Anda di halaman 1dari 20

TUGAS MAKALAH

“ DINAMIKA PENDUDUK JEPANG”


ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS)
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata pelajaran
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Disusun Oleh:
Kelas IX. A
Kelompok : 2

1. Muthmainna
2. Fadilah Ummul Khairah
3. Asarel
4. Reno

SMP NEGERI 4 SABBANG

Jl. Reformasi Dusun Durian Kunyi, Desa Buntu Torpedo Kecamatan Sabbang
Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Illahi Rabbi yang telah melimpahkan


rahmat dan hidayah-Nya. Atas berkat rahmat dan hidayah-Nya serta berbagai
upaya, tugas makalah mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial yang berjudul
“DINAMIKA PENDUDUK JEPANG” dapat diselesaikan dengan baik dan
tepat waktu. Makalah ini ditulis berdasarkan buku panduan yang berkaitan
dengan Ilmu Pengetahuan Sosial, serta infomasi dari media massa yang
berhubungan dengan Sosial. Disadari bahwa makalah ini masih kurang
sempurna. Untuk itu diharapkan berbagai masukan yang bersifat membangun
demi kesempurnaannya. Semoga makalah ini bermanfaat.

Buntu Torpedo, 30 Agustus 2022

Penyusun

1
DAFTAR ISI

JUDUL……………………………………………………………………………... i

KATA PENGANTAR …………………………………………………………. .... 1

DAFTAR ISI …………………………………………………………………… … 2

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang …………………………………………….……….. 3

1.2. Rumusan Masalah ……………………………………….…………. 5

1.3. Tujuan .……………………………………………….…….....………5

1.4. Manfaat .………………………………………….…….....……… ….5

BAB II PEMBAHASAN

2.1.. Jumlah Sebaran dan Penduduk……………….…..………………...6

2.2. Komposisi Penduduk……………………………………….………… 7

2.3. Budaya………………………………………………………….……... 8

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ……………………………………………………...…….. 10

3.2 Saran ………………………………………………………….……….. 10

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………… 11

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Jepang adalah sebuah negara kepulauan dan negara kesatuan yang bersistem
parlementer dengan berbentuk monarki konstitusional di Asia Timur. Letaknya di ujung
barat Samudra Pasifik, di sebelah timur Laut Jepang, dan bersebelahan dengan
Tiongkok, Korea Selatan, dan Rusia. (Wikipedia)

Populasi: 125,8 juta (2020) Bank Dunia

Tingkat pertumbuhan populasi: -0,3% perubahan tahunan (2020) (Bank Dunia)

PNB per kapita: 43.760 Keseimbangan Daya Beli dolar (2019) (Bank Dunia)

Tingkat kelahiran: 1,36 kelahiran per perempuan (2019) (Bank Dunia)

Tingkat pengangguran: 2,9% (Jul 2020) (Eurostat)

Harapan hidup: 84,36 tahun (2019) (Bank Dunia)

Jepang memiliki penduduk sebesar 126,9 juta jiwa meskipun


jumlah penduduk nya besar namun ada kecendrungan mengalami penurunan
dikarenakan angka kelahiran yang tidak begitu tinggi. sementara penduduk lanjut usia
makin banyak dikarenakan baik nya kesehatan

3
1.2. Rumusan Masalah

1. Jumlah dan sebaran penduduk Jepang

2. Komposisi Penduduk Jepang

3. Budaya Jepang

1.3 Tujuan

1. Mengetahui Jumlah dan sebaran penduduk Jepang

2. Mengetahui Komposisis Penduduk Jepang

3. Mengetahui Budaya Jepang

1.4 Manfaat

Manfaat yang dapat diambil yaitu membantu pembaca dalam


memahami dinamika penduduk China

4
BAB II
PEMBAHASAAN

2.1. Jumlah Dan Sebaran Penduduk

Di tahun 2022 populasi jumlah penduduk Jepang mencapai kurang lebih 126.476.461
jiwa. Kemudian angka persentase pertumbuhannya di tahun 2021-2022 mencapai
sebesar -0.30% atau jika dihitung berkurang sebanyak -383,840 jiwa.

Kenapa populasi Jepang minus sebanyak itu? Beberapa faktor penyebabnya karena
angka kelahiran yang rendah, sementara angka kematian tinggi. Sebab, di negara ini
sering terjadi bencana alam yang besar. Contohnya seperti tsunami dan gempa bumi.

Perkembangan penduduk Jepang dari tahun ke tahun :

 Tahun 1950 : 89,018,257 jiwa


 Tahun 1960 : 93,673,615 jiwa
 Tahun 1970 : 104,929,251 jiwa
 Tahun 1980 : 117,816,940 jiwa
 Tahun 1990 : 124,505,240 jiwa
 Tahun 2000 : 127,524,174 jiwa
 Tahun 2010 : 128,542,353 jiwa
 Tahun 2019 : 126,860,301 jiwa
 Tahun 2022 : 126.476.461 jiwa

Jika dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia Timur, total populasi Jepang
menempati urutan ke 2. Tepatnya berada dibawah negara Tiongkok (China) yakni
sebanyak 1,4 miliar juta jiwa. Sedangkan dua negara dibawah Jepang yaitu Korea
Selatan (51,2 juta jiwa) dan Korea Utara (25,7 juta jiwa).

Kemudian di lingkup yang lebih luas, dilihat dari populasi penduduk negara-negara di
dunia, Jepang menempati urutan ke 11. Posisinya berada dibawah negara Rusia (145,9
juta jiwa) dan Mexico (128,9 juta jiwa). Sementara itu, dua negara di bawahnya yakni
Ethiopia (114,9 juta jiwa) dan Filipina (109,5 juta jiwa)..

Persebaran Penduduk di Jepang

Di Jepang, terdapat banyak pulau disana namun yang dihuni cuma sekitar ratusan saja.
Berdasarkan data, banyak warga Jepang yang tinggal di Hokkaido, Honshu, Kyoshu dan
Shikoku.

5
 Hokkaido => pulau yang terletak di bagian utara negara Jepang, terkenal dengan kota
Sapporo sebagai kota terbesar.
 Honshu => pulau yang terletak di bagian Selatan dari Hokkaido, terkenal dengan kota
Tokyo sebagai ibukota negara.
 Kyoshu => pulau yang terletak di bagian barat Jepang, terkenal dengan kota Fuluoka
sebagai kota terbesar.
 Shikoku => pulau yang dibagi menjadi empat prefektur (Kochi, Kagawa, Tokushima,
Ehime)

2.2. Komposisi penduduk


Penduduk Jepang berjumlah stabil sekitar 30 juta orang sepanjang abad ke-18 hingga
paruh pertama abad ke-19. Populasi Jepang meningkat setelah Restorasi Meiji 1868.
Pada 1926, penduduk Jepang mencapai 60 juta orang, dan melampaui angka 100 juta
orang pada 1967. Namun sejak tahun 1960-anhingga 1970-an, laju pertumbuhan
penduduk melambat menjadi rata-rata sekitar 1%, dan turun drastis sejak 1980-an.
Populasi Jepang mencapai puncaknya pada Desember 2004 sejumlah 127.840.000
orang. Populasi mengalami penurunan untuk pertama kalinya sejak Perang Dunia
II menjadi 127.770.000 orang menurut Sensus Penduduk 2005. Menurut perkiraan Biro
Statistik Jepang, penduduk Jepang pada 1 Desember 2009 berjumlah 127.530.000
orang (62.130.000 laki-laki dan 65.410.000 perempuan),dan dibandingkan populasi
Desember 2008 terjadi penurunan sebesar 0,12% (150.000 orang). Penduduk usia 65
tahun ke atas di Jepang meningkat dari 22.005.152 orang (1 Oktober 2000) menjadi
25.672.005 orang (1 Oktober 2005)., dan menjadi 29.100.000 orang pada 1 Desember
2009.Penduduk usia 65 tahun ke atas telah melampaui jumlah penduduk usia muda (0-
14 tahun) sejak tahun 1997.Pada 1 Desember 2009, persentase penduduk berusia 65
tahun ke atas sebesar 22,8% dari total populasi.Sensus Januari 1997 memprediksi
27,4% populasi Jepang akan berusia di atas 65 tahun pada tahun 2025, dan bertambah

menjadi 32,3% pada tahun 2050.Persentase penduduk usia muda (0-14 tahun) terus
menyusut sejak 1982. Pada tahun 2008, penduduk usia muda berjumlah 17.180.000
orang atau 13,5% dari total penduduk, sementara populasi usia produktif (15-64 tahun)
sebesar 64,5% (82.300.000 orang), dan terus menurun sejak tahun 1996.Menurut data 1
Juli 2009, persentase penduduk 0-14 tahun dan 15-64 tahun mengalami penurunan,
masing-masing sebesar 0,84% (145.000 orang) dan 1,02% (844.000 orang)
dibandingkan data 1 Juli 2008.

6
2.3. Budaya Negara Jepang
8 Budaya Jepang yang Terkenal sampai Saat Ini, Jepang menyimpan berbagai
budaya yang unik juga menarik. Akan tetapi, tak banyak orang tahu sejarah dan makna
tersirat di balik budaya-budaya dari negeri Sakura itu.

Berikut ulasan mengenai sejarah dan makna tersirat di balik beberapa budaya Jepang
yang terkenal yang sudah dijalani hingga puluhan tahun, bahkan ratusan tahun oleh
masyarakatnya :

1. Geisha: Seniman-Penghibur Tradisional Jepang

Geisha adalah salah satu dari sekian banyaknya budaya Jepang yang cukup terkenal.
Terkadang, bagi sebagian orang yang masih awam terhadap Geisha, akan menganggap
Geisha sebagai sosok “makhluk misterius” dan menjadi salah satu budaya, sekaligus
profesi tradisional Jepang yang kerap disalahartikan.

Dalam bahasa Jepang sendiri, Geisha bermakna “orang seni” atau orang yang memiliki
keterampilan dalam seni tradisional Jepang, seperti menari, menyanyi, musik, ataupun
upacara minum teh. Dengan kata lain, Geisha adalah aktivis seni penghibur tradisional
di negara Jepang.

Memang, awalnya pria lah yang memerankan Geisha ini, tetapi beberapa pria yang
menekuni budaya tradisional ini cenderung menurun, hingga akhirnya para wanita yang
segera menggantikan peran mereka.

Geisha sudah ada sejak abad 18-an dan 19-an, serta masih sangat terkenal sampai
saat ini. Sayangnya, di zaman sekarang, kebudayaan Jepang yang satu ini cenderung
menurun meskipun masih ada beberapa di antara orang Jepang yang tetap
mempertahankan Geisha.

7
Adapun sebutan lain untuk Geisha, yakni Maiko dan Geiko. Istilah tersebut mulai ada
dan diterapkan di zaman Restorasi Meiji. Istilah Maiko hanya diterapkan di tempat
Kyoto, sementara istilah Geiko hanyalah sebutan lain saja. Hal itu karena Maiko lah
yang menjadi sebutan untuk Geisha pemula.

Lazimnya, budaya tradisional Jepang ini (geisha) memang sudah diajarkan dan dilatih
sejak usia muda. Tak hanya itu, rumah geisha juga rata-rata akan membawa gadis dari
keluarga tidak mampu atau miskin untuk menetap dan berlatih di sana. Rumah-rumah
Geisha itu disebut Okiya.

Awalnya, Geisha pemula atau Maiko bekerja sebagai pembantu, lalu sebagai pembantu
senior Geisha, pemilik rumah sebagai anggota dari latihan mereka serta penolong biaya
pendidikan dan pemeliharaan mereka pula. Bahkan, hingga saat ini pun budaya
pelatihan Geisha masih dijumpai di Jepang.

Namun, Geisha modern sudah tak lagi diangkat dan dididik oleh rumah Geisha (Okiya).
Hal itu karena Geisha sudah bersifat sukarela.

Sampai saat ini, Geisha masih menjadi daya tarik yang cukup besar dari negara Jepang
sendiri, bahkan dari para wisatawan asing. Akan tetapi, bagi para wisatawan yang ingin
melihat budaya Jepang yang satu ini, perlu mengetahui beberapa lokasi spesial,
tepatnya di Kyoto, agar dapat menemukan seorang Geisha

2. Matsuri: Festival

Matsuri adalah semacam festival budaya di Jepang yang diselenggarakannya


saat summer atau musim panas. Matsuri ini berhubungan dengan festival dari kuil,
yakni kuil Buddha dan kuil Shinto. Sebenarnya, Matsuri sendiri adalah acara untuk
berdoa dan bersembahyang. Hanya saja itu tak memfokuskan pada para wisatawan
8
yang datang. Hal itu karena banyak pula pengunjung atau wisatawan yang datang
sekadar untuk melihat festival budaya Matsuri ini.

Matsuri sendiri berasal dari kata matsuru yang artinya menyembah atau memuja.
Matsuri berarti penyembahan atau pemujaan pada Kami. Dalam ajaran agama Shinto,
terdapat empat unsur dalam matsuri, yaitu harai atau penyucian,
persembahan, norito atau pembacaan do’a, dan pesta makan.

Sementara apabila dilihat dari pengertian sekularisme, Matsuri berarti hari libur
perayaan atau festival.

Matsuri ini berawal dari pembacaan do’a yang dilakukan pendeta Shinto, baik untuk
individu maupun sekelompok orang yang dilaksanakan di tempat yang tak tertampak
oleh orang lain.

Adapun maksud dan tujuan diadakannya Matsuri ini adalah sebagai bentuk doa atas
keberhasilan panen, suksesnya bisnis, sembuh dari penyakit, dan sebagainya. Tak
hanya itu, Matsuri sendiri juga diselenggarakan sebagai bentuk perayaan tradisi yang
berkaitan dengan peralihan musim atau mendoakan arwah dari para figur terkenal.

Matsuri sendiri diadakan di berbagai tempat di Jepang. Meskipun lazimnya Matsuri


dilaksanakan di kuil, ada pula yang menyelenggarakan Matsuri di gereja dan atau
dilaksanakannya dengan tidak mengaitkan sisi keagamaan.

Waktu pelaksanaan dan makna upacara Matsuri juga bervariasi, tergantung dari tujuan
penyelenggaraan dan daerahnya.

Seiring berkembangnya zaman, penyelenggaraan Matsuri ini sering menyimpang dari


maksud dan tujuan yang sesungguhnya. Namun, di balik itu semua, sisi tradisional dari
budaya Jepang yang satu ini tetap terus dilestarikan hingga saat ini

9
3. Sadou: Upacara Minum Teh

Upacara minum teh atau Sadou ini terdapat dua jenis, yakni Ochakai dan Chaji.
Ochakai adalah upacara minum teh yang terbilang tidak terlalu formal karena biasanya
orang Jepang akan mengundang teman dan kerabatnya untuk melakukan
kegiatan ochakai sebagai bentuk perayaan keberhasilan atau semacamnya.
Kemudian, Chaji juga merupakan upacara minum teh yang sifatnya formal dan sangat
sakral, bahkan pelaksanaannya dapat berlangsung lebih dari 4 jam.
Awalnya, upacara minum teh bermula dari agama Buddha (Zen) yang dibawa orang
Tiongkok di abad ke-6. Kemudian, upacara ini kerap dilakukan oleh orang Jepang
sampai abad ke-12 yang mana pada abad itu ditemukan varian teh baru Matcha, yaitu
teh dari serbuk teh hijau.

Sampai akhirnya pada abad ke-16, upacara minum teh terus menyebar ke seluruh
masyarakat Jepang dan menjadi suatu budaya yang ada di Jepang hingga saat ini.
Bahkan dengan rasa bangganya, orang-orang Jepang selalu mencoba melestarikan
budaya yang satu ini hingga ke ranah Internasional.

Sadou atau upacara minum teh ini memiliki tata cara dalam pelaksanaannya. Tuan
rumah harus melakukan persiapan, seperti menata ruangan, mendekor, menyiapkan
peralatan Sadou-nya, dan semacamnya. Selain itu, para tamu juga memiliki tata caranya
sendiri sebelum diperkenankan memasuki ruangan yang telah disediakan oleh tuan
rumah. Kemudian, ada pula aturan duduk dan tata cara menerima dan menyerahkan
mangkuk tehnya.

Di balik itu semua, Sadou atau upacara minum teh yang sudah menjadi kebudayaan
Jepang ini memiliki banyak makna kehidupan, misalnya, sikap saling menghargai dan
menghormati antara tuan rumah dan tamu. Dengan begitu, budaya Jepang yang satu ini
secara tak langsung menunjukkan karakter dari si tuan rumah yang bertujuan agar
terwujudnya ketenteraman satu sama lain.
10
4. Kimono: Pakaian Tradisional Jepang

Budaya Jepang yang terkenal selanjutnya, yakni Kimono. Tentunya kalian tidak asing
lagi mendengar istilah ini. Kimono adalah salah satu pakaian tradisional dari negara
Jepang yang sudah terkenal hingga ke kancah Internasional. Kimono yang terdiri
dari ‘ki’ artinya pakai dan ‘mono’ berarti barang atau benda.

Mulanya, Kimono adalah pakaian yang dipakai dari kalangan bangsawan saja, yakni
sekitar tahun 794-1185 atau dalam sejarang Jepangnya diketahui sebagai
periode Heian.

Kemudian, seiring berkembangnya zaman, pakaian Kimono ini semakin familiar


dan popular di kalangan masyarakat, bahkan sering pula dipakai oleh aktor kabuki saat
melakukan pentas dan Geisha.

Akan tetapi, di tahun 1683, terjadilah pelanggaran dalam mengenakan pakaian Kimono,
terlebih yang mahal dan mencolok. Hingga akhirnya, Kimono kembali muncul pada abad
ke-19 saat Jepang sudah mulai mengembangkan diri akan dunia modern.

Pakaian Kimono sendiri pun berbeda-beda, tergantung dari perayaan yang


diselenggarakan atau dilaksanakan. Seperti halnya, Kimono yang dikenakan oleh wanita
lajang akan berbeda dengan Kimono yang dipakai oleh wanita yang sudah menikah.
Berikut akan dijelaskan sedikit mengenai jenis-jenis Kimono berdasarkan perayaannya.

 Mofuku merupakan Kimono dengan warna serba hitam yang digunakan oleh
wanita dan pria saat upacara berkabung atau berduka cita.

11
 Tomesode adalah bentuk Kimono yang sangat formal. Kimono Tomesode memiliki
motif berwarna emas dan perak, digunakan oleh wanita Jepang yang sudah
menikah. Umumnya, Kimono Tomesode dipakai untuk menghadiri acara
pernikahan.
 Iromuji adalah Kimono yang tak memiliki pola dan terdiri dari satu warna saja.
Kimono Iromuji dapat dikenakan oleh semua wanita, baik yang lajang maupun
sudah menikah.
 Susohiki atau Hikizuri adalah kimono khusus yang dikenakan oleh Geisha atau
para penari Jepang. Adapun perbedaan Kimono ini apabila dibandingkan dengan
Kimono biasanya, yakni terletak pada bentuknya. Bentuk
Kimono Susohiki atau Hikizuri cenderung lebih panjang hingga menyapu lantai.
 Furisode merupakan Kimono formal untuk wanita yang belum menikah alias masih
lajang. Lazimnya dikenakan dalam acara khusus, termasuk upacara kedewasaan,
upacara minum teh (Sadou), dan atau menghadiri acara pernikahan.
 Komon adalah Kimono yang dibuat dari sutra serta memiliki motif yang hampir
menutupi seluruh Kimononya. Umumnya, Kimono Komon dipakai saat acara
informal atau casual.

5. Tako: Layang-Layang Jepang

Budaya Jepang berikutnya ialah Tako. Tako memiliki arti, yakni layang-layang,
sementara takoage artinya layang-layang terbang. Di negara Jepang, menerbangkan
layang-layang menjadi salah satu kegiatan atau aktivitas favorit keluarga Jepang yang
dilaksanakan tiap tahun baru.

Meskipun kegiatan Tako ini tidak terlalu familiar di seluruh dunia, akan tetapi hal ini
sangatlah terkenal di negara Jepang. Selain di tahun baru, layang-layang dapat dijumpai
saat festival budaya.

12
Pada dasarnya, layang-layang di Jepang memang kebanyakan terbuat dari
kertas washi dengan kerangka bambu atau kayu cemara, dan tinta hitam
atau sumi, serta menggunakan cat pewarna alami dengan warna cerah. Adapun
kerangka bambu atau kayu cemara itu disebut sebagai tulang, sedangkan penutup
kertas washi disebut sebagai kulit.

Masyarakat Jepang menganggap bahwa Tako bukanlah sekadar layang-layang,


melainkan sebuah karya seni dan budaya bernilai tinggi yang sepatutnya dilestarikan.

Bahkan, pemerintah Jepang memberikan subsidi juga tunjangan pada para seniman
layang-layang yang kemudian hasil karya seninya tersebut dipajang dan diabadikan di
sebuah museum, yakni Museum Tako no Hakubutsukan, tepatnya di Tokyo.

Di museum tersebut sudah terdapat kurang lebih 3.500 koleksi layang-layang dari
Jepang dan mancanegara, baik berbentuk dua dimensi maupun tiga dimensi.

Tako biasanya diterbangkan saat Hamamatsu Matsuri, tahun baru, dan hari libur umum.
Adapula di Honen Matsuri atau Festival Panen, Tako diterbangkan dengan batang padi
yang terikat sebagai bentuk rasa terima kasih atas panen yang baik.

Festival layang-layang terbesar di Jepang terdapat di Hamamatsu yang letaknya di


Prefektur Shizuoka yang dirayakan dari tanggal 3 sampai 5 Mei di tiap tahunnya.
Pelaksanaan festival tersebut sebagai bentuk perayaan bayi yang baru lahir di kota
tersebut dan berdoa bagi kesehatan dan masa depan sang bayi-bayi di Hamamatsu.
Adapun kebiasaan ini dikenal dengan sebutan Hatsudako.

Tak sama dengan festival lain, Festival Hamamatsu tak berkaitan dengan kegiatan religi
atau keagamaan karena lazimnya festival ini dilaksanakan di pinggiran pantai. Festival
layang-layang di Hamamatsu yang dilaksanakan tiap tahunnya ini, dikenal dengan
sebutan Takoage-Gassen.

13
6. Origami: Seni Melipat Kertas

Siapa yang tak kenal dengan Origami? Origami ternyata merupakan salah satu budaya
Jepang yang terkenal hingga ke kancah dunia. Bahkan, di Indonesia sendiri, kesenian
origami sudah diajarkan saat duduk di bangku taman kanak-kanak.

Origami telah lama ada, sejak pertama kali kertas digunakan, yakni abad pertama
Tiongkok, sekitar 105 M oleh Ts’ai Lun. kemudian, pada abad ke-6 sekitar 106 M,
metode pembuatan kertas dibawa ke Spanyol oleh orang Arab dan Jepang.

Di Jepang sendiri, Origami diyakini ada sejak Zaman Heian sekitar tahun 741-1191. Hal
tersebut berawal dari Origami digunakan sebagai penutup botol arak beras atau sake
ketika upacara penyembahan, wanita juga anak-anak.

Lalu, Origami pun makin sering diterapkan di Jepang yang pada masa itu dikenal
dengan sebutan Orikata, Orisui, ataupun Orimono. Akan tetapi, di tahun 1880, bentuk
budaya kesenian ini lebih disebut sebagai Origami oleh masyarakat Jepang dan
istilah Orikata, Orisui, ataupun Orimono terlupakan begitu saja.

Sekitar tahun 1600-1868, tepatnya di zaman Edo, perkembangan origami terbilang


cepat sebab pada masa itu persediaan kertas tidak sukar didapat. Malahan saat itu
persediaan kertas washi pun masih cukup banyak.

Adapun Origami ini terdiri dari kata ori berarti ‘lipat’ dan gami berarti ‘kertas’. Bahan yang
dipakai juga hanyalah kertas atau kain persegi yang kemudian dilipat sehingga
membentuk serupa benda atau hewan tertentu.

14
Karena seni Origami ini kerap dilakukan oleh masyarakat Jepang, hingga saat ini
banyak orang menyebut Origami sebagai salah satu budaya Jepang yang memang
turun temurun.

7. Hanami: Flower Viewing

Hanami atau yang dikenal sebagai festival penyambutan bermekarnya bunga


Sakura. Hanami adalah salah satu tradisi sekaligus budaya yang sudah ada selama
ribuan tahun lalu di Jepang.

Awal mulanya, festival Hanami hanya diselenggarakan para bangsawan serta kelompok
kelas atas. Seiring berkembangnya zaman, pada zaman Edo atau sekitar tahun 1600,
aktivitas menikmati bunga Sakura akhirnya diterapkan oleh masyarakat luas Jepang.

Sementara pada zaman modern, Hanami diadakan sebagai bentuk kegiatan untuk
sekadar berpiknik atau berkumpul, baik dengan keluarga, kerabat, maupun teman.
Kegiatan tersebut mereka lakukan di siang atau malam hari yang ditemani cahaya
lampion sembari menikmati bunga Sakura yang bermekaran.

Untuk pelaksanaannya, festival Hanami hanya diadakan setahun sekali. Hal itu karena
waktu mekarnya bunga Sakura hanya di kurun waktu tertentu serta jangka waktu yang
tak lama. Umumnya, bunga Sakura di Jepang bermekaran berkisar Maret sampai Mei
dengan puncaknya pada bulan April. Saat mekar, warna daun dari bunga Sakura akan
berubah seirama dengan warna bunganya, yakni merah muda atau pink.

Di balik perayaan festival Hanami ini, ada makna tersendiri bagi orang Jepang.
Lazimnya, bunga Sakura tidak akan mekar dengan jangka waktu yang lama sehingga
orang Jepang akan merayakan keindahan ini sebagai bentuk reminder bahwa

15
keindahan itu tak akan berlangsung lama. Maka dari itu, masyarakat Jepang
menjadikan Hanami sebagai kegiatan ‘istirahat sejenak’ dari hectic-nya dunia kerja.

Adapun tempat-tempat yang dapat dikunjungi untuk menikmati bunga Sakura ini, di
antaranya Tokyo, Nagoya, Osaka, Kyoto, Hiroshima, dan kota lainnya. Namun, perlu
diperhatikan bahwa tak semua tempat dan taman di kota-kota Jepang dapat digunakan
untuk menggelar festival Hanami.

Kamus saku dwibahasa ini disusun untuk memenuhi kebutuhan praktis penggunanya
saat berwisata, berkomunikasi, berkorespondensi, membaca buku, menerjemahkan,
atau belajar bahasa Jepang.

Tentunya kamus ini disusun dengan berbagai keistimewaan di dalamnya, yaitu


menyajikan entri yang disusun menurut urutan alfabet romaji (Latin), menyajikan entri
sekaligus dalam huruf kanji, hiragana, katakana, dan romaji untuk memudahkan
pengguna yang baru mulai mempelajari bahasa Jepang, menyajikan running
head dalam huruf romaji untuk memudahkan pencarian entri, menyajikan kosakata yang
banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, dan masih banyak lagi.

8. Hanabi: Kembang Api

Hanabi adalah salah satu budaya Jepang Terkenal di kalangan orang


Jepang. Hanabi merupakan bunga api dan merepresentasikan keindahan kembang api
sebagai bagian dari budaya Jepang yang sangat disenangi dari dulu.

Sejak zaman Edo, Hanabi melambangkan hadirnya musim panas di Jepang dengan
festival kembang api yang jumlahnya tak terkira hingga menarik ratusan bahkan ribuan
orang.
16
Pada tahun 1733, festival Hanabi diselenggarakan untuk umum guna menghibur
masyarakat dan menenangkan arwah yang sudah meninggal akibat kemiskinan di tahun
sebelumnya. Adapun Hanabi ini diadakan di tepi Sumida, bahkan sampai saat ini pun
masih berlangsung.

Merayakan Hanabi ini dijadikan sebagai ajang untuk menikmati keindahan kembang api.
Hal itu karena melihat kembang api saat musim panas sama seperti memandangi
bunga-bunga saat musim semi.

Tiap daerah di Jepang memiliki jadwal sendiri dalam penyelenggaraan


festival Hanabi ini. Dengan demikian, jumlah dan bentuk kembang api yang dibakar
disesuaikan dengan lokasinya. Adapun beberapa jadwal perayaan Hanabi yang tak
boleh dilewatkan masyarakat Jepang dan para wisatawan asing, di antaranya Adachi
Fireworks Festival, Sumidagawa Hanabi Taikai, Tenjin Hanabi Festival, Omagari
Fireworks Festival, Nagaoka Festival Grand Fireworks, Tsuchiura All Japan Fireworks
Competition, dan Yokohama Sparkling Twilight.

17
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Dinamika kependudukan merupakan perubahan dan pertumbuhan jumlah penduduk
dari waktu ke waktu yang disebabkan oleh berbagai hal. Adapun penyebab perubahan
dan pertumbuhan tersebut antara lain angka kelahiran, angka kematian, dan
perpindahan penduduk, yang dapat dibagi lagi menjadi perpindahan penduduk dari desa
ke kota, kota ke desa, luar negara ke dalam negara, maupun sebaliknya. Jumlah
penduduk pada suatu negara selalu mengalami perubahan. Perubahan-perubahan ini
yang menyebabkan adanya kepadatan penduduk atau kekurangan penduduk.
Pertumbuhan penduduk di berbagai negara pun berbeda. Mengutip buku IPS Terpadu
(Sosiologi, Geografi, Ekonomi, Sejarah) oleh Nana Supriatna (2006:33), penduduk
bersifat dinamis, dalam arti kuantitas maupun kualitasnya. Dinamika kependudukan
mampu membuat kualitas sumber daya manusia semakin membaik maupun sebaliknya.

3.2. SARAN
Penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan sangat
jauh dari kesempurnaan.Tentunya, penulis akan terus memperbaiki makalah dengan
mengacu pada sumber yang dapat di pertanggung jawabkan nantinya. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan
makalah diatas

18
DAFTAR PUSTAKA

https://brainly.co.id/tugas/24317256
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/25932/03%20BAB%20II.pdf?sequen
ce=6&isAllowed=y
https://brainly.co.id/tugas/18634707
https://www.gramedia.com/literasi/budaya-jepang-yang-terkenal/

19

Anda mungkin juga menyukai