Anda di halaman 1dari 3

Kasih Sayang Yang Tidak Ternilai Harganya

Oleh: Eirene Gratia Purba

Di sebuah gubuk yang kecil hiduplah seorang nenek dengan dengan


cucunya bernama Sofi. Setiap pagi Sofi selalu membantu nenek untuk berjualan
goreng pisang agar bisa menghidupi kehidupan sehari hari. Terkadang nenek
merasa sedih memikirkan Sofi karena Sofi seharusnya bersekolah seperti anak-
anak pada umumnya.

Pada suatu pagi ketika Sofi sedang membantu nenek berjualan pisang
goreng, nenek berkata kepada Sofi “Ndok, kamu besok siap-siap pergi ke
sekolah ya, nenek udah daftarin kamu ke SMA 8 yang ada di desa sebelah”.
Sofi yang sedang membereskan dagangan pun terdiam. Lalu ia pun menjawab
“Kalau misalnya Sofi sekolah, yang bakalan bantu nenek jualan pisang goreng
siapa? Sofi nda mau, Sofi pengennya temanin nenek jualan saja, Sofi nda mau
nenek jualan sendirian”. Setelah mendengar penolakan dari Sofi, nenek pun
menjawab “Nenek kan bisa jualan dari rumah, udah kamu nda usah pikirin
nenek. Pokoknya nenek mau kamu besok pergi ke sekolah”

Keesokan harinya Sofi pun pergi ke sekolah. Walaupun awalnya Sofi


tetap kekeuh ingin membantu nenek berjualan saja, namun nenek memaksanya
dan mengancam Sofi jika ia tidak ke sekolah nenek tidak akan mengajaknya
bicara dan itu membuat Sofi akhirnya menuruti apa kata nenek. Hari
pertamanya sekolah tidaklah buruk, memiliki teman baru yang sangat ramah,
guru guru yang baik membuat Sofi merasa nyaman di lingkungan sekolah
barunya ini. Selama bersekolah Sofi membantu nenek berjualan dengan
membawa jualannya tersebut ke sekolah dan menawarkannya kepada teman-
temannya. Setiap hari jualannya tersebut habis karena pisang goreng buatan
nenek ternyata disukai oleh teman-temannya.

Hari demi hari bulan demi bulan pun telah dilewati. Sofi yang berstatus
sebagai pelajar kelas 3 SMA pun sudah harus bersiap siap untuk tes tertulis
untuk masuk ke perguruan tinggi negri yang membuatnya terlalu fokus belajar
sehingga secara tidak sadar ia sudah mengabaikan nenek. Sofi yang dulu selalu
mengajak nenek makan bersama , memeluk nenek sebelum tidur, bercanda tawa
dengan nenek kini hanyalah sebuah kenangan. Sofi bahkan tidak pernah lagi
bertanya bagaimana keadaan nenek padahal sejak 1 minggu yang lalu nenek
divonis oleh dokter menderita suatu penyakit organ dalam. Namun nenek tidak
pernah memberitahu Sofi akan penyakitnya karena nenek tidak ingin Sofi
menjadi tidak fokus belajar. Nenek ingin Sofi menjadi orang yang berguna
walaupun kelak nenek sudah tidak berada di sisinya.

Inilah saatnya Sofi harus pergi ke Jogja untuk tes masuk perguruan tingi
tersebut. Semua biaya perjalanan nya untuk tes ke Jogja ditanggung oleh
sekolah. Pada saat Sofi ingin pergi, Sofi pergi ke kamar nenek dan mengetuk
pintu kamar nenek namun tidak ada jawaban dari nenek. Sofi pun berpikir
bahwa nenek masih tertidur sehingga Sofi pun meninggalkan pesan di sebuah
kertas yang isinya “Nek, Sofi pergi dulu ya nek. Sofi udah ngetuk pintu kamar
nenek tapi nenek ga jawab. Sofi mau pergi tes dulu ya nek, doain Sofi supaya
Sofi bisa masuk PTN yang Sofi inginkan biar Sofi bisa ngebahagiain nenek.
Sofi sayang nenek”. Selesai menulis pesan tersebut ia meletakkan kertas
tersebut di meja dengan harapan nenek akan membacanya dan tidak perlu kuatir
akan perginya Sofi.

Sudah 3 hari semenjak hari dimana tes tersebut dilaksanakan. Sekarang


adalah pengumuman tes tersebut. Pihak sekolah pun memberikan kertas yang
berisi hasil tes tersebut. Sofi sangat gusar kala ia ingin membuka hasil tersebut.
Sebelum ia membuka hasil tes tersebut, ia pun berdoa kepada Tuhan “Ya
Tuhan, kepadamulah Sofi serahkan hasil tes Sofi. Semoga aja Sofi bisa
ngebahagian nenek dengan hasil Sofi”. Setelah selesai berdoa iya pun membuka
hasil tes tersebut dan perlahan air mata pun keluar dari pelupuk matanya.
“SELAMAT ANDA LULUS”. Kata itupun membuat perasaan Sofi bergejolak.
Sesudah itu ia pun bergegas pergi ke kampung untuk memberitahukan hasil
yang membahagiakan ini kepada nenek.

Sesampainya di kampung Sofi terheran karena terdapat tenda di depan


rumahnya. Ia pun menanyai tetangganya “ibu, ini kenapa di depan rumah Sofi
ada tenda terus kenapa semua orang pada nangis ya bu?”. Lalu jawaban dari
tetangganya adalah jawaban yang paling Sofi tidak inginkan di hidupnya.
“Nenek sof, n-nenek kamu sudah tiada”. Perlahan bulir-bulir air mata pun
keluar dari mata Sofi. Awalnya Sofi sangat tidak percaya akan hal tersebut
namun setelah dijelaskan bahwa nenek memiliki penyakit organ dalam dan
nenek tidak memiliki uang untuk berobat, Sofi pun akhirnya menyesal pernah
menghiraukan nenek. Seharusnya saat itu Sofi bertanya keadaan nenek.
Seharusya saat itu Sofi bersama dengan nenek membantu nenek berjuang
melawan penyakit nenek bukannya malah terobsesi pada PTN tersebut.
Sofi pun menyesali segala perbuatannya yang menghiraukan nenek dulu.
Ia akan sangat merindukan kasih sayang nenek yang dulu sangat berarti
baginya. Apapun yang ia dapatkan sekarang tidak ada artinya dibandingkan
kasih sayang nenek kepadanya selama ini. Sofi pun berjanji pada dirinya bahwa
ia tidak akan pernah menghiraukan kasih sayang seorangpun kepadanya karna
kehilangan nenek adalah satu satunya tamparan bagi kehidupannya.

Anda mungkin juga menyukai