Anda di halaman 1dari 18

TUGAS KELOMPOK

MATA KULIAH KEPERAWATAN GERONTIK


Dosen Pengampu : Ns. Netha Damayantie, M.Kep

PENELANTARAN DAN KEKERASAN PADA LANSIA

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3

1. DESI ANMI PUTRI NIM PO71202220009


2. UMAYA OKTAVIA NIM PO71202220016
3. M. GHUFRON A NIM PO71202220020
4. RENO MIFTAHUL H NIM PO71202220025
5. PITA AYU LESTARI NIM PO71202220035
6. WULAN ARDA PUTRI NIM PO71202220048
7. INDAH KRISDAYANTI NIM PO71202220049
8. PUTRISION S NIM PO7120220054
9. YULIZA NIM PO71202220057
10. LILI APRILIA NIM PO71202220065
11. NELLY HERAWATI NIM PO71202220069

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat-
Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Penelantaran dan
Kekerasan pada Lansia ” tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan motivasi berbagai pihak.
Untuk itu, dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan
yang telah membantu. Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan karena
keterbatasan kemampuan penulis. Untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat konstruktif sehingga kami dapat menyempurnakan makalah ini.

Jambi, Agustus 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia akan mencapai usia dewasa, dan mempunyai kemampuan reproduksi
serta melahirkan anak. Ketika kondisi hidup seseorang mulai mengalami perubahan,
maka seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi tersebut, kemudian memasuki fase
selanjutnya, yaitu lansia. Bagi manusia yang normal tentunya telah siap menerima
keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan
kondisi lingkunganya (Darmojo, 2010).
Lansia merupakan fase terjadinya penurunan fisik seseorang, atau dapat pula
diartikan sebagai suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya, yang di tandai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Pada lansia
terjadi sebuah proses yang disebut penuaan, proses tersebut bukan status penyakit tetapi
merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari
dalam maupun dari luar tubuh (Azizah, 2011).
Pada umumnya manusia bertahan dari tantangan kehidupan dimulai dari proses
kelahiran hingga melewati setiap masa perkembangan untuk hidup lebih lama mencapai
umur yang panjang.Hal ini dapat dikatakan sebuah keberhasilan, akan tetapi di sisi lain
dapat berpengaruh pada peningkatan populasi lansia di dunia. Diperkirakan jumlah
penduduk lansia yang berumur 60 tahun atau lebih, dalam populasi dunia akan
meningkat dari 800 juta penduduk menjadi 2 milyar penduduk, atau mengalami
lonjakan dari 10% hingga 22% (World Health Organization, 2012).
Di negara maju pertambahan populasi lansia telah diantisipasi. Tidak dipungkiri
bila masyarakat di negara maju sudah lebih siap menghadapi peningkatan populasi
lansia dengan berbagai permasalahannya. Pada saat ini negara berkembang juga
memiliki permasalahan dengan peningkatan populasi lansia. Bertambahnya jumlah
penduduk dan usia harapan hidup lansia akan menimbulkan berbagai masalah kesehatan
antara lain, kesehatan fisik, mental, sosial, psikologis, sosial ekonomi dan keuangan,
serta masalah keperawatan seperti kesepian, merasa tidak berguna, tidak produktif dan
kelainan degeneratif (Nugroho, 2008).
Kekerasan terhadap usia lanjut pada umumnya adalah mengacu pada salah satu
tindakan dari beberapa bentuk penganiayaan dari seseorang yang memiliki hubungan
khusus dengan usia lanjut seperti pasangan, saudara, anak, teman atau pengasuh di
rumah, menurut (Mcdonald 2000 ). Apalagi untuk pasangan muda atau orang dewasa
dengan tanggung jawab keuangan dan tanggung jawab pada keluarga yang berat, maka
akan menyebabkan tingkat stress yang tinggi dalam menjalankan tugas perawatan
terhadap usia lanjut dan menjadi penyebab untuk melakukan pelecehan awal atau
penelantaran.
Perhatian keluarga untuk melayani lansia semakin berkurang, seiring dengan
meningkatnya aktivitas keluarga dan adanya pergeseran pola kerja dari suami-istri yang
bekerja akibat meningkatnya kebutuhan hidup. Dengan kondisi yang demikian akan
berdampak pada meningkatnya jumlah lansia yang dikategorikan sebagai lansia telantar
(Sumarno, S et al., 2011).
Peningkatan jumlah lansia telantar merupakan tantangan yang harus dihadapi
oleh pemerintah dan masyarakat. Pemerintah melalui Kementerian Sosial Republik
Indonesia telah melakukan berbagai bentuk pelayanan sosial terhadap lansia termasuk
di dalamnya lanjut usia telantar yaitu melalui pelayanan sosial dalam panti dan
pelayanan sosial luar panti. Pelayanan sosial dalam panti terdiri dari asistensi sosial
melalui lembaga kesejahteraan sosial dan pelayanan sosial lanjut usia melalui Panti
Sosial Tresna Werdha (PSTW).
Pelayanan sosial luar panti terdiri dari asistensi sosial lanjut usia telantar,
pendampingan dan perawatan lanjut usia di lingkungan keluarga lanjut usia, pelayanan
harian lanjut usia, dan pelayananlanjut usia dalam situasi darurat (Kemensos RI & BPS
RI, 2013).
Dengan adanya data tersebut, sehingga kami menilai perlunya pembahasan
mengenai apasaja faktor yang dapat mempengaruhi kekerasan, pengabaian dan
penelantaran pada lansia, bagaimanA cara penanganan dan apa sajakah peran perawat.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, penulis ingin mengetahui
“Bagaimana konsep keperawatan pada lansia yang mengalami penelantaran dan
kekerasan”

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui konsep keperawatan pada lansia yangmengalami penelantaran
2. Tujuan umum
a. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi penelantaran pada lansia
b. Mahasisawa mampu menjelaskan faktor yang mempengaruhi dari
penelantaranpada lansia
c. Mahasiswa mampu menjelaskan karakteristik dari penelantaran, pada lansia
d. Mahasiswa mampu menjelaskan akibat dari penelantaran pada lansia

D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Hasil penulisan makalah ini dapat membantu dan mempermudah mahasiswa dalam
memahami dan membentuk kerangka berpikir secara sistematis tentang konsep
keperawatan pada lansia dengan penelantaran dan kekerasan

2. Manfaat Praktis

Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada lansia dengan


penelantaran dan kekerasan dengan konsep asuhan keperawatan gerontik di
masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Penelantaran Pada Lansia


1. Pengertian
Penelantaran pada lansia menurut INIA, (United Nations- Malta,2007) yaitu
suatu keadaan atau tindakan yang menempatkan seseorang dalam situasi kacau,
baik mencakup status kesehatan, pelayanan kesehatan, pribadi, hak memutuskan,
kepemilikan maupun pendapatnya. Lansia yang terlantar mereka tidak memiliki
sanak saudara/ punya anak saudara tetapi tidak mau mengurusinya.

Penelantaran pada lansia menurut (Kozier,2009) yaitu seseorang yang berusia


60 tahun atau lebih karena factor-faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya baik secara jasmani, rohani, maupun social.

Lansia telantar adalah seseorang yang telah berusia 60 tahun ke atas,


mengalami ketelantaran, miskin, tidak ada yang mengurus, tidak memiliki
kemampuan baik fisik maupun ekonomi, tidak mendapatkan pensiun, tidak
memiliki aset, sehingga mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya
secara layak (Direktorat Pelayanan Sosial Lanjut Usia, 2013).
2. Faktor yang mempengaruhi Penelantaran pada Lansia
Penyebab penelantaran lansia menurut International Institute on
Agening,2006:
1. Ketiadaan sanak keluarga
2. Kesulitan hubungan antara pasien dan keluarga
3. Ketiadaan kemampuan ekonomi/keuangan
4. Kebutuhan tidak dapat dipenuhi melalui lapangan pekerjaan yang ada
5. Beban orang yang merawat Lanjut usia tersebut sudah terlalu berat
6. Kelainan kepribadian dan perilaku lanjut usia dan keluarganya
7. Lanjut usia yang diasingkan oleh keluarganya

Penyebab lain penelantaran lansia dalam keluarga:


1. Perlakuan salah terhadap lanjut usia
2. Ketidaksiapan dari orang yang akan merawat lanjut usia
3. Konflik lama diantara lanjut usia dan keluarganya
4. Tidak adanya dukungan masyarakat
5. Keluarga mengalami pemutusan hubungan pekerjaan/kehilangan pekerjaan
6. Adanya riwayat kekerasan dalam keluarga
3. Karakteristik penelantaran pada Lansia
Untuk dapat mengkategorikan seorang lansia sebagai lansia yang telantar,
hampir telantar ataupun tidak telantar, terdapat beberapa kriteria yang dijadikan
sebagai indikator. Kementerian Sosial Republik Indonesia dan Badan Pusat
Statistik Republik Indonesia menyepakati tentang kriteria ketelantaran lansia, yang
berdasarkan kriteria hasil uji validitas variabel PMKS (Kemensos RI & BPS RI
2013). Kriteria Ketelantaran lansia sesuai dengan kesepakatan Kemensos RI dan
BPS RI adalah sebagai berikut:

1. Tidak pernah sekolah atau tidak tamat SD.


2. Makan makanan pokok kurang dari 14 kali dalam seminggu.
3. Makan lauk pauk berprotein tinggi (nabati atau hewani); nabati < 4 kali,
hewani ≤ 2kali dalam seminggu atau kombinasinya.
4. Memiliki pakaian kurang dari 4 stel.
5. Tidak mempunyai tempat tetap untuk tidur.
6. Bila sakit tidak diobati.
7. Bekerja >35 jam seminggu.
Dari ke-7 kriteria ketelantaran lansia tersebut tidak seluruhnya terdapat pada
seorang lansia telantar. Jika seorang lansia memenuhi satu kriteria tersebut maka
dikategorikan tidak telantar, jika memenuhi dua kriteria maka dikategorikan
hampir telantar, dan jika memenuhi lebih dari dua kriteria maka dikategorikan
sebagai lansia terlantar. (Kemensos RI & BPS RI 2013).

4. Akibat penelantaran pada lansia


Akibat penelantaran lansia menurut advisory council on the aged,2008:
1. Kelainan perilaku berupa rasa ketakutan yang berlebihan menjadi penurut atau
tergantung, menyalahkan diri sendiri,menolak bila disentuh oleh orang
lain,memperlihatkan bahwa miliknya akan diambil orang lain dan adanya
kekurangan biaya transport,biaya berobat
2. Dapat mengakibatkan gejala psikis seperti stress, cara mengatasi sesuatu
persoalan secara tidak benar serta cara mengungkapkan rasa salah atau
penyesalan yang tidak sesuai, baik dari lanjut usia itu sendiri maupun orang
yang melecahkannya atau menelantarkannya
3. Pemenuhan nutrisi kurang.

B. Kekerasan pada Usia Lanjut


1. Pengertian

Kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau


tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat
yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma,
kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak
(Bagong dkk, 2000).
Kekerasan terhadap usia lanjut pada umumnya adalah mengacu pada salah satu
tindakan dari beberapa bentuk penganiayaan dari seseorang yang memiliki
hubungan khusus dengan usia lanjut seperti pasangan, saudara, anak, teman atau
pengasuh di rumah, menurut (NCEA 1998 dalam Mcdonald 2000 ).

2. Macam-Macam Kekerasan Terhadap Usia Lanjut


Kekerasan terhadap usia lanjut di bagi menjadi beberapa tipe menurut
(American Psychological Association, 2012) :

a. Penganiayaan Fisik
Setiap bentuk cedera fisik baik secara langsung maupun tidak langsung
(Eliseivier, 2016). Bisa berkisar dari menampar atau mendorong, pemukulan
dan mengikat dengan tali atau rantai. Bila seseorang pengasuh atau orang lain
menggunakan kekuatan yang menyebabkan rasa sakit atau luka yang tidak
berarti, bahkan jika alasannya adalah untuk membantu lansia, perilaku tersebut
dapat dianggap sebagai kekerasan. Kekerasan fisik bisa meliputi memukul,
mendorong, menedang, mencubit, membakar, atau menggigit. Ini juga
mencakup penggunaan obat dan pembatasan fisik dan hukuman fisik yang
tidak tepat dalam bentuk apa pun.
b. Kekerasan Psikologis, Verbal atau Emosional
Biasanya penganiayaan yang tidak beralasan, dapat berkisar dari
panggilan nama atau memberi "perlakuan diam" untuk mengintimidasi dan
mengancam individu. Bila anggota keluarga, pengasuh, atau orang lain
berperilaku sedemikian rupa sehingga menimbulakan rasa takut, kesedihan
mental, atau rasa sakit atau kesusahan, perilaku tersebut dapat dianggab
kekerasan. Kekerasan verbal dan emosional bisa termasuk berteriak,
bersumpah, dan membuat komentar mengina atau mengabaikan komentar.
Kekerasan psikologis melibatkan segala jenis perilaku koersif atau mengancam
yang membentuk perbedaan kekuatan antara lansia dengan anggota keluarga
atau pengasuh. Ini juga bisa mencangkup merawat lansia seperti anak kecil
dan mengisolasi orang tersebut dari keluarga, teman, danaktivitas rutin melalui
kekerasan, ancaman, atau perilaku manipulatif.
c. Kekerasan Seksual
Paksaan untuk melakukan kontak atau perilaku seksual tanpa persetujuan
(Elsevier, 2016). Bisa berkisar dari pameran seksual sampai pemerkosaan.
Kekerasan seksual dapat mencangkup sentuhan yang tidak pantas, memotret
orang tersebut dalam pose sugestif, memaksa orang tersebut untuk melihat
pornografi, memaksa kontak seksual dengan pihak ketiga, atau perilaku seksual
yang tidak di inginkan. Ini juga mencangkup pemerkosaan, sodomi, atau
ketelanjangan paksa. Kekerasan seksual mungkin merupakan jenis kekerasan
lansia yang paling mengerikan namun paling tidak dilaporkan.
d. Eksploitasi Finansial
Dapat berkisar dari penyalahgunaan dana lansia hingga penggelapan uang.
Eksploitasi finansial meliputi penipuan, mengambil uang dengan alasan palsu,
pemalsuan, trasfer properti paksa, membeli barang-barang mahal dengan uang
lansia tanpa sepengetahuan atau izin lansia tersebut. Ini mencangkup
penggunaan pengaturan perwalian hukum, surat kuasa, atau konservatori yang
tidak semestinya. Ini juga mencangkup berbagai penipuan internet, telepon, dan
tatap muka yang dilakukan oleh orang-orang penjual atau bahkan layanan
kesehatan.

e. Kekerasan Pengabaian
Yaitu ketika kebutuhan dasar lansia tidak terpenuhi. Berkisar daristrategi
pengasuh yang menahan perhatian yang tepat dari individu untuk secara segaja
gagal memenuhi kebutuhan fisik, sosia, atau emosional lansia. Pengabaian
dapat mencakup kegagalan untuk menyediakan makanan, air, pakaian, obat-
obat, dan bantuan dengan aktivitas kehidupan sehari-hari atau membantu
kebersihan pribadi. Pengasuh dan keluarga mungkin secara tidak sengaja
mengabaikan lansia karena kurangnya pengetahuan, sumber daya, atau
kedewasaan mereka.

3. Indikasi Kekerasan Terhadap Usia Lanjut


Tanda yang tidak bisa dijelaskan secara medis mungkin menandakan tindak
kekerasan.Munculnya tanda ini harus segera diteliti lebih lanjut untuk menentukan
dan memperbaiki penyebabnya. Kita dapat mengetahui dariberbagai indikasi yang
ditimbulkan dari suatu tindak kekerasan terhadap usia lanjut dengan
memperhatikan beberapa kondisi berikut menurut (Sheila L, 2008) :
a. Indikator kekerasan pada fisik
1) Adanya cedera yang tidak dapat dijelaskan dan sering terjadi disertai
kebiasaan mencari bantuan medis dari berbagai tempat
2) Enggan mencari terapi medis untuk cedera atau menyangkal adanya
cedera
3) Disorientasi atau grogi, yang menunjukkan penyalahgunaan obat-obatan

4) Takut atau gugup ketika ada anggota keluarga yang merawat

b. Indikator kekerasan seksual


1) Trauma tentang alat kelamin, payudara, rektum, dan mulut,
2) Cedera pada wajah, leher, dada, perut, paha, pantat,
3) Adanya penyakit menular seksual, dan terdapat gigitan manusia pada bagian
tertentu
c. Indikator kekerasan psikologis, verbal atau emosional
1) Tidak berdaya
2) Ragu-ragu untuk berbicara terbuka
3) Marah atau agitasi
4) Menarik diri atau depresi
d. Indikator penyalahgunaan keuangan
1) Transaksi perbankan yang tidak lazim atau tidak tepat
2) Tanda tangan pada cek yang berbeda dari tanda tangan lansia
3) Perbuahan terbaru surat wasiat atau pemberian kuasa pada pengacara ketika
lansia tidak mampu membuat keputusan tersebut
4) Kehilangan barang berharga yang bukan hanya karena salah meletakkan
5) Tidak memiliki televisi, pakaian, atau barang pribadi yang dapat diperoleh
dengan mudah
6) Kekhawatiran orang yang merawat lansia yang tidak lazim tentang biaya
pengobatan lansia padahal bukan uang orang yang merawat tersebut yang
digunakan

e. Indikator dari kekerasan pengabaian


1) Terlihat kotor, bau pesing atau tinja, atau hal lain yang membahayakan
kesehatan di lingkungan hidup lansia
2) Ada ruam, luka, atau kutu pada lansia
3) Lansia mengalami kondisi medis yang tidak diobati, kurang gizi, atau
dehidrasi yang tidak berhubungan dengan suatu penyakit yang diketahui
4) Pakaian tidak adekuat

4. Dampak Kekerasan Terhadap Lansia


Tindakan kekerasan yang dialami oleh lansia sebenarnya adalah perlakuan
yang senantiasa berdampak jangka panjang. Selama ini berbagai kasus telah
membuktikan bahwa terjadinya elder abuse (penganiayaan lansia) sering disertai
dengan elder neglect (penelantaran lansia). Adapun dampak yang dialami lansia
akibat dari kekerasan yang dialami adalah sebagai berikut (Elizabeth T. A, 2009
dalam Risa Fadhilah, 2015):
1. Problem kesehatan mental, misalnya: kecemasan yang berlebihan, problema
dalam makanan, susah tidur
2. Sering mimpi buruk serta ketakutan. Selain itu juga menyebabkan kehilangan
nafsu makan, sakit kepala, serta dapat menyebabkan kekurangan gizi pada
lansia.
3. Kurangnya motivasi dan harga diri pada lansia.

4. Mengembangkan perilaku agresif (suka menyerang), jadi pemarah, atau


bahkan sebaliknya lansia menjadi pendiam dan suka menarik diri dari
pergaulan di lingkungannya.
5. Mengakibatkan depresi pada lansia.

5. Faktor Risiko Kekerasan Terhadap Lansia


Memang tidak mudah untuk mengurus orang tua yang memiliki kebutuhan
berbeda-beda, tapi menjadi lansia yang kondisi fisiknya semakin lama semakin
menurun juga sulit. Kedua tanggung jawab perawat dan kebutuhan lansia bisa
menciptakan situasi dimana kekerasan berisiko tinggi.
Tanggung jawab dan tuntutan yang dialami perawat, yang semakin lama
semakin tinggi seiring dengan menurunnya kondisi lansia bisa menimbulkan stres.
Hal tersebut bisa membuat perawat bersikap semakin tidak sabar dan berisiko
menelantarkan atau melakukan kekerasan terhadap lansia.
Selain ketidakmampuan perawat dalam mengontrol stres, faktor risiko
kekerasan terhadap lansia lainnya termasuk:

1) Perawat mengalami depresi


2) Perawat tidak mendapat dukungan yang cukup
3) Perawat memiliki persepsi bahwa mengurus lansia itumerepotkan
4) Isolasi sosial, dimana perawat dan lansia yang dirawat menghabiskan waktu
sendiri bersama setiap waktu
5) Riwayat kekerasan domestic

Dahulu lansia yang dirawat pernah melakukan kekerasan terhadap


perawatnya bahkan perawat profesional juga bisa mengalami stres yang
berujung pada tindakan kekerasan terhadap lansia. Pada kebanyakan kasus
kekerasan terhadap lansia di panti jompo yang dilakukan oleh perawat profesional
disebabkan oleh kurangnya pelatihan memiliki terlalu banyak tanggung jawab dan
memiliki kondisi kerja yang tidak memadai.

6. Upaya Pencegahan dan Upaya Penanganan Penelantaran pada Lansia

Sebagai wujud nyata pelayanan kesehatan dan sosial pada kelompok lanjut
usia, pemerintah telah menetapkan pelayanan pada lanjut usia melalui beberapa
jenjang. Pelayanan kesehatan dan sosial di tingkat masyarakat adalah posyandu
lanjut usia.

Pelayanan yang dilakukan di posyandu merupakan pelayanan ujung tombak


dalam penerapan kebijakan pemerintah untuk pencapaian lanjut usia sehat, mandiri
dan berdaya guna. Oleh karena itu arah dari kegiatan posyandu tidak boleh lepas
dari konsep active ageing/menua secara aktif.

Active Ageing adalah proses optimalisasi peluang kesehatan, partisipasi dan


keamanan untuk meningkatkan kualitas hidup di masa tua. Jika seseorang sehat dan
aman, maka kesempatan berpartisipasi bertambah besar. Masa tua bahagia dan
berdayaguna tidak hanya fisik tetapi meliputi emosi, intelektual, sosial, vokasional
dan spiritual yang dikenal dengan dimensi wellness.

Wellness merupakan suatu pendekatan yang utuh untuk mencapai menua


secara aktif. Lebih jelasnya, konsep keenam dimensi wellness secara utuh
mencakup beberapa hal sebagai berikut:

1) Fisik

mampu menjaga kesehatan fisik, melalui kebiasaan makan yang baik, olah raga
teratur, perawatan kesehatan serta menggunakan pelayanan kesehatan yang
sesuai.
2) Emosional
mampu mengekspresikan perasaannya dan dapat menerima perasaan orang
lain, serta memandang hidup secara positif; kemampuan untuk membentuk
hubungan dengan orang lain didasarkan pada komitmen bersama, kepercayaan,
dan rasa hormat adalah bagian penting dari kesehatan emosional.

3) Intelektual

mampu mempertahankan kemampuan intelektualnya melalui pendidikan


formal maupun informal, serta kegiatan kognitiflainnya, misalnya membaca,
menulis, dan melukis; berbagi pengetahuan dan skill dengan orang lain.
4) Sosial

berkontribusi terhadap lingkungan dan masyarakat; saling ketergantungan


dengan orang lain dan alam; mampu hidup berdampingan secara harmonis
dengan sesama dalam kehidupan sosial.
5) vokasional

mampu memberdayakan diri dalam berbagai aktivitas, baik sebagai relawan


maupun pekerjaan yang membuahkan penghasilan sehingga memperoleh
kepuasan.
6) spiritual

mampu menghargai dan mensyukuri hidup dan kehidupan. Agar pelaksanaan


kegiatan posyandu berjalan efisien dan efektif dibutuhkan:
a) organisasi yang tertata baik
b) sumber daya manusia yang mempunyai ilmu dan kemampuan;
c) tugas dan fungsi yang jelas dari masing – masing petugas posyandu;
d) mekanisme kerja yang baik meliputi perencanaan, pelaksanan,
monitoring dan evaluasi.

7. Penerapan EBP
a. Terapi Lingkungan (Art Therapy) Terhadap Tingkat Depresi Pada Lansia
Penduduk usia 60 tahun ke atas pada umumnya menderita penurunan
fungsi tubuh dan gangguan neuropsikiatri, yang paling umum terjadi ialah
demensia dan depresi. Terdapat perbedaan lansia depresi pada lansia yang
tinggal di panti, tinggal bersama keluarga, dan tinggal di lembaga
pemasyarakatan hanya 9% dari penderita depresi di Indonesia yang minum
obat atau menjalani pengobatan medis, maka diperlukan intervensi untuk
menurunkan tingkat depresi yang dialami dengan memberikan kegiatan yang
positif, menarik dan bersifat menyenangkan salah satunya dengan art therapy.
Art therapy merupakan sebuah proses penyembuhan yang dilakukan
dengan membuat sebuah karya seni yang kreatif. Art therapy juga suatu bentuk
terapi yang bersifat ekspresif dengan menggunakan materi seni, seperti lukisan,
kapur, spidol, dan lainnya, art therapy menggunakan media seni dan proses
kreatif untuk membantu mengekspresikan diri, meningkatkan keterampilan
coping individu, mengelola stress, dan memperkuat rasa percaya diri. Art
therapy juga dapat diartikan sebagai kegiatan membuat sebuah karya seni
untuk memenuhi kebutuhan psikologis dan emosional pada individu, baik pada
individu yang memiliki kemampuan dalam seni ataupun yang tidak memiliki
kemampuan dalam seni.
Dari penelitian sebelumnya art therapy memiliki pengaruh terhadap
tingkat depresi pada lansia baik yang dilakukan di Indonesia maupun yang
dilakukan di luar negeri seperti Brisko Claudia, (2018) dari 25 responden hasil
kuesioner GDS pre-test terdapat 22 orang mengalami depresi sedang, dan 3
orang depresi berat untuk setelah di berikan art therapy lalu diberikan post-
test 2 orang tidak mengami depresi, 20 orang depresi ringan dan 3 orang depresi
sedang. Krisna, (2017) hasil kuesioner GDS pre-test 15 lansia mengalami
depresi, Berdasarkan hasil post-test diketahui sebanyak 13 lansia mengalami
penurunan skor di bawah 5 yang menunjukkan bahwa 13 lansia tersebut tidak
mengalami depresi. Snowy, (2015) hasil penilaian kuantitatif dan kualitatif
kelompok intervensi disampaikan secara efektif membantu mengurangi gejala
depresi pada populasi lansia, penilaian berbasis seni ini sejalan dengan analisis
statistik yang ada signifikan penurunan gejala depresi setelah partisipasi
kelompok intervensi terapi seni ekspresif .

b. Penerapan Senam Otak (Brain Gym) Terhadap Peningkatan Fungsi Kognitif


Pada Lansia Dengan Demensia

Demensia merupakan gejala menurunnya daya ingat, berfikir, berperilaku,


dan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari. Hilangnya kapasitas
intelektual pada demensia tidak hanya pada memori tetapi juga pada kognitif
dan kepribadian. Salah satu upaya pencegahan kognitif pada dimensia pada
lansia adalah dengan melakukan senam otak.

Senam otak adalah serangkaian gerak sederhana yang dapat


menyeimbangkan setiap bagian-bagian otak, dapat menarik keluar tingkat
konsentrasi otak, dan juga sebagai jalan keluar bagi bagian otak yang terhambat
agar dapat berfungsi maksimal.

Berikut langkah – langkah gerakan senam otak (brain gym) adalah sebagai
berikut:

1) Dua Tangan di Depan Dada. Tangan kiri telapak membuka (jari-jari keatas),
tangan kanan membentuk pistol (ibu jari keatas dan jari tunjuk menunjuk
kearah telapak tangan kiri) lakukan gerakan jari tunjuk di sentuhkan ke
telapak tangan kiri,lalu dilanjutkan dengan pergantian tangan kiri sebagai
pistol dan tangan kanan sebagai target tembak, sentuhkan ujung telunjuk kiri
tersebutke telapak kanan, begitu seterusnya usahakan semakin cepat.

2) Telapak Tangan Kanan diatas Kepala, Telapak Tangan Kiri Menempel di


Perut. Gerakkan telapak kanan menepuk-tepuk rambut / naik turun,
bersamaan dengan itu gerakkan telapak tangan kiri berputar-putar dengan
tetap menempel pada perut. Setelah beberapa saat, rubahlah menjadi
sebaliknya, telapak kiri yang menepuk-tepuk rambut dan telapak kanan
yang berputar di perut, pergantian tugas kedua tangan tersebut supaya
berjalan dengan tepat dan usahakan semakin cepat gerakannya.
3) Dua tangan di depan dada
Tempelkan ujung 5 jari kanan dengan ujung 5 jari kiri (kedua telapak
tangan dijauhkan/tidak menempel), mulailah dengan memutar kedepan
bersamaan-jempol kanan dan jempol kiri seperti halnya gerakan
mengayuh sepeda, setelah itu putar ke arahsebaliknya. Lanjutkan dengan
putaran pada jarijari lain secara berurutan, lakukan semakincepat.

4) Gerakan Jempol dan Kelingking Genggam tangan kanan dan kiri


kemudian pada tangan kanan buka kepalan pada bagian jempol dengan
posisi jari lain tetap mengepal kemudian pada tangan kiri buka kepalan
tangan kiri pada bagian kelingking dengan posisi jari lain tetap mengepal.
Sebaliknya Genggam tangan kanan dan kiri kemudian pada tangan kanan
buka kepalan pada bagian jempol dengan posisi jari lain tetap mengepal
kemudian pada tangan kanan buka kepalan tangan kanan pada bagian
kelingking dengan posisi jari lain tetap mengepal Lakukan gerakan ini
secara bergantian antara tangan kanan dan kiri dan dilakukan secara
berulang- ulang.

5) Gerakan Huruf V dan Pistol


Telapak tangan kanan menghadap kedepan kemudian jari telunjuk dan
jari tengah membentuk huruf V. Kemudian ibu jari dan telunjuk tangan
kiri membentuk pistol sebaliknya Telapak tangan kiri menghadap
kedepan kemudian jari telunjuk dan jari tengah membentuk huruf V.
Kemudian ibu jari dan telunjuk tangan kanan membentuk pistol Lakukan
gerakan ini secara bergantian antara tangan kanan dan kiri dan dilakukan
secara berulang-ulang.

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa senam otak (brain gym) dapat


meningkatkan fungsi kognitif pada lansia dengan dimensia. Berikut dari hasil
pencarian literature melalui Google Scholar, adapun hasilnya adalah sebagai
berikut:
Judul, Nama Pengarang, Populasi Metode Hasil
Tahun
Perbedaan Efektivitas Populasi dalam Penelitian ini Hasil dari penelitian ini
Senam Otak Terhadap penelitian ini adalah menggunakan tehnik didapatkan hasil bahwa
Peningkatan Fungsi Kognitif lanjut usia laki-laki dan total sampling dan peningkatan fungsi kognitif
Antara Lansia Laki-Laki perempuan yang metode consecutive pada lansia laki-laki lebih
Dan Perempuan (Fatsiwi mengalami ganguan sampling. Instrumen besar dibandingkan
Nunik Andari, 2018) fungsi kognitif yang yang diguanakan peningkatan fungsi kognitif
berjumlah 35 orang menggunakan kuesioner pada lansia perempuan.
responden SPMSQ Dengan kata lain pemberian
intervensi senam otak lebih
efektif pada lansia laki-laki
dibandingkan pada lansia
perempuan dengan nilai p
value = 0,025
Penerapan Brain Gym Populasi pada penelitian Desain penelitian Hasil penelitian didapatkan
Terhadap Tingkat Demensia ini adalah peserta aktif di menggunakan quasy bahwa ada pengaruh
Pada Lanjut Usia (Riyani Posyandu di wilayah experiment dengan penerapan senam otak (brain
Wulandari, 2020 Kelurahan Pucangsawit. desain kelompok kontrol gym) terhadap peningkatan
Sampel penelitian ini pre dan post-test. kognitif pada lansia dengan
adalah 50 responden, Instrumen yang dimensia, terdapat penurunan
diambil dengan digunakan menggunakan signifikan tingkat rata-rata
menggunakan teknik kuisioner SMMSE demensia sebelum dan
random sampling dengan sesudah penerapan senam
responden sejumlah 25 otak pada kelompok
responden menjadi intervensi, terdapat penurunan
kelompok intervensi dan signifikan dalam tingkat rata-
25 responden menjadi rata demensia sebelum dan
kelompok kontrol, setelah penerapan plasebo
dimana responden pada kelompok kontrol, ada
tersebut telah memenuhi penurunan yang signifikan
kriteria inklusi yang dalam tingkat demensia (nilai
ditetapkan p = 0,0001) pada kelompok
intervensi setelah diberikan
brain gym. Analisis lebih
lanjut menunjukkan adanya
perbedaan tingkat demensia
pada lansia secara signifikan
pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol dengan
nilai p = 0,013
Pelaksanaan Senam Otak Penelitian ini Teknik sampling Hasil penelitian ini
untuk Peningkatan Fungsi menggunakan penelitian menggunakan non menunjukkan bahwa senam
Kognitif pada Lansia dengan metode deskriptif dengan probablility sampling otak dapat meningkatkan
Demensia (Aisyatu Al- kriteria responden dalam dengan convenience fungsi kognitif pada lansia
Finatunni’mah, 2020) studi kasus ini yaitu sampling sebanyak 2 demensia yang ditunjukkan
lansia dengan usia > 60 lansia yang dikelola dengan peningkatan skor
tahun yang mengalami selama 1 minggu dengan MMSE pada kedus subjek
gangguan memori dan pemberian tindakan studi.
bersedia menjadi keperawatan berupa
responden senam otak dengan
frekuensi 1 kali/hari
selama 15 menit.
Pengumpulan data
menggunakan
wawancara, observasi
serta peran aktif dalam
pemberian asuhan
keperawatan. Alat yang
digunakan untuk
pengumpulan data adalah
lembar Mini Mental State
Exam (MMSE).
The Effect Of Brain Gym On Sampel yang bersedia Penelitian ini merupakan Penelitian ini menunjukan
The Dementia And berpartisipasi dalam penelitian eksperimen Hasil terdapat perbedaan yang
Depression Reduction Of penelitian, berusia 60-80 semu dengan rancangan signifikan antara fungsi
The Elderly (Fery Agusman tahun, dan memiliki skor one group pre and post- kognitif sebelum dan sesudah
Motuho Mendrofa, 2020) Clock Drawing Test test design yang senam otak (p-value <0,05).
lebih dari 2 dimasukkan dilaksanakan pada bulan
untuk penelitian ini. Juni 2020Instrumen yang
Sampel dalam penelitian digunakan menggunakan
ini adalah 63 lansia yang Kuisoner Short Portable
dipilih dengan Mental Status
menggunakan teknik
purposive sampling.
The Effect Of Brain Gym On Teknik pengambilan Penelitian ini Hasil penelitian pada variabel
The Dementia And sampel menggunakan menggunakan desain demensia didapatkan p-value
Depression Reduction Of rumus Slovin dan penelitian eksperimen (p = 0,000 < 0,05) dan nilai
The Elderly (Surita Ginting, ditentukan melalui semu, desain pre-and- variabel depresi (p-value =
2021) kriteria inklusi post test design. 0,006 < 0,05), sehingga dapat
menggunakan metode Penelitian ini disimpulkan bahwa brain gym
purposive berturut-turut dilaksanakan di Wilayah berpengaruh terhadap
sehingga jumlah sampel Kerja Masyarakat penurunan tingkat demensia
sebanyak 30 responden Puskesmas Mulyorejo dan depresi pada orang tua.
yang terbagi menjadi dua Kabupaten Deli Serdang
kelompok yaitu 15 selama bulan Juni sampai
responden demensia dan dengan Oktober 2019
15 responden depresi

Anda mungkin juga menyukai