PENDAHULUAN
Mumps atau yang lebih dikenal dengan parotitis ialah penyakit virus akut
yang disebabkan oleh paramyxovirus dan biasanya menyerang kelenjar ludah
terutama kelenjar parotis. Gejala khas yang biasa terjadi yaitu pembesaran kelenjar
ludah terutama kelenjar parotis.
Agen penyebab parotitis adalah anggota dari group paramyxovirus, yang juga
termasuk didalamnya virus parainfluenza, measles, dan virus newcastle disease.
Ukuran dari partikel paramyxovirus sebesar 90 300 m. Virus ini mempunyai dua
komponen yang sanggup memfiksasi, yaitu : antigen S atau yang dapat larut (soluble)
yang berasal dari nukleokapsid dan antigen V yang berasal dari hemaglutinin
permukaan. Virus ini aktif dalam lingkungan yang kering tapi virus ini hanya dapat
bertahan selama 4 hari pada suhu ruangan.1,2
Pada anak yang lebih besar akan mengeluh pembengkakan dan nyeri rahang
pada stadium awal penyakit. Dalam beberapa hari, kelenjar parotis dapat terlihat dan
membesar dengan cepat dalam 1-3 hari. Demam akan turun 1-6 hari, dimana suhu
turun mendahului hilangnya pembengkakan kelenjar.
Penatalaksanaan untuk parotitis epidemika yaitu secara konservatif. Penyakit
ini merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri. Terapi konservatif yang perlu
berupa hidrasi yang adekuat, dan nutrisi yang cukup untuk membantu penyembuhan.
Pemberian parasetamol digunakan sebagai penghilang rasa nyeri karena
pembengkakan kelanjar.
Prognosis secara umum pada parotitis epidemika adalah baik, kecuali pada
keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya ketulian, sterilitas karena atrofi testis
dan sekuele karena meningoensefalitis
1
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Dokter jaga : dr. Alwi Hamzah
Dokter ruangan : dr. Christina Kolondam, Sp.A
Dokter muda : Wy. Sinta Dewi Adityaning
2
Tanggal (umur) sebab - masih hidup
1 Laki-laki 14 Tahun Hidup
2 Laki-laki 10 tahun penderita
FAMILY TREE
Ayah Ibu
= Laki- laki
= Perempuan
Anak Penderita
B. ANAMNESIS
KELUHAN UTAMA : Bengkak pada kedua sisi leher
( dilanjutkan dengan anamnesis pelengkap ) :
3
yang lalu, panas dirasakan terus menerus. Selain itu pasien juga mengatakan timbul
bintik-bintik kemerahan yang terasa gatal dan panas di bagian perut dan badan pasien,
sejak 2 hari yang lalu. Demam yang dialami munculnya bersamaan dengan bengkak
pada leher. Pasien juga muntah 3 kali, isi muntahan air dan sisa makanan. Sakit
kepala (-), Batuk dan beringus (-). Nafsu makan menurun selama sakit. Sakit perut
(-). BAB dan BAK biasa. Riwayat kontak dengan orang yang memiliki keluhan yang
sama tidak diketahui.
b. Riwayat Persalinan :
1) Anak lahir normal, dengan usia lahir cukup bulan, BB lahir 3.800 gr
2) Saat lahir anak langsung menangis, sianosis dan ikterik saat lahir tidak
ada
4
d. Merangkak : 9 bulan
e. Berdiri : 1 tahun 2 bulan
f. Berjalan : 1 tahun 5 bulan
g. Tertawa : 8 bulan
h. Berceloteh : 1 tahun
i. Memanggil papa : 1 tahun
Anak diberikan ASI pada usia 0-1 tahun dan usia 1 tahun- 2 tahun pasien
diberi air gula dan bubur tim karena pasien tidak suka minum susu dan pada saat itu
ASI ibunya sudah tidak ada. Sekarang pasien makan makanan dirumah dan kadang-
kadang juga jajan disekolah.
5. IMUNISASI :
7. ANAMNESIS KELUARGA:
a. Ikhtisar keturunan :
5
Pasien merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara dimana kedua kakek dan
nenek serta kedua orangtua tidak pernah mengalami keluhan yang sama
dengan pasien.
b. Riwayat Keluarga :
Dikluargan pasien tidak ada yang mengalami keluhan yang sama.
Anak tinggal di jalan gunung loli no. 37e, kbiasaan sehari-hari anak sering
bermain bersama dengan teman-teman sebayanya. Status sosial ekonominya termasuk
dalam kategori menengah. Pasien tinggal dilingkungan pada penduduk, ventilasi
cukup baik.
6
Pigmentasi : hiperpigmentasi Oedema: (-)
Jaringan parut : -
Lapisan lemak : -
Lain-lain :-
C. Kepala :
1. Bentuk : Normocephale
2. Ubun-ubun besar : Tertutup
3. Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
4. Mata
Exophtalmus / Enophtalmus : (-/-)
Tekanan bola mata : Normal (N) Lensa : Jernih
Konjungtiva : Anemia -/- Fundus: tidak dilakukan
Sklera : Ikterik -/- Visus : tidak dilakukan
Refleks Kornea : tidak dilakukan
Pupil : Isokor, RCL (+/+) RCTL (+/+)
5. Telinga : Othore (-)
6. Hidung : Rhinore (-)
7. Mulut :
Bibir : Kering (-) kebiruan (-) Selaput mulut : Stomatitis (-)
Lidah : Kotor (-) Gusi : Perdarahan (-)
Gigi : Normal Bau napas : (-)
7
Lain-lain :- Retraksi : -
F. Paru-paru
a. Inspeksi : Simetris bilateral, retraksi (-) suprasternal, massa (-), jejas (-)
b. Palpasi : Vokal fremitus dextra sama dengan sinistra, massa (-),
c. Perkusi : Sonor (+) dikedua lapang paru,
d. Auskultasi : Bunyi vesikular (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (+/+)
G. Jantung
a. Detik Jantung : 112x/menit
b. Iktus : tidak tampak dan Ictus cordis teraba di SIC V linea
midclavicular
c. Batas kiri jantung : SIC V linea midclavicularis sinistra
d. Batas kanan jantung : SIC V linea parasternal dextra
e. Batas atas jantung : SIC II parasternal dextra
f. Bunyi jantung apex : Bunyi jantung S1/S2 murni regular (+), bising
jantung (+)
g. Bunyi jantung apex aorta: Bunyi jantung S1/S2 murni regular (+), bising
jantung (+)
h. Bunyi jantung pulmonum: Bunyi jantung S1/S2 murni regular (+), bising
jantung (+)
H. Abdomen
a. Inspeksi : Datar (+) cembung (-) cekung (-)
b. Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal, bising usus (-)
c. Perkusi : Tympani seluruh region abdomesn (+), shifting dullness (-)
d. Palpasi : Nyeri tekan regio abdomen (-) turgor < 2detik
Penonjolan/massa (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium ( 13 Februari 2017)
Jenis Nilai
8
WBC 6,0 x 103 /mm3
RBC 4,68 x 106 /mm3
HGB 13 g/dl
HCT 39,5 %
PLT 301 x 103 /mm3
RESUME :
9
Diagnosis Kerja : Parotitis dan Overweight
Pengobatan :
Medikamentosa:
- IVFD RL + neurosanbe 1 Amp/20 tpm
- PCT 3 x 1 tab
- Interhistin 2 x 1 tab
- Imunoplus syr 1 x 1 cth
Non Medikamentosa:
- Istirahat yang cukup
FOLLOW UP
10
P:
Non-Medikamentosa
- Istirahat lebih banyak
Medikamentosa
- IVFD KAEB 3B 28 tpm
- PCT 3 x 1 tab
- Interhistin 2 x 1 tab
- Imunoplus syr 1 x 1 cth
11
A : Parotitis dan Overweight
P:
Non-Medikamentosa
- Istirahat lebih banyak
Medikamentosa
- PCT 3 x 1 tab
- Interhistin 2 x 1 tab
- Imunoplus syr 1 x 1 cth
- Zink 20 mg 1 x 1
PASIEN BOLEH PULANG
BAB III
DISKUSI
Pada kasus ini An. P, usia 10 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan
panas sejak 2 hari yang lalu, panas dirasakan terus menerus. Selain itu pasien juga
mengeluh bengkak bengkak yang berwarna kemerahan pada leher sisi kanan dan kiri
yang dialami sejak 2 hari yang lalu sakit saat menelan, buka mulut maupun saat
berkunyah, nyeri tekan (+). Awalnya bengkak muncul pada sisi kanan dan kiri leher
12
dengan ukuran yang kecil, keesokan harinya bengkak kemudian bertambah besar.
Selain itu pasien juga mengatakan timbul bintik-bintik kemerahan yang terasa gatal
dan panas di bagian perut dan badan pasien, sejak 2 hari yang lalu. Demam yang
dialami munculnya bersamaan dengan bengkak pada leher. Pasien juga muntah 3 kali,
isi muntahan air dan sisa makanan. Nafsu makan menurun selama sakit.
Glandula parotidea dapat terinfeksi melalui aliran darah, seperti pada kasus
mumps atau gondong. Infeksi glandula parotidea menyebabkan peradangan atau
parotitis dan pembengkakan glandula parotidea. Terjadi rasa sakit yang hebat karena
selubung parotis membatasi pembengkakan.1,2
Penyakit ini dapat ditemukan di seluruh dunia dan menyerang kedua jenis
kelamin secara seimbang terutama menyerang anak berumur 5-10 tahun. Delapan
puluh lima persen ditemukan pada anak-anak berumur di bawah 15 tahun. Setelah
ditemukan vaksin untuk parotitis, penyakit ini semakin tahun semakin menurun.
Kematian karena parotitis epidemika sangat jarang. Di daerah dengan empat musim,
parotitis epidemika terutama terjadi pada musim dingin dan semi tetapi penyakit ini
tetap dapat ditemukan disepanjang tahun.1,2
13
sebelum onset penyakit dan 9 hari sesuah munculnya pembengkakan pada kelenjar
ludah. Penularan terjadi 24 jam sebelum pembengkakan kelenjar ludah dan 3 hari
setelah pembengkakan menghilang.1,2,3,4
Virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung atau mulut. Virus bereplikasi
pada mukosa saluran napas atas kemudian menyebar ke kelenjar limfe lokal dan
diikuti viremia umum setelah 12-25 hari yang berlangsung 3-5 hari. Selanjutnya
lokasi yang dituju virus adalah kelenjar parotidea, ovarium, pankreas, tiroid, ginjal,
jantung atau otak. Virus masuk ke sistem saraf pusat melalui plexus koroideus lewat
infeksi pada sel mononuklear. Virus bermultiplikasi pada koroid dan sel ependim
pada permukaan epitel dan sel ini mengalami deskuamasi ke cairan serebrospinal dan
menyebabkan meningitis. Pada ensefalitis selain terjadi dedmielinisasi periventrikuler
juga terjadi infiltrasi perivaskuler oleh sel mononuklear dan proliferasi dari mikrogial
rod-cel.1,3,4, 6
Analisa pada kasus ini didapatkan bengkak pada kelenjar parotis warna
kemerahan sejak 2 hari disertai demam, pasien juga mengeluh sakit menelan dan
buka mulut. Ini sesuai dengan teori yang merupakan stadium awal penyakit. Selain
itu demam sudah mulai menghilang pada hari ke 4 ini sesuai dngan teori dimana
demam akan turun 1-6 hari, dimana suhu turun mendahului hilangnya pembengkakan
kelenjar. Pembengkakan kelenjar menghilang dalam 3-7 hari.
14
Pada teori manifestasi klinis yang dapat dilihat yaitu adanya gejala klasik
yang timbul dalam 24 jam pertama. Anak mengeluhkan sakit telinga dan diperberat
jika mengunyah makanan. Pada anak yang lebih besar akan mengeluh pembengkakan
dan nyeri rahang pada stadium awal penyakit. Dalam beberapa hari, kelenjar parotis
dapat terlihat dan membesar dengan cepat dalam 1-3 hari dan membuat aurikula akan
terangkat dan terdorong ke lateral. 1,2,3,4
Pada anak yang lebih besar akan mengeluh pembengkakan dan nyeri rahang
pada stadium awal penyakit. Dalam beberapa hari, kelenjar parotis dapat terlihat dan
membesar dengan cepat dalam 1-3 hari. Demam akan turun 1-6 hari, dimana suhu
turun mendahului hilangnya pembengkakan kelenjar. Pembengkakan kelenjar
menghilang dalam 3-7 hari. Gejala klinis tersebut merupakan gambaran klasik
parotitis epidemika. Tetapi gejala yang timbul sebenarnya sangat bervariasi.
Selama pembesaran kelenjar, rasa nyeri dan nyeri tekan sangatlah hebat.
Daerah yang mengalami pembengkakan terasa lunak dan nyeri, serta kulit kemerahan
disekitarnya.
15
Bersamaan dengan pembengkakan kelenjar dapat terjadi edema laring dan
palatum mole sehingga mendorong tonsil ke tengah. Kadang ditemukan edema di atas
manubrium sterni disebabkan adanya bendungan aliran limfe. Demam akan turun 1-6
hari, dimana suhu turun mendahului hilangnya pembengkakan kelenjar.
Pembengkakan kelenjar menghilang dalam 3-7 hari. Gejala klinis tersebut
merupakan gambaran klasik parotitis epidemika. Tetapi gejala yang timbul
sebenarnya sangat bervariasi.6, 8
Pada kasus ini, pasien mengatakan tidak mengetahui jika pernah kontak
dengan penderita yang memiliki gejala yang sama sebelumnya.
16
5. Peningkatan amilase serum yang meninggi pada minggu pertama dan
menurun pada minggu kedua dan ketiga
6. Deteksi virus dengan reverse transcription-PCR yang didapat dari hapusan
nasofaring atau dari cairan serebrospinal pernah dilaporkan. RT-PCR lebih
sensitif daripada ELISA untuk menentukan adanya infeksi parotitis
epidemika.
- Domperidone syr 3x1 cth (bila perlu) karena pasien mengalami muntah
- Paracetamol syrup 3 x 2 cth (bila perlu) karena pasien mengalami demam
- Interhistin 2 x 1 tab karena pada pasien ini mengalami gatal-gatal dan
kemerahan pada perut dan punggung.
17
- Imunoplus syr 1 x 1 cth sebagai multivitamin untuk menambah nafsu makan
agar meningkatkan daya taha tubuh pasien.
18
dengan cepat dan dapat mencapai 4 kali ukuran normal. Testis yang terserang
terasa nyeri, membengkak, kulit sekitar edema serta berwarna merah. Lama
penyakit dapat berlangsung sampai 4 hari dan dapat terjadi atrofi terutama
pada orkitis bilateral. Hal yang sangat mengkhawatirkan adalah terjadinya
impotensi, diikuti sterilitas, tetapi sekuel ini sangat jarang dijumpai. 1,2,3,4, 7
Prognosis secara umum pada parotitis epidemika adalah baik, kecuali pada keadaan
tertentu yang menyebabkan terjadinya ketulian, sterilitas karena atrofi testis dan
sekuele karena meningoensefalitis.1,2,3,4
Pada kasus dari pemeriksaan fisik setelah dihitung status gizi anak
berdasarkan kurva CDC didapatkan 118% (overweight), dimana overweight adalah
salah satu factor ressiko terjadinya obesitas pada anak.
Obesitas terjadi karena ketidak-seimbangan antara asupan energy
dengankeluaran energy (energy expenditures), sehingga terjadi kelebihan energy yang
selanjutnya disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Kelebihan energi tersebut dapat
disebabkan oleh asupan energy yang tinggi atau keluaran energy yang rendah.
Asupan Energy tinggi disebabkan oleh konsumsi makanan yang berlebihan,
sedangkan keluaran energi rendah disebabkan oleh rendahnya metabolism tubuh,
aktivitas fisis, dan efek termogenesis makanan yang ditentukan oleh komposisi
19
makanan. Lemak Memberikan efek termogenesislebih rendah (3%). Dari total
energy yang dihasilkan lemak) dibandingkan karbohidrat (6-7% Dari total energy
yang dihasilkan karbohidrat) dan protein (25%).Dari total energy yang dihasilkan
protein).
Tata laksana komprehensif obesitas mencakup penanganan obesitas dan
dampak yang terjadi. Tujuan utama tata laksana obesitas adalah perbaikan kesehatan
fisik jangka panjang melalui kebiasaan hidup yang sehat secara permanen. Untuk
mencapai tujuan tersebut, terdapat 4 tahap tata laksana dengan intensitas yang
meningkat. Prinsip tata laksana obesitas adalah mengurangi asupan energi serta
meningkatkan keluaran energi. 9, 10
20
Mengkonsumsi makanan bergizi setiap hari.
Libatkan seluruh anggota keluarga dalam perubahan gaya hidup.
Biarkan anak untuk mengatur sendiri makanannnya dan hindari terlalu
mengekang perilaku makan anak, terutama pada anak usia < 12 tahun.
Bantu keluarga mengatur perilaku sesuai kultur masing-masing. 9, 10
21
Partisipasi orang tua dalam teknik modifikasi perilaku dibutuhkan oleh
anak < 12 tahun.
Orang tua harus dilatih untuk memperbaiki lingkungan rumahnya.
Evaluasi sistemik, meliputi pengukuran tubuh, diet, aktivitas fisik
harus dilakukan pada awal program dan dipantau pada interval
tertentu.
Tim multidispliner yang berpengalaman dalam hal obesitas anak saling
bekerja sama, meliputi pekerja sosial, psikologi, perawat terlatih,
dietisien, pelatih fisik, ahli gizi, dokter spesialis anak dengan berbagai
subspesialisasi seperti nutrisi, endokrin, pulmonologi, kardiologi,
hepatologi, dan tumbuh kembang.
Kunjungan ke dokter yang regular harus dijadwalkan, tiap minggu
selama 8-12 minggu paling efektif.
Kunjungan secara berkelompok lebih efektif dalam hal biaya dan
manfaat terapeutik. 9, 10
22
Diet sangat rendah kalori, yaitu pada tahap awal dilakukan pembatasan
kalori secara ekstrim lalu dilanjutkan dengan pembatasan kalori secara
moderat.
Bedah mengingat semakin meningkatnya jumlah remaja dengan obesitas berat yang
tidak berespons terhadap intervensi perilaku, terdapat beberapa pilihan terapi bedah,
baik gastric bypass atau gastric banding. Tata laksana ini hanya dilakukan dengan
indikasi yang ketat karena terdapat risiko perioperatif, pasca prosedur, dan perlunya
komitmen pasien seumur hidup. Kriteria seleksi meliputi BMI 50 kg/m 2, maturitas
fisik (remaja perempuan berusia 13 tahun dan anak remaja laki-laki berusia 15
tahun, maturitas emosional dan kognitif, dan sudah berusaha menurunkan berat badan
selama 6 bulan melalui program modifikasi perilaku). Hingga kini belum ada bukti
ilmiah yang menyatakan keamanan terapi intensif ini jika diterapkan pada anak.9, 10
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Soedarmo, SSP. et al. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. IDAI. 2010 : 134-
140
2. Erwanto, BM. Gondokan (Mumps). 2010 : 24-6
3. Templer, J. et al. Parotitis. Medscape. 2014 : 1-20
4. Pudjiadi, MTS. Orkitis pada infeksi parotitis epidemika. 2009; 11(1) : 47-51
5. Widagdo. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Infeksi pada Anak, Sagung Seto,
Jakarta. 2011
6. Ikatan Dokter Anak Indonesia.Buku Ajar Infeksi Dan Pediatrik Tropis. Edisi 1.
Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta, 2010
7. Pudjiadi M.T.S dan Hadinegoro S.R.S., Orkitis pada Infeksi Parotitis Epidemika:
Laporan Kasus, Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, RS Dr. Cipto Mangunkusumo,Jakarta, 2009
8. Germaine LD. Mumps. 2012. Medscape. Available from: URL;
http://www.reference.medscape.com/article/966678/overview
9. Skelton, Joseph A., Colin D. Rudolph. Overweight and Obesity. Dalam:
Kliegman et al., Nelson Textbook of Pediatric 18th Edition. Elsevier.
Philadelphia: 2007: Chapter 44.
10. Daniels, S.R. Complications of Obesity in Children and Adolescence.
International Journal of Obesity. 2009.
24