Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Mumps atau yang lebih dikenal dengan parotitis ialah penyakit virus akut
yang disebabkan oleh paramyxovirus dan biasanya menyerang kelenjar ludah
terutama kelenjar parotis. Gejala khas yang biasa terjadi yaitu pembesaran kelenjar
ludah terutama kelenjar parotis.

Agen penyebab parotitis adalah anggota dari group paramyxovirus, yang juga
termasuk didalamnya virus parainfluenza, measles, dan virus newcastle disease.
Ukuran dari partikel paramyxovirus sebesar 90 300 m. Virus ini mempunyai dua
komponen yang sanggup memfiksasi, yaitu : antigen S atau yang dapat larut (soluble)
yang berasal dari nukleokapsid dan antigen V yang berasal dari hemaglutinin
permukaan. Virus ini aktif dalam lingkungan yang kering tapi virus ini hanya dapat
bertahan selama 4 hari pada suhu ruangan.1,2

Pada anak yang lebih besar akan mengeluh pembengkakan dan nyeri rahang
pada stadium awal penyakit. Dalam beberapa hari, kelenjar parotis dapat terlihat dan
membesar dengan cepat dalam 1-3 hari. Demam akan turun 1-6 hari, dimana suhu
turun mendahului hilangnya pembengkakan kelenjar.
Penatalaksanaan untuk parotitis epidemika yaitu secara konservatif. Penyakit
ini merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri. Terapi konservatif yang perlu
berupa hidrasi yang adekuat, dan nutrisi yang cukup untuk membantu penyembuhan.
Pemberian parasetamol digunakan sebagai penghilang rasa nyeri karena
pembengkakan kelanjar.
Prognosis secara umum pada parotitis epidemika adalah baik, kecuali pada
keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya ketulian, sterilitas karena atrofi testis
dan sekuele karena meningoensefalitis

1
BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Dokter jaga : dr. Alwi Hamzah
Dokter ruangan : dr. Christina Kolondam, Sp.A
Dokter muda : Wy. Sinta Dewi Adityaning

Nama : An. P Laki-laki Lahir pada tanggal/umur : 27 januari 2017



(10 Tahun)

Kebangsaan : Indonesia Agama : Islam Berat waktu lahir : 3.800 gr


Suku bangsa : Salakan
Nama ibu : Ny. Feronika Umur : 48 tahun
Nama ayah : Tn. Mardi Umur : 45 tahun Partus : Normal oleh : Dokter
Alamat : jl. Gunung loli Pekerjaan ayah : PNS
No. Telp :- Pendidikan ayah : S1
Pekerjaan ibu : Swasta
Pendidikan ibu : SMA
Dikirim oleh : IGD Anutapura
Tanggal : 13 Februari 2017 Jam : 09.58
Masuk ke ruangan : Amc lt 4
Keluar tanggal : 17 Februari 2017
Meninggal tanggal :-
Jumlah hari perawatan : 5 hari

DIAGNOSIS : Parotitis dan Overweight


ANAMNESIS (diberikan oleh) : Ibu pasien
Anak ke 2 dari 2 bersaudara Anak : kandung anak angkat sejak -
Tanggal lahir 27 januari 2017 meninggal : - keterangan jika : -

2
Tanggal (umur) sebab - masih hidup
1 Laki-laki 14 Tahun Hidup
2 Laki-laki 10 tahun penderita

Abortus : Kehamilan nomor : G2P2A0

FAMILY TREE

Ayah Ibu

= Laki- laki
= Perempuan
Anak Penderita

B. ANAMNESIS
KELUHAN UTAMA : Bengkak pada kedua sisi leher
( dilanjutkan dengan anamnesis pelengkap ) :

Pasien datang ke RS Anutapura dengan keluhan bengkak yang berwarna


kemerahan pada leher sisi kanan dan kiri yang dialami sejak 2 hari yang lalu sakit
saat menelan, buka mulut maupun saat berkunyah, nyeri tekan (+). Awalnya bengkak
muncul pada sisi kanan dan kiri leher dengan ukuran yang kecil, keesokan harinya
bengkak kemudian bertambah besar. Selain itu pasien mengeluh panas sejak 2 hari

3
yang lalu, panas dirasakan terus menerus. Selain itu pasien juga mengatakan timbul
bintik-bintik kemerahan yang terasa gatal dan panas di bagian perut dan badan pasien,
sejak 2 hari yang lalu. Demam yang dialami munculnya bersamaan dengan bengkak
pada leher. Pasien juga muntah 3 kali, isi muntahan air dan sisa makanan. Sakit
kepala (-), Batuk dan beringus (-). Nafsu makan menurun selama sakit. Sakit perut
(-). BAB dan BAK biasa. Riwayat kontak dengan orang yang memiliki keluhan yang
sama tidak diketahui.

1. ANAMNESIS ANTE NATAL.


a. Riwayat Kehamilan :
1) Riwayat ANC 2 kali
2) Riwayat hipertensi dan sakit saat kehamilan tidak ada

b. Riwayat Persalinan :
1) Anak lahir normal, dengan usia lahir cukup bulan, BB lahir 3.800 gr
2) Saat lahir anak langsung menangis, sianosis dan ikterik saat lahir tidak
ada

2. PENYAKIT YANG SUDAH PERNAH DI ALAMI (tanggal dan riwayat) :


a. Morbili : tidak pernah
b. Varicella : tidak pernah
c. Pertusis : tidak pernah
d. Diare : (+) pada bulan desember 2016
e. Cacing : (-)
f. Batuk / pilek : (+) jarang
g. Lain lain : (-)

3. KEPANDAIAN / KEMAJUAN BAYI :


a. Membalik : 3 bulan
b. Tengkurap : 4 bulan
c. Duduk : 6 bulan

4
d. Merangkak : 9 bulan
e. Berdiri : 1 tahun 2 bulan
f. Berjalan : 1 tahun 5 bulan
g. Tertawa : 8 bulan
h. Berceloteh : 1 tahun
i. Memanggil papa : 1 tahun

4. ANAMNESIS MAKANAN TERPERINCI SEJAK BAYI SAMPAI


SEKARANG :

Anak diberikan ASI pada usia 0-1 tahun dan usia 1 tahun- 2 tahun pasien
diberi air gula dan bubur tim karena pasien tidak suka minum susu dan pada saat itu
ASI ibunya sudah tidak ada. Sekarang pasien makan makanan dirumah dan kadang-
kadang juga jajan disekolah.

5. IMUNISASI :

a. BCG : 1 kali pemberian (1 bulan)


b. POLIO : 4 kali pemberian (lahir - 2 bulan 4 bulan - 6 bulan)
c. DTP : 3 kali pemberian (2 bulan - 4 bulan 6 bulan)
d. HEPATITIS B : 3 kali pemberian (lahir - 1 bulan 6 bulan)
e. CAMPAK : 1 kali pemberian (9 bulan)
Imunisasi dasar pada pasien ini lengkap.
f. MMR : belum pernah di imunisasi

6. IKHTISAR PENYAKIT MENURUT STATUS IGD :


a. Panas (+) 2 hari
b. Bintik-bintik kemerahan dan gatal pada bagian perut dan punggung
c. Bengkak dileher 2 hari disertai nyeri tekan.

7. ANAMNESIS KELUARGA:
a. Ikhtisar keturunan :

5
Pasien merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara dimana kedua kakek dan
nenek serta kedua orangtua tidak pernah mengalami keluhan yang sama
dengan pasien.
b. Riwayat Keluarga :
Dikluargan pasien tidak ada yang mengalami keluhan yang sama.

c. Keadaan Sosial, Ekonomi kebiasaan dan lingkungan :

Anak tinggal di jalan gunung loli no. 37e, kbiasaan sehari-hari anak sering
bermain bersama dengan teman-teman sebayanya. Status sosial ekonominya termasuk
dalam kategori menengah. Pasien tinggal dilingkungan pada penduduk, ventilasi
cukup baik.

8. IKHTISAR PERJALANAN PENYAKIT :


Hal ini baru pertama kali di alami pasien.

1. PEMERIKSAAN PERTAMA (Tanggal : 13 Februari 2017)


Umur : 10 Tahun Berat Badan : 44 kg Panjang Badan : 145 cm
A. Keadaan Umum : Sakit sedang
Gizi : Overweight (CDC : 118 %)
Suhu : 37,2oC
Sianosis : (-)
Keadaan Mental : baik
Anemia : (-/-)
Ikterus : (-/-)
Respirasi : 20 kali / menit Kejang : (-)
Nadi : 100 kali / menit reguler Type : (-)
Tensi : 100 / 70 Lamanya : (-)

B. Kulit : Warna : Sawo matang Turgor : Baik


Efloresensi : Makular Tonus: Baik

6
Pigmentasi : hiperpigmentasi Oedema: (-)
Jaringan parut : -
Lapisan lemak : -
Lain-lain :-

C. Kepala :
1. Bentuk : Normocephale
2. Ubun-ubun besar : Tertutup
3. Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
4. Mata
Exophtalmus / Enophtalmus : (-/-)
Tekanan bola mata : Normal (N) Lensa : Jernih
Konjungtiva : Anemia -/- Fundus: tidak dilakukan
Sklera : Ikterik -/- Visus : tidak dilakukan
Refleks Kornea : tidak dilakukan
Pupil : Isokor, RCL (+/+) RCTL (+/+)
5. Telinga : Othore (-)
6. Hidung : Rhinore (-)
7. Mulut :
Bibir : Kering (-) kebiruan (-) Selaput mulut : Stomatitis (-)
Lidah : Kotor (-) Gusi : Perdarahan (-)
Gigi : Normal Bau napas : (-)

8. Tenggorokan : hyperemia (-) Tonsil : T1 /T1 hiperemis (-)


Pharynx: hyperemia (-)

D. Leher : Trachea : Letak ditengah


Kelenjar : Pembesaran parotis (+/+)
Kaku kuduk : tidak ada
Lain-lain : pembesaran Tiroid (-)

E. Thorax : Bentuk : Simetris bilateral


Rachitis rosary : - xiphosternum : -
Ruang intercostals : - Harrions groove: -
Precordial bulging: - pernafasan paradoxal : -

7
Lain-lain :- Retraksi : -
F. Paru-paru
a. Inspeksi : Simetris bilateral, retraksi (-) suprasternal, massa (-), jejas (-)
b. Palpasi : Vokal fremitus dextra sama dengan sinistra, massa (-),
c. Perkusi : Sonor (+) dikedua lapang paru,
d. Auskultasi : Bunyi vesikular (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (+/+)

G. Jantung
a. Detik Jantung : 112x/menit
b. Iktus : tidak tampak dan Ictus cordis teraba di SIC V linea
midclavicular
c. Batas kiri jantung : SIC V linea midclavicularis sinistra
d. Batas kanan jantung : SIC V linea parasternal dextra
e. Batas atas jantung : SIC II parasternal dextra
f. Bunyi jantung apex : Bunyi jantung S1/S2 murni regular (+), bising
jantung (+)
g. Bunyi jantung apex aorta: Bunyi jantung S1/S2 murni regular (+), bising
jantung (+)
h. Bunyi jantung pulmonum: Bunyi jantung S1/S2 murni regular (+), bising
jantung (+)
H. Abdomen
a. Inspeksi : Datar (+) cembung (-) cekung (-)
b. Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal, bising usus (-)
c. Perkusi : Tympani seluruh region abdomesn (+), shifting dullness (-)
d. Palpasi : Nyeri tekan regio abdomen (-) turgor < 2detik
Penonjolan/massa (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)

I. Genital : dbn (+), fimosis (-), parafimosis (-)


J. Kelenjar : Pembesaran KGB (-)
K. Anggota gerak :
a. Ekstremitas atas : Akral hangat (+/+),edema (-/-)
b. Ekstremitas bawah : Akral hangat (+/+),edema (-/-)

L. Tulang-belulang : Tidak ada kelainan


M. Otot-otot : Eutrofi (+)
N. Reflex reflex : Fisiologi (+), patologis (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium ( 13 Februari 2017)

Jenis Nilai

8
WBC 6,0 x 103 /mm3
RBC 4,68 x 106 /mm3
HGB 13 g/dl
HCT 39,5 %
PLT 301 x 103 /mm3

RESUME :

Pasien laki-laki 10 tahun datang dengan keluhan bengkak yang berwarna


kemerahan pada leher sisi kanan dan kiri yang dialami sejak 2 hari yang lalu sakit
saat menelan, buka mulut maupun saat berkunyah, nyeri tekan (+). Awalnya bengkak
muncul pada sisi kanan dan kiri leher dengan ukuran yang kecil, keesokan harinya
bengkak kemudian bertambah besar. Selain itu pasien mengeluh panas sejak 2 hari
yang lalu, panas dirasakan terus menerus. Selain itu pasien juga mengatakan timbul
bintik-bintik kemerahan yang terasa gatal dan panas di bagian perut dan badan pasien,
sejak 2 hari yang lalu. Demam yang dialami munculnya bersamaan dengan bengkak
pada leher. Pasien juga muntah 3 kali, isi muntahan air dan sisa makanan. Nafsu
makan menurun selama sakit. BAB dan BAK biasa. Riwayat kontak dengan orang
yang memiliki keluhan yang sama tidak diketahui.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan Denyut nadi : 100 kali/menit, Suhu: 37,2
o
C, Respirasi : 20 kali/menit. Pembesaran kelenjar parotis (+/+). Hasil pemeriksaan
lab didapatkan WBC 6,0 x 103 /mm3, RBC 4,68 x 106 /mm3, HGB 13 g/dl, HCT 39,5
%, PLT 301 x 103 /mm3.

9
Diagnosis Kerja : Parotitis dan Overweight

Pengobatan :
Medikamentosa:
- IVFD RL + neurosanbe 1 Amp/20 tpm
- PCT 3 x 1 tab
- Interhistin 2 x 1 tab
- Imunoplus syr 1 x 1 cth
Non Medikamentosa:
- Istirahat yang cukup
FOLLOW UP

Tanggal 14/02/2017 (Perawatan hari ke 2)


S : Demam (+) hari ke-3, bengkak pada kedua pipi (+/+), muntah (-), sakit menelan
(+), penurunan nafsu makan, BAB biasa & BAK lancar.
O : Tanda vital
Nadi : 90 x/menit, Suhu : 37,8 C
Respirasi : 20 kali/menit
A : Parotitis dan Overweight
P:
Non-Medikamentosa
- Istirahat lebih banyak
Medikamentosa
- IVFD RL + neurosanbe 1 Amp/20 tpm
- PCT 3 x 1 tab
- Interhistin 2 x 1 tab
- Imunoplus syr 1 x 1 cth

Tanggal 15/02/2017 (perawatan hari ke 3)


S : Demam (-), bengkak kedua pipi (+/+) sakit menelan (+), penurunan nafsu makan,
BAB biasa & BAK lancar.
O : Tanda vital
Nadi : 96 x/menit, Suhu : 36,3 C
Respirasi : 20 kali/menit

A : Parotitis dan Overweight

10
P:
Non-Medikamentosa
- Istirahat lebih banyak
Medikamentosa
- IVFD KAEB 3B 28 tpm
- PCT 3 x 1 tab
- Interhistin 2 x 1 tab
- Imunoplus syr 1 x 1 cth

Tanggal 16/02/2017 (perawatan hari ke 4)


S : Demam (-), muntah (-) mual (+),sakit kepala (-), bengkak pada kedua pipi (+/+)
sudah berkurang, sakit menelan (+), penurunan nafsu makan, BAB cair 2 kali & BAK
lancar.
O : Tanda vital
Nadi : 80 x/menit, Suhu : 36,5 C
Respirasi : 20 kali/menit

A : Parotitis dan Overweight


P:
Non-Medikamentosa
- Istirahat lebih banyak
Medikamentosa
- IVFD IVFD KAEB 3B 24 tpm
- PCT 3 x 1 tab
- Interhistin 2 x 1 tab
- Imunoplus syr 1 x 1 cth
- Zink 20 mg 1 x 1
- Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam

Tanggal 17/02/2017 (perawatan hari ke 5)


S : Demam (-), muntah (-) mual (-),sakit kepala (-), bengkak pada kedua pipi (-), sakit
menelan (-), nafsu makan baik, BAB & BAK lancar.
O : Tanda vital
Nadi : 86 x/menit, Suhu : 36,2 C
Respirasi : 20 kali/menit

11
A : Parotitis dan Overweight
P:
Non-Medikamentosa
- Istirahat lebih banyak
Medikamentosa
- PCT 3 x 1 tab
- Interhistin 2 x 1 tab
- Imunoplus syr 1 x 1 cth
- Zink 20 mg 1 x 1
PASIEN BOLEH PULANG

BAB III
DISKUSI

Pada kasus ini An. P, usia 10 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan
panas sejak 2 hari yang lalu, panas dirasakan terus menerus. Selain itu pasien juga
mengeluh bengkak bengkak yang berwarna kemerahan pada leher sisi kanan dan kiri
yang dialami sejak 2 hari yang lalu sakit saat menelan, buka mulut maupun saat
berkunyah, nyeri tekan (+). Awalnya bengkak muncul pada sisi kanan dan kiri leher

12
dengan ukuran yang kecil, keesokan harinya bengkak kemudian bertambah besar.
Selain itu pasien juga mengatakan timbul bintik-bintik kemerahan yang terasa gatal
dan panas di bagian perut dan badan pasien, sejak 2 hari yang lalu. Demam yang
dialami munculnya bersamaan dengan bengkak pada leher. Pasien juga muntah 3 kali,
isi muntahan air dan sisa makanan. Nafsu makan menurun selama sakit.

Parotitis epidemika merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh


virus RNA untai tunggal yang termasuk dalam genus Rubulavirus, subfamili dari
paramyxovirinae dan famili paramyxooviridae. Strain virus di seluruh dunia terdiri
dari 10 genotipe dan diberikan nama A-J, berguna untuk penelitian kejadian ikutan
pasca vaksinasi serta menentukan vaksin pada kejadian luar biasa. Strain virus yang
berbeda menunjukkan virulensi yang berbeda. Virus parotitis dapat ditemukan pada
saliva, cairan serebrospinal, urin, darah, jaringan yang terinfeksi dari penderita
parotitis epidemika.4, 6,8

Glandula parotidea dapat terinfeksi melalui aliran darah, seperti pada kasus
mumps atau gondong. Infeksi glandula parotidea menyebabkan peradangan atau
parotitis dan pembengkakan glandula parotidea. Terjadi rasa sakit yang hebat karena
selubung parotis membatasi pembengkakan.1,2

Penyakit ini dapat ditemukan di seluruh dunia dan menyerang kedua jenis
kelamin secara seimbang terutama menyerang anak berumur 5-10 tahun. Delapan
puluh lima persen ditemukan pada anak-anak berumur di bawah 15 tahun. Setelah
ditemukan vaksin untuk parotitis, penyakit ini semakin tahun semakin menurun.
Kematian karena parotitis epidemika sangat jarang. Di daerah dengan empat musim,
parotitis epidemika terutama terjadi pada musim dingin dan semi tetapi penyakit ini
tetap dapat ditemukan disepanjang tahun.1,2

Virus menyebar melalui kontak langsung lewat droplet. Sumber infeksi


adalah saliva dan bahan-bahan yang tercemar oleh saliva yang terinfeksi dan masuk
ke host yang baru lewat saluran pernapasan. Virus dapat diisolasi dari saliva 6-7 hari

13
sebelum onset penyakit dan 9 hari sesuah munculnya pembengkakan pada kelenjar
ludah. Penularan terjadi 24 jam sebelum pembengkakan kelenjar ludah dan 3 hari
setelah pembengkakan menghilang.1,2,3,4

Virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung atau mulut. Virus bereplikasi
pada mukosa saluran napas atas kemudian menyebar ke kelenjar limfe lokal dan
diikuti viremia umum setelah 12-25 hari yang berlangsung 3-5 hari. Selanjutnya
lokasi yang dituju virus adalah kelenjar parotidea, ovarium, pankreas, tiroid, ginjal,
jantung atau otak. Virus masuk ke sistem saraf pusat melalui plexus koroideus lewat
infeksi pada sel mononuklear. Virus bermultiplikasi pada koroid dan sel ependim
pada permukaan epitel dan sel ini mengalami deskuamasi ke cairan serebrospinal dan
menyebabkan meningitis. Pada ensefalitis selain terjadi dedmielinisasi periventrikuler
juga terjadi infiltrasi perivaskuler oleh sel mononuklear dan proliferasi dari mikrogial
rod-cel.1,3,4, 6

Berbagai patomekanisme yang menjelaskan tentang cara infeksi jaringan


oleh virus ini. Salah satunya dengan teori apoptosis dimana terjadi pada individu
yang memiliki tingkat kerentanan tinggi terhadap apoptosis setelah mendapat stres
dari luar. Infeksi ini menyebabkan peningkatan IgG dan IgM yang dapat terdeteksi
dengan ELISA. IgM akan meningkat pada stadium awal (hari kedua sakit) dan
bertahan selama 5-6 bulan. IgG muncul pada akhir minggu pertama, mencapai
puncaknya 3 minggu kemudian dan bertahan seumur hidup. 2,3,4

Analisa pada kasus ini didapatkan bengkak pada kelenjar parotis warna
kemerahan sejak 2 hari disertai demam, pasien juga mengeluh sakit menelan dan
buka mulut. Ini sesuai dengan teori yang merupakan stadium awal penyakit. Selain
itu demam sudah mulai menghilang pada hari ke 4 ini sesuai dngan teori dimana
demam akan turun 1-6 hari, dimana suhu turun mendahului hilangnya pembengkakan
kelenjar. Pembengkakan kelenjar menghilang dalam 3-7 hari.

14
Pada teori manifestasi klinis yang dapat dilihat yaitu adanya gejala klasik
yang timbul dalam 24 jam pertama. Anak mengeluhkan sakit telinga dan diperberat
jika mengunyah makanan. Pada anak yang lebih besar akan mengeluh pembengkakan
dan nyeri rahang pada stadium awal penyakit. Dalam beberapa hari, kelenjar parotis
dapat terlihat dan membesar dengan cepat dalam 1-3 hari dan membuat aurikula akan
terangkat dan terdorong ke lateral. 1,2,3,4

Pada anak yang lebih besar akan mengeluh pembengkakan dan nyeri rahang
pada stadium awal penyakit. Dalam beberapa hari, kelenjar parotis dapat terlihat dan
membesar dengan cepat dalam 1-3 hari. Demam akan turun 1-6 hari, dimana suhu
turun mendahului hilangnya pembengkakan kelenjar. Pembengkakan kelenjar
menghilang dalam 3-7 hari. Gejala klinis tersebut merupakan gambaran klasik
parotitis epidemika. Tetapi gejala yang timbul sebenarnya sangat bervariasi.

Selama pembesaran kelenjar, rasa nyeri dan nyeri tekan sangatlah hebat.
Daerah yang mengalami pembengkakan terasa lunak dan nyeri, serta kulit kemerahan
disekitarnya.

Gambar 2. Pembengkakan bagian bawah aurikula

15
Bersamaan dengan pembengkakan kelenjar dapat terjadi edema laring dan
palatum mole sehingga mendorong tonsil ke tengah. Kadang ditemukan edema di atas
manubrium sterni disebabkan adanya bendungan aliran limfe. Demam akan turun 1-6
hari, dimana suhu turun mendahului hilangnya pembengkakan kelenjar.
Pembengkakan kelenjar menghilang dalam 3-7 hari. Gejala klinis tersebut
merupakan gambaran klasik parotitis epidemika. Tetapi gejala yang timbul
sebenarnya sangat bervariasi.6, 8

Pada kasus ini, pasien mengatakan tidak mengetahui jika pernah kontak
dengan penderita yang memiliki gejala yang sama sebelumnya.

Diagnosis parotitis mudah ditegakkan dengan gejala klinik, namun jika


manifestasi klinik yang kurang lazim ditemukan, maka dapat mengaburkan diagnosis.
Faktor yang harus diperhatikan dalam penegakan diagnosisnya:

1. Riwayat kontak dengan penderita parotitis epidemika 2-3 minggu


sebelum onset penyakit
2. Adanya parotitis dan keterlibatan kelenjar lain
3. Tanda meningitis asseptik

Pada kasus klasik, pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan. Pada keadaan


tanpa parotitis menyebabkan kesulitan mendiagnosa, sehingga diperlukan
pemeriksaan laboratorium, seperti :

1. Pemeriksaan darah rutin, hasilnya kurang spesifik, kadang ditemukan


leukopenia dengan limfositosis relatif atau kadang normal.
2. Tes serologi, dimana didapatkan kenaikan antibodi spesifik terhadap parotitis
epidemika
3. Peningkatan C-reactive protein
4. Isolasi virus penyebab dar saliva dan urin rutin selama masa akut penyakit.
Dalam urin, virus masih dapat ditemukan setelah 2 minggu onset penyakit.

16
5. Peningkatan amilase serum yang meninggi pada minggu pertama dan
menurun pada minggu kedua dan ketiga
6. Deteksi virus dengan reverse transcription-PCR yang didapat dari hapusan
nasofaring atau dari cairan serebrospinal pernah dilaporkan. RT-PCR lebih
sensitif daripada ELISA untuk menentukan adanya infeksi parotitis
epidemika.

Beberapa diagnosis banding untuk parotitis epidemika adalah :

1. Parotitis supuratifa dimana dibedakan dari manifestasi klinisnya kulit di atas


kelenjar panas, memerah dan nyeri tekan. Terlihat nanah keluar dari papilla
ductus stensoni jika dilakukan penekanan. Dari hasil lab darah rutin,
didapatkan peningkatan PMN berhubungan dengan infeksi bakteri. Infeksi
kebanyakan oleh Staphylococcus aureus.
2. Parotitis berulang, merupakan peradangan yang terjadi berulang-ulang dan
tidak diketahui penyebabnya. Di tandai dengan pembengkakan frekuen dari
kelenjar parotis. Pembengkakan submandibula dan sublingual tidak terjadi
pada kasus ini.
3. Adanya kalkulus di ductus Stensoni yang menyebabkan terjadinya obstruksi.
Penyumbatan ini menyebabkan peradangan yang hilang timbul.
4. Meningoensefalitis yang sulit dibedakan dengan ensefalitis oleh sebab lain
jika tidak disertai gejala parotitis sehingga perlu isolasi virus dan pemeriksaan
antibodi spesifik.3,4

. Penatalaksanaan yang di berikan pada pasien ini hanyalah secara konservatif


seperti pada pasien diberikan Medikamentosa:

- Domperidone syr 3x1 cth (bila perlu) karena pasien mengalami muntah
- Paracetamol syrup 3 x 2 cth (bila perlu) karena pasien mengalami demam
- Interhistin 2 x 1 tab karena pada pasien ini mengalami gatal-gatal dan
kemerahan pada perut dan punggung.

17
- Imunoplus syr 1 x 1 cth sebagai multivitamin untuk menambah nafsu makan
agar meningkatkan daya taha tubuh pasien.

Penatalaksanaan untuk parotitis epidemika yaitu secara konservatif. Penyakit ini


merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri. Terapi konservatif yang perlu berupa
hidrasi yang adekuat, dan nutrisi yang cukup untuk membantu penyembuhan.
Pemberian parasetamol digunakan sebagai penghilang rasa nyeri karena
pembengkakan kelanjar. Pengobatan dengan antivirus tidak ada yang tepat digunakan
untuk parotitis epidemika. Terapi cairan intravena diindikasikan untuk penderita
meningoensefalitis dan muntah-muntah yang persisten. 1,3,5

Komplikasi yang dapat terjadi :

1. Adanya komplikasi neurologis berupa mielitis dan neuritis saraf dan


komplikasi pasca ensefalitis seperti kejang gangguan motorik, retardasi
mental, emosi tidak stabil, sulit tidur (pada pasien ini tidak ditemukan).
2. Komplikasi diabetes mellitus sebagai komplikasi parotitis epidemika akan
tetapi patogenesisnya belum jelas dimana secara in vitro virus parotitis dapat
merusak sel beta pankreas dengan proses yang tidak diketahui (pada pasien ini
tidak ditemukan)..
3. Tiroiditis timbul setelah satu minggu onset parotitis. Tiroiditis sangat jarang
terjadi pada anak-anak yang ditandai pembengkakan kelenjar tiroid dan
peningkatan antibodi antitiroid (pada pasien ini tidak ditemukan).
4. Orkitis epididimis merupakan gejala klinis kedua tersering selain
pembengkakan kelenjar ludah pada anak laki-laki yang telah pubertas. Insiden
terjadinya oritis unilateral pada laki-laki yang telah melewati masa pubertas
adalah 20-30% sedangkan bilateral sekitar 2%. Kejadian orkitis didahului
dengan demam, menggigil, sakit kepala, mual, muntah, nyeri perut bagian
bawah. Lamanya demam jarang melebihi 1 minggu. Demam bertahan sampai
5 hari pada 80% kasus. Dengan munculnya demam, maka testis membengkak

18
dengan cepat dan dapat mencapai 4 kali ukuran normal. Testis yang terserang
terasa nyeri, membengkak, kulit sekitar edema serta berwarna merah. Lama
penyakit dapat berlangsung sampai 4 hari dan dapat terjadi atrofi terutama
pada orkitis bilateral. Hal yang sangat mengkhawatirkan adalah terjadinya
impotensi, diikuti sterilitas, tetapi sekuel ini sangat jarang dijumpai. 1,2,3,4, 7

Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif yang monovalen


atau kombinasi dengan vaksin MMR. Antibodi netralisasi yang terbentuk setelah
vaksinasi lebih rendah dibandingkan dengan setelah infeksi parotitis epidemika
alamiah, namun penelitian mendapatkan anak dengan vaksin tidak menderita parotitis
epidemika selama 12 tahun follow up dibanding anak yang tidak tervaksinasi. Di
Indonesia, vaksin MMR diberikan pada anak usia 12-18 bulan. Vaksin ini diberikan
secara subkutan dalam atau intramuskular dan harus digunakan 1 jam setelah
terampur dengan pelarutnya. 1,2,3,4

Prognosis secara umum pada parotitis epidemika adalah baik, kecuali pada keadaan
tertentu yang menyebabkan terjadinya ketulian, sterilitas karena atrofi testis dan
sekuele karena meningoensefalitis.1,2,3,4

Pada kasus dari pemeriksaan fisik setelah dihitung status gizi anak
berdasarkan kurva CDC didapatkan 118% (overweight), dimana overweight adalah
salah satu factor ressiko terjadinya obesitas pada anak.
Obesitas terjadi karena ketidak-seimbangan antara asupan energy
dengankeluaran energy (energy expenditures), sehingga terjadi kelebihan energy yang
selanjutnya disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Kelebihan energi tersebut dapat
disebabkan oleh asupan energy yang tinggi atau keluaran energy yang rendah.
Asupan Energy tinggi disebabkan oleh konsumsi makanan yang berlebihan,
sedangkan keluaran energi rendah disebabkan oleh rendahnya metabolism tubuh,
aktivitas fisis, dan efek termogenesis makanan yang ditentukan oleh komposisi

19
makanan. Lemak Memberikan efek termogenesislebih rendah (3%). Dari total
energy yang dihasilkan lemak) dibandingkan karbohidrat (6-7% Dari total energy
yang dihasilkan karbohidrat) dan protein (25%).Dari total energy yang dihasilkan
protein).
Tata laksana komprehensif obesitas mencakup penanganan obesitas dan
dampak yang terjadi. Tujuan utama tata laksana obesitas adalah perbaikan kesehatan
fisik jangka panjang melalui kebiasaan hidup yang sehat secara permanen. Untuk
mencapai tujuan tersebut, terdapat 4 tahap tata laksana dengan intensitas yang
meningkat. Prinsip tata laksana obesitas adalah mengurangi asupan energi serta
meningkatkan keluaran energi. 9, 10

Tahap I : Pencegahan plus


Pada tahap ini, pasien overweight dan obesitas serta keluarga
memfokuskan diri pada kebiasaan makan yang sehat dan aktivitas fisik
sebagai strategi pencegahan obesitas. Kebiasaan makan dan beraktivitas yang
sehat adalah sebagai berikut : (1)
Mengkonsumsi 5 porsi buah-buahan dan sayur-sayuran setiap hari. Setiap
keluarga dapat meningkatkan jumlah porsi menjadi 9 porsi per hari.
Kurangi meminum minuman manis, seperti soda, punch, dll.
Kurangi kebiasaaan menonton televisi (ataupun bentuk lain menonton)
hingga 2 jam perhari. Jika anak berusia < 2 tahun maka sebaiknya tidak
menonton sama sekali. Untuk membantu anak beradaptasi, amak televisi
sebaiknya dipindahkan dari kamar tidur anak.
Tingkatkan aktivitas fisik, 1 jam perhari. Bermain adalah aktivitas fisik
yang tepat untuk anak-anak yang masih kecil, sedangkan pada anak yang
lebih besar dapat melakukan kegiatan yang mereka sukai seperti olah raga
atau menari, bela diri, naik sepeda, dan berjalan kaki.
Persiapkan makanan rumah lebih banyak ketimbang membeli makanan
jadi di luar.
Biasakan makan di meja makan bersama keluarga minimal 5 atau 6 kali
per minggu.

20
Mengkonsumsi makanan bergizi setiap hari.
Libatkan seluruh anggota keluarga dalam perubahan gaya hidup.
Biarkan anak untuk mengatur sendiri makanannnya dan hindari terlalu
mengekang perilaku makan anak, terutama pada anak usia < 12 tahun.
Bantu keluarga mengatur perilaku sesuai kultur masing-masing. 9, 10

Tahap II : Manajemen Berat Badan Terstruktur


Pada tahap inin berbeda dari tahap I dalam hal lebih sedikitnya
target perilaku dan lebih banyak dukungan kepada anak dalam mencapai
perubahan perilaku. Beberapa tujuan yang hendak dicapai disamping
tujuan-tujuan pada tahap I adalah sebagai berikut : (1)
Diet terencana atau rencana makan harian dengan makronutrien
seimbang sebanding dengan rekomendasi pada Dietary Reference
Intake, diutamakan pada makanan berdensitas makanan rendah.
Jadwal makann terencana beserta snack (3 kali makan disertai 2 kali
snack, tanpa makanan ataupun minuman mengandung kalori lainnya
diluar jadwal).
Pengurangan waktu menonton televisi dan kegiatan menonton lainnya
hingga 1 jam perhari.
Aktivitas fisik atau bermain aktif yang terencana dan terpadu selama
60 menit perhari.
Pemantauan perilaku ini sebaiknya tercatat.
Reinforcement terencana untuk mencapai target perilaku. 9, 10

Tahap III : Intervensi multidisipliner menyeluruh


Pendekatan ini meningkatkan intensitas perubahan perilaku,
frekuensi kunjungan dokter, dan dokter spesialis yang terlibat untuk
meningkatkan dukungan terhadap perubahan perilaku. Untuk
implementasi tahap ini, hal-hal berikut harus diperhatikan : (1)
Program modifikasi perilaku dilaksanakan terstruktur, meliputi
pemantauan makanan, diet jangka pendek, dan penetapan target
aktivitas fisik.
Pengaturan keseimbangan energi aktif hasil dari perubahan diet dan
aktifvitas fisik.

21
Partisipasi orang tua dalam teknik modifikasi perilaku dibutuhkan oleh
anak < 12 tahun.
Orang tua harus dilatih untuk memperbaiki lingkungan rumahnya.
Evaluasi sistemik, meliputi pengukuran tubuh, diet, aktivitas fisik
harus dilakukan pada awal program dan dipantau pada interval
tertentu.
Tim multidispliner yang berpengalaman dalam hal obesitas anak saling
bekerja sama, meliputi pekerja sosial, psikologi, perawat terlatih,
dietisien, pelatih fisik, ahli gizi, dokter spesialis anak dengan berbagai
subspesialisasi seperti nutrisi, endokrin, pulmonologi, kardiologi,
hepatologi, dan tumbuh kembang.
Kunjungan ke dokter yang regular harus dijadwalkan, tiap minggu
selama 8-12 minggu paling efektif.
Kunjungan secara berkelompok lebih efektif dalam hal biaya dan
manfaat terapeutik. 9, 10

Tahap IV : intervensi pelayanan tersier


Intervensi tahap IV ditujukan untuk anak remaja yang obesitas berat.
Intervensi ini adalah tahap lanjutan dari tahap III. Anak-anak yang
mengikuti tahap ini harus sudah mencoba tahap ini harus sudah mencoba
tahap III dan memiliki pemahaman tentang resiko yang muncul akibat
obesitas dan mau melakukan aktivitas fisik berkesinambungan serta diet
bergizi dengan pemantauan. (1)
Obat-obatan yang telah dipakai pada remaja adalah Sibutramine yaitu
suatu inhibitor re-uptake serotonin yang meningkatkan penurunan
berat badan pada remaja yang sedang mengalami program diet dan
pengaturan aktivitas fisik, dan orlistat yang menyebabkan malabsorbsi
lemak melalui inhibisi lipase usus. Manfaat obat-obatan ini cukup
baik. Food and Drug Administration (FDA) telah menyetujui
penggunaan orlistat pada pasien >12 tahun.

22
Diet sangat rendah kalori, yaitu pada tahap awal dilakukan pembatasan
kalori secara ekstrim lalu dilanjutkan dengan pembatasan kalori secara
moderat.

Bedah mengingat semakin meningkatnya jumlah remaja dengan obesitas berat yang
tidak berespons terhadap intervensi perilaku, terdapat beberapa pilihan terapi bedah,
baik gastric bypass atau gastric banding. Tata laksana ini hanya dilakukan dengan
indikasi yang ketat karena terdapat risiko perioperatif, pasca prosedur, dan perlunya
komitmen pasien seumur hidup. Kriteria seleksi meliputi BMI 50 kg/m 2, maturitas
fisik (remaja perempuan berusia 13 tahun dan anak remaja laki-laki berusia 15
tahun, maturitas emosional dan kognitif, dan sudah berusaha menurunkan berat badan
selama 6 bulan melalui program modifikasi perilaku). Hingga kini belum ada bukti
ilmiah yang menyatakan keamanan terapi intensif ini jika diterapkan pada anak.9, 10

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Soedarmo, SSP. et al. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. IDAI. 2010 : 134-
140
2. Erwanto, BM. Gondokan (Mumps). 2010 : 24-6
3. Templer, J. et al. Parotitis. Medscape. 2014 : 1-20
4. Pudjiadi, MTS. Orkitis pada infeksi parotitis epidemika. 2009; 11(1) : 47-51
5. Widagdo. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Infeksi pada Anak, Sagung Seto,
Jakarta. 2011
6. Ikatan Dokter Anak Indonesia.Buku Ajar Infeksi Dan Pediatrik Tropis. Edisi 1.
Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta, 2010
7. Pudjiadi M.T.S dan Hadinegoro S.R.S., Orkitis pada Infeksi Parotitis Epidemika:
Laporan Kasus, Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, RS Dr. Cipto Mangunkusumo,Jakarta, 2009
8. Germaine LD. Mumps. 2012. Medscape. Available from: URL;
http://www.reference.medscape.com/article/966678/overview
9. Skelton, Joseph A., Colin D. Rudolph. Overweight and Obesity. Dalam:
Kliegman et al., Nelson Textbook of Pediatric 18th Edition. Elsevier.
Philadelphia: 2007: Chapter 44.
10. Daniels, S.R. Complications of Obesity in Children and Adolescence.
International Journal of Obesity. 2009.

24

Anda mungkin juga menyukai