Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Lanjut usia (Lansia) merupakan fase terakhir perkembangan di dalam
kehidupan manusia dimana perkembangan mulai dari bayi,anak-anak,dewasa dan
akhirnya menjadi tua dan tidak bisa dihindari oleh siapapun. Memasuki usia tua akan
mengalami kemunduran,misalnya kemunduran fisik seperti kulit mengendur,rambut
memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas,penglihatan makin
memburuk,gerakan lambat dan bentuk tubuh tidak proposional. Menua bukanlah
penyakit,akan tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam
menghadapi rangsangan dari dalam ataupun dari luar, (Derang et al., 2022).
Diperkirakan pada tahun 2050 akan ada sekitar 2 miliar orang lanjut usia yang
berusia diatas 60 tahun. Menurut dara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang
penuaan penduduk dunia tahun 2019, Jumlah lansia adalah 705 juta 9,18% dari
lansia dunia. Seperti negara-negara lain di dunia, pendudukan indonesia menua
dengan cepat. Berdasarkan data BPS, Indonesia melaporkan jumlah lansia
meningkat dari 18 juta orang (7,6%) pada tahun 2010 menjadi 27 juta orang (10%)
pada tahun 2020. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi 40 juta orang
(13,8%). Pada tahun 2035 (Kementerian Kesehatan, 2016).
Berdasarkan data dari dinas kesehatan provinsi gorontalo diperoleh total
jumlah lansia diprovinsi gorontalo bulan januari-mei tahun 2022 sebanyak 93.251
lansia yang terbagi pada 6 wilayah yaitu kota gorontalo sebanyak 16.935 lansia,
Kabupaten gorontalo sebanyak 29.192 lansia, Kabupaten boalemo sebanyak 12.500
lansia, Kabupaten pohuwato sebanyak 11.147 lansia, Kabupaten bone bolango
sebanyak 14.028 lansia dan Kabupaten gorontalo utara sebanyak 9.499 lansia.
Dengan meningkatnya jumlah lansia dari tahun ke tahun berdampak pada
masalah kesehatan, Lansia mengalami perubahan dan kemunduran baik
fisik,psikologis,sosial dan spritual. Selain itu,perubahan-perubahan ini juga dapat
menurunkan derajat kesehatan,pekerjaan,dan dianggap sebagai individu yang
kurang mampu. Hal tersebut mengakibatkan lansia menarik diri perlahan dari
hubungannya dengan masyarakat sekitar, Sehingga bisa mempengaruhi interaksi
sosialnya. Dengan menurunnya interaksi sosial pada lansia dapat menyebabkan
perasaan terpisah, sehingga lansia menyendiri,mengalami isolasi sosial dan
akhirnya depresi.
Interaksi sosial dapat berjalan dengan baik bila ada komunikasi dan kontak
sosial antar individu,individe dengan kelompok.kelompok dengan kelompok. Ketika
interaksi sosial tidak baik atau buruk akan berakibat pada perasaan lansia antaranya
merasa kesepian dan menyendiri sehingga berpengaruh pada kualitas hidup lansia
itu sendiri.
Kualitas hidup lansia merupakan suatu konsep luas dan dipengaruhi oleh
faktor dari dalam (fisik dan psikologis) dan faktor dari luar (dukungan sosial). Pada
faktor sosial ini memiliki dampak dalam kualitas hidup lansia karena dengan adanya
interaksi sosial lansia merasa berguna dan mengganggap dirinya diperlakukan
dengan wajar oleh masyarakat atau orang disekitarnya .
Interaksi sosial sosial memiliki dampak yang kuat terhadap kualitas hidup
lansia karena semakin berkurang interaksi sosial maka semakin lansia mengalami
depresi. Oleh karena itu, Interaksi sosial berperan penting dalam meningkatkan
kualitas hidup lansia. Semakin luas interaksi sosialnya maka akan menurun tingkat
kesepian dan depresi pada lansia. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Al-qur’an
Surat Yassin ayat 68 tentang lanjut usia sebagai berikut :

9‫ َن‬9‫ و‬9ُ‫ ل‬9‫ ِق‬9‫ع‬9ْ 9‫ اَل َي‬9‫ َأ َف‬9ۖ 9‫ق‬


9ِ 9‫ ْل‬9‫خ‬9َ 9‫ ْل‬9‫ ا‬9‫ ي‬9‫ ِف‬9‫ ُه‬9‫س‬9ْ 9‫ ِّك‬9‫ َن‬9‫ ُن‬9‫ ُه‬9‫ر‬9ْ 9ِّ9‫ م‬9‫ َع‬9‫ ُن‬9‫ن‬9ْ 9‫ َم‬9‫و‬9َ
Artinya: “Barangsiapa yang kami panjangkan umurnya niscaya kami kembalikan dia
kepada kejadiaa(nya). Maka apakah mereka tidak memikirkan?” Arti Makna dari
surat yassin ayat 68 berkaitan dengan lansia ,dimana lansia tersebut akan
dikembalikan menjadi lemah seperti keadaan semula. Maka menurut peneliti dengan
keadaan lemah tersebut lansia harus punya interaksi sosial yang baik dengan orang
sekitar sehingga lansia merasa puas dengan hidupnya.
Hal ini didukung oleh hasil studi awal yang dilakukan pada 5 orang lansia di
panti griya lansia jannati pada tanggal 06/06/23. Didapatkan tiga lansia tersebut
memiliki interaksi sosial yang kurang dengan teman sebelah kamarnya. Lansia
tesebut juga merasa kurang puas dengan dukungan sosial yang diperoleh dari
teman-temannya. Dengan adanya rasa kurang puas tersebut lansia merasa
kesepian dan menyendiri sehingga lansia tersebut sering mengurung diri dikamar.
Sedangkan didapatkan juga dua lansia memiliki interaksi sosial yang baik sehingga
setiap hari lansia tersebut tampak ceria dan memiliki kualitas hidup yang baik juga.
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
yang berjudul “Hubungan Interaksi Sosial Dengan Kualitas Hidup Lansia Di Panti
Griya Lansia Jannati”
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, Dapat diidentifikasikan permasalahan
dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Dengan meningkatnya jumlah lansia di provinsi gorontalo dari tahun ke tahun
berdampak pada masalah kesehatan, Lansia mengalami perubahan dan
kemunduran baik fisik,psikologis,sosial dan spritual. Selain itu,perubahan-perubahan
ini juga dapat menurunkan derajat kesehatan,pekerjaan,dan dianggap sebagai
individu yang kurang mampu. Hal tersebut mengakibatkan lansia menarik diri
perlahan dari hubungannya dengan masyarakat sekitar, sehingga bisa
mempengaruhi interaksi sosial dan kualitas hidup lansia.
2. Studi awal yang dilakukan di panti griya lansia jannati dilakukan pada 5 orang
lansia di panti griya lansia jannati pada tanggal 06/06/23. Didapatkan kelima lansia
tersebut memiliki interaksi sosial yang kurang dengan teman sebelah kamarnya.
Lansia tesebut juga merasa kurang puas dengan dukungan sosial yang diperoleh
dari teman-temannya. Dengan adanya rasa kurang puas tersebut lansia merasa
kesepian dan menyendiri sehingga lansia tersebut sering mengurung diri dikamar.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang dan identifikasi masalah diatas,Maka
rumusan masalah pada penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana Interaksi Sosial Lansia Dipanti Griya Lansia Jannati
2. Bagaimana kualitas hidup lansia di panti griya lansia jannati
3. Apakah Ada Hubungan Interkasi Sosial Dengan Kualitas Hidup Lansia Di Panti
Griya Lansia Jannati
1.4 Tujuan penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan Umum Dari Penelitian Ini Yaitu Untuk Mengetahui Hubungan Interaksi
Sosial Dengan Kualitas Hidup Lansia Di Panti Griya Lansia Jannati
2. Tujuan Khusus
dari penelitian ini yaitu :
1. Untuk Mengetahui Interaksi Sosial Pada Lansia Di Panti Griya Lansia Jannati
2. Untuk Mengetahui Kualitas Hidup Lansia Panti Griya Lansia Jannati
3. Untuk Menganalisis Hubungan Interaksi Sosial Dengan Kualitas Hidup Lansia
Di Panti Griya Lansia Jannati
1.5 Manfaat Penelitian
1. Bagi panti
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi informasi kepada kapala panti dan
stafnya mengenai manfaat interaksi sosial dalam upaya meningkatkan kualitas hidup
pada lansia.
2. Bagi lansia
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi lansia tentang
kualitas hidup lansia dalam kaitannya dengan interaksi sosial.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan adanya penellitian lebih lanjut mengenai hubungan antara
interaksi sosial dengan kualitas hidup pada lansia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Tentang Lansia
2.1.1 Definisi Lansia
Lanjut usia atau biasa disebut lansia merupakan warga negara indonesia
yang telah mencapai usia 60 tahun (Badan pusat statistik,2005). Menurut WHO
(dalam Depkes RI,2010) Lanjut usia merupakan sebuah proses yang dapat dialami
dan diukur berdasarkan kronologik,fisiologik,biologik,dan kematangan mentalnya.
Departemen kesehatan republik indonesia (Depkes RI 2010) menjelaskan bahwa
penuaan merupakan proses alami yang tidak bisa dihindari (Ilham, 2019)
2.1.2 Batasan Lanjut Usia
Berikut ada beberapa pendapat mengenai batasan usia lansia.(Widiyawati &
Sarii, 2020)
a. Menurut organisasi kesehatan dunia WHO, Lansia meliputi :
1. Usia pertengahan (Middle Age) adalah kelompok usia 45-59 tahun
2. Lanjut usia atau sering di sebut lansia (Elderly) adalah kelompok usia 60-
74 tahun
3. Lansia tua (Old) adalah kelompok usia di antara 75-90 tahun
4. Usia sangat tua (Very Old) adalah kelompok di atas usia 90 tahun
b. Departemen kesehatan RI mengelompokan lanjut usia sebagai berikut :
1. Pra lansia (Prasenilis) sesorang yang berusia antara 45-59 tahun
2. Lansia adalah seseorang yang berusia >60 tahun
3. Lansia resiko tinggi adalah seseorang berusia 70 tahun atau lebih.
Sesorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan
(Depkes RI, 2003)
4. Lansia potensial adalah lansia yang mampu melakukan pekerjaan atau
kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa (Depkes RI, 2003)
5. Lansia tidak potensial adalah lansia yang tidak berdaya dalam mencari
penghasilan, Sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang sekitar
(Depkes RI, 2003)
c. Menurut Prof. DR. Koeseomanto Setyonegoro, Sp. Kj., Batasan usia
dewasa sampai lanjut usia di klasifikasikan menjadi :
1. Usia dewasa muda (Elderly Adulhood) usia 18 atau 20-25 tahun
2. Usia dewasa penuh (Middle Years) atau maturitas usia 25-60 atau 65
tahun
3. Lansia (Geriatric Age) usia lebih dari 65 tahun atau 70 tahun, Terbagi
atas :
a) Young old (usia 70-75 tahun)
b) Old (usia 75-80 tahun)
c) Very old (usia >80 tahun)
d. Menurut Burnise (1979), Ada empat tahap lansia yaitu :
1) Young old (usia 60-69 tahun)
2) Middle age old (70-79)
3) Very old-old (usia >90 tahun)

2.1.3 Ciri-Ciri Lanjut Usia


Menurut (Kholifah, 2016) Ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut:
1. Lansia adalah masa kemunduran.
Kemunduran usia lanjut datang dari faktor fisik dan faktor psikologis.Motivasi
memegang peranan penting dalam kemunduran lansia. Misalnya lansia yang
memiliki sedikit motivasi untuk melakukan kegiatan,maka akan mempercepat
kemunduran fisik,atetapi ada juga lansia yang memiliki motivasi tinggi,maka
kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.
2. Lansia berada dalam posisi minoritas.
Kondisi ini merupakan akibat dari sikap sosial yang kurang baik terhadap
lansia dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, Misalnya lansia lebih
senang mempertahankan opininya maka sikap sosial dimasyarakat menjadi
negatif, Ada juga lansia yang toleran terhadap orang lain sehingga sikap sosial
masyarakat menjadi positif.
3. Penuaan membutuhkan perubahan peran
Pembalikan peran ini dilakukan karena para lansia mulai mengalami
kemunduran dalam segala hal.Atas dasar itu,perubahan harus dilakukan pada
peran lansia atas dasar keinginan sendiri yang tidak didasarkan pada tekanan
lingkungan. Misalnya lansia menduduki posisi sosial sebagai RW, sebaiknya
masyarakat tidak memberhentiikan lansia sebagai RW berdasarkan usianya.
4. Penyesuaian yang buruk pada lansia.
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka tumbuh dengan
rendah diri sehingga mereka dapat menunjukkan perilaku yang buruk. Sebagai
akibat dari perlakuan yang buruk ini membuat kemampuan baradaptasi lansia
memburuk. Contoh : lansia yang tinggal bersama keluarga mereka seringkali
tidak dilibatkan karena dianggap pemikiran yang ketinggalan jaman, inilah
yang menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan,cepat tersinggung
bahkan sampai memiliki harga diri rendah.
2.1.4 Tipe Lanjut Usia
Ada beberapa tipe pada lanjut usia bergantung pada karakter,pengalaman
hidup,lingkungan,kondisi fisik,mental,sosial,dan ekonomi. (Nugroho, 2000
dalam buku R. Siti Maryam, dkk, 2008)
Tipe tersebut dapat dibagi sebagai berikut:
1. Tipe Arif Bijaksana
Kaya hikmah,pengalaman,beradaptasi dengan perubahan zaman,mempunyai
kesibukan,baik hati,rendah hati,sederhana,dermawan,memenuhi undangan
dan menjadi panutan.
2. Tipe Mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, Selektif dalam mencari
pekerjaan,bergaul dengan teman dan memenuhi undangan
3. Konflik lahir batain menentang proses penuaan sehingga membuat mereka
menjadi pemarah, tidak sabar, mudah sakit hati, sulit di layani, pengkritik, dan
banyak menuntut.
4. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan
melakukan pekerjaan apa saja.
5. Tipe bingung kaget, khilangan kepribadian, asing, minder, menyesal, pasif,
dan acuh takacuh.
Tipe lain dari lanjut usia diantaranya adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe
dependen (ketergantungan), tipe defensif (bertahan), tipe militan dan serius,
tipe pemarah/frustasi (Kecewa karena kegagalan dalam melakukan sesuatu),
serta tipe putus asa (Marah pada diri sendiri).
Sementara itu dengan mempertimbangkan tingkat kemandirian yang di nilai
dari kemampuan melakukan aktifitas sehari-hari (Indeks kemandirian KATZ),
lansia dapat di bagi menjadi beberapa jenis, yaitu lansia mendiri sepenuhnya
dan lansia mandiri dengan bantaun keluarga, lanjut usia mandiri dengan
bantuan tidak langsung, lansia dengan bantuan dinas sosial, lansia di panti
jompo, lansia di rumah sakit, dan lansia dengan masalah kesehatan jiwa.
2.1.5 Permasalahan Lansia Di Indonesia
Jumlah lansia di indonesia adalah 18 juta jorang pada tahun 2014 dan
diperkirakan akan terus meningkat menjadi 41 juta orang pada tahun 2035 dan lebih
dari 80 juta orang pada tahun 2050. Pada tahun 2050,satu dari empat penduduk
indonesia addalah penduduk lansia dan lebih mudah menemukan bayi atau anak
kecil. Sedangkan pada sebaran penduduk lanjut usia tahun 2010, penduduk lanjut
usia yang tinggal diperkotaan 12.380.321 (9,58%) dan pedesaan (9,97%).(Kholifah,
2016).
Terdapat perbedaan yang signifikan anatara lansia yang tinggal di perkotaan
dan dipedesaan.Pada tahun 2020,jumlah lansia diperkirakan akan terus meningkat
yaitu sebesar 28.822.879 (11,34%),dengan sebaran lansia yang tinggal diperkotaan
lebih tinggi yaitu hingga 15.714.952 (11,20%) dibandingkan mereka yang tinggal di
pedesaan yaitu sebesar 13.107.927 (11,51%). Jumlah lansia yang tinggal di
perkotaan semakin meningkat hal ini mungkin disebabkan oleh hampir tidak ada
perbedaan antara daerah pedesaan dan perkotaan.
Kebijakan pemerintahan untuk kesejahteraan sosial lanjut usia dibawah UU
Kesejahteraan lansia (UU No 13 Tahun 1998) Pasal 1 Ayat 1 : Kesejahteraan adalah
tatanan kehidupan dan penghidupan sosial baik material maupun spritual yang
diliputi oleh rasa keselamatan,kesusilaan,dan kedamaian lajir batin yang memungkin
bagi setiap warga negara untuk mengadakan pemenuhan kebutuhan
jasmani,rohani,dan sosial untuk dirinya sendiri,keluarganya dan masyarakat dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia dan tanggung jawab manusia terhadap
pancasila. Ayat 2 disebutkan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang mencapai
usia 60 (enam puluh) keatas. Dan mereka dibagi menjadi dua kategori yaitu lanjut
usia potential (ayat 3) dam lanjut usia tidak potensial (ayat 4). Lansia potensial adlah
lanjut usia yang masih bisa melakukan pekerjaan atau kegiatan yang menghasilkan
barang atau jasa. Sedangkan lansia tidak potensial adalah lanjut usia yang tidak
beerdaya dalam mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang
lain.Untuk lanjut usia tidak potensial (ayat 7) pemerintah dan masyarakat
mengupayakan perlindungan sosial sebagai alat pelayanan agar lansia dapat
mewujudkan dan menikmati taraf hidup yang layak.(Kholifah, 2016)
Menurut (Ilham, 2019) bahwa pada masa lansia terdapat perubahan-
perubahan fisik yang dipengaruhi oleh penurunan fungsi organ sebagai berikut.
1. Gangguan Penglihatan
Gangguan pada lansia biasanya disebabkan oleh degenerasi makulas
senilis,krak,glaucoma antara lain: (a) degenerasi macular senilis; (b) katarak;
dan (c) glaukoma.
2. Gangguan Pendengaran
a. Prebycusis adalah gangguan diskriminasi suara yang terjadi dapat
menyebabkan gangguan pendengaran. Pada lanjut usia hal ini disebut
prebikusis. Sekitar 40% dari populasi lanjut usia mengalami presbicusis,baik
derajat ringan hingga berat. Gangguan pendengaran bisa dipantau dengan
audiometer. Laki-laki cenderung lebih umum menderita prebicusis dibanding
wanita.
b. Gangguan komunikasi yaitu dapat timbul akibat pembiraan dalam interferensi
karena terganggu oleh suara lain seperti musik,radio,televisi,atau pembicaraan
lain. Sumber suara terdistorsir, misal (terminal,gedung,mesjid,bioskop) atau
dari telepon dan diucapkan oleh anak-anak,orang asing atau pembicara yang
berbicara terlalu cepat.Kondisi akustik ruangan yang tidak sempurna misalnya
didapur,ruang makan restoran,ruang pertemuan yang berdinding mudah
memantulkan suara.
3. Perubahan Komposisi Tubuh
Dengan bertambahnya usia maka masa bebas lemak ( terutama terdiri atas
otot) berkutang 6,3% berat badan per dekade seiring dengan penambahan
massa lemak 2% per dekade, massa air mengalami penurunan sebesarc 2,5
per dekade.
4. Saluran Cerna
Seiring bertambahnya usia, jumlah gigi secara bertahap berkurang karena
tanggal atau ekstaksi atas indikasi tertentu. Ketidaksempurnaan gigi-geligi
tentunya akan mengurangi kenyamanan makan dan membatasi makanan
yang akan dimakan.
5. Hepar
Hepar atau hati mengalami penurunan aliran darh sampai 35% diusia 80 tahun
ke atas,maka obat-obat yang memerlukan proses metabolisme di organ ini
perlu di tentukan dosisnya secara seksama agar lanjut usia terhindar dari efek
samping yang tidak diinginkan.
6. Ginjal
Ginjal adalah alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh melalui urine.
Darah yang masuk ke ginjal disaring (unit) terkecil dari ginjal yang disebut
nefron (tepatnya di glomelurus.
7. Sistem Kardiovaskuler
Perubahan dijantung diamati saat jaringan kolagen meningkat,ukuran otot
jantung meningkat,jumlah volume otot jantung berkurang dan jumlah air
jaringan berkurang.
8. Sistem Pernafasan
Kapasitas pegas dinding dada dan kekuatan otot pernapasan menurun seiring
bertambahnya usia.
9. Sistem Hormonal
Produksi testeron dan sperma menurun setellah usia 45 tahun tapi tidak
mencapai titik nadir. Pada usia 70 tahun seorang laki-laki masih memiliki libido
dan mampu melakukan kopulasi.Pada wanita, karena jumlah ovum dan oikel
yang sangat rendah,maka kadar esterogen akan sangat menurun setelah
manopause (usia 45-50).
2.2 Kualitas Hidup Lansia
2.2.1 Definisi kualitas hidup
WHO mendefinisikan kualitad hidup sebagai persepsi terhadap kehidupan
yang sedang dijalankan sesuai dengan budaya dan nilai-nilai tempat individu
tersebut tinggal serta membandingkan hidupnya tersebut dengan
tujuan,harapan,standar dan tujuan yang telah ditetapkan oleh individu. Pengendalian
dan pencegahan penyakit (CDC) mendefinisikan kualitas hidup lebih berfokus pada
persepsi individu,serta kesehatan fisik dan mental dalam kaitannya dengan resiko
dan kondisi kesehatan,kondisi fungsional.dukungan sosial dan status ekonomi.
Riset sastra tentang kualitas hidup menyebutkan bahwa kualitas hidup
adalah suatu konsep multidimensi dinamis yang dikembangkan untuk mengetahui
efek psikologis dari penyakit yang diderita mencakup aspek kesejahteraan
finansial,karakteristik dan status lingkungan kesehatan masyarakat. Mendefinisikan
kualitas hidup lebih sederhana,penilaian individu tentang masalah ini yaitu
kesejahteraan yang berhubungan dengan kesehatan. Sedangkan menurut kualitas
hidup merupakan kondisi kesehatan dinilai secara subjektif melalui pengamatan
pasien/individu.
Dari beberapa definisi diatas dapat diturunkan bahwa kualitas hidup adalah
ukuran kesehatan subjektif secara fisik dan mental,yang snagat dipengaruhi oleh
nilai –nilai lingkungan dan pengaruh budaya dan aspek-aspek sosial ekonomi setiap
individu (Endarti, 2015)
2.2.2 Model kualitas hidup
Model dikembangkan untuk mengeidentifikasi penyebab dari isu/masalah
yang diamati. Terkait kualitas hidup,quality of life modeling dapat bermanffat sebagai
panduan (arahan) penelitian dan aplikasi praktis untuk meningkatkan kualitas hidup
pada populasi yang diamati secara optimal. Dalam jangka waktu 35 tahun (1965-
2000) Tillefer,Dupis,Roberge dan Le May (2003) menyebutkan ada 68 model
kualitas hidup yang berkembang terutama untuk kualitas hidup berbasis kesehatan
berdasarkan hasil hasil dengan tinjauan sistematis yang dilakulan oleh Bakas, et al.
(2012) tiga model kualitas hidup yang paling umum ditemukan,yaitu:
1. Karakteristik Lingkungan
Menurut model ini, karakteristik lingkungan mempengaruhi fungsi
biologis,gejala,status fungsional,kesadaran kesehatan,kualitas hidup termasuk
lingkungan fisik dan lingkungan sosial.Karakteristik lingkungan sosial adalah
pengaruh individu atau sosial antara lain pengaruh teman,keluarga,dan
layanan medis.(Ferrans et al.,2005)
2. Karakteristik Individu
Mengenai karakteristik lingkungan,karakteristik individu sanagat menentukan
fungdi biologis,gejala,status fungsional,persepsi kesehatan,dan kualitas hidup.
Ciri –ciri pribadi antara lain demografi,perkembangan,psikologis,dan
biologis.(Ferrans et al,. 2005)
3. Fungsi biologis
Dalam model ini mengacu pada proses tindakan mempertahankan
kehidupan.fungsi ini terlihat secara luas di tingkat molekular, seluler dan
seluruh organ tubuh. Peningkatan fungsi berdampak langsung dan tidak
langsung dengan semua komponen kesehatan, termasuk gejalah, kondisi
fungsional, presepsi kesehatan dan kualitas hidup. Mengoptinalkan fungsi
biologi adalah bagian dari pengobatan konfrensip (Ferrans Et Al, 2005)
4. Gejalah
Model ini mendefinisikan gejalah sebagai kongnitif kondisi fisik, emosional, dan
kognitif pasien. Semua gejalah dapat di ukur dengan instrumen yang sesuai,
seperti skala klasifikasi nyeri punggung dikembangkan oleh Framk Leavitt dan
David C. Garron pada tahun 1978 dan untuk tujuan penyaringan nyeri
punggung bawa yang di sebapkan oleh aspek psikologis atau di sebapkan
oleh aspek biologis
5. Status fungsional
Keadaan fungsional adalah kemampuan melakukan beberapa jenis tugas.
Pandangan tradisional hanya melihat keadaan fungsional dalam perspekstif
kecacatan dan fokus pada hilangnya fungsi mempengaruhi kehidupan sehari-
hari. Sementara dimodel Ferrans Et Al (2005) pemeriksaan status berfungsi
sebagai optimalisasi fungsi-fungsi yang ada.
6. Persepsi kesehatan secara umum
Persepsi yang sehat adalah penilaian tertentu oleh indifidu mengemai status
kesehatan dan sering mempertimbangkan aspek yang berbeda. Penilaian
menggunakan skala Likert bad (buruk).
Kesimpulannya beberapa karakteristik yang dapat menyebabpkan dan
menjadi penentu penilaian terhadap kualitas hidup orang itu sendiri. Hal ini
menjadi suatu persepsi bagi setiap orang yang berlandasan bahwa jika
memiliki kualitas hidup yang baik maka kondisi karakteristik yang muncul
terhadap kondisi apapun pada orang itu juga harus baik.

2.2.3 Penggunaan kualitas hidup


Awalnya kualitas hidup digunakan sebagai ukuran dampak penyakit kronis dan
pengobatannya terhadap pasien dan menggambarkan keadaan kesehatanya (Sajid
Et Al., 2008) namun pada perkembangannya, penerapan kualitas hidup tidak hanya
pada indifidu, tetapi juga dapat digunakan pada tingkat populasi untuk mengukur
status kesehatan masyarakat. Sejauh ini disetiap survei masalah kesehatan
masyarakat, pertanyaan tentang kualitas hidup menjadi salah satu fariabel yang di
ukur.
Pengukuran kualitas memiliki tiga keunggulan utama dalam kehidupan (IHE,
2008). Yang pertama adalah diskriminasi, dimana anda bisa terbiasa dengan
kualitas hidup diferensiasi beban morbiditas antar kelompok atau entar indifidu pada
satu titik waktu. Manfaat lainnya adalah efaluasi, yaitu pengukuran terhadap
perubahan pada indifidu atau kelompok dalam kurun waktu tertentu. Keuntungan
terakhir adalah prediksi, yaitu kemampuan memprediksi suatu keadaan dimasa
depan.
Peran diskriminasi dalam kualitas hidup adalah untuk mengidentifikasi
ketimpangan kesehatan diberbagai daerah kelompok masyarakat. Menunjukan
adanya perbedaan status kesehatan diukur dengan kualitas hidup pada kelompok
yang berfariasi menurut sosial-ekonomi, demografi dan aspek status gizi. Hal itu bisa
digunakan sebagai basisi persiapan perencanaan dan praktik tugas populasi
tertentu.
Kualitas hidup digunakan dalam fungsi evaluation sebagai indikator
keberhasilan politik. Misalnya dalam kondisi setelah bencana yang berkaitan dengan
evaluasi kebijakan pentelamatan pasca gempa bumi. Kualitas hidup dapat
digunakan pada populasi umum, indikator penilaian sistem kesehatan terintegrasi
kualitas hidup dapat ditingkatkan dengan ekonomi kesehatan, kualitas hidup dapat di
aplikasikan untuk menghitung dampak ekonomi suatu penyakit (Mielck Et Al., 2014)
Kengunaan kualitas hidup adalah memprediksi kebutuhan pengobatan dan
perawatan. Orang dengan kualitas hidup yang rendah menghasilkan perawatan
kesehatan yang tinggi.
Kesimpulannya adalah pengukuran penggunaan kualitas hidup dubutuhkan
bagi instansi penyedia layanan kesehatan untuk mengukur kualitas hidup klien yang
dapat menjadi penunjang dalam penerapan diagnosis kesehatan.

2.2.4 Faktor-faktor Kualitas Hidup


Faktor-faktor kualitas hidup adalah sebagai berikut (WHO,2016) :
1. Kesehatan fisik (biologis) dan kemampuan fungsional adalah faktor-faktornya
biologis yang berasal dari kondisi kesehatan internal tubuh individu dilihat dari
seberapa baik bagian tubuh dan organ bekerja pada tubuh,sistem tubuh,dan
fungsi biologis tubuh secara keseluruhan,perilaku pro kesehatan,dan lain-
lain.kesehatan fisik alkan membantu individu dalam melakukan aktivitas dan
fungsi sehari-hari yang meningkatkan kualitas hidup individu tersebut.individu
yang mampu untuk berjalan dengan baik akan mampu beraktivitas dengan
penuh dan berinteraksi dengan masyarakat sekitar sehingga mampu
meningkatkan kualitas hidupnya
2. Kesehatan Psikologis, kesejateraaan dan kepuasan hidup merupakan faktor
internal manusia yang menekankan pada faktor psikologis, hal ini bersifat
subyektif dan melambangkan persepsi spiritual kehidupan yang dihayati
individu, keyankinan psikologis, emosi positif, keterampilan kognitif, efektif dan
lain-lain. Kesehatan mental membawa individu ke dalam pemikiran positif pada
akhirnya, hal itu mempengaruhi penilaian bahwa dirinya memiliki kualitas hidup
yang sangat baik. Misalnya, orang yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi
terhadap kemampuan dirinya tidak akan mudah mengalami depresi apabila
menghadapi kegagalan akan tetapi lebih meningkatkan kualitas hidup masing-
masing.
3. Jejaring sosial, aktivitas dan partisipasi merupakan faktor eksternal yang
berasal dari interaksi individu dengan masyarakat sekitar. Kualitas interaksi,
kualitas hubungan, kualitas dan membantu individu berkembang dalam peran
sosial dan meningkatkan kualitas kehidupan individu yang memiliki kualitas
dan kuantitas mengalami interaksi yang baik dengan orang-orang di sekitarnya
serta memiliki kepuasan hidup. Jumlah kegiatan dan partisipasi mencerminkan
faktor ini.
4. Keadaan lingkungan,kondisi lingkungan dan kondisi sosial ekonomi menjadi
faktor eksternal yang timbul dari lingkungan secara umum.status sosio-
demografi,kondisi alam,kondisi ekonomi dan budaya yang ada dalam
lingkungan yang baik dan kondusif membantu individu menciptakan sesuatu
gagasan tentang kehidupan yang baik. Individu dengan keadaan tempat
tinggal dan lingkungan yang baik akan mendukung kegiatan didalamnya dan
menciptakan emosi dan pengaruh positif.

Dalam kaitannya dengan lansia,delapan faktor-faktor yang relevan untuk


kualitas hidup lansia yang hidup dalam panti wreda,delapan faktor ini adalah:
1. Demografi: statistik yang mengubah gaya hidup seseorang,seperti
kelahiran,kematian,total pendapatan,dan jumlah penyakit. Statistik itu memiliki
peran untu membuat gaya hidup baik fisik dampak psikologis pada kualitas
hidup. Jumlah yang besar pada hal-hal positif membantu meningkatkan
kualitas hidup,sebaliknya banyak hal negatif yang berkurang dari kualitas
hidup.
2. Situasi sosio-ekonomi: adalah suatu kondisi status ekonomi dan sosial
individu,membandingkannya dengan sosial masyarakat tempat individu
tersebut tinggal.kondisi sosial ekonomi mempengaruhi kualitas interaksi sosial
dan kemampuan seseorang untuk mengkonsumsi,status sosial, dan ekonomi
yang tinggi membantu menciptakan rasa kepuasan dalam diri seseorang
mempengaruhi kualitas hidup mereka secara keseluruhan.
3. Kesehatan fisik: menunjukan keadaan fungsional tubuh daik dari bagian
terkecil sampai fungsi tubuh secara keseluruhan dalam beraktivitas. Aktivitas
yang lengkap dan berkualitas dapat menimbulkan perasaan senang dan
kepuasan hidup dan berdampak pada kualitas hidup.
4. Kesehatan psikologis: keadaan fungsional jiwa manusia,yaitu dimensi
kognitif,afektif,konatif,dan psikologis. Kemampuan psikologis yang baik sangat
membantu menciptakann emosi positif merupakan inti kualitas hidup.
5. Jejaring sosial: kualitas interaksi individu dengan individu lain. Individu dengan
interkasi yang berkualitas dengan masyarakat sekitar menerima dukungan
sosial menciptakan emosi positif untuk meningkatkan kualitas hidup.
6. Gaya hidup dan aktivitas: kecenderungan individu dalam perilaku dan
memposisikan diri dalam lingkungan sosial.kualitas hidup akan lebih tinggi
mudah dicapai jika pola hidup individu seuai dengan pola hidup hidup
lingkungan sekitar tempat individu tersebut tinggal.
7. Kejadian hidup traumatik: misalnya kematian pasangan dan anak.krmatian
yang yang dicintai menciptakan perasaan negatif seperti depresi akan
berdampak pada kualitas hidup.
8. Perawatan: Kualitas perawatan yang diberikan kepada orang tersebut.
Kualitas perawatan yang diberikan oleh lebaga sosial mempengaruhi kualitas
hidup secara langsung atau tidak langsung.
Kesimpulannya beberapa faktor ini dapat menjadi evaluasi bagi seitap orang
yang mengalami gangguan kualitas hidup dan dapat menjadi referensi bagi tenaga
kesehatan untuk mengkaji klien dari segi kualitas hidup hidup.

2.2.5 Indikator kualitas hidup


Kualitas hidup seperti yang dijelaskan sebelumnya,adalah konsepnya yang
kompleks dan multidimensional,sehingga menajdi indikator konsep kualitas hidup itu
sendiri berbeda-beda tergantung pada tujuan dan subjek penelitian.(Kiling & Kiling-
Bunga, 2019) yang membahas kualitas hidup individu yang menderita infertilitas
(ketidakmampuan dalam berpredoksi) menekankan salah satu indikator penting dari
kualitas hidup yang tinggi adalah penerimaan diri dan persepsi positif dari keluarga
yang tidak memiliki anak kandung.ragam indikator kualitas hidup juga tercermin dari
hasil studi. Pentingnya peningkatan kualitas hidup terutama terlihat melalui fungsi
fisiologis dan psikososial tubuh pada anak dengan penyakit hati.
Salah satu indikator sosial kualitas hidup yanng mendapat perhatian paling
besar baru-baru ini adalah kebahagiaan telah menjadi fokus ilmu-ilmu
sosial,psikologis,gerontologi,bahkan mengembangkan skla SF-36 adalah salah satu
kuesioner psikologis paling terkenal untuk mengukur kualitas hidup. Definisi WHO
tentang kualitas hidup dianggap terlalu berorientasi kepada indikator-indikator dari
tiga faktor lainnya yakni kesehatan fisional kesehatan psikologis,dan keadaan
lingkungan.indikator dari faktor kualitas hidup jejaring sosial dalam variabel kualitas
hidup yaitu:
1. Proposi interaksi dengan tetangga sekitar
2. Proposi interaksi dengan teman-teman dekat
3. Proposi merasa sendirian atau terisolasi
4. Durasi interaksi dengan sanak saudara,dan
5. Bantuan informal( non-keuangan) yang diterima dari keluarga.

2.2.6 Pengukuran kualitas hidup


Petumbuhan kualitas hidup telah menyebabkan pengembangan alat kualitas
hidup. Sejauh ini ada sekitar 1000 alat untuk mengukur kualitas hidup. Mulai dari
kualitas hidup yang sangat spesifik untuk beberapa penyakit tertentu hingga
instrumen yang sifatnya generik yang dapat digunakan dalam segala kondisi.
Instrumen kualitas hiduo generik digunakan di populasi umum tidak heterogen dalam
hal itu ada berbagai jenis kelompok/individu dengan kategori penyakit berbeda.
Beberapa aspek kesehatan yang diukur dengan alat ini. Kualitas hidup juga
berfungsi untuk penelitian kebijakan kesehatan karena itu mengukur dampak
penyakit pada kesehatan mental dan dungsi sosial (Sajid et al.,2008). Dengan alat
ini dapat membandingkan kualitas hasil hidup dengan populasi lain atau dengan
populasi umum.
Selama beberapa dekade terakhir,mengukur kualitas hidup telah menjadi
kunci untuk mengevaluasi pasien dan klien,serta memprediksi hasil pengobatan
yang diberikan kepada mereka,dan saat ini,ukuran kualitas hidup yang dapat dibagi
menjadi dua kategori utama yaitu:
1. Instrumen generik (general), mengukur kualitas hidup sebagai sebuah konsep
multidimensi dengan dimensi budaya,dimensi sosial,dan dimensi
psikologis,serta aspek kesehatan fisiologis yang terkandung didalamnya
popu;asi umum,salah satunya bentuk paling terkenal adlah kuesioner
WHOQOL-100.
Kesimpulannya pengukuran kualitas hidup sangat penting bagi orang yang
menglami gangguan terhadap kualitas hidupnya terlebih yang tenaga
kesehatan yang ingin melakukan pengkajian terhadap klien sangat berguna
dalam penunjang diagnosis kesehatan.

2.3 Interaksi sosial


2.3.1 Definisi interaksi sosial
Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik antara orang-orang dimana
interaksi sosial secara positif dapat mempengaruhi kualitas hidup karena interaksi
sosial tidak menyebabkan kesepian.

Interkasi sosial adalah hubungan antara individu dengan individu,individu


dapat mempengaruhi individu lain dan sebaliknya sampai mereka melakukannya
ada hbungan timbal balik. Interaksi sosial adalah hubungan sosial yang saling
mempengaruhi antar individu lain yag muncuul dalam masyarakat yang bertahan
seumur hidupnya.
Kesimpulan dari deifnisi diatas,interaksi sosial adalah hubungan antara dua
orang atau lebih dalam bentuk komunikasi atau kontak sosial yang menghasilkan
saling menjawab.

2.3.2 Jenis-jenis interaksi sosial


Menurut (Jenita Doli Tine Donsu, 2017) menjelaskan interaksi sosial dibagi
menjadi tiga antara lain;
1. Individu dengan Individu
Suatu hubungan yang terjalin antara satu orang dengan orang lain. Interaksi
dapat terjadi ketika dua orang bertemu,meskipun tidak ada tindakan yang
terjadi dalam interaksi ini
2. Individu dengan kelompok
Suatu hubungan yang terjadi antara seseorang dan suatu kelompok lain
interaksi ini memiliki bentuk yang berbeda sesuai dengan keadaan.
3. Kelompok dengan kelompok
Sebuah hubungan yang ada sebagai unit dari beberapa kelompok dan bukan
atas kemauan pribadi. Kelompok ini mencakup oelaku dengan jumlah lebih
dari satu dan ada komunikasi diantara pelaku.
2.3.3 Bentuk- bentuk interaksi sosial
Menurut (Jenita Doli Tine Donsu, 2017) terdapat enam bentuk interaksi sosial
sebagai berikut;
1. Kerja sama
Salah satu bentuk interaksi sosial yang paling penting. Kerja sama adalah satu
kerja bersama anter individu dengan invidu atau antar kelompok secara
beruntun untuk mencapai tujuan bersama. Namun, kerja sama juga bisa
bersifat agresif apabila kelompok mengalami kekecewaan dan perasaan tidak
puas.
2. Persaingan
Ini adalah proses sosial dimana individu atau kelompok orang bersaing dalam
bidang kehidupan dan berjuang untuk keuntungan dalam jangka waktu
tertentu menjadi fokus perhatian umum dengan cara menarik perhatian publik.
3. Pertentangan
Suatu proses sosial ketika individu atau kelompok berusaha mewujudkan
dirinya dengan cara untuk menantang pihak lawan dengan ancaman atau
kekerasan. Konflik itu sendiri dapat muncul karena berbagai faktor. Faktor
penyebab konflik antara lain perbedaan individu seperti,perbedaan
budaya,perbedaan kepentingan,perubahan sosial.
4. Akomodasi atau penyesuaian diri
Akomodasi atau penyesuaian diri dipahami sebagai sarana untuk
menyelesaikan konflik tanpa menghancurkan pihak lawan agar pihak lawan
tidak kehilangan kepribadiannya. Akomodasi dibuat untuk mengurangi
konflik,mencegah pecahnya konflik,memungkinkan kerja sama dan mencari
pembubaran diantara kelompok-kelompok sosial.
5. Asimilasi
Suatu proses sosial tingkat tinggi yang ditandai dengan upaya untuk
mengurangi perbedaan-perbedaan yang ada diantara orang-orang atau
kelompok manusia.
6. Kontraversi
Merupakan bentuk proses sosial selain persaingann dan konflik. Bentuk
umum dari konflik termasuk penolakan,keenggangan,perlawanan,halangan,pr
otes,perilaku kekerasan,agitasi,penyangkalan dan kebingungan dari pihak lain.
2.3.4 Faktor-faktor mempengaruhi interaksi sosial
Hubungann sosial terjadi ketika ada stimulus dan respon. Artinya, masing-
masing pihak memahami pesan yang disampaikan dan saling menanggapi. Interaksi
sosial tidak akan terjadi tanpa adanya faktor-faktor yang mempengaruhi. Untuk
faktor ini pengaruh terhadap interaksi sosial sebagai berikut:
1. Latar belakang budaya
Dimana interaksi sosial akan terbentuk dari kondisi mental seseorang melalui
kebiasaan memiliki banyak latar belakang budaya yang sama dengan orang
lain,itu akan membuat imteraksi menjadi lebih kuat.
2. Ikatan dengan kelompok grup
Dimana nilai-nilai yang dianut oleh suatu kelompok memiliki pengaruh yang
besar dalam bagaimana mereka berinteraksi.
3. Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan,semakin kompleks sudut pandang dalam
menyikapi komunikasi yang disampaikan.
4. Status fisik,mental dan emosional
Kondisi ini sangat mempengaruhi kemampuan individu dalam beerinteraksi
sosial,adanya penyakit atau tekanan fisik yang ditimbulkan oleh penurunan
minat individu melakukan hubungan sosial dengan orang lain.
2.3.5 Akibat interaksi sosial
Interaksi sosial dapat berdampak positif pada kualitas hidup karena dengan
interaksi sosial lansia tidak merasa kesepian.oleh karena itu,interaksi sosial harus
dipelihara dan dikembangkan dalam kelompok lansia. Kemampuan lansia untuk
tetap menjalin interaksi sosial sangat penting mempertahankan status sosialnya
sesuai dengan kemampuannya mensosialisasikan. Menurut Eahmianti, (2008)
dosebutkan bahwa interaksi sosial yang baik memungkinkan lansia memiliki
perasaan untuk mendapatkan sesuatu kelompok sehingga dapat berbagi
cerita,minat,perhatian,dan dapat melakukan aktivitas kreatif bersama dan inovatif.
2.4 Penelitian yang relevan
No Judul Metode Hasil
1. Hubungan intraksi Instrumen penelitian adalah alat Berdasarkan dari
sosial dengan yang digunakan untuk hasil penelitan
kualitas hidup mengumpulkan penelitian ini terdapat hubungan
lansia di UPT instrumen variabel interaksi sosial antara interaksi
Pelayanan sosial yang terdiri dari 20 pertanyaan. sosial dengan
lanjut usia dinas Kuesioner kualitas hidup yang kualitas hidup lansia
sosial binjai terdiri dari 26 pertanyaan yang dengan nilai p<0,05
provinsi sumatra diadopsi dari penelitian vontana. Uji
utara yang digunakan adalah uji
spearman rank
2. Hubungan interaksi Metode penelitian dalam penelitian Berdasarkan hasil
sosial dengan ini menggunakan korelasi dengan menunjukan terdapat
kualitas hidup pendekatan cross sectional. hubungan yang
lansia Di RPSTW Instrumen penelitian menggunakan signifikan antara
ciparay kuesioner interaksi sosial dan interaksi sosial
WHOQOL-BREFF untuk kualitas dengan kualitas
hidup. Analisa data menggunakan hidup lansia 0,000
rumus chi-square (p<0,05)
Berdasarkan penjelasan dari kedua jurnal penelitiian yang relevan dimana
kedua penelitian sama-sama meneliti mengenai interaksi sosial dan kualitas hidup
pada lansia, Kedua penelitian tersebut menggunakan metode kuantitatif serta
populasi yang sama yaitu lansia dan menggunakan instrument yang sama yaitu
kuisioner. Hal ini sama seperti yang akan diteliti oleh peneliti, Namun perbedaan
pada penelitian yang akan diilakukan lebih merujuk pada
2.5 Kerangka Konsep Penelitian

Lansia

Interaksi Sosial Kualitas Hidup

1. Latar belakang 1. Fisik


2. Psikolog
2. Ikatan dengan
3. Sosial
kelompok 4. lingkunga
3. Pendidikan n
4. Status fisik,
mental, &
emosional

Hubungan
2.6 Hipotesis
Adanya hubungan interaksi sosial dan kualitas hidup lansia di panti griya lansia
jannati

Anda mungkin juga menyukai