Anda di halaman 1dari 18

1

BAB I
PENDAHULUAN

Subarachnoid hemorrhage (SAH) atau perdarahan subarachnoid (PSA)


menyiratkan adanya darah didalam ruang subarachnoid akibat beberapa proses
patologis. Penggunaan istilah medis umum SAH merujuk kepada tipe perdarahan
non-traumatik, biasanya berasal dari ruptur aneurisma Berry atau arteriovenous
malformation (AVM)/malformasi arteriovenosa (MAV).1

Insiden tahunan PSA aneurisma non-traumatik adalah 6-25 kasus per 100.000.
Lebih dari 27.000 orang Amerika menderita ruptur aneurisma intrakranial setiap
tahunnya. Insiden tahunan meningkat seiring dengan usia dan mungkin dianggap
remeh karena kematian dihubungkan dengan penyebab lain yang tidak dapat
dipastikan dengan autopsi. Beragam insiden PSA telah dilaporkan pada daerah lain di
dunia (2-49 kasus per 100.000).1

Mortalitas / Morbiditas dapat diperkirakan 10-15% pasien meninggal sebelum


akhirnya sampai di rumah sakit. Angka mortalitas meningkat sebesar 40% dalam
minggu pertama. Sekitar setengahnya meninggal dalam 6 bulan pertama. Angka
mortalitas dan morbiditas meningkat seiring usia dan perburukan keseluruhan
kesehatan pasien. Kemajuan dalam manajemen PSA telah menghasilkan pengurangan
relatif pada angka mortalitas yang melebihi 25%. Bagaimanapun, lebih dari 1/3 yang
selamat memiliki defisit neurologis mayor.1
2

BAB II
PEMBAHASAN

A. LANDASAN TEORI
I. DEFINISI PERDARAHAN SUBARACHNOID
Perdarahan subarachnoid (PSA) adalah perdarahan diantara lapisan
araknoid dan piamater (subarachnoid space).2 Subarachnoid space melebar dan
mendalam pada tempat tertentu dan memungkinkan sirkulasi CSF.[2] Penyebab
utama terjadinya PSA adalah karena adanya ruptur/robekan pada arteri serebralis
yang berada pada subarachnoid space akibat terjatuh, trauma, ruptur dari
aneurisma, atau malformasi vaskular lainnya. Pasien dengan PSA spontan
merasakan sakit kepala yang sangat hebat (97%), yang biasa disebut dengan the
worst headache of my life. Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan tanda-tanda
meningeal, seperti kaku kuduk, Kernigs sign positif, atau Brudzinskis sign. Pasien
mungkin datang dengan penurunan kesadaran yang disebabkan oleh perdarahan
masif, tekanan intrakranial meningkat, atau hidrosefalus.3,4,5

Gambar 1. Susunan struktur/bagian dari kepala dan lokasi terjadinya perdarahan subarachnoid.
II. EPIDEMIOLOGI
3

Pada kebanyakan populasi ditemukan insiden PSA sekitar 6-7 per 100.000
orang per tahun. Meskipun insiden meningkat dengan pertambahan usia, setengah
dari pasien PSA berusia kurang dari 55 tahun pada saat terjadinya perdarahan
subarachnoid.6

III. ANATOMI

Menings merupakan selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang


belakang.Lapisan luarnya adalah pachymenings atau duramater.Lapisan dalamnya
adalah leptomenings yang dibagi menjadi membrana arachnoidea dan piamater.
Fungsi meninges yaitu melindungi struktur saraf pusat yang membawa pembuluh
darah dan cairan serebrospinalis, serta memperkecil benturan atau getaran.2

I. Pachymenings/Duramater

Duramater atau pachymenings adalah selaput keras pembungkus otak yang


berasal dari jaringan ikat yang tebal dan kuat, dibagian tengkorak terdiri dari
selaput tulang tengkorak dan duramater propia di bagian dalam. Kedua lapisan
ini terpisah di dalam kanalis vertebralis. Lapisan luar duramater yang melekat
pada permukaan dalam cranium membentuk periosteum dan terpisah oleh
spatium epidural. Spatium epidural ini bisa mengalami proses patologis, seperti
epidural hematom. Lapisan dalam duramater akan berlanjut menjadi dura
spinalis. Durameter pada tempat tertentu mengandung rongga yang
mengalirkan darah vena dari otak. Rongga ini dinamakan sinus longitudinal
superior yang terletak diantara kedua hemisfer otak.4
Diantara kedua hemisfer terdapat invaginasi yang disebut falx serebri. Falx
serebri melekat pada crista galli dan meluas ke crista frontalis ke belakang
sampai ke protuberantia occipitalis interna, tempat dimana duramater bersatu
dengan tentorium cerebelli yang meluas ke dua sisi.Tentorium cerebelli
4

terbentang seperti tenda yang menutupi cerebellum dan letaknya di fossa cranii
posterior. Cerebrum dengan cerebellum dipisahkan oleh tentorium. Tentorium
melekat di sepanjang sulcus transversus os occipitalis dan pinggir atas os
petrosus dan processus clinoideus. Pembukaan antara kedua bagian tentorium
dikenal sebagai incisura tentorii, tempat lewatnya trunkus serebri. Falx serebri
memisahkan antara dua hemisfer serebri yang dibatasi oleh superior dan
inferior sagital sinus pada bagian atas dan bawah.4

II. Arachnoidea/Membrana Arachoidea

Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan


terpisah oleh spatium subdural. Membrana arachnoidea menutupi ruang
subarachnoideum yang berisi cairan cerebrospinalis, cavum subarachnoidalis
dan dihubungkan ke piamater oleh trabekulae dan septa-septa yang membentuk
suatu anyaman padat yang menjadi sistem rongga-rongga yang saling
berhubungan. Subdural hematome akan terjadi jika spatium subdural ini diisi
oleh kumpulan darah. Dari arachnoidea menonjol keluar tonjolan-tonjolan
mirip jamur ke dalam sinus-sinus venosus utama yaitu granulationes pacchioni
(granulationes/villi arachnoidea). Sebagian besar villi arachnoidea terdapat di
sekitar sinus sagitalis superior dalam lacunae lateralis. Diduga bahwa cairan
serebrospinalis memasuki circulus venosus melalui villi. Pada orang lanjut usia
villi tersebut menyusup ke dalam tulang (foveolae granulares) dan
berinvaginasi ke dalam vena diploe.4
Cavum subaracnoidea adalah rongga di antara araknoid dan piamater yang
secara relatif sempit dan terletak diatas permukaan hemisfer cerebrum, namun
rongga tersebut menjadi jauh bertambah lebar di daerah-daerah pada dasar otak.
Pelebaran rongga ini disebut cisterna arachnoidea, seringkali diberi nama
menurut struktur otak yang berdekatan. Cisterna ini berhubungan secara bebas
dengan cisterna yang berbatasan dengan rongga subarachnoid umum. PSA akan
terjadi jika ruang subarachnoid ini terluka.4
5

Gambar 2: Struktur menings


Cisterna magna terletak diantara medulla oblongata dan hemisfer
cerebellum. Cisterna ini bersinambungan dengan rongga subarachnoid spinalis.
Cisterna pontin yang terletak pada aspek ventral dari pons mengandung arteri
basilaris dan beberapa vena. Di bawah cerebrum terdapat rongga yang lebar di
antara kedua lobus temporalis. Rongga ini dibagi menjadi cisterna chiasmaticus
diatas chiasma opticum, cisterna supraselaris diatas diafragma sellae, dan
cisterna interpeduncularis diantara peduncle cerebrum. Rongga di antara lobus
frontalis, parietalis, dan temporalis dinamakan cisterna fissure lateralis (cisterna
Sylvii).4
6

Gambar 3: Anatomi cisterna basilar dan batang otak potongan sagital

III. Piamater

Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang


menutupi permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus, fissura dan sekitar
pembuluh darah di seluruh otak. Piamater juga membentang ke dalam fissura
transversalis dibawah corpus callosum. Di tempat ini piamater membentuk tela
choroidea dari ventrikel tertius dan lateralis, dan bergabung dengan ependim
dan pembuluh-pembuluh darah choroideus untuk membentuk pleksus
choroideus dari ventrikel-ventrikel ini, yang mengeluarkan cairan
serebrospinalis. Ruang perivaskular tertutup oleh membran (spatium Virchow-
Robin) berisi cairan serebrospinalis. Piamater dan ependim berjalan di atas atap
dari ventrikel keempat dan membentuk tela choroidea di tempat itu.4
7

Gambar 4: Lapisan selaput otak/menings, kulit kepala dan tengkorak kepala.

Sirkulasi Darah Serebral


Darah dipompa dari ventrikel kiri jantung ke aorta dan dari situ ke
arteri carotis communis, yang mensuplai darah untuk sirkulasi anterior otak
(arteri carotis interna, arteri cerebri media, dan arteri cerebri anterior), arteri
subklavia, dan sirkulasi posterior otak (a. vertebralis, a. basilaris, dan arteri
cerebri posterior). Sirkulasi anterior otak memenuhi kebutuhan darah pada
mata, ganglia basalis, bagian dari hipotalamus, yang lobus frontal dan parietal,
dan sebagian besar lobus temporal. Sedangkan sirkulasi posterior otak
memenuhi kebutuhan darah pada batang otak, cerebellum, telinga bagian
dalam, lobus oksipital, thalamus, bagian dari hipotalamus,dan sebagian kecil
dari lobus temporal.
Darah vena dari bagian permukaan dan dalam vena cerebri mengalir
melalui sinus vena dural ke dalam vena jugularis interna dan dari situ ke vena
kava superior dan atrium kanan jantung. 3
8

Gambar5: Sirkulasi darah dari serebral

Gambar 6: Sirkulus Willisi


Arteri cerebri media merupakan tempat aneurisma yang paling sering
terjadi yang menyebabkan perdarahan subarachnoid (29%), diikuti oleh arteri
carotis interna (16%), arteri communicans anterior (15%), dan arteri basilaris
(14%), arteri cerebri anterior (9%), dan arteri cerebri posterior (3%). 2
9

IV. ETIOLOGI

PSA memiliki 2 kausa utama, yaitu


a) Ruptur Aneurisma Sakular (berry)
80% penyebab perdarahan subarachnoid spontan (non-traumatic) adalah
rupturnya suatu aneurisma sakular (berry aneurysm) yang menyebabkan
ekstravasasi darah dari pembuluh darah yang mengalami aneurisma ke
subarachnoid space.5
b) Trauma Kepala
Trauma kepala dapat menyebabkan laserasi pada pembuluh darah otak
sehingga darah dari pembuluh darah keluar kemudian mengisi subarachnoid
space, dan merupakan 20% penyebab terjadinya perdarahan subarachnoid.4
Sekitar 85% PSA disebabkan oleh ruptur aneurisma serebral, 10% akibat
kondisi non-aneurisma, dan 5% akibat kondisi medis lainnya seperti inflamasi
atau non-inflamasi.5

Tabel 1. Penyebab perdarahan subarachnoid (PSA)


10

V. PATOFISIOLOGI

Penyebab paling sering dari perdarahan subarachnoid spontan (non-traumatic)


adalah ruptur berry aneurism. Berry aneurism diperkirakan timbul akibat
kelemahan bawaan pada dinding pembuluh darah besar di basis cranii, terutama
pada bagian yang bercabang. Dilatasi aneurisma ini berawal dari arteri intrakranial
pada sirkulus Willisi di basis cranii. Aneurisma ini biasanya muncul dan
menyebabkan gejala simptomatik setelah dekade ketiga. Ruptur aneurisma secara
tiba-tiba akan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial yang akan
mengganggu aliran darah ke otak. Pasien yang mengalami perdarahan otak luas
akan menyebabkan kerusakan yang berat pada otak. Iskemik otak secara fokal
dapat terjadi akibat vasospasme dari arteri-arteri yang mengalami ruptur.5
11

Gambar 7: Lokasi frekuensi dan distribusi aneurisma serebral.

Penyebab lainnya adalah trauma kepala. Trauma kepala yang paling sering
terjadi adalah akibat kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan ruptur/robekan
pada arteri serebralis yang berada pada subarachnoid space.3,4
Sedangkan pada malformasi arteriovena (MAV), pembuluh melebar
sehingga darah mengalir di antara arteri bertekanan tinggi dan sistem vena
bertekanan rendah. Akhirnya, dinding venula melemah dan darah dapat keluar
dengan cepat ke jaringan otak.3

VI. DIAGNOSIS
Anamnesis
Dari anamnesis, didapatkan gejala klinis berupa:6,7
1. Pasien mengeluh sakit kepala berat yang
akut. Namun apabila pasien hanya mengeluh sakit kepala ringan, tidak
menutup kemungkinan mengarah ke PSA.
2. Mual, pucat dan sangat berkeringat.
12

3. Penurunan kesadaran yang cepat sampai


koma.
4. Gejala klinis dari PSA ini juga mirip
dengan penyakit ensefalitis, meningitis, glaukoma akut dan migrain.

b) Pemeriksaan Fisik6,7
1. Sekitar setengah dari pasien memiliki tekanan darah rendah sampai sedang.
Tekanan darah dapat menjadi labil dengan meningkatnya tekanan
intrakranial. Takikardia bisa terjadi beberapa hari setelah terjadinya
perdarahan.
2. Suhu badan meningkat.
3. Biasanya bisa terjadi meningitis akibat PSA ini (sekitar hari keempat).
4. Tanda-tanda neurologis berupa kaku kuduk dan kejang fokal. Kelainan
neurologis fokal ditemukan pada lebih dari 25% dari pasien. Penurunan
fungsi neurologis dapat ditemukan, termasuk penurunan kesadaran. Defisit
neurologis motorik terjadi pada 10-15% pasien. Pada 40% pasien, tidak ada
tanda-tanda lokalisasi yang jelas.
5. Pada 25%pasien terjadi kelumpuhan saraf kranial, disertai kehilangan
memori. Yang paling sering adalah n. oculomotorius dengan atau tanpa
midriasis ipsilateral, akibat pecahnya aneurisma arteri cerebri posterior.
Kelumpuhan n. abducens biasanya disebabkan meningkatnya tekanan
intrakranial.
6. Dari funduskopi dapat ditemukan edema papil. Perdarahan subhialoidretina
terlihat jelas pada 20-30% dari pasien. Perdarahan retina lainnya dapat
dilihat.

c) Pemeriksaan Radiologi
Computed Tomography Scan (CT Scan)
CT scan adalah gold standard untuk pemeriksaan untuk perdarahan
intrakranial. Pemeriksaan CT scan berfungsi untuk mengetahui adanya
massa intrakranial. Pada foto CT scan PSA, tampak gambaran lesi
13

hiperdens dengan tepi tidak rata, biasanya pada cisterna basalis, fissura
Sylvian (tergantung lokasi ruptur aneurismanya), dan ruang subarachnoid.
Dapat pula tampak efek hematokrit pada pendarahan intraventrikular.

Gambar 8: perdarahan subarachnoid akibat pecahnya aneurisma arteri communicans anterior.

2. Magnetic Renosnance Imaging (MRI)


Perdarahan subarachnoid (PSA) akut biasanya tidak terlihat pada
T1W1 dan T2W1, meskipun dapat dilihat sebagai intermediate untuk
pencahayaan sinyal tinggi dengan proton atau gambar FLAIR. CT-scan
pada umumnya lebih baik daripada MRI dalam mendeteksin PSA akut.
Kadang-kadang MRI memberikan gambaran lapisan tipis pada sinyal
rendah.6
14

Gambar 9: Gambar menunjukkan perdarahan subarachnoid pasca trauma (panah) di atas lobus
temporal.

VII. DIAGNOSIS BANDING


a) Epidural Hematom
Epidural hematom didefinisikan sebagai perdarahan di ruang potensial
antara dura yang tidak terpisahkan dari periosteum kranial dan perbatasan
tulang. Secara anatomi, epidural hematom terletak di antara tabula interna
dan dura mater dan tampak sebagai gambaran biconvex yang khas akibat
tepi luarnya mengikuti tabula interna cranium dan tepi dalamnya dibatasi
oleh lapisan dura mater. Epidural hematom dapat terjadi secara intrakranial
dan intraspinalis yang dapat berakibat klinis yang signifikan berupa
kesakitan dan atau kematian jika tidak didiagnosis dan diobati dengan cepat.
Pada kenyataannya, epidural hematom dianggap sebagai neurosurgical
emergency yang mana dapat mengakibatkan somnolen, koma, dan bahkan
herniasi jika tidak diobati.8
15

b) Subdural Hematom
Hematoma subdural terjadi akibat pengumpulan darah diantara dura
mater dan arachnoid. Secara klinis hematoma subdural akut sukar dibedakan
dengan hematoma epidural yang berkembang lambat. Bisa disebabkan oleh
trauma hebat pada kepala yang menyebabkan bergesernya seluruh parenkim
otak mengenai tulang sehingga merusak arteri kortikalis.Biasanya disertai
dengan perdarahan jaringan otak. Gejalanya adalah nyeri kepala progresif,
ketajaman penglihatan berkurang karena edema papil yang terjadi, tanda-
tanda defisit neurologis daerah otak yang tertekan. Gejala ini timbul
berminggu-minggu hingga berbulan-bulan setelah terjadinya trauma kepala.8

VIII. KOMPLIKASI
1. Perdarahan Ulang
Perdarahan ulang dari PSA terjadi pada 20% pasien dalam 2 minggu
pertama. Perdarahan ulang pada hari-hari pertama mungkin berkaitan
dengan tidak stabilnya sifat alami dari trombus aneurisma, sebagai
penghambat kerja lisis dalam proses pembekuan di tempat pecahnya.
Faktor klinis yang meningkatkan kemungkinan perdarahan ulang termasuk
hipertensi, kecemasan, agitasi,dan kejang. 1,5
2. Hidrosefalus
Komplikasi meliputi hidrosefalus (obstruktif akut dan sulit untuk
berkomunikasi), vasospasme serebral yang menyebabkan infark dan
herniasi transtentorial sekunder yang disebabkan oleh peningkatan
tekanan intrakranial.
PSA dapat menyebabkan hidrosefalus oleh 2 mekanisme: obstruksi
aliran CSF (yaitu akut, obstruktif, tipe non-communicating) dan
penyumbatan granulatio arachnoidea oleh jaringan skar (yaitu tertunda,
non-obstruktif, tipe communicating). Hidrosefalus akut disebabkan oleh
kompromasi jalur sirkulasi CSF dengan mengganggu aliran CSF melalui
16

aquaductus Sylvius, ventrikel keempat, cisterna basalis, dan ruang


subarachnoid. Produksi CSF dan tingkat penyerapan tidak berubah.1,5
3. Peningkatan ICP
Peningkatan ICP akibat efek massa darah (subarachnoid, intrakranial,
intraventrikular, atau perdarahan subdural) atau hidrosefalus akut. Setelah
ICP mencapai rata-rata tekanan arteri (MAP), tekanan perfusi serebral
menjadi nol dan aliran darah otak berhenti, yang mengakibatkan hilangnya
kesadaran dan kematian.8

IX. PENATALAKSANAAN

Pengelolaan pasien dengan PSA termasuk masuk ke unit perawatan intensif


untuk observasi status neurologis, tanda-tanda vital, dan fungsi jantung. Observasi
yang cermat diperlukan untuk mengevaluasi peningkatan, perubahan sakit kepala
di tingkat kesadaran, kelemahan ekstremitas, perubahan pola bicara, atau defisit
neurologis lainnya. Tekanan darah sistolik pasien sebaiknya kurang dari 140
mmHg. Pada pasien hipertensi, obat IV seperti nicardipine dapat dititrasi untuk
mempertahankan parameter. Sebuah saluran ventrikel eksternal (EVD) dipasang
pada pasien dengan bukti CT hidrosefalus atau penurunan kesadaran.5
Evaluasi harian kimia darah dianjurkan untuk memantau hiponatremia, yang
merupakan komplikasi umum dari PSA. Untuk mempertahankan tingkat natrium
lebih besar dari 135 mEq / L, pasien mungkin memerlukan suplemen natrium oral
(1 atau 2 gram 3 kali sehari) atau NaCl 1,5-3% drips 30-50 cc per jam, bersama
dengan penggantian cairan yang memadai. Setelah penggantian natrium dimulai,
kadar natrium harus sering dipantau, 2-4 kali sehari sampai stabil dan sampai
suplemen diserap.5
Manitol diberikan dengan tujuan untuk menurunkan tekanan intracranial
(TIK) yang meningkat. Sediaan yang tersedia cairan manitol dengan konsentrasi
20%. Dosis yang diberikan 0,25 1 gr/kgBB diberikan secara bolus intravena.
17

Adanya perburukan neurologis yang akut, seperti terjadinya dilatasi pupil,


hemiparesis maupun kehilangan kesadaran saat pasien dalam observasi
merupakan indikasi kuat pemberian manitol.8
Nimodipin mulai diberikan pada semua pasien dengan PSA untuk pencegahan
dan pengobatan vasospasme.5

X. PROGNOSIS

Sebuah studi di Inggris menunjukkan bahwa 16% pasien dengan PSA


meninggal tanpa menerima penanganan medis. Dewasa ini, sekitar 30% kasus
PSA mengalami perdarahan ulang, sekitar 30% mengalami iskemia otak dan
sekitar 30% memburuk akibat hidrosefalus. Studi menunjukkan bahwa tanpa
pengobatan sekitar 20% dari aneurisma akan pecah kembali dalam waktu 2
minggu setelah perdarahan pertama. Sekitar 35% pasien meninggal dunia pada
saat ruptur aneurisma PSA yang pertama; 15% pasien meninggal dunia dalam
waktu beberapa minggu karena ruptur aneurisma PSA yang berikutnya. Setelah 6
bulan, ruptur aneurisma PSA terjadi untuk kali kedua adalah sekitar 3% per
tahun.5,7
18

DAFTAR PUSTAKA

1. Alfa AY, Soedomo A, Toyo AR, Aliah A, Limoa A, et al. Gangguan Peredaran Darah
Otak (GPDO) Dalam Harsono ed. Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi 1. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press; 2009. hal. 59-107
2. Haberland C, editor.Clinical neuropathology text and color atlas. 1st ed.New
York:Demos Medical Publishing; 2007. p.264.
3. Price SA, Wilson LM, editors. Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2003. hal. 1121-2; 1171-4.
4. Netter FH. Interactive atlas of human anatomy. 3rd ed. New York: Saunders;
2002.
5. Goldszmidt AJ, Caplan LR. Stroke Esensial. Perdarahan Otak. Edisi 2.
Jakarta: PT Indeks; 2013. hal 36-44.
6. Misbach J. Stroke Aspek Diagnosis, Patofisiologi, Manajemen.Diagnosis
Stroke. Jakarta: PERDOSSI; 2011. hal 57-83.
7. Mardjono M, Sidharta P. Mekanisme Gangguan Vaskular Susunan Saraf Pusat
Dalam Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Edisi 15. Jakarta: PT
Dian Rakyat; 2012. hal. 269-92.
8. Fildes J, Meredith W, Kortbeek J, Advanced Trauma Life Support. Cedera
Kepala. Edisi 8. Chicago; American College of Surgeons Committee on
Trauma. 2004. hal 153-77.

Anda mungkin juga menyukai