Anda di halaman 1dari 30

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYESUAIAN DIRI LANSIA TERHADAP

KEMATIAN PASANGAN HIDUP DI YAYASAN KARYA LUHUR BINA KASIH


MEDOKAN SEMAMPIR SURABAYA

LULUK MAUFIROH

1714201013

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAJAPAHIT


MOJOKERTO
2021
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Usia lanjut adalah suatu proses yang tidak dapat dihindari oleh manusia. Dan untuk

saat ini pelayanan kesehatan meningkat dan begitu juga lansia yang mempunyai pasangan

hidup juga meningkat. Lansia cenderung mempunyai segala penyakit merasa cepat

capek,stamina menurun yang dapat menyebabkan kematian. Maka dari itu lansia yang

sebelumnya mempunyai pasangan bisa kehilangan pasangannya. Walaupun tidak

sepenuhnya benar namun seiring bertambahnya usia, lansia memang mengalami

beberapa penurunan fungsi fisik yang menjadikannya semakin rentan terhadap penyakit

penyakit kronis. Pengalaman akan kematian orang lain terutama orang terdekat atau

keluarga mampu menimbulkan trauma dan akan mempengaruhi perspektif individu

terhadap kematian. Oleh karena itu kematian pasangan hidup merupakan peristiwa

yang paling sulit untuk dihadapi sehingga sulit juga untuk melakukan penyesuain

diri.

Menurut data pemerintah, hingga kini jumlah lansia mencapai 18 juta jiwa dan

diperkirakan akan meningkat menjadi 41 juta jiwa di tahun 2035 serta lebih dari 80 juta

jiwa ditahun 2050. Salah satu penyebab kesepian pada lansia disebabkan karena

ditinggal mati oleh pasangannya. Menurut data kementrian RI di Indonesia yang

ditinggal mati oleh pasangannnya laki-laki 15,04% dan perempuan 56,045% dan

provinsi terbanyak adalah jawa tengah 13,4% dan lansia tersedikit adalah papua

2,8% (SP Lestari,2019).

Jadi sangat diperlukan penyesuain diri yang baik oleh lansia untuk memenuhi

tugas perkembangan tersebut. Walaupun tidak sepenuhnya benar namun seiring


bertambahnya usia, lansia memang mengalami beberapa penurunan fungsi fisik yang

menjadikannya semakin rentan terhadap penyakit penyakit kronis. Penurunan fungsi

fisik dan penyakit yang diderita kemudian menyebabkan lansia membutuhkan orang

lain untuk membantunya melakukan aktivitas kehidupan sehari hari. Perubahan

mental dan emosional pada lansia yang ditinggal mati oleh pasangannya hidupnya

dapat menyebabkan penyesuaian diri yang tidak baik. Pada saat lanjut usia terdapat

berbagai permasalahan yang dihadapi oleh lansia seperti terjadinya berbagai

kemunduran fisik, psikologis, kognitif, depresi dan cemas sebagainya yang tentu

memerlukan penyesuaian bagi lansia untuk menjalani peran baru tersebut. Proses

penyesuaian diri pada setiap lansia pun juga berlangsung secara berbeda-beda dalam

menghadapi berbagai kemunduran diri serta masalah yang muncul dalam sehari-

hari. Salah satu masalah yang cukup penting yang harus dihadapi lansia adalah

kehilangan pasangan hidup. (Syaiful Fadhlan A,2019).

Kehidupan pada lansia setelah ditinggal mati oleh pasangannya hidupnya memiliki

dinamika tersendiri, Seorang lansia yang dimana pada umur tersebut seseorang mulai

mengalami kemunduran diri dan setiap lansia mempunyai proses yang berbeda-beda

dalam menghadapi penyesuian diri. Hal itu dimungkinkan akan mempengaruhi

kehidupan lansia setelah ditinggal mati oleh pasangannya. Faktor lain yang dapat

menentukan kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap hilangnya pasangan

lingkungan tempat tinggal dan lama nya waktu ditinggal pasanggannya. Semakin lama

waktu ditinggalkan pasangannya maka penyesuain diri yang dilakukan akan semakin

baik, karena seiring dengan berjalannya waktu, seseorang akan dapat menerima kematian

pasangan hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru tanpa pasangan
hidupnya. Mungkin proses ini tidak mudah dan membutuhkan kesabaran dari berbagai

pihak, namun dapat sangat membantu lansia yang kehilangan pasangan terhindar dari

depresi yang berlarut-larut sepeninggal pasangannya. Melihat berbagai masalah yang

terjadi pada lansia yang ditinggal mati pasangan hidupnya, peniliti ingin meneliti lebih

lanjut mengenai penyesuain diri lansia yang ditinggal mati oleh pasangannya.

Berdasarkan hal tersebut diatas,maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang ’’ FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYESUAIAN DIRI

LANSIA TERHADAP KEMATIAN PASANGAN HIDUP’’.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka rumusan masalah penelitian ini sebagai

berikut : ‘’FAKTOR APA SAJA YANG MEMPENGARUHI PENYESUAIAN DIRI

LANSIA TERHADAP KEMATIAN PASANGAN HIDUP?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Tujuan penelitan ini adalah untuk mengetahui FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PENYESUAIAN DIRI LANSIA TERHADAP KEMATIAN PASANGAN HIDUP

Tujuan Khusus

a) Mengindentifikasi kecemasan terhadap lansia yang ditnggal mati pasangan hidup di

Yayasan Karya Luhur Bina Kasih Medokan Semampir Surabaya.

b) Mengindentifikasi depresi terhadap lansia yang ditnggal mati pasangan hidup di Yayasan

Karya Luhur Bina Kasih Medokan Semampir Surabaya.

c) Menganalisis kecemasan terhadap penyesuaian diri.

d) Menganalisis depresi terhadap penyesuain diri.


D. Manfaat Penelitian

Manfaat Teoritis

a) Bagi Institusi Ilmu Keperawatan

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sarana dalam memberikan dan meningkatkan

pelayanan keperawatan dalam penyesuian diri lansia yang ditinggal mati oleh pasangan.

b) Bagi Responden

Diharapkan responden bisa mengatasi penyesuaian diri nya setelah ditinggal mati oleh

pasangannya.

c) Bagi Tempat Penelitian

Diharapkan dapat memberikan informasi dan manfaat bagi tempat penelitian yaitu

masukan agar lansia dapat mengatasi masalah terjadinya penyesuaian diri setelah

ditinggal meninggal oleh pasangannya.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORI

a. DEFINISI

Menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah seseorang yang

telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada

manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok

yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging

Process atau proses penuaan. Lanjut usia merupakan perkembangan dalam

periode dewasa akhir. Beberapa ahli perkembangan membedakan dewasa akhir

ini menjadi dua, yaitu tua awal (65-74 tahun), tua menengah atau lanjut usia 75

tahun lebih.

2. Tugas Perkembangan Lansia

Havighurst menyebutkan tugas-tugas perkembangan usia lanjut adalah sebagai

berikut:

a) Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan.

b) Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya pendapatan

(income) keluarga.

c) Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup.

d) Membentuk hubungan dengan orang-orang yang seusia.

e) Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan, dan menyesuaikan

diri dengan peran sosial secara luwes.


3.Teori-Teori Penuaan

Teori-teori mengenai penuaan banyak disampaikan oleh ahli perkembangan

diantaranya adalah mengenai teori-teori sosial mengenai penuaan .

a) Teori aktivitas (activity theory)

Teori ini mengemukakan bahwa semakin lansia melakukan banyak aktivitas

dan terlibat dalam kegiatan-kegiatan , maka semakin kecil kemungkinan lansia

tersebut menjadi renta dan semakin besar pula kemungkinannya merasa puas

dengan kehidupannya. Individu harus terus meneruskan peran-peran dan tugas

perkembangan selanjutnya dan memelihara hubungan social yang baik.

b) Teori rekonstruksi gangguan social (social breakdown-reconstruction theory)

c) Rekonstruksi sosial terjadi dengan mengubah pandangan dunia sosial dari

orang-orang lansia dan menyediakan sistem yang mendukung para lansia.

Menurut teori ini, gangguan sosial dimulai dari pandangan dunia sosial dari

pandagan dunia sosial yang negatif mengakibatkan identifikasi dan pemberian

label untuk seseorang sebagai individu yang tidak mampu. Rekonstruksi sosial

dapat mengembalikan gangguan sosial.

Teori aktivitas dan teori rekonstruksi gangguan sosial menunjukkan kapasitas

dan kompetensi lansia jauh lebih tinggi daripada pengakuan masyarakat masa

lampau.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas,dapat disimpulkan yang dimaksud lansia

adalah seseorang yang berumur 60 sampai akhir kehidupan seseorang atau

meninggalnya seseorang dimana pada rentang usia ini seseorang mengalami


kemunduran baik secara fisik maupun mental sehingga pada tahap ini seseorang

harus melakukan penyeseuian diri karena kemeunduran yang ia alami. Lansia

yang dapat menyesuaikan diri terhadap berbagai kemunduran yang ia alami

ditandai dengan adanya aktivitas yang kontinyu.

4. Perubahan yang terjadi pada lansia

a. Perubahan fisik

 Sistem indra

Adanya gangguan pada pendengaran terutama pada telinga.

 Sistem intergumen

Pada lansia kulit akan menjadi kendor, berkerut, dan kulit menjadi tipis dan berbecak

dikarenakan kekurangan cairan.

 Sistem reproduksi

Perubahan reproduksi lansia biasanya ditandai dengan menciut nya ovary dan uterus.

Tetapi pada lelaki testi masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun ada

penurunan secara berangsur-angsur.

b. Perubahan kognitif

 Memory

 Kemampuan pemahaman

 Pemecahan masalah

c. Perubahan mental

 Gangguan syaraf pada panca indra menyebabkan kebutaan dan ketulian.

 Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan atau pekerjaan


 Kehilangan hubungan dengan teman atau keluarga.

d. Perubahan spiritual

 Lansia akan semakin matang untuk kehidupan keagamaan nya,hal ini terlihat dalam

berfikir dan tindakan sehari hari

e. Perubahan psikososial

 Kesepian

Terjadi ketika pasangan hidup atau teman terdekat nya meninggal dunia.

 Duka cita

Meninggalnya pasangan hidup atau teman terdekat dapat meruntuhkan pertahanan

jiwa. Dan dapat memicu terjadinya gangguan fisik dan kesehatan.

 Depresi

Duka cita yang mendalam atau berkelanjutan biasanya akan menimbulkan perasaan

kosong.depresi juga disebabkan karena stres dan menurunnya kemampuan

beradaptasi.

B.KONSEP PENYESUAIAN

1.Pengertian Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri diperlukan dalam menghadapi masalah dalam hidup.

Mendefinisikan penyesuaian diri adalah proses intekrasi yang berkelanjutan

terhadap diri sendiri, orang lain, serta dunia sekitar. Penyesuaian diri dapat dilakukan

dengan mengubah tingkah laku sampai ditemukan reaksi yang tepat, sehingga

masalah dapat diselesaikan.


Ahli-ahli psikologi humanistik seperti Abraham Maslow dan Carl Rogers

mengatakan bahwa penyesuaian yang baik adalah aktualisasi diri, yakni

seseorang mampu mengembangkan potensi unik menjadi suatu realisasi yang

penuh, oleh karena itu diperlukan konsep diri yang luas dan fleksibel.

Penyesuaian diri merupakan suatu proses yang dialami individu dalam usaha

melakukan keseimbangan fisiologis dan psikologis serta mendorong dirinya

menuju peningkatan diri . Hal tersebut didukung oleh ahli psikologi eksistensial

yang menyamankan penyesuaian diri yang baik dengan realisasi potensi diri.

Penyesuaian diri diperlukan untuk menghadapi perubahan dalam

perkembangan dan lingkungan tempat individu hidup. Keberhasilan penyesuaian

diri memungkinkan terjadinya keberhasilan menghadapi perubahan perkembangan

selanjutnya.

Penyesuaian diri dan keseimbangan akan dapat dicapai bila seseorang dapat

memadukan keinginan dan pengharapannya dengan apa yang ia lihat dan

dialaminya sehingga seseorang dapat mengubah keinginan ataupun persepsinya.

Keseimbangan akan terwujud bila orang tersebut memperoleh apa yang

diinginkannya dan menginginkan apa yang diperolehnya.

Individu dalam kehidupannya akan mencapai tahap dimana individi menikah

atau berpasangan dengan orang lain. Pada waktu tertentu, individu juga akan

mencapai tahap kehilangan pasangannya. Penyesuaian diri terhadap hilangnya

pasangan hidup merupakan proses penerimaan secara sadar dari individu terhadap

lingkungan, baik secara fisik, psikis, maupun sosial sesuai dengan kondisi yang
dimiliki dan membutuhkan perhatian dan pengertian dari lingkungannya karena

hal-hal negatif dapat terjadi pada seseorang yang kehilangan pasangan hidup,

antara lain: menjadi sangat perasa dan banyak menuntut pada orang-orang

disekitarnya. Perhatian dan pengertian dari lingkungan tempat individu berada

dapat mmbantu individu tersebut dalam mengatasi perasaan sedih, perasaan kesepian,

bahkan stress yang dapat muncul akibat hilangnya pasangan hidup .

2. Aspek-Aspek Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penyesuaian diri yang

baik dan penyesuaian diri yang buruk. Mengemukakan kriteria-kriteria

penyesuaian diri.Kriteria-kriteria tersebut adalah sebagai berikut:

a. Kepuasaan psikis

Penyesuaian diri yang baika akan menimbulkan kepuasan psikis sehingga

menimbulkan kebahagiaan, yang tampak dengan tidak terdapatnya perasaan

kecewa, gelisah, lesu, depresi, dan tidak bersemangat.

b. Efisiensi kerja

Penyesuaian diri yang baik akan tampak dalam kerja atau kegiatan yang

efisien. Aktivitas yang dilakukan,merupakan aktivitas yang berdasrkan minat yang

kuat dan mampu menikmatinya, sehingga mampu menciptakan produktivitas yang

stabil bahkan cenderung meningkat.

c. Gejala fisik
Penyesuaian diri yang baik akan memunculkan gejala fisik yang postif dan

sehat, tidak mudah sakit kepala ataupun perut, tidak mengalami gangguan

pencernaan, dan gejala fisik yang positif lainnya.

d. Penerimaan sosial

Penyesuaian diri yang baik akan menimbulkan reaksi setuju dari masyarakat

sehingga akan tampak adanya dukungan sosial. Individu mampu berpartisipasi

dalam kegiatan kemasyarakatan,dan membangun relasi yang baik dengan orang

lain.

3.Faktor-Faktor Yang Mempengatuhi Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri merupakan suatu proses mental dan tingkah laku yang

mendorong seseorang untuk melakukan reaksi terhadap kejadian-kejadian dalam

kehidupan. Reaksi yang dilakukan sesuai dengan keinginan yang berasal dari dalam

diri dan dapat diterima oleh lingkungannya. Kemampuan penyesuaian diri antara

individu satu dengan yang lain dapat berbeda-beda tingkatnya. Menyebutkan

faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam menyesuaikan

diri antara lain:

a. Keadaan fisik dan faktor genetik yang diturunkan meliputi: persyarafan, kelenjar,

otot-otot, serta kesehatan dan penyakit menurun.

b. Perkembangan kematangan, khususnya kematangan intelektual, sosial, dan emosi.

c. Faktor psikologis meliputi: pengalaman belajar, frustasi, konflik.

d. Kondisi lingkungan meliputi: rumah, keluarga, lingkungan, pergaulan.


e. Faktor kebudayaan yang berlaku dirumah, keluarga, lingkungan, pergaulan.

Faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri lebih banyak berasal dari internal

individu yang bersangkutan seperti:

e) Frustasi (tekanan terhadap perasaan)

b) Konflik (pertentangan batin)

c) Kecemasan

Penyesuaian diri secara terus menerus diupayakan oleh setiap individu untuk

mencapai keseimbangan hidup setelah mengalami perubahan, salah satunya adalah

penyesuaian diri terhadap hilangnya pasangan hidup. Faktor-faktor yang

mempengaruhi penyesuaian diri terhadap hilangnya pasangan hidup antara lain

adalah sebagai berikut:

a. Lamanya ditinggalkan pasangan hidup

Lamanya ditinggalkan pasangan hidup merupakan faktor yang mempengaruhi

penyesuain diri terhadap hilangnya pasangan hidup terlebih yang sangat dicintai

karena akan meninggalkan duka cita. Fase duka cita adalah terkejut, putus asa, dan

pulih kembali. Fase pertama, terkejut, orang yang ditinggalkan akan merasa

terkejut, tidak percaya, dan emosi, serta menolak, sehingga akan mebuatnya sering

menangis, atau bahkan mudah marah dan tersinggung. Fase ini biasanya terjadi

pada 1-3 hari setelah kematian orang yang disayangi. Fase kedua, putus asa,

ditandai dengan perasaan sakit yang berkepanjangan atas kematian, kesedihan,

kegelisahan. Fase putus asa ini dapat terjadi beberapa minggu saja, tetapi ada

yang mengalami 1-2 tahun setelah kematian. Fase ketiga, pulih kembali, biasanya
terjadi setelah 1 tahun setelah kematian. Fase pulih kembali diiringi dengan

penerimaan dan meningkatnya aktivitas kembali sehingga semakin waktu

berjalan, diharapkan seseorang yang kehilangan pasangan hidup dapat

menyesuaikan diri kembali.

b. Tempat tinggal atau lingkungan

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri

karena lingkungan memberikan batsan-batasan terhadap individu yang ada

didalamnya. Individu menyesuaikan diri dengan cara-cara yang dapat diterima oleh

lingkungannya, sehingga dukungan dan penerimaan sosial turut membantu lansia

dalam menyesuaikan diri terhadap hilangnya pasangan hidup.

Dari beberapa uraian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa penyesuaian

diri dipengaruhi oleh faktor internal berupa faktor fisik, psikis, dan kognitif serta

faktor eksternal berupa kondisi lingkungan sekitar individu, rumah, keluarga,

lingkungan pergaulan, dan kebudayaan yang berlaku didalamnya. Penyesuaian diri

terhadap hilangnya pasangan hidup dipengaruhi oleh lamanya ditinggalkan pasangan

hidup, dan lingkungan tempat tinggal.

4.Ciri-Ciri Penyesuaian Yang Baik

Penyesuaian diri yang efektif dapat memberikan pengaruh yang positif, seperti

tercapainya kepuasaan hidup dan tujuan hidup. Individu dapat mencapai

kesejahteraan psikologis yang diinginkan. Penyesuaian diri yang efekif menjadi

tanda adanya kemampuan individu dalam menyesuaikan diri terhadap apa yang

sedang dihadapinya.
Ciri-ciri individu yang dapat menyesuiakan diri degan baik yaitu:

a. Memperlakukan orang lain sebagai individu

b. Bekerja dengan kemampuan penuh

c. Produktif dalam masyarakat

d. Mampu menikmati banyak hal

e. Mampu memecahkan masalah internal dan eksternal

f. Mengenal dengan baik, memahami dan menerima orang lain

g. Melakukan aktivitas yang sesuai minatnya

h. Emosi yang dimiliki stabil

i. Rasa ingin tahu terhadap banyak hal cukup besar

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan yang dimaksud dengan

penyesuaian diri merupakan proses tercapainya keseimbangan antara apa yang

diinginkan individu dan harapanny dengan apa yang dilihat dan dialami individu.

Penyesuaian diri merupakan proses yang berkelnajutan antara diri sendiri, orang lain,

dan dunia sekitar. Penyesuaian diri dilakukan untuk menghadapai perubaha dalam

perkembangan lingkungan. Penyesuaian diri yang baik ditandai dengan adanya

indikasi sebagai berikut:

a) Kepuasaan psikis

b) Efisiensi kerja

c) Gejala fisik

d) Penerimaan sosial

Lingkungan tempat tinggal lansia sangat beragam. Lansia dapat tinggal

dirumahnya sendiri, atau tinggal bersama keluarga sehingga ada yang mengawasi dan
memenhi kebutuhannya karena lansia sangat membutuhkan perhatian dan dukungan

dari keluarga sebagai tempat bergatung yang terdekat. Hubungan yang baik diantara

semua anggota keluarga merupakan suatu kebahagiaan yang besar bagi lansia.

Lansia juga dapat memilih tinggal di panti sosial karena alasan-alasan tertentu.

Penelitian ini mengambil lansia yang tinggal dirumah sendiri bersama keluarga
LANSIA
sebagai subjek penelitian.

Perubahan pada lansia

B.KERANGKA KONSEPTUAL
Faktor-faktor yang
mempengaruhi
penyesuain diri
terhadap hilangnya
pasanganPerubahan
hidup: pada lansia

1.kondisi ekonomi

2.lama ditinggalnya
Fisik
pasangan hidupKognitif Psikososial

3.tempat tinggal
1.Sistematau linkungan1.Daya Pensiun
persyarafan ingat
menurun
2.Sistem
Merasa sadar
Merasa sadar
akan kematian

Kehilagan
pasangan hidup

Penyesuain diri aspek-


Faktor-faktor yang
aspek:
mempengaruhi
penyesuain diri 1.Kepuasan psikis
terhadap hilangnya 2.Efisiensi kerja
pasangan hidup: 3.Gejala fisik
4.Penerimaan sosial
1.kondisi ekonomi

2.lama ditinggalnya
pasangan hidup

3.tempat tinggal
atau linkungan
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Bangun Penelitian


Dalam penelitian ini menggunakan rancangan penelitian metode kuantitatif.

Pengertian kuantitatif yaitu dimana metode penelitian seperti ini digunakan untuk

meneliti populasi atau sampel tertentu dengan berlandaskan filsafat positivisme.

Penelitian kuantitatif ini bersifat statistik. Sugiyono (2017) . Dan dalam penelitian

kuantitatif ini dilakukan cara dengan menguji hipotesis yang ditetapkan. Pengumpulan

data dalam penelitian ini dengan membagikan kertas kuesioner kepada responden

dengan jumlah yang sudah ditentukan. Metode yang digunakan dalam penilitian ini

adalah data yang diambil dengan pengisian pertanyaan yang berkaitan pengaruh

penyesuain diri lansia yang ditinggal mati pasangannya.

B. Frame Work

Populasi: Lansia Yayasan Karya Luhur Bina

Kasih Medokan Semampir Surabaya


Populasi target 20 responden

Jumlah populasi 102


Pengumpulan data: Kuesioner,
dokumentasi.

Variabel independen Variabel dependent

Pengolahan Data
Editing, Coding,
Skoring, Tabulating

Analisis data : Uji


spearman rank

Penyajian Data

Kesimpulan dan Saran

C.Hipotesis Penelitian
Berdasarkan penelitian sebelumya yang dilakukan oleh Oh dkk (2016), Lama

ditinggal nya pasangan berpengaruh positif terhadap penyesuain diri lansia karena

pada saat itu seseorang yang sudah lama ditinggal mati oleh pasangannya akan

mengalami penyesuain atau proses penerimaan atas kepergian pasangannya tersebut.

Seseorang tersebut akan mengalami fase putus asa, depresi dan kesedihan setelah

ditinggalkan pasangannya untuk selama-lamanya. Maka dari itu dapat disimpulkan

bahwa ada pengaruh positif lama ditinggalnya pasangan terhadap penyesuain diri

lansia.

H1 : Lama ditinggalnya pasangan berpengaruh positif (+) terhadap penyesuain diri

lansia.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Kim (2016), Dinyatakan bahwa tempat tinggal\

lingkungan terhadap penyesuain diri lansia berpangaruh positif terhadap penyesuain diri

lansia karena tempat tinggal\lingkungan memberikan batasan-batasan terhadap lansia

tersebut, Sehingga dukungan dan penerimaan sosial turut membantu lansia dalam

menyesuaikan diri terhadap kematian pasangan hidup. Maka dari itu dapat disimpulkan

bahwa ada pengaruh positif pada tempat tinggal\lingkungan terhadap penyesuain diri

lansia.

H2 : Tempat tinggal\lingkungan berpengaruh positif (+) terhadap penyesuain diri

lansia.

D.Variabel Penelitian
1.Jenis Variabel

Variabel-variabel yang tercakup dalam penelitian ini adalah:

a.Variabel independen

Penyesuain diri lansia terhadap kematian pasangan hidup pada lansia

b.Variabel dependent

a.jenis kelamin lansia (pria dan wanita)

b.tempat tinggal lansia (panti)

c.lama ditinggalkan pasangan (1-2 tahun)

2.Definisi Operasional

Menurut Sugiyono ( 2017) Definisi Operasional merupakan penentuan konstrak

atau sifat yang akan dipelajari sehingga menjadi variabel yang dapat diukur.

a. Variabel independent

Variabel utama atau pokok dalam penelitian ini adalah penyesuaian diri terhadap

hilangnya pasangan hidup pada lansia. Penyesuaian diri terhadap hilangnya pasangan

hidup pada lansia merupakan proses penerimaan secara sadar dari individu terhadap

lingkungan, baik secara fisik, psikis, maupun sosial sesuai dengan kondisi yang

dimiliki dan membutuhkan perhatian dan pengertian dari lingkungannya karena hal-

hal negatif dapat terjadi pada lansia, antara lain : menjadi sangat perasa dan banyak

menuntut pada orang-orang di sekitarnya.

b.Variabel dependent
Variabel kontrol dalam penelitian ini yaitu :

a. Tempat tinggal lansia

Penelitian ini menggunakan subjek penelitian lansia yang tinggal di panti.

b. Lama ditinggal pasangan

Penelitian ini menggunakan subjek penelitian lansia yang sudah pernah menikah

dan sudah ditinggalkan pasangannya 1-2 tahun. Pada kurun waktu tersebut seseorang

yang sudah ditinggalkan sedang mengalami masa penyesuaian dan proses penerimaan

akan kepergian pasangannya untuk selama-lamanya. Seseorang mengalami fase putus

asa dan kesedihan ditinggalkan pasangan.

E. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiriata subyek atau subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peniliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono 2017). Populasi penelitian

ini adalah lansia yang berada di Yayasan Karya Luhur Bina Kasih Medokan

Semampir Surabaya.

F. Sampel dan Teknik Sampling

Sedangkan definisi sampel menurut Sugiyono (2018) mengemukakan bahwa

sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi

tersebut. Teknik sampling pada penelitian ini menggunakan sampling purposive,

didapatkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini lansia umur 60 keatas, yaitu

dengan responden sebesar 20 orang.


Sampling adalah teknik yang digunakan untuk mengambil sampel. Untuk

menentukan sampel dalam penelitian terdapat berbagai teknik sampel yang digunakan.

Dalam penelitian ini, digunakan cara pengumpulan data diantaranya kuesioner\angket

dan dokumentasi.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah lansia yang memenuhi ciri-ciri

sebagai berikut :

1. Lansia yang berumur 60 tahun keatas

2. Lansia yang ditinggal mati oleh pasangan hidupnya.

3. Jenis kelamin ( Pria dan wanita)

G. Lokasi Dan Waktu Penelitian

Menurut Suwarma Al Muchtar (2015) Lokasi penelitian adalah tempat dimana

peneliti memperoleh informasi mengenai data yang diperlukan. Lokasi penelitian

adalah merupakan tempat dimana penelitian akan dilakukan. Pemilihan lokasi harus

didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan kemenarikan, keunikan , dan kesesuaian

dengan topik yang dipilih. Adapun yang menjadi lokasi penelitian adalah Yayasan

Karya Luhur Bina Kasih Medokan Semampir Surabaya.

Waktu penelitian dihitung sejak pembuatan proposal sampai hasil penelitian

diseminarkan.

H.Teknik Dan InstrumenPengumpulan Data

Proses pengumpulan data dari penelitian ini yakni, setelah mendapatkan persetujuan

dari institusi STIKes Majapahit Mojokerto dan mendapatkan surat keterangan untuk
penelitian, maka peneliti kemudian mengajukan surat tersebut ke Pengurus Yayasan

Karya Luhur Bina Kasih Medokan Semampir Surabaya.

Setelah peneliti memperoleh ijin kemudian peneliti melakukan pendekatan pada

lansia yang telah ditinggal mati oleh pasangannya, untuk mengetahui jumlah

responden yang masuk dalam kriteria inklusi. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan

penelitian sehingga responden bersedia untuk diteliti, kemudian peneliti mulai

melakukan observasi tingkat kecemasan dan depresi, dengan cara menjelaskan

kuesioner.

2.Instrumen Pengumpulan data

Metode pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini yaitu

kuesioner. Menurut Pujihastuti (2010), kuesioner merupakan alat untuk mengumpulkan

data primer dengan metode survei yang berbentuk seperangkat pertanyaan atau

pernyataan tertulis untuk nantinya dijawab oleh responden. Kuesioner dapat digunakan

untuk mendapatkan informasi pribadi dari responden misalnya opini, sikap, keinginan dan

harapan dari responden Pujihastuti (2010) Kuesioner dalam penelitian ini menggunakan

skala likert untuk menunjukkan opini atau jawaban dalam kuesioner yang ada. Menurut

Budiaji (2013), skala likert dianggap sebagai skala yang mudah untuk digunakan dalam

kuesioner penelitian. Jenis skala ini banyak digunakan oleh peneliti karena kemudahan

dalam penggunaannya (Kelly dan Tincani dalam Budiaji 2013). Skala likert ini

menggunakan beberapa butir pertanyaan atau pernyataan dengan cara memberikan respon

pada5 titik pilihan pada setiap butir pertanyaan tau pernyataan, yang bisanya terdiri dari

sangatsetuju, setuju, netral, tidak setuju, dan sangat tidak setuju (Likert dalam Budiaji
2013). Dalam kuesioner penelitian ini, peneliti menggunakan skala 1-5, dengan

menggunakan sistem favorable, yaitu:

1 (STS) 2 (TS) 3 (N) 4 (S) 5 (SS)

Keterangan :

STS : SangatTidakSetuju

TS : TidakSetuju

N : Netral

S : Setuju

SS : SangatSetuju

Kemudian responden diminta untuk memberikan opini/pendapat pada setiap

pernyataan yang tertera pada kuesioner dengan cara memberi tandacentang (√) pada salah

satu kolom skala yang sesuai dengan pendapat responden..

I.Teknik analisis data

1.Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh yang

diperoleh atau dilakukan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data setelah

data terkumpul (Hidayat,2008). Dari 20 responden semuanya mengisi dan menjawab

kuesioner dengan lengkap.


2.Coding

Coding adalah kegiatan untuk mengklasifikasi data/ jawaban menurut kategorinya

masing-masing. Bertujuan untuk mengidentifikasi jawaban yang ada menurut macamnya

dengan memberi kode angka, untuk mempermudah dalam melakukan tabulasi dan analisa

data.

1) Data umum

1) Umur lansia

(1) 50-60 tahun : kode 1

(2) > 60 tahun : kode 2

2). Jenis kelamin

(1) Perempuan Kode : 1

(2) Laki-laki Kode : 2

2) Data khusus

a) Tingkat Kecemasan

(1) ≤ 13 :Kode 1

(2) 14 – 26 :Kode 2

(3) 27 – 40 :Kode 3

(4) 41-50 :Kode 4

3.Scoring

Scoring adalah penelitian jumlah skor, dalam penelitian ini menggunakan skala

ordinal. Pada penelitian ini, peneliti memberikan scoring sebagai berikut:


a. Tingkat Kecemasan lansia

1) Skor ≤ 13 = Kecemasan Ringan

2) Skor 14 – 26 = Kecemasan Sedang

3) Skor 27 – 40 = Kecemasan Berat

4) Skor 41-50 = Kecemasan Panik

4. Tabulating

Tabulasi data merupakan langkah memasukkan data berdasarkan hasil penggalian

data di lapangan. Hal ini dilakukan setelah editing, coding dan scoring selesai dilakukan

5. Analisa data

a. Univariat

Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi penyesuain diri lansia setelah ditinggal

mati oleh pasangannya di Yayasan Karya Luhur Bina Kasih Medokan Semampir

Surabaya.

b. Bivariat

Untuk mengukur hipotesi penelitian menggunakan uji Chi Square apakah terdapat

hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat maka digunakan p value yang

dibandingkan dengan tingkat kemaknaan (alfha) yang digunakan yaitu 5% atau 0.05.

Apabila p value < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 (hipotesis penelitian) diterima, yang

berarti ada hubungan antara variabel-variabel bebas dan terikat, sedangkan bila p value >

0,05 maka H0 diterima dan tidak ada hubungan (Sugiono, 2009).

J. Etika Penelitian

Setiap penelitian yang menggunakan subyek manusia harus tidak bertentangan

dengan etika (Nursalam, 2016).


1. Informed Consent(Lembar Persetujuan)

Diberikan sebelum penelitian dilakukan pada subjek penelitian yang telah memenuhi

kriteria inklusi dan ekslusi. Subjek diberitahu tentang maksud dan tujuan penelitian. Jika

subjek bersedia menjadi responden maka diperkenankan untuk menandatangani di lembar

persetujuan.

2. Anonuimity (Tanpa Nama)

Responden tidak perlu mencantumkan namanya pada lembar pengumpulan data.

Cukup menulis nomor responden atau inisial saja untuk menjamin kerahasiaan identitas

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti,

hanya sekelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.

4. Beneficient (Bermanfaat)

Keuntungan bagi responden pada penelitian ini adalah penelitian ini bermanfaat bagi

responden. Responden akan mendapat ilmu baru dan dapat digunakan untuk menjaga

kesehatan dalam menghadapi wabah covid-19

5. Justice (Keadilan)

Prinsip keadilan memiliki konotasi keterbukaan dan adil. Untuk memenuhi prinsip

keterbukaan, penelitian dilakukan secara jujur, hati-hati, profesional,

berperikemanusiaan, dan memperhatikan faktor-faktor ketepatan, keseksamaan,

kecermatan, intimitas, psikologis serta perasaan religius subyek penelitian. Lingkungan

penelitian dikondisikan agar memenuhi prinsip keterbukaan yaitu kejelasan prosedur

penelitian.

Anda mungkin juga menyukai