Anda di halaman 1dari 7

2.

1 Patogenesis
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue (DBD) hingga saat ini

masih diperdebatkan.
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme

imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom

renjatan dengue.
Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah :
a. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses

netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang

dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam

mempercepat replikasi virus pada monosit dan makrofag. Hipotesis ini disebut

antibody dependent enhancement (ADE).

Gambar 2.6.1 Skema teori Antibody Dependent Enhancement (ADE)


(sumber: CDC dikutip oleh Soegeng,2008)

b. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam respon

imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T- helper yaitu Th1 akan
memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan Th2

memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10.

Gambar 2.6.2 Skema Peranan Limfosit T dalam Patogenesis DBD


(sumber: CDC dikutip oleh Soegeng,2008)

c. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi

antibodi. Namun proses fagosistosis ini memnyebabkan peningkatan replikasi

virus dan sekresi sitokin oleh makrofag.

Gambar 2.6.3 Skema Peranan monosit dalam Patogenesis DBD


(sumber: CDC dikutip oleh Soegeng,2008)
Gambar 2.6.4 Replikasi virus dengue (DENV) di dalam monosit dan makrofag.
Monosit dan makrofag memfagositosi virus dengan opsonisasi antibodi, namun proses

fagositosi ini meningkatkan replikasi virus. Virus yang difagositosis ini kemudian

bereplikasi di dalam makrofag membentuk virus yang baru yang kemudian dilepaskan

lagi ke dalam sirkulasi (Perera et al, 2008).

d. Selain itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan

terbentuknya C3a dan C5a yang berperan sebagai chemokin yang

meningkatan rekruitmen sel-sel radang lainnya (IPD FK UI,).


Gambar 2.6.5 Skema Patogenesis DBD (Hipotesis secondary heterologous

infection)
(sumber: CDC dikutip oleh Soegeng,2008).

Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous

infection yang menyatakan bahwa DBD terjadi bila seseorang terinfeksi ulang

virus dengue dengan tipe yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi

anamnestik antibodi sehingga menyebabkan konsentrasi kompleksi imun yang

tinggi (IPD FK UI,).


Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan

peneliti lain; menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi

makrofag yang memfagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga

virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue

menyebabkan aktivasi sel T helper dan T sitotoksik sehingga diproduksi limfokin


dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga

desekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-, IL-1, PAF (Platelet

Activating Factor), IL- 6 dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi

endothel dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui

aktivasi oleh kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatkan kebocoran

plasma (IPD FK UI, ).


Secara ringkas patogenesis demam berdarah dapat dijelaskan melalui skema

berikut:

Gambar 2.6.6 Skema Patogenesis DBD dan Sindroma Syok Dengue


(sumber: CDC dikutip oleh Soegeng,2008).

Kompleks antigen- antibodi pada infeksi virus dengue selain mengaktivasi

komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem

koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah, akhirnya dapat

menyebabkan pendarahan.
Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-

antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosisn

diphofat), sehingga trombosit melekat satu sama lain. Hal ini akan menyebabkan

trombosit akan dihancurkan oleh RES (Reticulo Endhotelial System) sehingga

terjadi trombositopenia (Suhendro dkk, 2007-dikutip USU, 2011).


Agregasi trombosit ini juga akan menyebabkan pelepasan platelet faktor III

mengakibatkan terjadinya koagulasi intravaskular diseminta (KID), sehingga

terjadi penurunan faktor pembekuan yang ditandai dengan peningkatan FDP

(Fibrin Degradation Product).


Selain itu agregasi trombosit juga dapat mengakibatkan gangguan fungsi

trombosit sendiri, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak,

tidak berfungsi dengan baik.


Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hagemen

akibatnya terjadi aktivasi sistem kinnin sehingga memicu peningkatan

permebilitas vaskuler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan

masif pada DBD diakibatkan oleh beberapa hal yakni: trombositopenia,

penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan

kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, pendarahan akan memperberat shok

yang terjadi (Soegeng, 2008; Suhendro dkk, 2007; Dharma dkk,2006; dikutip

USU 2011). Secara lebih jelas patomekanisme perdarahan pada DBD dapat dilihat

juga pada gambar 2.5.5 di atas.

2.2 Manifestasi Klinis

Masa inkubasi virus dengue rata-rata selama 3-15 hari sejak seseorang

terserang virus dengue. Selanjutnya penderita akan menampakkan berbagai tanda

dan gejala demam berdarah sebagai berikut :


Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38-400C )
Pada pemeriksaan uji tourniquet tampak adanya purpura
Terjadi pembesaran hati
Tekanan darah menurun sehinnga menyebabkan syok
Terjadi penurunan trombosit dibawah 100.000/mm3
Gejala konstitusi seperti mual,muntah,anorexia,diare,menggigil,feses berlendir

dan bercampur darah


Nyeri sendi
Pada kasus berat dapat terjadi efusi

Klasifikasi WHO untuk tingkat keparahan DBD tahun 2009

- Demam berdarah yang tidak parah tanpa tanda-tanda peringatan.

Adanya demam dan 2 dari criteria berikut :

Mual,muntah
Ruam
Sakit dan nyeri
Tes tourniquet positif
Leukopenia

- Demam berdarah dengan tanda-tanda peringatan


Nyeri perut
Muntah persisten
Akumulasi cairan
Perdarahan mukosa
Pembesaran hati >2cm

Anda mungkin juga menyukai