Disusun Oleh :
M. Ilham Adhi N 113121004
Astifa Rizki M 113121005
Raninda Anggraeni D 113121018
Nabila Salsabila Yude 113121021
Puji syukur kami panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan tugas makalah Dasar
Kependudukan mengenai Permasalahan Kependudukan di Jepang. Kami berharap semoga
makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat untuk memenuhi tugas mata kuliah ini. Dan
kami berharap semoga dengan tugas makalah ini kami menjadi lebih giat dalam membaca
buku dan memiliki keingintahuan yang semakin besar.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen
pengampu mata kuliah Dasar Kependudukan Nasir Ahmad, S.KM., M.Kes yang telah
memberikan tugas terhadap kami.
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan.
Maka dari itu kami mohon saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan
dalam menyempurnakan makalah ini
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................3
1.3 Tujuan Masalah...........................................................................................................3
BAB II.......................................................................................................................................4
PEMBAHASAN.......................................................................................................................4
2.1 Permasalahan Penduduk dan Kondisi Masyarakat di Jepang.......................................4
2.1.1 Kesenjangan Gender di Jepang..................................................................................4
2.1.2 Penurunan Angka Kelahiran......................................................................................5
2.2 Baby Boom...................................................................................................................6
2.3 Shouitsuka.....................................................................................................................7
BAB III....................................................................................................................................10
PENUTUP...............................................................................................................................10
3.1 Kesimpulan................................................................................................................10
3.2 Saran..........................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
mengkhawatirkan, ditandai dengan penurunan tingkat kelahiran secara terus menerus dan
adanya peningkatan harapan hidup yang menyebabkan penduduk Jepang semakin menua.
Penurunan fertilitas juga menyebabkan turunnya jumlah penduduk di Jepang. Sehingga
Jepang membentuk piramida terbalik yaitu, angka kelahiran bayi semakin menurun dan
jumlah lansia terus bertambah.
Penurunan jumlah populasi anak-anak di Jepang merupakan sebuah tantangan besar
yang harus dihadapi oleh pemerintah dan masyarakat Jepang. Menurunnya angka kelahiran
yang berarti populasi anak berkurang, dan jumlah lansia yang terus bertambah. Sehingga
menyebabkan semakin berkurangnya jumlah usia produktif di Jepang.
Jika permasalahan penurunan angka kelahiran ini terus berlanjut, akan berakibat fatal untuk
Jepang. Masalah penurunan angka kelahiran akan berdampak pada kemajuan dan
perkembangan dari Bangsa Jepang, karena jumlah lansia yang terus meningkat ini akan
mengakibatkan menurunnya daya juang dan daya saing Jepang, dikarenakan jumlah
penduduk yang berusia produktif semakin berkurang.
Selain itu, jika angka kelahiran di Jepang terus menurun, lama-lama Hari Anak pada
05 Mei 3011 hanya akan dirayakan oleh seorang anak saja. Seratus detik kemudian, tidak
akan ada lagi anak yang tersisa. (Hiroshi Yoshida, 2012). Kemudian, tidak tertutup
kemungkinan bahwa Jepang akan punah karena tidak adanya regenerasi. Fenomena
menurunnya angka kelahiran di Jepang disebut dengan istilah shoushika ( 少子化 ) .
Shoushika terajadi secara signifikan setelah baby boom kedua, yaitu pada tahun 1970.
Angka Total Fertility Rate di Jepang setelah baby boom kedua pada tahun 1975 mengalami
penurunan menjadi 1,91, kemudian turun secara perlahan ditahun-tahun berikutnya. Sehingga
semakin kecilnya angka Total Fertility Rate di suatu negara menandakan semakin sedikitnya
jumlah anak yang dilahirkan pada negara tersebut.
Florian Coulmas mengatakan penyebab shoushika adalah ketika industrialisasi dan
modernisasi mulai masuk ke Jepang. Hal ini membawa perubahan tentang nilai, tren sosial,
kegiatan ekonomi, dan struktur keluarga. (Jerre Bush, 2011 : hal 16).
Pada paruh pertama abad ke-20 proses modernisasi untuk mendorong pertumbuhan
penduduk. Tetapi, pada kenyataannya pertumbuhan pendudukpun tidak berjalan dengan baik,
tingkat kelahiran masih jauh dari yang diharapkan pada tahun 1950 (Jerre Bush, 2011 : hal
20). Selain itu, masalah shoushika juga terjadi karena adanya penundaan pernikahan
(bankonka) dan semakin meningkatnya masyarakatnya yang tidak ingin menikah (mikonka).
2
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana permasalahan penduduk dan kondisi masyarakat di Jepang?
2. Apa yang dimaksud dengan baby boom?
3. Bagaimana kebijakan pemerintah Jepang pada fenomena baby boom?
4. Apa yang dimaksud dengan shousika?
5. Apa yang menjadi penyebab munculnya shousika di dalam masyarakat Jepang?
6. Bagaimana kebijakan pemerintah Jepang pada fenomena shousika?
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
paruh waktu atau hanya sebagai pegawai biasa dan kecil kemungkinan bagi para pekerja
perempuan di Jepang untuk dapat mencapai posisi sektor strategis atau dengan kata lain
manajerial, direktur hingga CEO.
5
cenderung menunda pernikahan atau bahkan sama sekali tidak ada keinginan untuk memiliki
anak menjadi hal yang sering terjadi di Jepang saat ini.
Dengan demikian, perkiraan proyeksi di masa depan mengenai kelangsungan tingkat
kelahiran di Jepang menurut Lembaga Penelitian Kependudukan dan Jaminan Sosial
Nasional (National Institute of Population and Social Security Research) jika tingkat
kesuburan (fertility) untuk perempuan di Jepang terutama pada perempuan berusia 30 hingga
40 tahun terus mengalami penurunan dari tahun 2010 hingga 2015 sehingga angka kelahiran
di tahun 2050 mendatang akan mengalami penurunan sebesar 8,98 juta atau sebesar 10,2%
dari total populasi yang diperkirakan sebesar 80.08 juta jiwa di tahun yang sama. Dengan
penjelasan di atas, penurunan kelahiran bayi di Jepang menjadi yang terendah di sepanjang
sejarah sejak Jepang mengalami “ledakan kelahiran bayi” atau dikenal dengan “baby
booming” sejak Perang Dunia II dan tahun 1989.
Intensitas keinginan untuk menikah dari pasangan Jepang juga turut menurun
dibandingkan dengan tahun 1979 hingga 1989 menurut data dari Menteri Kesehatan, Buruh
dan Kesejahteraan jika keputusan untuk menunda pernikahan berdampak pada keputusan
untuk memiliki anak, data dari Menteri Kesehatan, Buruh dan Kesejahteraan pada tahun 2016
bahwa perempuan di Jepang rata-rata memutuskan untuk menikah di usia 29 tahun keatas
sedangkan untuk pria Jepang memutuskan menikah di usia 31 tahun keatas.
2.2 Baby Boom
Fenomena baby boom merupakan keadaan dimana angka fertilitas suatu Negara
meningkat secara drastis dalam kurun waktu yang sangat singkat. Lonjakan penduduk Jepang
yang terjadi sekitar tahun 1947 sampai 1949. Hal ini diakibatkan merosotnya populasi
penduduk Jepang akibat pengeboman kota Hiroshima dan Nagasaki oleh Amerika Serikat
pada tahun 1945 yang menewaskan 90.000-146.000 orang di Hiroshima dan 39.000-80.000
orang di Nagasaki. Fenomena baby boom yang terjadi di Jepang hanya terjadi pada satu titik
periode saja dan pada periode berikutnya peningkatan kelahiran lebih sedikit (pada kasus ini
terjadi di tahun 1947 sampai 1949) sehingga membuat populasi yang lahir pada periode
tersebut terlihat lebih mencolok.
Baby boom ini terjadi karena pada masa perang, orang-orang tidak berani untuk
melahirkan seorang anak, karena jika melahirkan ketika zaman perang anak-anak akan
meninggal akibat perang. Sehingga banyak yang menunda pernikahan dan tidak memiliki
anak. Setelah perang usai, dan keadaan sudah kembali tenang, hal ini membuat masyarakat
Jepang banyak yang melakukan pernikahan. Sehingga ledakan populasi pun terjadi pada
zaman setelah perang.
6
Namun, setelah kekalahan yang dialami Bangsa Jepang di Perang Dunia ke II oleh
tentara Sekutu. Kekalahan Jepang ini menyebabkan tatanan sosial ekonomi dan politik di
Jepang menjadi kacau. Jaringan distribusi dan produksi hampir lumpuh. Sehingga hampir
seluruh rakyat Jepang hidup dalam kemiskinan.
Hal ini menyebabkan mereka putus harapan, sehingga cenderung apatis, malas, tidak
disiplin dan boros. Kriminalitas seperti, perampokan, pelacuran, penipuan, penyalahgunaan
obat meningkat drastis. Sanitasi dan gizi yang sangat buruk ini menyebabkan kondisi
kesehatan rakyat Jepang sangat buruk, sehingga produktivitas rakyat Jepang juga rendah.
Generasi Baby Boom Jepang adalah kelompok besar dalam hal demografis, mereka memiliki
berbagai dampak terhadap kehidupan di Jepang, dari mulai mereka lahir, memasuki usia
sekolah dimana sekolah – sekolah dasar dan sekolah lanjutan lainnya bergegas untuk
menambah jumlah kelas, hingga kehidupan perkerjaan, dan masyarakat pada umumnya.
Mereka kemudian memberikan kontribusi besar bagi ekonomi Jepang dan mereka juga
menjadi pusat perhatian ketika mereka bersiap untuk pensiun.
Pada tahun 2007 generasi pertama Baby Boom yang lahir pada tahun 1947, berusia 60
tahun. Karena sebagian besar perusahaan Jepang pada saat itu menetapkan usia pensiun wajib
bagi pekerja mereka di umur 60, sehingga generasi pertama Baby Boom akan pensiun secara
massal pada tahun 2007.
Dampak dari fenomena Baby Boom ini sendiri pada Jepang tahun 2018
mengakibatkan ketidak seimbangan penduduk dimana generasi Baby Boom di tahun 2018
sudah menjadi lansia lebih banyak dibandingkan populasi usia produktif maupun anak- anak.
Peningkatan penduduk di Jepang pun setiap tahunnya terus menurun sehingga mengakibatkan
juga kosongnya para tenaga kerja usia produktif, dimana kebutuhan untuk melanjutkan
ekonomi menjadi semakin sulit. Kekosongaan tenaga kerja ini mangakibatkan Jepang harus
mengambil langkah untuk meningkatkan tenaga kerja asing di Jepang.
2.3 Shouitsuka
Suatu wilayah akan dapat disebut sebagai sebuah negara adalah ketika wilayah
tersebut memiliki pemerintahan, hukum, serta pengakuan nasional lainnya, dan yang
terpenting adalah keberadaan warga negara. Jumlah penduduk suatu negara selama masih ada
perkawinan dan kelahiran, mereka akan terus mengalami perkembangan. Namun terkadang
kependudukan menjadi masalah nasional. Walaupun angka harapan hidup di negara maju
seperti Jepang cenderung tinggi, tetapi angka kelahiran yang rendah menjadi momok
permasalahan di negara ini sehingga di Jepang muncul sebuah fenomena yang disebut dengan
shoushika atau fenomena rendahnya angka kelahiran di masyarakat. Shoushika didefinisikan
7
sebagai situasi dimana jumlah kelahiran terus menerus dibawah tingkat yang dibutuhkan
untuk mempertahankan populasi. Shoushika adalah sebuah masalah besar mengenai krisis
demografi yang sedang dihadapi oleh masyarakat Jepang pada masa ini.
Fenomena Shoushika ini kemudian menjadi semakin marak semenjak semakin bertambahnya
wanita yang bekerja karena merasa sulit untuk mengatur jam kerja dan merawat anak-anak
mereka pada saat yang bersamaan yang berakibat pada penundaan untuk mempunyai anak
atau berkeluarga, hingga kemudian mengakibatkan penurunan pertumbuhan bayi di Jepang
dan akan berkurangnya generasi penerus yang tidak terlepas dari perubahan pandangan
wanita di Jepang tentang masalah pekerjaan yang berakibat pada wanita Jepang, yang
membuat budaya dan etnik menjadi tergerus dan dinilai bisa mengganggu ketentraman
masyarakat Jepang.
Perkembangan fenomena Shoushika cukup pesat hingga dampaknya yang cukup besar
terhadap keamanan non- tradisional bagi negara Jepang. Timbulnya masalah krisis demografi
yang terjadi di negara maju seperti Jepang juga dipengaruhi oleh berbagai faktor penyebab,
satu diantaranya adalah karena kebijakan pemerintah Jepang itu sendiri yang lebih
mengutamakan bidang perekonomian hingga kemudian membuat konstruksi sosial terhadap
rakyatnya terutama bagi para wanita untuk lebih dapat mengutamakan karir dibandingkan
dengan memiliki anak.
Ketidakseimbangan yang terjadi dalam kebijakan pemerintah Jepang terutama pada
masa kepemerintahan Shinzo Abe dalam sektor ekonomi dan demografi ini kemudian
menjadi suatu kajian yang menarik, ditambah jika melihat bagaimana dinamika masyarakat
Jepang yang bersifat homogen dan berintegritas tinggi yang kemudian harus dihadapkan
dengan datangnya pekerja dari luar negeri sebagai suatu akibat dari fenomena shoushika itu
sendiri.
Shoushika juga ditakutkan dapat berdampak pada kelangsungan hidup warisan tradisi dan
budaya masyarakat Jepang. Dari gaya hidup individualistik, hingga peran gender yang telah
berubah, membuat wanita-wanita di negara maju tidak tertarik untuk menjadi bagian dari
sebuah keluarga atau rumah tangga. Konsep keluarga tradisional dianggap kuno dan terlalu
menghabiskan banyak biaya. Sehingga wanita lebih memilih untuk membangun karir dan
men-support kebutuhan diri sendiri. Belum lagi harapan hidup yang tinggi membuat kalangan
individu muda harus menanggung kebutuhan orang tuanya yang telah lanjut usia
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa perubahan cara pandang generasi muda Jepang
terutama wanita dalam menilai sebuah pernikahan, keluarga, dan anak merupakan salah satu
faktor yang turut memengaruhi munculnya fenomena Shoushika di negara Jepang. Pengaruh
8
yang ditimbulkan Shoushika ini turut memengaruhi berbagai sektor seperti ekonomi, sosial,
pendidikan dan tentunya kepada masalah kependudukan.
Fenomena ini turut mengancam keberlangsungan hidup masyarakat jepang dimasa
yang akan datang. Penurunan populasi dan angka kelahiran anak-anak akan berdampak pada
generasi yang semakin menua. Dampak dari Shoushika ini telah menjadikan negara Jepang
kekurangan tenaga pekerja akibat dari minimnya usia produktif masyarakat Jepang itu
sendiri. Hal ini mendorong Jepang untuk mencari tenaga kerja dari luar negeri. Sebagai jalan
keluar untuk mengatasi kebutuhan tenaga kerja dalam negeri yang berkurang, pemerintah
Jepang akhirnya mempermudah visa untuk para pekerja asing, namun sebagian masyarakat
yang masih konservatif mengkhawatirkan kehidupan sosial masyarakat Jepang. Harapan
sebelumnya dari kebijakan ini adalah agar banyak pekerja asing yang dapat mengisi
kekosongan posisi di sektor pekerjaan di Jepang.
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Permasalahan demografi ini bukan lagi hanya permasalahan domestik suatu negara
saja, namun telah menjadi permasalahan dunia internasional. Perubahan demografi dapat
berupa pertumbuhan jumlah penduduk yang meningkat secara cepat (over population),
penurunan jumlah penduduk (declining population) maupun penuaan populasi (aging
population). Perubahan demografi ini pun dapat mempengaruhi berbagai sektor kehidupan
negara seperti dalam bidang ekonomi, sosial, pertahanan, keamanan, kesehatan, dan lain
sebagainya. Jepang telah mengalami periode yang panjang dalam penurunan angka kelahiran.
Maka dari itu Penurunan jumlah populasi anak-anak di Jepang merupakan sebuah tantangan
besar yang harus dihadapi oleh pemerintah dan masyarakat Jepang. Menurunnya angka
kelahiran yang berarti populasi anak berkurang, dan jumlah lansia yang terus bertambah.
Sehingga menyebabkan semakin berkurangnya jumlah usia produktif di Jepang
3.2 Saran
Pemerintah Jepang pun sudah sangat menekan warganya agar masalah penurunan
tingkat kelahiran ini dapat ditanggulangi, namun banyak dari program dan strategi
pemerintah yang masih belum mendapatkan hasil signifikan karena minimnya tanggapan
positif dari masyarakat. Berbagai cara telah ditempuh oleh pemerintah Jepang sebagi usaha
dalam rangka meningkatkan jumlah kelahiran dan minat untuk memiliki keturunan.
Pemerintah Jepang memulainya dengan mencanangkan semboyan “umeyō, fuyaseyō” yang
bermakna mari meningkatkan kelahiran. Semboyan tersebut diharapkan dapat mengajak
10
masyarakat Jepang agar memiliki anak yang banyak dan dapat meningkatkan jumlah
kelahiran. Selain itu pemerintah Jepang juga telah menarik kembali kebijakan mengenai
aborsi. Pemerintah Jepang menarik lagi aturan kebebasan melakukan aborsi dengan
mengeluarkan larangan untuk melakukan tindakan aborsi kecuali untuk alasan kesehatan.
Pemerintah Jepang berjanji akan memfasilitasi bagi para ibu dan calon ibu yang belum siap
dan belum mau untuk memiliki anak untuk dapat memberikan tanggung bayinya kepada
Pemerintah Jepang untuk selanjutnya dirawat oleh dan dibesarkan oleh sebuah badan yang
diberikan wewenang oleh pemerintah Jepang.
DAFTAR PUSTAKA
11
12