Jepang yang tinggal sendiri dan berusia 65
tahun ke atas dengan mengambil sampel di 23 bangsal yang ada di Tokyo. Terlihat dalam
data di bawah ini bahwa fenomena kodokushi mengalami kenaikan setiap tahunya,
bahkan mengalami kenaikan dua kali lipat dari 1451 pada tahun 2003 menjadi 3127
pada tahun 2015.
http://www8.cao.go.jp/kourei/whitepaper/w-2017/html/gaiyou/s1_2_6.html
3
Pada tahun 2015 jumlah lansia berusia 65 atau lebih yang tinggal sendiri di
seluruh Jepang telah mencapai 6 juta dan pada tahun 2025 diperkirakan akan melebihi
7 juta orang.5 Para lansia yang harus tinggal sendiri dipicu oleh berbagai faktor seperti
anak yang diharuskan bekerja di kota yang berbeda, kemiskinan, perceraian, tidak
menikah atau ditinggal meninggal oleh pasanganya. Orang lansia yang hidup sendiri
menciptakan suatu struktur keluarga dengan satu orang anggota (tanshin setai) yang
lebih lanjut dapat mengarah kepada meningkatnya fonemena kodokushi pada orang
lanjut usia tersebut. Melihat grafik di bawah ini membuktikan bahwa dari tahun 2005
sampai 2015 orang lansia usia 60 sampai 80 tahun baik pria (kiri) maupun wanita (kanan)
yang menjalani hidup sendiri mengalami peningkatan. Jumlah terbanyak diduduki oleh
wanita karena wanita lebih memiliki kesempatan untuk hidup lebih lama dibanding pria.
https://e-hinseiri.com/blog/7075
Terlihat dalam grafik dibawah ini bahwa ada peningkatan jumlah orang yang
tidak menikah dari tahun-tahun sebelumnya. Keputusan tidak menikah oleh orang tua
maupun anak muda laki-laki (warna biru) maupun wanita (warna merah) menyebabkan
jumlah orang yang hidup sendirian meningkat dan sebagai hasilnya nanti adalah
peningkatan fenomena kodokushi. Oleh karena itu, hidup sendiri dapat dikatan sebagai
faktor terbesar kodokushi bagi orang lansia. Dengan bertambahnya usia resiko
mengalami kematian mendadak pasti akan meningkat dan karena sudah menurunya
kebugaran fisik mereka tidak dapat sempat untuk meminta bantuan. Kodokushi
5
https://e-hinseiri.com/blog/522
4
cenderung terjadi di lingkungan yang sepi dan tetangga yang tidak peduli sehingga
ketika seseorang yang hidup sendiri mati mendadak penemuan jasad sering tertunda.
https://last-cleaning.com/lonely-death-7271
5
surut perubahan ekonomi ini mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat Jepang yang
hidup pada masa itu dan berdampak pada kehidupan mereka saat ini yang telah
memasuki masa lanjut usia. Dampak dari perubahan yang cepat dan tidak teratur ini
menyebabkan sistem sosial kehidupan masyarakat mengalami perubahan tidak sesuai
dengan semestinya. Terlihat adanya perubahan struktur keluarga Jepang menjadi
tanshin setai dan perubahan hubungan interaksi antarmasyarakat yang mulai tidak ada
(muen shakai).
2. Rumusan Masalah
3. Kerangka Teori
1. Disorganisasi Sosial
6
(Rubington, 1989:66). Cooley memformulasikan perbedaan antara hubungan primary
group dan secondary group. Hubungan primary group didefinisikan sebagai kelompok
yang ditandai dengan pergaulan dan kerjasama tatap muka yang intim seperti keluarga,
teman bermain, rukun warga, serta komunitas orang dewasa (Sunarto, 2018:129)
sedangkan hubungan secondary group adalah jarang dan bukan kontak pribadi. Cooley
melihat bahwa perpindahan dari kota ke area urban diikuti oleh terganggunya kontrol
primary group dan menganggap bahwa disorganisasi sosial menghancurkan tradisi.
Cooley berargumen aspek terburuk dari disorganisasi sosial adalah adanya standar sosial
yang kemungkinan rendah (Rubington, 1989:58). Thomas dan Znaniecke mendifinisikan
disorganisasi sosial sebagai penganggu pengaruh aturan pada individu. (Rubington,
1989:57)
Keluarga dan tetangga adalah sebuah organisasi yang ada berdasar kebiasaan
dan tradisi. Keluarga dan lingkungan bertetangga adalah sarana untuk mendisiplinkan
dan mengontrol individu. Bila pengaruh kontrol sosial sudah sangat dirusak dan
diremehkan oleh masing individu maka akan melahirkan “individualisasi”, dilihat dari sisi
makrososiologi yaitu masyarakat “individualisasi” disebut sebagai disorganisasi sosial
(Rubington, 1989:63).
Menurut Faris dan Dunham hubungan urbanisme dan disorganisasi sosial telah
lama diakui dan dibuktikan dengan tingkat disorganisasi sosial paling tinggi terjadi di
pusat kota (Rubington, 1989:66). Terutama kota yang menjadi pusat perkembangan
indutrialisasi yang memiliki tingkat kejahatan, perceraian, dan bunuh diri lebih sering
terjadi. Populasi diisi oleh orang muda yang tidak atau belum menikah dan pekerja kerah
putih (white colar workers). Di area ini memiliki karakteristik hubungan sosial yang
anonymity dan isolasi, tidak mengetahui tetangganya dan tidak ada yang peduli apa
yang tetangnya pikirkan atau katakan dan sosialitas yang berdasar ikatan hubungan
jangka panjang. Isolasi akan mudah diderita oleh generasi lansia karena ditinggalkan
oleh keluarga atau tetangga mereka.
7
pada diri mereka sendiri bukan untuk kelompoknya. Giddens mendefinisikan bahwa
dunia modern sebagai refleksi dan berpendapat bahwa refleksi kemodernan itu meluas
ke dalam inti diri sendiri, diri sendiri sebagai sebuh “proyek refleksi” yang menjadikan
diri sendiri menjadi sesuatu yang bisa diubah bahkan dicetak (Ritzer, 2012:555). Refleksi
dari kemodernan pada diri sendiri adalah kepuasan hedonistik dan individualistik.
Kecenderungan individualistik ini memunculkan disorganisasi berupa kehilangan minat
kepada keluarga dan bila sikap disorganisasi primary group mulai jauh mengontrol diri
individu maka akan membuat individu makin merasa bebas dari keluarga dan
masyarakatnya, efeknya mungkin akan menjadi putus hubungan melalui isolasi.
Begitupun sebaliknya bila ada rasa integrasi dan solidaritas primary group untuk
melawan individualistik dan menjaga kesadaran individu untuk bertahan di
kelompoknya maka individu akan berfikir bahwa kecenderungan individualistik adalah
salah (Rubington, 1986:76). Clinard mengemukakan keadaan disorganisasi sering
dianggap sebagai salah satu gangguan kontrol sosial atas perilaku individu (Rubington,
1989: 85).
2. Teori Anomie
Istilah anomie yang diperkenalkan oleh Durkheim dalam bukunya yang berjudul
The Division of Labour untuk menggambarkan kurangnya regulasi di sebuah masyarakat
dan memuliakan individu yang terisolasi dan menahan diri dari memberi tahu orang-
orang tentang apa yang harus mereka lakukan, anomie oleh Durkheim dianggap sebagai
suatu gejala “abnormal” pada pembagian kerja di masyarakat modern (Ritzer, 2012:90).
Lebih lanjut istilah anomie masih digunakan oleh Durkheim dalam bukunya berjudul
Suicide yang menyebutkan anomie terjadi bila kekuatan yang mengatur masyarakat di
ganggu, gangguan itu berupa meninggalkan individu dalam keadaan tidak puas karena
ada sedikit kontrol atas apa yang mereka inginkan. Gangguan bisa berupa positif
(economic boom) dan negatif (bubble economy), gangguan ini dapat merubah orang ke
dalam situasi yang baru yang mana norma lama sudah tidak lagi digunakan dan norma
baru belum berkembang (Ritzer, 2012:95). Gangguan negatif dapat menyebabkan
individual menjadi depresi dan gangguan positif dapat menyebakan kesuksesan.
Durkheim berpendapat kesuksesan yang tiba-tiba dapat mengarahkan individu jauh dari
struktur tradisional yang sudah mereka tanam. Ketika aturan tradisional hilang
8
kekuasaanya dan muncul hadiah sehingga membuat mereka lebih giat dan tidak sabar
dalam kendali dan menghasilkan keadaan yang deregulasi atau anomie (Durkheim,
1979:253). Homans mengungkapkan konsep anomie Durkheim sebagai kurangnya
interaksi antara kelompok dan hilangnya kontrol atas individu (Rubington, 1989:83).
Menurunnya kontrol sosial kelompok untuk mengatur, merawat dan mendukung
tingkah laku serta keseimbangan individu di bawah guncangan hidup itu dapat
menyebabkan rusaknya kepribadian individu (Rubington, 1989:84).
Perhatian utama dalam teori struktur fungsionalis sosial adalah struktur sosial
dan institusi, hubungan timbal balik, dan efek desakan oleh aktor (Ritzer, 2012:238).
Talcott Person salah satu ahli struktural fungsionalis yang perhatianya terpusat pada
sistem sosial dengan menekankan hubungan struktur sosial dan aktor dalam proses
integrasi norma dan nilai melalui sosialisasi dan internalisasi. Sosialisasi norma dan nilai
ditransfer kepada aktor melalui sistem. Bila sosialisasi norma dan dan nilai berhasil,
norma dan nilai akan diinternalisasi dan mereka akan menjadi bagian dari “kesadaran”
aktor.
9
4. Analisis Menggunakan Perspektif Disorganisasi Sosial
Struktur keluarga Jepang yang awalnya berbentuk keluarga besar (extended family)
dan keluarga batih (nuclear family) sekarang berubah menjadi keluarga tunggal - single
household (tanshin setai) yang terdiri atas satu orang anggota saja dalam rumah tangga.
Struktur keluarga single household dialami oleh lansia karena tidak menikah,
pasangannya telah meninggal, anak tidak bisa mengurus orang tua karena harus bekerja
di lain wilayah, menikah tapi tidak memiliki anak, bercerai dan kemiskinan.
10
Menurut grafik yang penulis paparkan diatas terkait meningkatnya jumlah
masyarakat Jepang yang tidak menikah diatas, Giddens berpendapat bahwa hidup
membujang yang berkembang saat ini menunjukan gaya hidup yang menyimpang dalam
pola kehidupan perkawinan dan kehidupan berkeluarga yang semula berlaku. Pada usia
lebih lanjut kehidupan membujang yang melanda orang lansia cenderung disebabkan
oleh perceraian atau meninggalnya pasangan kalaupun memang tidak menikah itu
karena keinginan untuk tetap hidup bebas (Sunarto, 2012: 65).
Ketika orang lansia hidup sendiri tentu saja membawa masalah tersendiri karena
menurunnya kualitas kesehatan mereka yang terkadang menyebabkan mereka terisolasi
dilingkungan tempat tinggalnya. Terutama orang lansia yang tinggal di wilayah
perkotaan atau urban akan lebih sering merasakan isolasi sosial karena masyarakat
cenderung lebih individualistik dan tidak berinteraksi satu sama lain sehingga peran
masyarakat sebagai kontrol sosial tidak berjalan baik. Waktu senggang yang
berhubungan dengan interaksi dan tradisi mulai memudar dengan akibat industrialisasi
dan modernisasi. Bagi orang yang sudah lanjut usia dianggap sudah tidak dapat
berperan dalam mengisi waktu senggangnya di masyarakat sehingga dapat
menimbulkan disorganisasi sosial dalam masyarakat yang acapkali menyebabkan orang-
perorangan menarik diri dari kegiatan masyarakat dengan cara langsung maupun tidak
langsung (Soekanto, 332:1986).
Beberapa kasus kodokushi yang ditemukan bahwa orang lansia juga tidak
beinteraksi dengan keluarganya kalaupun beinteraksi itu sangat jarang sehingga isolasi
tidak hanya dirasakan di masyarakat tapi di dalam keluarga. Isolasi di dalam keluarga
bisa terjadi karena komunikasi dan kontrol keluarga terhadap individu hilang sehingga
interaksi antar individu di dalam keluarga juga akan cenderung hilang. Soekanto
menyebutkan bahwa Komunikasi dan kontak berperan penting dalam mewujudka
interaksi sosial dan ketidakmampuan untuk menciptakan atau mengadakan interaksi
sosial dengan pihak-pihak lain dikatakan sebagai kehidupan terasing atau isolasi
(57:1986). Kesepian dan isolasi sosial bertolak belakang dengan kebutuhan dasar
manusia akan cinta dan memiliki. Kebutuhan manusia untuk memiliki dan terhubung
dengan orang lain, memberi dan menerima cinta serta kasih sayang, dan kebutuhan
untuk afiliasi (menjadi bagian dari suatu kelompok dan kebutuhan untuk hubungan
11
intim dan teman). Hal tersebut sangatlah penting tidak hanya untuk berkembang tetapi
juga bagi keamanan dan kelangsungan hidup sesorang. Kesepian dan isolasi sosial
merupakan kegagalan dalam pemenuhan kebutuhan manusia yang paling mendasar
untuk hubungan sosial dan kepemilikan.Keluarga dan masyarakat termasuk lingkungan
bertetangga adalah agen untuk mendisiplinkan dan mengontrol individu agar tetap
hidup dalam keseimbangan sosial (social equilibrum) di masyarakat. Terutama keluarga
sebagai primary group yang paling fundamental di masyarakat memiliki peran
terpenting dalam sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai dan norma kebutuhan dasar
manusia sehingga kepribadian setiap individu tidak rusak.
12
http://www8.cao.go.jp/kourei/whitepaper/w-2018/html/zenbun/s1_2_4.html
6
https://m-ihinseiri.jp/article-service/tokushuseisou/
7
https://last-cleaning.com/loneliness-death-cleaning-expense-1045
8
https://www.japantimes.co.jp/news/2016/11/26/business/burn-aging-japans-growing-
numbers-dead/#.XAPtcB8xXIV
13
di rumah tetangga. Efek dari jasad yang telah membusuk ini tentu saja mengganggu
kenyaman tetangga dan menakuti tetangga yang akan berfikir apakah nanti kodokushi
juga akan terjadi pada dirinya. Jepang terkenal dengan menjaga kebersihan dan
kesehatan lingkungan, kasus kodokushi sendiri dianggap akan membawa virus bakteri
tersendiri karena jasad kodokushi ini meninggal dengan keadaan yang tidak bersih dan
membusuk. Dengan adanya kasus kodokushi disuatu daerah tempat tingga akan
membawa stigma negatif masyarakat bahwa daerah tempat tinggal tersebut tidak
aman. Turunya harga properti juga menjadi salah satu konsekuensi yang harus ditanggu
oleh pemilik mansion/apato bila ada penghuni yang meninggal karena kodokushi.
Seperti yang disebutkan diatas bahwa kodokushi ini dianggap membawa virus bakteri
meskipun sudah diberi desinfektan pun bau busuk masih tetap tercium. Hal ini yang
menyebabkan ada mansion yang dirubuhkan atau dilelangnya dengan harga murah.
Fenomena kasus kodokushi yang terus meningkat ini dilihat sebagai peluang untuk
membuka jasa pembersihan kamar di Jepang. Tidak dipungkiri bahwa permintaan
datang pihak mansion agar mansionnya dapat memberikan keuntungan kembali. Hidote
Kone wakil presiden Asosiasi Disposisi Momento memperkirakan bahwa di Jepang
sampai Februari 2017 ada sekitar 4000 perusahaan pembersihan kamar karena
kodokushi.9
Solusi : 1). Membuat diagnosis masalah dengan tepat 2). Perencanaan sosial
digunakan sebagai alat untuk mendapatkan perkembangan sosial dengan cara
menguasai serta memanfaatkan kekuatan alam dan sosial agar menciptakan ketertiban
sosial yang mana perkembangan masyarakat juga terjamin keberlangsunganya.
Menyesuaikan lembaga-lembaga kemasyarakatan dengan kondisi-kondisi perubahan
yang terjadi. Mengembalikkan peran struktur sosial sesuai tempatnya agar mencapai
sosialisasi dan kontrol sosial di masyarakat. Sosialisasi dan kontrol sosial adalah
mekanisme utama yang menyebabkan sistem sosial untuk tetap terjaga di pusat
keseimbanganya melalui sistem kehidupan sosial masyarakat dapat di kontrol. Kontrol
sosial tersirat dalam hubungan sistem sosial , setiap perubahan kontrol harus ditentukan
oleh perubahan dalam hubungan. 3). Dihidupkanya kembali solidaritas dan kekuatan
“collective concience” antar masyarakat.
9
https://www.aljazeera.com/indepth/features/2017/10/woman-cleans-lonely-deaths-japan-
171012115412607.html
14
5. Kesimpulan
Berpijak pada perspektif disorganisasi sosial dengan teori pendukung anomie dan
struktural fungsionalis kodokushi terjadi akibat dari tidak berjalan baiknya status dan
peran keluarga dan masyarakat dalam mengontrol individu untuk tetap berada di pusat
keseimbangan sosialnya. Kurangnya kontrol keluarga dan masyarakat terlihat pada
kurang intensitasnya hubungan interaksi antar individu ataupun kelompok sehingga
tidak adanya ikatan interpersonal yang kuat dan mendukung satu sama lain. Kurangnya
ikatan interaksi ini meningkatkan fenomena kodokushi pada lansia yang cenderung
lemah fisiknya dan tidak mau merepotkan satu sama lain.
Single household juga sebagai salah satu faktor internal yang menyebabkan
peningkatan kasus kodokushi pada lansia Jepang. Single household memicu terciptanya
muen shakai di masyarakat Jepang karena orang lansia jarang berkomunikasi dengan
keluarga ataupun tetangganya sehingga makin meningkatkan orang lansia beresiko
terkena fenomena kodokushi. Anggapan bahwa orang lansia sudah tidak dapat berperan
dalam mengisi waktu senggangnya di masyarakat menimbulkan keinginan orang lansia
untuk menarik diri dari masyarakat dan mengisolasi diri sendiri dari lingkungan. Isolasi
sosial dipicu juga oleh kurangnya interaksi pada masyarakat perkotaan sehingga dapat
ditemui kasus kodokushi banyak terjadi di perkotaan. Mementingkan kepentingan
individu dari pada kepentingan orang lain menyebabkan hilangnya rasa empati dan
solidaritas antarsesama manusia. Meskipun lansia sudah menjalin interaksi dengan
antarindividu atau kelompok namun masyarakat di sekitar masih tidak peduli satu sama
lain maka resiko peningkatan lansia yang terkena kodokushi pun tidak dapat dihindari.
15
DAFTAR PUSTAKA
Allison, Anne. 2017. Managing Solitary Existence in Japan. Duke University Press. Social
Text 130. Vol. 35, No. 1. pp. 17-19
Allison, Anne. 2015. Lonely Death. University of California Press. pp. 662-674
Emile, Durkheim. Suicide A Study in Sociology.Routledge & Kegan Paul. London. 1979
Kim, Hae Sung. 2017. Lonely Death Among Elderly People: Challanges and Solutions.
Department of Social Welfare. Kangnam University. Vol. 20. Number 12. pp. 8445-8452
Tamaki, Teiko. 2014. Live and Die in Solitude Away from the Family: Issue Relating to
Unattended Death Kodokushi in Japan. Housei Riron. Vol.46 No. 4 pp. 203-218
Rubington, Earl., Weinberg, Martin S. The Study of Social Problems. Oxford University
Press (Edisi Keempat). 1989.
Ritzer, George. Sociological Theory. The McGraw-Hill Companies, Inc. (Edisi Kedelapan).
2012
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : CV. Rajawali Indonesia (Edisi
Revisi). 1986.
https://www.aljazeera.com/indepth/features/2017/10/woman-cleans-lonely-deaths-japan-
171012115412607.html (diakses, 30 November 2018 pukul 16.49 WIB)
16
https://www.independent.co.uk/news/long_reads/lonely-deaths-japan-die-alone-clean-
apartments-japanese-industry-next-homes-clear-a8182861.html (diakses, 30 November 2018
pukul 16.05 WIB)
https://www.japantimes.co.jp/news/2016/11/26/business/burn-aging-japans-growing-numbers-
dead/#.XAQKjh8xXIW (diakses, 30 November 2018 pukul 16.32 WIB)
https://www.independent.co.uk/news/long_reads/lonely-deaths-japan-die-alone-clean-
apartments-japanese-industry-next-homes-clear-a8182861.html (diakses, 30 November 2018
pukul 17.20 WIB)
17