Anda di halaman 1dari 3

SISTEM PERTANAMAN LORONG (ALLEY CROPPING)

SISTEM PERTANAMAN LORONG (ALLEY CROPPING) SEBAGAI ALTERNATIF


KONSERVASI LAHAN KERING GUNA
MENINGKATKAN PRODUKSI TANAMAN

Sistem pertanaman lorong (alley croping) adalah suatu sistem di mana tanaman pangan
ditanam pada lorong (alley) di antara barisan tanaman pagar (Sariyata, Ketut., 2007). Sistem
tersebut biasanya diterapkan pada lahan yang tergolong kering, penanaman tanaman
tahunan seperti lamtoro, sengon, mahoni, dan lain sebagainya sebagai pagar, tanaman pagar
biasanya dimanfaatkan sebagai kayu untuk kebutuhan furniture, perlengkapan rumah, mupun
dapat dimanfaatkan sebagai kayu bakar.

Tanaman pagar secara ekologis difungsikan untuk menampung air, menyuburkan tanah,
meminimalisir potensi erosi dan longsor dan memicu peningkatan aktivitas mikroorganisme
sehingga cocok untuk ditanami tanaman semusim yang toleran. Tanaman semusim yang
toleran terhadap kekeringan misalnya jagung, kedelai, sorgum, singkong dan lain sebagainya
untuk ditanam diantara tanaman pagar. Tujuannya adalah untuk menunggu masa panen
tanaman pagar sehingga dari kegiatan tersebut tetap ada pemasukan.

Konservasi lahan kering penting untuk dilakukan karena tanah tersebut cukup luas dan belum
dapat dimanfaatkan secara optimal guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk
mendapatkan hasil yang optimal perlu dilakukan kombinasi teknik lain, terutama untuk
menampung air guna memenuhi kebutuhan air tanaman semusim saat terjadi musim
kekeringan yang parah seperti membuat embung, dan rorak.

Kebutuhan air kedelai, jagung, dan sorgum memang reltif sedikit namun jika kekeringan
berlangsung lama maka pertumbuhannya kurang optimal. Air hasil penampungan pada
musim hujan tersebut dapat digunakan untuk menyiram tanaman diatas jika diperlukan. Alley
cropping merupakan kombinasi antara tanaman tahunan (pagar) dan tanaman semusim yang
dilakukan dengan sedemikian rupa sehingga dapat menguntungkan secara ekologi, ekonomi,
dan sosial. Keuntungan sistem pertanaman lorong:

a.Ekologi
Dapat menyumbangkan bahan organik dan hara terutama nitrogen untuk tanaman lorong.
Mengurangi laju aliran permukaan dan erosi apabila tanaman pagar ditanam secara rapat
menurut garis kontur. Terpaan angin dapat diminimalisir sehingga tanaman musiman tetap
dalam kondisi yang baik. Meningkatkan keanegaragaman hayati dan keseimbangan
agroekosistem.
b.Ekonomi
Menghemat biaya pengolahan lahan karena tidak perlu dilakukan pembajakan untuk
menggemburkan tanah. Mengurangi biaya pemupukan dengan memanfaatkan daun tanaman
pagar untuk dijadikan kompos atau mulsa. Ranting pohon tahunan dapat dimanfaatkan
sebagai kayu bakar.
c.Sosial
Dapat meningkatkan ketahanan pangan dan ekonomi serta penggangguran dapat dikurangi.

Sedangkan kelemahan penanaman lorong atau alley cropping diantaranya adalah :


1.Tanaman pagar mengambil sekitar 5 - 15% areal yang biasanya digunakan untuk tanaman
pangan /tanaman utama. Untuk itu, perlu diusahakan agar tanaman pagar dapat memberikan
hasil langsung. Hal ini dapat ditempuh misalnya dengan menggunakan gliricidia sebagai
tanaman pagar dan sekaligus sebagai tongkat panjatan bagi vanili atau lada. Cara lain
misalnya dengan menanam kacang gude sebagai tanaman pagar.
2.Sering terjadi persaingan antara tanaman pagar dengan tanaman utama untuk
mendapatkan hara, air, dan cahaya. Cara mengatasinya adalah dengan memangkas
tanaman pagar secara teratur supaya pertumbuhan akarnya juga terbatas.
3.Tenaga kerja yang diperlukan untuk penanaman dan pemeliharaan tanaman pagar cukup
tinggi (Haryati, Umi., 2010).

Keuntungan yang maksimal akan dapat diperoleh jika pemilihan komoditas yang akan
ditanam sedang diminati konsumen, selain itu komoditas harus berkualitas baik, dan untuk
meningkatkan nilai ekonominya bisa dilakukan teknik pasca panen yang memadai. Contoh
penanganan paca panen yang baik misalnya jagung dipasarkan dalam bentuk tepung
maizena dan dikemas dengan kemasan yang baik.
Persyaratan tanaman pagar:
1. Tahan pemangkasan dan dapat bertunas kembali secara cepat sesudah pemangkasan,
dan
menghasilkan banyak hijauan
2. Tingkat persaingannya dengan tanaman lorong tidak begitu tinggi.
3. Sebaiknya mempunyai manfaat ganda seperti untuk pakan ternak, kayu bakar dan
penghasil buah
supaya mudah diadobsi petani

Berikut ilustrasi penerapan allley croping pada lahan kering :


Tanaman pagar dapat dipilih misalnya sengon dan mahoni, pertimbangannya tanaman ini
bernilai cukup tinggi (kayu) dengan masa panen 5 – 6 tahun, ranting dan batang dapat
dimanfaatkan untuk kayu bakar, daunnya dapat dimanfaatkan sebagai mulsa ataupun
kompos serta tanaman ini relatif tahan dalam kondisi kering. Jarak tanam sengon dan mahoni,
yakni (2 x 10) m untuk bagian lebar pagar ditanami tanaman musiman ditanami jagung dengan
jarak tanam (25 x 75) cm, kedelai (20 x 20) cm. Berikut analisis ekonomi sederhananya dalam
lahan seluas 1 hektar :

Keterangan :
A : Tanaman Pagar (sengon dan mahoni)
B : Tanaman Kedelai
C : Tanaman jagung
a.Multiple cropping dengan alley cropping
1.Tanaman sengon dan mahoni
Banyaknya pohon = (luas lahan : Jarak tanam) = (10000 : (10 x2)) = 500 pohon
a. Harga tiap m3 kayu = Rp. 800.000, Kayu bakar = Rp. 50.000
- pohon tinggi menghasilkan 1,5 m3 x 800.000 = Rp. 1.200.000 x 500 pohon = Rp.
600.000.000
- pohon menghasilkan 0,2 m3 tiap tahun pada saat pemangkasan berarti selama 6 tahun
menghasilkan 1,2 m3 x 50.000 = Rp. 60.000 x 500 pohon = Rp.30.000.000
- Total = 600.000.000 + 30.000.000 = 630.000.000
- Netto = total – (pengeluaran + kerusakan + transport) = 60 % x 630.000.000 = Rp.
378.000.000
2.Tanaman kedelai dan jagung (8000 m2) =>> 1 tahun 1 kali tanam 2 kali bera Kedelai (60%)
=>> 960 x Rp.6000 = Rp.5.760.000
3. Jagung (40%)
(Luas jagung / luas lahan) x hasil
=>>1600 x Rp. 2500 = Rp. 4.000.000
Total = 5.760.000 + 4.000.000 = 9.760.000 x 6 tahun x 60%
= Rp. 35.136.000

Keseluruhan = 378.000.000 + 35.136.000 = Rp.413.136.000

b. Monokultur
1. Kedelai
Tiap hektar rata – rata menghasilkan 2000 kg, harga 1 kg = Rp. 6000, maka selama 6 tahun
menghasilkan :
2000 x 6000 x 6 x 60% = Rp. 43.200.000
Jagung rata – rata menghasilkan 5000 kg tiap hektar, harga 1 kg = Rp. 2.500, maka selama
6 tahun menghasilkan =
5000 X 2500 x 6 x 60% = Rp. 45.000.0000

Menurut Siswomartono dan Wirodidjojo (1990), dalam Subagyono., et al (2003) kendala


utama dalam memotivasi petani untuk menerapkan paket teknologi konservasi yang
diperkenalkan meliputi: keterbatasan kemampuan finansial petani untuk menerapkan dan
memelihara tindakan konservasi, serta tingkat pengetahuan dan keterampilan petani yang
rendah. Untuk mengatasi kendala tersebut, mereka menyarankan perlu dikembangkannya
paket teknologi konservasi yang lebih tepat guna, yaitu secara teknik lebih sederhana, lebih
ekonomis, dapat diterima masyarakat, tetapi lebih efektif dapat mengendalikan aliran
permukaan dan erosi. Berikut beberapa langkah yang bisa diambil untuk memotivasi petani
agar menerapkan alley cropping :
1. Memberikan pengetahuan dan pemahaman serta pelatihan menampung air dengan
membuat embung atau rorak.
2. Memberikan pelatihan pengolahan daun menjadi kompos dan hingga pupuk pestisida alami
3. Memberikan pelatihan dan budidaya tanaman yang cocok untuk dikembangkan
4. Memotivasi petani untuk terus maju dengan terus belajar serta mempermudah akses
permodalan dan pemasaran.

Refrensi

Haryati, Umu. 2010. Budidaya Lorong (Alley Cropping). http://bebasbanjir2025. Word press
.com/teknologi-pengendalian-banjir/budidaya-lorong/. Diakses 10 September 2011

Sariyata, Ketut. 2007. Usaha tani konservasi (pola budidaya lorong). Kupang : Balai Besar
Pelatihan Peternakan Nusa Tenggara Timur

Menurut Siswomartono dan Wirodidjojo (1990), dalam Subagyono., et al (2003). Teknologi


Konservasi Air pada Lahan Kering. Jogjakarta : UGM

Anda mungkin juga menyukai