Anda di halaman 1dari 29

MR.

ONAR (Part 15 B)
17 Februari 2015 pukul 19:07

MR. ONAR (Part 15 B)

By Frisca Ay

***

"Fy, lo udah sadar?" Tanya Sivia yang setia menjaga sahabatnya sejak jam olahraga
tadi sampai menjelang jam pulang SekolahIa bahkan belum mengganti pakaian olahraga
yang masih dikenakannya saat ini. Ify memegang jidatnya yang terasa perih dan sudah di
perban kecil saat ini, Ia meringis merasakan kepalanya pening.

Kepala gue pusing, Vi. Ringis Ify dan kembali membaringkan kepalanya pada
bantal putih tersebut.

Tiduran aja, gue tungguin lo kok. Suruh Via dan Ify pun mengangguk sembari
tersenyum. Thanks, ya. Kali ini sahabatnya itu yang mengangguk.

Lo ada apa lagi sama Kak Rio? Tumben banget dia nggak mau nungguin lo sakit
gini, biasanya dengar lo kurang tidur aja lo udah di ajak minggat ke sini. Ify tidak menjawab
hanya menggeleng dan tersenyum kecil.

Ia jadi ingat ketika Rio membawanya menuju kantin dan ingin membeli pembalut
untuknya, karena tidak mengerti soal perempuan Ia justru melepaskan kemeja putihnya dan
mengikatnya pada pinggang Ify agar tidak ada siapa pun yang melihatuntunglah saat itu
semua orang sedang belajar, yang menghebohkan lagi mereka hampir di cegat oleh Bu Dirga
yang sedang patroli sebelum itu, bukan Rio si Mr. Onar namanya jika tidak meluncurkan
sejuta alasan, karena itu mereka pun bebas dari halangan Bu Dirga.

Gue bukan siapa-siapa dia, Vi. Jadi gue rasa nggak ada kewajiban bagi dia untuk
terus jaga gue. Ujar Ify dengan terus berusaha tersenyum sembari memainkan jarinya
bahkan tanpa terasa air matanya pun ikut mengalir, seolah mengetahui bagaimana perasaan
Ify saat ini.

Lo yang maksa gue untuk melepas kewajiban itu. Ify maupun Sivia segera
menolehkan kepala ke arah pintu lalu mendapati Rio yang berada di ambang sana dengan
tatapan yang menatap lurus ke arah Ify. Semua itu tidak berangsur lama ketika Rio
melangkah pelan mendekati mereka kemudian meraih peluit milik Pak Rudi yang
ketinggalan. Anggap aja bukan gue yang nolong lopermisi. Ify tertegun begitu pun
dengan Sivia yang mulai mencium suasana tidak nyaman antara Rio dan Ify, namun Sivia
mengurungkan niatnya untuk bertanya lebih jauh, mengingat kondisi Ify yang masih sakit.

Gue nggak akan nanya apapun, lo bisa cerita kalau memang itu memungkinkan elo
untuk cerita dengan puas. Ujar Sivia begitu perhatian sebagai sahabat, untunglah Ia
mempunyai sahabat seprti Sivia yang sejak kecil selalu bersamanya.

Thanks, Vi. Terima kasih untuk kesekian kali.

Nggak ada kata terima kasih dan balasan sama-sama di antara sahabat, yang ada
hanya kata jangan pernah meninggalkan di saat kita sama-sama membutuhkan. Right? Ify
tertawa kecil begitu pun Sivia, mereka pun berpelukan satu sama lain.

***

SMA Harapan adalah Sekolah yang sangat menuntut kedisiplinan, kerapian dan
kelengkapan seragam serta atribut muridnya yang sudah di tetapkansejak Sekolah itu
didirikan. Tentu saja, setiap paginya di hari Rabu sebelum murid masuk ke dalam gerbang
Sekolah, mereka harus melakukan razia kelengkapan seragam yang rutin di lakukan. Ify dan
Sivia yang masih menunggu antrian di baris ke 7 mulai ketar-ketir karena Ify lupa membawa
dasinya karena tadi pagi telat bangun.

Sivia menggigit jari harus melakukan apa, agar Ify tidak mendapat hukuman dengan
berjalan jongkok dari gerbang menuju lapangan upacara kemudian setelah disana hormat
selama 30 menit lalu menyapu di bagian belakang Sekolah yang menumpuk dengan daun
kering.

Duh, gimana dong nih? Ujar Ify yang mulai ketakutan karena barisan mereka mulai
bergerank maju.

Telpon bokap lo cepetan. Saran Via dan mendapat gelengan dari Ify. Bokap gue
pasti sibuk di Rumah Sakit.

Nyokap lo deh. Lagi dan lagi Ify menggeleng cepat.

Nyokap masih di Bandung, gue cuma sama Bokap di rumah. Sivia menepuk
jidatnya merasa kasihan dengan nasib Ify yang selalu tidak beruntung ini.

Ngenes banget sih lo, punya kakak dong mangkanya. Kan elo nggak ribet gini.
Cewek chubby itu justru memarahi Ify dengan segala ceramahnya dan justru membuat Ify
pening sendiri.

Bantuin gue apa mau ceramah sih lo? Kali ini Sivia nyengir dan Ify menghela napas
sebal. Akhirnya Sivia lebih dulu di razia oleh Bu Dirga, rasanya Ify ingin pingsan saat itu
juga ketika Via sudah selesai dan di bolehkan masuk. Sekarang giliran dirinya yang harus
diperiksa. Ify menutup mata ketika Bu Dirga mulai memeriksanya.
Dimana dasi kamu? Tanya Bu Dirga super galak dan jantung ify ingin copot karena
kaget.

Dasi ya, Buk? Engitu, di. Ify mulai gugup ingin memberikan jawaban, tapi ada
akhirnya Ia pun pasrah jika harus di hukum nantinya. Tadinya Sivia ingin melepaskan dasi
lalu melemparkan dasi itu pada Ify tapi sayangnya Guru lain yang menjaga sudah menyuruh
Sivia untuk masuk.

Kamu nggak bawa dasi?

Dasinya sama saya, Buk. Semua mata tertuju pada sosok jangkung yang merupakan
pentolan SMA Harapan inisiapa lagi kalau bukan Rio. Bu Dirga, Ify dan anak-anak yang
masih mengantri menatap Rio dengan tatapan cengo. Rio berlari kecil ke arah Ify lalu
mengulurkan dasinya pada cewek mungil itu. Sekian kali Ify terus mengedipkan matanya,
Rio memberi isyarat untuk segera mengambil dasi yang Ia ulurkan saat ini.

Ify tak kunjung mengambil dasi itu dari tangan Rio, karena kehilangan kesabaran Rio
pun segera meraih tangan Ify lalu meletakkannya. Tidak ada garis senyuman atau candaan
Rio yang seperti biasa cowok itu lakukan padanya, kini hanya tertuju pada Bu Dirga yang
menatap mereka dengan pandangan skeptic.

Cantik deh Buk pagi ini, saya ke barisan belakang dulu. Kan taat aturan. Ujar Rio
sembari memainkan alisnya, setelah itu Ia berbalik sedangkan Ify hanya menatapnya dengan
tatapan nanar. Rio tidak ambil pusing segera Ia menuju ke barisan paling belakang, Ify sudah
di ijinkan masuk bahkan Ia pun menyempatkan untuk melihat Rio yang masih menunggu
antrian.

Di genggamnya dasi yang Ia kenakan saat ini lalu meneguk ludahnya sejenak. Rio
seolah tidak ingin tahu menahu akan tatapan Ify yang walaupun terus melangkah masuk.

Thanks, Kak. Gumamnya lirih lalu segera berlari menuju kelasnya. Selepas itu
barulah Rio memberanikan diri menatap Ify yang saat ini berlari dan mulai hilang dari
pandangannya. Dasi yang di kenakan Ify saat ini adalah miliknya, maka dari itu konsekuensi
yang harus di tanggung oleh cowok Onar itu berjalan jongkok dari gerbang menuju lapangan
upacara kemudian hormat selama 30 menit setelahnya menyapu halaman belakang gedung
Sekolah.

Rio melakukannya dengan tuntas ketika Bel Istirahat berbunyi, seluruh siswa yang
mendapat hukuman sepertinya berlari lebih dulu menuju kantin. Rio lebih memilih
merebahkan tubuhnya tepat di bawah pohon besar lalu beristirahat sejenak, kepalanya
sungguh terasa berat sekali memikirkan semua masalahnya saat ini.

Sebuah botol mineral tepat berada di depan matanya, Rio segera menoleh dan
mendapati Ify tepat di sampingnya saat ini. Gue tahu elo haus. Ujar Ify sembari tersenyum
walau terlihat kaku, Rio hanya tersenyum miring lalu menepis botol mineral yang di beri oleh
Ify.

Simpan. Untuk orang yang lebih berarti buat lo! Rio pun bangun dan segera ingin
melangkah pergi.
Tunggu Tahan Ify dengan kembali bersuara, posisi mereka saat ini sama-sama
membelakangi satu sama lain. Keduanya lama terdiam tanpa ada satu orang pun yang ingin
membuka pembicaraan. Entah kenapa rasanya Ify sulit sekali ingin mengucapkan sesuatu
pada Rio saat ini, semuanya menjadi berat ketika berhadapan kembali.

Rio mendesah kasar, sapu lidi yang masih di pegangnya saat ini tiba-tiba Ia lempar
begitu saja dan mampu membuat Ify terkejut. Tidak hanya itu, Ia pun kembali melangkah
meninggalkan Ify.

Gue hanya mau kembalikan dasi lo. Lagi dan lagi Rio pun berhenti di buatnya, Ify
membalikkan badan lalu melangkah menuju Rio dengan hati-hati. Di letakkannya dasi itu
pada telapak tangan Rio, Ify tertegun ketika mendapati Rio tidak menatapnya justru
membuang wajah. Dan terima kasih untuk bantuan lo yang entah keberapa kalinya. Ify
mencoba tersenyum berbeda dengan Rio yang hanya menatap lurus ke depan dan seolah tidak
menganggap Ify ada disana.

Gue harap, elo bisa jauhin gue lebih dari ini. Kali ini Rio menoleh dan menjatuhkan
pandangan pada Ify dengan tatapan nyalang penuh geram.

Simple. Anggap kalau itu tidak ada arti apapun. Ify masih mencoba untuk
tersenyum bahkan saat ini mengangguk. Maaf, Gue masih cinta sama Debo. Sulit untuk gue
percaya dengan semuanya, gue berusaha untuk benci tapi gue

Stop! Teriak Rio yang seakan sudah tidak peduli lagi bagaimana perasaan Ify saat
ini pada Debo, Ia tahu persis bagaimana sulitnya ingin membenci seseorang yang dicintai.
Sama. Sama seperti yang Rio rasakan saat ini. Gue nggak peduli soal perasaan lo. Untuk
saat ini gue hanya kecewa. Kecewa kenapa gue yang jadi pelampiasan kebencian lo pada
Debo.

***

Alvin hanya menatap kepergian Rio dengan mata yang menyipit, Ia segera berlari
menuju parkiran untuk mengikuti Rio yang sepertinya lebih kacau dari sebelumnya. Baru saja
Ia ingin melangkah sebuah mobil berhenti dan keluarlah seorang cewek berseragam SMA
Cakrawala dari sana dengan langkah tergesa-gesa menuju cowok bermata sipit tersebut.

Alvin! Serunya dan Alvin pun mengkerutkan kening. Ia menghela napas walaupun
sebenarnya tidak berminat untuk bertemu cewek iniAlvin menganggapnya untuk sekarang
sahabat pengkhianat.

Berani juga lo kesini. Remeh Alvin pada cewek bernama Aren tersebut. Aren
tersenyum tipis lalu kembali membuka suara. Gue cari Rio, dia masih disini? Tanya Aren
dan membuat dahi Alvin mengkerut.

Mau ngapain lo nanya dia?


Vin. Please. Ini bukan saatnya lo anggap gue musuh, gue hanya mau pastiin kalau
Rio belum pulang. Debo dan anak buahnya buat strategi untuk buat Rio celaka, Vin. Mata
Alvin membulat lalu tertegun, Aren mulai panik begitu pula dengan Alvin.

Jangan bilang kalau dia sudah pulang? Aren mulai curiga, Alvin menggelengkan
kepalanya dengan cepa. Pergi sekarang! Ucap Alvin dan segera mengikuti Aren yang tngah
menuju mobil, mereka pun segera mengikuti Rio.

Disisi lain, Sivia melihat kejadian itu begitu kontras tak terasa Ia merasakan dadanya
memanas melihat Alvin memasuki mobil cewek yang asing bagi Sivia. Walaupun diliputi
akan kabut cemburu, Sivia tidak menutup kupping ketika mendengar bahasan Alvin dan
cewek asing tadi. Ify baru saja selesai mengunci ruang khusus madding, Ia mendapati Sivia
yang masih berdiri mematung dan belum pulang.

Vi, lo belum pulang? Sivia segera menoleh dan menatap Ify yang saat ini
mengkerutkan kening pertanda bingung.

Lo memang belum cerita masalah lo dan Kak Rio, untuk kali ini sekali aja lo paham
gimana perasaan dia. Jangan cuma bermain dengan ego. Sivia menarik lengan Ify menuju
luar Sekolah kemudian memberhentikan taksi dan mereka pun mengikuti kemana tujuan
Alvin dan cewek asing yang Sivia lihat tadi.

***

Motor Rio berhenti mendadak ketika mendapati seorang anak kecil menangis di tepi
jalan. Ia membuka helm-nya lantas mematikan mesin motor lalu berjalan pelan menuju anak
kecil itu. Ia berjongkok sembari membelai pelan puncak kepala bocah laki-laki di
hadapannya saat ini.

Kenapa? Tanya Rio hangat dan tak lepas membelai puncak kepala bocah tersebut.
Tidak ada jawaban, bocah itu pun justru bangun lalu berlari meninggalkan Rio yang saat ini
kebingungan, baru saja Ia ingin mengikuti bocah itu, segerombol orang dari arah bocah tadi
menghilang muncul tiba-tiba. Rio mengkerutkan kening kemudian membalikkan badannya
dari arah belakang. Sama. Disana juga ada segerombol orang yang melangkah menuju
dirinya.

Brengsek. Gue di jebak! Geram Rio sembari mengepal tangannya. Tidak ada
gunanya jika Ia sendirian yang menghadapi segerombolan orang ini, Rio pun bergerak
menuju motornya. Namun, sebuah teriakan yang memanggil namanya mampu membuat dia
memberhentikan langkah.

Elo? Desis Rio geram ketika mengetahui siapa motif dari penjebakan ini. Debo.

Sesuai perjanjian kit


Tanpa di duga salah satu anak buah Debo bergerak maju ke arah Rio, masih sangat
mampu untuk Rio mengatasinya hingga anak buah Debo tersebut terkapar dengan satu
pukulan tepat pada wajah dan tendangan yang tepat mengenai perut. Merasa geram dan
emosinya ikut memuncak Debo memerintahkan semua anak buahnya untuk turun tangan.

Rio pun sigap dengan bekal ilmu beladirinya Ia mampu mengalahkan sekitar 8 orang
dari jumlah 15 orang tersebut. Tidak Ia sangka Debo yang tengah memegang pentungan
baseball memberika satu pukulan penuh tepat di tengkuk Rio hingga membuatnya terkapar di
aspal, masih ada sisa sedikit tenaga Ia berusaha bangkit untuk melawan. Namun, beberapa
anak buah Debo yang masih tersisa segera menahannya dengan menjabak rambut Rio lalu
membenturkan pada aspal.

Arrgghh Erang Rio kesakitan, cairan merah kental pun mulai mengalir dari
hidung dan mulut. Matanya mulai berkunang-kunang dan sempat ingin terpejam, Ia masih
mencoba untuk bertahan walaupun sebetulnya sulit. Penderitaan Rio tidak sampai disitu,
setelahnya anak buah Debo kembali beraksi dengan menginjak punggung Rio entah berapa
kali. Debo pun memerintahkan untuk berhenti dan kali ini Ia menjambak rambut Rio
kembali, sedangkan cowok jangkung yang sudah penuh akan darah di wajahnya itu pun tidak
bisa berbuat apalagi.

Cuma ini kemampuan lo? Ejek Debo yang merasa dirinya menang, Rio tidak bisa
lagi membalas. Sekedar untuk menatap Debo saja dia sungguh tidak kuat lagi saat ini. Gue
masih berbaik hati, Cuma ngirim lo ke Rumah sakit yang mungkin dengan hasil lo cacat
setelah keluar dari sana. Lanjutya kembali sembari tersenyum miring, diraihnya tangan
kanan Rio yang dulu sempat patah dan bersiap untuk memukul dengan pentungan baseball
yang Ia pegang saat ini.

Katakan selamat tinggal untuk tangan lo yang sebentar lagi akan cacat permanen.
Debo kembali bersuara lantas melayangkan ke udara pentungan tersebut.

DEBO BERHENTI! Tanpa disangka Alvin, Aren, Ify dan Sivia datang di saat itu
juga. Seketika Debo mundur kala Ify yang sudah penuh akan tangis menghampiri Rio yang
saat ini sudah tidak berdaya dan penuh akan darah. Alvin dan Aren segera menghampiri Debo
lebih dulu hingga membuat Debo jatuh tersungkur karena pukulan keras Alvin, baru saja anak
buah Debo ingin membantu Aren bersuara jika mereka berani membantu Debo akan
berhadapan dengan keluarganya dari kepolisian. Mereka pun berlari meninggalkan Debo
yang saat ini babak belur di buat oleh Alvin, untung saja Aren segera menahan dan Debo pun
tidak separah Rio saat ini.

Kak. Lo masih dengar gue, kan? ujar Ify berusaha untuk tetap membuat Rio dalam
keadaan sadar. Please. Lihat gue. Lanjutnya kembali, kondisi Rio sungguh sangat
memprihatinkan. Luka lebam dan aliran darah yang terus mengalir pada pelipis, hidung dan
mulutnya saat ini membuat Ify sangat terpukul.

Fy Gumam Rio lirih dan berusaha menggerakkan bibirnya agar membentuk


lekukan kecil.

Iya, ini gue.


Jangan benci gue ya. Ify menggeleng keras, tangisnya sungguh tidak bisa
terbendung lagi begitu pula dengan Sivia yang saat ini di samping Ify yang juga ikut shock
dengan keadaan Rio.

Jagain lo masih tugas gue, kan? Kali ini Ify mengangguk cepat lalu meraih tangan
Rio dan Ia tempelkan pada pipinya. Di sekanya aliran darah Rio yang terus mengalir dari
hidung dengan menggunakan kemejanya karena saat ini tangannya sudah penuh dengan
darah Rio.

Kita harus ke Rumah sakit. Baru saja Ify meraih ponsel dari Sivia, Rio dengan sisa
tenaganya pun menahan lalu menggeleng pelan.

Cukup sampai disini, Fy.

Bersambung.

Ngudah itu aja jangan banyak2 ntar overdosisi :p

Bye. Maksimal *eh haha

Terus tunggu kelanjutannya yaaaaa

maaf typo banyak ahaha dimaklumin saja lahhhhh

eitsss jangan bilang pendek, ntar ditambah pendekin lagi ahhahaha

Komentar, kritik dan saran kalian selalu ditunggu :*

MR. ONAR (Part 15 A)


11 Februari 2015 pukul 19:05

Mr. Onar

By Frisca Ay

***
Ify membanting tubuh mungilnya pada ranjang lalu menangis dengan memeluk
guling. Beberapa saat Ia tidak menghentikan kegiatannya tersebut berusaha untuk terus saja
mengeluarkan tangisannya yang sejak di Sekolah tadi Ia tahan.

Kejadian di Sekolah ketika Rio mengajaknya ke atas gedung merupakan kejadian


terburuk baginya, Ia bahkan tidak menduga akan melakukan itu semua pada Rio malam ini,
yang sudah membuat kejutan kecil dengan kesan romantis. Tetapi, semua rusak karena
ucapannya yang sudah menyakiti Rio malam ini. Ify bisa memastikan mulai senin besok Ia
tidak akan pernah melihat Rio dalam jarak dekat atau bahkan Rio akan bersikap begitu dingin
padanya.

"Gue suka sama lo. Apa itu belum cukup sederhana untuk lo tahu?" Rio pun berbalik
menatap ify dengan tajam.

"Hal pertama yang ingin gue tahu ketika bangun dari tidurlo tahu apa?" Rio
menggantungkan kalimatnya terus menatap Ify dengan sorot mata yang tidak bersahabat.
"Berahap lo baik-baik aja, hanya itu. Apa begitu buruk bagi lo untuk balas pesan dari gue?"
Kali ini Ify memberanikan menatap Rio dengan tatapan yang sulit untuk di artikan.

"Gue punya ruang jenuh dan lelah. Saat ini gue bersiap untuk melangkah ke ruang
itu. Gue jenuh, Fy. Jenuh dengan semua pengabaian lo." Ujar Rio dengan nada yang penuh
penekanan, sedangkan Ify tidak lagi menatapnya melainkan menatap ke arah lain. "dan
gue lelah, lelah untuk ngejar cinta yang sudah gue tahu akan berakhir dengan mencintai
tanpa dicinta.,"

Desahan napas Ify mulai tidak terkontrol, pelupuk matanya pun mulai memanas
dengan perlahan, Ia tidak tahu apa yang harus Ia katakan saat ini, memang benar 3 minggu
setelah Ia di kecewakan oleh Debo, Ify benar-benar memberi jarak dengan Rio, jika Rio
membutuhkannya dengan alasan tangan yang patah Ify akan melakukan hal apapun itu
selain permintaan Rio untuk mengajaknya jalan atau berangkat bersama lagi ke Sekolah
seperti biasa.

Entahlah, Rio mulai tidak mengerti dengan perubahan sikap Ify. Sedikit Rio menarik
kesimpulan bahwa Ify membatasi diri dan memberi jarak pada dirinya bahkan Ify selalu
mengabaikan setiap pesan singkat dari Rio yang menanyakan dirinya dimana, atau
menanyakan kesehatan yang mungkin menurut perempuan mungil itu sendiri tidak penting
untuk di balas.

"Gue tanya, apa mau lo sekarang?" Ify tetap tidak menjawab merasa kembali
diabaikan Rio melangkah cepat ke arah Ify lantas meraih lengan mungil itu dengan kasar.
"Jawab gue! Apa mau lo?" Teriak Rio dengan nada yang begitu keras. Ify akhirnya tidak lagi
bisa menahan tangis dengan cepat air matanya pun mengalir.

Tangis Ify sama sekali tidak memberikan pengaruh bagi Rio untuk melepaskan
cengkramannya pada bahu cewek mungil tersebut. Atau apa yang gue lakuin selama ini
sama lo masih kurang? Perhatian gue terlalu norak? Atau mungkin gue belum terlalu baik
untuk jadi siswa rajin di Sekolah dengan menuruti segala aturannya? Tanya Rio dan
berusaha untuk tersenyum menghibur diri.
"Cukup, Kak. Cukup untuk semua kebaikan lo." Senyum Rio seketika langsung
memudar, Ia menggelengkan kepalanya dengan keras bahkan sepasang matanya pun
menatap Ify nyalang seolah ingin melampiaskan seluruh kekesalannya atas perilaku Ify
akhir-akhir ini padanya.

"Apa maksud ucapan lo, hah?" Dalam sesegukannya Ify memberanikan diri kembali
menatap Rio yang saat ini sorot mata itu menggambarkan sebuah kepiluan. "Please. Gue
mohon, Kak. Jauhin gue." Mendengar kalimat tersebut seketika memuat fokus Rio tidak
terarah, genggamannya pada bahu Ify mulai mengendur dengan perlahan, napasnya seolah
tercekat dengan kalimat racun yang baru saja Ify lontarkan padanya.

"Jauhin gue, hanya itu yang gue mau." Rio mengetatkan rahangnya dengan keras,
tanpa sepatah kata pun seolah tidak mampu membalas ucapan Ify, Rio segera menjatuhkan
dekapannya pada cewek mungil tersebut dan sontak Ify pun terkejut. "Bilang sama gue kalau
lo punya perasaan yang sama!" Perintah Rio di sela-sela dadanya yang terasa sesak saat ini.
Sekuat tenaga Ify menggelengkan kepala sembari menahan tangisnya yang kembali ingin
pecah. Di dorongnya tubuh Rio yang semakin mengetatkan pelukan itu, Ia pun bisa
melepaskan diri sembari membalas tatapan Rio dengan sebuah peringatan.

Rio tidak bergeming hanya menatap Ify dengan tajam. "Baik, jika itu mau lo" Ujar
Rio yang tercetus begitu pahit untuk di dengar, Ia membalikkan badan bersiap untuk pergi.

"Kalau memang lo merasa terganggu dengan kehadiran gue, katakan sekali lagi
bahwa kebahagiaan lo, memang harus dengan cara gue jauhi." Ify tidak menjawab lebih
memilih mengalihkan wajahnya ke arah lain, merasa kembali di abaikan Rio pun
mengepalkan tangannya bahkan memejamkan mata sebelum akhirnya pergi meninggalkan
Ify sendirian di tempat itu.

Rio sudah tidak ada lagi disana, Ify terduduk begitu saja lalu menekuk lututnya dan
kembali menangis. Merasakan apa yang Ia lakukan saat ini sangat begitu bodoh, Ia
mengumpat kesal di sela-sela tangisnya.

Ify kembali mengingat kejadian itu begitu rinci, semuanya berlalu begitu cepat
sehingga Ia tidak tahu harus melakukan apa saat ini. "Maaf, bukan maksud gue untuk lakuin
ini sama lo." Gumam Ify sembari memeluk erat boneka beruang putih kecil yang dulunya
pemberian dari Rio.

***

Sebuah tamparan keras mendarat tepat pada pipi Rio ketika Alvin mendapatinya di
sebuah club malam bersama beberapa perempuan, seluruh pasang memperhatikan mereka
dua dan tidak ada yang berani mendekat. Keadaan Rio yang setengah mabuk sedikit
menyusahkan Alvin menyeretnya menuju ke luar club itu. Tidak ada perlawanan sedikit pun,
Rio segera digiring Alvin masuk ke dalam mobilnya.
Ia tidak menyangka Rio akan ke tempat seperti ini--tempat yang sangat di benci Rio
sendiri bahkan Rio membuat perjanjian tidak ada yang boleh ke tempat itu pada Ia sendiri
dan teman-temannya tapi sekarang Rio sendiri yang justru mengingkari perjanjian tersebut.

Walaupun terkenal memiliki perilaku buruk dan para sahabatnya, mereka tidak akan
ke tempat club malmm seperti itu apapun masalah yang mereka hadapi, sebesar apapun.

"Lo kenapa sih, Yo? Bukan gini caranya." Alvin memarahi Rio walaupun Ia paham
dan tahu kenapa Rio seperti ini, setelah mereka pulang dari pesta sekolah Alvin mendapati
Rio dengan raut wajah yang tidak bersahabat bahkan pamit untuk pulang sendiri dengan
taksi. Tidak ingin sahabatnya mengalami masalah sendiri, Alvin mengikuti Rio

"Nggak perlu ikut campur. Gue tahu apa yang terbaik buat gue." Ujar Rio dalam
keadaan mabuk sesekali Ia tertawa lalu menghantupkan kepalanya pada kaca mobil. Alvin
segera menghalanginya dan mencegah aksi Rio tanpa Ia sadari tersebut. Jujur, ini kali
pertama Alvin melihat Rio sesedih ini. Walaupun Ia masih menduga ini semua karena Ify.

"Apa yang kurang dari gue? Kenapa cuma dia yang nggak suka sama gue?
KENAPA?!" Racau Rio tanpa kendali bahkan saat ini raut wajahnya terlihat sangat sedih
sekali. "Gue tahu, gue tahu dia pasti masih mikir gue itu jahat. Iya! Gue memang jahat. Untuk
apa suka sama orang jahat seperti gue? Ck, gue bodoh!" Alvin menggelengkan kepalanya lalu
mencengkram kuat stir mobil walaupun enggan untuk menghidupkan, Ia lebih memilih Rio
tenang dulu.

"Hidup gue udah nggak punya arah. Keluarga gue hancur, sahabat gue pengkhianat,
sekarang Ify? Ify mau gue pergi dari dia?" Rio kali ini kembali tertawa dengan jari
telunjuknya yang Ia angkat ke atas seolah menunjuk wajah Ify. Ia ingin kembali memeluk
tubuh mungil itu dan berharap Ify menarik seluruh ucapannya tadi.

Alvin menoleh dan menatap Rio dengan tatapan sendu. Tiba-tiba Rio menarik kemeja
Alvin lalu mengguncang tubuh sahabatnya itu dengan sisa tenaganya. "Gue mohon, Vin.
Bilang sama dia kalau gue cinta, gue nggak sanggup harus pergi dari hidupnya. Apa alasan
dia bilang itu ke gue? APA?!" Alvin memalingkan wajahnya tidak tega melihat keadaan Rio
yang buruk saat ini, perlahan Ia merasakan cengkraman tangan Rio pada kemejanya
mengendur dan dengan perlahan Rio pun mengatupkan sepasang matanya.

Alvin meneguk ludah, tidak menyangka cinta pertama Rio harus jadi seperti ini.
Seumur hidup berteman dengan Rio, baru kali ini ada perempuan setelah Mamanya Rio akan
menuruti permintaan perempuan itu. Dulunya, Rio bahkan bersumpah tidak akan pernah mau
menyukai perempuan mana pun kecuali Mamanya dan tidak akan mempercayai perempuan
mana pun kecuali Mamanya. Tapi sekarang, semua sumpah Rio itu dipatahkan oleh Ify.
Hanya Ify yang mampu membuat Rio berubah menjadi lebih baik lagi.

"Gue tahu perasaan lo, gak akan gue biarin elo patah hati karena cinta. Gue tahu lo
sosok cowok yang nggak kalah sama hal apapun, tapi untuk masalah hati seperti ini biar gue
sebagai sahabat ikut bantu lo." Gumam Alvin sembari tersenyum hambar. "Lo memang pinter
dalam mecahin masalah serumit apapun, lo udah matang untuk itu. Untuk cinta? Nggak ada
bedanya kayak anak kecil yang lagi kehilangan kucing kesayangan. Dasar remaja labil." Ejek
Alvin sembari menyentil hidung Rio dan membuat si jangkung itu menggeliat kecil.
***

Kelas 10-3 tengah olahraga volly pagi itu, di bagi menjadi dua bagian. Bagian
pertama khusus untuk yang tidak bisa bermain volly atau masih melakukan basic Volly
sedangkan bagian kedua untuk yang sudah mahir bermain volly dan mulai melakukan
pemanasan sebelum bermain.

Untuk kesekian kali Sivia menghela napas kecil, sedangkan sahabatnya yang di depan
Ia saat ini hanya nyengir sembari menggaruk kepala. "Lo gabung aja sama yang bisa, gue
tahu ini olahraga kesukaan lo." Suruh Ify yang merasa tidak enak pada Sivia yang saat ini
menemaninya melatih dasar volly. Ia tahu Sivia sangat menyukai Volly maka dari itu Ia tidak
enak kalau Sivia harus rela tidak main volly karena menemani Ify. Jika dihitung sebenarnya
tidak sebagian kelas 10-3 tidak bisa bermain volly seperti Ify, mungkin hanya 5 orang dengan
Ify.

"Beneran?" Tanya Sivia memastikan, Ify mengangguk. Cewek chubby itu pun
memberikan bola volly pada tangan Ify. "Lo nggak ada pasangannya loh kalau gue gabung
sana."

"Biasa aja, kan gue bisa latihan sendiri." Sivia menatap Ify sejenak masih belum
yakin. "Udah sana." Dorong Ify yang tahu akan gelagat Sivia yang sudah pasti tidak ingin
meninggalkannya. Sivia pun menyerah dan menuju barisan kedua.

Merasa Sivia sudah asyik dengan pemanasan bersama teman yang lain, kini giliran Ify
yang harus berlatih sendiri. Ia memperhatikan teman yang senasib dengannya mereka semua
berpasangan bahkan hampir bisaa saat ini. Sedangkan Ify sendiri? Baru memulai
melambungkan bola ke atas untuk memantulkannya selalu saja mendarat tidak tepat ke
tangannya, bahkan sesekali mengenai kepala sendiri. Tragis sekali.

"Sudah bisa kamu?" Pak Rudi sang Guru olahraga tiba-tiba menghampirinya, Ify
meringis lantas menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Sedikit, Pak."

"Sedikit atau memang belum bisa sama sekali?" Kali ini Ify nyengir sehingga
membuat Pak Rudy menghela napas kasar. "Kamu tuh bisanya apa sih di pelajaran olahraga
saya? Renang nggak bisa, volly juga nggak bisa." Ify tidak berani menjawab bahkan saat ini
bungkam dan terdiam.

"RIO!" Panggil Pak Rudy ketika melihat siswa kebanggannya, merasa terpanggil Rio
yang sedang berjalan bersama teman-temannya berhenti. Pak Rudi melambaikan tangan agar
Rio menghampirinya, tanpa basa-basi Rio pun setengah berlari menuju Pak Rudy. Ify yang
menyadari ini akan menjadi siatuasi yang dingin, mengumpat kesal kenapa Pak Rudy
memanggil Rio untuk jadi tutornya lagi.

Rio yang baru sadar kalau di sampingnya adalah Ify, Ia hanya menatap cewek itu
sekilas seolah tidak peduli. "Ada apa, Pak?" Tanya Rio mengkerutkan kening.
"Ajarin siswi saya basic Volly. Bapak mau handle yang lain, kamu lagi jam kosong
'kan?"

"Iya lagi kosong cuman dikasih tugas aja, udah selesai juga. Anaknya yang mana
Pak?" Ujar Rio yang sebenarnya sudah tahu siapa siswi Pak Rudy yang tidak bisa bermain
Volly. Pak Rudy langsung menunjuk Ify yang berada tepat disamping Rio. "Disamping kamu
itu, dulu kamu pernah jadi guidenya dia gantiin saya olahraga renang." Rio mengangkat satu
alisnya menatap Ify dengan pandangan tak acuh yang sekarang tengah menunduk.

"Saya nggak mau, Pak." Di saat itu juga Ify lantas mendongak dan menatap Rio
dengan ekspresi yang terkejut. "Nggak ada salahnya saya yang ke murid lain, mungkin siswi
Bapak yang satu ini harus ditangani Bapak sendiri." Lanjut Rio dengan tegas dan berusaha
negosiasi. Tentu saja membuat cewek mungil tersebut mengkerutkan kening sebelum
akhirnya membuang wajahnya ketika Rio mendapati Ify yang tengah memperhatikannya.

"Kamu benar juga, ya sudah ini peluitnya. Kamu langsung ke bagian sebelah." Rio
mengangguk cepat ke bagian murid yang masih melakukan pemanasan, setelah memberikan
instruksi pada murid disana, Rio kembali menghampiri temannya dan menyuruh untuk pergi
saja lebih dulu ke kantin.

Selama melakukan basic Volly, Ify selalu mencuri pandang ke arah Rio. Sesekali Ia
mendengus kesal tanpa sadar kala melihat siswi yang di sana tebar pesona pada cowok
jangkung itu, bahkan Ify tidak percaya sikap Rio lunak pada mereka dan tidak sedingin
biasanya.

"IFY AWAS BOLANYA!" Teriak teman Ify yang senasib dengannya dan juga Pak
Rudy, ketika Ify menoleh bola pun menghantam tepat pada jidatnya hingga membuat tubuh
mungil Ify ambruk di tempat, perlahan penglihatannya pun menggelap. Jika itu mungkin,
orang yang pertama kali dilihatnya sebelum mengatupkan mata adalah Rio, yah Rio kembali
datang untuk menolongnya.

***

"Fy, lo udah sadar?" Tanya Sivia yang setia menjaga sahabatnya sejak jam olahraga
tadi sampai menjelang jam pulang SekolahIa bahkan belum mengganti pakaian olahraga
yang masih dikenakannya saat ini. Ify memegang jidatnya yang terasa perih dan sudah di
perban kecil saat ini, Ia meringis merasakan kepalanya pening.

Kepala gue pusing, Vi. Ringis Ify dan kembali membaringkan kepalanya pada
bantal putih tersebut.

Tiduran aja, gue tungguin lo kok. Suruh Via dan Ify pun mengangguk sembari
tersenyum. Thanks, ya. Kali ini sahabatnya itu yang mengangguk.
Lo ada apa lagi sama Kak Rio? Tumben banget dia nggak mau nungguin lo sakit
gini, biasanya dengar lo kurang tidur aja lo udah di ajak minggat ke sini. Ify tidak menjawab
hanya menggeleng dan tersenyum kecil.

Ia jadi ingat ketika Rio membawanya menuju kantin dan ingin membeli pembalut
untuknya, karena tidak mengerti soal perempuan Ia justru melepaskan kemeja putihnya dan
mengikatnya pada pinggang Ify agar tidak ada siapa pun yang melihatuntunglah saat itu
semua orang sedang belajar, yang menghebohkan lagi mereka hampir di cegat oleh Bu Dirga
yang sedang patroli sebelum itu, bukan Rio si Mr. Onar namanya jika tidak meluncurkan
sejuta alasan, karena itu mereka pun bebas dari halangan Bu Dirga.

Gue bukan siapa-siapa dia, Vi. Jadi gue rasa nggak ada kewajiban bagi dia untuk
terus jaga gue. Ujar Ify dengan terus berusaha tersenyum sembari memainkan jarinya
bahkan tanpa terasa air matanya pun ikut mengalir, seolah mengetahui bagaimana perasaan
Ify saat ini.

Lo yang maksa gue untuk melepas kewajiban itu.

Bersambung

Ape lo semua? Haha

Mau lagi? Enak aja =D

Mau bilang kurang? Oke, gue tambah kurangin kalau pada komen kurang tiap part-nya :p

Belum sesek? Ya emang belum, ini belum masuk ke nyesek kok :p

Mau komedi? Emang cerbung gue ketoprak humor =))

Haha thankyou ya yang nungguin cerbung inihhhh haha tunggu aja lanjutannya nggak lama
kok *eh

Yang kemarin jawabannya Gantung? Yap, kalian yang bener ahaha. Rio Ify kisahnya
ngegantung soal asmara ahaha

Next, kita siapin batin dan mental yak perubahan sikap Rio yangengh sudahlah
jangan di bahas entar nggak sureprize wkwk

BUKAN BERANDAL BIASA _part 10_


17 Februari 2015 pukul 21:45
.

Fy kita pacaran aja tembak Rio to the point. Mendengar tak adanya basa-basi itu membuat
Ify tersedak. Tiba-tiba oksigen seperti sulit dihirupnya. Ia segera melepas pelukan Rio dan
menatapnya bingung.

A..apa?

Iya.. jadian.. gue, lo.. biar gue bisa jagain lo terus, mau sesibuk apapun lo tetep jadi prioritas
gue, nggak akan ada perpisahan... jelas Rio terbata, Ify membeku seketika. Memang bukan
kata-kata paling romantis seperti di novel-novel, tapi kepolosan Rio itu mampu membuat Ify
luluh.

Fy.. gue lagi nembak lo nih.. kok lo diem aja.. tanya Rio lagi, Ify kembali menarik napas
panjang, seakan beberapa detik lalu ia lupa caranya bernapas.

Kenapa? Kenapa tiba-tiba?

Gue mau ngerubah lo, jadi sebuah prioritas dalam hidup gue. Sesibuk apapun gue nanti, lo
tetep ada buat gue, karena kita bukan cuman temen lagi, tapi lo penting buat gue

Setau gue, pacaran adalah dimana ada 2 lawan jenis saling mencintai, bukan teori yang tadi
lo bilang

Karena cintaku bukan cuman sekedar cinta, cintaku beralasan, dan alasanku Cuma 1.
Kamu. Dalam hati rasanya Rio ingin sekali muntah mendengar ucapan super dangdut yang
baru saja keluar tanpa disaring melalui mulutnya itu. Tapi mungkin inilah cinta, saat semua
yang gak masuk akal terjadi.

Rio... gue nggak bisa jawab sekarang ujar Ify lirih. Rio mengernyitkan dahinya.

Trus?

Nanti, kalau lo udah selesai ujian ya

Lamaa amaat

Udah gausah bawel, makasih ya, udah bikin gue bingung kaya gini Ify menepuk pelan
pundak Rio kemudian beranjak dari cafe tersebut. Rio tak berkata apapun dan hanya melihat
kepergian Ify tanpa berniat mengejarnya, Ify butuh waktu sendiri. Ia menyandarkan tubuhnya
pada sandaran empuk sofa cafe tersebut.

Sebenernya semuanya bakal lebih simpel kalau tadi gue bilang gue sayang sama lo Fy, tapi
susah banget gue ngomongnya, sampe meluber kemana-mana, asli dangdut parah!

Tapi aku memang ingin kamu menjadi salah satu dari prioritas dalam hidupku setelah
bunda
~~~~~

Ujian akhir semester 1 pun tiba, semua mempersiapkan diri sebaik-baiknya karena inilah nilai
akhir mereka yang akan dipertaruhkan untuk masuk perguruan tinggi.

"Selamat pagi anak-anak, hari ini adalah hari pertama kalian menghadapi ujian akhir semester
1, mohon di kerjakan sebaik-baiknya dan jangan ada yang bekerja sama"

Guru pengawas itu mulai membagikan lembar soal dan ujian pada masing-masing siswa.
Memasuki menit-menit pertengahan mulailah aksi contek-mencontek oleh Alvin dan Cakka,
juga di beberapa titik. Dea melempar sebuah kertas ke bangku Keke yang ada di samping
kanannya.

"Ishh.."

"Nomer 5 apaa?" desis Dea sepelan mungkin, dan Keke mulai menuliskan jawabannya pada
kertas yang dilempar Dea tadi. Sementara di deretan Alvin dan Cakka, keduanya sibuk
mencari contekan sana-sini secara terang-terangan. Korbannya adalah Nova, Daud, Lintar.

"Ssttt... Princess... princess..." bisik Cakka, Shilla menoleh.

"Apa?"

"Liat jawaban kamu doong" mohon Cakka melas, Shilla nampak tak tega

"Iyaa..." Shilla lanjut mengerjakan, Cakka menunggu cukup lama namun tak ada tanda-tanda
Shilla akan memberinya jawaban.

"Shil..."

"Apa Cakka?"

"Mana katanya kamu mau ngasih liat jawabannya?"

"Ya kan dikerjain dulu, trus di kumpulin nanti kalau udah dibagiin lagi pasti aku kasih liat ke
Cakka..."

Gubrak

Cakka mendadak jatuh dari kursi disusul tawa seisi kelas, saat kegaduhan mulai mengalihkan
perhatian pengawas, Rio nampak asyik mengerjakannya dengan santai di pojok belakang.
Tangan kirinya menggenggam lucky charmnya erat, ia percaya gadis itu sedang
mendoakannya. Gabriel melirik Rio dan tersenyum tipis. Buktiin Yo, kalau lo bukan Cuma
tong kosong yang nyaring bunyinya, lo selalu jadi kakak kebanggaan gue
"Apa-apaan kamu Cakka, ngapain kamu sampai jatuh begitu?" tegur pengawas

"Maaf maaf pak" Cakka menggaruk tengkuknya sambil memandang Shilla dengan kesal,
Sivia dan Lia nampak menahan tawa.

~~~

Gabriel baru saja masuk ke dalam toilet dan berpapasan dengan Rio yang hendak keluar.
Sesaat Rio tersenyum remeh dan hendak berlalu begitu saja, namun Gabriel mencegahnya.

Kak..

Spontan Rio menepis tangan Gabriel dengan setengah emosi. Seringnya Gabriel datang ke
rumahnya membuat kembarannya itu kembali terbiasa memanggilnya dengan sebutan kakak.
Gabriel yang terkejut menyadari kesalahannya, ia menggeleng cepat dan segera meralat
ucapannya.

Yo! Lo inget perjanjian kita kan?

Hey, gue bukan tipe orang yang lari dari kenyataan! Lo tenang aja, kalau emang nanti hasil
ujian gue ancur, gue akan tepati semuanya, tapi kalau sebaliknya, lo gausah banyak bacot
sama semua yang gue dan temen-temen gue lakuin!

Oke...

Setelah obrolan singkat nan dingin tersebut selesai, Rio segera pergi dengan sedikit
membanting pintu toilet, Gabriel hanya menarik napas dalam-dalam.

Ify hanya terduduk sendiri, termenung, dan terus termenung. Sudah 4 hari Rio sama sekali
tidak menghubungi ataupun menemuinya, semua sesuai permintaan Ify. Ia terus
memikirkannya tanpa jeda, berusaha mencari sebuah makna, apakah hatinya mau menerima
seseorang yang belum lama dikenalnya itu. Dan selama hampir 1 Minggu berlalu, ia
merasakan sebuah kekosongan. Sesaat ia tersenyum mengingat obrolan singkatnya dengan
sang mama waktu itu. Dan dengan gamblang mamanya menyetujui ia dekat dengan Rio.
Sebegitu mudahnya sang mama memberikan izin pada orang yang baru dikenal.

Kita lihat kalau sampai 1 Minggu saat Rio ujian, dia tidak menghubungi kamu, tapi kamu
terus mikirin dia, itu tandanya kamu jawab aja.. iya..

Begitulah mama menggodanya. Ia bukanlah tipe anak yang menyembunyikan banyak hal dari
orang tuanya. Ia akan menceritakan apapun yang menyangkut perasaannya, termasuk
mencurahkan isi hatinya akan sebuah rasa yang baru pertama dialaminya.
Mama lihat Rio anak baik-baik, dan mama juga bisa lihat kok dia tulus sama kamu sayang,
asalkan kalian selalu menjadikan hal ini sebagai motivasi belajar mama setuju-setuju saja

Ify kembali tersenyum.

Bukan, bukan kamu yang harusnya jagain aku Yo, tapi aku yang bakal jagain kamu ucap
Ify lirih, ia beranjak dari bangku taman rumah sakit meninggalkan setangkai dandelion yang
sejak tadi di tangannya, hingga perlahan angin membawanya berterbangan di udara.

*****

Tuhan pun tahu jikalau aku cintai dirimu tak musnah oleh waktu... hingga maut datang
menjemputku..ku tetap menunggu kamu di lain waktu..

Alvin bernyanyi suka-suka sambil memainkan gitar yang juga suka-suka, namun hatinya
sama sekali tak sedang bersukacita. Ia gelisah, antara nilai ujiannya, dan Sivia. Namun ia tak
begitu memperlihatkannya karena kedua sahabatnya selalu setia di sampingnya. Seperti saat
ini di kamarnya, mereka nampak duel bermain PS.

Ah lu curang lu

Elu kalah gentleman dong

Gue gak fokus elaah

Bro, gue deg-degan ya sama nilai-nilai gue, kemaren gue ngerasa gak maksimal Alvin
meletakkan gitarnya dan bersandar pada dipan tempat tidurnya.

Ya sama... sahut Cakka sambil mencomoti kacang yang tersedia.

Yo, kayaknya lu santai-santai aja ya? terka Alvin, Rio hanya tersenyum dan menepuk
dadanya jumawa.

Lo berdua tenang aja, yang Iyel mau Cuma nilai gue, kalau nilai gue bagus, kita menang

Lah gue aja yang paling pinter diantara kalian ngerasa ragu, lo gegayaan banget Yo Alvin
menoyor kepala Rio gemas, Rio hanya tertawa.

Udeeh lu berdua tenang aja, gue udah privat sebelumnya

Privat? Cakka dan Alvin saling pandang, Rio menaik-naikkan alisnya.

~~~
Gabriel memasuki rumah megahnya, dan selalu dalam keadaan sepi. Begitu hampa. Jauh
lebih membahagiakan berada di rumah sederhana Rio, walaupun saat disana kakaknya itu
hanya akan terus-terusan mendebatnya, tapi ia merasa memiliki keluarga disana.

Gabriel panggil sebuah suara berat dari belakangnya. Sang papa sudah pulang ternyata dari
perjalanan bisnis yang tiada hentinya itu.

Udah pulang pa?

Papa dengar dari bibik, akhir-akhir ini kamu jarang pulang ke rumah, kemana kamu?

Menurut papa? jawabnya males, ia sedang tidak ingin mendebat ataupun di debat, dan
dengan secepat mungkin Gabriel pergi ke kamarnya.

Bagaimana keadaan kakak kamu?

Gabriel menghentikan langkahnya, pertanyaan bodoh, decaknya keras.

Kak Rio anak papa juga kan? Papa cek sendiri bagaimana keadaan dia nggak bisa? Oh iya,
bisnis papa lebih penting dari penyakit dia jawabnya dingin sebelum ia membanting pintu
kamarnya dengan kesal. Pria itu hanya menghela napas berat. Beliau memaklumi sikap
putranya itu.

~~~

Rio meminum obatnya dengan tergesa-gesa dan segera bersiap untuk pergi. Bunda yang
sedang memasak di dapur hanya menggeleng pelan melihat tingkah anaknya.

Kapan-kapan bawa gadis itu kesini ujar bunda lirih sambil terus fokus memotong wortel.
Rio yang belum selesai minum pun tersedak.

A..apa bun?

Adik kamu bilang, kamu sedang jatuh cinta, bawa perempuan itu ke rumah...

Ahh sotau dia bun, siapa juga yang lagi jatuh cinta elak Rio sambil memakai jaketnya.
Bunda tersenyum melihat ekspresi Rio.

Adik kamu saja sudah berani cerita ke bunda soal perempuan yang sedang ia taksir, masa
kamu mau sembunyi-sembunyi terus?

Lia ya bun? sela Rio, bunda nampak mengingat dan mengangguk ragu, Rio berdecak
malas.

Gabriel tuh cupu, naksir cewe selama 3 tahun tapi gak pernah berani buat nyatain, mending
Rio kemana-mana Rio segera mengerem perkataannya karena bunda sudah tersenyum
menggodanya.
Katanya nggak jatuh cinta..

Ng.. yaudah ya bun Rio buru-buru udah di tunggu Rio mencium tangan bundanya dan
segera pergi. Bunda menghela napas panjang. Kedua jagoannya sudah semakin dewasa,
beliau harus bersiap jika kelak akan ada wanita lain selain dirinya di hati kedua buah hatinya
itu, namun kasihnya tak akan tertandingi.

~~~

Ify sudah menunggu di depan rumahnya. Ia semakin mengeratkan sweater putihnya sambil
menatap langit senja kala itu. Ia sedikit terkejut saat sebuah pesan singkat kemarin malam
dari Rio mengajaknya jalan-jalan. Ia sendiri tak tau kemana Rio akan membawanya, namun 1
yang ia yakini, Rio menginginkan kepastian. Dan Ify akan memberikannya, hari ini. Tak lama
kemudian bunyi motor Rio begitu familiar di telinganya. Rasanya setelah 1 Minggu tak ada
komunikasi sama sekali membuat Ify merindukan segalanya dan membuatnya semakin yakin
satu hal. Rio berhenti tepat di depan Ify dan melepas helmnya.

Hai..

Ehm, hai juga Ify nampak salah tingkah dan jantungnya tak bisa diajak kompromi.
Begitupula dengan Rio, harapannya hanya 1, semoga penyakitnya tidak akan mengganggu
apapun malam ini.

Gimana ujiannya? Lancar? tanya Ify, Rio mengangguk mantap kemudian mengeluarkan
liontin lucky charmnya dari saku jaket.

Berkat dia nih, selalu nemenin gue pas lagi ujian, belajar, kemana-mana deh pokoknya, hehe
makasih ya.. tugas dia udah selesai, nih gue balikin lagi Rio hendak menyodorkan kalung
tersebut namun Ify menolaknya.

Simpen aja dulu Yo

Tapi kan ini liontin kesayangan lo?

Nggak lagi...

Kenapa?

Ehm... yaudah yuk berangkat, keburu malem.. by the way, lo mau ngajak gue main kemana
sih? Ify segera mengambil helm yang Rio bawa untuknya dan mengambil posisi di jok
belakang. Rio mengeluarkan smirknya. Justru gue mau nunjukkin lo dunia malam hari...
ujar Rio seraya memakai kembali helmnya, Ify mengerutkan dahinya.

Pegangan ya, gue ngebut nih ujar Rio sambil mengegas motornya, spontan Ify mencekal
jaket Rio dengan erat.

Rio jangan modus yaa


Ahahaha enggak kok neng, enggak.. percaya sama Aa Rio

Aduduuuhh Aa hahahha

Jingga tlah terlelap dan berganti malam. Pertama Rio mengajak Ify ke stasiun kota. Ify yang
bingung dengan maksud Rio sedikit ragu. Namun dengan tenang Rio menyuruh gadis itu
untuk percaya, dan Ify berusaha mempercayainya. Rio membeli 2 tiket kereta dan segera
menarik Ify untuk naik ke salah satu gerbong kereta yang sudah standby. Mereka mencari
tempat duduk yang kosong. Keduanya pun duduk saling berhadapan. Ify tak ingin bertanya
apa-apa lagi pada Rio karena hanya dengan sebuah senyuman yang ia berikan mampu
membuat Ify mempercayakan semuanya.

Sejak dulu, gue pengen banget ngelakuin hal ini dengan orang yang gue sayang... ujar Rio
begitu kereta mulai bergerak. Ify menaikkan alisnya.

Apa?

Keliling kota Jakarta pas malam hari... bebas... Rio memandang keluar jendela, benda-
benda di luar sana seakan bergerak makin lama makin cepat. Ify tersenyum, ia mengikuti
pandangan Rio. Lampu-lampu kota nampak berkelap-kelip indah. Sesuatu yang baru pertama
kali dialaminya. Selama ini ia tak pernah merasakan kebebasan, ia begitu penurut dan selalu
menjadi anak rumah karena ia hampir tak memiliki teman. Tapi Rio datang, mengajarkannya
lagi bagaimana menjalin hubungan dengan dunia luar yang begitu indah, namun keras.
Selama di perjalanan keduanya mengobrol dan sesekali tertawa. Tak peduli apa pandangan
penumpang lainnya, yang muda yang bercinta, eaaa(?).

Tak lama kereta berhenti di sebuah stasiun. Rio pun mengajak Ify turun, mereka berlarian
disela-sela masih padatnya penumpang lain, menembus malam yang semakin indah dengan
tangan yang saling bertautan erat. Sampailah ia di kota tua. Sebuah perayaan sedang
berlangsung disana, begitu banyak warga yang berbondong-bondong meramaikannya, lampu-
lampu indah mewarnai sepanjang jalan, pedagang kaki lima menjajakan berbagai jenis
makanan dan souvenir. Entah ide darimana Rio berniat menyewa sepeda. Ify nampak tertarik.
Dan sesaat kemudian mereka sudah mengelilingi Kotu dengan sebuah sepeda yang Rio kayuh
penuh semangat. Ify yang berdiri pada pijakan di ban belakang sangat menikmati udara
malam sambil merentangkan tangannya, seakan ingin menunjukkan pada dunia betapa
bebasnya ia sekarang.

Lo seneng gak Fy?? ucap Rio sedikit berteriak disela-sela kayuhannya

Seneng bangeeet jawab Ify mantab. Gue berat nggak Yo?? Jangan ngebut-ngebut

Tenang aja sahut Rio, Ify memejamkan matanya, merasakan udara dingin yang menerpa
wajahnya, ia begitu menikmatinya. Perlahan Ify mengalungkan tangannya pada bahu Rio.
Merasakan tangan Ify menyentuh dadanya membuat kebahagiaannya malam ini tak
terlukiskan, semuanya amat indah, mungkin jika ada kata lain yang melebihi itu pasti sudah
Rio katakan.

Ya.. ada kata lain yang lebih dari sekedar kata indah... kamu...

Setelah puas berburu makanan dan barang-barang aksesori, destinasi mereka berpindah,
bundaran HI menjadi tujuan mereka selanjutnya. Pernah sedikit terbersit di pikirannya dulu,
bagaimana rasanya berada di dekat air mancur yang paling terkenal di Jakarta tersebut.
Lampu warna-warni semakin membuatnya menawan di malam hari. Disana mereka bermain-
main air, beradu melempar batu ke air mancur, dan memandangi pemandangan gedung-
gedung pencakar langit di sekitar bundaran HI lengkap dengan lampu-lampunya.

Rio, ngerasa nggak sih, kita bukan apa-apa... Kita kecil banget di dunia ini... ujar Ify, ia
menoleh pada Rio yang hanya tersenyum.

Tujuan mereka selanjutnya, sebuah area bermain skateboard. Ify sedikit takut karena terdapat
banyak cowok yang sedang asyik bermain skateboard. Terlebih lagi Rio mengaku tidak
mengenalnya.

Nggak papa Fy, percaya sama gue! sampai detik ini kata-kata Rio seperti itulah yang selalu
membuatnya merasa aman. Akhirnya Ify mau mendekat. Beberapa dari mereka yang sedang
bersantai nampak menyapa Rio dengan ramah, hal itu terlihat dari cara mereka menjabat
tangan Rio layaknya kawan lama. Ify masih berlindung di balik punggung Rio dan hanya
tersenyum tanpa ada kontak fisik.

Main bro?

Nggak bro, Cuma mampir doang gak masalah kan?

Enjoy aja bro, nyantai mereka pun meninggalkan Rio dan Ify untuk kembali menguji
kemampuan mereka di area skateboard tersebut.

Rio, kalau lo nggak kenal mereka, kok lo tau tempat ini?

Oh, gue pernah beberapa kali kesini, tapi Cuma pas siang, kayaknya mereka-mereka ini
main Cuma malem doang

Ngapain?

Bikin itu Rio menunjuk deretan tembok-tembok yang tak lagi polos. Berbagai seni graviti
telah memenuhi setiap bagian tembok tersebut. Ify mendekati tembok tersebut,
menyentuhnya dengan mata berbinar.

Keren

Gue sama temen-temen gue suka ngisi waktu luang bikin graviti-graviti gitu, disini salah
satunya, ini... gue bikin bulan lalu bareng sahabat-sahabat gue.. Rio menunjuk salah satu
bagian tembok. Ify menyipitkan matanya membaca tulisan yang tertera.
BBB? Apa itu?

Haha iseng aja nggak ada artinya Rio menggaruk tengkuknya, tidak mungkin ia
mengatakan bahwa BBB berarti Bukan Berandal Biasa. Tidak. Rio tidak ingin Ify tau sisi
kelamnya di sekolah.

Indah... kalian kreatif banget... Kak Eza juga pinter bikin graviti, dulu dia pernah janji mau
bikinin gue graviti spesial kalau gue ulang tahun ke 17, tapi sebelum gue ulang tahun kak Eza
udah pergi

Ehm.. emangnya ulang tahun lo kapan Fy?

2 bulan lagi sih hehe, ehh fotoin gue dong Yo Ify menyerahkan ponselnya pada Rio dan
mengambil posisi dengan latar belakang coretan graviti tersebut. Tak berhenti sampai disitu,
Rio membuatkan sebuah graviti sederhana dengan nama Ify dan lagi-lagi membuatnya
sebagai latar belakang berfoto. Dalam hati Rio berjanji, 2 bulan lagi, ia akan persembahkan
apa yang gadis itu mau.

Ify melirik jam tangannya, hampir pukul 10 malam. Rio yang baru datang setelah membeli
minum langsung duduk di samping Ify.

Yo, ajak aku ke satu tempat lagi...

Rio melihat jam di tangannya, kemudian menggeleng pelan.

Udah malem banget Fy, gue anter pulang aja ya

Yah, 1 tempat lagii.. pliss

Tapi nanti nyokap lo khawatir disangka gue culik anak orang

Mama tuh lagi di rumah sakit, oma lagi di Cirebon. Tadi gue sms ke mama kalau gue udah
mau tidur hehe, mama nginep di rumah sakit seperti biasa

Rio menghela napas panjang. Setelah terdiam beberapa saat, akhirnya Rio mengangguk.

Kemana?

Ify segera menarik tangan Rio dan menyetop taxi. Begitu keduanya memasuki taxi tersebut,
Ify mengucapkan tujuannya.

Ancol ya pak

Ebuset?? Ngapain ke ancol tengah malem Fy???

Gausah bawel hahahha

Fy lo tau si manis jembatan ancol kan?? Rio masih kalang kabut mengetahui tujuan
mereka.
Yaelah jadi lo takut? Oke sekarang gantian, lo percaya sama gue deh ujar Ify lembut,
akhirnya Rio mengalah. Ia melihat kesungguhan di mata gadis itu untuk pergi kesana, walau
ia sendiri tidak mengerti apa yang dipikirkan olehnya.

Gelap, dingin dan deburan ombak adalah pemandangan yang kini mereka rasakan.
Untungnya masih ada lampu-lampu taman di sepanjang jembatan tersebut. Memang tidak
sepi, ada cukup banyak pasangan muda-mudi yang menghabiskan malam Minggu disana. Ify
mengeratkan sweaternya namun senyum di bibirnya tidak pernah pudar sejak turun dari taxi.
Sementara Rio terus-terusan bersyukur jantungnya tidak mengganggu sama sekali, ia merasa
normal seutuhnya. Mungkin jika bukan berada di samping Ify, ia sudah sekarat sejak awal
bermain sepeda di Kotu.

Rio kamu tau nggak jembatan ini dinamain apa?

Jembatan ancol.. tempat si manis jembatan ancol nongkrong kalau malem jumat, berhubung
sekarang malem minggu mungkin doi lagi kencan sama gebetannya hehehhe

Ahahaha ngaco mulu! Di datengin tau rasa!

Dih Fy, Fy... jangan gitu aah

Abisnya ngaco! Aku baca di internet, jembatan ini dikasih nama, jembatan cinta... Ify
berhenti untuk mengamati pemandangan laut yang akan lebih indah jika sore hari.

Jembatan cinta?

Iya... Disini juga ada yang namanya dermaga hati, yaa sebelas dua belas lah sama mitos di
Paris atau Korea, kalau pasangan menggantungkan gembok bertulis nama keduanya, terus
kuncinya di buang ke laut, maka cinta mereka akan abadi...

Bhaah... Gue nggak percaya sama yang begituan Fy... langgeng tidaknya sebuah hubungan
di tentuin sama gembok.. apaan?

Kan mitosnya..

Fy..

Ya?

Kamu janji ngasih jawaban atas pertanyaanku seminggu lalu, pas aku udah selesai ujian
kan? Akhirnya setelah tertahan sejak awal berhasil Rio tanyakan kembali. Ify memasang
tampang bingung.

Pertanyaan apa ya?

Yaelah Fy, masa lupa...


Ehm... seriusan gue lupa deh Ify berakting, ia hanya ingin Rio mengulanginya lagi dan
membuat semuanya lebih jelas. Rio menghembuskan nafas panjang. Perlahan ia mencekal
bahu Ify dan mengarahkan ke hadapannya.

Fy... gue mau selalu jagain lo, gue mau selalu ada di deket lo, gue mau jadiin lo prioritas...

Yo?

Hm?

Bisa nggak, semua kata-kata lo itu diringkas aja... Ify memasang ekspresi bingung, Rio
menoleh ke arah laut, berusaha mencari sebuah rangkaian kata paling romantis namun
senyum gadis itu 100 persen membuntukan akal sehatnya. Akhirnya ia kembali menatap Ify,
dalam dan tenang.

Gue sayang sama lo, jauh sebelum lo kenal gue... Gue nggak pernah jatuh cinta, gue nggak
pernah pacaran, jadi maaf kalau kesannya gue kaku dan nggak tau gimana ngungkapinnya..

Hihi, kaku kaya kanebo kering!

Yah becanda si neng mah, aa Rio serius nih

Iiiih geli dengernya ahahhaa... Iya...

Apanya iya?

Iya gue mau

Mau apa? Gue gak ngasih apa-apa loh kini ganti Rio menjahilinya

Iiihh jadi mau gue tarik lagi nih jawabannya??

E...eee jangan, jawabnya kurang jelass

Rio... jawaban gue atas semua pertanyaan sekaligus pernyataan lo tadi adalah... Iya... gue
mau... Gue mau nemenin lo, gue mau selalu disamping lo, gue mau lo buat selalu jagain gue..
Gue mau selalu bahagia kaya gini sama lo! Jelas??

Rio mengecup puncak kepala Ify dan memeluk tubuh mungil gadis itu. Rasa-rasanya sebuah
batu yang mengganjal di hatinya telah hilang terhempas oleh sebuah jawaban super
melegakan dan menjadi puncak kebahagiaannya malam ini.

"Tau nggak kenapa liontin ini, bukan lagi jadi kesayangan gue?" Ify menyentuh liontin
teddybearnya, tepat di dada Rio. Ia menggeleng pelan. "Karena, sekarang lo yang jadi
kesayangan gue..." Ify memeluk Rio dan menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Rio.

Now, you belongs to me... gumam Rio lirih.

~~~~~
Asik ada yang jadian(?)

Maafkan selera menulis saya jadi super gajelas gini hiks...

Selanjutnya di BBB *ziiing*

Tantangan Gabriel terjawab, siapa yang menang?

Rio nganterin Lia pulang (lagi) dan Ify cemburu.

RiFy first date sebagai pasangan baru.

Satu persatu rahasia si kembar terungkap...

Rio mendapat surprise dari Ify, hmm...

To be continue!

Suka
Bagikan

Yeyen Pratiwi, Widya Putri, Putri Artsita Lala dan 281 lainnya menyukai ini.

Sity Imuet Keren ah gue suka


17 Februari pukul 21:57 Suka

Diah Dwi Hastuti Suka sifat shilla yang polos polos keoon kak wkwk lucu gitu hehe
17 Februari pukul 22:02 Suka

Dita A. M Keren abis kak, tp kurang panjang. hehe


Buruan di next ya kak..
17 Februari pukul 22:02 Suka

Nadia Azizah Gimana kalo ify tau Rio pnya penyakit dan brndal sklh?? smga ify gak
ninggalin rio klo udh kebongkar :') next kakk
17 Februari pukul 22:04 Suka

Dhetta U. Chairunnissa Ihirr, uhuk2 ahak2 (?) cihuyy muahh kak! Next gaboleh ngarett
17 Februari pukul 22:04 Suka

Ranita Salsabila Wah asik dipost beneran Gereget. AkU kurang puas. Ini pendek. Aku
mau lagi. Jangan ngaret ya kak huhu Nextnya besok dong kak pelis. Sekarang juga bolehdeh
Itu kan udah ada bocorannya. Biasanya kalau udah da bocoran udah jadi. Nah dari pada
garing basi mubazir mendingan dipost sebelum expayer. Keren gak usul aku? Post kak .-.
17 Februari pukul 22:04 Suka

Rhiens Shania Fitry Ahhhh gilaaaa gue nggak bisa berhenti ketawa2 sendiri sepanjang
baca part iniiii. Kak please lanjut sekarang jugaaa ayoooo...
17 Februari pukul 22:07 Suka

Rachmaa Yantii cepet di lanjut yaa keren pokoknya


17 Februari pukul 22:08 Suka

Moreel Saddhini surprise dari ify??? ntah kenapa aku nyium bau bau gak enak.
kejutannya bukan hal baik deh kayaknya:-D. sok tau
17 Februari pukul 22:18 Suka 2

Triannisaa Amalia Mustika Huaaaa enpih enpih kapan gue gt sama doi? *eh
17 Februari pukul 22:29 Suka

Ayu Aprillia Kanebo kering, haha .. gokil ka tulisan lo , dagelan .. next lg yah ...
17 Februari pukul 22:49 Suka

Fauziah Puspa nah ini nih. yg romntis2. tpi kurang eh. *plak. lnjut ah lnjut. kocak prh dah
17 Februari pukul 22:52 Suka

Rify Saufika Haling Rify so sweet,,,malah pengen kencan nih,,, hahaha


Next part y jangan lama2 ya kak,,
17 Februari pukul 23:04 Suka

Ageng Anggraini S Cihuyyyyyyyyyyy kerennnnnnn akhirx rify...

next next next


18 Februari pukul 3:40 Suka

Offa Alyssa Stevaditt next next ., keren mampus nih! eh gimna nasib lia gabriel??
18 Februari pukul 14:35 Suka

Acha Rifania Ramadlani next..next ka, keren abisssss penasaran ka kalau bisa sekarang
atau malem kak hehe
18 Februari pukul 14:43 Suka

Aisyah AdibaZation Kering ni gigi senyum mulu


Kemarin jam 0:46 Suka

Desty Intan Agusty Ini yg gue tunggu. Next part jangan lama lg ya. Hhehe like 1000
jempol deh
22 jam Suka

Mya Sumiyati TERBAIK


19 jam Suka

Hana Falah Fadhilah baru re-read lagi dari awal, duuh geregettt=D geli banget sama kata2
"dangdut" haha=)) next kak, jangan ngaret gabaik!
13 jam Suka

Nathania Sepliana gasabarr hur


11 jam Suka

Nathania Sepliana *jir


11 jam Suka

Mitha Rfm Latupeirisa sumpah kok jadi nangis sih gegara baca scene nya rify di ancol
so sweet parah
11 jam Suka

Tulis komentar...

Widya Putri

Senior high school in indonesia

Catatan oleh Widya Putri

Semua Catatan

Dapatkan Catatan melalui RSS

Laporkan
Orang Yang Mungkin Anda Kenal

Lihat Semua
Orang Yang Mungkin Anda Kenal

Dhy Npi

2 teman yang sama

Widi Yan Shah

161 teman yang sama

Resti Helvetia

123 teman yang sama

Admid Akbar

71 teman yang sama

Ayyu Dwithami (upaey)

115 teman yang sama

Ahmad Nusi

148 teman yang sama

Lovelica Camiss

17 teman yang sama

Anda mungkin juga menyukai