Anda di halaman 1dari 4

Nama : Asfandi

kelas : X D
BOLOS SEKOLAH
Adzan Maghrib pun berkumandang. Fikri segera melaksanakan sholat maghrib
berjamaah bersama Ibunya. Setelah melaksanaka sholat maghrib ia meminta doa kepada Allah
agar dia kelak saat dewasa nanti menjadi orang shaleh dan menjadi orang yang sukses. Dia juga
tidak lupa untuk mendoakan ayahnya yang telah meinggal saat Fikri masih kecil. Karena sejak
saat itu Ibunya Fikri menjadi tulang punggung dengan bekerja sebagai Karyawan swasta di
sebuah perusahaan ternama
Keesokan harinya, Fikri dan teman – temannya berjanji untuk bermain sepak bola di
lapangan depan perumahan mereka. “Ibu, Fikri izin bermain sepak bola dulu ya bu?.” Izin Fikri
kepada ibunya. “Iya, kamu boleh bermain sepak bola asalkan, sebelum maghrib sudah sampai di
rumah.” Jawab ibu kepada Fikri. “Iya, Fikri janji bu.” sahut Fikri kepada ibunya. Fikri pun
langsung pergi meninggalkan rumah dengan mengendarai sepedanya menyusuri jalan perumahan
yang basah karena hujan baru saja mengguyur tempat itu.

Saat tiba di lapangan ternyata teman-teman Fikri sudah menunggunya sejak tadi. ‘’Itu dia
si Fikri.” Kata Badu sambil menunjuk ke arah Fikri. “Oh, iya itu dia baru datang.” Kata Doni
sambil melihat ke arah Fikri. Fikri melihat teman-temannya dari kejauhan, Fikri berpikir pasti
teman-temannya tak sabar untuk bermain bola bersama dia. “Maaf, aku telat sudah membuat
kalian menunggu lama..” Kata Fikri minta maaf kepada temannya. “Iya Fik, tidak apa-apa
lagipula kita tidak buru-buru mau bermain sepak bola.” Sahut Badu kepada Fikri. “Iya, benar
kata Badu.” Sahut Doni. “ Jadi kan kita bermain sepak bola?” tanya Fikri kepada teman-
temannya. “Jadi, ayo kita bermain sepak bola!” seru Doni kepada teman-temannya. Permainan
pun berlansung dengan seru. Tiba-tiba Doni tidak sengaja menyenggol kaki kanan Fikri sehingga
dia terjatuh. “Kamu tidak apa – apa kan Fikri?” tanya doni sambil membantu Fikri untuk berdiri.
“Ng..Nggak apa-apa.” Jawab Fikri sambil menahan rasa sakit di kaki kanannya. “Sudah lebih
baik kita berhenti saja bermain bolanya.” Kata Badu kepada teman-temannya. “Fik, bagaimana
kalau aku mengantar kamu pulang?.” tanya Doni kepada Fikri. “Iya, boleh” jawab Fikri kepada
Doni. Akhirnya permainan mereka pun selesai. Fikri diantar pulang oleh Doni karena kaki kanan
Fikri yang tidak bisa mengendarai sepeda sedangkan Badu pulang sendiri ke rumahnya.

Sesampai tiba di depan rumah Fikri, dia langsung berterima kasih kepada Doni karena
Doni telah mengantarkan Fikri ke rumahnya. “Don, maaf sudah membuat kamu repot
mengantarkan aku ke rumah.” Permintaan maaf Fikri kepada Doni. “tidak apa – apa Fik lagipula
kan aku sudah membuat kaki kanan kamu terluka tadi saat bermain sepak bola seharusnya aku
yang minta maaf bukan kamu.” Jawab Doni kepada Fikri. “Iya aku sudah maafin kamu kok,
terima kasih Fik sudah antar aku ke rumah.” Sahut Fikri. “Iya, sudah ya Fik aku mau pulang ke
rumah dulu nanti dimarahi oleh Ibu kalau pulang setelah maghrib.” Pamitnya kepada Fikri. “Iya,
hati-hati di jalan. “ Sahutnya
Fikri pun masuk rumah sambil menahan rasa sakit pada kaki kanannya.
“Assalamualaikum bu, Fikri pulang.” Salamnya sambil membuka pintu rumah.
“Wallaikumsalam, akhirnya kamu pulang juga ibu sudah siapkan makanan buat makan malam.”
Jawab Ibu kepada Fikri. “I..iya bu.” Kata fikri sambil menahan rasa sakit pada kakinya. “Kaki
kamu kenapa Fik?” tanya Ibu kepada Fikri. “Iya bu ini tadi Doni tidak sengaja menyenggol kaki
Fikri sampai aku terjatuh.” Jawab Fikri kepada Ibunya. “Oh, ya sudah sana mandi setelah itu
obati luka yang ada pada kakimu.” Jawab Ibu kepada Fikri. “Baik bu.” Sahut Fikri kepada
ibunya.

Setelah Fikri melaksanakan Sholat maghrib ia pun langsung bergegas menuju ke ruang
makan dan menyantap makan malam itu. “ Fik, bagaimana masakan ibu enak tidak?.” Tanya ibu
kepada Fikri. “Alhamdulillah, enak bu.” jawabnya. “Oh iya Fik ibu punya hadiah buat kamu.”
Kata ibu. “Hadiah apa bu?” tanya Fikri kepada ibunya. Ibunya segera mengeluarkan sebungkus
kotak yang masih terbungkus dengan rapih. “Ini ibu membelikan kamu sebuah ponsel kebetulan
ibu dapet rejeki hari ini.” kata Ibu sambil memberikan ponsel kepada Fikri. “Terima kasih bu,
Fikri berjanji setelah dibelikan ponsel Fikri akan lebih giat lagi dalam belajar.” Sahutnya. “Bagus
Fikri Ibu suka kalau kamu akan lebih giat lagi setelah kamu diberikan ponsel baru

Keesokan harinya saat Fikri tiba di sekolah, Kelas sudah mulai rame tidak seperti
biasanya. Suasana kelas bercampur aduk ada yang sedang mengobrol dan ada pula yang sedang
bermain ponsel dengan asiknya. “Hai Fikri.” Panggil Rio kepada Fikri teman sebangkunya. Fikri
pun lansung duduk disebelah Rio. Bel masuk pun telah berbunyi dan pelajaran pun akan dimulai.
Pelajaran pertama yaitu kimia oleh Bapak Widi. Beliau pun masuk lalu menyuruh ketua kelas
untuk memimpin doa. Saat pelajaran dimulai Rio hanya fokus kepada ponselnya saja. “Rio,sstt
Rio udah berhenti main ponselnya.” tegur Fikri kepada Rio dengan nada pelan. “Kenapa?,
tanggung ini lagi seru mainnya.” Jawab Rio. “Nanti kamu kena marah sama pak guru.” Tegur
Fikri kepada Rio. Ternyata diam-diam Pak Widi memperhatikan mereka yang sedang berbisik-
bisik itu. “Fikri dan Rio apa yang sedang kalian bicarakan? Dari tadi kalian hanya berbicara
saja.” tegur Pak Widi kepada mereka berdua. “Nggh ini pak si Rio.. si Rio..” jawab Fikri dengan
rag-ragu. “Ada apa dengan Rio, Fikri?” potongnya. “Si Fikri dari tadi tidak memperhatikan
selama Bapak menjelaskan tadi.” jawab Fikri. “Apa benar Rio kamu tidak memperhatikan pada
saat Bapak menjelaskan di papan tulis tadi?” tanya Pak Widi kepada Rio. “I..iya pak.” jawab Rio
dengan terbata-terbata. Tanpa pikir panjang Pak Widi segera bergegas menuju tempat duduk
mereka berdua. “Coba keluarkan ponselmu.” Tegur Pak Widi kepada Rio dengan nada marah.
“B.. Baik ini pak.” sahutnya Rio sambil megeluarkan ponsel dan memberinya kepada Pak Widi.
“Pasti ponsel ini yang membuat kamu tidak memperhatikan Bapak tadi, benar bukan?” tanya Pak
Widi, “Iya pak.” jawabnya dengan lesu dan menahan malu. “Mulai hari ini Bapak akan
memegang sementara ponsel ini kalau kamu ingin ponsel ini kembali, temui Bapak bersama
orang tua kamu besok di ruang guru.” kata Pak Widi dengan tegas. Pak Widi pun langsung
melanjutkan pelajaran hingga bel istirahat berbunyi
Bel istirahat pun berbunyi, Pelajaran Pak Widi pun selesai. Semua siswa keluar kelas
untuk menuju ke kantin. Tapi tidak dengan Rio dia hanya tertunduk lesu dan lemas mungkin
karena ponsel dia disita oleh Pak Widi. “Kamu kenapa Rio dari tadi kok lemas?” tanya Fikri.
“Iya, aku malu kalau sampai besok orang tua aku harus menghadap Pak Widi apalagi
masalahnya tentang ponsel tadi.” jawab Rio dengan nada agak kesal. “Oh, soal tadi lagian kamu
kenapa tidak mau dengar nasihat aku tadi jadi ponsel kamu disita.” jawab Fikri kepada Rio.
“Tadi itu aku sedang keasikan kirim pesan sama teman lama aku.” jawab Rio. “Ya sudah kamu
bilang aja ke orang tua kamu tentang masalah ini secara baik-baik siapa tahu orang tua kamu bisa
mengerti maksud kamu tanpa harus marah-marah.” sahut Fikri. “Tidak tahu lah , aku pusing
mikirin soal masalah ini.” jawab Rio sambil meninggalkan Fikri. Bel masuk pun berbunyi,
selama pelajaran berlangsung tampak dari muka Rio yang murung karena memikirkan masalah
yang tadi bagaimana dia harus memberitahu masalah itu kepada orang tuanya karena kedua
orang tua Rio bekerja di luar negeri bahkan saat pengambilan hasil nilai semester lalu pun di
wakilkan oleh bibinya. Bel pulang pun berbunyi Fikri lansung bergegas pulang ke rumahnya.

Keesokan harinya, bel masuk pun sudah berbunyi tetapi Rio belum datang ke sekolah.
tidak ada yang tahu kabar Rio apakah dia sakit atau izin yang jelas Rio tidak datang ke sekolah
hari ini. Saat bel istirahat pun Pak Widi juga menanyakan kepada teman – teman di kelas
mengapa Rio tidak datang sekolah padahal hari ini dia mempunyai janji untuk membawa orang
tua Rio ke sekolah. Akhirnya Fikri memutuskan untuk ke rumah Rio seusai pulang sekolah
bersama Badu dan Doni.

Bel pulang pun telah berbunyi. Fikri,Badu dan Doni berniat untuk mengunjungi rumah
Rio. Saat tiba di rumah Rio, Fikri pun langsung menekan bel yang ada di depan pagar ruamah
Rio. “Assalamualaikum, Rio!” panggil Fikri dengan nada keras. “Wallaikumsalam, eh ada
Fikri,Badu dan Doni. Ayo, silakan masuk!” ajaknya Bibi kepada mereka. “Terima kasih bi, tidak
usah masuk takut ngerepotin bibi.” jawab Badu kepada Bibi. “Sebenarnya ke datangan kami
kesini untuk menanyakan mengapa Rio tidak masuk ke sekolah hari ini, memang mengapa Rio
tidak masuk ke sekolah hari ini?” tanya Doni kepada Bibi. “Lho, bukannya hari ini Rio datang ke
sekolah?” jawab Bibi dengan kaget. “Tidak bi, seharian ini Rio tidak datang ke sekolah padahal
Pak Widi menayakan kabar Rio.” jawab Fikri. “Tadi pagi Rio sudah izin kepada bibi sambil
mengenakan seragam sekolah.” jawab Bibi. “Tapi kami tidak melihat Rio, bi padahal Rio sudah
punya janji untuk menghadap Pak Widi bersama orang tua.” jawab Fikri. “Rio, juga tidak cerita
kepada bibi kalau hari ini dia dipanggil untuk menghadapa Pak Widi bersama orang tua,
memang ada apa dengan Rio?” tanya Bibi kepada mereka. “Begini bi, pada saat pelajaran Pak
Widi,
Rio tidak memperhatikan dia hanya asik dengan ponselnya sehinnga Rio ditegur dan
dimarahi oleh Pak Widi serta beliau menyita ponsel milik Rio karena itu ponsel milik akan di
kembalikan apabila orng tuanya telah menghadap Pak Widi.” Kata Fikri menjelaskan masalah
yang terjadi. “Oh jadi begitu, itu si Rio baru pulang.” jawab Bibi sambil menujuk ke arah Rio.
“Maaf bi, Rio tidak meberitahukan masalah ini kepada bibi.” kata Rio sambil tertunduk lesu.
“Iya tidak apa – apa lain kali kalau ada masalah seperti ini langsung bilang ke bibi.” Nasihat Bibi
kepada Rio. “Iya, benar kata Bibi, Rio.” sahut Badu. “Jadi besok kamu masuk ke sekolah kan?”
tanya Fikri. “Iya besok aku akan pergi ke sekolah” jawab Rio. “Bi, kami izin pamit pulang dulu.
Assalamualaikum.” pamitnya Doni kepada Bibi “Iya, wallaikumsalam hati-hati di jalan. Mereka
pun bertiga bergegas ke rumah masing – masing sedangkan Bibi tetap melaporkan masalah ini
kepada kedua orang tua Rio.

Esok paginya. Bibi Rio yang menghadap Pak Widi karena kedua orang tua Rio tidak bisa
datang ke sekolah karena mereka masih ada urusan pekerjaan di luar negeri. Pak Widi pun
mengembalikan ponsel milik Rio dengan syarat dia harus berjanji untuk tidak mengulangi
kesalahannya lagi dan Rio pun menerima janji itu.

Anda mungkin juga menyukai