Anda di halaman 1dari 11

Akasia (pengucapan bahasa Inggris: [ke]) adalah genus dari semak-semak dan

pohon yang termasuk dalam subfamili Mimosoideae dari famili Fabaceae, pertama kali
diidentifikasi di Afrika oleh ahli botani Swedia Carl Linnaeus tahun 1773. Banyak spesies
Akasia non-Australia yang cenderung berduri, sedangkan mayoritas Akasia Australia tidak.
Akasia adalah tumbuhan polong, dengan getah dan daunnya biasanya mempunyai bantalan
tannin dalam jumlah besar. Nama umum ini berasal dari (akakia), nama yang
diberikan oleh dokter-ahli botani Yunani awal Pedanius Dioscorides (sekitar 40-90 Masehi)
untuk pohon obat A. nilotica dalam bukunya Materia Medica Nama ini berasal dari kata
bahasa Yunani karena karakteristik tanaman Akasia yang berduri, (akis, "duri"). Nama
spesies nilotica diberikan oleh Linnaeus dari jajaran pohon Akasia yang paling terkenal di
sepanjang sungai Nil.

Akasia juga dikenal sebagai pohon duri, dalam bahasa Inggris disebut whistling
thorns ("duri bersiul ") atau Wattles,atau yellow-fever acacia ("akasia demam kuning") dan
umbrella acacias ("akasia payung").

Sampai dengan tahun 2005, ada diperkirakan sekitar 1.300 spesies akasia di seluruh
dunia, sekitar 960 dari mereka adalah flora asli Australia, dengan sisanya tersebar di daerah
tropis ke daerah hangat dan beriklim sedang dari kedua belahan bumi, termasuk Eropa,
Afrika, Asia selatan, dan Amerika . Namun, genus ini kemudian dibagi menjadi lima, dengan
nama Acacia hanya digunakan untuk spesies Australia, dan sebagian besar spesies di luar
Australia dibagi menjadi Vachellia dan Senegalia.

Klasifikasi ilmiah akasia :


Kerajaan Plantae
Divisi Magnoliophyta
Kelas Magnoliopsida
Ordo Fabales
Famili Fabaceae
Upafamili Mimosoideae
Bangsa Acacieae
Genus Acacia
Spesies
Sekitar 1,300 spesies
Budidaya tanaman Akasia

Tidak bisa disangsikan lagi, bahwa pembangunan dan pengelolaan hutan


tanaman memerlukan penerapan teknik-teknik silvikultur yang intensif untuk
menjaga dan meningkatkan produktivitas tegakan secara lestari dan
berkesinambungan. Penerapan teknik silvikultur intensif, dimulai ketika memilih
spesies yang cocok dan sesuai ditumbuhkan pada lahan yang ada, serta
diintegralkan kedalam industri Atau peluang pasar. Di dalam operasional
kegiatannya, perlu dicari dan ditentukan teknik-teknik yang mudah dan mendukung
dalam memperoleh produktivitas yang tinggi, sekaligus meningkatkan mutu
lingkungan dan bermanfaat bagi masyarakat (Arisman, 2000). Untuk itu perlunya
penataan areal (di awal kegiatan), dan penerapan teknologi dan dukungan ilmu
pengetahuan pada setiap komponen kegiatan.

Penataan areal
Sebelum dilakukannya pembangunan tanaman, proses pertama yang
dilakukan adalah penataan areal. Secara garis besar areal bisa dibagi menjadi
Wilayah-wilayah (berdasarkan letak geografis dan luas areal). Kemudian dari
wilayah ini dibagi ke dalam beberapa unit, dengan luas 15.000 - 20.000 ha. Unit
dibagi lagi ke dalam blok, dengan luas sekitar 5.000 ha. Kemudian, blok dibagi ke
dalam subblok, dengan luas sekitar 1.000 ha, dan sub-blok dibagi kedalam petak
seluas 50 ha, arah utara-selatan 1.000 m, dan barat-timur 500 m. Petak merupakan
satuan pengelolaan terkecil. Tetapi petak ini bisa terbagi lagi menjadi anak
petak.Pada daur kedua, setelah penebangan daur pertama, dilakukan rekonstruksi
petak berdasarkan kondisi geografis, dengan diterapkannya teknologi sistem
informasi geografi (geographic information systems).Untuk mendukung operasional,
dibangunlah infrastruktur, seperti jalan utama, jalan cabang, jalan tanam maupun
jalan inspeksi, jembatan, dan sebagainya. Areal yang dipakai untuk infrastruktur ini,
mencapai sekitar 20 m2/ha. Untuk mendukung kelestarian hutan dan lingkungan,
perlu dipertahankannya kawasan hutan konservasi, zona proteksi (lebung, dan
sempadan sungai), serta penanaman jenis lokal dan MPTS (multi purpose trees
species).
Sistem silvikultur
Sistem silvikultur yang diterapkan untuk jenis Acacia mangium adalah tebang
habis permudaan buatan. Sistem ini sesuai diterapkan pada lahan-lahan
terdegradasi untuk tujuan pengusahaan hutan tanaman, dengan memakai teknik
silvikultur yang intensif. Oleh karenanya, diperlukan areal yang luas dan relatif
kompak, sehingga dapat dibuat tegakan tanaman yang sama umur, seragam dan
berkesinambungan dengan produksi yang tnggi dan kualitas yang baik. Selain untuk
produksi pulp, Acacia mangium juga baik digunakan sebagai kayu pertukangan.
Pada petak- petak untuk menghasilkan kayu pertukangan dilakukan penjarangan.
Hasil penjarangan ini dapat dimanfaatkan untuk bahan pulp, particle board atau
energi.

Pengadaan Benih
Bibit A. mangium yang digunakan berasal dari benih dan diproduksi di
persemaian. Pada awalnya, digunakan benih dari tegakan benih lokal yang belum
terimprove, tetapi selanjutnya harus ditingkatkan dengan menggunakan benih
unggul (asal benih maupun famili terpilih) dari hasil program pemuliaan pohon.
Dilihat dari nilai riap, hasil penelitian di Subanjeriji terdapat 5 provenans (dari 20
provenan) yang paling baik adalah berasal dan Papua Niugini dan Queensland, yaitu
Oriomo R (PNG), Olive R (QLD), Wipim (PNG), Lake Muarray (PNG), dan Kini
(PNG). Tetapi, apabila dilihat dari nilai/indeks kelurusan batang dan persistensi
sumbu batang, 5 provenans terbaik adalah Oriomo R (PNG), Wipim (PNG), Muting
(Merauke), Kuru (PNG), dan INHUTANI (Pohon plus) (Siregar dan Khomsatun,
2000). Untuk membangun tegakan kayu pertukangan, perlu dipertimbangkan
pemakaian benih yang mempunyai indeks kualitas bentuk batang dan kelurusan
tinggi, di samping riap pertumbuhannya. Program pemuliaan pohon harus terus
dilakukan, seperti upaya peningkatan genetik melalui seleksi provenans dan seedlot,
dalam rangka menghasilkan bahan tanam yang terbaik dan paling menguntungkan.
Saat ini, untuk menyebut contoh, di Sumatra Selatan telah terdapat area produksi
benih (SPA; Seed Production Area) seluas 96,8 ha, kebun benih semai generasi
pertama (SSO; Seedling Seed Orchard) seluas 49,5 ha, dan telah dibangun kebun
benih campuran (composite seed orchard) seluas 14,5 ha. Setiap tahunnya, dari
areal kebun benih seluas itu, mampu diproduksi benih A. mangium lebih dari 1 ton
Persemaian
Pada awalnya (uji coba dan pengalaman awal) bibit diproduksi dalam kantong
polybag dengan media topsoil, sabut kelapa sawit, dan gambut. Tetapi setelah
melalui serangkaian penelitian, kemudian didapatkan container dan bahan yang
efektif dan ekonomis, yaitu memakai polytube dan side slit, yang dapat merangsang
pertumbuhan akar. Media yang dipakai adalah seresah yang diambil dari lantai
hutan tanaman A. mangium dicampur dengan topsoil (perbandingan 70:30) atau sisa
kulit A. mangium dari pabrik pulp yang telah dikomposkan. Bibit dipelihara selama 3
bulan, kemudian dilakukan sortasi (grading). Standar bibit dilakukan agar bibit yang
sampai ke lokasi penanaman benar-benar memiliki kualitas yang baik, seragam,
mampu hidup dan tumbuh dengan baik. Bibit A. mangium yang berkualitas baik dan
diperbolehkan untuk dikirim ke lapangan adalah yang mempunyai tinggi bibit 25-30
cm dan diameter > 3,0 mm, batang keras dan lurus, warna kecoklatan, daun tebal
hijau, struktur akar kompak, media tidak pecah, bebas hama dan penyakit serta
segar. Bibit diangkut ke lokasi pertanaman memakai truk atau traktor. Untuk
menjaga kualitas bibit, perlu dibuatkan tempat penampungan bibit (TPB) sementara
di dekat lokasi pertanaman.

Persiapan lahan
Pada tahap awal pembangunan HTI, lahan alang-alang bertopografi
datar/landai (kemiringan <15%),> 22 cm untuk kayu gergajian.Membangun tegakan
untuk kayu pertukangan melalui proses penjarangan. Selain untuk kayu konstruksi
dan pertukangan, peruntukan kayu A. mangium yang lain adalah sebagai bahan
baku pembuatan papan partikel. Hashim et.al. (1998) melaporkan bahwa ketebalan
papan partikel kayu A. mangium setara dengan papan partikel kayu karet. Kayu A.
mangium dapat juga diproses menjadi vinir dan kayu lapis. Vinir yang dihasilkan
bersifat teguh, halus dan kualitasnya dapat diterima. Studi pembuatan kayu lapis
dengan menggunakan perekat phenol formaldehide atau penol resin memberikan
kualitas kayu lapis yang dapat diterima atau melebihi persyaratan minimum (Abdul-
Kader and Sahri, 1993; Yamamoto, 1998). Abdul-Kader dan Sahri (1993) juga
membuktikan bahwa kayu A. mangium dapat dipakai sebagai bahan MDF yang
memiliki kualitas lebih baik dibandingkan dengan MDF dari beberapa spesies di
Jepang, seperti Pinus resinosa, Cryptomeria japonica, Chamaecyparis obtusa dan
Larix leptolepis. Kayu A. mangium telah digunakan sebagai bahan baku oleh
beberapa perusahaan MDF di Indonesia. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa
keteguhan lentur dan geser LVL (laminated veneer lumber) dari kayu A. mangium
lebih baik daripada nilai minimum (Abdul-Kader and Sahri, 1993). Kayu A. mangium
telah dicoba untuk pembuatan OSB (oriented strand board) yang hasilnya
menunjukkan bahwa stabilitas dimensi dan kekuatannya memenuhi standar
persyaratan Jepang (Lim, et.al., 2000) Pembuatan arang dari kayu A. mangium telah
dicoba (Hartoyo, 1993; Nurhayati, 1994; Pari, 1998; Fakultas Kehutanan, UGM
2000; Okimori et.al., 2003), dan berkualitas baik. Dengan diolah menjadi briket
arang, nilai kalor dan karbon terikat meningkat, dan hasilnya lebih baik apabila
dibandingkan dengan briket batubara (Fakultas Kehutanan UGM, 2000).

Membangun tegakan kayu pertukangan


Pada prinsipnya, silvikultur hutan tanaman untuk menghasilkan kayu
pertukangan sama dengan membangun tegakan untuk bahan pulp (hingga umur
tanaman 2 tahun). Setelah umur 2 tahun terdapat perbedaan, yaitu adanya kegiatan
penjarangan (thinning), pemangkasan cabang (pruning), dan perawatan lanjutan.
Penjarangan dimaksudkan untuk mengurangi jumlah pohon dalam tegakan dan
memberikan ruang tumbuh yang cukup untuk memperoleh tegakan berdiameter
pohon besar. Pemangkasan cabang dimaksudkan untuk menghilangkan
percabangan untuk mengurangi cacat mata kayu (knot) yang berpengaruh pada
kualitas kayu yang dihasilkan. Agar tegakan kayu pertukangan berkualitas baik,
maka perlu dilakukan tahapan-tahapan, antara lain penentuan petak, kegiatan
penjarangan, pemangkasan cabang dan perawatan (Gunawan, 2003).

Penentuan petak
Petak yang ditentukan sebagai calon tegakan kayu pertukangan harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Tanaman telah berumur antara 2 3 tahun, tajuk (canopy) sudah saling


menutup, diameter (dbh)batang sudah mencapai 9 12 cm, dan tinggi
mencapai 7 9 m.
2. Pohon-pohon didalam Petak memiliki pertumbuhan yang baik (tinggi rata-rata
8 m, diameter rata- rata 11 cm) serta kualitas batang yang baik (lurus, tidak
menggarpu (forking) sampai ketinggian 6 m).

3. Luas petak memadai , sehingga hanya diperlukan sedikt jumlah petak untuk
mencapa target dan letaknya mengelompok agar lebih mudah dalam
pelaksanaan

4. Aksesibilitas petak baik, yaitu dekat jalan dan tidak terpencil jauh. Hal ini
untuk memudahkanpengawasan dan pengamatannya

Penjarangan
Penjarangan dilakukan dalam 2 tahap dalam 1 daur tanaman. Setiap tahap
menghilangkan 50% dari populasi yang ada. Penjarangan tahap pertama, dilakukan
saat tanaman umur 2 tahun. Metode yang dipakai adalah selektif dan sistematik.
Metode selektif, dilakukan dengan cara memilih tegakan yang mempunyai sifat baik
untuk kayu pertukangan, seperti kelurusan batang, ketinggian bebas cabang,
diameter batang, dan kesehatan tanaman. Metode sistematik hanya dilakukan pada
jalur sarad (setiap jarak 50 m), yaitu menebang seluruh pohon pada jalur sarad.
Jalur sarad ini dipakai untuk akses mengeluarkan kayu hasil penjarangan untuk
dimanfaatkan dengan tujuan lain (pulp, energi, papan partikel dsb). Penjarangan
tahap kedua dilakukan sewaktu tajuk antar-tanaman sudah saling menutup kembali
(tanaman berumur 4 5 tahun). Penebangan (penjarangan) menggunakan
chainsaw ukuran kecil, dan dilakukan secara hati-hati karena pola tebangnya tidak
teratur. Rebah pohon tebangan diarahkan sedemikian rupa, sehingga tidak merusak
tajuk pohon-pohon yang ditinggalkan. Batang hasil penebangan dipotong-potong
sesuai kebutuhan untuk dimanfaatkan dan dikumpulkan (secara manual) di pinggir
jalur sarad, kemudian dikeluarkan ke TPn (pinggir jalan)

Perawatan lanjutan
Perawatan tanaman setelah penjarangan yang perlu dilakukan adalah kegiatan
pemangkasan cabang dan pengendalian gulma (weeding). Pemangkasan cabang
dilakukan dua kali; bersamaan penjarangan pertama, dan setahun setelah
penjarangan pertama. A. mangium mempunyai kemampuan self pruning yang
sangat rendah, oleh karenanya sangat penting dilakukan pruning untuk memperoleh
kayu pertukangan yang baik. Keterlambatan tindakan pruning akan mengakibatkan
beberapa hal:

1. Mengurangi sifat keteguhan kayu, karena serat mata kayu relatif tegak lurus
serat batang pohon,

2. Menyulitkan pengerjaan karena kerasnya penampang mata kayu,

3. Mengurangi keindahan permukaan kayu, dan

4. Menyebabkan berlubangnya lembaran-lembaran veneer

Pohon-pohon tinggal harus dipangkas cabangnya menggunakan gergaji


pangkas atau gunting pruning. Pemangkasan dilakukan dengan memotong cabang
tepat pada leher cabang. Pemangkasan yang meninggalkan sisa cabang, akan
menyebabkan sisa cabang tersebut mati dan membusuk yang pada akhirnya
menjadi jalan bagi infeksi jamur, disamping akan membuat kayu cacat. Sebaliknya,
pemangkasan terlalu dalam akan meninggalkan luka besar yang membutuhkan
waktu lama untuk penyembuhannya. Pemangkasan yang tepat akan meninggalkan
luka yang kecil dan tanpa sisa cabang, sehingga luka akan cepat tertutup kembali
oleh kalus. Setiap periode pemangkasan, tajuk hidup yang ditinggalkan minimal
sebesar 50% dari tinggi pohon. Meninggalkan tajuk kurang dari 50% akan
menghambat pertumbuhan diameter pohon. Pada akhirnya nanti diharapkan kayu
pertukangan yang dihasilkan memiliki batang bebas mata kayu sampai pada
ketinggian 46 m. Oleh karena itu pemangkasan cabang dilakukan sampai setinggi
4,2 m dimana 0,2 m adalah cadangan untuk kerusakan dan pecah ujung. Weeding
setelah penjarangan, tidak seintensif seperti 2 tahun pertama. Kalau weeding pada
dua tahun pertama bertujuan untuk mengurangi kompetisi dengan gulma, maka
kegiatan weeding pasca penjarangan ini lebih ditujukan untuk mepermudah akses
inventory dan supervisi, dalam mendapatkan tegakan kayu pertukangan yang
berkualitas
Biaya pembangunan tegakan kayu pertukangan
Pembangunan tegakan A. mangium untuk pertukangan hingga umur 2 tahun
sama dengan biaya pembangunan untuk bahan pulp. Tetapi setelah umur 2 tahun
diperlukan tambahan biaya, yaitu penjarangan, pemangkasan cabang dan
perawatan. Total biaya operasional dari awal hingga siap panen adalah Rp.
2.841.250,-/ha (diluar biaya investasi dan overhead)

Kesimpulan

1. Hutan tanaman merupakan sebuah keniscayaan untuk menyediakan bahan


baku industri secaraberkelanjutan.

2. Pemilihan jenis-jenis cepat tumbuh dilakukan untuk memenuhi pertimbangan


ekonomi, finansial dan tuntutan kesejahteraan masyarakat sekitar. A.
mangium merupakan jenis yang memenuhi syarat untuk diusahakan, mudah
dibudidayakan, adaptable untuk lahan-lahan marginal, produktif dan responsif
terhadap upaya pemuliaan pohon, serta multiguna

3. Penerapan silvikultur intensif, manipulasi genetik dan pemuliaan pohon,


mutlak diperlukan untuk peningkatan riap dan kualitas kayu

4. Pemilihan jenis cepat tumbuh dan penerapan silvikultur intensif merupakan


langkah awal yang harus segera ditempuh untuk memupuk sumberdaya guna
membangun kembali kehutanan Indonesia.

Arti Bunga Akasia:

Cinta yang terpendam, cinta suci dan keindahan


Kuning : cinta rahasia
Merah muda dan Putih : persahabatan
Pink : keanggunan
Galeri identifikasi
tumbuhan
BUNGA- BUNGA


Acacia erioloba Sossusvlei, Namibia


Acacia tetragonophylla Geelong Botanic
Gardens, Victoria, Australia

Acacia melanoxylon Nazar, Portugal


Acacia pennata di hutan Talakona, di


Chittoor, Andhra Pradesh, India.

Acacia saligna Side, Turki


Acacia pennata di Lembah Ananthagiri,


Rangareddy di Andhra Pradesh, India

Acacia schinoides Kebun Raya Nasional Australia


Acacia schinoides Kebun Raya
Nasional Australia

Acacia erioloba Sossusvlei, Namibia

Acacia tetragonophylla Geelong


Botanic Gardens, Victoria, Australia

Acacia pennata di hutan Talakona, di


Acacia melanoxylon Nazar, Portugal Chittoor, Andhra Pradesh, India.

Acacia saligna Side, Turki Acacia pennata di Lembah


Ananthagiri, Rangareddy di Andhra
Pradesh, India.

Anda mungkin juga menyukai