A. Definisi
Hemofilia merupakan gangguan koagulasi herediter atau didapat yang paling
sering dijumpai, bermanifestasi sebagai episode perdarahan intermiten. Hemofilia
disebabkan oleh mutasi gen faktor VIII (F VIII) atau faktor IX (F IX), dikelompokkan
sebagai hemofolia A dan hemofilia B. Kedua gen tersebut terletak pada kromosom X,
sehingga termasuk penyakit resesif terkait-X (Ginsberg,2008). Oleh karena itu,
semua anak perempuan dari laki-laki yang menderita hemofilia adalah karier
penyakit, dan anak laki-laki tidak terkena. Anak laki-laki dari perempuan yang karier
memiliki kemungkinan 50% untuk menderita penyakit hemofilia. Dapat terjadi wanita
homozigot dengan hemofilia (ayah hemofilia, ibu karier), tetapi keadaan ini sangat
jarang terjadi. Kira-kira 33% pasien tidak memiliki riwayat keluarga dan mungkin
akibat mutasi spontan (Hoffbrand, Pettit, 1993).
Hemofilia merupakan kelainan perdarahan herediter terikat faktor resesif
yang dikarakteristikkan oleh defisiensi faktor pembekuan esensial yang diakibatkan
oleh mutasi pada kromosom X (Wiwik Handayani, 2008)
Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor pembekuan
darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada kromosom X
(Xh). Meskipun hemofilia merupakan penyakit herediter tetapi sekitar 20-30% pasien
tidak memiliki riwayat keluarga dengan gangguan pembekuan darah, sehingga
diduga terjadi mutasi spontan akibat lingkungan endogen maupun eksogen (Aru et
al, 2010).
Hemofilia adalah kelompok gangguan perdarahan yang diturunksn dengan
karakteristik defisiensi faktor pembekuan darah. Hemofilia adalah kelainan
perdarahan kongenital terkait kromosom X dengan frekuensi kurang lebih satu per
10.000 kelahiran. Jumlah orang yang terkena di seluruh dunia diperkirakan kurang
lebih 400.000. Hemofilia A lebih sering dijumpai daripada hemofilia B, yang
merupakan 80-85% dari keseluruhan (Dorlands Ilustrated Medical Dictionary, 29/E.
2002).
Hemofilia berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang terdiri dari dua kata yaitu
haima yang berarti darah dan philia yang berarti cinta atau kasih sayang. Hemofilia
adalah suatu penyakit yang diturunkan, yang artinya diturunkan dari ibu kepada
anaknya pada saat anak tersebut dilahirkan Hemofilia adalah gangguan perdarahan
yang disebabkan oleh defisiensi herediter dan faktor darah esensial untuk koagulasi
(Wong, 2003).
Hemofilia merupakan penyakit pembekuan darah kongenital yang disebabkan
karena kekurangan faktor pembekuan darah, yaitu faktor VIII dan faktor IX. Factor
tersebut merupakan protein plasma yang merupakan komponen yang sangat
dibutuhkan oleh pembekuan darah khususnya dalam pembentukan bekuan fibrin
pada daerah trauma (Hidayat, 2006).
B. Klasifikasi
Menurut Hadayani (2008) hemofilia dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu sebagai berikut.
1. Hemofilia A; dikarakteristikkan oleh defisiensi F VIII, bentuk paling umum yang
ditemukan, terutama pada pria.
2. Hemofilia B; dikarakteristikkan oleh defesiensi F IX yang terutama ditemukan
pada pria.
2
C. Etiologi
Hemofilia disebabkan oleh factor gen atau keturunan. hemofilia A dan B,
kedua gen tersebut terletak pada kromosom X, sehingga termasuk penyakit resesif
terkait X. Oleh karna itu semua anak perempuan dari laki-laki yang menderita
hemofilia adalah karier penyakit, dan anak laki-laki tidak terkena. Anak laki-laki dari
perempuan yang kerier memiliki kemungkinan 50% untuk menderita penyakit
hemofilia dapat terjadi pada wanita homozigot dengan hemofilia (ayah hemofilia, ibu
3
karier) tetapi keadaan ini sangat jarang terjadi .kira-kira 30% pasien tidak memiliki
riwayat keluarga dan mungkin akibat mutasi spontan (Hoffbrand, Pettit, 1993).
Hemofilia juga dapat disebabkan oleh mutasi gen. (Muscari, Mary E. 2005).
Menurut Robbins (2007) 70-80% penderita Hemofilia mendapatkan mutasi gen
resesif X-linked dari pihak Ibu. Gen F VIII dan F IX terletak pada kromosom X dan
bersifat resesif., maka penyakit ini dibawa oleh perempuan (karier, XXh) dan
bermanifestasi klinis pada laki-laki (laki-laki, XhY); dapat bermanifestasi klinis pada
perempuan bila kromosom X pada perempuan terdapat kelainan (XhXh). Penyebab
hemofilia karena adanya defisiensi salah satu faktor yang diperlukan untuk koagulasi
darah akibat kekurangna faktor VIII atau XI, terjadi hambatan pembentukan trombin
yang sangat penting untuk pembentukan normal bekuan fibrin fungsional yang
normal dan pemadatan sumbat trombosit yang telah terbentuk pada daerah jejas
vaskular. Hemofilia A disebabkan oleh defisiensi F VIII, sedangkan hemofilia B
disebabkan karena defisiensi F IX.
Terdapat faktor risiko pada penyakit hemofilia yaitu riwayat keluarga dari
duapertiga anak-anak yang terkena menunjukkan bentuk bawaaan resesif terkait-x.
Hemofilia A (defisiensi faktor VIII terjadi pada 1 dari 5000 laki-laki. Hemofilia B
( defisiensi faktor IX) terjadi pada seperlimanya.
D. Patofisiologi
Hemofilia adalah penyakit kelainan koagulasi darah congenital karena anak
kekurangan faktor pembekuan VIII (hemofilia A) atau faktor IX (hemofilia B, atau
penyakit Christmas). Penyakit kongenital ini diturunkan oleh gen resesif terkait-X dari
pihak ibu. F VIII dam F IX adalah protein plasma yang merupakan komponen yang
yang diperlukan untuk pembekuan darah; faktor-faktor tersebut diperlukan untuk
pembentukan bekuan fibrin pada tempat cidera vascular (Cecily Lynn Betz, 2009)
Proses hemostasis tergantung pada faktor koagulasi, trombosit dan
pembuluh darah. Mekanisme hemostasis terdiri dari respons pembuluh darah, adesi
trombosit, agregasi trombosit, pembentukan bekuan darah, stabilisasi bekuan
darah, pembatasan bekuan darah pada tempat cedera oleh regulasi antikoagulan,
dan pemulihan aliran darah melalui proses fibrinolisis dan penyembuhan pembuluh
darah.
Cedera pada pembuluh darah akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh
darah dan terpaparnya darah terhadap matriks subendotelial. Faktor von Willebrand
(vWF) akan teraktifasi dan diikuti adesi trombosit. Setelah proses ini, adenosine
diphosphatase, tromboxane A2 dan protein lain trombosit dilepaskan granul yang
berada di dalam trombosit dan menyebabkan agregasi trombosit dan perekrutan
trombosit lebih lanjut. Cedera pada pembuluh darah juga melepaskan tissue faktor
dan mengubah permukaan pembuluh darah, sehingga memulai kaskade pembekuan
darah dan menghasilkan fibrin. Selanjutnya bekuan fibrin dan trombosit ini akan
distabilkan oleh faktor XIII.
Kaskade pembekuan darah klasik diajukan oleh Davie dan Ratnoff pada
tahun 1950an dapat dilihat pada Gambar 1. Kaskade ini menggambarkan jalur
intrinsik dan ekstrinsik pembentukan thrombin. Meskipun memiliki beberapa
kelemahan, kaskade ini masih dipakai untuk menerangkan uji koagulasi yang lazim
dipakai dalam praktek sehari-hari.
Pada penderita hemofilia dimana terjadi defisit F VIII atau F IX maka
pembentukan bekuan darah terlambat dan tidak stabil. Oleh karena itu penderita
hemofilia tidak berdarah lebih cepat, hanya perdarahan sulit berhenti. Pada
4
perdarahan dalam ruang tertutup seperti dalam sendi, proses perdarahan terhenti
akibat efek tamponade. Namun pada luka yang terbuka dimana efek tamponade
tidak ada, perdarahan masif dapat terjadi. Bekuan darah yang terbentuk tidak kuat
dan perdarahan ulang dapat terjadi akibat proses fibrinolisis alami atau trauma
ringan.
Defisit F VIII dan F IX ini disebabkan oleh mutasi pada gen F8 dan F9. Gen
F8 terletak di bagian lengan panjang kromosom X di regio Xq28, sedangkan gen F9
terletak di regio Xq27.2,14 Terdapat lebih dari 2500 jenis mutasi yang dapat terjadi,
namun inversi 22 dari gen F8 merupakan mutasi yang paling banyak ditemukan yaitu
sekitar 50% penderita hemofilia A yang berat. Mutasi gen F8 dan F9 ini diturunkan
secara x-linked resesif sehingga anak laki-laki atau kaum pria dari pihak ibu yang
menderita kelainan ini. Pada sepertiga kasus mutasi spontan dapat terjadi sehingga
tidak dijumpai adanya riwayat keluarga penderita hemofilia pada kasus demikian.
Gambar.1
Di dalam darah terdapat sepuluh macam protein pembeku yang dapat saling
mengaktifkan dalam suatu urutan yang khas. Dalam keadaan yang normal, zat-zat
(faktor-faktor) pembeku ini berada dalam keadaan tidak aktif. Apabila karena suatu
kejadian yang merusak maka salah satu dari faktor pembeku itu dapat diaktifkan dan
faktor tersebut akan mengaktifkan faktor pembeku berikutnya yang sesuai dengan
dirinya. Dengan demikian, maka setelah mengaktifkan dirinya secara bertingkat dia
mengaktifkan faktor pembeku berikutnya untuk diubah menjadi bentuk aktif, hingga
akhirnya sampai pada faktor terakhir yaitu fibrinogen yang diubah menjadi
fibrinemonomer, suatu protein yang secara spontan mengadakan polimerisasi
menjadi suatu jaringan benang-benang fibrin yang merupakan kerangka dari bentuk
bekuan yang terlihat.
Faktor Sinonim
I Fibrinogen
II Protrombin
III Tromboplastin
IV ion Ca2+
VII Prokonvertin
X Faktor Stuart-Power
E. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis yang sering terjadi pada klien dengan hemofilia adalah
adanya perdarahan berlebihan secara spontan setelah luka ringan, pembengkakan,
nyeri, dan kelainan-kelainan degeneratife pada sendi, serta keterbatasan gerak.
Hematuria spontan dan perdarahan gastrointestinal juga kecacatan terjadi akibat
kerusakan sendi (Handayani, Wiwik, 2008).
Pada penderita hemofilia ringan perdarahan spontan jarang terjadi dan
perdarahan terjadi setelah trauma berat atau operasi,. Pada hemofilia sedang,
perdarahan spontan dapat terjadi atau dengan trauma ringan. Sedangkan pada
hemofilia berat perdarahan spontan sering terjadi dengan perdarahan ke dalam
sendi, otot dan organ dalam. Perdarahan dapat mulai terjadi semasa janin atau pada
proses persalinan. Umumnya penderita hemofilia berat perdarahan sudah mulai
terjadi pada usia di bawah 1 tahun. Perdarahan dapat terjadi di mukosa mulut, gusi,
hidung, saluran kemih, sendi lutut, pergelangan kaki dan siku tangan, otot iliospoas,
betis dan lengan bawah. Perdarahan di dalam otak, leher atau tenggorokan dan
saluran cerna yang masif dapat mengancam jiwa.
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2006)
dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam menyatakan bahwa Hemartrosis paling sering
ditemukan (85%) dengan lokasi berturut-turut sebagai berikut, sendi lutut, siku,
pergelangan kaki, bahu, pergelangan tangan dan lainnya. Sendi engsel lebih sering
mengalami hemartrosis dibandingkan dengan sendi peluru karena
ketidakmampuannya menahan gerakan berputar dan menyudut pada saat gerakan
volunter maupun involunter, sedangkan sendi peluru lebih mampu menahan beban
tersebut karena fungsinya.
7
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan PT (Partial Tromboplstin) dan APPT (Activated Partial
Tromboplastin Time). Bila masa protombin memberi hasil normal dan APPT
memanjang, memberi kesan adanya defisiensi (kurang dari 25%) dari aktivitas
satu atau lebih factor koagulasi plasma (F XII, F XI, F IX, F VIII)
2. Pemeriksaan kadar factor VIII dan IX. Bila APPT pada pasien dengan perdarahan
yang berulang lebih dari 34 detik perlu dilakukan pemeriksaan assay kuantitatif
terhadap F VIII dan F IX untuk memastikan diagnose.
3. Uji skrining koagulasi darah :
a Jumlah trombosit (normal 150.000-450.000 tombosit per mm3 darah)
b masa protombin (normal memerlukan waktu 11-13 detik)
c Masa tromboplastin parsial (meningkat, mengukur keadekuatan faktor
koagulasi intrinsik)
d Assays fungsional terhadap faktor VIII dan IX (memastikan diagnosis)
e Masa pembekuan trombin (normalnya 10-13 detik)
G. Penatalaksanaan
1. Terapi Suportif
a. Melakukan pencegahan baik menghindari luka atau benturan
b. Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar aktivitas
faktor pembekuan sekitar 30-50%
c. Lakukan Rest, Ice, Compressio, Elevation (RICE) pada lokasi perdarahan
untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi.
d. Kortikosteroid, untuk menghilangkan proses inflamasi pada sinovitis akut
yang terjadi setelah serangan akut hemartrosis
e. Analgetik, diindikasikan pada pasien hemartrosis dengan nyeri hebat, hindari
analgetik yang mengganggu agregasi trombosit
f. Rehabilitasi medik, sebaiknya dilakukan sedini mungkin secara komprehensif
dan holistic dalam sebuah tim karena keterlambatan pengelolaan akan
menyebabkan kecacatan dan ketidakmampuan baik fisik, okupasi maupun
psikososial dan edukasi. Rehabilitasi medic atritis hemofilia meliputi : latihan
pasif/aktif, terapi dingin dan panas, penggunaan ortosis, terapi psikososial
dan terapi rekreasi serta edukasi.
f. Bidai dan alat orthopedic bagi pasien yang mengalami perdarahan otak dan
sendi (Hadayani, Wiwik, 2008)
H. Komplikasi
Menurut Handayani (2008), komplikasi yang dapat terjadi pada pasien
hemofilia adalah perdarahan intrakranium, infeksi oleh virus imunodefisiensi manusia
sebelum diciptakannya F VIII artificial, kekakuan sendi, hematuria spontan dan
perdarahan gastrointestinal, serta resiko tinggi terkena AIDS akibat transfusi darah.
1 Timbulnya inhibitor.
Inhibitor adalah cara tubuh untuk melawan apa yang dilihatnya sebagai benda
asing yang masuk. Hal ini berarti segera setelah konsentrat faktor diberikan
tubuh akan melawan dan akan menghilangkannya. Suatu inhibitor terjadi jika
sistem kekebalan tubuh melihat konsentrat faktor VIII atau faktor IX sebagai
benda asing dan menghancurkannya. Pada penderita hemofilia dengan inhibitor
terhadap konsentrat faktor, reaksi penolaksan mulai terjadi segera setelah darah
diinfuskaan. Ini berarti konsentrat faktor dihancurkan sebelum ia dapat
menghentikan pedarahan.
2 Kerusakan sendi akibat perdarahan berulang
10
I. Pencegahan
Hemofilia tidak dapat dicegah. Namun ada beberapa hal sebagai tindakan
preventif yaitu pencegahan terjadinya perdarahan akibat trauma disamping
pencegahan terhadap terjadinya trauma sendiri. Kalau seseorang mengidap
hemofilia maka beberapa hal yang harus diperhatikan :
- Pencegahan terhadap penggunakan aspirin dan nonsteroidal anti-inflammatory
drugs (NSAIDs).
- Vaksinasi tetap dilakukan pada semua orang termasuk pada bayi, terutama untuk
vaksin hepatitis B.
- Tindakan sirkumsisi tidak boleh dilakukan terhadap anak lakilaki.
11
Disamping itu jika diketahui adanya riwayat hemofili dalam keluarga maka
selama masa kehamilan harus diperiksa kemungkinan adanya defek genetik pada
ibu hamil untuk mengetahui adanya carrier pada ibu. Beberapa tindakan yang dapat
dilakukan antara lain amniocentesis dan chorionic villus sampling (CVS), dengan
pemeriksaan ini dapat diketahui adanya defek genetik pada fetus yang
menyebabkan terjadinya hemofilia. Jika diketahui fetus memiliki hemofilia, maka
tindakan terpilih yang dapat dilakukan adalah melakukan terminasi kehamilan, walau
ini masih kontroversial pada beberapa negara terutama untuk kehamilan trimester II
dan III. Jika ibu tetap menginginkan untuk melanjutkan kehamilannya maka harus
diberikan penjelasan mengenai keadaan bayinya nanti dan tindakan persalinan yang
akan dilakukan.
J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata Klien
Biasanya lebih banyak terjadi pada pria karena mereka hanya memiliki 1
kromosom X. Sedangkan wanita, umumnya menjadi pembawa sifat saja
(carrier)
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Sering terjadi nyeri pada luka, pembengkakan, perdarahan pada jaringan
lunak, penurunan mobilitas, perdarahan mukosa oral, ekimosis subkutan
diatas tonjolan-tonjolan tulang
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Focus primer yang sering terjadi pada hemofilia adalah sering terjadi infeksi
pada daerah luka, dan mungkin terjadi hipotensi akibat perdarahan yang
terus menerus dan apabila sering terjadi perdarahan yang terus-menerus
pada daerah sendi akan mengakibatkan kerusakan sendi, dan sendi yang
paling rusak adalah sendi engsel, seperti patella, pergelangan kaki, siku.
Pada sendi engsel mempunyai sedikit perlindungan terhadap tekanan,
akibatnya sering terjadi perdarahan.Sedangkan pada sendi peluru seperti
panggul dan bahu, jarang terjadi perdarahan karena pada sendi peluru
mempunyai perlindungan yang baik. Apabila terjadi perdarahan, jarang
menimbulkan kerusakan sendi.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah riwayat penyakit hemofilia atau penyakit herediter seperti kekurangan
faktor VIII protein dan faktor pembekuan IX yang:
Kurang dari 1% tergolong berat
Kurang dari 1%-5% tergolong sedang
Kurang dari 5%-10% tergolong ringan
Keluarga yang tinggal serumah, ataupun penyakit herediter lainnya yang ada
kaitannya dengan penyakit yang diderita klien saat ini.
e. Riwayat Psikososial
Adanya masalah nyeri, perdarahan dan resiko infeksi yang dapat
menimbulkan anxietas dan ketegangan pada klien
f. Pola Aktifitas
Klien sering mengalami nyeri dan perdarahan yang memungkinkan dapat
mengganggu pola aktifitas klien. Pola istirahat akan terganggu dengan
adanya nyeri anak sering menangis.
2. Diagnosis Keperawatan
12
3. Rencana Intervensi
a. Resiko perdarahan b.d kelaianan proses pembekuan darah
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam terdapat pengurangan resiko perdarahan
Kriteria hasil : tidak terlihat tanda-tanda terjadi perdarahan, faktor pembekuan
darah meningkat
NOC : Blood Loss Seeverity, Blood Coagulation
NIC : Bleeding precaution, bleeding reduction, trombolytic therapy
management
Intervensi :
1) Ajarkan cara pemantauan dan pencegahan komplikasi
R/ pemantauan dan pencegahan komplikasi pada klien hemofilia sangat
penting diketahui klien atau orang tua dengan tujuan menurunkannya
pemantauan dan pencegahan komplikasi tersebut meliputi :
monitor tekanan darah, denyut nadi, respirasi, tekanan vena sentral
dan tekanan arteri pumonal harus dipantau, begitu juga hemoglobin
dan hematocrit, waktu perdarahan dan pembekuan, serta angka
trombosit
monitor adanya pedarahan dari kulit, membrane mukosa dan luka,
serta adanya perdaarahan internal
istirahat selama terjadinya episode perdarahan
kompres dingin diberikan pada tempat pendarahan
obat parenteral diberikan dengan jarum ukuran kecil untuk
mengurangi trauma dan resiko perdaarahan
lingkungan dijaga agar bebas dari rintangan yang dapat
menyebabkan jatuh, klien dipindah dan digeser dengan sangat hati-
hati
darah dan komponen darah diberikan sesuai kebutuhan dan
diusahakan untuk mencegah terjainya komplikasi
kompres panas harus dihindari selama episode perdarahan karena
dapat mengakibatkan perdarahan lebih lanjut.
pemberian alat bantu, bidai tongkat, kruk sangat berguna untuk
memindahkan beban tubuh pada sendi yang sangat nyeri
2) Lakukan pencegahan perdarahan
R/ pecegahan perdaarahan pada klien hemofilia sangat penting di ketahui
klien atau orang tua dengan tujuan menurunkannya. Pencegahan
tersebut, meliputi hal-hal berikut :
klien dan keluarganya diberi informasi mengenai resiko perdarahan
dan usaha pengamanan yang perlu
anjurkan untuk mengubah lingkungan rumah sedemikian rupa,
sehingga dapat mencegah terjadinya trauma fisik
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hemofilia merupakan gangguan koagulasi herediter atau didapat yang paling
sering dijumpai, bermanifestasi sebagai episode perdarahan intermiten. Hemofilia
disebabkan oleh mutasi gen faktor VIII (F VIII) atau faktor IX (F IX), dikelompokkan
sebagai hemofolia A dan hemofilia B. Kedua gen tersebut terletak pada kromosom X,
sehingga termasuk penyakit resesif terkait-X,
Pada penderita hemofilia dimana terjadi defisit F VIII atau F IX maka
pembentukan bekuan darah terlambat dan tidak stabil. Oleh karena itu penderita
hemofilia tidak berdarah lebih cepat, hanya perdarahan sulit berhenti. Pada
perdarahan dalam ruang tertutup seperti dalam sendi, proses perdarahan terhenti
akibat efek tamponade. Namun pada luka yang terbuka dimana efek tamponade
tidak ada, perdarahan masif dapat terjadi. Bekuan darah yang terbentuk tidak kuat
dan perdarahan ulang dapat terjadi akibat proses fibrinolisis alami atau trauma
ringan.
Gambaran klinis yang sering terjadi pada klien dengan hemofilia adalah
adanya perdarahan berlebihan secara spontan setelah luka ringan, pembengkakan,
nyeri, dan kelainan-kelainan degeneratife pada sendi, serta keterbatasan gerak.
Hematuria spontan dan perdarahan gastrointestinal juga kecacatan terjadi akibat
kerusakan sendi (Handayani, Wiwik, 2008).
Menurut Handayani (2008), komplikasi yang dapat terjadi pada pasien
hemofilia adalah perdarahan intrakranium, infeksi oleh virus imunodefisiensi manusia
sebelum diciptakannya F VIII artificial, kekakuan sendi, hematuria spontan dan
perdarahan gastrointestinal, serta resiko tinggi terkena AIDS akibat transfusi darah.
Berdasarkan pengkajian diagnosis keperawatan untuk klien ini mencakup yang
berikut :
f. Nyeri b.d perdarahan sendi dan kekakuan ektrimitas akibat adanya hematom
2
8
18
B. Saran
Hemofilia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat di cegah maka untuk penderita
hemophilia kami sarankaan agar tetap sabar dan berusaha untuk pengobatan rutin.
Dan berusahasa agar menjaga kesehatan dan mencegah dampak dari hemofilia.
DAFTAR PUSTAKA
Aru et al. 2009. Ilmu Penyakit dalam Jilid II: Edisi V. Jakarta: Interna Publishing
Hoffard, A.V. 2005. Hematologi: Edisi IV. Jakarta: EGC
I Made Bakta. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC
Betz, Cecily L.. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik E/3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Dorlands Ilustrated Medical Dictionary, 29/E. 2002. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Handayani, Wiwik. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika
Sudoyo, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2 Edisi 4. Jakarta : Departemen
Ilmu Penyakit dalam Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia
Muscari, Mary E.. 2005. Panduan Belajar: Keperawatan Pediatrik, E/3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Corwin, Elizabeth J. 2008. Buku Saku Patofisiologi, Ed. 3. Jakarta: EGC.
World federation of Hemophilia, Canada.2005.
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Ed.8. Jakarta: EGC.
Doenges, E Marilynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.
Nur Arif Amin Huda, Kusuma Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC.Yogyakarta : Media Action Publishing.
Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
30