Lanjut usia (Lansia) merupakan fase terakhir perkembangan di dalam kehidupan manusia dimana perkembangan mulai dari bayi,anak-anak,dewasa dan akhirnya menjadi tua dan tidak bisa dihindari oleh siapapun. Memasuki usia tua akan mengalami kemunduran,misalnya kemunduran fisik seperti kulit mengendur,rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas,penglihatan makin memburuk,gerakan lambat dan bentuk tubuh tidak proposional. Menua bukanlah penyakit,akan tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam ataupun dari luar, (Derang et al., 2022). Diperkirakan pada tahun 2050 akan ada sekitar 2 miliar orang lanjut usia yang berusia diatas 60 tahun. Menurut dara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang penuaan penduduk dunia tahun 2019, Jumlah lansia adalah 705 juta 9,18% dari lansia dunia. Seperti negara-negara lain di dunia, pendudukan indonesia menua dengan cepat. Berdasarkan data BPS, Indonesia melaporkan jumlah lansia meningkat dari 18 juta orang (7,6%) pada tahun 2010 menjadi 27 juta orang (10%) pada tahun 2020. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi 40 juta orang (13,8%). Pada tahun 2035 (Kementerian Kesehatan, 2016). Berdasarkan data dari dinas kesehatan provinsi gorontalo diperoleh total jumlah lansia diprovinsi gorontalo bulan januari-mei tahun 2022 sebanyak 93.251 lansia yang terbagi pada 6 wilayah yaitu kota gorontalo sebanyak 16.935 lansia, Kabupaten gorontalo sebanyak 29.192 lansia, Kabupaten boalemo sebanyak 12.500 lansia, Kabupaten pohuwato sebanyak 11.147 lansia, Kabupaten bone bolango sebanyak 14.028 lansia dan Kabupaten gorontalo utara sebanyak 9.499 lansia. Dengan meningkatnya jumlah lansia dari tahun ke tahun berdampak pada masalah kesehatan, Lansia mengalami perubahan dan kemunduran baik fisik,psikologis,sosial dan spritual. Selain itu,perubahan-perubahan ini juga dapat menurunkan derajat kesehatan,pekerjaan,dan dianggap sebagai individu yang kurang mampu. Hal tersebut mengakibatkan lansia menarik diri perlahan dari hubungannya dengan masyarakat sekitar, Sehingga bisa mempengaruhi interaksi sosialnya. Dengan menurunnya interaksi sosial pada lansia dapat menyebabkan perasaan terpisah, sehingga lansia menyendiri,mengalami isolasi sosial dan akhirnya depresi. Interaksi sosial dapat berjalan dengan baik bila ada komunikasi dan kontak sosial antar individu,individe dengan kelompok.kelompok dengan kelompok. Ketika interaksi sosial tidak baik atau buruk akan berakibat pada perasaan lansia antaranya merasa kesepian dan menyendiri sehingga berpengaruh pada kualitas hidup lansia itu sendiri. Kualitas hidup lansia merupakan suatu konsep luas dan dipengaruhi oleh faktor dari dalam (fisik dan psikologis) dan faktor dari luar (dukungan sosial). Pada faktor sosial ini memiliki dampak dalam kualitas hidup lansia karena dengan adanya interaksi sosial lansia merasa berguna dan mengganggap dirinya diperlakukan dengan wajar oleh masyarakat atau orang disekitarnya . Interaksi sosial sosial memiliki dampak yang kuat terhadap kualitas hidup lansia karena semakin berkurang interaksi sosial maka semakin lansia mengalami depresi. Oleh karena itu, Interaksi sosial berperan penting dalam meningkatkan kualitas hidup lansia. Semakin luas interaksi sosialnya maka akan menurun tingkat kesepian dan depresi pada lansia. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Al-qur’an Surat Yassin ayat 68 tentang lanjut usia sebagai berikut :
9ِ 9 ْل9خ9َ 9 ْل9 ا9 ي9 ِف9 ُه9س9ْ 9 ِّك9 َن9 ُن9 ُه9ر9ْ 9ِّ9 م9 َع9 ُن9ن9ْ 9 َم9و9َ Artinya: “Barangsiapa yang kami panjangkan umurnya niscaya kami kembalikan dia kepada kejadiaa(nya). Maka apakah mereka tidak memikirkan?” Arti Makna dari surat yassin ayat 68 berkaitan dengan lansia ,dimana lansia tersebut akan dikembalikan menjadi lemah seperti keadaan semula. Maka menurut peneliti dengan keadaan lemah tersebut lansia harus punya interaksi sosial yang baik dengan orang sekitar sehingga lansia merasa puas dengan hidupnya. Hal ini didukung oleh hasil studi awal yang dilakukan pada 5 orang lansia di panti griya lansia jannati pada tanggal 06/06/23. Didapatkan tiga lansia tersebut memiliki interaksi sosial yang kurang dengan teman sebelah kamarnya. Lansia tesebut juga merasa kurang puas dengan dukungan sosial yang diperoleh dari teman-temannya. Dengan adanya rasa kurang puas tersebut lansia merasa kesepian dan menyendiri sehingga lansia tersebut sering mengurung diri dikamar. Sedangkan didapatkan juga dua lansia memiliki interaksi sosial yang baik sehingga setiap hari lansia tersebut tampak ceria dan memiliki kualitas hidup yang baik juga. Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan Interaksi Sosial Dengan Kualitas Hidup Lansia Di Panti Griya Lansia Jannati” 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, Dapat diidentifikasikan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Dengan meningkatnya jumlah lansia di provinsi gorontalo dari tahun ke tahun berdampak pada masalah kesehatan, Lansia mengalami perubahan dan kemunduran baik fisik,psikologis,sosial dan spritual. Selain itu,perubahan-perubahan ini juga dapat menurunkan derajat kesehatan,pekerjaan,dan dianggap sebagai individu yang kurang mampu. Hal tersebut mengakibatkan lansia menarik diri perlahan dari hubungannya dengan masyarakat sekitar, sehingga bisa mempengaruhi interaksi sosial dan kualitas hidup lansia. 2. Studi awal yang dilakukan di panti griya lansia jannati dilakukan pada 5 orang lansia di panti griya lansia jannati pada tanggal 06/06/23. Didapatkan kelima lansia tersebut memiliki interaksi sosial yang kurang dengan teman sebelah kamarnya. Lansia tesebut juga merasa kurang puas dengan dukungan sosial yang diperoleh dari teman-temannya. Dengan adanya rasa kurang puas tersebut lansia merasa kesepian dan menyendiri sehingga lansia tersebut sering mengurung diri dikamar. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang dan identifikasi masalah diatas,Maka rumusan masalah pada penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana Interaksi Sosial Lansia Dipanti Griya Lansia Jannati 2. Bagaimana kualitas hidup lansia di panti griya lansia jannati 3. Apakah Ada Hubungan Interkasi Sosial Dengan Kualitas Hidup Lansia Di Panti Griya Lansia Jannati 1.4 Tujuan penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan Umum Dari Penelitian Ini Yaitu Untuk Mengetahui Hubungan Interaksi Sosial Dengan Kualitas Hidup Lansia Di Panti Griya Lansia Jannati 2. Tujuan Khusus dari penelitian ini yaitu : 1. Untuk Mengetahui Interaksi Sosial Pada Lansia Di Panti Griya Lansia Jannati 2. Untuk Mengetahui Kualitas Hidup Lansia Panti Griya Lansia Jannati 3. Untuk Menganalisis Hubungan Interaksi Sosial Dengan Kualitas Hidup Lansia Di Panti Griya Lansia Jannati 1.5 Manfaat Penelitian 1. Bagi panti Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi informasi kepada kapala panti dan stafnya mengenai manfaat interaksi sosial dalam upaya meningkatkan kualitas hidup pada lansia. 2. Bagi lansia Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi lansia tentang kualitas hidup lansia dalam kaitannya dengan interaksi sosial. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan adanya penellitian lebih lanjut mengenai hubungan antara interaksi sosial dengan kualitas hidup pada lansia. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Lansia 2.1.1 Definisi Lansia Lanjut usia atau biasa disebut lansia merupakan warga negara indonesia yang telah mencapai usia 60 tahun (Badan pusat statistik,2005). Menurut WHO (dalam Depkes RI,2010) Lanjut usia merupakan sebuah proses yang dapat dialami dan diukur berdasarkan kronologik,fisiologik,biologik,dan kematangan mentalnya. Departemen kesehatan republik indonesia (Depkes RI 2010) menjelaskan bahwa penuaan merupakan proses alami yang tidak bisa dihindari (Ilham, 2019) 2.1.2 Batasan Lanjut Usia Berikut ada beberapa pendapat mengenai batasan usia lansia.(Widiyawati & Sarii, 2020) a. Menurut organisasi kesehatan dunia WHO, Lansia meliputi : 1. Usia pertengahan (Middle Age) adalah kelompok usia 45-59 tahun 2. Lanjut usia atau sering di sebut lansia (Elderly) adalah kelompok usia 60- 74 tahun 3. Lansia tua (Old) adalah kelompok usia di antara 75-90 tahun 4. Usia sangat tua (Very Old) adalah kelompok di atas usia 90 tahun b. Departemen kesehatan RI mengelompokan lanjut usia sebagai berikut : 1. Pra lansia (Prasenilis) sesorang yang berusia antara 45-59 tahun 2. Lansia adalah seseorang yang berusia >60 tahun 3. Lansia resiko tinggi adalah seseorang berusia 70 tahun atau lebih. Sesorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003) 4. Lansia potensial adalah lansia yang mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa (Depkes RI, 2003) 5. Lansia tidak potensial adalah lansia yang tidak berdaya dalam mencari penghasilan, Sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang sekitar (Depkes RI, 2003) c. Menurut Prof. DR. Koeseomanto Setyonegoro, Sp. Kj., Batasan usia dewasa sampai lanjut usia di klasifikasikan menjadi : 1. Usia dewasa muda (Elderly Adulhood) usia 18 atau 20-25 tahun 2. Usia dewasa penuh (Middle Years) atau maturitas usia 25-60 atau 65 tahun 3. Lansia (Geriatric Age) usia lebih dari 65 tahun atau 70 tahun, Terbagi atas : a) Young old (usia 70-75 tahun) b) Old (usia 75-80 tahun) c) Very old (usia >80 tahun) d. Menurut Burnise (1979), Ada empat tahap lansia yaitu : 1) Young old (usia 60-69 tahun) 2) Middle age old (70-79) 3) Very old-old (usia >90 tahun)
2.1.3 Ciri-Ciri Lanjut Usia
Menurut (Kholifah, 2016) Ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut: 1. Lansia adalah masa kemunduran. Kemunduran usia lanjut datang dari faktor fisik dan faktor psikologis.Motivasi memegang peranan penting dalam kemunduran lansia. Misalnya lansia yang memiliki sedikit motivasi untuk melakukan kegiatan,maka akan mempercepat kemunduran fisik,atetapi ada juga lansia yang memiliki motivasi tinggi,maka kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama terjadi. 2. Lansia berada dalam posisi minoritas. Kondisi ini merupakan akibat dari sikap sosial yang kurang baik terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, Misalnya lansia lebih senang mempertahankan opininya maka sikap sosial dimasyarakat menjadi negatif, Ada juga lansia yang toleran terhadap orang lain sehingga sikap sosial masyarakat menjadi positif. 3. Penuaan membutuhkan perubahan peran Pembalikan peran ini dilakukan karena para lansia mulai mengalami kemunduran dalam segala hal.Atas dasar itu,perubahan harus dilakukan pada peran lansia atas dasar keinginan sendiri yang tidak didasarkan pada tekanan lingkungan. Misalnya lansia menduduki posisi sosial sebagai RW, sebaiknya masyarakat tidak memberhentiikan lansia sebagai RW berdasarkan usianya. 4. Penyesuaian yang buruk pada lansia. Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka tumbuh dengan rendah diri sehingga mereka dapat menunjukkan perilaku yang buruk. Sebagai akibat dari perlakuan yang buruk ini membuat kemampuan baradaptasi lansia memburuk. Contoh : lansia yang tinggal bersama keluarga mereka seringkali tidak dilibatkan karena dianggap pemikiran yang ketinggalan jaman, inilah yang menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan,cepat tersinggung bahkan sampai memiliki harga diri rendah. 2.1.4 Tipe Lanjut Usia Ada beberapa tipe pada lanjut usia bergantung pada karakter,pengalaman hidup,lingkungan,kondisi fisik,mental,sosial,dan ekonomi. (Nugroho, 2000 dalam buku R. Siti Maryam, dkk, 2008) Tipe tersebut dapat dibagi sebagai berikut: 1. Tipe Arif Bijaksana Kaya hikmah,pengalaman,beradaptasi dengan perubahan zaman,mempunyai kesibukan,baik hati,rendah hati,sederhana,dermawan,memenuhi undangan dan menjadi panutan. 2. Tipe Mandiri Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, Selektif dalam mencari pekerjaan,bergaul dengan teman dan memenuhi undangan 3. Konflik lahir batain menentang proses penuaan sehingga membuat mereka menjadi pemarah, tidak sabar, mudah sakit hati, sulit di layani, pengkritik, dan banyak menuntut. 4. Tipe pasrah Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa saja. 5. Tipe bingung kaget, khilangan kepribadian, asing, minder, menyesal, pasif, dan acuh takacuh. Tipe lain dari lanjut usia diantaranya adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe dependen (ketergantungan), tipe defensif (bertahan), tipe militan dan serius, tipe pemarah/frustasi (Kecewa karena kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe putus asa (Marah pada diri sendiri). Sementara itu dengan mempertimbangkan tingkat kemandirian yang di nilai dari kemampuan melakukan aktifitas sehari-hari (Indeks kemandirian KATZ), lansia dapat di bagi menjadi beberapa jenis, yaitu lansia mendiri sepenuhnya dan lansia mandiri dengan bantaun keluarga, lanjut usia mandiri dengan bantuan tidak langsung, lansia dengan bantuan dinas sosial, lansia di panti jompo, lansia di rumah sakit, dan lansia dengan masalah kesehatan jiwa. 2.1.5 Permasalahan Lansia Di Indonesia Jumlah lansia di indonesia adalah 18 juta jorang pada tahun 2014 dan diperkirakan akan terus meningkat menjadi 41 juta orang pada tahun 2035 dan lebih dari 80 juta orang pada tahun 2050. Pada tahun 2050,satu dari empat penduduk indonesia addalah penduduk lansia dan lebih mudah menemukan bayi atau anak kecil. Sedangkan pada sebaran penduduk lanjut usia tahun 2010, penduduk lanjut usia yang tinggal diperkotaan 12.380.321 (9,58%) dan pedesaan (9,97%).(Kholifah, 2016). Terdapat perbedaan yang signifikan anatara lansia yang tinggal di perkotaan dan dipedesaan.Pada tahun 2020,jumlah lansia diperkirakan akan terus meningkat yaitu sebesar 28.822.879 (11,34%),dengan sebaran lansia yang tinggal diperkotaan lebih tinggi yaitu hingga 15.714.952 (11,20%) dibandingkan mereka yang tinggal di pedesaan yaitu sebesar 13.107.927 (11,51%). Jumlah lansia yang tinggal di perkotaan semakin meningkat hal ini mungkin disebabkan oleh hampir tidak ada perbedaan antara daerah pedesaan dan perkotaan. Kebijakan pemerintahan untuk kesejahteraan sosial lanjut usia dibawah UU Kesejahteraan lansia (UU No 13 Tahun 1998) Pasal 1 Ayat 1 : Kesejahteraan adalah tatanan kehidupan dan penghidupan sosial baik material maupun spritual yang diliputi oleh rasa keselamatan,kesusilaan,dan kedamaian lajir batin yang memungkin bagi setiap warga negara untuk mengadakan pemenuhan kebutuhan jasmani,rohani,dan sosial untuk dirinya sendiri,keluarganya dan masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan tanggung jawab manusia terhadap pancasila. Ayat 2 disebutkan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) keatas. Dan mereka dibagi menjadi dua kategori yaitu lanjut usia potential (ayat 3) dam lanjut usia tidak potensial (ayat 4). Lansia potensial adlah lanjut usia yang masih bisa melakukan pekerjaan atau kegiatan yang menghasilkan barang atau jasa. Sedangkan lansia tidak potensial adalah lanjut usia yang tidak beerdaya dalam mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.Untuk lanjut usia tidak potensial (ayat 7) pemerintah dan masyarakat mengupayakan perlindungan sosial sebagai alat pelayanan agar lansia dapat mewujudkan dan menikmati taraf hidup yang layak.(Kholifah, 2016) Menurut (Ilham, 2019) bahwa pada masa lansia terdapat perubahan- perubahan fisik yang dipengaruhi oleh penurunan fungsi organ sebagai berikut. 1. Gangguan Penglihatan Gangguan pada lansia biasanya disebabkan oleh degenerasi makulas senilis,krak,glaucoma antara lain: (a) degenerasi macular senilis; (b) katarak; dan (c) glaukoma. 2. Gangguan Pendengaran a. Prebycusis adalah gangguan diskriminasi suara yang terjadi dapat menyebabkan gangguan pendengaran. Pada lanjut usia hal ini disebut prebikusis. Sekitar 40% dari populasi lanjut usia mengalami presbicusis,baik derajat ringan hingga berat. Gangguan pendengaran bisa dipantau dengan audiometer. Laki-laki cenderung lebih umum menderita prebicusis dibanding wanita. b. Gangguan komunikasi yaitu dapat timbul akibat pembiraan dalam interferensi karena terganggu oleh suara lain seperti musik,radio,televisi,atau pembicaraan lain. Sumber suara terdistorsir, misal (terminal,gedung,mesjid,bioskop) atau dari telepon dan diucapkan oleh anak-anak,orang asing atau pembicara yang berbicara terlalu cepat.Kondisi akustik ruangan yang tidak sempurna misalnya didapur,ruang makan restoran,ruang pertemuan yang berdinding mudah memantulkan suara. 3. Perubahan Komposisi Tubuh Dengan bertambahnya usia maka masa bebas lemak ( terutama terdiri atas otot) berkutang 6,3% berat badan per dekade seiring dengan penambahan massa lemak 2% per dekade, massa air mengalami penurunan sebesarc 2,5 per dekade. 4. Saluran Cerna Seiring bertambahnya usia, jumlah gigi secara bertahap berkurang karena tanggal atau ekstaksi atas indikasi tertentu. Ketidaksempurnaan gigi-geligi tentunya akan mengurangi kenyamanan makan dan membatasi makanan yang akan dimakan. 5. Hepar Hepar atau hati mengalami penurunan aliran darh sampai 35% diusia 80 tahun ke atas,maka obat-obat yang memerlukan proses metabolisme di organ ini perlu di tentukan dosisnya secara seksama agar lanjut usia terhindar dari efek samping yang tidak diinginkan. 6. Ginjal Ginjal adalah alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh melalui urine. Darah yang masuk ke ginjal disaring (unit) terkecil dari ginjal yang disebut nefron (tepatnya di glomelurus. 7. Sistem Kardiovaskuler Perubahan dijantung diamati saat jaringan kolagen meningkat,ukuran otot jantung meningkat,jumlah volume otot jantung berkurang dan jumlah air jaringan berkurang. 8. Sistem Pernafasan Kapasitas pegas dinding dada dan kekuatan otot pernapasan menurun seiring bertambahnya usia. 9. Sistem Hormonal Produksi testeron dan sperma menurun setellah usia 45 tahun tapi tidak mencapai titik nadir. Pada usia 70 tahun seorang laki-laki masih memiliki libido dan mampu melakukan kopulasi.Pada wanita, karena jumlah ovum dan oikel yang sangat rendah,maka kadar esterogen akan sangat menurun setelah manopause (usia 45-50). 2.2 Kualitas Hidup Lansia 2.2.1 Definisi kualitas hidup WHO mendefinisikan kualitad hidup sebagai persepsi terhadap kehidupan yang sedang dijalankan sesuai dengan budaya dan nilai-nilai tempat individu tersebut tinggal serta membandingkan hidupnya tersebut dengan tujuan,harapan,standar dan tujuan yang telah ditetapkan oleh individu. Pengendalian dan pencegahan penyakit (CDC) mendefinisikan kualitas hidup lebih berfokus pada persepsi individu,serta kesehatan fisik dan mental dalam kaitannya dengan resiko dan kondisi kesehatan,kondisi fungsional.dukungan sosial dan status ekonomi. Riset sastra tentang kualitas hidup menyebutkan bahwa kualitas hidup adalah suatu konsep multidimensi dinamis yang dikembangkan untuk mengetahui efek psikologis dari penyakit yang diderita mencakup aspek kesejahteraan finansial,karakteristik dan status lingkungan kesehatan masyarakat. Mendefinisikan kualitas hidup lebih sederhana,penilaian individu tentang masalah ini yaitu kesejahteraan yang berhubungan dengan kesehatan. Sedangkan menurut kualitas hidup merupakan kondisi kesehatan dinilai secara subjektif melalui pengamatan pasien/individu. Dari beberapa definisi diatas dapat diturunkan bahwa kualitas hidup adalah ukuran kesehatan subjektif secara fisik dan mental,yang snagat dipengaruhi oleh nilai –nilai lingkungan dan pengaruh budaya dan aspek-aspek sosial ekonomi setiap individu (Endarti, 2015) 2.2.2 Model kualitas hidup Model dikembangkan untuk mengeidentifikasi penyebab dari isu/masalah yang diamati. Terkait kualitas hidup,quality of life modeling dapat bermanffat sebagai panduan (arahan) penelitian dan aplikasi praktis untuk meningkatkan kualitas hidup pada populasi yang diamati secara optimal. Dalam jangka waktu 35 tahun (1965- 2000) Tillefer,Dupis,Roberge dan Le May (2003) menyebutkan ada 68 model kualitas hidup yang berkembang terutama untuk kualitas hidup berbasis kesehatan berdasarkan hasil hasil dengan tinjauan sistematis yang dilakulan oleh Bakas, et al. (2012) tiga model kualitas hidup yang paling umum ditemukan,yaitu: 1. Karakteristik Lingkungan Menurut model ini, karakteristik lingkungan mempengaruhi fungsi biologis,gejala,status fungsional,kesadaran kesehatan,kualitas hidup termasuk lingkungan fisik dan lingkungan sosial.Karakteristik lingkungan sosial adalah pengaruh individu atau sosial antara lain pengaruh teman,keluarga,dan layanan medis.(Ferrans et al.,2005) 2. Karakteristik Individu Mengenai karakteristik lingkungan,karakteristik individu sanagat menentukan fungdi biologis,gejala,status fungsional,persepsi kesehatan,dan kualitas hidup. Ciri –ciri pribadi antara lain demografi,perkembangan,psikologis,dan biologis.(Ferrans et al,. 2005) 3. Fungsi biologis Dalam model ini mengacu pada proses tindakan mempertahankan kehidupan.fungsi ini terlihat secara luas di tingkat molekular, seluler dan seluruh organ tubuh. Peningkatan fungsi berdampak langsung dan tidak langsung dengan semua komponen kesehatan, termasuk gejalah, kondisi fungsional, presepsi kesehatan dan kualitas hidup. Mengoptinalkan fungsi biologi adalah bagian dari pengobatan konfrensip (Ferrans Et Al, 2005) 4. Gejalah Model ini mendefinisikan gejalah sebagai kongnitif kondisi fisik, emosional, dan kognitif pasien. Semua gejalah dapat di ukur dengan instrumen yang sesuai, seperti skala klasifikasi nyeri punggung dikembangkan oleh Framk Leavitt dan David C. Garron pada tahun 1978 dan untuk tujuan penyaringan nyeri punggung bawa yang di sebapkan oleh aspek psikologis atau di sebapkan oleh aspek biologis 5. Status fungsional Keadaan fungsional adalah kemampuan melakukan beberapa jenis tugas. Pandangan tradisional hanya melihat keadaan fungsional dalam perspekstif kecacatan dan fokus pada hilangnya fungsi mempengaruhi kehidupan sehari- hari. Sementara dimodel Ferrans Et Al (2005) pemeriksaan status berfungsi sebagai optimalisasi fungsi-fungsi yang ada. 6. Persepsi kesehatan secara umum Persepsi yang sehat adalah penilaian tertentu oleh indifidu mengemai status kesehatan dan sering mempertimbangkan aspek yang berbeda. Penilaian menggunakan skala Likert bad (buruk). Kesimpulannya beberapa karakteristik yang dapat menyebabpkan dan menjadi penentu penilaian terhadap kualitas hidup orang itu sendiri. Hal ini menjadi suatu persepsi bagi setiap orang yang berlandasan bahwa jika memiliki kualitas hidup yang baik maka kondisi karakteristik yang muncul terhadap kondisi apapun pada orang itu juga harus baik.
2.2.3 Penggunaan kualitas hidup
Awalnya kualitas hidup digunakan sebagai ukuran dampak penyakit kronis dan pengobatannya terhadap pasien dan menggambarkan keadaan kesehatanya (Sajid Et Al., 2008) namun pada perkembangannya, penerapan kualitas hidup tidak hanya pada indifidu, tetapi juga dapat digunakan pada tingkat populasi untuk mengukur status kesehatan masyarakat. Sejauh ini disetiap survei masalah kesehatan masyarakat, pertanyaan tentang kualitas hidup menjadi salah satu fariabel yang di ukur. Pengukuran kualitas memiliki tiga keunggulan utama dalam kehidupan (IHE, 2008). Yang pertama adalah diskriminasi, dimana anda bisa terbiasa dengan kualitas hidup diferensiasi beban morbiditas antar kelompok atau entar indifidu pada satu titik waktu. Manfaat lainnya adalah efaluasi, yaitu pengukuran terhadap perubahan pada indifidu atau kelompok dalam kurun waktu tertentu. Keuntungan terakhir adalah prediksi, yaitu kemampuan memprediksi suatu keadaan dimasa depan. Peran diskriminasi dalam kualitas hidup adalah untuk mengidentifikasi ketimpangan kesehatan diberbagai daerah kelompok masyarakat. Menunjukan adanya perbedaan status kesehatan diukur dengan kualitas hidup pada kelompok yang berfariasi menurut sosial-ekonomi, demografi dan aspek status gizi. Hal itu bisa digunakan sebagai basisi persiapan perencanaan dan praktik tugas populasi tertentu. Kualitas hidup digunakan dalam fungsi evaluation sebagai indikator keberhasilan politik. Misalnya dalam kondisi setelah bencana yang berkaitan dengan evaluasi kebijakan pentelamatan pasca gempa bumi. Kualitas hidup dapat digunakan pada populasi umum, indikator penilaian sistem kesehatan terintegrasi kualitas hidup dapat ditingkatkan dengan ekonomi kesehatan, kualitas hidup dapat di aplikasikan untuk menghitung dampak ekonomi suatu penyakit (Mielck Et Al., 2014) Kengunaan kualitas hidup adalah memprediksi kebutuhan pengobatan dan perawatan. Orang dengan kualitas hidup yang rendah menghasilkan perawatan kesehatan yang tinggi. Kesimpulannya adalah pengukuran penggunaan kualitas hidup dubutuhkan bagi instansi penyedia layanan kesehatan untuk mengukur kualitas hidup klien yang dapat menjadi penunjang dalam penerapan diagnosis kesehatan.
2.2.4 Faktor-faktor Kualitas Hidup
Faktor-faktor kualitas hidup adalah sebagai berikut (WHO,2016) : 1. Kesehatan fisik (biologis) dan kemampuan fungsional adalah faktor-faktornya biologis yang berasal dari kondisi kesehatan internal tubuh individu dilihat dari seberapa baik bagian tubuh dan organ bekerja pada tubuh,sistem tubuh,dan fungsi biologis tubuh secara keseluruhan,perilaku pro kesehatan,dan lain- lain.kesehatan fisik alkan membantu individu dalam melakukan aktivitas dan fungsi sehari-hari yang meningkatkan kualitas hidup individu tersebut.individu yang mampu untuk berjalan dengan baik akan mampu beraktivitas dengan penuh dan berinteraksi dengan masyarakat sekitar sehingga mampu meningkatkan kualitas hidupnya 2. Kesehatan Psikologis, kesejateraaan dan kepuasan hidup merupakan faktor internal manusia yang menekankan pada faktor psikologis, hal ini bersifat subyektif dan melambangkan persepsi spiritual kehidupan yang dihayati individu, keyankinan psikologis, emosi positif, keterampilan kognitif, efektif dan lain-lain. Kesehatan mental membawa individu ke dalam pemikiran positif pada akhirnya, hal itu mempengaruhi penilaian bahwa dirinya memiliki kualitas hidup yang sangat baik. Misalnya, orang yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi terhadap kemampuan dirinya tidak akan mudah mengalami depresi apabila menghadapi kegagalan akan tetapi lebih meningkatkan kualitas hidup masing- masing. 3. Jejaring sosial, aktivitas dan partisipasi merupakan faktor eksternal yang berasal dari interaksi individu dengan masyarakat sekitar. Kualitas interaksi, kualitas hubungan, kualitas dan membantu individu berkembang dalam peran sosial dan meningkatkan kualitas kehidupan individu yang memiliki kualitas dan kuantitas mengalami interaksi yang baik dengan orang-orang di sekitarnya serta memiliki kepuasan hidup. Jumlah kegiatan dan partisipasi mencerminkan faktor ini. 4. Keadaan lingkungan,kondisi lingkungan dan kondisi sosial ekonomi menjadi faktor eksternal yang timbul dari lingkungan secara umum.status sosio- demografi,kondisi alam,kondisi ekonomi dan budaya yang ada dalam lingkungan yang baik dan kondusif membantu individu menciptakan sesuatu gagasan tentang kehidupan yang baik. Individu dengan keadaan tempat tinggal dan lingkungan yang baik akan mendukung kegiatan didalamnya dan menciptakan emosi dan pengaruh positif.
Dalam kaitannya dengan lansia,delapan faktor-faktor yang relevan untuk
kualitas hidup lansia yang hidup dalam panti wreda,delapan faktor ini adalah: 1. Demografi: statistik yang mengubah gaya hidup seseorang,seperti kelahiran,kematian,total pendapatan,dan jumlah penyakit. Statistik itu memiliki peran untu membuat gaya hidup baik fisik dampak psikologis pada kualitas hidup. Jumlah yang besar pada hal-hal positif membantu meningkatkan kualitas hidup,sebaliknya banyak hal negatif yang berkurang dari kualitas hidup. 2. Situasi sosio-ekonomi: adalah suatu kondisi status ekonomi dan sosial individu,membandingkannya dengan sosial masyarakat tempat individu tersebut tinggal.kondisi sosial ekonomi mempengaruhi kualitas interaksi sosial dan kemampuan seseorang untuk mengkonsumsi,status sosial, dan ekonomi yang tinggi membantu menciptakan rasa kepuasan dalam diri seseorang mempengaruhi kualitas hidup mereka secara keseluruhan. 3. Kesehatan fisik: menunjukan keadaan fungsional tubuh daik dari bagian terkecil sampai fungsi tubuh secara keseluruhan dalam beraktivitas. Aktivitas yang lengkap dan berkualitas dapat menimbulkan perasaan senang dan kepuasan hidup dan berdampak pada kualitas hidup. 4. Kesehatan psikologis: keadaan fungsional jiwa manusia,yaitu dimensi kognitif,afektif,konatif,dan psikologis. Kemampuan psikologis yang baik sangat membantu menciptakann emosi positif merupakan inti kualitas hidup. 5. Jejaring sosial: kualitas interaksi individu dengan individu lain. Individu dengan interkasi yang berkualitas dengan masyarakat sekitar menerima dukungan sosial menciptakan emosi positif untuk meningkatkan kualitas hidup. 6. Gaya hidup dan aktivitas: kecenderungan individu dalam perilaku dan memposisikan diri dalam lingkungan sosial.kualitas hidup akan lebih tinggi mudah dicapai jika pola hidup individu seuai dengan pola hidup hidup lingkungan sekitar tempat individu tersebut tinggal. 7. Kejadian hidup traumatik: misalnya kematian pasangan dan anak.krmatian yang yang dicintai menciptakan perasaan negatif seperti depresi akan berdampak pada kualitas hidup. 8. Perawatan: Kualitas perawatan yang diberikan kepada orang tersebut. Kualitas perawatan yang diberikan oleh lebaga sosial mempengaruhi kualitas hidup secara langsung atau tidak langsung. Kesimpulannya beberapa faktor ini dapat menjadi evaluasi bagi seitap orang yang mengalami gangguan kualitas hidup dan dapat menjadi referensi bagi tenaga kesehatan untuk mengkaji klien dari segi kualitas hidup hidup.
2.2.5 Indikator kualitas hidup
Kualitas hidup seperti yang dijelaskan sebelumnya,adalah konsepnya yang kompleks dan multidimensional,sehingga menajdi indikator konsep kualitas hidup itu sendiri berbeda-beda tergantung pada tujuan dan subjek penelitian.(Kiling & Kiling- Bunga, 2019) yang membahas kualitas hidup individu yang menderita infertilitas (ketidakmampuan dalam berpredoksi) menekankan salah satu indikator penting dari kualitas hidup yang tinggi adalah penerimaan diri dan persepsi positif dari keluarga yang tidak memiliki anak kandung.ragam indikator kualitas hidup juga tercermin dari hasil studi. Pentingnya peningkatan kualitas hidup terutama terlihat melalui fungsi fisiologis dan psikososial tubuh pada anak dengan penyakit hati. Salah satu indikator sosial kualitas hidup yanng mendapat perhatian paling besar baru-baru ini adalah kebahagiaan telah menjadi fokus ilmu-ilmu sosial,psikologis,gerontologi,bahkan mengembangkan skla SF-36 adalah salah satu kuesioner psikologis paling terkenal untuk mengukur kualitas hidup. Definisi WHO tentang kualitas hidup dianggap terlalu berorientasi kepada indikator-indikator dari tiga faktor lainnya yakni kesehatan fisional kesehatan psikologis,dan keadaan lingkungan.indikator dari faktor kualitas hidup jejaring sosial dalam variabel kualitas hidup yaitu: 1. Proposi interaksi dengan tetangga sekitar 2. Proposi interaksi dengan teman-teman dekat 3. Proposi merasa sendirian atau terisolasi 4. Durasi interaksi dengan sanak saudara,dan 5. Bantuan informal( non-keuangan) yang diterima dari keluarga.
2.2.6 Pengukuran kualitas hidup
Petumbuhan kualitas hidup telah menyebabkan pengembangan alat kualitas hidup. Sejauh ini ada sekitar 1000 alat untuk mengukur kualitas hidup. Mulai dari kualitas hidup yang sangat spesifik untuk beberapa penyakit tertentu hingga instrumen yang sifatnya generik yang dapat digunakan dalam segala kondisi. Instrumen kualitas hiduo generik digunakan di populasi umum tidak heterogen dalam hal itu ada berbagai jenis kelompok/individu dengan kategori penyakit berbeda. Beberapa aspek kesehatan yang diukur dengan alat ini. Kualitas hidup juga berfungsi untuk penelitian kebijakan kesehatan karena itu mengukur dampak penyakit pada kesehatan mental dan dungsi sosial (Sajid et al.,2008). Dengan alat ini dapat membandingkan kualitas hasil hidup dengan populasi lain atau dengan populasi umum. Selama beberapa dekade terakhir,mengukur kualitas hidup telah menjadi kunci untuk mengevaluasi pasien dan klien,serta memprediksi hasil pengobatan yang diberikan kepada mereka,dan saat ini,ukuran kualitas hidup yang dapat dibagi menjadi dua kategori utama yaitu: 1. Instrumen generik (general), mengukur kualitas hidup sebagai sebuah konsep multidimensi dengan dimensi budaya,dimensi sosial,dan dimensi psikologis,serta aspek kesehatan fisiologis yang terkandung didalamnya popu;asi umum,salah satunya bentuk paling terkenal adlah kuesioner WHOQOL-100. Kesimpulannya pengukuran kualitas hidup sangat penting bagi orang yang menglami gangguan terhadap kualitas hidupnya terlebih yang tenaga kesehatan yang ingin melakukan pengkajian terhadap klien sangat berguna dalam penunjang diagnosis kesehatan.
2.3 Interaksi sosial
2.3.1 Definisi interaksi sosial Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik antara orang-orang dimana interaksi sosial secara positif dapat mempengaruhi kualitas hidup karena interaksi sosial tidak menyebabkan kesepian.
Interkasi sosial adalah hubungan antara individu dengan individu,individu
dapat mempengaruhi individu lain dan sebaliknya sampai mereka melakukannya ada hbungan timbal balik. Interaksi sosial adalah hubungan sosial yang saling mempengaruhi antar individu lain yag muncuul dalam masyarakat yang bertahan seumur hidupnya. Kesimpulan dari deifnisi diatas,interaksi sosial adalah hubungan antara dua orang atau lebih dalam bentuk komunikasi atau kontak sosial yang menghasilkan saling menjawab.
2.3.2 Jenis-jenis interaksi sosial
Menurut (Jenita Doli Tine Donsu, 2017) menjelaskan interaksi sosial dibagi menjadi tiga antara lain; 1. Individu dengan Individu Suatu hubungan yang terjalin antara satu orang dengan orang lain. Interaksi dapat terjadi ketika dua orang bertemu,meskipun tidak ada tindakan yang terjadi dalam interaksi ini 2. Individu dengan kelompok Suatu hubungan yang terjadi antara seseorang dan suatu kelompok lain interaksi ini memiliki bentuk yang berbeda sesuai dengan keadaan. 3. Kelompok dengan kelompok Sebuah hubungan yang ada sebagai unit dari beberapa kelompok dan bukan atas kemauan pribadi. Kelompok ini mencakup oelaku dengan jumlah lebih dari satu dan ada komunikasi diantara pelaku. 2.3.3 Bentuk- bentuk interaksi sosial Menurut (Jenita Doli Tine Donsu, 2017) terdapat enam bentuk interaksi sosial sebagai berikut; 1. Kerja sama Salah satu bentuk interaksi sosial yang paling penting. Kerja sama adalah satu kerja bersama anter individu dengan invidu atau antar kelompok secara beruntun untuk mencapai tujuan bersama. Namun, kerja sama juga bisa bersifat agresif apabila kelompok mengalami kekecewaan dan perasaan tidak puas. 2. Persaingan Ini adalah proses sosial dimana individu atau kelompok orang bersaing dalam bidang kehidupan dan berjuang untuk keuntungan dalam jangka waktu tertentu menjadi fokus perhatian umum dengan cara menarik perhatian publik. 3. Pertentangan Suatu proses sosial ketika individu atau kelompok berusaha mewujudkan dirinya dengan cara untuk menantang pihak lawan dengan ancaman atau kekerasan. Konflik itu sendiri dapat muncul karena berbagai faktor. Faktor penyebab konflik antara lain perbedaan individu seperti,perbedaan budaya,perbedaan kepentingan,perubahan sosial. 4. Akomodasi atau penyesuaian diri Akomodasi atau penyesuaian diri dipahami sebagai sarana untuk menyelesaikan konflik tanpa menghancurkan pihak lawan agar pihak lawan tidak kehilangan kepribadiannya. Akomodasi dibuat untuk mengurangi konflik,mencegah pecahnya konflik,memungkinkan kerja sama dan mencari pembubaran diantara kelompok-kelompok sosial. 5. Asimilasi Suatu proses sosial tingkat tinggi yang ditandai dengan upaya untuk mengurangi perbedaan-perbedaan yang ada diantara orang-orang atau kelompok manusia. 6. Kontraversi Merupakan bentuk proses sosial selain persaingann dan konflik. Bentuk umum dari konflik termasuk penolakan,keenggangan,perlawanan,halangan,pr otes,perilaku kekerasan,agitasi,penyangkalan dan kebingungan dari pihak lain. 2.3.4 Faktor-faktor mempengaruhi interaksi sosial Hubungann sosial terjadi ketika ada stimulus dan respon. Artinya, masing- masing pihak memahami pesan yang disampaikan dan saling menanggapi. Interaksi sosial tidak akan terjadi tanpa adanya faktor-faktor yang mempengaruhi. Untuk faktor ini pengaruh terhadap interaksi sosial sebagai berikut: 1. Latar belakang budaya Dimana interaksi sosial akan terbentuk dari kondisi mental seseorang melalui kebiasaan memiliki banyak latar belakang budaya yang sama dengan orang lain,itu akan membuat imteraksi menjadi lebih kuat. 2. Ikatan dengan kelompok grup Dimana nilai-nilai yang dianut oleh suatu kelompok memiliki pengaruh yang besar dalam bagaimana mereka berinteraksi. 3. Pendidikan Semakin tinggi tingkat pendidikan,semakin kompleks sudut pandang dalam menyikapi komunikasi yang disampaikan. 4. Status fisik,mental dan emosional Kondisi ini sangat mempengaruhi kemampuan individu dalam beerinteraksi sosial,adanya penyakit atau tekanan fisik yang ditimbulkan oleh penurunan minat individu melakukan hubungan sosial dengan orang lain. 2.3.5 Akibat interaksi sosial Interaksi sosial dapat berdampak positif pada kualitas hidup karena dengan interaksi sosial lansia tidak merasa kesepian.oleh karena itu,interaksi sosial harus dipelihara dan dikembangkan dalam kelompok lansia. Kemampuan lansia untuk tetap menjalin interaksi sosial sangat penting mempertahankan status sosialnya sesuai dengan kemampuannya mensosialisasikan. Menurut Eahmianti, (2008) dosebutkan bahwa interaksi sosial yang baik memungkinkan lansia memiliki perasaan untuk mendapatkan sesuatu kelompok sehingga dapat berbagi cerita,minat,perhatian,dan dapat melakukan aktivitas kreatif bersama dan inovatif. 2.4 Penelitian yang relevan No Judul Metode Hasil 1. Hubungan intraksi Instrumen penelitian adalah alat Berdasarkan dari sosial dengan yang digunakan untuk hasil penelitan kualitas hidup mengumpulkan penelitian ini terdapat hubungan lansia di UPT instrumen variabel interaksi sosial antara interaksi Pelayanan sosial yang terdiri dari 20 pertanyaan. sosial dengan lanjut usia dinas Kuesioner kualitas hidup yang kualitas hidup lansia sosial binjai terdiri dari 26 pertanyaan yang dengan nilai p<0,05 provinsi sumatra diadopsi dari penelitian vontana. Uji utara yang digunakan adalah uji spearman rank 2. Hubungan interaksi Metode penelitian dalam penelitian Berdasarkan hasil sosial dengan ini menggunakan korelasi dengan menunjukan terdapat kualitas hidup pendekatan cross sectional. hubungan yang lansia Di RPSTW Instrumen penelitian menggunakan signifikan antara ciparay kuesioner interaksi sosial dan interaksi sosial WHOQOL-BREFF untuk kualitas dengan kualitas hidup. Analisa data menggunakan hidup lansia 0,000 rumus chi-square (p<0,05) Berdasarkan penjelasan dari kedua jurnal penelitiian yang relevan dimana kedua penelitian sama-sama meneliti mengenai interaksi sosial dan kualitas hidup pada lansia, Kedua penelitian tersebut menggunakan metode kuantitatif serta populasi yang sama yaitu lansia dan menggunakan instrument yang sama yaitu kuisioner. Hal ini sama seperti yang akan diteliti oleh peneliti, Namun perbedaan pada penelitian yang akan diilakukan lebih merujuk pada 2.5 Kerangka Konsep Penelitian
Lansia
Interaksi Sosial Kualitas Hidup
1. Latar belakang 1. Fisik
2. Psikolog 2. Ikatan dengan 3. Sosial kelompok 4. lingkunga 3. Pendidikan n 4. Status fisik, mental, & emosional
Hubungan 2.6 Hipotesis Adanya hubungan interaksi sosial dan kualitas hidup lansia di panti griya lansia jannati