Anda di halaman 1dari 14

Kelompok 5

Expense

KELAS : LF53

Azka Rayhannisa (1701359991)


Bella Musfirah (1701295615)
Deshea Yelinsa (1701290993)
Khusnul Khotimah (1701372324)
Nur Hidayah K Fadhilah (1701290015)
Rahmi Wahyuni (1701350424)
Rifkah Tiara Kusumah (1701295590)
Risty Ivana Bella (1701373743)

BINUS UNIVERSITY

JAKARTA

2016
BAB I

Pendahuluan
Latar Belakang
Pemahaman terhadap konsep biaya memerlukan analisis yang hati-hati terhadap
karekteristik dari transaksi yang berkaitan dengan biaya. Ada elemen laporan lain yang
sifatnya hampir sama dengan biaya namun sebaiknya tidak dimasukkan sebagai komponen
biaya. Karekteristik biaya dapat dipahami dengan mengenali batasan atau pengertian yang
berkaian dengan biaya.
Dengan pemahaman seperti ini, transaksi yang berkaitan dengan biaya dapat dengan
mudah diidentifikasi sehingga dapat disajikan dengan benar dalam laporan keuangan. Dalam
makalah ini akan membahas tentang biaya yang sebagai dasar pencatatan nilai dalam
akuntansi pada tahap pembebanan. Konsep dasar yang melandasi pembebanan biaya adalah
konsep upaya dan hasil (efforts and accomplishment).
Atas dasar konsep tersebut cost dapat dipisah menjadi dua yaitu: cost yang masih
menjadi potensi jasa (melekat pada aktiva), dan cost yang potensi jasanya dianggap sudah
habis dalam rangka menghasilkan pendapatan. Pembebanan cost satu periode akuntansi di
dasarkan pada criteria penentuan habisnya manfaat cost tersebut.
Pertama, apakah manfaat cost habis dalam rangka penyerahan produk/jasa, atau sering
disebut dengan biaya (expenses). Kedua, apakah manfaat cost habis karena sebab lain, yang
digolongkan sebagai rugi (losses), dalam makalah ini akan mengutip tentang masalah
manfaat cost yang yang kemungkinan bias disebut biaya dan juga bisa disebut rugi, yang
semua itu tergantung pada masa manfaatnya.
BAB II

Landasan Teori

1. Pengertian Beban
Secara umum, dapat dikatakan bahwa cost yang telah dikorbankan dalam
rangka menciptakan pendapatan disebut dengan biaya. FASB (1980) mendefinisikan
beban adalah aliran keluar atau pemakaian aktiva dan timbulnya hutang selama
satu periode yang berasal dari penjualan atau produksi barang, atau
penyerahan jasa atau pelaksanaan kegiatan yang lain yang merupakan kegiatan
utama suatu entitas.
Sedangkan menurut IAI (1994) mendefinisikan beban adalah penurunan
manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau
berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan
ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada pemegang saham.

Dari pengertian di atas dapat dilihat bahwa biaya pada akhirnya merupakan aliran
keluar meskipun kadang-kadang harus melalui hutang terlebih dahulu. Secara konseptual
biaya lebih bersifat penurunan aktiva daripada kenaikan hutang. Biaya akan terjadi bila
produk tertentu diserahkan untuk menciptakan pendapatan. Penggunaan aktiva dapat
dikatakan sebagai biaya apabila penggunaan tersebut berkaitan langsung dengan penyerahan
produk (menghasilkan pendapatan) dan bukan pengubahan aktiva menjadi potensi
jasa(aktiva lain) yang lain.

Sementara Kam (1990) mendefinisikan biaya sebagai penurunan nilai aktiva atau
kenaikan hutang atau kenaikan ekuitas pemegang saham (stockholders equity) sebagai akibat
pemakaian barang atau jasa oleh suatu unit usaha untuk menghasilkan pendapatan pada
periode berjalan. Misalnya, perusahaan menggunakan jasa tenaga kerja dan pgaji tenaga kerja
tersebut dibayar dengan kas atau aktiva lain. Pemakaian jasa tresebut jelas menunjukkan
adanya penurunan nilai aktiva (berkurangnya kas atau aktiva lain). Apabila tenaga kerja
tersebut tidak langsung dibayar atau dibayar di lain waktu, maka penggunaan jasa tenaga
kerja tersebut akan menaikkan hutang. Sementara itu, bila tenaga kerja dibayar dengan
sejumlah tertentu saham, penggunaan tenaga kerja akan menambah stockholders equity.
FASB dan IA1 memiliki Sudut pandang yang berbeda dalam mendefinisikan beban.
Definisi IAI sejalan dengan definisi yang diajukan oleh kam mendefinisikan biaya
dari sudut pandang peristiwa moneter seperti penurunan aktiva, kenaikan hutang
atau ekuitas. Sedangkan FASB memiliki sudut pandang sebagai berikut :

1. Tidak menunjukkan dengan jelas peristiwa moneter dan fisik. FASB


lebih menekankan pada pertstiwa fisik yaitu penjualan barang atau
produk yang dihasilkan.
2. Pemakaian aktiva harus menurunkan suatu kos yang dinyatakan keluar
sebagai biaya.
3. Apabila dilihat dari sudut pandang tradisional definisi yang
dikemukakan FASB menunjukkan bahwa beban hanya dihasilkan dari
pemakaian aktiva untuk tujuan menghasilkan pendapatan pada periode
yang berjalan.

1.1 Cost dan Expense


Untuk memanfaatkan aset entitas memerlukan Cost dan Expense untuk
menunjukkan adanya perubahan nilai. Perubahan nilai menunjukkan pengorbanan
yang dilakukan suatu entitas dalam memperoleh pendapatan. Jadi apabila tidak
ada cost, otomatis tidak akan ada Expense. Misalnya, perusahaan dapat menggunakan
tenaga kerja tanpa membayar tenaga kerja tersebut (dengan alasan tenaga kerja
tersebut hanya mencari pengalaman kerja). Pada kasus ini, perusahaan tidak perlu
mencatat baya gaji, karena tidak ada cost yang timbul sebelumnya.
Perbedaan Cost dan Expense:
Cost adalah pengeluaran untuk mendapatkan harta / barang / jasa dengan
harapan mendapatkan pendapatan / penghasilan. (Belum digunakan
biayanya)
Contoh : Peralatan digunakan untuk mengoperasikan perusahaan dalam
rangka memperoleh keuntungan.

Expense adalah biaya yang kita keluarkan karena adanya :


a. Penyusutan.
Contoh : Accumulated Depreciation Machine
b. Yang sudah digunakan.
Contoh : Water Expense, Elektrik Expense,dll.

1.2 Biaya dan Rugi


Atas dasar definisi biaya diatas dapat dikatakan bahwa yang termasuk biaya
hanya cost yang benar-benar dikorbankan untuk menghasilkan pendapatan.
Penggunaan aktiva atau pengurangan cost aktiva yang tidak berkaitan dengan proses
memperoleh pendapatan seharusnya dikelompokan sebagai rugi(losses). Memang rugi
dan biaya yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan laba perusahaan. Akan
tetapi, biaya dapat dibandingkan dengan pendapatan pada periode yang berjalan.
(semakin tinggi biayanya dibandingkan dengan pendapatan maka perusahaan tersebut
akan mengalami kerugian)
Agar pemakai laporan keuangan mendapatkan tambahan informasi yang lebih
lengkap, rugi dapat disertakan dalam laporan laba rugi sebagai penentu besarnya laba
komprehensif. Rugi sebaiknya disajikan terpisah dari biaya. Koreksi terhadap
besarnya biaya periode terdahulu, tidak dapat diperlakukan sebagai rugi. Koreksi
tersebut harus diklasifikasikan secara terpisah sebagai koreksi kesalahan periode
sebelumnya.
Dari definisi yang terdapat dalam konsep dasar penyusunan dan penyajian
laporan keuangan, IAI (1990) tidak memisahakan biaya dengan rugi. Jadi semua
potensi jasa baik yang digunakan secara langsung ataupun tidak langsung untuk
memperoleh pendapatan disebut dengan biaya. IAI (1990) bahkan secara spesifik
menyebutkan hal tersebut seperti yang tertulis pada paragrap 78 berikut ini Kerugian
termasuk dalam kelompok beban.

2. Pengukuran dan Pengakuan Beban


Pengukuran dan pengakuan biaya memainkan peranan penting dalam penyusunan
laporan keuangan. Kecermatan mengukur besarnya biaya mempengaruhi keakuratan
informasi keuangan yang dihasilkan. Ketepatan saat mengakui biaya juga akan
berpengaruh dalam penentuan besarnya rugi/laba perusahaan. Oleh karena itu
pemahaman secara konsptual tentang pengukuran dan pengakuan pendapatan tidak
dapat diabaikan.

2.1 Pengukuran Beban


Sejalan dengan penilaian aktiva, biaya dapat diukur atas dasar jumlah rupiah yang
digunakan untuk penilaian aktiva dan hutang. Oleh karena itu, pengukuran beban
dapat didasarkan pada:
a. Cost Historis
Cost historis merupakan jumlah rupiah kas atau setaranya yang dikorbankan
untuk memperoleh aktiva. Pengukuran biaya atas dasar cost historis, dapat digunakan
untuk jenis aktiva seperti gedung, peralatan dan sebagainya.

b. Cost Pengganti/Cost Masukan Terkini (Replacement Cost/ Curent Input Cost)


Cost masukan terkini menunjukkan jumlah rupiah harga pertukaran yang
harus dikorbankan sekarang oleh suatu entitas untuk memperoleh aktiva yang sejenis
dalam kondisi yang sama. Contohnya, penilaian untuk persediaan.

c. Setara Kas (Cash Equivalent)


Setara kas adalah jumlah rupiah kas yang dapat direalisir dengan cara menjual
setiap jenis aktiva dipasar bebas dalam kondisi perusahaan normal.

Meskipun pada prakteknya metode pengukuran yang masih banyak digunakan


adalah historical cost, namun dengan mulai diadopsinya IFRS di Indonesia, maka
pengukuran yang sesuai standar adalah dengan menggunakan metode fair value.
Dengan demikian, untuk pencatatan beban sebagai akibat dari depresiasi
(penyusutan), nilai yang dicantumkan dalam beban adalah nilai selisih antar nilai
wajar dengan nilai buku (apabila nilai wajar lebih kecil dari nilai bukunya).

2.2 Pengakuan Beban


Pada dasarnya cost memiliki dua kedudukan penting yaitu sebagai aktiva (potensi
jasa) dan sebagai beban pendapatan (biaya). Proses pembebanan cost pada dasarnya
merupakan proses pemisahan cost. Oleh karena itu, agar informasi yang dihasilkan
akurat, bagian cost yang telah diakui sebagai biaya pada periode berjalan dan
bagian cost yang akan dilaporkan sebagai aktiva (diakui sebagai biaya pada periode
berjalan dan bagian cost yang akan dilaporkan sebagai aktiva (diakui sebagai biaya
periode mendatang) harus dapat ditentukan dengan jelas.
Ada dua masalah yang muncul sehubungan dengan pemisahan cost tersebut, yaitu :

a. Kriteria yang digunakan untuk menentukan cost tertentu yang harus dibebankan
pada pendapatan periode berjalan.
b. Kriteria yang digunakan untuk menentukan bahwa cost tertentu ditangguhkan
pembebanannya.
Semua cost dapat ditangguhkan pembebanannya sebagai biaya apabila cost tersebut
memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. Memenuhi definisi aktiva (memiliki manfaat ekonomi masa mendatang,


dikendalikan perusahaan, berasal dari transaksi masa lalu).
b. Ada kemungkinan yang cukup bahwa manfaat ekonomi masa mendatang yang
melekat pada aktiva dapat digunakan oleh suatu entitas.
c. Besarnya manfaat dapat diukur dengan cukup baik.

Dari uraian diatas, secara umum dapat dirumuskan bahwa berdasarkan konsep
penandingan (matching), pengakuan pendapatan. Apabila pengakuan pendapatan
ditunda, maka pembebanan biaya juga ditunda. Untuk mengatasi berbagai perbedaan
pendapatan tentang pengakuan biaya, biasanya badan berwenang mengeluarkan
aturan tertentu untuk mengakui biaya.

3. Matching Concept (konsep penandingan)


Matching Concept adalah konsep yang dimaksudkan untuk mencari dasar
hubungan yang tepat dan rasional antara pendapatan dan biaya. Pendapatan
merupakan hasil yang dituju perusahan, semantara cost yang dikeluarkan untuk
memproleh pendapatan tersebut merupakan upaya yang dilakukan perusahaan .
dengan demikian , pendapatan harus ditandingkan dengan biaya yang diperkirakan
telah menghasilkan pendapatan tersebut, agar dihasilkan besarnya laba yang tepat.
Dalam praktek, ada tiga dasar penandingan yang umum digunakan untuk mencari
hubungan antara biaya dengan pendaptan dalam suatu periode tertentu. Dasar
penandingan tersebut adalah :

a. Hubungan Sebab dan Akibat


Penggunaan barang dan jasa oleh perusahaan harus menghasilkan pendapatan
pada periode tersebut. Hubungan antara beban dan pendapatan harus merupakan
hubungan sebab akibat pada perusahaan tersebut. Maksudnya, pendapatan timbul
karena disebabkan dengan adanya outflow (pengeluaran) berupa Beban. Dengan
demikian pendapatan merupakan akibat dari adanya beban sesuai dengan prinsip
pengakuan pendapatan, tidak ada kos penjualan jika tidak ada pendapatan.

Misalnya, pada perusahaan konstruksi yang menerima kontrak jangka


panjang, Perusahaan tidak akan mengakui biaya yang dikeluarkun untuk membangun
proyek dalam kontrak sebagai kos ataupun beban sebelum pendapatan diakui,
melainkan diakui sebagai asset. Apabila pendapatan telah diakui maka kos atau beban
pun akan diakui. Namun dalam prakteknya hal tersebut susah untuk dilaksanakan.
Misalnya, pendapatan sebesar Rp. 100.000 dihasilkan dari beban Rp 60.000. Dari
jumlah beban tersebut, Rp 15.000 merupakan beban gaji. Bila menggunakan konsep
sebab akibat beban berupa gaji sebesar Rp 15.000 tersebut dapat menghasilkan
pendapatan sebesar Rp 25.000 dari total pendapatan tersebut. Namun pada
kenyataannya hal tersebut tidak dapat dinilai dan tidak dapat dibuktikan secara pasti.

b. Alokasi yang sistematis dan rasional


Alokasi sistematik dan rasional sering disebut dengan dasar penandingan periodik
(period matching) atau penandingan tidak langsung (inderict matching). Alokasi
sistematik dan rasional dapat digunakan sebagai dasar penandingan apabila dasar
penandingan hubungan sebab akibat tidak dapat dilakukan. Atas dasar konsep
penandingan ini, ukuran penandingan yang digunakan bukan produk (unit fisik) tetapi
periode. Dengan demikian, biaya diakui dan dihubungkan dengan pendapatan pada
periode terjadinya. Cost yang terjadi dapat dialokasikan dalam beberapa peirode, dan
dapat juga langsung diakui dan dibebankan sebagai biaya.
Pemilihan terhadap dua alternative tersebut tergantung pada keadaan yang
melandasi timbulnya cost tersebut. Apabila manfaat cost suatu aktiva lebih dari satu
periode, maka cost tersebut dialokasikan secara sistematis pada periode yang
menggunakan manfaat tersebut. Depresiasi aktiva tetap merupakan contoh alokasi
sistematis. Masalah yang sering muncul dalam alokasi ini adalah banyaknya metode
alokasi yang dapat digunakan dalam proses alokasi cost. Depresiasi dapat
mengunakan metode alokasi seperti garis lurus, ouput produksi, jumlah angka tahun
dan sebagainya.
Meskipun dapat menimbulkan masalah, alokasi sistematis tetap dapat digunakan
sebagai dasar penandingan. Ada beberapa alasan yang mendukung pemakaian alokasi
sistematis dan rasional:
Pertama, banyak cost periodik yang berhubungan secara tidak langsung dengan
pendapatan periode berjalan. Dengan demikian, tidak ada penyimpangan yang
material dalam prinsip penandingan apabila biaya diakui pada saat barang/jasa
digunakan atau dijual. Contohnya, biaya sewa toko dapat dihubungkan dengan
penjualan selama periode penyewaaan.
Kedua, pada beberapa kasus sulit mencari hubungan langsung antara cost tertentu
dengan pendapatan. Apabila cost dikeluarkan untuk kegiatan operasional perusahaan,
maka cost tersebut harus di akui sebagai biaya pada periode terjadinya. Misalnya
pengeluaran untuk pengobatan karyawan.
Ketiga, apabila manfaat masa mendatang tidak dapat diukur dengan cukup pasti
atau cost yang dikeluarkan tidak memiliki hubungan dengan pendapatan di masa
mendatang, maka tidak ada alsan untuk menunda pembebanan cost sebagai biaya
pada periode terjadinya. Misalnya biaya yang dikeluarkan untuk relreasi karyawan.
Keempat,apabila biaya bersifat rutin (reguler) dan terjadi berulang-ulang,
makapembebanan langsung secara material tidak akan berpengaruh terhadap laba
bersih, meskipun penandingan yang tepat dapat dicapai. Hal ini dapat dilihat dalam
kasus penelitian dan pengembangan.
Kelima, apabila cost tersebut merupakan joint cost, maka alokasi arbitrer harus
dilakukan pada kegiatan yang berbeda. Apabila alokasi cost dilakukan mencakup
periode yang berbeda, sebaiknya tidak dilakukan alokasi arbitrer. Hal ini disebabkan
alokasi tersebut akan memberikan hasil yang lebih menyesatkan dari pada tidak
dilakukan alokasi. Alokasi seolah-olah akan memberikan adanya kecermatan padahal
kenyataanya tidak. Misalnya pajak bumi dan bangunan tidak dapat dialokasikan pada
masing-masing kegiatan perusahaan atas dasar alokasi yang lain kecuali atas dasar
arbitrer.

c. Pembebanan segera
Apabila tidak alasan yang kuat untuk membebankan cost atas dasar hubungan
sebab akibat ataupun alokasi sistematis dan rasional, maka cost langsung dapat
dibebankan pada periode terjadinya. Alasan yang melandasi pembebanan dengan cara
ini adalah kepraktisan. Misalnya, pencatatan terhadap biaya advertensing.
Cost yang dikeluarkan untuk kegiatan advrtensing sulit untuk dihubungkan
dengan pendapatan atas dasar hubungan sebab akibat. Disamping itu,cost tersebut
kemungkinan memiliki manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Namun,karena
manfaat tersebut sulit untuk diukur, pembebanan atas dasar alokasi sistematis juga
tidak dapat dilakukan dengan tepat. Konsumen mungkin saja membeli produk
perusahaan karena dipengaruhi oleh advertensi yang diketahui beberapa tahun lalu.
Jadi, karena manfaaat tersebut tidak dapat diukur dengan tepat, maka cost advertensi
dibebankan langsung sebagai biaya. Pembebanan ini berlaku juga untuk cost
penelitian dan pengembangan.
Dalam statement FASB No. 2 yaitu :Accuonting For Researsch and
Development Cost disebutkan bahwa dasar penandingan hubungan sebab akibat dan
alokasi sistematis tidak dapat diterapkan untuk cost penilitian dan pengembangan. Hal
ini disebabkan manfaat penelitian dan pengembangan dimasa mendatang tidak dapat
ditentukan dengan tepat, karena itu cost tersebut tidak dapat dikapitalisasi dan dicacat
sebagai aktiva. Cost tersebut langsung dibebankan sebagai biaya pada periode
terjadinya.

3.1 Kritik terhadap konsep penandingan


Menandingkan biaya dengan pendapatan sama halnya dengan menandingkan upaya
dan hasil. Kegiatan usaha merupakan suatu aliran cost yaitu suatu aliran yang pada
akhirnya akan menghasilkan pendapatan. Meskipun konsep penandingan merupakan
hal yang umum diterapkan dalam akuntasni konvensional, namun dalam
pelaksanaannya masih diwarnai dengan berbagai pertentangan. Ada beberapa kritik
yang ditujukan terhadap konsep matching di antaranya sebagai berikut:

1. Bukti Obyektif

Konsep penandingan memerlukan pertimbangan yang tepat dalam menentukan


besarnya cost yang akan dibebankan pada periode sekarang atau masa mendatang.
Dalam pengakuan pendapatan, bukti obyektif merupakan syarat utama yang harus
dipenuhi. Namun demikian, bukti obyektif tersebut kurang begitu diperhatikan dalam
pengakuan biaya. Pengakuan biaya lebih di dasarkan pada masalah rasional dan
kelayakan daripada bukti yang obyektif.

Dalam praktek akutansi, suatu prosedur tertentu dapat diterima perlakuannay apabila
dipandang rasional dan layak untuk diterpkan. Misalnya, cost persediaan dapat
dibebankan sebagai biaya dengan salah satu metode depresiasi yang diterima umum,
seperti LIFO ayau LIFO. Demikian halnya, cost aktiva tetap dibebankan sebagai biaya
(depresiasi) atas dasar salah satu metode depresiasi yang diterima umum.

Salah satu alasan begitu diperhatikannya bukti obyektif dalam pengakuan biaya
adalah penerapan konsep konservatisme. Konsep ini menyatakan bahwa biaya, rugi
dan hutang harus segera diakui meskipun tidak ada bukti yang kuat dan objektif.
Sementara pendapatan, untung (gains) dan aktiva tidak dapat diakui apabila tidak ada
bukti yang cukup objektif.

2. Evaluasi Terhadap Konsep Matching

Hubungan sebab akibat merupakan tahap terbaik untuk menadingkan biaya dengan
pendapatan. Meskipun prosedur ini rasional, tetapi sulit diterapkan dalam praktek.
Alasan utama terletak pada konsep cost attach yang merupakan pendukung utama
hubungan sebab akibat.hubungan sebab akibat sebenarnya tidak mungkin untuk
diterapkan, karena konsep cost attach tidak memilki alasan/argument yang kuat.
Dalam situasi tertentu, konsep cost attach tidak dapat menunjukkan dasar hubungan
sebab akibat sebagai dasar hubungan pembebanan yang benar-benar meyakinkan.
Oleh karena itu, akuntan tidak menghubungkan secara langsung biaya dengan
pendapatan, tetapi atas interval waktu.

Cost akan dibebankan sebagai biaya bila cost tersebut menghasilkan pendapatan pada
periode yang sama. Hubungan sebab akibat memiliki implikasi bahwa jumlah rupiah
pendapatan tertentu harus dihubungkan dengan jumlah rupiah. Apabila suatu aktiva
memiliki suatu manfaat lebih dari satu periode akuntansi dan dasar penandingan
hubungan sebab akibat tidak dapa diterapkan, maka cost aktiva dapat dialokasikan
dalam periode-periode secara sistematis.

Menurut Thomas (1969.1975), kebanyakan akuntan hanya hanya omong


kosong belaka dan tidak bermanfaat. Informasi yang dihasilkan hamper seluruhnya
didasarkan pada proses alokasi, yang tidak dapat dijustifikasi secara teoritis. Alokasi
secara teoritis akan memuaskan apabila memenuhi beberapa criteria. Kriteri tersebut
adalah:

1. Additivity

Alokasi harus melibatkan jumlah yang ada, sehingga jumlah bagian-bagiannya sama
dengan jumlah keseluruhanya, tidak kurang tidak lebih. Dengan kata lain, jika jumlah
yang dialokasikan ditambahkan bersama-sama, maka totalnya harus sama dengan
jumlah sebelum alokasi.

2. Unambiguity
Metode alokasi harus menghasilkan yang unik dengan menggunakan satu dasar
alokasi yang jelas dan cara alokasinya juga harus jelas.

3. Defensibility

Metode alokasi yang dipilih harus lebih baik disbanding metode alokasi yang lain.
Metode tersebut harus didukung oleh alasan yang kuat agar dapat dipertahankan dari
nkemungkinan pemakaian metode lain.

Alokasi dalam akuntansi tidak memenuhi criteria tersebut, terutama kriteria yang
ketiga. Hal ini disebabkan dalam akuntansi tidak ada alasan yang kuat untuk tetap
mempertahankan metode alokasi tertentu. Di antara metode alokasi yang ada, masing-
masing dapat dipertahankan, tetapi metode yang dipilih tidak satupun yang bebas dari
unsure arbitrer. Pada umumnya setiap ada metode yang lain yang lebih baik, maka
metode yang lebih baik tersebut akan menggantikan metode yag digunakan
sebelumnya. Hal ini berlaku terus apabila terdapat metode lain yang lebih baik.

4. Tantangan untuk penyusunan Standar Akuntansi


4.1 Penandingan
Tugas untuk pembuat standar adalah membuat aturan agar laporan posisi
keuangan dan laporan laba rugi menyajikan informasi yang relevan dan
representative. Dalam hal ini, konsep penandingan tidak dapat digunakan untuk
mengakui item-item pada laporan posisi keuangan yang tidak memenuhi criteria
asset dan kewajiban. Misalnya hal tersebut terjadi pada goodwill, tenaga kerja dan
kekayaan intelektual
4.2 Konservatisme

Pada konsep konservatisme, terjadi aismetri informasi mengenai pengakuan beban


dan laba. Konsep ini mengharuskan untuk mengakui adanya beban sesegera mungkin
apabila ada kemungkinan beban tersebut akan terjadi. Namun dalam prinsip ini
pengakuan laba tidak akan dicatat hingga laba atau pendapatan tersebut benar-benar
terjadi. Konsep tersebut didasarkan oleh asumsi skeptis akuntan atau kehati-hatian.
Namun justru akhirnya konsep tersebut menghasilkan informasi yang tidak relevan.
Konsep konservatisme ini tidak berfokus pada bukti transaksi, tetapi lebih pada
ketakutan menyajikan nilai bersih asset dan laba terlalu tinggi. Dengan demikian
informasi yang mengandung penyimpangan konservatisme bukanlah merupakan
informasi yang netral. Oleh karena itu penyusun standar kini telah merevisi peraturan
dan menghilangkan konsep penandingan (matching concept) dan konsep
konservatisme ini.

4.3 Masalah untuk auditor


Pengakuan dan pengukuran beban haruslah sesuai dengan definisi dan kriteria beban
itu sendiri. Tidak berlakunya lagi konsep penandingan dan konsep konservatisme
harus dipahami sekali oleh auditor. Auditor harus memahami secara mendalam
mengenai definisi dan kriteria beban karena hal tersebut merupakan pedoman untuk
menentukan apakah perusahaan yang diaudit telah mencatat transaksi sesuai standar
yang telah ditentukan atau tidak.
Kapitalisasi kos perusahaan menjadi asset merupakan masalah yang cukup rentan dan
biasanya material. Apabila perusahaan mengakui kos sebagai asset padahal transaksi
atau kejadian tersebut tidak memenuhi kriteria asset, maka bisa terjadi pencatatan
asset yang terlalu tinggi.
Selain itu auditor juga harus teliti dalam menganalisa pencatatan beban yang terlalu
rendah. Hal ini biasanya terjadi agar laba perusahaan terlihat tinggi Contoh kasus
yang terjadi yaitu pengakuan asset hasil akuisisi oleh perusahaan yang dicatat terlalu
rendah. Dengan demikian beban penyusutan untuk periode-periode selanjutnya pun
akan lebih rendah sehingga laba akan terlihat lebih besar. Praktek pencatatan biaya
sekaligus yang terlalu tinggi yang timbul karena akuisisi atau restrukturisasi dikenal
sebagai akuntansi big bath. Selain itu terdapat pula praktek yang dikenal sebagai
cookie-jar yang menghitung beban masa depan yang diekspektasi perusahaan
sekaligus pada saat akuisasi.
Masalah lain yang memerlukan ketelitian auditor adalah pencatatan beban lainnya
yang menggunakan estimasi seperti persediaan yang using, jaminan, kerugian dalam
perkara hukum, pembebanan piutang ragu-ragu dan kontrak pembangunan yang
dalam pengerjaan. Auditor harus menganalisa kewajaran atas estimasi yang
digunakan tersebut serta adanya bukti-bukti yang mendukung.
BAB III

Penutup
Kesimpulan :

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa definisi yang dikemukaka IAI
sejalan dengan definisi yang di ajukan Kam. Keduanaya mendefinisikan biaya dari sudut
pandang peristiwa moneter (penurunan aktiva, kenaikan hutang/kenaikan ekuitas).
Sebaliknya definisi yang dikemukakan FASB cenderung agak berbeda dengan definisi yang
dikemukakan Kam. Perbedaan sudut pandang tersebut dapat di analisis sebagai berikut:
Pertama, definisi yang di ajukan FASB tidak menunjukkan perbedaan yang jelas
antara peristiwa moneter dan peristiwa fisik. Perlu diketahui bahwa laba, pendapatan, dan
biaya saling berkaitan erat dengan nilai dari suatu obyek ekonomi tertentu (jumlah rupiah
aktiva yang dihasilkan dan dijual). Jadi, pendapatan dan biaya memilliki sifat moneter, karena
dihasilkan dari peristiwa yang menyebabkan perubahan nilai obyek ekonomi tersebut.biaya
menunjukkanperistiwa moneter yang berasal dari pemakaian barang dan jasa (peristiwa fisik)
dalam kegiatan operasional perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai