sungai, khususnya dalam program pembangunan DAS dan pertanian tanah kering. Di
mengatasi masalah erosi dan kemundura kesuburan tanah. Pada saat ini 1990, di
Indonesia terdapat 9,4 juta ha lahan kritis, diantaranya 4,1 juta ha di dalam
kawasan hutan dan 5,3 juta ha di luar kawasan hutan. Tersebar pada 40 daerah
aliran sungai (Sirgar, et al. 1990). Untuk mengatasi masalah ini, oleh pemerintah
disebut juga usaha tani terpadu. Untuk keperluan ini, di Jawa dan luar Jawa dibuat
UPSA merupakan model usaha tani lahan kering terpadu. Setiap model meliputi luas
dan perlakuan intensifikasi usaha tanah kering yang memperhatikan daya dukung
Tujuan UP-UPM adalah untuk memperkenalkan usaha tani tanah kering terpadu pada
terdapat di luar jawa. Luas suatu unit UP-UPM adalah 20 ha, yang dikuasai oleh 10
Dalam pelita III dan pelita IV telah diselenggarakan sejumlah UP-UPSA dan UP-
Pelita IV
1986/87 444 X
1987/88 169 X
1988/89 166 X
Sumber : Siregar , et al. (1990)
“ Model Farm “ adalah suatu bentuk UP-UPSA, khususnya untuk DAS Citanduy.
Proses erosi di daerah hulu sungai Citanduy di Jawa Barat telah mencapai daerah-
Maka telah dilancarkan beberapa program untuk mengatasi situasi yang merugikan
ini, salah satu di antaranya adalah Proyek Citanduy Fase II, dimulai tahun 1981.
Tujuan proyek ini adalah untuk mengembangkan usaha tani tanah kering dan
bangku pada lahan dengan kemiringan kurang dari 50 % dan menerapkan teknik
hologi agroforestry pada lahan, pada kemiringan lebih dari 50 %, atau pada lahan
yang mirignya kurang dari 50 %, akan tetapi kedalaman tanahnya kurang dari 30 cm.
Kedua model ini disebut juga masing-masing “ Model Farm Teras “ dan “ Model Farm
Agroforestry “. Dalam kedua model itu dianjurkan penggunaan suatu paket teknologi
berikut :
tanaman keras.
tercukupi.
System tiga strata (STS) adalah suatu metode penanaman dan pemungutan rumput-
sehingga akan didapat pakan ternak sepanjang tahun (Nitis, 1989). Stratum
persediaan pakan untuk permulaan musim penghujan. Stratum kedua yang terdiri
dari tanaman perdu adalah untuk persediaan pakan pada pertengahan musim
penghujan, sedangkan stratum ketiga yang terdiri dari pohon-pohonan adalah untuk
Satu unit STS (dalam penelitian Prof. Nitis) terdiri dari sebidang lahan seluas 0,25
Bagian inti diperuntukkan bagi produksi pangan. Bagian selimut dibagi-bagi dalam
Verano). Dengan menggunakan metode ini dalam tiap unit terdapat daerah
Pada bagian batas, ditanami pohon-pohonan yang daunnya untuk pakan ternak yaitu
pohon bunut (Ficus poacellie), santen (Lannea coromandilica) dan waru (Hibiscus
tiliaceus) dengan jarak antara 5 m di antara setiap 2 pohon yang mengelilingi unit.
Di antara setiap 2 pohon ditanami 50 pohon perdu gulma ( Gliricidia sepium) atau
perdu gulma, 1000 pohon perdu lamtoro (stratum kedua), 14 pohon bunut, 14 pohon
Untuk stocking rendah, bagi seekor sapi diperlukan dua unit STS (dua sapi/ha),
untuk stocking tinggi, dapat ditempatkan satu sapi dalam satu unit STS (empat
sapi/ha).
Teknologi ini dikembangkan dalam program usaha tani lahan kering oleh beberapa
Teknologi ini mencakup penanaman pagar hidup pada garis-garis kontur dengan
lahan. Sebelum serangan kutuloncat ( Heteropsylla cubana) pada tahun 1986 yang
ditanami sebagai larikan pagar hidup itu adalah lamtoro gung ( Leucaena
dan air dan meningkatkan kandungan hara, terutama nitrogen, yang pada umumnya
periodic.
Pada lorong-lorong di antara larikan pagar hidup, ditanam tanaman semusim atau
tanaman keras, umpamanya padi gogo, jagung, Lombok, kopi, cokelat, dll. Karena itu,
pola ini disebut teknologi agroforestry tanaman lorong. Nama resmi yang digunakan
CARE Indonesia sebelum serangan kutu loncat adalah “ Lamtoro Farming System “
Di Sumbawa dan beberapa pulau lainnya, dalam pelaksanaan DFS ini perlu dibuat
untuk melindungi tanaman terhadap ternak yang berkeliaran atau binatang liar.
Pagar tersebut diperkuat dengan tumpukan batu, yang biasanya banyak terdapat di
lokasi setempat.
Dalam system Tanaman Lorong di DAS Jratun Seluna dan Brantas hulu, tanaman
semusim ditanam pada lorong selebar 4-8 meter di antara 2 baris tanaman pagar
hidup dan jenis leguminosa, yang dapat tumbuh kembali dengan cepat setelah
(Abdurachman, 1990).
a. Tanaman pagar hidup dapat menahan laju aliran air permukaan dan
mengurangi erosi.
b. Dalam jangka panjang dapat terbentuk teras alami di bawah barisan tanaman
penerapan system tanaman lorong jauh lebih murah dan lebih mudah.
e. Akar tanaman pagar hidup dapat memompa kembali hara tanaman dari tanah
Cruz & Vegara, (1987) mengusulkan suatu model yang menunjukkan peran
Manfaat langsung dari jasa-jasa yang bias didapat dari system-sistem agroforestry
pengurangan erosi tanah, tanah longsor, aliran permukaan, kehilangan hara dan
tanah, struktur tanah, pengendalian hama dan penyakit, dan penurunan suhu radiasi
matahari.
pelestarian produktivitas yang lebih tinggi, perbaikan gizi dan kesehatan, perbaikan
social-ekonomi, tata guna lahan yang lebih mantap, dan perbaikan konservasi
lingkungan. Karena itu bila dilaksanakan secara baik, system-sistem agroforestry
dapat merupakan alat yang efektif untuk merehabilitasi dan mengelola lahan-lahan
kritis di daerah hulu dan menggalakkan pembangunan di pedesaan (Cruz & Vegara,
1987).
usaha tani (farming system), yang disarankan oleh Byerlee dan Collonson (1980
Dalam model usaha tani ini, keputusan petani dalam memilih teknologi dipengaruhi
oleh kondisi-kondisi lingkungan alam dan social ekonomi. Lingkungan alami terdiri
dari keadaan tanah dan topografi, seperti tipe tanah, kesuburan tanah, kemiringan
lapangan dan tinggi atas permukaan laut. Kondisi-kondisi biologi berupa hama dan
penyakit, fisiologi tanah dan hewan dan gulma. Kondisi iklim berupa curah hujan dan
kelembaban.
internal antara lain berupa tujuan usaha tani dan kendala sumberdaya. Tujuan usaha
mengenai lahan., tenaga kerja dan moral kerja. Kondisi eksternal terdiri dari pasar
input dan output, kelembagaan, infrastruktur dan fasilitas yang kesemuanya dapat
- Air - Iklim
- Tanah
- Social-ekonomi, politik dan kebudayaan
- Huatn
- manusia
SISTEM-SISTEM AGROFORESTRY
- Agrisilvikultur
- Silvopastur
- Agrosilvopastur
- silvofisheries
Menekan :
Suhu tanah
Radiasi matahari
Gambar 17 : model untuk Peranan Agroforestry dalam Perlindungan dan Rehabilitasi Lingkungan
Sumber : Cruz & Vegara (1987)
merupakan pendekatan system yang bersifat holistic dan ternyata berhasil dalam
memadai pada waktu yang tepat dan fasilitas-fasilitas untuk pusat output
(Soegianto, 1991).
sebagai suatu bagian integrasi dan system bisnis agroforestry di daerah yang
Di samping itu, pengembangan system bisnis agroforestry akan berjalan lancar bila
ditopang oleh system prasarana dan sarana, dan pengembangan kelembagaan yang
konservasi flora, fauna, dan plasma nutfah, mengurangi erosi tanah, dan
INTERNAL EKSTERNAL
Tujuan Perani. Mencukupi Pasar Kebijak-
Kelemba- Sarana dan
kebutuhan, pendapatan, sanaan
input gaan prasarana
meminimalkan resiko outpu Nasional
KEPUTUSAN PETANI
TEKNOLOGI AGROFOTESRTY
Agrisilvikultur
Sivopastur
Agrisilvopastur
Lain-lain
kelembaban Gulma
Fisiologi tanaman
kelembagaan dapat mempunyai dua arti, yaitu suatu peragkat peraturan, dan
masyarakat perorangan.
penelitian dan pengembangan serta tata guna lahan. Dalam arti ekonomi,
kelembagaan dalam arti organisasi, pada umumnya mengatur kegiatan ekonomi yang
agroforestry. Dalam hal ini, diperlukan kelembagaan pasar untuk input dan output.
Selain itu, bisnis agroforestry melibatkan kelembagaan lain, seperti kredit,
Penggunaan
lahan SUBSISTEM PRODUKSI SASARAN