Pada suatu pagi ketika Sofi sedang membantu nenek berjualan pisang
goreng, nenek berkata kepada Sofi “Ndok, kamu besok siap-siap pergi ke
sekolah ya, nenek udah daftarin kamu ke SMA 8 yang ada di desa sebelah”.
Sofi yang sedang membereskan dagangan pun terdiam. Lalu ia pun menjawab
“Kalau misalnya Sofi sekolah, yang bakalan bantu nenek jualan pisang goreng
siapa? Sofi nda mau, Sofi pengennya temanin nenek jualan saja, Sofi nda mau
nenek jualan sendirian”. Setelah mendengar penolakan dari Sofi, nenek pun
menjawab “Nenek kan bisa jualan dari rumah, udah kamu nda usah pikirin
nenek. Pokoknya nenek mau kamu besok pergi ke sekolah”
Hari demi hari bulan demi bulan pun telah dilewati. Sofi yang berstatus
sebagai pelajar kelas 3 SMA pun sudah harus bersiap siap untuk tes tertulis
untuk masuk ke perguruan tinggi negri yang membuatnya terlalu fokus belajar
sehingga secara tidak sadar ia sudah mengabaikan nenek. Sofi yang dulu selalu
mengajak nenek makan bersama , memeluk nenek sebelum tidur, bercanda tawa
dengan nenek kini hanyalah sebuah kenangan. Sofi bahkan tidak pernah lagi
bertanya bagaimana keadaan nenek padahal sejak 1 minggu yang lalu nenek
divonis oleh dokter menderita suatu penyakit organ dalam. Namun nenek tidak
pernah memberitahu Sofi akan penyakitnya karena nenek tidak ingin Sofi
menjadi tidak fokus belajar. Nenek ingin Sofi menjadi orang yang berguna
walaupun kelak nenek sudah tidak berada di sisinya.
Inilah saatnya Sofi harus pergi ke Jogja untuk tes masuk perguruan tingi
tersebut. Semua biaya perjalanan nya untuk tes ke Jogja ditanggung oleh
sekolah. Pada saat Sofi ingin pergi, Sofi pergi ke kamar nenek dan mengetuk
pintu kamar nenek namun tidak ada jawaban dari nenek. Sofi pun berpikir
bahwa nenek masih tertidur sehingga Sofi pun meninggalkan pesan di sebuah
kertas yang isinya “Nek, Sofi pergi dulu ya nek. Sofi udah ngetuk pintu kamar
nenek tapi nenek ga jawab. Sofi mau pergi tes dulu ya nek, doain Sofi supaya
Sofi bisa masuk PTN yang Sofi inginkan biar Sofi bisa ngebahagiain nenek.
Sofi sayang nenek”. Selesai menulis pesan tersebut ia meletakkan kertas
tersebut di meja dengan harapan nenek akan membacanya dan tidak perlu kuatir
akan perginya Sofi.