Anda di halaman 1dari 32

UPAYA PEMERINTAH JEPANG DALAM MENANGANI KRISIS

TENAGA KERJA MELALUI PENERIMAAN PEKERJA ASING

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Seminar Hubungan Internasional (SHI)

OLEH :
ANGELA CERTA ANISYA
201510360311151

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Setiap manusia selalu memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi untuk tetap bertahan hidup.
Kebutuhan tersebut mencakup segala hal antara lain sandang, pangan dan papan yang menjadi
kebutuhan utama. Guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut tentu saja manusia tidak bisa
jika hanya berdiam diri, karena untuk mendapatkan segala yang diperlukannya manusia
memerlukan sebuah usaha yakni dengan bekerja. Memperoleh suatu pekerjaan yang layak
merupakan hak bagi setiap manusia, dimana dari bekerja tersebut manusia akan dapat memenuhi
kebutuhannya sedikit demi sedikit.

Apabila mengingat pentingnya bekerja, tentu semakin hari akan sangat dibutuhkan
lapangan-lapangan pekerjaan yang memadai. Dewasa ini, kurang seimbangnya pertumbuhan
lapangan pekerjaan dan pencari pekerjaan membuat semakin minimnya peluang untuk
mendapatkan pekerjaan. Fenomena tersebut kerap kali kita jumpai di negara-negara berkembang.
Berbeda dengan fenomena yang tengah terjadi di negara maju seperti Jepang, dimana bukan
tenaga kerja yang mencari pekerjaan akan tetapi lapangan pekerjaan yang mencari dan
membutuhkan pekerjanya.

Jepang sendiri merupakan salah satu negara maju di Asia Timur dengan sector industry dan
teknologinya. Apa yang tengah dialami Jepang saat ini dikarenakan krisis usia produktif dan
membludaknya usia non-produktif. Rendahnya tingkat natalitas menjadi salah satu pemicu krisis
tenaga kerja yang dialami oleh Jepang, dimana kebanyakan masyarakat Jepang merasa enggan
untuk memiliki keturunan karena dianggap sebagai beban. Hal ini yang kemudian membuat
banyak masyarakat Jepang didominasi oleh lansia yang semakin menua setiap harinya tanpa
adanya pengganti generasi yang cukup memadai jumlahnya.

Tingginya jumlah penduduk usia lanjut ini selain menciptakan banyak kekosongan di sector
lapangan pekerjaan, juga membuat semakin tingginya biaya kesejahteraan yang harus
ditanggung oleh pemerintah. Hal ini kemudian berimbas pada naiknya batas usia pension yang
sebelumnya usia 60 kini menjadi 65 tahun yang diberlakukan secara bertahap bagi kurang lebih
3,4 juta pegawai negeri sipil. Pada tahun 2012 sekitar 30% penduduk usia diatas 65 tahun
diprediksi akan naik menjadi 40% di tahun 2055.1 Melesatnya pertumbuhan penduduk usia
lanjut, pertumbuhan sector industry dan semakin berkurangnya angka usia produktif membuat
banyak lapangan pekerjaan di Jepang kosong karena kurangnya pekerja. Akibat dari hal tersebut
sekitar 32,1% perusahaan di Jepang tidak berhasil mencapai target rekruitmen karyawan yang
ditetapkan karena minimnya usia angkatan kerja. 2 Bukan hanya itu, akibat dari aging population
yang dibarengi dengan munculnya trend dimana trend tersebut menjadikan masyarakat
cenderung menghindari pekerjaan yang kotor, sulit dan berbahaya semakin menjauhkan
generasi-generasi pengganti dari sector dengan kualifikasi tersebut dan membuatnya mengalami
banyak kekurangan pekerja.3

Melesatnya angka usia lanjut bukan hanya membuat Jepang semakin kekurangan tenaga
kerja kelas bawah atau unskilled workers, akan tetapi juga membuat Jepang mengalami
kekurangan tenaga kerja di bidang kesehatan. Semakin tingginya angka penduduk lansia
membuat Jepang semakin banyak memerlukan tenaga kesehatan yang dirasa handal dan juga
mampu untuk merawat dan mengurus para lansia di Jepang.4 Selain itu, kurangnya tenaga kerja
yang membuat banyak lapangan pekerjaan kosong mengharuskan para pekerja senior harus
mengulur waktu mereka untuk menikmati masa pension untuk mengisi kekosongan posisi.
Fenomena yang tengah dialami Jepang ini kemudian mau tidak mau akan mempengaruhi jumlah
penduduk Jepang di tahun-tahun yang akan datang, dimana diperkirakan penduduk Jepang akan
terus mengalami kemrosotan jumlah penduduk jika pemerintah Jepang tidak segera
mengupayakan menangani masalah tersebut.

Rumusan Masalah

1. Bagaimana upaya Jepang dalam mengatasi krisis tenaga kerja melalui penerimaan
pekerja asing ?

1
Jeff Kingston, “Immigration Reform? Could this be Abe’s new growth strategy?”, dalam Niki Wahyu Sayekti,
Kebijakan Jepang Terhadap Pekerja Imigran: Analisis Pada Masa Pemerintahan Shinzo Abe Periode Ke-2, Artikel
Jurnal.
2
Tsunami, Youhei, “Japan’s Labour Shortages in Perspective”, dalam Niki Wahyu Sayekti, Kebijakan Jepang
Terhadap Pekerja Imigran: Analisis Pada Masa Pemerintahan Shinzo Abe Periode Ke-2, Artikel Jurnal.
3
Ibid.
4
K.J. Holsti dalam buku American Foreign Policy in New Era karya Robert Jervis. 2005. New York:Routledge New,
hal. 187-189, dalam Kebijakan Pemerintah Jepang Menerima Tenaga Kerja Filipina di Bidang Kesehatan Dalam
Japan-Philippines Economic Partnership Agreement, oleh Fitri Rizka Fairuz.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui kondisi demografi Jepang
2. Mengetahui kondisi ekonomi Jepang
3. Mengetahui upaya dan strategi Jepang dalam mengatasi krisis tenaga kerja
4. Mengetahui dampak kebijakan ketenagakerjaan Jepang terhadap struktur sosial
masyarakat dan perekonomian Jepang

1.4 Penelitian Terdahulu

Dalam tulisan ini penulis memasukkan beberapa jurnal sebagai penelitian terdahulu yang
dijadikan tinjauan penulisan. Tulisan yang pertama berjudul “Kebijakan Jepang Terhadap
Imigran: Analisis Pada Masa Pemerintahan Shinzo Abe Periode Ke-2” oleh Niki Wahyu Sayekti.
Pada penelitiannya tersebut Niki Wahyu menuliskan bahwa populasi yang semakin menua
sekaligus rendahnya angka kelahiran dan tingginya angka kematian berdampak pada sector
perekonomian Jepang, dimana hal tersebut menyebabkan kelangkaan tenaga kerja di beberapa
sector pekerjaan. Demi untuk mengatasi kelangkaan tenaga kerja dan krisis kependudukan
tersebut, mendatangkan tenaga kerja asing menjadi salah satu cara yang bisa diambil oleh
Jepang. Didalam tulisannya, Niki menyatakan bahwa kebijakan tersebut belum secara resmi
dipilih oleh pemerintah Jepang karena factor kebijakan Jepang sebelumnya yang enggan
menerima imigran termasuk didalamnya pekerja asing.

Dalam tulisan tersebut penulis sengaja menitikberatkan pada factor yang mempengaruhi
keraguan pemerintah Jepang menerima imigran sekaligus meneliti kebudayaan mayarakat
Jepang sebagai salah satu fartor yang turut menjadi pengaruh. Hal ini berbeda dengan penelitian
ini, dimana penulis lebih menitikberatkan pada krisis tenaga kerja di Jepang dan mengkaji
mengenai upaya-upaya pemerintah Jepang dalam menangani krisis tenaga kerja tersebut.

Masuk pada penelitian kedua yang berjudul “Pengaruh Paham Feminisme Terhadap
Penurunan Populasi Penduduk di Jepang” oleh Sri Dewi Adriani dari Universitas BINUS. Dalam
penelitiannya Sri Dewi Adriani menyatakan bahwa berkurangya jumlah penduduk di Jepang juga
dilatarbelakangi oleh adanya paham feminisme yang merupakan hasil dari masuknya budaya
Barat ke Jepang pasca pembukaan negara. Paham kesetaraan gender ini kemudian
mempermudah wanita-wanita memperoleh pekerjaan dan bependidikan tinggi dimana hal
tersebut membuat mereka lebih memilih karir daripada menikah atau bersedia menikah tanpa
memiliki anak. Hal tersebut dipilih wanita-wanita di Jepang karena mereka merasa tidak dapat
menyeimbangkan antara pekerjaan dan keluarga, ditambah lagi dengan tidak adanya bantuan dari
suami maupun anggota keluarga untuk mengurus rumah maupun anak mereka.

Dari penelitian diatas jelas sekali terdapat perbedaan dengan penelitian kali ini, bahwa
penelitian di atas lebih fokus membahas mengenai paham feminisme sebagai faktor pendorong
atau pengaruh berkurangnya populasi penduduk di Jepang. sedangkan pada penelitian ini penulis
membahas terkait penurunan populasi penduduk di Jepang sebagai faktor adanya krisis tenaga
kerja di Jepang berikut dengan apa-apa saja yang diupayakan pemerintah Jepang untuk
menangani masalah krisis tersebut.

Penelitian selanjutnya oleh Andri Eko Sitanggang dengan judul “Fenomena Penurunan
Jumlah Kelahiran di Jepang”, dimana dalam penelitiannya Andri menyebutkan bahwa masalah
Jepang terkait komposisi penduduk selain menimbulkan masalah biaya kesehatan juga
berdampak pada kondisi perekonomian Jepang, disisi lain tidak adanya generasi yang baru
secara tidak langsung membuat pendapatan akan pajak menjadi semakin berkurang. Penurunan
jumlah kelahiran di Jepang ini disebut dengan Shoushika, dimana fenomena ini menjadi sebuah
ancamn bagi Jepang yang dikhawatirkan tidak akan ada lagi generasi penerus yang nantinya
dapat membangun negara tersebut. Berdasarkan penelitian Andri, kasus yang akan dingkat dalam
penelitian ini merupakan efek atau dampak dari minimnya kelahiran bayi di Jepang. terdapat
kesamaan pada penelitian ini yaitu sama-sama melihat penurunan jumlah kelahiran di Jepang
sebagi sebuah maslah. Akan tetapi yang membedakan adalah jika penelitian oleh saudara Andri
lebih menitikberatkan pada fenomenanya, maka penelitian ini akan membahas mengenai
penurunan sekaligus dengan krisis yang dialami Jepang sebagai dampaknya.

Penelitian selanjutnya berjudul "Fenomena Shoushika di Jepang : Perubahan Konsep Anak"


oleh Arsy Widiandari. Dalam penelitiannya membahas mengenai penurunan jumlah kelahiran di
Jepang yang dimulai pasca Perang Dunia II. peristiwa kelahiran di Jepang mengalami pasang
surut yang kemudian cenderung untuk menurun, maraknya kasus aborsi yang ditujukan untuk
meminimalisir biaya hidup. Di dalam penelitian ini pula dijelaskan mengenai faktor-faktor yang
mendorong adanya Shoushika di Jepang melalui sudut pandang perubahan konsep anak. Fokus
yang dibahas pada penelitian tersebut berbeda dengan apa yang dijadikan fokus oleh penulis.
Meskipun demikian, apa yang telah disebutkan Arsy dalam penelitiannya turut menjadi bagian
pembahasan dari penelitian ini yang mana Shoushika sendiri menjadi penyebab dari adanya
krisis yang terjadi di Jepang

Selanjutnya penelitian kelima dengan judul “Fenomena Penurunan Angka Kelahiran di


Jepang Pasca Perang Dunia II Sampai 2012” oleh Yusy Widarahesty dan Rindu Ayu. Pada
penelitian tersebut keduanya menuliskan bahwa adanya perubahan yang mendasar pada tatanan
negara, dari negara agraris menjadi negara industrialis membuat negara Jepang kemudian
menemui berbagai fenomena-fenomena baru termasuk salah satunya penurunan angka kelahiran.
Perubahan yang terjadi tersebut membuat nilai-nilai yang telah lama ada dan mengkar kuat di
masyarakat Jepang berangsur-angsur berubah.

Dari penelitian di atas membahas seluk-beluk dan faktor-faktor yang memungkinkan


perubahan terjadi di dalam masyarakat Jepang yang kemudian menmunculkan masalah-masalah
atau fenomena fenomena yang baru termasuk penurunan angka kelahiran. Hal ini berarti penulis
dalam penelitian tersebut akan berfokus pada sebatas mengenai sebab akibat dari adanya
fenomena penurunan angka kelahiran. Akan tetapi pada penelitian kali ini penurunan angka
kelahiran termasuk kedalam penyebab dari adanya krisis yang dialami Jepang yang berlanjut
hingga sekarang yakni mengenai tenaga kerja.

Penelitian keenam yang akan dibahas adalah jurnal oleh Adi Abas dengan judul "Analisis
Implementasi Kebijakan Abenomics di Jepang Tahun 2012-2017”. Di dalam jurnal tersebut
disebutkan bahwa Abenomics merupakan sebuah strategi kebijakan Shinzo Abe selaku Perdana
Menteri Jepang, dimana kebijakan tersebut dicanangkan akibat permasalahan-permasalahan yang
dialami Jepang pada sektor ekonomi. Kebijakan tersebut merupakan sebuah jlan yang diharapkan
oleh Shinzo Abe dapat menangani permasalahan Jepang yang dimulai tahun 2008 dimana
pertumbuhan ekonomi Jepang melambat akibat adanya krisis global. Pada saat itu krisis yang
utama menyerang perekonomian Amerika Serikat turut menyebar ke hampir seluruh negara di
dunia hingga mempengaruhi kegiatan ekspor impor Jepang. Selain itu kebijakan Abenomics ini
juga diupayakan untuk mengatasi masalah Jepang dalam hal ketenagakerjaan.

Dari penelitian tersebut kita kemudian dapat mengetahui pokok bahasan yang dibahas oleh
Adi Abas, yakni mengenai bagaimana Abenomics ini diberlakukan dan dijalankan oleh
pemerintah Jepang untuk mengatasi berbagai permasalahan yang terjadi khsusunya dalam hal
ekonomi di negara tersebut. Disisi lain di dalam penelitian ini, peneliti mencoba untuk
memfokuskan pembahasan mengenai permasalahan tenaga kerja dimana permasalahan tersebut
merupakan salah satu bahasan bagian dari kebijkan Abenomics yakni dengan cara
memaksimalkan tenaga kerja.

Penelitian yang ketujuh adalah “Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi dan Demografi Terhadap
Keputusan Perempuan Menikh Muda di Indonesia” oleh Ni Putu Vita Febritanti dan Made Heny
Urmila Dewi ini mambahas mengenai fenomena pernikahan perempuan muda. Di dalam
penelitiannya tersebut mereka menyatakan bahwa usia pernikahan mempengaruhi tingkat
kesuburan suatu negara yang mana hal tersebut jug berdampak pada pertumbuhan negara.
Tingkat penduduk yang telalu banyak maupun terlalu sedikit akan secara tidak langsung
mempengaruhi jalannya pertumbuhan hingga pertumbuhan negara tidak dapat berjalan stabi.
Dalam perjalanannya pernikahan sendiri dipengaruhi oleh berbagai faktor. Di negara
berkembang termasuk Indonesia tingakt pernikahan semakin tinggi yang mana membuat jumlah
penduduk di Indonesia membludak.

Apabila dilihat sekilas penelitian oleh Ni Putu Vita Febritanti dan Made Heny Urmila Dewi
memiliki latar belakang yang berbeda dengan yang tengah peneliti tulis. Akan tetapi apabila
dilihat lebih lanjut terdpat beberapa kesamaan-kesman yang dapat penulis jadikan rujukan
sebagai referensi dalam menulis penelitian ini. Di dalam penelitian tersebut mereka sebagai
penulis menulis pada lingkup Negara Indonesia dan membahas mengenai faktor-faktor apa saja
yang menjadi pengaruh dalam pengambilan keputusan oleh perempuan Indonesia untuk menikah
muda berdasarkan penelitian kuantitatif. Di dalm penelitian ini “Upaya Pemerintah Jepang
Dalam Menangani Krisis Tenga Kerja Melalui Penerimaan Pekerja Asing”, penulis pun akan
memasukkan dan membahas mengenai tingkat fertilitas sebagai pengaruh dalam adanya
permasalahan krisis tenaga kerja yang dialami oleh Negara Jepang. Dari sini sedikit dapat
digambarkan persamaan bahwa keduanya akan sama-sama membahas mengenai perkawinan,
fertilitas serta faktor yng mempengaruhi keduanya baik dalam mempercepat maupun menunda
atau tidak memilih untuk menikah.
Tabel Posisi Penelitian

No. Judul dan Nama Peneliti Jenis Penelitian dan Alat Hasil
Analisa
1. Kebijakan Jepang Terhadap Deskriptif -. Peluncuran
Imigran : Analisis Pada Masa Kualitatif strategi ekonomi
Pemerintahan Shinzo Abe Abenomics oleh
Periode Ke-2 Konsep dan Teori : Shinzo Abe yang
Oleh : Niki Wahyu Sayekti  Analisis formulasi terdiri dari tiga
dan Implementasi komponen: stimulus
kebijakan public fiskal, kemudahan
 Teori identitas moneter dan
kolektif reformasi struktural.
 Konsep pemikiran -. Munculnya tren
masyarakat Jepang 3K (Kitanai/kotor,
kitsui/sulit, dan
kiken/berbahaya)
menyulitkan
perusahaan
konstruksi mendapat
pekerja.
2. Pengaruh Paham Feminisme Deskriptif-Analitis -. Munculnya
Terhadap Penurunan Populasi Kualitatif gerakan feminisme
Penduduk di Jepang yang mendorong
Oleh : Sri Dewi Adriani Konsepdan Teori : gerakan sosial untuk
 Feminisme membela hak-hak
kaum perempuan.
-. Diterimanya
perempuan dalam
sektor politik dan
ekonomi serta
memiliki penidikan
yang tinggi
menjadikan
perempuan di
Jepang tidak begitu
memikirkan untuk
berkeluarga ataupun
memiliki anak, atau
menunda keduanya
3. Fenomena Penurunan Jumlah Deskriptif -. Penurunn tingkat
Kelahiran di Jepang Kualitatif fertilitas (kesuburan)
Oleh : Andri Eko Sitanggang menjadi faktor
Konsep dan Teori : perubahan
 Fenomenologi komposisi penduduk
 Sosiologi di Jepang
-. Faktor lain
penyebab
Shoushika:
Bankonka, tingkat
perceraian tinggi,
sex bebas, mahalnya
biaya memiliki anak
natalitas rendah dan
mementingkan karir
-. Dampak :
Soushokukei danshi
(pria herbivora),
Koreika Shakai
(menurunnya
anggota keluarga)
dan besarnya
taggungan biaya
pemerintah
4. Fenomena Shoushika di Deskriptif -. Perubahan posisi
Jepang : Perubahan Konsep Kualitatif anak yang dulunya
Anak menjadi sumber
Oleh : Arsy Widiandari Konsep dan Teori : tenaga kerja pada
 Teori Ekonomi masyarakat
Fertilitas pertanian, saat ini
berubah menjadi
konsumen yang
harus dilayani dan
difasilitasi pada
masyarakat industri.
-. Adanya perubahan
pola pikir wanita
yang menganggap
bahwa melahirkan
anak hanya akan
menambah beban
dan biaya
-. Shoushika
berkaitan dengan
munculnya
Bankonka
(penurunan
perkawinan) dan
perubahan konsep
anak :
1. anak sebagai
sarana produksi
2. anak sebagai
barang konsumsi
3. anak sebagai
sumber kenyamanan
5. Fenomena Penurunan Angka Deskriptif -. Munculnya
Kelahiran di Jepang Pasca Kualitatif fenomena
Perang Dunia II Sampai 2012 modernisasi yang
Oleh : Yusy Widarahesty dan Konsep dan Teori : menyebabkan
Rindu Ayu  Modernisme terjadinya
 Feminisme perubahan di
berbagai aspek
kehidupan Jepang
seperti
merenggangnya
ikatan keluarga,
individualisme,
berkurangnya
kepekaan sosial
hingga penurunan
fenomena
penurunan kelahiran
-. Adanya kebijakan
Cash for Kids
sebagai pancingan
agar warga Jepang
tertarik memiliki
anak sehingga dapat
menaikkan jumlah
kelahiran anak.
-. Budaya Patriaki
Jepang yang tidak
lagi sejalan dengan
pemikiran wanita
modern Jepang
menjadi alasan
memilih untuk
hanya memiliki satu
anak.
6. Analisis Implementasi Deskriptif-Analitik -. Kebijakan
Kebijakan Abenomics di Kualitatif Abenomics oleh
Jepang Tahun 2012-2017 Shinzo Abe selain
Oleh : Adi Abas Konsep dan Teori : untuk menangani
 Konsep krisis global tahun
Implementasi 2008, sekaligus
Kebijakan sebagai upaya untuk
 Konsep Kebijakan meningkatkan GDP,
Makroekonomi daya saing dan
 Teori Sistem Politik perluasan kemitraan
dagang
-. Terdapat tiga
komponen dalam
kebijakan
Abenomics dimana
dalam masing-
masing komponen
terdapat berbagai
macam program
kerja untuk
melancarkan
jalannya
implementasi
kebijakan hingga
mencapai tujuannya.
7. Pengaruh Faktor Sosial Kuantitatif -. Tinggi rendahnya
Ekonomi dan Demografi tingkat usia
Terhadap Keputusan Konsep dan Teori : perkawianan
Perempuan Menikah Muda di  Teori Keputusan pertama
Indonesia mempengaruhi
Oleh : tingkat fertilitas
-. Menikah dalam
usia muda
dilatarbelakangi
oleh berbagai faktor,
faktor pendidikan,
faktor keluarga,
faktor lingkungan,
faktor pekerjaan.
8. Upaya Pemerintah Jepang Deskriptif -. Penurunan jumlah
Dalam Menangani Krisis Kualitatif penduduk,
Tenaga Kerja Melalui menurunnya angka
Penerimaan Pekerja Asing Konsep dan Teori : kelahiran dan
Oleh : Angela Certa Anisya  Ekonomi Politik meningkatnya
Internasional jumlah populasi usia
 Kebijakan Publik lanjut menjadi faktor
adanya krisis tenaga
kerja di Jepang.
-. Keuletan dan
kegigihan
masyarakat Jepang
menjadikan mereka
masyarakat dengan
etos kerja tiggi,
namun disisi lain
terdapat tradisi
bahwa perempuan
yang telah menikah
dilarang untuk
bekerja dimana hal
tersebut membuat
kebanyakan
perempuan Jepang
memilih menunda
pernikahan demi
mempertahankan
karir.
-. Adanya upaya
pemerintah Jepang
mengimpor atau
membuka pintu bagi
tenaga kerja asing
untuk memenuhi
lapangan pekerjaan
yang kosong da
menanggulangi
krisis tenaga kerja
yang terjadi di
Jepang

1.5 Pendekatan
1.5.1 Ekonomi Politik Internasional

Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan kali ini adalah menggunakan konsep
Ekonomi Politik Internasional. Dimana kebijakan politik negara sangat berhubungan erat dengan
basis perekonomiannya, yang mana kebijakan-kebijakan tersebut akan menentukan bagaimana
berjalannya perekonomian negara tersebut dan juga bagaimana pertumbuhannya. Selain
kebijakan negara yang dapat memberikan pengaruh terhadap sector ekonomi, disisi lain sector
ekonomi juga dapat menjadi factor munculnya kebijakan-kebijakan politik yang baru. Ekonomi
dan politik merupakan dua hal yang saling terhubung dan melengkapi satu sama lain. Kekuatan
ekonomi adalah salah satu factor yang penting yang berpengaruh terhadap kekuatan politik.
Ketika ekonomi membahas mengenai kekayaan, maka politik akan membahas mengenai
kekuatan suatu negara.

Hubungan politik dan ekonomi dapat dilihat dari adanya regulasi pasar, yang mengatur
seluruh tata cara perdagangan, perpajakan perlindungan untuk produsen dan lain sebagainya.
Lahirnya regulasi ini merupakan suatu bentuk kerangka atau konsep politik yang diperuntukkan
mengatur jalannya perekonomian dan mencegah adanya pelanggaran dalam perdagangan
misalnya lahirnya pasar gelap. Di dalam pendekatan Ekonomi Politik Internasional, terdapat
setidaknya tiga teori pendukung yang utama. Dimana teori tersebut antara lain Mekantilisme,
Liberalisme Ekonomi dan Marxisme.

Bagi penganut teori Merkantilisme, ekonomi adalah sebagai factor utama dalam
pembangunan negara yang modern. Ekonomi dianggap sebagai alat politik yang merupakan
tombak utama yang menjadi kekuatan politik suatu negara. 5 lain halnya dengan pemikiran
Liberalisme Ekonomi yang menyatakan bahwa ekonomi tidak boleh mendapat campur tangan
poltik. Menurut Adam Smith, pasar memiliki kecenderungan untuk meluas secara spontan guna
memenuhi kebutuhan manusia yang mana pemerintah tidak boleh ikut campur didalamnya.
Smith juga mengungkapkan bahwa kebebasan pasar merupakan sumber utama kemajuan,
kerjasama dan juga kesejahteraan masyarakat. Apabila hal tersebut mendapat campir tangan
pemerintah atau poltitik, maka akan dianggap sebagai kemunduran bahkan melahirkan konflik.6
Teori yang terakhir yakni Marxisme, yang memiliki pemikiran sama dengan merkantilisme yakni
dengan menolak pemikiran kaum liberalisme ekonomi. Marxisme pun turut meyakini bahwa
ekonomi dan politik saling berhubungan yang kemudian menciptakan kelas-kelas sosial, borjuis
dan proletary.7

Di dalam penelitian ini penulis tidak menggunakan seluruh teori yang telah sedikit
dijabarkan di atas, akan tetapi penulis menggunakan teori Merkantilisme yang ada di dalam
konsep Ekonomi Politik Internasional. Hal ini dikarenakan apabila melihat dari fenomena yang

5
Jackson Robert & Georg Sorensen, 2014, Pengantar Studi Hubungan Internasional Teori dan Pendekatan, Edisi
Kelima, Yogyakarta, Pustaka Pelajar. Hlm. 285.
6
Ibid, Hlm. 290
7
Ibid, Hlm. 295
tengah terjadi di Jepang dalam menangani krisis tenaga kerja, pemerintah Jepang melalui
kebijakan-kebijakan politiknya terus mengupayakan untuk menyelamatkan sector ekonominya
melalui penerimaan tenaga kerja asing. Tentunya sebagai negara maju Jepang terus
mengupayakan memperbaiki krisis tenaga kerja yang tengah melanda melalui jalur politiknya,
karena sebagaimana yang telah diketahui bahwa kebesaran dan juga kekuatan negara maju
seperti Jepang terletak pada ekonomi yang menjadi senjata dari kekuatan politik Jepang. Jack
dan Sorensen mengungkapkan bahwa pada merkantilisme ini, elite-elite politik berada pada
barisan pertama dalam pembangunan. Kekuatan politik dan juga kekuatan ekonomi dapat saling
melengkapi dan mempengaruhi satu sama lain, apabila kekuatan ekonomi dapat menguatkan dan
mendukung pencapaian kekuatan politik bahkan militer maka kekuatan politik akan membawa
kepada menguatnya ekonomi negara.

1.5.2 Konsep Kebijakan Publik

Kebijakan public merupakan sebuah rangkaian yang diputuskan oleh pemerintah yang
kemudian diimplementasikan guna menyelesaikan masalah-masalah atau fenomena yang muncul
di dalam masyarakat. Menurut Robert Eyestone yang telah dikutip oleh Leo Agustino (2008:6)
menyatakan bahwa kebijakan public ialah hubungan antara unit pemerintah dengan
lingkungannya. Lalu menurut Woll dalam kutipan oleh Tangkilisan (2003:2), kebijakan public
yakni segala sesuatu yang diupayakan pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat
baik langsung maupun melalui Lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.
Sedangkan menurut Nugroho, kebijakan public sendiri terbagi kedalam dua karakteristik yakni
yang pertama adalah kebijakan public dimana kebijakan tersebut merupakan sesuatu yang mudah
dipahami dan ditujukan untuk mencapai tujuan-tujuan nasional. Karakteristik yang kedua yakni
kebijakan public yang mana merupakan sesuatu yang dapat diukur dimana kebijakan public
tersebut mengenai sejauh mana pencapaian yang telah diperoleh dalam mencapai apa yang telah
dicita-citakan.8
Pengertian kebijakan publik sendiri menurut beberapa ahli seperti Thomas R.Dye
menyatakan bahwa kebijakan publik merupakan apa yang dilakukan maupun tidak dilakykan
oleh pemerintah dimana pengertian menurut Thomas ini lebih berfokus pada negara sebagai
subjek dan memiliki lingkup yang begitu luas. Lain halnya dengan Dye yang menyatakan bahwa
8
Dr. Taufiqurakhman, 2014, Kebijakan Publik Pendelegasian Tanggungjawab Negara Kepada Presiden Selaku
Penyelenggara Pemerintahan, Jakarta Pusat, Universitas Moestopo Beragama Pers.
kebijakan publik ialah sebuah upaya untuk mengetahui tujuan sesungguhnya mengenai apa yang
dilakukan berikut alsannya dan bagaimana prosesnya oleh pemerintah. Sementara itu, Hakim
menyebutkan bahwa kebijakan publik sendiri adalah suatu studi yang mana mempelajari terkait
keputusan-keputusan pemerintah dalam menghadapi permasalahan yang mana permasalahan
tersebut adalah permasalahan yang menjadi perhatian publik. Permasalahan yang dimaksud
adalah permasalahan yang disebabkan antara lain oleh kegagalan birokrasi dalam melayani dan
menyelesaikan keluhan-keluhan rakyat atau masyarakat luas.9
Kebijakan Publik merupakan sebuah produk politik, yang muncul dengan berdasarkan pada
tujuan untuk mencapai kepentingan public. Keberadaan kebijakan public dinilai penting karena
kebijakan public ini sendiri dianggap sebagai sebuah penentu berhasil tidaknya atau tercapai
tidaknya suatu tujuan.10 Dalam kasus ini peneliti melihat adanya fenomena yang mempengaruhi
kebijakan public yang dikeluarkan oleh pemerintah, dimana pemerintah Jepang berupaya untuk
mencari jalan keluar guna memecah masalah krisis tenaga kerja yang tengah terjadi dengan
melalui penerimaan pekerja asing. Disini kebijakan pemerintah Jepang tersebut dianggap sebagai
penentu berhasil tidaknya Jepang dalam mencapai tujuannya, dimana hal ini tujuan Jepang
adalah terbebas dari krisis tenaga kerja yang disebabkan oleh tingginya angka usia lanjut.

1.6 Metode Penelitian


1.6.1 Variabel Penelitian dan Level Analisa
Variabel dalam penelitian ini yakni, “Krisis Tenaga Kerja” sebagai Variabel Bebas
atau Independent dan “Upaya Pemerintah Jepang melalui Penerimaan Pekerja Asing”
sebagai Variabel Terikat atau Dependent.
1.6.2 Metode/Tipe Penelitian
Dalam penelitian kali ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Di
mana metode deskriptif ini merupakan metode penelitian yang berusaha menjawab
petanyaan “bagaimana” dengan mengumpulkan data-data yang tidak terukur (non-
numerik).
1.6.3 Teknik Analisa Data

9
Teori Kebijakan Publik Menurut Para Ahli, diakses melalui https://idtesis.com/teori-kebijakan-publik-menurut-
para-ahli/
10
Prof. Dr. Drs. H. Budiman Rusli, 2013, Kebijakan Publik Membangun Pelayanan Publik Yang Responsif, Bandung,
Hakim Publishing.
Pada penelitian ini, penulis menggunakan teknik Analisa data induksionis. Dimana
Teknik Analisa ini bertujuan untuk mengumpulkan data, memilah, mengelompokkan,
dan kemudian menganalisis data tersebut sehingga dapat menemukan jawaban
sebagai hasil akhir dari penelitian.
1.6.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan studi pustaka, mencari data
dari sumber-sumber yang relevan seperti buku, jurnal maupun e-jurnal, surat kabar,
internet, tesis, jurnal skripsi dan working paper.
1.6.5 Ruang Lingkup Penelitian
a. Batasan Waktu
Batasan waktu yang ditentukan oleh penulis yakni mulai tahun 2008-2017,
dimana penulis banyak menemukan sumber data yang sekiranya relevan dengan
topik yang dibahas pada penelitian ini.
b. Batasan Materi
Pada penelitian ini, Batasan materi yang ditentukan oleh penulis adalah seputar
pada kondisi sosial masyarakat Jepang, kebijakan ketenagakerjaan pemerintah
Jepang beserta dampak dari kebijakan tersebut terhadap struktur sosial
masyarakat Jepang.

1.7 Argumen Pokok


Fenomena yang dihadapi oleh negara-negara maju saat ini adalah semakin berkurangnya
penduduk, dimana kemudian hal tersebut berdampak pada berbagai sektor twrmasuk
perekonomian negara. Turunnya jumlah penduduk ini juga dialami oleh Jepang, yang
menjadikannya sebagai negara aging population karena begitu tingginya penduduk lansia dan
begitu rendahnya angka kelahiran di negara ini. Semakin menurunnya populasi di Jepang mau
tidak mau berdampak pada sektor ekonomi Jepang, dimana fenomena kelangkaan tenaga kerja
menjadi permasalahan yang harus cepat ditanggulangi oleh pemerintah. Semakin maju dan
berkembangnya industri di negara sakura ini yang tidak dibarengi dengan naiknya angka
angkatan kerja, menjadikan banyak ruang kosong di berbagai sektor. Krisis ini begitu berbeda
dan berbanding terbalik dengan yang kerap terjadi di begara-negara berkembang, imana
kelangkaan terjadi pada sektor lapangan pekerjaannya bukan pada tenaga kerjanya.
Berdasarkan pada rumusan masalah “Bagaimana Upaya Pemerintah Jepang Dalam
Menangani Krisis Tenaga Kerja Melalui Pekerja Asing”, pemerintah Jepang mulai gencar
membuka jalan masuk untuk para pekeja asing atau imigran dan mengupayakan untuk
melonggarkan larangan masuknya imigran ke Jepang. Besarnya jumlah aging population
menjadikan Jepang mengalami banyak kekosongan di hampir seluruh sector termasuk industry
konstruksi. Parahnya krisis yang dialami Jepang di bidang tenaga kerja tidak saja menjadikan
Jepang membuka jalan masuk bagi para skilled workers, namun juga unskilled workers
meskipun mereka enggan mengakui goongan tersebut. Upaya ini kemudian membuat Jepang
melakukan perubahan atau perombakan terkait imigran mulai dari izin tinggal, tenggang waktu
bermukim serta tenggang kontrak kerja dengan perusahaan atau industry terkait.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Demografi Jepang

Tentu banyak dari kita yang telah mendengar dan tahu tentang Negara Jepang. Jepang
merupakan salah satu negara di Asia Timur yang termasuk kedalam negara maju. Letak
geografis Jepang berada pada 35°41’LU 139°46’BT dengan luas wilayah kurang lebih 377.944
km2.11 Jepang sendiri dibagi kedalam 8 wilayah dengan jumlah penduduk total sebanyak kurang
lebih 126.785.797 jiwa pada tahun 2017. Hampir seluruh masyarakat Jepang merupakan bangsa
mongoloid, dimana banyak yang tidak mengetahui bahwa sesungguhnya bangsa mongoloid
haanyalah bangsa pendatang di Jepang. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa saat ini
mayoritas penduduk Jepang merupakan bangsa mongoloid yang diperkirakan masuk ke Jepang
dari selatan melalui Farmosa dan Ryukyu, namun data arkeologi menyebutkan bahwa mereka
datang melalui Korea.12 Penduduk asli Jepang sendiri merupakan suku Ainu yang telah hidup di
Jepang sejak puluhan tahun yang lalu. Sementara itu saat ini Suku Ainu yang masih tersisa
diperkirakan tinggal di Pulau Hokkaido dan Pulau Kurile.13 Suku yang nnerupakan penduduk asli
Jepang ini memiliki bahasa yang berbeda dan mata pencaharian yang berbeda pula dari
masyarakat umum dimana mereka menggantungkan diri pada kegiatan berburu, bergani dan
berdagang barang-barang kerajinan tradisional.14

Masyarakat Jepang merupakan masyarakat yang telaten, ulet dan juga pekerja keras, dimana
hal tersebut terbukti dari semakin majunya sektor-sektor industri perekonomian di negara
tersebut. Sudah sejak lama bahkan sebelum masa Perang Dunia II, masyarakat Jepang menganut
ideologi yang disebut dengan ideologi Keluarga Luas Tradisional IE dan Kazoku Kokka (Negara
Keluarga). Dalam ideologi tersebut disebutkan bahwa keputusan apaapun yang diambil oleh
masyarakat Jepang, menjaga kehormatan keluarga adalah yang utama dan haruslah dijaga.
Terdapat dua konsep dalam ideologi yang dianut masyarakat Jepang ini yaitu, Nenkojoretsu yang
berarti bahwa seseorang haruslah dapat memposisikan diri sesuai dengan hierarkinya

11
JAPAN, diakses melalui www.bnp2tki.go id/read/11941/JAPAN.html
12
Reischauer (1953), dalam Ibid.
13
Dr. Leo Agung S., M.Pd. 2015, Sejarah Asia Timur 1, Yogyakarta, Penerbit Ombak, hal. 89
14
Mengenal Suku Ainu, Penduduk Asli Jepang, diakses melalui
https://news.okezone.com/read/2016/03/25/18/1345650/mengenal-suku-ainu-penduduk-asli-jepang
(sempai=senior, kohai=junior). Lalu yang kedua adalah Shushin Koyousei yang memiliki makna
besarnya rasa saling memiliki dan kesadaran untuk terus mempertahankan keluarga di mata
orang lain yang bukan merupakan keluarganya. Didalam ideologi keluarga luas tradisional IE ini,
masyarakat Jepang memiliki peribahasa yang berbunyi baka demo chounan, dimana seseorang
berhak untuk mendapat penghormatan sesuai dengan keududukannya. Ideologi yang berkembang
sebelum Perang Dunia II ini kemudian berganti menjadi Kazoku Kokka, dimana dapat dijumpai
pada sistem pemerintahan di Jepang yang mana masyarakat Jepang sendiri menganggap bahwa
hubungan Kaisar dengan rakyat diibaratkan seperti hubungan bapak dengan anak. Kazoku Kokka
ini merupakan sebuah pemikiran politik yang menggabungkan prinsip-prinsip kekeluargaan,
politik sekaligus keagamaan dengan Kaisar sebagai pemimpin dan pemersatunya yang patut
untuk dijunjung tinggi.15

Pengertian IE di dalam bahasa Jepang memiliki dua arti yakni sebagai rumah dan sebagai
sistem keluarga luas terbatas (limited extended family) yang dihitung secara patrineal. Menurut
pendapat beberapa ahli seperti Nakane bahwa sistem IE ini memberikan dampak kepada hampir
seluruh aspek kehidupan masyarakat Jepang, kehidupan keseharian mereka, cara berpikir dan
bahkan perkawinan. Dari adanya sistem IE ini kemudian muncullah seikatsu kyodotai yang
berarti kehidupan bersama. Kemudian pendapat lain datang dari Kitano yang tidak jauh berbeda
dari pendapat sebelumnya, bahwasanya IE adalah suatu bentuk keluarga yang bergerak dalam
bidang-bidang yang saling terpaut antara lain ekonomi, kehidupan bersama dan pemujaan
terhadap arwah leluhur. Dimana kehidupan tersebut kemudian memungkinkan munculnya
kumpulan dari beberapa keluarga inti dengan satu keluarga inti senior yang bertindak sebagai
kepala keluarga yang luas, secara turun temurun dan diikat oleh satu garis keturunan.16

Pasca Perang Dunia II, Jepang dikenal sebagai negara besar karena kualitas masyarakatnya
yang mumpuni. Akan tetapi sejalan dengan hal tersebut mulailah muncul masalah yang lain
terkait kuantitas masyarakat Jepang yang semakin menurun, dimana tingginya semangat untuk
bekerja membuat kebanyakan masyarakat Jepang menolak untuk menikah dan membina rumah
tangga apalagi mempunyai keturunan. Keengganan tersebut terlepas dari faktor ekonomi,
kemungkinan besar didorong oleh adanya budaya yang terus mereka jaga hingga saat ini.
Masyarakat Jepang terkenal dengan masyarakata yang gigih mempertahankan tradisi dan
15
Ideologi kekuarga
16
Ibid.
budayanya termasuk salah satunya adalah tidak diizinkannya wanita yang telah menikah untuk
bekerja.17 Hal ini mungkin saja menjadi salah satu faktor mengapa semakin turunnya kuantitas
masyarakat Jepang, karena keinginan yang tinggi untuk terus bekerja.

2.2 Kondisi Perekonomian Masyarakat Jepang

Dalam kehidupan bernegara, sektor ekonomi adalah salah satu sektor yang sakral dalam
perkembangan dan pertumbuhan negara tersebut. Jalannya pemerintahan negara tidak perah bisa
dilepaskan dari yang namanya ekonomi dan pasar, karena dari sanalah negara bisa mendapatkan
kehidupan yang lebih layak dan sejahtera. Apabila membahas mengenai Jepang tentu saja tidak
luput pula pembahasan mengenai sektor ekonomi di bidang industirnya yang patut dicungi
jempol. Kebesaran dan kemajuan ekonomi yang diraih Jepang saat ini merupakan hasil dari
usahanya dalam mengembalikan keadaan pasca Perang Dunia II dan membuatnya menjadi
negara dengan perekonomian terkuat kedua setelah Amerika Serikat. 18 Kecanggihan teknologi
dan kualitas yang mumpuni menjadikan Jepang dikenal sebagai negara industri, meskipun sektor
industri tersebut bukanlah satu-satunya sektor dalam tatanan perekonomian Jepang. Bahkan hasil
dari industri Jepang pun telah menyebar ke hampir seluruh dunia dengan merk-merk ternama
seperti toyota, sony, panasonic dan fujifilm.19

Mengunggulkan sektor industri bagi Jepang merupakan sebuah pilihan, karena pada
kenyataannya Jepang merupakan negara dengan Sumber Daya Alam yang tergolong rendah.
Dengan memanfatkan dan menitikberatkan perekonomian pada sektor industri ditambah dengan
tingginya kualitas Sumber Daya Manusia, Jepang terbukti mampu untuk terus menumbuhkan
perekonomiannya dan membawanya sebagai negara besar.20 Pada bidang industri tidak hanya
ada industri otomotif dan perobotan, tapi juga mencakup industri lain seperti elektronik, tekstil,
farmasi dan lain sebagainya.21 Selain industri, sektor ekonomi yang lainnya yakni pertanian
dimana beras menjadi komoditas utma pertanian di Jepang. Terbatasnya lahan yang dapat

17
Drs. Leo Agung S., M.Pd, 2016, Sejarah Asia Timur 2, Yogyakarta, Penerbit Ombak, hal 130
18
Andri Eriko Sitanggang, 2018, Fenomena Penurunan Jumlah Kelahiran di Jepang, Skripsi, Medan: Studi Sastra,
Universitas Sumatera Utara, hal 1.
19
Kedutaan Besar Jepang di Indonesia, diakses dalam https://www.id.emb-japan.go.jp/expljp_15.html
20
Mengenal Sistem Ekonomi Jepang, Salah Satu Negara Industri Paling Maju di Dunia, diakses melalui
https://www.onlenpedia.com/2016/12/mengenal-sistem-ekonomi-jepang-salah.html
21
Ibid
digarap oleh masyarakat menjadikan hasil dari bertani tidak dapat diekspor ke luar negeri dan
hanya dikonsumsi dalam negeri saja, selain itu guna menutupi kekurangan Jepang pun harus
mengimpor beras dari luar negeri dengan kuantitas yang cukup tinggi.22

Kebangkitan ekonomi Jepang pasca Perang Dunia II pada kenyataannya sempat mengalami
pasang surut, diantaranya pada tahun 1991 dimana tahun tersebut kemudian dijuluki sebagai
dekade yang hilang. Di tahun 1991 tersebut perekonomian Jepang stagnant karena keadaan
ekonomi yang tidak stabil, dimana krisis ini disebut dengan gelembung ekonomi. rendahnya nilai
saham ditambah adanya macet kredit ekonomi turut menandi peristiwa pecahnya gelembung
ekonomi Jepang pada saat itu. Banyak cara dilakukan pemerintah untuk mengatasi permasalahan
dan mengembalikan keadaan, akan tetapi sepertinya perekonomian hanya bergerak perlahan
tanpa menunjukkan hasil yang memuaskan.

Kejadian lain yang dialami oleh Jepang di tahun 2011 karena adanya musibah tsunami dan
gempa bumi semakin menghambat perbaikan ekonomi Jepang. hingga kemudian Jepang yang sat
ini dibawah kepemimpinan Shinzo Abe mengeluarkan sebuah kebijakan yang diharapkan dapat
memulihkan kondisi perekonomian Jepang yang mana kebijakan tersebut adalah Abenomics.
Abenomics sendiri merupakan sebuah kebijakan ekonomi yang diajukan oleh Perdana Menteri
Shinzo Abe dengan tujuan memulihkan perekonomian Jepang melalui tiga mekanisme yang
disebut dengan “panah”. Di dalam Abenomics ini sendiri terdapat tiga komponen atau panah
seperti yang telah disebutkan, dimana ketiganya adalah kebijakan moneter, fiskal dan struktural.

Pada komponen yang pertama dalam Abenomics yakni kebijakan moneter, kebijakan dari
Abe ini turut melibatkan langkah-langkah pelonggaran kuantitatif dan kualitatif dari Bank of
Japan (JOP). Tujuan dari kebijakan tersebut adalah menerapkan pelonggaran keuangan didalam
skala yang sama sekali baru dengan cara mengurangi tingkat bunga riil. Sebagai komponen yang
kedua yakni fiskal, Abe memafaatkan tingkat depresiasi mata uang yen Jepang yang tinggi guna
mendorong kegiatan ekspor barang. Selain itu didalam kebijakan fiskan ini juga terdapat
konsolidasi dari dana pemerintah yang kemudian dialokasikan untuk rekonstruksi wilayah
terdampak bencana dan sebagian untuk mempromosikan sektor swasta dan juga inovasi. 23

22
Kedutaan Besar Jepang di Indonesia, Op. Cit.
23
Tiga Jurus Shinzo Abe Pulihkan Ekonomi Jepang, diakses melalui
http://www.tribunnews.com/bisnis/2013/10/07/tiga-jurus-shinzo-abe-pulihkan-ekonomi-jepang (26/10/2018,
22:15 WIB)
Komponen yang ketiga sekaligus komponen terakhir dalam Abenomics ialah kebijakan struktur
dimana disebut-sebut kebijakan ini merupakan kebijakan yang berat karena didalamnya
menyentuh banyak sektor dalam negara, seperti pajak, angkatan kerja, dan masih banyak lagi.
Komponen terakhir ini merupakan komponen yang penting mengingat dari sinilah setiap langkah
yang diambil pemerintah akan membawa nama baik Jepang terkait berhasil atau tidak strategi
yang digunakannya.24 Agaknya Abenomics usulan Shinzo Abe ini membuahkan hasil, tercatat
pada tahun 2015 tingkat ekonomi Jepang naik 1,5% dari tahun sebelumnya dimana kenaikan ini
merupakan kali pertama setelah merosotnya GDP Jepang pada 3 kuartal sebelumnya pasca krisis
melanda.25

2.3 Krisis Tenaga Kerja di Jepang

Negara-negara di hampir seluruh dunia pasti pernah mengalami permasalahn didalam


negaranya, baik permasalahan dibidang sosial, politik maupun ekonomi. Bukan hanya negara
berkembang saja yang memiliki masalah demikian, akan tetapi negara maju pun kerap kali
dihadapkan dengan permasalahan-permasalahan yang kadang tidak kalah rumit. Permasalahan
negara-negara maju kerap kali terletak pada populasinya dimana populasi tersebut semakin hari
semakin mengalami penurunan. Permasalahan yang demikianlah yang saat ini tengah dihadapi
oleh Jepang dimana saat ini penduduk Jepang mengalami terus mengalami penurunan. Terus
menurunnya jumlah populasi di Jepang bukan diakibatkan karena angka kematian yang tinggi,
namun karena semakin turunnya jumlah kelahiran setiap tahunnya sedangkan usia masyarakat
Jepang semakin tua tanpa dibarengi kelahiran generasi-generasi baru. Di tahun 2013 tercatat
bahwa angka kelahiran bayi mengalami penurunan hampir mencapai 6.000 kelahiran dengan
kematian naik sebesar 19.000 jiwa apabila dibandingkan dengan tahun 2012.26

Keinginan untuk terus bekerja ditambah semakin tingginya tingkat pendidikan yang
diperoleh membuat banyak wanita memutuskan untuk menunda pernikahan dan memiliki
momongan, bahkan tidak sedikit yang memilih untuk tidak berkeluarga sama sekali. Hal tersebut

24
Valeria Szekeres, 2015, Abenomics: a Way to Accelerate the Japanese Economic Growth?, Budapest:
Management, Enterprise and Benchmarking in the 21st Century, diakses melalui
https://kgk.uni-obuda.hu/sites/default/files/29_Szekeres_0.pdf
25
Kebijakan Abenomic Terbukti Ampuh Pulihkan Ekonomi Jepang, diakses melalui
https://economy.okezone.com/read/2015/04/22/213/1138540/kebijakan-abenomic-terbukti-ampuh-pulihkan-
ekonomi-jepang
26
Rekor Penurunan Penduduk Jepang, diakses melalui
https://www.bbc.com/indonesia/dunia/2014/01/140101_jepang_penduduk
yang kemudian menjadi salah satu faktor semakin berkurangnya angka kelahiran di Jepang,
sebagai dampak lain diperkirakan kemungkinan besar Jepang akan terus mengalami kemrosotan
populasi hingga 30% sekitar 87 juta di tahun 2060 mendatang.27 Menurut data dari Kementrian
Kesehatan jumlah kelahiran bayi tahun 2014 menurun sekitar 9.000 dibandingkan dengan tahun
2013 yakni berjumlah 1.001.000 kelahiran. Penurunan jumlah kelahiran yang semakin hari
semakin meningkat ini akan memberikan dampak yang signifikan kepada Jepang dihampir
seluruh aspek terlebih lagi pada aspek ekonomi. Menurut seorang pejabat Kementrian Kesehatan
penurunan jumlah anak-anak di Jepang ini tidak dapat dihindari, hal ini disebabkan karena
semakin menurunnya jumlah wanita dengan usia reproduksi. Selain itu faktor yang turut
mempengaruhi penurunan jumlah penduduk antara lain juga disebutkan salah satunya adalah
meningkatnya biaya persalinan dan membesarkan anak, perubahan lingkungan masyarakat dan
juga jumlah wanita karir dimana kemudian menyebabkan semakin bertambahnya jumlah orang
yang belum bahkan memutuskan untuk melajang seumur hidup.28

Perkiraan penurunan jumlah populasi penduduk Jepang ini telah lama diprediksi oleh para
ahli dan pengamat pada saat sensus penduduk tahun 1920, dimana perkiraan tersebut
berdasarkan dari data-data penurunan jumlah kelahiran bayi dan minimnya jumlah migrasi yang
masuk ke Jepang. Sekretaris Kabinet Yoshihide Suga menyampaikan pernyataannya dalam
kutipan kantor berita Kyodo bahwa guna mengatasi penurunan populasi dan angka kelahiran ini
begitu penting untuk segera mendapat penanganan yang serius dengan membangun sebuah
struktur sosial yang diharapkan dapat mengakomodasi penurunannya tersebut. Selain itu
Yoshihide juga mengungkapkan bahwa pemerintah Jepang sat ini tengah benar-benar berupaya
untuk meningkatkan angka kelahiran dan menekan angka penurunan jumlah penduduk.29

Dalam sejarahnya penurunan penduduk di Jepang ini telah terjadi selama bertahun-tahun,
dimana fenomena penurunan penduduk ini disebut dengan Shoushika. Dari data yang tercatat
dalam Statistic Bureau, Ministry of Home Affairs and Communications di tahun 2010 penduduk
Jepang secara keseluruhan mencapai 128.057.000 jiwa. Keseluruhan dari total penduduk tersebut

27
Penyebab Populasi Jepang Terus Menurun, diakses melalui http://sukajepang.com/penyebab-jatuhnya-populasi-
jepang/
28
Angka Kelahiran di Jepang Capai Titik Rendah, diakses melalui
https://www.bbc.com/indonesia/majalah/2015/01/150102_majalah_jepang_kelahiran
29
Penduduk Jepang Berkurang Satu Juta Dalam Lima Tahun, diakses melalui
https://www.bbc.com/indonesia/dunia/2016/02/160226_dunia_sensus_jepang
terdiri dari 16.803.000 usia 0-14 tahun dan 29.246.000 berusia 65 tahun ke atas. 30 Meskipun
jumlah penduduk Jepang cenderung menglami penurunan namun dapat dijumpai adanya
peningkatan meskipun tidak dapat dikatan tidak begitu signifikan.

Sumber : Population, total (https://data.worldbank.org/indicator/SP.POP.TOTL?contextual=population-and-


labor&end=2017&locations=JP&start=1960&view=chart)

Dari data di atas dapat dilihat bahwa terjadi perubahan demografi pada penduduk Jepang,
menurut data tercatat jumlah populasi total tahun 2008 sebanyak 128.063.000 yang menurun
secar berturut hingga tahun 2009 dan naik di tahun 2010 sebelum kembali menurun hingga tahun
2017. Kenaikan dan penurunan pun juga sama terjadi pada grafik jumlah angktan kerja. Untuk
mempermudah mengetahui jumlah populasi total dan angkatan kerja mulai tahun 2008-2017,
dapat dilihat pada tabel berikut.

30
Population Cencus, diakses melalui http://www.stat.go.jp/english/data/kokusei/index.html dalam Andri Eriko
Sitanggang, 2018, Fenomena Penurunan Jumlah Kelahiran di Jepang, Skripsi, Medan: Studi Sastra, Universitas
Sumatera Utara.
Tahun Jumlah Populasi Jumlah Angkatan
Kerja
2008 128.063.000 67.092.189
2009 128.047.000 66.914.551
2010 128.070.000 66.665.453
2011 127.833.000 65.970.611
2012 127.629.000 65.650.470
2013 127.445.000 65.992.810
2014 127.276.000 66.182.686
2015 127.141.000 66.363.239
2016 126.994.511 66.844.279
2017 126.785.797 66.503.545

Sumber : World Development Indicators (http://databank.worldbank.org/data/reports.aspx?


source=2&series=SP.POP.TOTL&country=JPN)

Dapat dilihat dari tabel di atas bahwa penurunan yang terjadi di tahun 2008 ke tahun 2009
disusul dengan adanya kenaikan di tahun 2010, akan tetapi kenaikan tersebut tidak bertahan lama
hingga harus kembali mengalami penurunan terus menerus hingga di tahun 2017 dengan jumlah
total populasi sebanyak 126.785.797 jiwa. Sedangkan pada sektor angkatan kerja sendiri pada
tahun 2008 mencapai 67.092.189 angkatan kerja lalu turun menjadi 66.914.551 di tahun
berikutnya. Penurunan ini sendiri terus terjadi hingga tahun 2013 mencapai 65.992.810 yang
kemudian kembali naik perlahan sampai tahun 2016 dengan total 66.844.279. Kenaikan jumlah
angkatan kerja ini merupakan hal yang positif, pasalnya dengan naiknya jumlah angkatan kerja
berarti semakin berkurangnya jumlah angka ketergantungan. Namun sayangnya Jepang tidak
dapat mempertahankan jumlah tersebut hingga harus kembali turun pada angka 66.503.545 di
tahun 2017.31

Jumlah populasi merupakan salah satu faktor yang penting dalam kehidupan sebuah negara,
karena dengan adanya penduduk dengan kuantitas dan kualitas yang tepat sebuah negara dapat
31
World Development Indicators, diakses melalui http://databank.worldbank.org/data/reports.aspx?
source=2&series=SP.POP.TOTL&country=JPN
terus tumbuh dengan stabil. Di Jepang sendiri penduduk merupakan sebuah komponen penting
dalam kehidupan negaranya di berbagi sektor terlebih pada ekonomi. Seperti yang kita tahu
bahwa Jepang merupakan sebuah negara dengan sektor industrinya yang maju dan besar, tentu
saja sudah dapat dipastikan bahwa sektor industri ini sangatlah memerlukan tenaga-tenaga
produktif. Namun seiring berjalannya waktu populasi Jepang semakin menurun, dimana hal
tersebut berdampak pada bidang perekonomian Jepang termasuk pada sektor industri.
Berkurangnya populasi dalam usia produktif dan semakin tingginya jumlah usia non produktif
menjadikan banyaknya lapangan pekerjaan yang kosong. Menurut survey tenga kerja tahun 2015
bahwa sekitar 83% manager bidang perekrutan tenaga kerja Jepang menemui kesulitan
memenuhi pekerjaan.32

Sejauh ini tingkat populasi siap kerja di Jepang mencapai angka tertingginya pada tahun
1995 dimana jumlahnya mencapai 87,33 juta jiwa. Jumlah tersebut kemudian terus menurun
hingga berada di angka 79 juta jiwa pada tahun 2013, apabila melihat kondisi yang demikian
menurut riset dari the National Institute of Population and Social Security menyatakan bahwa
populasi siap kerja akan terus mengalami penurunan dari yang semula berjumlah 67,73 di tahun
2030 menjadi 44,18 tahun 2060 mendatang. 33 Berdasarkan data yang telah diperoleh dari laman
Data Bank, Population Estimates and Projections menyatakan bahwa populasi Jepang saat ini
terus menurun hingga 10 tahun mendatang dimana berarti ini akan menjadi masalah yang
semakin serius bagi Jepang termasuk juga dengan perekonomian.

32
Kekurangan Tenaga Kerja, Jepang Bakal Rekrut Pekerja Asing, diakses melalui
https://m.republika.co.id/amp/ofmxjs383
33
37 niki sayekti
Source : http://databank.worldbank.org/data/source/population-estimates-and-projections/Type/TABLE/preview/on#

Jumlah populasi total di Jepang semakin mengalami penurunan di setiap tahunnya, perkiraan
total populasi pada tahun 2041 populasi di Jepang akan berada di angka 113.316.000 jiwa.
Proyeksi ini sudah jauh berada di bawah total populasi pada tahun 2017 yang berjumlah
126.785.797, meskipun demikian pada kenyataannya angka tersebut akan terus turun. Dimana
populasi total tahun 2045 berjumlah 111.011.000 dan kembali turun menjadi 108.040.000 pada
tahun 2050. Semakin turunnya populasi ini didorong dengan minim atau bahkan tidak adanya
kelahiran yang diperkirakan pada tahun 2041 hingga 2050 nanti.34

Tidak memadainya jumlah angkatan kerja membuat Jepang semakin berada pada kondisi
yang darurat ditambah lagi dengan semakin berkembangnya industri-industri di Jepang.
Permasalahan krisis tenga kerja yang tengah dihadapi oleh Jepang bahkan menimbulkan
permasalahan lain selain ketenagakerjaan. Dimana permasalahan tersebut antara lain adalah
berubahnya struktur keluarga, adanya peningkatan beban ekonomi yang harus ditanggung oleh
Jepang karena terlalu banyak mengeluarkan biaya untuk jatah pensiun, serta menurunnya
tabungan masyarakat.35 Menurut survey Recruit Works Institute, kurang lebih 67,9% perusahaan
di Jepang berhasil mencapai target perekrutan tenaga kerja, namun tidak dengan 32,1% lainnya
dimana mereka menyatakan gagal mendapatkan tenaga kerja sesuai dengan target. 36 Hal tersebut
tidak lain karena adanya kesenjangan populasi yang menyebabkan Jepang mengalami krisis

34
Population Estimates and Projections, diakses melalui http://databank.worldbank.org/data/source/population-
estimates-and-projections/Type/TABLE/preview/on#advancedDownloadOptions
35
Fitri Rizka
36
38 niki
tenaga kerja. Akibatnya selain banyak lapangan pekerjaan yang kosong, para pekerja senior
bahkan mereka yang telah masuk masa pensiun pun harus bekerja hingga memasuki usia 60
dikarenakan sektor ekonomi Jepang saat ini hanya bisa bergantung pada senior mereka saja.37

Pada dasarnya krisis tenaga kerja di Jepang tidak hanya dialami oleh perusahaan di sektor
industri otomotif, robot dan konstruksi saja, namun juga merambah pada sektor kesehatan
dimana semakin banyak tenaga kesehatan yang dibutuhkan. Kurangnya tenaga kerja dibidang
kesehatan menjadikan banyaknya kasus-kasus baru seperti munculnya malpraktek bahkan hingga
kecelakaan yang menimpa pekerja medis atau perawat. Banyaknya jumlah pasien dan lansia
tidak sebanding dengan jumlah tenaga kesehatan dimana hal tersebut membuat tenaga kesehatan
harus bekerja dua kali lipat yang ironisnya akan membuat mereka kelelahan bahkan
mencelakakan orang lain. Jumlah pekerja tenaga kesehatan tercatat pada tahun 2004 sebanyak
1.268.450 dibanding dengan populasi total Jepang sebanyak 127,6 juta jiwa, dimana jumlah
pekerja sangatlah kurang mengingat banyaknya populasi total penduduk Jepang.38

2.4 Upaya Pemerintah Jepang

Dalam suatu negara selain politik pemerintahan sektor perekonomian juga memiliki peran
yang cukup penting signifikan, dimana perekonomian ini kemudian menjadikan negara mampu
untuk tumbuh dan bersaing dengan negara-negara lain. Ekonomi tidak dapat dilepaskan dari
kehidupan negara seperti halnya masyarakat yang tidak dapat bertahan hidup tanpa adanya
transaksi jual beli, pasar, perdagangan dimana termasuk kegiatan ekonomi. Begiru pula negara
apabila tidak ada siklus ekonomi yang terus berputar maka dipastikan negara akan mengalami
kemunduran dan juga banyak permasalahan, ekonomi sendiri dalam suatu negara dapat
membantu negara untuk menjadi negara besar dan dipandang di seluruh dunia. Seperti halnya
Jepang yang besar karena perekonomiannya, yang berhasil membawa masyarakatnya kepada
kejayaannya pasca Perang Dunia II. Keberhasilan yang diraih Jepang ini tidak dapat lepas dari
adanya peran masyarakatnya yang terus menerus berjuang dan bekerja keras, yang terbukti
mmpu membawa Jepang hingga seperti saat ini.
37
Dengan Populasi yang Menua, Mampukah Jepang Bertahan Tanpa Imigran?, diakses melalui
https://www.matamatapolitik.com/populasi-penduduk-menua-jepang-bergantung-kepada-imigran/
38
Joe Lamar, Shortage of Nurses in Japan Leads to High Accident Rate, diakses melalui
https://www.bmj.com/content/320/7246/1362.9.full
Baik dan sempurna di luar belum tentu demikian keadaan di dalamnya, sekalipun Jepang
berhasil menuai banyak pujian dan juga penghargaan atas keberhasilannya namun disisi lain
Jepang memiliki permasalahan yang dapat dikatan cukup serius terkait dengan tenaga kerja.
Masalah krisis tenag kerja yang dialami Jepang ini diakibatkan karena adanya penurunan tingkat
populasi di Jepang yang mengakibatkan naiknya angka harapan hidup dengan sedikit generasi
muda sebagai penerus. Permasalahan yang demikian ini akan terus memperburuk Jepang bukan
hanya pada sisi sosial masyarakatnya saja, akan tetapi politik dan ekonominya. Hal ini terbukti
dengan kosongnya lapangan pekerjaan dan sukarnya merekrut tenaga kerja baru.

Permasalahan tersebut rupanya cukup menjadi perhatian pemerintah Jepang dibawah


kekuasaan Perdana Menteri Shinzo Abe, dimana pemerintah sendiri beserta Abe berupaya
mencari jalan keluar untuk menangani krisis tenaga kerja yang tengah melanda Jepang ini. Di
awal masa pemerintahan Abe yang kedua mulai tahun 2012 sebenarnya bukan hanya
permasalahan tenaga kerja saja yang menjadi fokus dari Abe karena ada beberapa masalah
didalam bidang ekonomi lainnya. Di awal pemerintahannya tersebut guna menangani berbagai
masalah ekonomi yang menjerat Jepang, Abe mengeluarkan sebuah kebijakan yang disebut
dengan Abenomics dimana kebijakan ini sendiri terdiri dari tiga komponen. Komponen yang
terdapat didalam Abenomics adalah yang pertama kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan yang
ketiga adalah kebijakan struktural.39 Upaya-upaya untuk menangani krisis tenaga kerja telah
dilakukan Abe sebagi bagian dari kebijakan struktural, seperti adanya kebijkan pengkaryaan
kembali pekerja setelah masa pensiun, womenomics dan yang saat ini gencar dibicarakan adalah
pembukaan peluang tenga kerja asing.

Sekilas membahas mengenai kebijakan pegkaryaan kembali, kebijakan ini sendiri


sebenarnya bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi para pekerja senior yang masih
memiliki semangat kerja tinggi sekaligus untuk menutupi kebutuhan akan pekerja di sektor-
sektor yang kosong. Selain adanya kebijkan pengkaryaan kembali pihak pemerintah juga
mencanangkan kebijakan mengenai womenomics dimana pemerintah mencoba mendorong
tingkat partisipasi perempuan dalam perekonomian sebagai tenaga kerja. Disisi lain Shinzo Abe
sendiri meyakini bahwa naiknya partisipasi perempuan juga akan berpengaruh pada naiknya
tingkat fertilitas negara Jepang hingga masalah penduduk dapat teratasi. 40 Kebijakan mengenai
39
niki
40
abas
permasalahan tenaga kerja yang saat ini dibicarakan dan diupayakan pemerintah Jepang terlepas
dari kedua kebijakan yang telah lahir lebih dulu ialah pengupayaan Jepang dalam mengatasi
krisis tenaga kerja tersebut dengan membuka pintu bagi pekerja asing.

Jepang memang berencana untuk menarik tenaga kerja asing untuk masuk ke negaranya, hal
tersebut lantaran semakin banyak penduduk Jepang yang menginjak usia lanjut hingga
menyebabkan Jepang mengalami kekurangan tenaga kerja. Menurut Shibayama Penasehat
Khusus Perdana Menteri Shinzo Abe kepada Bloomberg bahwa dengan adanya keadaan seperti
ni tidak menutup kemungkinan bahwa Jepang akan mengadopsi lebih banyak strategi dalam
eberapa tahun kedepan. Alasan dari pernyataannya tersebut adalah Jepang harus membuat sistem
yang mana diharapkan akan dapat menarik lebih banyak pekerja asing.41

2.5 Dampak Kebijakan Pemerintah Jepang

41
Populasi Makin Susut, Jepang Makin Banyak Tarik Pekerja Asing, diakses melalui
https://ekonomi.kompas.com/read/2016/09/18/131157626/populasi.makin.susut.jepang.makin.banyak.tarik.peke
rja.asing

Anda mungkin juga menyukai