Anda di halaman 1dari 18

1

A. Definisi
Hemofilia merupakan gangguan koagulasi herediter atau didapat yang paling
sering dijumpai, bermanifestasi sebagai episode perdarahan intermiten. Hemofilia
disebabkan oleh mutasi gen faktor VIII (F VIII) atau faktor IX (F IX), dikelompokkan
sebagai hemofolia A dan hemofilia B. Kedua gen tersebut terletak pada kromosom X,
sehingga termasuk penyakit resesif terkait-X (Ginsberg,2008). Oleh karena itu,
semua anak perempuan dari laki-laki yang menderita hemofilia adalah karier
penyakit, dan anak laki-laki tidak terkena. Anak laki-laki dari perempuan yang karier
memiliki kemungkinan 50% untuk menderita penyakit hemofilia. Dapat terjadi wanita
homozigot dengan hemofilia (ayah hemofilia, ibu karier), tetapi keadaan ini sangat
jarang terjadi. Kira-kira 33% pasien tidak memiliki riwayat keluarga dan mungkin
akibat mutasi spontan (Hoffbrand, Pettit, 1993).
Hemofilia merupakan kelainan perdarahan herediter terikat faktor resesif
yang dikarakteristikkan oleh defisiensi faktor pembekuan esensial yang diakibatkan
oleh mutasi pada kromosom X (Wiwik Handayani, 2008)
Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor pembekuan
darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada kromosom X
(Xh). Meskipun hemofilia merupakan penyakit herediter tetapi sekitar 20-30% pasien
tidak memiliki riwayat keluarga dengan gangguan pembekuan darah, sehingga
diduga terjadi mutasi spontan akibat lingkungan endogen maupun eksogen (Aru et
al, 2010).
Hemofilia adalah kelompok gangguan perdarahan yang diturunksn dengan
karakteristik defisiensi faktor pembekuan darah. Hemofilia adalah kelainan
perdarahan kongenital terkait kromosom X dengan frekuensi kurang lebih satu per
10.000 kelahiran. Jumlah orang yang terkena di seluruh dunia diperkirakan kurang
lebih 400.000. Hemofilia A lebih sering dijumpai daripada hemofilia B, yang
merupakan 80-85% dari keseluruhan (Dorlands Ilustrated Medical Dictionary, 29/E.
2002).
Hemofilia berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang terdiri dari dua kata yaitu
haima yang berarti darah dan philia yang berarti cinta atau kasih sayang. Hemofilia
adalah suatu penyakit yang diturunkan, yang artinya diturunkan dari ibu kepada
anaknya pada saat anak tersebut dilahirkan Hemofilia adalah gangguan perdarahan
yang disebabkan oleh defisiensi herediter dan faktor darah esensial untuk koagulasi
(Wong, 2003).
Hemofilia merupakan penyakit pembekuan darah kongenital yang disebabkan
karena kekurangan faktor pembekuan darah, yaitu faktor VIII dan faktor IX. Factor
tersebut merupakan protein plasma yang merupakan komponen yang sangat
dibutuhkan oleh pembekuan darah khususnya dalam pembentukan bekuan fibrin
pada daerah trauma (Hidayat, 2006).

B. Klasifikasi
Menurut Hadayani (2008) hemofilia dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu sebagai berikut.
1. Hemofilia A; dikarakteristikkan oleh defisiensi F VIII, bentuk paling umum yang
ditemukan, terutama pada pria.
2. Hemofilia B; dikarakteristikkan oleh defesiensi F IX yang terutama ditemukan
pada pria.
2

3. Penyakit Von Willebrand dikarakteristikkam oleh defek pada perlekatan trombosit


dan defesiensi F VIII dapat terjadi pada pria dan wanita.
Hemofilia juga dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Hemofilia A disebabkan oleh defisiensi F VIII clotting activity (F VIIIC) dapat
karena sintesis menurun atau pembekuan F VIIIC dangan struktur abnormal.
2. Hemofilia B disebabkan karena defisiensi F IX .
F VIII diperlukan dalam pembentukkan tenase complex yang akan mengaktifkan
F X. defisiensi F VIII menganggu jalur intrinsic sehingga menyebabkan
berkurangnya pembentukkan fibrin. Akibatnya terjadilah gangguan koagulasi.
Hemofilia diturunkan secara sex-linked recessive. Lebih dari 30% kasus hemofilia
tidak disertai riwayat keluarga, mutasi timbul secara spontan (I Made Bakta,
2006).
Hemofilia adalah diatesis hemoragik yang terjadi dalam 2 bentuk: hemofiia A,
defisiensi faktor koagulasi VIII, dan hemofilia B, defisiensi faktor koagulasi IX. Kedua
bentuk ditentukan oleh sebuah gen mutan dekat telomer lengan panjang kromosom
X (Xq), tetapi pada lokus yang berbeda, dan ditandai oleh pendarahan intramuskular
dan subkutis; perdarahan mulut, gusi, bibir, dan lidah; hematuria; serta hemartrosis.
1. Hemofilia A, hemofilia yang paling umum ditemukan, keadaan terkait X yang
disebabkan oleh kekurangan faktor koagulasi VIII. Disebut juga hemofilia klasik
2. Hemofilia B, jenis hemofilia yang umum ditemukan, keadaan terkait-X yang
disebabkan oleh kekurangan faktor koagulasi IX. Disebut juga chrismast disease.
Hemofilia B Leyden, bentuk peralihan defisiensi faktor koagulasi IX, tendensi
perdarahan menurun setelah pubertas.
3. Hemofilia C, gangguan autosomal yang disebabkan oleh kekurangan faktor
koagulasi XI, terutama terlihat pada orang turunan Yahudi Aohkenazi dan
ditandai dengan episode berulang perdarahan dan memar ringan, menoragia,
perdarahan pascabedah yang hebat dan lama, dan masa rekalsifikasi dan
tromboplastin parsial yang memanjang. Disebut juga plasma tromboplastin
antecedent deficiency. PTA deficiency, dan Rosenthal syndrome. (Dorlands
Ilustrated Medical Dictionary, 29/E. 2002).
Derajat penyakit pada hemofilia :
1. Berat : Kurang dari 1 % dari jumlah normal. Penderita hemofilia berat dapat
mengalami beberapa kali perdarahan dalam sebulan. Kadang-kadang
perdarahan terjadi begitu saja tanpa sebab yang jelas.
2. Sedang: 1% 5% dari jumlah normalnya. Penderita hemofilia sedang lebih
jarang mengalami perdarahan dibandingkan hemofilia berat. Perdarahan kadang
terjadi akibat aktivitas tubuh yang terlalu berat, seperti olahraga yang berlebihan.
3. Ringan : 6 % 50 % dari jumlah normalnya. Penderita hemofilia ringan
mengalami perdarahan hanya dalam situasi tertentu, seperti operasi, cabut gigi,
atau mengalami luka yang serius (Betz, Cecily Lynn. 2009).

C. Etiologi
Hemofilia disebabkan oleh factor gen atau keturunan. hemofilia A dan B,
kedua gen tersebut terletak pada kromosom X, sehingga termasuk penyakit resesif
terkait X. Oleh karna itu semua anak perempuan dari laki-laki yang menderita
hemofilia adalah karier penyakit, dan anak laki-laki tidak terkena. Anak laki-laki dari
perempuan yang kerier memiliki kemungkinan 50% untuk menderita penyakit
hemofilia dapat terjadi pada wanita homozigot dengan hemofilia (ayah hemofilia, ibu
3

karier) tetapi keadaan ini sangat jarang terjadi .kira-kira 30% pasien tidak memiliki
riwayat keluarga dan mungkin akibat mutasi spontan (Hoffbrand, Pettit, 1993).
Hemofilia juga dapat disebabkan oleh mutasi gen. (Muscari, Mary E. 2005).
Menurut Robbins (2007) 70-80% penderita Hemofilia mendapatkan mutasi gen
resesif X-linked dari pihak Ibu. Gen F VIII dan F IX terletak pada kromosom X dan
bersifat resesif., maka penyakit ini dibawa oleh perempuan (karier, XXh) dan
bermanifestasi klinis pada laki-laki (laki-laki, XhY); dapat bermanifestasi klinis pada
perempuan bila kromosom X pada perempuan terdapat kelainan (XhXh). Penyebab
hemofilia karena adanya defisiensi salah satu faktor yang diperlukan untuk koagulasi
darah akibat kekurangna faktor VIII atau XI, terjadi hambatan pembentukan trombin
yang sangat penting untuk pembentukan normal bekuan fibrin fungsional yang
normal dan pemadatan sumbat trombosit yang telah terbentuk pada daerah jejas
vaskular. Hemofilia A disebabkan oleh defisiensi F VIII, sedangkan hemofilia B
disebabkan karena defisiensi F IX.
Terdapat faktor risiko pada penyakit hemofilia yaitu riwayat keluarga dari
duapertiga anak-anak yang terkena menunjukkan bentuk bawaaan resesif terkait-x.
Hemofilia A (defisiensi faktor VIII terjadi pada 1 dari 5000 laki-laki. Hemofilia B
( defisiensi faktor IX) terjadi pada seperlimanya.

D. Patofisiologi
Hemofilia adalah penyakit kelainan koagulasi darah congenital karena anak
kekurangan faktor pembekuan VIII (hemofilia A) atau faktor IX (hemofilia B, atau
penyakit Christmas). Penyakit kongenital ini diturunkan oleh gen resesif terkait-X dari
pihak ibu. F VIII dam F IX adalah protein plasma yang merupakan komponen yang
yang diperlukan untuk pembekuan darah; faktor-faktor tersebut diperlukan untuk
pembentukan bekuan fibrin pada tempat cidera vascular (Cecily Lynn Betz, 2009)
Proses hemostasis tergantung pada faktor koagulasi, trombosit dan
pembuluh darah. Mekanisme hemostasis terdiri dari respons pembuluh darah, adesi
trombosit, agregasi trombosit, pembentukan bekuan darah, stabilisasi bekuan
darah, pembatasan bekuan darah pada tempat cedera oleh regulasi antikoagulan,
dan pemulihan aliran darah melalui proses fibrinolisis dan penyembuhan pembuluh
darah.
Cedera pada pembuluh darah akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh
darah dan terpaparnya darah terhadap matriks subendotelial. Faktor von Willebrand
(vWF) akan teraktifasi dan diikuti adesi trombosit. Setelah proses ini, adenosine
diphosphatase, tromboxane A2 dan protein lain trombosit dilepaskan granul yang
berada di dalam trombosit dan menyebabkan agregasi trombosit dan perekrutan
trombosit lebih lanjut. Cedera pada pembuluh darah juga melepaskan tissue faktor
dan mengubah permukaan pembuluh darah, sehingga memulai kaskade pembekuan
darah dan menghasilkan fibrin. Selanjutnya bekuan fibrin dan trombosit ini akan
distabilkan oleh faktor XIII.
Kaskade pembekuan darah klasik diajukan oleh Davie dan Ratnoff pada
tahun 1950an dapat dilihat pada Gambar 1. Kaskade ini menggambarkan jalur
intrinsik dan ekstrinsik pembentukan thrombin. Meskipun memiliki beberapa
kelemahan, kaskade ini masih dipakai untuk menerangkan uji koagulasi yang lazim
dipakai dalam praktek sehari-hari.
Pada penderita hemofilia dimana terjadi defisit F VIII atau F IX maka
pembentukan bekuan darah terlambat dan tidak stabil. Oleh karena itu penderita
hemofilia tidak berdarah lebih cepat, hanya perdarahan sulit berhenti. Pada
4

perdarahan dalam ruang tertutup seperti dalam sendi, proses perdarahan terhenti
akibat efek tamponade. Namun pada luka yang terbuka dimana efek tamponade
tidak ada, perdarahan masif dapat terjadi. Bekuan darah yang terbentuk tidak kuat
dan perdarahan ulang dapat terjadi akibat proses fibrinolisis alami atau trauma
ringan.
Defisit F VIII dan F IX ini disebabkan oleh mutasi pada gen F8 dan F9. Gen
F8 terletak di bagian lengan panjang kromosom X di regio Xq28, sedangkan gen F9
terletak di regio Xq27.2,14 Terdapat lebih dari 2500 jenis mutasi yang dapat terjadi,
namun inversi 22 dari gen F8 merupakan mutasi yang paling banyak ditemukan yaitu
sekitar 50% penderita hemofilia A yang berat. Mutasi gen F8 dan F9 ini diturunkan
secara x-linked resesif sehingga anak laki-laki atau kaum pria dari pihak ibu yang
menderita kelainan ini. Pada sepertiga kasus mutasi spontan dapat terjadi sehingga
tidak dijumpai adanya riwayat keluarga penderita hemofilia pada kasus demikian.

Gambar.1

Gambar di bawah menunjukkan pembuluh darah yang terluka di dalam darah


tersebut terdapat faktor-faktor pembeku yaitu zat yang berperan dalam menghentikan
perdarahan

a Ketika mengalami pendarahan berarti terjadi luka pada


pembuluh darah, lalu darah keluar dari pembuluh.
b Pembuluh darah mengerut/mengecil.
c Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada pembuluh.
d Faktor-faktor pembeku darah bekerja membuat anyaman
(benang-benang fibrin) yang akan menutup luka sehingga
darah berhenti mengalir keluar pembuluh.

a Ketika mengalami pendarahan berarti terjadi luka pada pembuluh


darah sehingga darah keluar dari pembuluh.
5

b Pembuluh darah mengkerut/mengecil.


c Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada pembuluh
darah.
d Kekurangan jumlah faktor pembeku darah tertentu,
mengakibatkan anyaman penutup luka tidak terbentuk sempurna,
sehingga darah tidak berhenti mengalir keluar pembuluh darah.

Di dalam darah terdapat sepuluh macam protein pembeku yang dapat saling
mengaktifkan dalam suatu urutan yang khas. Dalam keadaan yang normal, zat-zat
(faktor-faktor) pembeku ini berada dalam keadaan tidak aktif. Apabila karena suatu
kejadian yang merusak maka salah satu dari faktor pembeku itu dapat diaktifkan dan
faktor tersebut akan mengaktifkan faktor pembeku berikutnya yang sesuai dengan
dirinya. Dengan demikian, maka setelah mengaktifkan dirinya secara bertingkat dia
mengaktifkan faktor pembeku berikutnya untuk diubah menjadi bentuk aktif, hingga
akhirnya sampai pada faktor terakhir yaitu fibrinogen yang diubah menjadi
fibrinemonomer, suatu protein yang secara spontan mengadakan polimerisasi
menjadi suatu jaringan benang-benang fibrin yang merupakan kerangka dari bentuk
bekuan yang terlihat.

Berlangsungnya pembekuan itu disebabkan karena bekerjanya cairan


jaringan yang bekerja proteolitik (jaringan tromboplastin) yang mengadakan kontak
dengan darah atau karena bekerjanya faktor Hageman (faktor XII) pada permukaan
yang rusak.

Faktor Pembekuan darah


Tabel Faktor Pembekuan darah

Faktor Sinonim

I Fibrinogen

II Protrombin

III Tromboplastin

IV ion Ca2+

V proakselerin / globulin akselerator (Ac-glob)

VII Prokonvertin

VIII Faktor antihemofilia, globulin antihemofilia (AHG)


6

IX Komponen tromboplastin plasma (faktor Christmas)

X Faktor Stuart-Power

XI Anteseden tromboplastin plasma (PTA)

XII Faktor Hageman

XIII Faktor Laki-Lorand, Faktor stabilisasifibrin

Ada tidaknya berbagai faktor pembeku dapat diketahui dengan jalan


pemeriksaan pada penderita kecenderungan pendarahan yang sejak lahir. Dari
semua faktor pembeku yang telah dikenal, memang ada yang secara keturunan tidak
ada padanya.
Ketidakadaan yang secara keturunan mengenai aktivitas pembekuan dari
faktor pembeku tertentu ini dapat disebabkan karena molekul yang bersangkutan
tidak terbentuk sama sekali atau karena kesalahan strukturnya itu disebabkan oleh
kelainan kode pada kromosom. Hal inilah yang sering menyebabkan munculnya
penyakit Hemofilia A dan B serta penyakit Von Willebrand.
Hemofilia tidak selalu timbul dalam setiap generasi, dan terutama pada
keluarga yang jumlah anaknya sedikit. Dapat kita namakan ini sebagai loncatan dari
satu atau lebih generasi, yang timbul apabila hanya anak perempuan yang
dilahirkan.

E. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis yang sering terjadi pada klien dengan hemofilia adalah
adanya perdarahan berlebihan secara spontan setelah luka ringan, pembengkakan,
nyeri, dan kelainan-kelainan degeneratife pada sendi, serta keterbatasan gerak.
Hematuria spontan dan perdarahan gastrointestinal juga kecacatan terjadi akibat
kerusakan sendi (Handayani, Wiwik, 2008).
Pada penderita hemofilia ringan perdarahan spontan jarang terjadi dan
perdarahan terjadi setelah trauma berat atau operasi,. Pada hemofilia sedang,
perdarahan spontan dapat terjadi atau dengan trauma ringan. Sedangkan pada
hemofilia berat perdarahan spontan sering terjadi dengan perdarahan ke dalam
sendi, otot dan organ dalam. Perdarahan dapat mulai terjadi semasa janin atau pada
proses persalinan. Umumnya penderita hemofilia berat perdarahan sudah mulai
terjadi pada usia di bawah 1 tahun. Perdarahan dapat terjadi di mukosa mulut, gusi,
hidung, saluran kemih, sendi lutut, pergelangan kaki dan siku tangan, otot iliospoas,
betis dan lengan bawah. Perdarahan di dalam otak, leher atau tenggorokan dan
saluran cerna yang masif dapat mengancam jiwa.
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2006)
dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam menyatakan bahwa Hemartrosis paling sering
ditemukan (85%) dengan lokasi berturut-turut sebagai berikut, sendi lutut, siku,
pergelangan kaki, bahu, pergelangan tangan dan lainnya. Sendi engsel lebih sering
mengalami hemartrosis dibandingkan dengan sendi peluru karena
ketidakmampuannya menahan gerakan berputar dan menyudut pada saat gerakan
volunter maupun involunter, sedangkan sendi peluru lebih mampu menahan beban
tersebut karena fungsinya.
7

Hematoma intramaskuler terjadi pada otot otot fleksor besar, khususnya


pada otot betis, otot-otot region iliopsoas (sering pada panggul) dan lengan bawah.
Hematoma ini sering menyebabkan kehilangan darah yang nayata. Pendarahan
intracranial bisaterjadi secara spontan atau trauma yang menyebabkan kematian.
Retriperitoneal dan retrofaringeal yang membhayakan jalan nafas dan
mengancam kehidupan.Kulit mudah memar, Perdarahan memanjang akibat luka,
Hematuria spontan, Epiktasis, Hemartrosis (perdarahan pada persendian
menyebabkannyeri, pembengkakan, dan keterbatasan gerak, Perdarahan jaringan
lunak. Pembengkakan, keterbatasan gerak, nyeri dan kelainan degenerative pada
persendian yang lama kelamaan dapat mengakibatkan kecacatan (Aru et al, 2010).

Tabel.1 Hubungan aktivitas F VIII dan F IX dengan manifestasi klinis


perdarahan.
Berat Sedang Ringan
Aktivitas F VIII/F IX <0,01 (<1) 0,01-0,05 (1-5) >0,05 (>5)
U/ml (%)
Frek Hemofilia A (%) 70 15 15
Frek Hemofilia B (%) 50 30 20
Usia awitan 1 tahun 1-2 tahun 2 tahun
Gejala neonates Sering PCB Sering PCB Tak pernah PCB
Kejadian ICB Jarang ICB Jarang sekali
ICB
Perdarahan otot/sendi Tanpa trauma Trauma ringan Trauma cukup
kuat
Perdarahan SSP Resiko tinggi Resiko sedang Jarang
Perdaran post-op Sering dan Butuh bebat Pada operasi
fatal besar
Perdarahan oral Sering terjadi Dapat terjadi Kadang terjadi
(trauma, cabut gigi)
PCB : post circumsional bleeding
ICB : intracranial hemorrhage

Hemarthrosis (perdarahan hebat dalam sendi) adalah karakteristik dari hemofilia.


Lutut dan pergelangan kaki merupakan organ yang paling sering terkena.
Perdarahan menyebabkan penggelembungan pada ruang sendi, nyeri yang
signifikan dan terus menerus. Seiring waktu, kerusakan sendi terjadi, dan operasi
penggantian sendi dapat menjadi diperlukan untuk mengatasinya.
Perdarahan ke dalam otot dapat terjadi ditandai dengan pembentukan hematoma
(compartment syndrome).
Pendarahan dari mulut atau mimisan mungkin terjadi. Perdarahan setelah prosedur
dental adalah umum, dan mengeluarkan darah dari gusi dapat terjadi pada anak-
anak ketika gigi baru tumbuh.
Perdarahan dalam saluran pencernaan dapat menimbulkan darah dalam tinja.
Perdarahan dalam saluran kemih dapat mengakibatkan darah dalam urin
(hematuria).
Perdarahan intrakranial (perdarahan ke dalam otak atau tengkorak) dapat
menyebabkan gejala seperti mual, muntah, dan / atau kelesuan.
8

Peningkatan perdarahan setelah operasi atau trauma adalah karakteristik dari


hemophilia.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan PT (Partial Tromboplstin) dan APPT (Activated Partial
Tromboplastin Time). Bila masa protombin memberi hasil normal dan APPT
memanjang, memberi kesan adanya defisiensi (kurang dari 25%) dari aktivitas
satu atau lebih factor koagulasi plasma (F XII, F XI, F IX, F VIII)
2. Pemeriksaan kadar factor VIII dan IX. Bila APPT pada pasien dengan perdarahan
yang berulang lebih dari 34 detik perlu dilakukan pemeriksaan assay kuantitatif
terhadap F VIII dan F IX untuk memastikan diagnose.
3. Uji skrining koagulasi darah :
a Jumlah trombosit (normal 150.000-450.000 tombosit per mm3 darah)
b masa protombin (normal memerlukan waktu 11-13 detik)
c Masa tromboplastin parsial (meningkat, mengukur keadekuatan faktor
koagulasi intrinsik)
d Assays fungsional terhadap faktor VIII dan IX (memastikan diagnosis)
e Masa pembekuan trombin (normalnya 10-13 detik)

G. Penatalaksanaan
1. Terapi Suportif
a. Melakukan pencegahan baik menghindari luka atau benturan
b. Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar aktivitas
faktor pembekuan sekitar 30-50%
c. Lakukan Rest, Ice, Compressio, Elevation (RICE) pada lokasi perdarahan
untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi.
d. Kortikosteroid, untuk menghilangkan proses inflamasi pada sinovitis akut
yang terjadi setelah serangan akut hemartrosis
e. Analgetik, diindikasikan pada pasien hemartrosis dengan nyeri hebat, hindari
analgetik yang mengganggu agregasi trombosit
f. Rehabilitasi medik, sebaiknya dilakukan sedini mungkin secara komprehensif
dan holistic dalam sebuah tim karena keterlambatan pengelolaan akan
menyebabkan kecacatan dan ketidakmampuan baik fisik, okupasi maupun
psikososial dan edukasi. Rehabilitasi medic atritis hemofilia meliputi : latihan
pasif/aktif, terapi dingin dan panas, penggunaan ortosis, terapi psikososial
dan terapi rekreasi serta edukasi.

2. Terapi Pengganti Faktor Pembekuan


Dilakukan dengan memberikan F VIII atau F IX baik rekombinan, kosentrat
maupun komponen darah yang mengandung cukup banyak factor pembekuan
tersebut. Hal ini berfungsi untuk profilaktif/untuk mengatasi episode perdarahan.
Jumlah yang diberikan bergantung pada factor yang kurang.
3. Terapi lainnya
a. Pemberian DDAVP (desmopresin) pada pasien dengan hemofili A ringan
sampai sedang. DDAVP meningkatkan pelepasan factor VIII.
b. Pemberian prednisone 0.5-1 mg/kg/bb/hari selama 5-7 hari mencegah
terjadinya gejala sisa berupa kaku sendi (atrosis) yang mengganggu aktivitas
harian serta menurunkan kualitas hidup pasien Hemofilia (Aru et al, 2010)
c. Transfusi periodik dari plasma beku segar (PBS)
d. Hindari pemberian aspirin atau suntikan secara IM
e. Membersihkan mulut sebagai upaya pencegahan
9

f. Bidai dan alat orthopedic bagi pasien yang mengalami perdarahan otak dan
sendi (Hadayani, Wiwik, 2008)

H. Komplikasi
Menurut Handayani (2008), komplikasi yang dapat terjadi pada pasien
hemofilia adalah perdarahan intrakranium, infeksi oleh virus imunodefisiensi manusia
sebelum diciptakannya F VIII artificial, kekakuan sendi, hematuria spontan dan
perdarahan gastrointestinal, serta resiko tinggi terkena AIDS akibat transfusi darah.
1 Timbulnya inhibitor.
Inhibitor adalah cara tubuh untuk melawan apa yang dilihatnya sebagai benda
asing yang masuk. Hal ini berarti segera setelah konsentrat faktor diberikan
tubuh akan melawan dan akan menghilangkannya. Suatu inhibitor terjadi jika
sistem kekebalan tubuh melihat konsentrat faktor VIII atau faktor IX sebagai
benda asing dan menghancurkannya. Pada penderita hemofilia dengan inhibitor
terhadap konsentrat faktor, reaksi penolaksan mulai terjadi segera setelah darah
diinfuskaan. Ini berarti konsentrat faktor dihancurkan sebelum ia dapat
menghentikan pedarahan.
2 Kerusakan sendi akibat perdarahan berulang
10

Kerusakan sendi adalah kerusakan yang disebabkan oleh perdarahan berulang


di dalam dan di sekitar rongga sendi. Kerusakan yang menetap dapat
disebabkan oleh satu kali perdarahan yang berat (hemarthrosis). Namun secara
normal, kerusakan merupakan akibat dari perdarahan berulang ulang pada sendi
yang sama selama beberapa tahun. Makin sering perdarahan dan makin banyak
perdarahan makin besar kerusakan.
a Sendi yang paling sering rusak adalah sendi engsel seperti : Lutut,
Pergelangan kaki, Siku
b Sendi engsel ini hanya mempunyai sedikit perlindungan terhadap tekanan
dari samping akibatnya sering terjadi perdarahan.
c Sendi peluru yang mempunyai penunjang lebih baik, jarang terjadi
perdarahan seperti Panggul, Bahu
d Sendi pada pergelangan tangan, tangan dan kaki kadang - kadang
mengalami perdarahan. namun jarang menimbulkan kerusakan sendi.

3 Infeksi yang ditularkan oleh darah


Dalam 20 tahun terakhir, komplikasi hemofilia yang paling serius adalah
infeksi yang ditularkan oleh darah. Di seluruh dunia banyak penderita hemofilia
yang tertular HIV, hepatitis B dan hepatitis C. Mereka terkena infeksi ini dari
plasma, cryopresipitat dan khususnya dari konsentrat factor yang dianggap akan
membuat hidup mereka normal (Betz & Sowden, 2002). Komplikasi yang dapat
terjadi pada penderita hemofilia (Cecily Lynn Betz, 2009) :
1. Arthritis
2. Sindrom kompartemen
3. Atrofi otot
4. Kontraktur otot
5. Paralisis
6. Perdarahan intracranial
7. Kerusakan saraf
8. Hipertensi
9. Kerusakan ginjal
10. Splenomegali
11. Hepatitis
12. Sirosis
13. Infeksi HIV karena terpajan produk darah yang terkontaminasi
14. Antibody terbentuk sebagai antagonis F VIII dan IX
15. Reaksi tranfusi alergi terhadap produk darah
16. Anemia hemolitik
17. Thrombosis
18. Nyeri kronis

I. Pencegahan
Hemofilia tidak dapat dicegah. Namun ada beberapa hal sebagai tindakan
preventif yaitu pencegahan terjadinya perdarahan akibat trauma disamping
pencegahan terhadap terjadinya trauma sendiri. Kalau seseorang mengidap
hemofilia maka beberapa hal yang harus diperhatikan :
- Pencegahan terhadap penggunakan aspirin dan nonsteroidal anti-inflammatory
drugs (NSAIDs).
- Vaksinasi tetap dilakukan pada semua orang termasuk pada bayi, terutama untuk
vaksin hepatitis B.
- Tindakan sirkumsisi tidak boleh dilakukan terhadap anak lakilaki.
11

Disamping itu jika diketahui adanya riwayat hemofili dalam keluarga maka
selama masa kehamilan harus diperiksa kemungkinan adanya defek genetik pada
ibu hamil untuk mengetahui adanya carrier pada ibu. Beberapa tindakan yang dapat
dilakukan antara lain amniocentesis dan chorionic villus sampling (CVS), dengan
pemeriksaan ini dapat diketahui adanya defek genetik pada fetus yang
menyebabkan terjadinya hemofilia. Jika diketahui fetus memiliki hemofilia, maka
tindakan terpilih yang dapat dilakukan adalah melakukan terminasi kehamilan, walau
ini masih kontroversial pada beberapa negara terutama untuk kehamilan trimester II
dan III. Jika ibu tetap menginginkan untuk melanjutkan kehamilannya maka harus
diberikan penjelasan mengenai keadaan bayinya nanti dan tindakan persalinan yang
akan dilakukan.

J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata Klien
Biasanya lebih banyak terjadi pada pria karena mereka hanya memiliki 1
kromosom X. Sedangkan wanita, umumnya menjadi pembawa sifat saja
(carrier)
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Sering terjadi nyeri pada luka, pembengkakan, perdarahan pada jaringan
lunak, penurunan mobilitas, perdarahan mukosa oral, ekimosis subkutan
diatas tonjolan-tonjolan tulang
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Focus primer yang sering terjadi pada hemofilia adalah sering terjadi infeksi
pada daerah luka, dan mungkin terjadi hipotensi akibat perdarahan yang
terus menerus dan apabila sering terjadi perdarahan yang terus-menerus
pada daerah sendi akan mengakibatkan kerusakan sendi, dan sendi yang
paling rusak adalah sendi engsel, seperti patella, pergelangan kaki, siku.
Pada sendi engsel mempunyai sedikit perlindungan terhadap tekanan,
akibatnya sering terjadi perdarahan.Sedangkan pada sendi peluru seperti
panggul dan bahu, jarang terjadi perdarahan karena pada sendi peluru
mempunyai perlindungan yang baik. Apabila terjadi perdarahan, jarang
menimbulkan kerusakan sendi.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah riwayat penyakit hemofilia atau penyakit herediter seperti kekurangan
faktor VIII protein dan faktor pembekuan IX yang:
Kurang dari 1% tergolong berat
Kurang dari 1%-5% tergolong sedang
Kurang dari 5%-10% tergolong ringan
Keluarga yang tinggal serumah, ataupun penyakit herediter lainnya yang ada
kaitannya dengan penyakit yang diderita klien saat ini.
e. Riwayat Psikososial
Adanya masalah nyeri, perdarahan dan resiko infeksi yang dapat
menimbulkan anxietas dan ketegangan pada klien
f. Pola Aktifitas
Klien sering mengalami nyeri dan perdarahan yang memungkinkan dapat
mengganggu pola aktifitas klien. Pola istirahat akan terganggu dengan
adanya nyeri anak sering menangis.

2. Diagnosis Keperawatan
12

Berdasarkan pengkajian diagnosis keperawatan untuk klien ini mencakup yang


berikut :
a. Resiko perdarahan b.d kelaianan proses pembekuan darah
b. Nyeri b.d perdarahan sendi dan kekakuan ektrimitas akibat adanya hematom
c. Resiko tinggi trauma b.d hambatan mobilitas fisik, kelainan proses
pembekuan darah, ketidaktahuan manajemen penurunan resiko trauma
d. Koping individu atau keluarga tidak efektif b.d prognosis penyakit, gambaran
diri yang salah, perubahan peran
e. Kecemasan individu dan keluarga b.d prognosis sakit

3. Rencana Intervensi
a. Resiko perdarahan b.d kelaianan proses pembekuan darah
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam terdapat pengurangan resiko perdarahan
Kriteria hasil : tidak terlihat tanda-tanda terjadi perdarahan, faktor pembekuan
darah meningkat
NOC : Blood Loss Seeverity, Blood Coagulation
NIC : Bleeding precaution, bleeding reduction, trombolytic therapy
management
Intervensi :
1) Ajarkan cara pemantauan dan pencegahan komplikasi
R/ pemantauan dan pencegahan komplikasi pada klien hemofilia sangat
penting diketahui klien atau orang tua dengan tujuan menurunkannya
pemantauan dan pencegahan komplikasi tersebut meliputi :
monitor tekanan darah, denyut nadi, respirasi, tekanan vena sentral
dan tekanan arteri pumonal harus dipantau, begitu juga hemoglobin
dan hematocrit, waktu perdarahan dan pembekuan, serta angka
trombosit
monitor adanya pedarahan dari kulit, membrane mukosa dan luka,
serta adanya perdaarahan internal
istirahat selama terjadinya episode perdarahan
kompres dingin diberikan pada tempat pendarahan
obat parenteral diberikan dengan jarum ukuran kecil untuk
mengurangi trauma dan resiko perdaarahan
lingkungan dijaga agar bebas dari rintangan yang dapat
menyebabkan jatuh, klien dipindah dan digeser dengan sangat hati-
hati
darah dan komponen darah diberikan sesuai kebutuhan dan
diusahakan untuk mencegah terjainya komplikasi
kompres panas harus dihindari selama episode perdarahan karena
dapat mengakibatkan perdarahan lebih lanjut.
pemberian alat bantu, bidai tongkat, kruk sangat berguna untuk
memindahkan beban tubuh pada sendi yang sangat nyeri
2) Lakukan pencegahan perdarahan
R/ pecegahan perdaarahan pada klien hemofilia sangat penting di ketahui
klien atau orang tua dengan tujuan menurunkannya. Pencegahan
tersebut, meliputi hal-hal berikut :
klien dan keluarganya diberi informasi mengenai resiko perdarahan
dan usaha pengamanan yang perlu
anjurkan untuk mengubah lingkungan rumah sedemikian rupa,
sehingga dapat mencegah terjadinya trauma fisik
13

mencukur harus dilakukan dengan cukur listrik dan menggosok gigi


dengan sikat yang lembut untuk menjaga kebersihan mulut
hindari mengeluarkan ingus dengan kuat, batuk, dan mengejan saat
buang air besar harus dihindari
pemberian laxantia
hindari pemberian aspirin atau obat yang mengandung aspirin harus
dihindari
anjurkan lakukan aktivitas fisik, ttp dengan keamanaan yang baik
olahraga tanpa kontak seerti berenang, mendaki gunung, dan golf
merupakan aktifitas yang dapat diterima, sementara olahraga dengan
kontak harus dihindari
berikan latihan penguatan tungkai untuk rehabilitasi setelah
hemartosisi akut jelaskan pentingnya control yang teratur dan
pemeriksaan laboratorium

b. Nyeri b.d perdarahan sendi dan kekauan ekstremitas akibat adanya


hematom
Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam terdapat penurunan respon nyeri dada
Kriteria hasil : secara subjektif klien menyatakan penurunan rasa nyeri,
secara objektif didapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal, wajah rileks,
tidak terjadi penurunan perfusi perifer.
NOC : Pain Level
NIC : Pain Control, Pain Management
Intervensi :
1) Catat karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, serta lama dan penyebarannya
R/ variasi penampilan dan perilaku klien karena nyeri terjadi sebagai
temuan pengkajian
2) Lakukan manajemen nyeri keperawatan :
Atur posisi fisiologis
R/ posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O2 ke jaringan yang
mengalami nyeri sekunder dari iskemia
Istirahatkanlah klien
R/ istirahat akan menurunkan kebutuhan O2 jaringan perifer, sehingga
kebutuhan demand oksigen jaringan
Manajemen lingkungan : lingkungan tenang dan batasi pengunjung
R/ lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri ekternal dan
pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi O2
ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang
beradaa di ruangan
Ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam
R/ meningkatkan asupan O2 sehingga menurunkan nyeri sekunder
dari iskemia jaringan
Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri
R/ distraksi (pengalihan perhatian ) dapat menurunkan stimulus
internal dengan mekanisme peningkatan produksi endorphin dan
enkefalin yang dapat memblok reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan ke
korteks serebri, sehingga menurukan persepsi nyeri
Beri kompres es
R/ pemeberian es secara local efektif diberikan setelah terjadi trauma
jaringan dan menurunkan respons nyeri dari efek vasokontriksi
14

Lakukan manajemen sentuhan


R/ menejemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan dukungan
psikologis dapat menurunkan nyeri. Masase ringan dapat
meningkatkan aliran darah dan dengan otomatis membantu suplai
darah dan oksigen ke area nyeri dan menurunkan sensasi nyeri
3) Kolaborasi pemberian terapi :
Analgesic
R/ digunakan untuk mengurangi nyeri sehubungan dengan hematoma
otot yang besar dan perdaarahan sendi yang analgetika oral dan
opioid diberikan untuk menghindari ketergantungan terhadaap
narkotika pada nyeri kronis
Pemberian konsentrat factor VIII dan IX
R/ konsentrat diberikan apabila klien mengalami perdarahan aktif atau
sebagai upaya pencegahan sebelum pencabutan gigi atau
pembedahan. Klien dan keluarganya harus diajar cara memberikan
konsentrat dirumah, setiap ada tanda perdarahan. Beberapa klien
membentuk antibody terhadap konsentrat, sehingga kadar factor
tersebut tidak dapat dinaikkan.
Asam tranexamic
R/ penghambat enzim fibrinolitik. Obat ini dapat memperlambat
kelarutan bekuan darah yang sedang terbentuk, dan dapat digunakan
setelah pembedahan mulut klien dengan Hemofilia.

c. Resiko cedera b.d hambatan mobilitas fisik, kelainan proses pembekuan


darah, ketidaktahuan manajemen penurunan resiko trauma
Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam resiko trauma tidak terjadi
Kriteria hasil : klien dan keluarga mau berpartisipasi terhadap pencegahan
trauma, mengenal factor-faktor yang potensial meningkatkan resiko trauma,
mengenal manajemen aktifitas
NOC : Fall Prevention Behaviour
NIC : Fall Prevention
Intervensi :
3) Kaji kemampuan mobilisasi : catat factor yang potensial meningkatkan
cidera
R/ menjadi data dasar dan meminimalkan resiko cidera
4) Kaji adanya tanda dan gejala perfusi jaringan
R/ deteksi seperti hipoksia pada organ vital, gelisah, cemas, pucat, kulit
dingin, lembab, nyeri dada, dan penurunah curah urine.
5) Ajarkan manajemen aktifitas
R/ klien didorong untuk bergerak perlahan dan mencegah stress pada
sendi yang terkena.
6) Kolaborasi pemberian atibiotika
R/ antibiotic bersifat bakteriosida/baktiostatika untuk
membunuh/menghambat perkembangan kuman
7) Evaluasi tanda atau gejala perluasan cidera jaringan (peradangan,
lokasi/sistemik, seperti peningkatan nyeri, edema, dan demam)
R/ menilai perkembangan masalah klien
d. Koping individu atau keluarga tidak efektif b.d prognosis penyakit,
gambaran diri yang salah, perubahan peran
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam klien atau keluarga mampu
mengembangkan koping yang positif
15

Kriteria hasil : klien kooperatif pada setiap intervensi keperawatan, mampu


menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi
yang sedang terjadi, mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situai,
mengakui dan menggabungkan perubahan kedalam konsep diri dengan cara
yang akurat tanpa harga diri yang negative
Intervensi
1) Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat
ketiadakmampuan
R/ menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana perawatan
atau pemilihan intervensi
2) Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi pada klien
R/ beberapa klien dapat menerima dan mengatur perubahan fungsi
secara efektif dengan sedikit penyesuaian diri, sedangkan yang lain
mempunyai kesulitan membandingkan mengenal dan mengatur
kekurangan.
3) Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan termasuk, permushan
dan kemarahan
R/ menunjukan penerimaan membantu klien untuk mengenali dan mulai
menyesuaikan dengan perasaan tersebut
4) Catat ketika klien menyatakan terpengaruh seperti sekarat atau
mengingkari dan menyatakan inilah kematian
R/ mendukung penolakan terhadap bagian tubuh atau perasaan negative
terhadap gambaran tubuh dan kemampuan yang menunjukan kebutuhan
dan intervensi serta dukungan emosional
5) Berikan informasi status kesehatan pada klien dan keluarga
R/ klien dengan hemofilia sering memerlukan bantuan dala menghadapi
kondisi kronis, keterbatasan ruang kehidupan, dan kenyataan bahwa
kondisi tersebut merupakan penyakit yang akan diturunkan ke generasi
berikutnya
6) Dukung mekanisme koping efektif
R/ sejak masa kanak-kanak, klien dibantu menerima dirinya sendiri dan
penyakitnya serta mengidentifikasi aspek positif dari kehidupan mereka.
Mereka harus di dorong untuk merasa berarti dan tetap mandiri dengan
mencegah trauma yang dapat menyebabkan episode perdarahan akut
dan mengganggu kegiatan normal
7) Hidari factor peningkatan stress emosional
R/ perawat harus mengetahui pengaruh stress tersebut secara
professional dan personal serta menggali semua sumber dukungan untuk
mereka sendiri begitu juga untuk klien dan keluargnya
8) Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan perbaiki kebiasaan
R/ membntu meningkatkan perasaan harga diridan mengontrol lebih dari
satu area kehidupan
9) Anjurkan orang yang terdekat untuk mneginzinkan klien melakukan
sebanyak-banyaknya untuk dirinya
R/ menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu
perkembangan harga diri serta mempengaruhi proses rehabilitasi
10) Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minta atau partisipasi
dalam aktifitas rehabilitasi
R/ klien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang
peran individu masa mendatang
16

11) Dukung pengguaan alat-alat yang dapat mengadaptasikan klien, tongkat,


alat bantu jalan, tas panjang untuk kateter
R/ meningkatkan kemandirian untuk membantu pemenuhan kebutuhan
fisik dan menunjukan posisi untuk lebih aktif dalam kegiatan sosial
12) Monitor gangguan tidur peningkatan kesulitan konsentrasi, letargi, dan
rendah diri
R/ dapat mengindikasikan terjadinya depresi umumnya terjadi sebagai
pengaruh dari stroke dimana memerlukan intervensi dan evaluasi lebih
lanjut
13) Kolaborasi : rujuk pada ahli neuro
R/ dapat memfasilitasi perubahan peran yang penting untuk
perkembangan perasaan
e. Kecemasan individu dan keluarga b.d prognosis sakit
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam kecemasan klien berkurang
Kriteria hasil : klien menyatakan kecemasan berkurang, mengenal
perasaannya dapat mengidentifikasi penyebab atau factor yang
mempengaruhinya, koperatif terhadap tindaka, wajah rileks
NOC : Anxiety Level
NIC : Anxiety Management
Intervensi
1) Kaji tanda verbal dan non verbal kecemasan, dampingi klien dan lakukan
tindakan bila menunjukan perilaku merusak.
R/ reaksi verbal atau non verbal dapat menunjukkan rasa agitasi marah
dan gelisah
2) Hindari konfrontasi.
R/ konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerja sama,
dan mungkin memperlambat penyembuhan.
3) Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Beri lingkungan
yang tenang dan suasana penuh istirahat .
R/ mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu.
4) Tingkatkan control sensasi klien.
R/ control sensasi klien (dan dalam menurunkan ketakutan) dengan cara
memberikan informasi tentang keadaan klien, menekankan pada
penghargaan terhadap sumber-sumber koping (pertahanan diri) yang
positif, membantu latihan relaksasi, dan teknik-teknik pengalihan dan
memberikan respon balik yang positif.
5) Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.
R/ orientasi dapat menurunkan kecemasan.
6) Beri kesempatan kepada klien untuk engungkapkan ansietasnya.
R/ dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak
diekspresikan.
7) Berikan privasi untuk klien dan orang terdekat.
R/ memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan, menghilangkan
cemas dan perilaku adaptasi. Adanya keluarga dan teman-teman
yang dipilih klien melayani aktivitas dan pengalihan (membaca akan
menurunkan perasaan terisolasi).
8) Kolaborasi berikan anti cemas sesuai indikasi, contohnya diazepam.
R/ meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.
17

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hemofilia merupakan gangguan koagulasi herediter atau didapat yang paling
sering dijumpai, bermanifestasi sebagai episode perdarahan intermiten. Hemofilia
disebabkan oleh mutasi gen faktor VIII (F VIII) atau faktor IX (F IX), dikelompokkan
sebagai hemofolia A dan hemofilia B. Kedua gen tersebut terletak pada kromosom X,
sehingga termasuk penyakit resesif terkait-X,
Pada penderita hemofilia dimana terjadi defisit F VIII atau F IX maka
pembentukan bekuan darah terlambat dan tidak stabil. Oleh karena itu penderita
hemofilia tidak berdarah lebih cepat, hanya perdarahan sulit berhenti. Pada
perdarahan dalam ruang tertutup seperti dalam sendi, proses perdarahan terhenti
akibat efek tamponade. Namun pada luka yang terbuka dimana efek tamponade
tidak ada, perdarahan masif dapat terjadi. Bekuan darah yang terbentuk tidak kuat
dan perdarahan ulang dapat terjadi akibat proses fibrinolisis alami atau trauma
ringan.
Gambaran klinis yang sering terjadi pada klien dengan hemofilia adalah
adanya perdarahan berlebihan secara spontan setelah luka ringan, pembengkakan,
nyeri, dan kelainan-kelainan degeneratife pada sendi, serta keterbatasan gerak.
Hematuria spontan dan perdarahan gastrointestinal juga kecacatan terjadi akibat
kerusakan sendi (Handayani, Wiwik, 2008).
Menurut Handayani (2008), komplikasi yang dapat terjadi pada pasien
hemofilia adalah perdarahan intrakranium, infeksi oleh virus imunodefisiensi manusia
sebelum diciptakannya F VIII artificial, kekakuan sendi, hematuria spontan dan
perdarahan gastrointestinal, serta resiko tinggi terkena AIDS akibat transfusi darah.
Berdasarkan pengkajian diagnosis keperawatan untuk klien ini mencakup yang
berikut :
f. Nyeri b.d perdarahan sendi dan kekakuan ektrimitas akibat adanya hematom

2
8
18

g. Resiko tinggi trauma b.d hambatan mobilitas fisik, kelainan proses


pembekuan darah, ketidaktahuan manajemen penurunan resiko trauma
h. Koping individu atau keluarga tidak efektif b.d prognosis penyakit, gambaran
diri yang salah, perubahan peran
i. Kecemasan individu dan keluarga b.d prognosis sakit

B. Saran
Hemofilia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat di cegah maka untuk penderita
hemophilia kami sarankaan agar tetap sabar dan berusaha untuk pengobatan rutin.
Dan berusahasa agar menjaga kesehatan dan mencegah dampak dari hemofilia.

DAFTAR PUSTAKA
Aru et al. 2009. Ilmu Penyakit dalam Jilid II: Edisi V. Jakarta: Interna Publishing
Hoffard, A.V. 2005. Hematologi: Edisi IV. Jakarta: EGC
I Made Bakta. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC
Betz, Cecily L.. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik E/3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Dorlands Ilustrated Medical Dictionary, 29/E. 2002. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Handayani, Wiwik. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika
Sudoyo, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2 Edisi 4. Jakarta : Departemen
Ilmu Penyakit dalam Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia
Muscari, Mary E.. 2005. Panduan Belajar: Keperawatan Pediatrik, E/3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Corwin, Elizabeth J. 2008. Buku Saku Patofisiologi, Ed. 3. Jakarta: EGC.
World federation of Hemophilia, Canada.2005.
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Ed.8. Jakarta: EGC.
Doenges, E Marilynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.
Nur Arif Amin Huda, Kusuma Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC.Yogyakarta : Media Action Publishing.
Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

30

Anda mungkin juga menyukai