Anda di halaman 1dari 97

Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

BAB III PFOFIL SANITASI KOTA

3.1. Kondisi Umum Sanitasi Kota


3.1.1. Kesehatan
Lingkungan
Lingkungan (rumah, sekolah, tempat kerja dan
komunitas) dimana penduduk memperoleh akses
terhadap air yang aman dan sanitasi yang layak dan telindung dari
risiko polusi, kimia,

kerusakan lingkungan dan


bencana ( definisi
lingkungan sehat menurut WHO ).
Beberapa indikator terkait dengan kesehatan

lingkungan meliputi rumah sehat, sarana air bersih, jamban sehat,


sampah, air
limbah,
angka
bebas
jentik, kesehatan tempat-tempat umum &

pengelolaan makanan, penyakit


berbasis lingkungan.
a. Rumah Sehat1
Pada Tahun 2009, jumlah rumah di Kota
Bogor sebanyak 166.619. Dari jumlah rumah yang ada dilakukan

1 Kriteria rumah sehat: memiliki langit-langit bersih, dinding permanen, memiliki lantai, ada jendela
kamar tidur,ada jendela ruang keluarga, ada ventilasi, ada lubang asap dapur, pencahayaan baik, bebas
tikus, tersedia sarana air bersih, ada jamban, ada sarana pembuangan air limbah.

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


1
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

pemeriksaan terhadap 166.117 rumah ( 99 % ). Berdasarkan hasil


pemeriksaan tersebut ditemukan rumah sehat sebanyak 73,53% dimana angka
capaian ini masih dibawah target yang ditetapkan dalam SPM yaitu 80 %.
Dari angka capaian tersebut apabila dilihat angka capaian terbanyak rumah
sehatnya adalah wilayah kerja Puskesmas Tegal Gundil ( 95,53 % ) yang
membawahi 2 wilayah kelurahan yaitu Kelurahan Tegal Gundil dan
Kelurahan Bantarjati sedangkan angka capaian rumah sehat terkecil adalah
wilayah kerja Puskesmas Gang Aut ( 52,87 % ) yang membawahi 2 wilayah
kelurahan yaitu Kelurahan Gudang dan Kelurahan Paledang.
b. Sarana Ibadah Sehat
Jumlah sarana ibadah yang ada di Kota Bogor sebanyak 1.343 sarana. Dari
jumlah yang ada yang sudah dilakukan pemeriksaan sebanyak 945 sarana
( 70,36%) dengan hasil yang telah memenuhi syarat kesehatan sebanyak 720
sarana (76,19%).
c. Tempat-Tempat Umum (TTU) dan Tempat Pengelolaan Makanan sehat
Tempat-Tempat Umum dan Tempat Pengelolaan Makanan yang ada di Kota
Bogor meliputi sarana pelayanan kesehatan, sarana pendidikan, sarana
ibadah, pondok pesantren, perkantoran, hotel, kolam renang, pasar/pusat
perbelanjaan,industri, pemandian umum, obyek wisata, bioskop, terminal,
salon,jasaboga, restoran, rumah makan, snack bar, warung makan, kantin,
makanan jajanan, depot air minum dan lain-lain. Pada tahun 2009 dari 7.643
TTU/TPM yang ada 63 % dilakukan pemeriksaan dan dari hasil pemeriksaan
yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak 69,64 %.
d. Sekolah Sehat2
Tabel 3.1 Data Kesehatan Sekolah Dasar Kota Bogor Tahun 2009

No Indikator Persentase
1. Sekolah Dasar Sehat 25,7 %

2. Sekolah Dasar Kurang Sehat 74,3 %

3. Murid SD dengan status gizi kurang 6%

4. Murid SD dengan status gizi baik 87,3 %

5. Murid SD dengan status gizi lebih 6,7 %

6. Murid SD dengan penyakit gigi 42,1 %

7. Murid SD dengan penyakit THT 8,6 %

8. Murid SD dengan penyakit ISPA 6,5 %

2 Kriteria sekolah sehat: ruangan sekolah yang tertata dan bersih, mempunyai kantin sekolah,
tersedianya jamban septik serta tempat cuci tangan, tersedianya air bersih untuk murid dan guru,
memelihara apotik hidup, memiliki tempat sampah di setiap ruang kelas, Usaha Kesehatan Sekolah
dikelola dengan baik dan rutin serta sikap prilaku murid yang mengedepankan kesehtan hygiene dan
lingkungan.

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


2
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

9. Murid SD dengan penyakit Kulit 2,9 %

10. Murid SD dengan kelainan visus 1,4 %

11. SD dengan kepemilikan dana sehat 20 %

12. SD dengan fasilitas sarana air bersih 89,7 %

13. SD dengan fasilitas jamban/WC sehat 70,7 %

14. SD dengan Kantin Sehat 24,8 %

15. SD dengan strata UKS minimal 37,5 %

16. SD dengan strata UKS standart 38,3 %

17. SD dengan strata UKS optimal 17,4 %

18. SD dengan strata UKS paripurna 6,8 %


Sumber : Dinas Kesehatan Kota Bogor Tahun 2009

e. Kepemilikan Sarana Jamban Keluarga/WC


Dari jumlah rumah yang ada di Kota Bogor yaitu sebanyak 166.619 rumah,
yang memiliki sarana jamban keluarga adalah sebanyak 124.951 rumah (74,9
%). Angka capaian tersebut diatas masih di bawah target SPM yaitu 80 %.
Angka capaian tertinggi kepemilikan sarana jamban keluarga ada di wilayah
kerja Puskesmas Tegal Gundil ( 97,56 % ) yang membawahi 2 wilayah
kelurahan yaitu Kelurahan Tegal Gundil dan Kelurahan Bantarjati. Sedangkan
angka capaian terkecil kepemilikan sarana jamban keluarga ada di wilayah
kerja Puskesmas Belong ( 38,9 % ) yang membawahi 1 wilayah kelurahan
yaitu Kelurahan Babakan Pasar.Angka capaian ini masih bersifat kuantitatif
yaitu jamban yang di data masih meliputi jamban yang mempunyai septik
tank maupun jamban yang tidak mempunyai septik tank (plengsengan ).
f. Kepemilikan Sarana Air Bersih
Sumber air bersih meliputi : PDAM, Sumur Gali, Sumur Pompa Tangan,
Sumur Pompa Listrik, Terminal Air, Hydrant Umum, Penampungan Air
Hujan dan Mata Air. Data kepemilikan air bersih dapat dilihat pada Tabel 3.2
dibawah ini
Tabel. 3.2
Persentase Kepemilikan SAB per Kecamatan di Kota Bogor Tahun
2009
No Kecamatan PDA SG SPT SL TAH Kran PM MA
M U Kelom A
p.
1. Bgr Utara 53,4 10,1 1,4 34,4 - - - 0,7

2. Bgr Timur 46,3 11,1 4,6 34,2 - - - 3,8


BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
3
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

3. Bgr Selatan 48 20,5 1,3 29,9 0,04 - 0,04 0,3

4. Bgr Barat 39,8 14 8 36,9 - - 0,5 0,7

5. Bgr Tengah 90,5 2,9 0,9 2,1 0,02 - 3,5 -

6 Tanah 37,8 14 2,1 44,2 1,9 0,01 - 0,01


Sareal
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Bogor Tahun 2009
Dari tabel diatas terlihat bahwa masih ada masyarakat yang menggunakan
sarana air bersih dari mata air yang tidak terlindungi meskipun jumlahnya
tidak besar.Jumlah rumah yang menggunakan sumber air bersih dari mata air
yang tidak terlindungi terbanyak ada di Kelurahan Katulampa yaitu sebanyak
375 rumah.
g. Rumah Bebas Jentik
Tabel 3.3
Angka Bebas Jentik per Kecamatan Tahun 2009

No Kecamatan Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV


1. Bogor Utara 90 % 87, % 91, % 94 %

2. Bogor Timur 91 % 91 % 93 % 93 %

3. Bogor Selatan 93 % 92 % 92 % 94 %

4. Bogor Barat 93 % 94 % 94 % 94 %

5. Bogor Tengah 91 % 94 % 95 % 94 %

6. Tanah Sareal 92 % 92 % 93 % 92 %
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Bogor Tahun 2009

Dari tabel diatas terlihat bahwa angka bebas jentik seluruh Kecamatan di
Kota Bogor belum mencapai target yang ditetapkan yaitu 95 %, hal ini
mengakibatkan tingginya kasus Demam Berdarah Dengue di Kota Bogor.

3.1.2. Kesehatan dan Pola Hidup Masyarakat


Derajat Kesehatan menurut HL.Blum dipengaruhi oleh empat faktor yaitu :
Faktor Lingkungan, Faktor Perilaku, Faktor Pelayanan Kesehatan dan Faktor
Genetik. Dari keempat faktor tersebut di atas faktor lingkungan mempunyai
pengaruh paling besar untuk meningkan derajat kesehatan diikuti dengan faktor
perilaku, faktor pelayanan kesehatan dan faktor genetik. Beberapa indikator
derajat kesehatan di Kota Bogor dapat dilihat melalui Tabel 3.4 Berikut ini.
Tabel : 3.4 Indikator Derajat Kesehatan Kota Bogor Tahun 2009
NO Indikator Tahun 2008 Tahun 2009
1. Jumlah Kematian Bayi Lahir 95 47

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


4
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

2. Jumlah Kematian Ibu 8 13

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Bogor Tahun 2009

Perkembangan jumlah kematian bayi sendiri sangat berfluktuatif namun


data yang tersedia adalah data pencatatan jumlah kematian bayi sehingga angka
kematiannya sendiri kemungkinan sangat lebih rendah mengingat pertumbuhan
populasi penduduk yang terus meningkat. Berikut ini perkembangan jumlah
kematian bayi dari tahun 2000 hingga 2008.
Gambar 3.1 Jumlah Kematian bayi dari tahun 2000 sampai dengan
2008

Sumber : Kesga (pendataan kematian Ibu Bayi 2008)


Bila dilihat dari penyebab kematian bayi dapat dilihat dari tabel sebagai
berikut:
Tabel 3.5
Distribusi Kematian Bayi Menurut Penyebab Kematian Tahun 2008
No Penyebab Jumlah %
1 BBLR 26 27,37
2 Asfiksia 22 23,16
3 Tetanus 1 1,05
4 Ispa 4 4,21
5 Diare 2 2,11
6 Infeksi 6 6,32
7 Mslh Laktasi 1 1,05
8 Lain-lain 33 34,74
Total 95
Sumber : Kesga tahun 2008

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa kematian bayi terbesar terjadi


karena BBLR, hal ini menjunjukkan bermasalahnya bayi sejak dalam kandungan
ibu yang kurang gizi (KEK=Kurang Energi Kronis), oleh karena itu Pemeriksaan
Antenatal Care sangat penting untuk mencegahnya. Pada urutan rangking
penyebab kematian bayi, Diare dan Ispa menduduki perigkat ke-4 dan 5 dimana
hal ini menunjukkan bahwa masalah kesehatan lingkungan juga masih menjadi
salah satu factor penyebab.
Dari Table 3.4 terlihat adanya kenaikan derjat kesehatan di Kota Bogor
dari Tahun 2008 terlihat dengan menurunnya jumlah kematian baik jumlah
kematian bayi, ibu maupun balita.Kenaikan derajat kesehatan merupakan hasil
dari berbagai upaya yang telah dilakukan oleh berbagai pihak baik pemerintah,
swasta dan masyarakat. Berbagai upaya tersebut meliputi upaya perbaikan sarana
sanitasi, upaya peningkatan perilaku hidup bersih sehat dan upaya peningkatan
pelayanan kesehatan. Terkait dengan upaya peningkatan Perilaku Hidup Bersih
Sehat, Kota Bogor melalui Dinas Kesehatan telah melakukan survey setiap tahun
di tatanan rumah tangga sejak tahun 2007. Ada 10 Indikator yang dinilai dalam
Perilaku Hidup Bersih Sehat yaitu : Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan,

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


5
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

Memberi bayi Asi Eksklusif, Menimbang balita setiap bulan, Menggunakan air
bersih, Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, Menggunakan jamban sehat,
Memberantas jentik di rumah sekali seminggu, Makan sayur dan buah setiap hari,
Melakukan aktivitas fisik setiap hari dan Tidak merokok di dalam rumah. Adapun
hasil survey PHBS di Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 3.6 berikut ini.
Tabel 3.6
Hasil Survey PHBS di Tatanan Rumah Tangga Kota Bogor
No Tahun Persentase Rumah Tangga Sehat
1. Tahun 2007 24,97 %

2. Tahun 2008 32,86 %

3. Tahun 2009 44,70 %


Sumber : Dinas Kesehatan Kota Bogor Tahun 2009

Dari tabel tersebut di atas terlihat bahwa setiap tahun terdapat peningkatan
rumah tangga yang berperilaku hidup bersih dan sehat, meskipun angka yang
dicapai masih dibawah angka SPM yang ditetapkan yaitu 65 %.Dari angka yang
telah dicapai didapatkan data bahwa pada tahun 2007 untuk pencapaian rumah
tangga sehat tertinggi ada pada wilayah kerja Puskesmas Bondongan ( 58,20 % )
yang membawahi 3 wilayah kelurahan yaitu Kelurahan Bondongan, Kelurahan
Empang dan Kelurahan Cikaret sedangkan jumlah rumah tangga sehat terkecil ada
pada wilayah kerja Puskesmas Cipaku ( 7,28 % ) yang membawahi 5 wilayah
kelurahan yaitu Kelurahan Cipaku, Kelurahan Genteng, Kelurahan Rancamaya,
Kelurahan Kertamaya dan Kelurahan Bojongkerta. Untuk Tahun 2008 jumlah
rumah tangga sehat tertinggi ada pada wilayah kerja Puskesmas Bondongan
( 57,14 % ) yang membawahi 3 wilayah kelurahan yaitu Kelurahan Bondongan,
Kelurahan Empang dan Kelurahan Cikaret sedangkan jumlah rumah tangga sehat
terkecil ada pada wilayah kerja Puskesmas Warung Jambu ( 9,52 % ) yang
membawahi 3 wilayah kelurahan yaitu Kelurahan Kedung Halang, Kelurahan
Ciparigi dan Kelurahan Ciluar Tahun 2009 jumlah rumah tangga sehat tertinggi
ada pada wilayah kerja Puskesmas Tegal Gundil ( 78,92 % ) yang membawahi 2
wilayah kelurahan yaitu Kelurahan Tegal Gundil dan Kelurahan Bantarjati
sedangkan jumlah rumah tangga sehat terkecil ada pada wilayah kerja Puskesmas
Sempur ( 14,90 % ) yang membawahi 3 wilayah kelurahan yaitu Kelurahan
Sempur, Kelurahan Tegallega dan Kelurahan Babakan.
Penyakit Berbasis Lingkungan
Pengaruh lingkungan yang belum memenuhi syarat kesehatan memberikan
dampak terjadinya berbagai penyakit yang banyak terjangkit di masyarakat.
Penyakit yang disebabkan karena kondisi lingkungan yang kurang memenuhi
syarat kesehatan disebut Penyakit Berbasis Lingkungan ( PBL ). Beberapa
penyakit PBL yang sering terjadi di Kota Bogor seperti Demam Berdarah Dengue,
Diare, TBC Paru, Infeksi Saluran Pernafasan Akut, Penyakit Kulit, Demam
Thypoid, Filariasis dan Penyakit Kecacingan. Data terkait dengan jumlah kasus
penyakit berbasis lingkungan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.7
Data Kasus DBD per Kecamatan di Kota Bogor
No Kecamatan Tahun 2008 Tahun 2009
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
6
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

1. Bogor Utara 299 kasus 319 kasus


2. Bogor Timur 132 kasus 128 kasus
3. Bogor Selatan 126 kasus 157 kasus
4. Bogor Barat 299 kasus 361 kasus
5. Bogor Tengah 225 kasus 251 kasus
6. Tanah Sareal 263 kasus 288 kasus
TOTAL KOTA BOGOR 1.344 kasus 1.504 kasus
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Bogor Tahun 2009

Dari data tersebut diatas terlihat ada kenaikan kasus yang cukup besar dari
tahun 2008 hampir di semua Kecamatan. Adapun distribusi kasus tertinggi tahun
2009 yaitu Kelurahan Bantarjati (79 kasus), diikuti Kelurahan Menteng (73 kasus)
dan yang ketiga Kelurahan Gunung Batu (66 kasus). Sedangkan jumlah kasus
terkecil adalah Kelurahan Genteng, Kelurahan Kertamaya dan Kelurahan
Bojongkerta masing-masing 1 kasus. Tingginya kasus DBD di Kota Bogor banyak
dipengaruhi oleh keadaan curah hujan yang cukup tinggi, tingginya mobilitas
penduduk dan faktor lingkungan yang memungkinkan timbulnya perindukan
nyamuk.
Tabel 3.8
Data Kasus TBC Paru BTA (+) per Kecamatan di Kota Bogor
No Kecamatan Tahun 2008 Tahun 2009
1. Bogor Utara 191 kasus 184 kasus
2. Bogor Timur 96 kasus 97 kasus
3. Bogor Selatan 232 kasus 163 kasus
4. Bogor Barat 202 kasus 199 kasus
5. Bogor Tengah 113 kasus 108 kasus
6. Tanah Sareal 193 kasus 209 kasus
TOTAL KOTA BOGOR 1.027 kasus 960 kasus
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Bogor Tahun 2009

Dari tabel diatas terlihat bahwa jumlah kasus TBC Paru BTA (+) pada
tahun 2009 mengalami penurunan dibanding tahun 2008, dimana sebaran kasus
tertinggi ada pada kelurahan Kedung Badak ( 33 kasus ) dan kasus terkecil ada
pada Kelurahan Harjasari (1kasus). TBC BTA (+) adalah penderita TBC Paru
yang pada pemeriksaan dahak SPS (Sewaktu Pagi Sewaktu ) ditemukan
kuman mycobakterium tuberculose yang mana penderita TBC Paru BTA (+)
tersebut sangat menularkan.Penyakit TBC Paru sangat dipengaruhi kondisi
lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan seperti rumah yang tidak
memiliki ventilasi, kurang pencahayaan, penghuni yang terlalu padat, lantai
rumah dari tanah termasuk perilaku yang tidak sehat seperti kebiasaan meludah
sembarangan, tidak menutup mulut pada saat batuk dan merokok.
Tabel. 3.9
Data Kasus Diare per Kecamatan di Kota Bogor
No Kecamatan Tahun 2008 Tahun 2009
1. Bogor Utara 5.765 kasus 4.469 kasus
2. Bogor Timur 1.661 kasus 1.957 kasus
3. Bogor Selatan 4364 kasus 3.305 kasus
4. Bogor Barat 6.421 kasus 3.525 kasus
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
7
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

5. Bogor Tengah 8.372 kasus 2.598 kasus


6. Tanah Sareal 7.084 kasus 4.162 kasus
TOTAL KOTA BOGOR 33.667 kasus 20.016 kasus
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Bogor Tahun 2009

Dari tabel diatas terlihat bahwa jumlah kasus diare pada tahun 2009
mengalami penurunan dibanding tahun 2008. Untuk tahun 2009 jumlah kasus
tertinggi ada di wilayah kerja Puskesmas Bogor Utara (2.286) yang membawahi 3
wilayah kelurahan yaitu Kelurahan Tanah Baru, Kelurahan Cimahpar dan
Kelurahan Cibuluh.Penyakit diare sangat berhubungan dengan kondisi lingkungan
yang kurang memadai dan perilaku hidup tidak sehat seperti penggunaan sumber
air yang tercemar terutama oleh bakteri E.Colli, buang air besar sembarangan,
kebiasaan tidak mencuci tangan pada saat berhubungan dengan makanan,
kebiasaan minum air yang belum dimasak, tidak menutup makanan dengan
tudung saji, mencuci alat makan dengan air yang tercemar dan makan makanan
yang tidak aman.
Tabel. 3.10
Data Kasus ISPA per Kecamatan di Kota Bogor
No Kecamatan Tahun 2008 Tahun 2009
1. Bogor Utara 36.814 kasus 26.196 kasus
2. Bogor Timur 20.341 kasus 20.660 kasus
3. Bogor Selatan 64.987 kasus 27.998 kasus
4. Bogor Barat 53.886 kasus 35.749 kasus
5. Bogor Tengah 95.299 kasus 22.249 kasus
6. Tanah Sareal 41.343 kasus 35.089 kasus
TOTAL KOTA BOGOR 312.670 kasus 167.941 kasus
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Bogor Tahun 2009

Dari tabel diatas terlihat bahwa kasus ISPA di tahun 2009 mengalami
penurunan dibanding tahun 2008. Sedangkan untuk kasus ISPA tertinggi ada di
wilayah kerja Puskesmas Kedung Badak ( 12.990 kasus ) yang membawahi 3
wilayah kelurahan yaitu Kelurahan Kedung Badak, Kelurahan Kedung Waringin
dan Kelurahan Kedung Jaya. Seperti halnya penyakit PBL lainnya ISPA juga
sangat dipengaruhi kondisi lingkungan dan perilaku hidup bersih sehat seperti
kondisi rumah yang kurang sehat dimana ventilasi dan pencahayaannya kurang,
rumah yang lantainya masih dari tanah, rumah dengan penghuni yang padat,
kebiasaan buang dahak sembarangan, tidak menutup mulut pada waktu batuk dan
merokok.
Tabel. 3.11
Data Kasus Demam Thypoid per Kecamatan di Kota Bogor
Kecamatan Tahun 2008 Tahun 2009
No
1. Bogor Utara 2.766 kasus 1.256 kasus
2. Bogor Timur 1.160 kasus 1.004 kasus
3. Bogor Selatan 2.146 kasus 693 kasus
4. Bogor Barat 1.723 kasus 890 kasus
5. Bogor Tengah 1.258 kasus 394 kasus
6. Tanah Sareal 1.409 kasus 594 kasus
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
8
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

TOTAL KOTA BOGOR 10.462 kasus 4.831 kasus


Sumber : Dinas Kesehatan Kota Bogor Tahun 2009

Dari Tabel diatas terlihat ada penurunan jumlah kasus yang cukup besar
dari tahun 2008. Adapun sebaran kasus tertinggi ada di wilayah kerja Puskesmas
Bogor Utara ( 775 kasus ) yang membawahi 3 kelurahan yaitu Kelurahan Tanah
Baru, Kelurahan Cimahpar dan Kelurahan Cibuluh.Demam Thypoid di sebabkan
karena masuknya kuman salmonella thypi kedalam tubuh. Kuman Salmonella
thypi banyak terdapat di dalam bahan makanan, air dan tanah. Sehingga kondisi
sanitasi yang kurang memadai dan perilaku hidup yang tidak sehat menjadi salah
satu penyebab terjangkitnya penyakit demam thypoid.
Tabel. 3.12
Data Kasus Penyakit Kulit per Kecamatan di Kota Bogor
No Kecamatan Tahun 2008 Tahun 2009
1. Bogor Utara 3.116 kasus 1.968 kasus
2. Bogor Timur 2.508 kasus 2.128 kasus
3. Bogor Selatan 4.347 kasus 1.797 kasus
4. Bogor Barat 6.080 kasus 3.259 kasus
5. Bogor Tengah 5.281 kasus 797 kasus
6. Tanah Sareal 3.393 kasus 1.512 kasus
TOTAL KOTA BOGOR 24.725 kasus 11.461 kasus
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Bogor Tahun 2009

Dari tabel di atas terlihat bahwa jumlah kasus penyakit kulit pada tahu
2009 mengalami penurunan yang cukup signifikan dibanding tahun 2008. Adapun
sebarab kasus tertinngi ada di wilayah kerja Puskesmas Bogor Utara ( 1.599 kasus
) yang membawahi 3 kelurahan yaitu Kelurahan Tanah Baru, Kelurahan Cibuluh
dan Kelurahan Cimahpar. Penyakit Kulit sangat identik dengan lingkungan yang
kurang sehat dan perilaku yang tidak sehat seperti penggunaan sarana air bersih
yang tidak memenuhi syarat kesehatan, rumah yang bersebelahan dengan
kandang, sampah yang tidak dikelola dengan benar, saluran limbah rumah tangga
yang menggenang, kebiasaan mandi yang tidak benar,memakai baju yang jarang
dicuci, menggunakan handuk secara bersama, tempat tidur yang tidak pernah
dijemur dan kuku yang tidak dipotong secara rutin.
Tabel. 3.13
Data Kasus Penyakit Kecacingan per Kecamatan di Kota Bogor
No Kecamatan Tahun 2008 Tahun 2009
1. Bogor Utara 4 kasus 1 kasus
2. Bogor Timur 1 kasus -
3. Bogor Selatan 43 kasus 1 kasus
4. Bogor Barat 39 kasus 1 kasus
5. Bogor Tengah 20 kasus 3 kasus
6. Tanah Sareal 4 kasus 16 kasus
TOTAL KOTA BOGOR 111 kasus 19 kasus
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Bogor Tahun 2009

Kasus kecacingan di Kota Bogor pada dua tahun terakhir cukup kecil
dimana kasus tertinggi ada di wilayah kerja Puskesmas Kedung Badak ( 15
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
9
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

kasus ) yang membawahi 3 kelurahan yaitu Kelurahan Kedung Badak, Kelurahan


Kedung Jaya dan Kelurahan Kedung Waringin. Kecacingan juga sangat
berhubungan dengan kondisi lingkungan yang kurang bersih dan juga perilaku
hidup kurang bersih dan sehat.Salah satu penyebab penurunan kasus kecacingan
yang cukup tajam pada dua tahun terakhir dikarenakan sejak tahun 2007 Kota
Bogor melaksanakan kegiatan meminum obat cacing secara massal selama 5
tahun berturut-turut.Upaya ini sebagai langkah untuk melaksanakan
pemberantasan penyakit Filariasis. Pada tahun 2005 Kota Bogor dinyatakan
sebagai daerah endemis Filariasis. Penetapan Kota Bogor sebagai daerah endemis
Filariasis adalah dengan ditemukannya 6 penderita Filariasis ( 1,2 % ) pada saat
pemeriksaan survey darah jari di 500 penduduk di Kelurahan Sukadamai.Penyakit
Filariasis disebabkan oleh cacing mikrofilaria yang ditularkan ke manusia melalui
gigitan nyamuk. Tentunya penyakit Filariasis juga erat hubungannya dengan
kondisi lingkungan yang kurang bersih dimana banyak terjadi perindukan
nyamuk.

3.1.3. Kuantitas dan Kualitas Air


Dalam rangka pelaksanaan kegiatan pengujian kualitas air
sungai, situ dan sumur di wilayah Kota Bogor pada tahun 2010,
telah dilakukan pengambilan contoh air sungai masing-masing
dari S. Ciliwung dan S. Cisadane beserta anak-anak sungainya,
air situ dan air sumur pada 6 (enam) wilayah kecamatan di kota
Bogor.
Pemeriksaan kualitas air dilakukan secara lengkap di
Laboratorium Kualitas Lingkungan Keairan (Terakreditasi),
dengan parameter kualitas sumber-sumber air sesuai ketentuan
yang berlaku, dimana untuk mengevaluasi kualitas air sungai dan
situ digunakan kriteria yang berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 82 tahun 2001 yaitu parameter kualitas sumber air
klasifikasi II yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku
air minum dan atau peruntukan lain yang memper-syaratkan
mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Sedangkan,
untuk penilaian kualitas air sumur penduduk digunakan kriteria
kualitas air sesuai baku mutu air minum pada Peraturan Menteri
Kesehatan No. 416/Menkes/PER/IX/1990.

3.1.3.1. Kualitas Air Sungai


Sebagaimana diuraikan di atas, untuk mengevaluasi
kualitas air sungai digunakan Peraturan Pemerintah Nomor 82
tahun 2001, tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran air, Kelas II (dua), yaitu air yang peruntukkannya
dapat digunakan untuk sumber baku air minum dan atau
peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut. Contoh air sungai yang telah
diambil, berasal dari 9 lokasi sungai dan anak sungai, dimana
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
10
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

pada tiap-tiap sungai dan anak sungai diambil contoh airnya


pada 3 (tiga) lokasi, masing-masing dibagian hulu, tengah dan
hilir sungainya.
Selain itu contoh kualitas air, diambil pula dari 2 lokasi situ
dan masing-masing situ diambil contoh airnya pada lokasi Inlet
dan Outlet. Sedangkan contoh air sumur diambil dari 6 lokasi
sumur penduduk dari 6 wilayah kecamatan Kota Bogor masing-
masing 1 lokasi sumur dari kecamatan Bogor Utara, Tanah
Sareal, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Selatan dan Bogor
Tengah.
Dalam pelaksanaannya evaluasi kualitas air akan mengacu
pada baku mutu air yang bersifat dinamis, yaitu akan
disesuaikan dengan kondisi dan situasi saat itu, seperti halnya
kualitas air alamiah yaitu sumber air di bagian hulu daerah
industri dan permukiman secara umum sebelumnya tidak dikaji
dalam kriteria tersebut, karena berdasarkan pada hasil penelitian
persyaratan mutu air hanya ditujukan untuk pemanfaatannya.
Oleh karena itu kriteria air tercemar pada setiap sumber air
apabila perlu dapat ditinjau kembali, dikarenakan kualitas air
alamiah tersebut tidak diperhitungkan atau tidak menjadi acuan
dalam kriteria. Sehingga sesuai dengan sasaran kegiatan. Untuk
air alamiah diperlukan suatu pedoman dari hasil penelitian
berupa besaran, tolok ukur atau acuan kualitas air alamiah di
Indonesia yang dapat dikelompokan berdasarkan daerah atau
pulau, karena setiap daerah aliran sungai secara spesifik
mempunyai karakteristik tersendiri
Dalam program pemantauan kualitas lingkungan kegiatan
pengujian kualitas air sungai, situ dan sumur di Kota Bogor tahun
2010, telah dilakukan pengujian air beberapa lokasi pada DAS
Ciliwung dan DAS Cisadane dan beberapa Sub DAS sebagai anak
sungai dari sungai Cisadane dan Ciliwung. Sungai yang diperiksa
kualitas airnya tersebut adalah S. Ciliwung dan S. Cisadane
beserta anak-anak sungai yang diantaranya sungai Ciluar,
Cipakancilan dan lain-lainnya. Sedangkan lokasi pengujian
kualitas air situ (2 Lokasi), adalah di lokasi Situ Gede dan Situ
Panjang. Selain daripada itu, lokasi pengujian kualitas air sumur
yang masing-masing 1 lokasi setiap kecamatan (6 kecamatan di
Kota Bogor), ditentukan secara acak dan refresentatif yang
kemudian diidentifikasi secara geografis..
Untuk mengevaluasi kualitas air hasil pengujiannya
digunakan kriteria baku mutu air pada Peraturan Pemerintah
Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air dengan klasifikasi air Kelas II, yaitu
air yang diperuntukannya dapat digunakan untuk air baku air

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


11
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

minum dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu


air sama dengan kegunaan tersebut.

3.1.3.1.1. Kualitas Air Sungai dan Anak Sungai Ciliwung

Berdasarkan data hasil analisis kualitas air sungai Ciliwung


tahun 2010, dapat diketahui bahwa kualitas air di lokasi bagian
hulu, tengah dan hilir S. Ciliwung kurang memenuhi persyaratan
untuk pemanfaatan air kelas dua pada Peraturan Pemerintah
Nomor 82 Tahun 2001. Karena tingginya total bakteri colie
dengan jumlah yang melampaui persyaratan kriteria baku mutu
tersebut, baik di bagian hulu, tengah, maupun hilir Sungai
Ciliwung diperlihatkan dalam tabel 3.14. berikut ini.
Tabel 3.14.
Parameter yang melebihi Krtieria BMA Kelas II pada S.
Ciliwung
Lokasi Parameter
BOD OT Sulfat Amonia NO2- Total Koliform
(mg/L) (mg/ (mg/L) total total (Jml/100mL)
L) (mg/L) (mg/L)

S. Ciliwung - 1.8 - tt - 7.3 tt 0.017 - 26.000-


Hulu 2.2 37.000

S. Ciliwung- 2.4 - 4.6 tt - 0.266 tt - 54.000-


Tengah 2.7 7.9 0.042 63.000

S. Ciliwung - 2.9 - - 4.6 tt - 0.131 - 110.000-


Hilir 3.8 11.3 120.000

Persyaratan 3 4 neg ned 0,05 5.000*


Keterangan (-) : memenuhi persyaratan
: *untuk pengelolaan air minum secara konvensional, total koliform < 10.000 / 100
mL

Selain daripada itu di lokasi bagian tengah Sungai Ciliwung,


juga terindikasi kecenderungan kadar BOD yang kurang
memenuhi persyaratan. Di bagian hilir Sungai Ciliwung selain
BOD dan jumlah bakteri total koliform yang tinggi, juga
mengandung fosfat total dan amonia total yang melampaui
persyaratan.

a) Kualitas Air Sungai Cibalok


Berdasarkan data hasil analisis kualitas air, diketahui bahwa
kualitas air dilokasi bagian hulu, tengah dan hilir S. Cibalok
kurang memenuhi persyaratan untuk pemanfaatan kelas dua.
Pada lokasi Sungai Cibalok hulu, parameter yang melebihi
persyaratan adalah kadar sulfat dan amonia total serta jumlah
bakteri total colie. Di bagian tengah Sungai Cibalok selain kadar
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
12
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

BOD, sulfat, amonia serta jumlah bakteri total koliform yang


melebihi persyaratan, sedangkan di bagian hilir kadar BOD, sulfat
dan amonia total juga terdapat kecenderungan meningkatnya
kadar deterjen dan jumlah bakteri total koli yang melebihi
persyaratan untuk kelas dua. Pada tabel 2. di bawah ini dapat
dilihat parameter-parameter yang melebihi persyaratan untuk
kelas dua pada Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001.
Tabel 3.15.
Parameter yang melebihi Krtieria BMA Kelas II pada S.
Cibalok
Lokasi Parameter

BOD Sulfat Amonia MBAS Total


(mg/L) (mg/L) total (mg/L) Koliform
(mg/L) (Jml/100mL)

S. Cibalok - - 2.4 tt tt - 14.000-


Hulu 13.1 0.01 0.076 18.000

S. Cibalok - 3.4 12.2 tt tt - 21.000-


Tengah 18.8 18.8 0.89 0.086 260.000

S. Cibalok - 3.6 13.2 tt tt - 47.000-


Hilir 19.4 19.4 0.58 0.183 170.000

Persyaratan 3 neg neg 0.2 5.000*


Keterangan (-) : memenuhi persyaratan
: *untuk pengelolaan air minum secara konvensional, total koliform < 10.000 / 100
mL

b) Kualitas Air Sungai Ciparigi


Berdasarkan data hasil analisis kualitas air, diketahui bahwa
kualitas air dilokasi bagian hulu, tengah dan hilir S. Ciparigi
kurang memenuhi persyaratan untuk pemanfaatan kelas dua,
karena tingginya bakteri total koli. Selain daripada itu semua
lokasi baik bagian hulu, tengah dan hilir Sungai Ciparigi
mengandung kadar BOD, sulfat, deterjen, amonia, nitrit dan
jumlah bakteri total koliform yang tidak memenuhi persyaratan.
Selain itu di lokasi bagian tengah juga mengandung total bakteri
yang relatif tinggi diantara lokasi sungai Ciparigi.
Pada tabel 3.16 di bawah ini dapat dilihat parameter-
parameter yang melebihi persyaratan untuk kelas dua pada
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001.
Tabel 3.16.
Parameter yang melebihi Krtieria BMA Kelas II pada S.
Ciparigi
Lokasi Parameter

BOD Sulfat Amoni MBAS NO2-total Total


a
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
13
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

(mg/L) (mg/L) (mg/L) (mg/L) (mg/L) Koliform


(Jml/100mL)

S. Ciparigi - 3.2 - 4.2 tt - tt 0.086 0.004 21.000 -


Hulu 5.2 6.8 0.098 0.030 36.000

S. Ciparigi- 4.3 - 8.4 tt - 0.075 0.131 52.000 -


Tengah 5.9 9.4 0.067 0.138 0.279 130.000

S. Ciparigi - 4.5 - 5.4 tt - tt 0.143 tt 0.208 32.000 -


Hilir 6.2 8.5 0.112 170.000

Persyaratan 3 neg neg 0.2 0.05 5.000*


Keterangan (-) : memenuhi persyaratan
: *untuk pengelolaan air minum secara konvensional, total koliform < 10.000 / 100
mL

c) Kualitas air Sungai Ciluar


Berdasarkan data hasil analisis kualitas air, diketahui bahwa
kualitas air dilokasi bagian hulu, tengah dan hilir S. Ciluar kurang
memenuhi persyaratan untuk pemanfaatan kelas dua. Pada
ketiga lokasi baik dibagian hulu, tengah dan hilir Sungai Ciluar
tersebut selain mengandung kadar BOD, jumlah bakteri total
koliform melebihi persyaratan juga parameter sulfat, deterjen
dan amonia serta nitrit di bagian hilir sungai. Sedangkan
kecenderungan lokasi hilir sungai mengandung kadar bahan
pencemar yang relatif lebih tinggi daripada lokasi sungai Ciluar
lainnya. Pada tabel 4. dapat dilihat parameter yang melebihi
persyaratan kriteria baku mutu air kelas II pada PP 82 Tahun
2001.
Tabel 3.17.
Parameter yang melebihi Krtieria BMA Kelas II pada S.
Ciluar
Lokasi Parameter

BOD Sulfa MBAS NH3- NO2-N Total


(mg/ t (mg/L total (mg/L) Koliform
L) (mg/ ) (mg/L) (Jml/100mL
L) )

S. Ciluar - 3.7- 1.9- tt- tt-0.101 - 26.000-


Hulu 4.2 5.7 0.117 27.000

S.Ciluar- 4.8- tt- tt- 0.069- - 44.000-


Tengah 5.0 4.90 0.526 1.04 90.000

S. Ciluar - 5.4- tt-5.6 tt- tt-0.08 0.04- 67.000-


Hilir 5.6 0.100 0.26 130.000

Persyaratan 3 neg 0.20 neg 0.05 5.000*


Keterangan (-) : memenuhi persyaratan
: *untuk pengelolaan air minum secara konvensional, total koliform < 10.000 / 100
mL

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


14
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

3.1.3.1.2. Kualitas Air Sungai dan Anak Sungai Cisadane


Pada DAS Cisadane dilakukan pemeriksaan kualitas air
sebanyak 15 contoh air, pengambilan contoh dari masing-masing
sungai/anak sungai adalah 3 contoh air dyang iambil dari lokasi-
lokasi hulu, tengah dan hilir :
S. Cisadane sebanyak 3 contoh
S. Cisindangbarang sebanyak 3 contoh
S. Cipakancilan sebanyak 3 contoh
S. Cianten sebanyak 3 contoh
S. Cidepit sebanyak 3 contoh
Berdasarkan data hasil analisis kualitas air, dapat diketahui
bahwa kualitas air di lokasi bagian hulu, tengah dan hilir S.
Cisadane kurang memenuhi persyaratan untuk pemanfaatan
kelas dua. Pada ketiga lokasi tersebut mengandung kadar
Biochemical Oxygen Demand (BOD) dam jumlah total koli yang
melebihi kriteria, disamping itu pada lokasi S. Cisadane tengah
dan Hilir, kadar amonia dan detrejen melebihi kadar maksimum
yang dipersyaratkan. Pada lokasi hulu dan hilir kadar sulfat juga
melampaui kriteria, pada tabel 5 di bawah ini dapat dilihat
parameter-parameter yang melebihi persyaratan untuk kelas
dua.
Tabel 3.18.
Parameter yang melebihi Krtieria BMA Kelas II pada S.
Cisadane
Lokasi Parameter

BOD Sulfa Amonia MBA Total


(mg/ t total S Koliform
L) (mg/ (mg/L) (mg/ (Jml/100mL)
L) L)

S. Cisadane - 2.3- tt-3.2 0.02- - 26.000-


Hulu 2.6 0.374 46.000

S. Cisadane - 3.8- 2.0- 0.051- - 56.000-


Tengah 4.2 3.9 0.123 76.000

S. Cisadane - 3.6- tt-6.3 tt-0.017 tt- 72.000-


Hilir 6.8 0.20 120.000

Persyaratan 3 neg neg 0.2 5.000*


Keterangan (-) : memenuhi persyaratan
: *untuk pengelolaan air minum secara konvensional, total koliform <
10.000 / 100 mL

a) Kualitas air Sungai Cisindang Barang


Berdasarkan data hasil analisis kualitas airCisindangbarang,
dapat diketahui bahwa kualitas air dilokasi bagian hulu, tengah
dan hilir S. Cisindang Barang kurang memenuhi persyaratan
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
15
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

untuk pemanfaatan kelas dua. Pada ketiga lokasi tersebut


mengandung kadar BOD, sulfat, total amonia dan jumlah bakteri
total koliform yang melebihi persyaratan. Pada Tabel 3.19. di
bawah ini dapat dilihat parameter-parameter yang melebihi
persyaratan untuk kelas dua.
Tabel 3.19.
Parameter yang melebihi Krtieria BMA Kelas II pada S.
Cisindangbarang
Lokasi Parameter

BOD Amonia Sulfa Total


(mg/ total t Koliform
L) (mg/L) (mg/ (Jml/100mL)
L)

S. Cisindangbarang - 2.6- 0.021- tt-5.1 31.000-


Hulu 3.6 0.052 47.000

S. Cisindangbarang - 2.9- 0.053- 6.4- 47.000-


Tengah 3.8 0.458 7.9 100.000

S. Cisindangbarang - 3.6- 0.09-0.40 5.6- 90.000-


Hilir 5.6 6.3 170.000

Persyaratan 3 neg neg 5.000*


Keterangan (-) : memenuhi persyaratan
: *untuk pengelolaan air minum secara konvensional, total koliform < 10.000 / 100
mL

b) Kualitas air Sungai Cipakancilan


Berdasarkan data hasil analisis kualitas air, diketahui bahwa
kualitas air dilokasi bagian hulu, tengah dan hilir S. Cipakancilan
kurang memenuhi persyaratan untuk pemanfaatan kelas dua.
Pada semua lokasi di bagian hulu, tengah, dan hilir Sungai
Cipakancilan mengandung kadar BOD dan jumlah bakteri total
koliform yang melebihi persyaratan. Sedangkan untuk lokasi
hulu selain mengandung kadar BOD yang melebihi persyaratan
juga mempunyai kadar sulfat dan amonia yang kurang
memenuhi kriteria yaitu harus negatif, sedangkan di bagian hilir
selain BOD, sulfat, total fosfat dan deterjen yang tidak memenuhi
kriteria baku mutu air. Pada Tabel 3.20. di bawah ini dapat
dilihat parameter-parameter yang melebihi persyaratan untuk
kelas dua.
Tabel 3.20.
Parameter yang melebihi Krtieria BMA Kelas II pada S.
Cipakancilan
Lokasi Parameter

BOD Fosfat Amonia MBAS Sulfa Total


(mg/ (mg/L) (mg/L) (mg/L) t Koliform
L) (mg/ (Jml/100mL
L) )
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
16
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

S. Cipakancilan- 2.9- 0.044- 0.059- tt-0.083 2.4- 23.000-


Hulu 3.6 0.187 0.509 3.6 33.000

S.Cipakancilan- 2.9- 0.048- 0.101- tt-0.165 tt-5.6 35.000-


Tengah 3.8 0.226 0.36 48.000

S. Cipakancilan - 4.0- 0.073- 0.072- 0.205- tt-5.3 51.000-


Hilir 4.8 0.339 0.492 0.208 94.000

Persyaratan 3 0.20 neg 0.2 neg 5.000*


Keterangan (-) : memenuhi persyaratan
: *untuk pengelolaan air minum secara konvensional, total koliform < 10.000 / 100
mL

c) Kualitas air Sungai Cidepit


Berdasarkan data hasil analisis kualitas air, diketahui bahwa
kualitas air dilokasi bagian hulu, tengah dan hilir S. Cidepit
kurang memenuhi persyaratan untuk pemanfaatan kelas dua.
Pada lokasi bagian hulu parameter yang melebihi persyaratan
adalah BOD, deterjen dan jumlah bakteri total koliform,
sedangkan di bagian tengah, parameter yang melebihi
persyaratan adalah BOD, fosfat total, jumlah bakteri total
koliform serta amonia. Di bagian hilir sungai, parameter yang
melebihi persyaratan adalah BOD, fosfat, amonia, deterjen dan
jumlah bakteri total koliform. Pada tabel 3.21. di bawah ini dapat
dilihat parameter-parameter yang melebihi persyaratan untuk
kelas dua.
Tabel 3.21.
Parameter yang melebihi Krtieria BMA Kelas II pada S.
Cidepit
Lokasi Parameter

BOD Fosfat Amonia MBAS Total


(mg/ (mg/L) (mg/L) (mg/L Koliform
L) ) (Jml/100mL)

S. Cidepit - 2.6- 0.045- 0.011- tt- 30.000-


Hulu 3.5 0.187 0.445 0.209 37.000

S. Cidepit - 3.8- 0.26-0.53 0.154- tt- 42.000-


Tengah 4.2 0.485 0.167 42.000

S. Cidepit - 4.3- 0.045- 0.007- tt- 66.000-


Hilir 4.4 0.226 0.618 0.153 170.000

Persyaratan 3 0.20 neg 0.2 5.000*


Keterangan (-) : memenuhi persyaratan
: *untuk pengelolaan air minum secara konvensional, total koliform < 10.000 / 100
mL

d) Kualitas air Sungai Cianten


Berdasarkan data hasil analisis kualitas air, diketahui bahwa
kualitas air dilokasi bagian hulu, tengah dan hilir S. Cianten
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
17
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

kurang memenuhi persyaratan untuk pemanfaatan air kelas dua.


Pada semua lokasi di bagian hulu, tengah dan hilir sungai
mengandung kadar BOD, deterjen dan jumlah bakteri total
koliform yang melebihi persyaratan. Adapun pada bagian hulu,
tengah dan hiir kadar oksigen terlarut, berada pada batas yang
perlu mendapat perhatian karena berada pada ambang batas
kriteria baku mutu air yaitu 4 mg/L. Pada lokasi tengah dan
hilir mengandung total fosfat yang melebihi persyaratan, tapi
lokasi tengah dan hilir sungai terdeteksi amonia total yang
melebihi persyaratan,Tabel 3.22. di bawah menunjukan
parameter yang melebihi persyaratan kelas dua.

Tabel 3.22. Parameter yang melebihi Krtieria BMA Kelas II


pada S. Cianten
Lokasi Parameter

BOD Fosfat Sulfa MBAS NH3-total Total Koliform


(mg/ (mg/L) t (mg/L (mg/L) (Jml/100mL)
L) (mg/ )
L)

S. Cianten - 3.2- 0.117- tt-4.8 tt- 0.043- 12.000-


Hulu 4.4 0.686 0.238 0.535 17.000

S. Cianten - 3.9- 0.148- 4.8- tt- 0.439- 67.000-


Tengah 5.5 0.561 5.9 0.098 0.482 460.000

S. Cianten - 5.1- 0.039- 3.8- tt- 0.502- 140.000-


Hilir 6.2 0.176 3.9 0.151 0.815 540.000

Persyaratan 3 0.20 neg 0.2 neg 5.000*


Keterangan (-) : memenuhi persyaratan
: *untuk pengelolaan air minum secara konvensional, total koliform < 10.000 / 100
mL

3.1.3.2. Kualitas Air Situ


Sejalan dengan pengambilan contoh air sungai, dilakukan
pula pengambilan contoh air dari lokasi situ yang berada di Kota
Bogor, sebanyak dua situ telah diperiksa kualitas airnya, yaitu di
Situ Gede dan Situ Panjang. Pada lokasi situ ini pengambilan
contoh air masing-masing dilakukan pada inlet dan outlet situ.
Untuk mengevaluasi kualitas air situ juga digunakan Kriteria Baku
Mutu Air Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 untuk
klasifikasi pemanfaatan air kelas II.
Evaluasi terhadap Situ Panjang dan Situ Gede sebagai
sumbet air baku air minum dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama. Berdasarkan data hasil
analisis ternyata kedua kualitas sumber air tersebut yaitu Situ
Panjang dan Situ Gede kualitas airnya masih kurang memenuhi
persyaratan pada masing-masing inlet maupun outletnya,

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


18
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

parameter yang melebihi persyaratan tersebut dapat dilihat pada


tabel 3.23. dibawah ini.
Tabel 3.23. Parameter Kualitas Air Situ yang Melebihi
Kriteria Kelas III
No Lokasi
Parameter
.
BOD MBAS Sulfa Total
(mg/ (mg/L t Koliform
L) ) (mg/ (Jml/100mL)
L)

1. Inlet Situ 5.1- tt- 2.0- 32.000-


Panjang 6.6 0.273 4.7 63.000

2. Outlet Situ 4.0- tt- 3.6- 21.000-


Panjang 6.9 0.186 8.3 45.000

3. Inlet Situ Gede 4.6- tt- tt-3.1 42.000-


5.9 0.184 110.000

4. Outlet Situ 4.2- tt- 2.9- 26.000-


Gede 5.9 0.261 3.2 140.000

Persyaratan 3.0 0.2 neg 5.000*


Keterangan (-) : memenuhi persyaratan
: *untuk pengelolaan air minum secara konvensional, total koliform < 10.000 / 100
mL

3.1.3.3. Kualitas Air Sumur


Dari 6 sampel air sumur yang diuji ternyata hanya 1 (satu)
lokasi sumur yang tidak memenuhi kriteria baku mutu air bersih
sesuai PERMENKES No. 416 / MENKES / PER / IX / 1990. Adapun 6
sumur yang diperiksa kalitas airnya adalah :
(i) sumur Bapak Agus S (Kecamatan Bogor Tengah);
(ii) sumur Bapak Agus Yusuf (Kecamatan Tanah Sareal);
(iii) sumur Bapak H. Halim (Kecamatan Bogor Timur);
(iv) sumur Ibu Eroh (Kecamatan Bogor Barat);
(v) sumur Bapak Erwin (Kecamatan Bogor Utara) dan
(vi) sumur Bapak Dadang (Kecamatan Bogor Selatan).
Lokasi sumur yang lain pada umumnya tidak memenuhi
syarat karena nilai pH yang cenderung fluktuatif pada ambang
batas kriteria baku mutu air bersih. Sedangkan, lokasi sumur
Bapak Halim (Kecamatan Bogor Timur) tidak memenuhi kriteria
mutu air bersih, dikarenakan selain pH juga nilai deterjen dan
bakteri coli relatif tinggi.

Gambar 3.2 Fluktuasi Parameter Kualitas Air


Fluktuasi
Fluktuasi DO Periode Juni
pH Periode Juni 2010
2010 Fluktuasi
Fluktuasi TSS
BODPeriode
PeriodeJuni
Juni2010
2010

810 6
70
7
(mg/L)

60
5
BOD(mg/L)
(mg/L)

8
6 50
4
56
DOpH

40
Kadar TSS

4
BAPPEDA KOTA BOGOR
3
| POKJA SANITASI
Nilai

30
34
Kadar

2
19 2
2
20
10
1
1
00 00
CLW
CLW CBL
CBL CPG
CPG CLR
CLR CSD
CSD CSB
CSB CPK
CPK CTN
CTN CDP
CDP CLW CBL
CLW CBL CPG
CPG CLR
CLR CSD CSB
CSD CSB CPK
CPK CTN
CTN CDP
CDP
Sungai-Anak
Sungai-AnakSungai
Sungai Sungai-AnakSungai
Sungai-Anak Sungai

HuluHulu Tengah
Tengah Hilir Hilir Hulu
Hulu Tengah
Tengah Hilir
Hilir
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

Fluktuasi PO4 Periode Juni 2010


Fluktuasi COD Periode Juni 2010

16 0,16
14 0,14
Kadar COD (mg/L)

Kadar PO4 (mg/L)

12 0,12
10 0,1
8 0,08
6 0,06
4 0,04
2 0,02
0 0
CLW CBL CPG CLR CSD CSB CPK CTN CDP CLW CBL CPG CLR CSD CSB CPK CTN CDP
Sungai-Anak Sungai Sunga-Anak Sungai

Hulu Tengah Hilir Hulu Tengah Hilir

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


20
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

Gambar 1a.
Fluktuasi SO4 Periode Juni 2010
Grafik Fluktuasi Parameter Kualitas
14
Air
Kadar SO4 (mg/L)
12 (pH,TSS,DO,BOD,COD,PO4,SO4)
10 Sungai / Anak Sungai - Juni 2010
8
6
4 Catatan :
2
S.Ciliwung (CLW), S.Cibalok (CBL),
0
CLW CBL CPG CLR CSD CSB CPK CTN CDP S.Ciparigi (CPG), S.Ciluar (CLR),
Sungai-Anak Sungai S.Cisadane (CSD),
S.Cisindangbarang (CSB),
Hulu Tengah Hilir
S.Cianten (CTN), S.Cipakancilan
(CPK), S.Cidepit (CDP)

Gambar 1b.
Grafik Fluktuasi Parameter Kualitas Air
(NH3,NO2,NO3,MBAS,Fe,Zn,E.colie)
Sungai / Anak Sungai - Juni 2010

Catatan :
S.Ciliwung (CLW), S.Cibalok (CBL),
S.Ciparigi (CPG), S.Ciluar (CLR),
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
21
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

S.Cisadane (CSD), S.Cisindangbarang


(CSB), S.Cianten (CTN), S.Cipakancilan
(CPK), S.Cidepit (CDP)

Gambar 2a.
Grafik Fluktuasi Parameter Kualitas
Air
(pH,TSS,DO,BOD,COD,PO4,SO4)
Sungai / Anak Sungai - Agustus 2010

Catatan :
S.Ciliwung (CLW), S.Cibalok (CBL),
S.Ciparigi (CPG), S.Ciluar (CLR),
S.Cisadane (CSD),
S.Cisindangbarang (CSB), S.Cianten
(CTN), S.Cipakancilan (CPK),
S.Cidepit (CDP)

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


22
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

Gambar 2b.
Grafik Fluktuasi Parameter Kualitas Air
(NO2,NO3,MBAS,Fenol,Fe,Zn,E.colie)
Sungai / Anak Sungai - Agustus 2010

Catatan :
S.Ciliwung (CLW), S.Cibalok (CBL),
S.Ciparigi (CPG), S.Ciluar (CLR),
S.Cisadane (CSD), S.Cisindangbarang
(CSB), S.Cianten (CTN), S.Cipakancilan
(CPK), S.Cidepit (CDP)

3.1.4. Limbah Cair Rumah Tangga


Sebagian besar pembuangan limbah cair rumah tangga di Kota Bogor
dalam pengolahannya menggunakan septic tank dengan peresapan ke dalam tanah
dan sebagian kecil dengan penyedotan oleh truk tinja yang kemudian dilakukan
pengolahan akhir di IPAL Tegal Gundil. Hanya sedikit saja pengolahan akhir
limbah rumah tangga yang menggunakan instalasi pengolahan yaitu IPAL Tegal
Gundil sekitar 300 SR yang melayani perumahan Perumnas Bantarjati kelurahan
Tegal Gundil. Namun meskipun demikian masih banyak area permukiman yang
belum terlayani dengan pengolahan akhir limbah cair rumah tangga yang layak
yang umumnya merupakan area permukiman kumuh yang berada pada bantaran
sungai dimana pembuangan akhir limbah cair rumah tangga langsung dibuang ke
sungai seperti : kawasan kumuh di RT 03 RW 04 kelurahan Cimahpar kecamatan
Bogor Utara yang berada pada bantaran sungai cimaridin dimana terdapat 9 unit
rumah yang dihuni oleh 14 KK yang belum memiliki fasilitas jamban; kawasan
kumuh RT 01 RW 02 kelurahan Cibuluh kecamatan Bogor Utara dimana 97%
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
23
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

rumah belum memiliki jamban keluarga; kawasan kumuh RT 01 RW 07 kelurahan


Batu Tulis kecamatan Bogor Selatan; RT 02 RW 07 kelurahan Situ Gede
kecamatan Bogor Barat; RT 02 RW 08 kelurahan Menteng kecamatan Bogor
Barat; RT 03 RW 04 kelurahan Pabaton kecamatan Bogor Tengah; RT 02 RW 03
kelurahan Sukasari kecamatan Bogor Timur; dan RT 02 RW 07 kelurahan
Kencana kecamatan Tanah Sareal. Lokasi-lokasi tersebut merupakan kawasan
kumuh, padat penduduk serta belum memiliki fasilitas sanitasi yang layak dan
sehat. Secara umum tingkat kepemilikan jamban di Kota Bogor pada tahun 2009
baru mencapai 74,27%. Untuk pengolahan akhir limbah rumah tangga yang
menggunakan septic tank dimana penyedotannya menggunakan truk tinja milik
swasta umumnya tidak diolah dan langsung dibuang ke sungai sehingga
mencemari sungai.
3.1.5. Limbah Padat (Sampah)
a) Timbulan Sampah Kota Bogor
Sampah Kota Bogor adalah sampah yang berasal dari 1) perumahan 2) kantor,
sekolah, rumah sakit dan sejenisnya (non patogen), gedung umum lainnya 3) pasar,
pertokoan, bioskop, restoran 4) pabrik/industri yang sejenisnya dengan sampah
permukiman (tidak berbahaya dan beracun), 5) penyapuan jalan, taman, lapangan 6)
pemotongan hewan, kandang hewan, 7) bongkaran bangunan 8) instalasi pengolahan
sampah.
Berdasarkan data DLHK Kota Bogor Rata-rata produksi sampah tiap orangnya
adalah 2,66 liter/orang/hari, data ini tidak begitu jauh dari hasil survey lapangan
konsultan, yang menghasilkan produksi sampah tiap orangnya sebesar 2.50. Dengan
mengalikan data tersebut terhadap jumlah penduduk, maka perkiraan potensi sampah di
Kota Bogor pada tahun 2005 yaitu sekitar 2,137.71 M3/hari. Lebih lengkapnya dapat
dilihat tabel berikut.
Tabel 3.24
Timbulan Sampah Kota Bogor Tahun 2001 2005
N Kecamatan / Jumlah Timbunan Sampah (M3/Hari)
o Kelurahan 2001 2002 2003 2004 2005
373,9
1 BOGOR UTARA 340,74 345,93 361,48 370,27 5
217,4
2 BOGOR TIMUR 192,56 201,87 209,81 209,77 5
BOGOR 416,8
3 SELATAN 375,75 386,56 400,01 408,24 6
257,9
4 BOGOR TENGAH 231,09 239,23 249,48 252,91 4
476,0
5 BOGOR BARAT 417,13 438,36 454,99 461,16 5
395,4
6 TANAH SAREAL 343,64 361,63 376,00 376,59 7
TOTAL (KOTA 1.900,9 1.973,5 2.051,7 2.078,9 2.137,7
BOGOR) 1 6 7 3 1
Sumber : DLHK Kota Bogor
Jumlah timbulan sampah Kota Bogor pada lima tahun terakhir menunjukan angka
yang terus meningkat yaitu dari 2.078,93 M3/hari pada tahun 2004 bertambah menjadi
2.131,71 M3/hari pada tahun 2005, berbanding lurus dengan pertambahan jumlah
penduduk setiap tahunnya.
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
24
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

b) Komposisi dan Kandungan Sampah


Secara umum, jenis sampah dapat dibagi 2 yaitu sampah organik (biasa disebut
sebagai sampah basah) dan sampah anorganik (sampah kering). Sampah basah adalah
sampah yang berasal dari makhluk hidup, seperti daun-daunan, sampah dapur, dll.
Sampah jenis ini dapat terdegradasi (membusuk/hancur) secara alami. Sebaliknya sampah
kering, seperti kertas, plastik, kaleng, dan lain-lain tidak dapat terdegradasi secara alami.
Menurut data dari DLHK, sampah terbanyak dihasilkan oleh permukiman dan
pasar tradisional. Sampah pasar khusus seperti sayur mayur dan pasar buah, jenisnya
relatif seragam, sebagian besar (95%) berupa sampah organik sehingga lebih mudah
ditangani. Sampah yang berasal dari permukiman umumnya sangat beragam, secara
umum komponen organik yang ada adalah 58% didalam sampah yang dibawa ke TPA
Galuga. Sedangkan 27,1% lainnya adalah komponen anorganik yang karakteristiknyan
berupa bahan-bahan seperti yang disajikan pada tabel berikut.
Tabel 3.25.
Perbandingan Sumber Timbulan Sampah Kota Bogor Tahun
2005
No Sumber Timbulan Volume Sampah / Hari (M3)
Jumlah Prosentase
1 Permukiman 1.340 63,09
2 Komersial & Jalan 308 14,50
3 Pasar 282 13,28
4 Industri, dlll 201 9,13
5 Total 2.131 100
Rata-rata sampah 2,66
liter/orang/hari
Sumber : DLHK Kota Bogor, Tahun 2005
Berdasarkan data dari DLHK pada Tahun 2007, rata-rata komposisi sampah Kota
Bogor adalah sebagai berikut sebagai berikut :
Volume Sampah : 2 3 lt/kapita/hari
Berat Sampah : 0,5 kg/kapita/hari
Sampah Organik : 75 95 %
Komponen lain :
Kertas :7%
Kayu : 1 %
Plastik : 13 %
Gelas : 2 %
Lainnya : 3 %
Tabel 3.26.
Komposisi karakteristik Sampah Kota Bogor, Tahun 2005
No Komposisi Volume (M3)/ Presentas
Hari e
A Organik 1.492,20 70
1 Sisa Makanan, sayur, dll 1.470, 69
88
2 Sampah Pohon 21, 1
32

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


25
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

B Anorganik 639, 30
51
1 Plastik 277, 13
12
2 Kertas 149, 7
22
3 Baju, Tekstil 21, 1
32
4 Logam 42, 2
63
5 Gelas 42, 2
63
6 Karet, Kulit 42, 2
63
7 Lain-lain 63, 3
95
Jumlah 2.131, 100
71
Sumber : DLHK Kota Bogor, Tahun 2005
c) Pola Pengumpulan
Tempat Pembuangan sampah Sementara (TPS)
TPS adalah tempat pembuangan sampah sementara yang disediakan oleh
pemerintah daerah atau partisipasi masyarakat untuk menampung sampah buangan dari
masyarakat. Sampah dari TPS berasal dari sampah hasil pengangkutan gerobak yang
kemudian dimuat kedalam menuju TPA.
Pada beberapa daerah yang padat penduduknya TPS sangat kecil dan tidak cukup
untuk menampung sampah yang ditimbulkan. Hal tersebut akan mengakibatkan timbulan
sampah yang tidak terangkat, dan bila terdekomposisi akan menimbulkan bau dan akan
mengundang lalat.
TPS yang tersedia di Kota Bogor berjumlah 516 unit, umumnya kondisinya
memerlukan perbaikan fisik dan peningkatan operasional berupa pengaturan jadwal
pembuangan dan pengangkutan, sehingga jangka waktu penumpukan sampahnya tertentu
dan tidak lebih dari 1 hari. Hampir seluruh TPS yang terbuat dari bata tidak mempunyai
penutup, sehingga saat hujan sampah tercampur dengan air, yang dapat menimbulkan bau
dan terjadi kontaminasi air hujan oleh sampah, yang mengalir di sepanjang jalan.

Tabel 3.27.
Jumlah Tempat Penampungan Sementara (TPS) Bak Container
No Kecamatan Vol/M3 Jumlah Baik
.
1 Bogor Selatan 138 23 23
2 Bogor Timur 60 10 10
3 Bogor Utara 48 8 8
4 Bogor Tengah 162 27 27
5 Bogor Barat 66 11 11
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
26
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

6 Tanah Sareal 42 7 7
Jumlah 516 86 86
Sumber : DLHK Kota Bogor, Tahun 2005

Depo Pengalihan
Depo pengalihan atau transfer depo adalah tempat gerobak memindahkan
sampahnya langsung ke truk sampah untuk dibawa ke TPA. Jumlah transfer depo di Kota
Bogor adalah 8 unit. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.28.
Lokasi Transfer Depo di Kota Bogor
No Transfer Depo Lokasi
1 Depo Sempur Kel. Sempur
Kec. Bogor Tengah
2 Depo Bantar Kemang Kel. Baranangsian
Kec. Bogor Timur
3 Depo Tegal Gundil 1 Kel. Tegal Gundil
Kec. Bogor Utara
4 Depo Tegal Gundil 2 Kel. Tegal Gundil
Kec. Bogor Utara
5 Depo Tegalega Kel. Tegalega
Kec. Bogor Tengah
6 Depo Cibogor Kel. Cibogor
Kec. Bogor Tengah
7 Depo Menteng Asri Kel. Menteng
Kec. Bogor Barat
8 Depo Cipaku Kel. Cipaku
Kec. Bogor Selatan
Sumber : JABODETABEK Waste Management Corporation (JWMC) Consultan
Suport,2006

Pembuangan Akhir
TPA Galuga yang berlokasi di Galuga, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten
Bogor merupakan Tempat Pembuangan Akhir sampah yang dihasilkan oleh Kota Bogor.
Lokasi TPA Galuga kurang lebih 2 Km dari jalan raya antara Bogor Leuwiliang dan
kurang lebih 15 Km dari Kota Bogor. Kondisi jalan menuju lokasi datar dan baik, lebar 4
m, serta ada pemutaran truck. Luasan TPA, 13.6 ha, metode pengolahannya melalui
Control landfil dengan cara penumpukan/penutupan sampah dengan tanah di lahan yang
telah disediakan untuk dibiarkan sampai dengan membusuk. Namun karena curah hujan
yang tinggi, maka sampah memerlukan waktu yang lama untuk pembusukannya.
Penanganan TPA dengan open dumping tersebut menyebabkan terjadinya kerusakan
lingkungan karena bau yang ditimbulkan dari sampah yang terdekomposisi, sehingga bau
tersebut mengundang lalat yang dapat menyebabkan berbagai penyakit menular. Selain
hal tersebut tanah maupun air permukaan dan air bawah tanah terkontaminasi oleh cairan
lindi yang timbul karena kolam lindi di TPA tidak berfungsi dengan baik sehingga masih
ada cairan lindi yang tidak masuk ke kolam lindi.
Pengangkutan
Kegiatan selanjutnya adalah berkaitan dengan pengangkutan sampah dari
tempat timbulan sampah ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS). Pengangkutan
sampah Kota Bogor umumnya dilakukan dengan mengunakan gerobak atau truk sampah
yang dikelola oleh kelompok masyarakat maupun petugas DLHK. Berdasarkan hasil

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


27
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

pengamatan hal-hal yang terjadi pada pengangkutan sampah tersebut adalah ceceran
sampah maupun cairannya sepanjang rute pengangkutan. Memindahkan sampah dari
tempat pembuangan sampah sementara yang hanya ditimbun dan tidak ditempatkan pada
tempat penampungan akan menyebabkan kesulitan pada saat memindahkan sampah
tersebut. Proses pemindahan tersebut harus dilakukan cepat agar tidak menggangu
kelancaran lalulintas dan penggunaan truk pengangkut menjadi efisien.
Banyaknya sampah yang harus diangkut akan memerlukan banyak truk
pengangkut, dengan keterbatasan jumlah truk yang dimiliki oleh DLHK, ritasi truk
pengangkut menjadi lebih tinggi. Kondisi tersebut menyebabkan biaya perawatan truk
pengankut akan meningkat dan masa pakai kendaraan pengangkut akan semakin pendek.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah waktu tempuh ke TPA, jarak
tempuh dan kondisi jalan yang kurang memadai menyebabkan waktu tempuh menjadi
lama, sulitnya memperoleh lahan yang sesuai untuk TPA pada kawasan perkotaan
menyebabkan waktu dan jarak tempuh ke TPA menjadi lebih lama dan lebih panjang.
Fasilitas transfer dan transport yang digunakan oleh DLHK Kota Bogor dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 3.29.
Potensi Armada Penanggulangan Sampah Di Kota Bogor
No. Kecamatan Dump Arm Bak Pick Motor/
Truck Roll Containe Up gerobak
r
1 Bogor Selatan 6 - 23 - -
2 Bogor Timur 10 - 10 - -
3 Bogor Utara 7 - 8 - -
4 Bogor Tengah 15 - 27 - -
5 Bogor Barat 8 - 11 - -
6 Tanah Sareal 9 - 7 - -
Jumlah 63 22 86 5 5
Sumber : DLHK Kota Bogor, Tahun 2005
Keterangan :
Untuk route arm roll tidak dibagi wilayah
Untuk route kijang pick up dan motor gerobak tidak dibagi
perwilayah (keliling)

Perkembangan kondisi penanganan persampahan di Kota


Bogor secara mendetil dan lebih update disajikan pada sub-bab
3.3
3.1.6. Drainase Lingkungan
Kota Bogor merupakan daerah yang bervariasi atau bergelombang dengan
perbedaan ketinggian yang cukup besar, bervariasi antara 200 350 m diatas permukaan
laut, titik tertinggi berada di sebelah Selatan dengan ketinggian 350 meter di atas
permukaan laut dan titik terendah berada di sebelah Utara dengan ketinggian 190 meter di
atas permukaan laut. Morfologi tanahnya terbagi dalam dua hamparan, di sebelah Selatan
relatif berbukit-bukit kecil dan di sebelah Utara merupakan daerah dataran dengan
kemiringan lereng dapat dilihat pada Sub-bab sebelumnya.
Dilihat dari proporsinya, pada tahun 2009 permukiman mendominasi peningkatan
penggunaan lahan mencapai 36 % dari tata guna lahan permukiman tahun 2005. Hal ini
dapat dipahami karena setiap tahunnya sektor permukiman terus mengalami peningkatan
karena adanya tuntutan kebutuhan yang tinggi dari masyarakat Kota Bogor. Pada kondisi
eksisting, penggunaan lahan lainnya terdistribusi dengan proporsi rata-rata dibawah 5

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


28
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

% kecuali untuk pertanian, ruang terbuka hijau dan lapangan olahraga masing-masing
mencapai 27 %, 15% dan 7%.
Dengan meningkatnya penggunaan lahan permukiman sesuai Rencana Tata
Ruang Wilayah 2009, maka dalam perencanaan sarana drainase perlu diperhatikan
meningkatnya koefisien tutupan lahan. Peningkatan koefisien tutupan lahan akan
menyebabkan meningkatnya debit run off yang terjadi ketika banjir.
Dari hasil analisis perhitungan dan laporan WJEMP tahun 2004, diperoleh
kesimpulan bahwa erosi tanah tergantung dari kondisi daerah aliran sungai antara lain;
cuaca, kemiringan lereng, geologi dan tataguna lahan. Walaupun data akurat tentang laju
erosi di wilayah Kota Bogor sangat terbatas tetapi berdasarkan analogi dengan laporan
terdahulu diperkirakan bahwa laju erosi daerah aliran sungai di Kota Bogor tidak jauh
berbeda dengan di wilayah Jabodetabek sebesar 100 ton/ha/tahun.
Partikel tanah yang tererosi dikelompokkan berdasarkan ukuran butiran yang
meliputi, lempung, lanau, pasir dan batu kerikil. Berdasarkan laporan WJEMP dinyatakan
bahwa ukuran partikel (D50), dari material dasar sungai berkisar antara 0,18 mm dan 2,05
mm atau pasir halus sampai pasir agak kasar.
Material tersuspensi menunjukkan ukuran partikel dengan kisaran D50 dari 0,002
mm - 0,15 mm atau lempung sampai lanau. Dengan menggunakan cara analogi
diperkirakan ukuran partikel tanah yang tererosi dihulu daerah aliran sungai di Kota
Bogor tidak jauh berbeda dengan di wilayah Jabodetabek dan saat ini mendekati nilai
diatas. Pengerukan sedimen perlu dilakukan sedini mungkin untuk menekan resiko banjir
karena menurunnya kapasitas hidrolik dari sungai, drainase utama, waduk dan situ.
Pengelolaan DAS secara terpadu dan pengendalian erosi selama kegiatan pembangunan
perlu ditingkatkan di wilayah Bogor untuk mengurangi sedimentasi pada sungai dan
drainase utama.
Upaya meningkatkan kesadaran penduduk perlu dilakukan terutama dalam
hubungannya dengan penanganan sampah agar tidak dibuang ke badan air. Hal tersebut
diperlukan pengadaan fasilitas yang memadai yaitu: transportasi, tempat pembuangan
sementara (TPS) dan tempat pembuangan akhir (TPA) yang memenuhi persyaratan.
Pengawasan terhadap limbah industri perlu ditingkatkan terutama dalam kaitannya
dengan pemenuhan standar limbah. Upaya tersebut akan dapat menekan tingkat
kontaminasi sedimen. Kajian dampak lingkungan dari rencana kegiatan pengerukan
sedimen diperlukan untuk merumuskan upaya penanganan dampak negatif yang mungkin
timbul.
Dari hasil perhitungan erosi, terlihat bahwa laju erosi per satu hektar lahan di
Bogor adalah sebesar 42 ton/tahun. Oleh karena itu pengerukan di situ maupun saluran
harus dilakukan setiap tahun dengan kedalaman pengerukan 30 mm atau untuk situ
minimal 5 tahun sekali dengan kedalaman pengerukan minimal 1 m.
Sistem drainase di Kota Bogor belum terencana dengan baik. Sebagian besar
masih mengikuti pola alamiah, sebagian lagi berupa sistem drainase jalan. Secara umum,
sistem drainase di Kota Bogor terbagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu drainase makro dan
drainase mikro.
Saluran pembuangan makro adalah saluran pembuangan yang secara alami sudah
ada di Kota Bogor yang terdiri dari dua sungai besar, yaitu Sungai Ciliwung dan Cisadane
yang mengalir dari arah Selatan ke Utara serta beberapa sungai kecil seperti Sungai
Cipakancilan, Sungai Cipinanggading, Sungai Ciluar, Sungai Cikalibaru, Sungai
Ciheuleut, Sungai Ciapus, Sungai Cisindangbarang, Sungai Cigede Wetan, Sungai Cigede
Kulon, Sungai Cileungsir, Sungai Cipalayangan, Sungai Cibeureum, Sungai Cikaret,
Sungai Cigenteng, Sungai Cinyangkokot, Sungai Cileuwibangke, Sungai Cipaku dan
Sungai Cijeruk.

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


29
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

Saluran pembuangan mikro adalah saluran yang sengaja dibuat mengikuti pola
jaringan jalan. Pada akhirnya saluran ini bermuara pada saluran makro yang dekat dengan
saluran mikro tersebut.
Wilayah Kota Bogor terdiri atas jaringan-jaringan drainase yang rumit. Beberapa
di antaranya adalah jaringan saluran drainase yang secara hidrolik berdiri sendiri namun
terdapat jaringan saluran drainase yang saling berhubungan satu sama lain. Selain itu
masih terdapat pula jaringan irigasi yang mempunyai fungsi berbeda dengan jaringan
drainase. Jaringan irigasi yang berubah menjadi jaringan drainase, yaitu di saluran induk
Ciliwung Katulampa, Saluran Cibalok, Saluran Bantarjati (Cibagolo), Saluran induk
Cisadane Empang, Saluran sekunder Cibuluh, Saluran sekunder Cidepit dan Saluran
sekunder Ciereng
Saluran drainase yang secara hidrolik saling berkaitan tersebut harus
dikembangkan sebagai sebuah sistem yang konsisten secara hidrolik, misalnya dengan
sistem polder. Pada hakekatnya setiap daerah genangan memiliki saluran drainase lokal.
Wilayah Kota Bogor dilewati oleh dua sungai besar dengan aliran dari selatan ke utara
yaitu Sungai Ciliwung dan Cisadane. Sungai-sungai tersebut selain dipergunakan sebagai
saluran induk dalam pengaliran air hujan, juga oleh sebagian kecil penduduk masih
dipergunakan untuk keperluan MCK. Potensi air lainnya adalah terdapatnya sumber air
tanah berupa mata air yang sebagian telah dipergunakan oleh masyarakat sebagai sumber
supply air bersih.
Pada gambar berikut diperlihatkan skema tata air di Kota Bogor. Skema tata air
ini merupakan skema tata air termutakhir dibandingkan dengan studi-studi sebelumnya.
Kajian dan Analisis mengenai tata air di Kota Bogor selanjutnya akan mengacu kepada
skema tata air ini dengan penyesuaian dan verifikasi di lapangan.
Gambar 3.3.
Skema Tata Air dalam WJEMP 2004

Situ-situ yang berada di wilayah kota Bogor sejumlah 6 (enam) situ eksisting dan
2 (dua) lokasi potensial untuk kolam retensi dan hampir seluruhnya akan ditangani oleh
Pusat melalui PIPWS-CC.yaitu :
Tabel 3.30.
Sebaran Situ-situ di Kota Bogor Tahun 2007
N Nama Situ Desa Kecam Luas Fungsi
o atan Areal
(ha)
1 Situ Gede Situ Gede Bogor 4.0 Irigasi,
Barat Retensi

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


30
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

N Nama Situ Desa Kecam Luas Fungsi


o atan Areal
(ha)
2 Situ Kecil Situ Gede Bogor 1.0 Irigasi
Barat
3 Situ Panjang Situ Gede Bogor 2.5 Irigasi
Barat
4 Situ Curug Curug Bogor 2.0 Irigasi,
Barat Retensi
5 Situ Anggalena Ciparigi Bogor 1.0 Rekreasi
Utara ,
Retensi
6 Situ Danau Katulampa Bogor 1.04 Retensi,
Bogor Ray Timur Rekreasi
7 Kolam Retensi Kedungwari Tanah 1.0 Retensi
Cimanggu ngin Sareal
8 Kolam Retensi Cibadak Tanah 0.5 Potensia
Taman Persada Sareal l
Sumber : Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bogor Tahun 2009
Berdasarkan data dari Dinas PSDA Propinsi Jawa Barat, berikut disampaikan
volume efektif situ dan volume netto dari tiap situ.
Tabel 3.31
Luas Layanan dan Volume Situ di Kota Bogor Tahun 2007
Lokasi Kehilan
Volu Volu
Luas gan Air
me me
N Nama Laya (juta
Kecam Efekt Nett
o Situ Desa nan m3)
atan if o
(Ha) Dihitun
(m3) (m3)
g 20%
Cibada Bogor
1 Asem k Barat 3 0 0 0
Bogor 60.00 48.00
2 Curug Curug Barat 2 0 12.000 0
Situ Bogor 200.0 160.0
3 Gede Gede Barat 4 00 40.000 00
Situ Bogor 30.00 24.00
4 Kecil Gede Barat 1 0 6.000 0
Situ Bogor 60.00 48.00
5 Panjang Gede Barat 2,5 0 12.000 0
Ciparig Bogor
6 Salam i Utara 1 0 0 0
Bogor Cimah Bogor 75.00 60.00
7 Raya par Utara 7,5 0 15.000 0
Total Potensi 425.0 340.0
Situ 7 buah 21 00 85.000 00

Sementara permasalahan Situ yang meliputi masalah fisik dan nonfisik dapat
dilihat pada tabel berikut.
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
31
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

Tabel 3.32.
Identifikasi Permasalahan Situ dan Usulan Solusi
Permasalahan Cara Mengatasi
Fi Pengurangan 1.Peroleh informasi luas situ semula,
si luas situ kembalikan luasan situ seperi semula
k dengan pembebasan tanah
2.Tetapkan luas situ sesuai yang ada dan
lestarikan
3.Keikutsertaan masyarakat sekeliling situ
untuk pelestarian situ
Sedimentasi 1.Pengerukan situ dengan
mempertimbangkan fungsi pengendali
banjir dan penyediaan air
2.Pencegahan sedimen masuk situ misal
dengan perangkap sedimen
Tumbuhan air Pemeliharaan khusus dan pemeliharaan
dan rumput rutin
Kerusakan Perbaiki dengan pemeliharaan khusus
sarana situ
N Ketidakjelasan Pemerintah Pusat agar memutuskan
o penguasaan penguasaan situ (Pusat atau Kabupaten/
n Kota) dan pensertifikatan situ dengan
Fi melibatkan BPN
si
k
Ketidakjelasan Pelimpahan wewenang pengelolaan dari
instansi Pusat ke Kabupaten/ Kota diteruskan
pengelola penunjukan instansi yang berwenang
mengelola
Penurunan 1.Keikutsertaan masyarakat sekeliling situ
kualitas dalam kepedulian lingkungan (tidak
lingkungan membuang sampah dan limbah rumah
tangga ke situ)
2.Jika terpaksa air limbah diolah dulu
dengan kolam pembersih limbah alami
(wet land) dan atau tangki UASB (Upflow
Aerobic Sludge Blanket)

Untuk mempermudah penanganan sistem drainase dalam perencanaan dan dalam


pengelolaannya akan di buat beberapa sistem situ dan sistem drainase lokal telah
dikelompokkan kedalam beberapa Zona Drainase dimana Kota Bogor memiliki 15 zona
drainase Pengelompokan didasarkan atas kesamaan daerah dipandang dari sudut
topografi, saluran atau sungai pembatas yang ada, dan daerah aliran sungai tertentu

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


32
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

sebagai saluran makro dari jaringan drainase. Berikut adalah gambaran Daerah Aliran
Sungai dan gambaran zona drainase Kota Bogor.

Gambar 3.4 Hasil Delianasi Daerah Aliran Sungai Kota Bogor

Gambar 3.5 Peta Zona Drainase Kota Bogor

3.1.7. Pencemaran Udara


Pemantauan kualitas udara ambien di Kota Bogor
dilakukan secara kontinu setiap tahun pada titik-titik tertentu
yang dianggap dapat merepresentasikan keadaan kualitas
udara di Kota Bogor. Pemantauan kualitas udara pada tahun
2007 dilaksanakan di 15 (lima belas) titik lokasi (Gambar 3.6).
Kelima belas lokasi pemantauan kualitas udara
pemantauan sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 3.6
adalah :
1. Pertigaan Empang
2. Jalan Pajajaran
3. SD Pengadilan V
4. Taman Topi
5. Pertigaan Jembatan Merah
6. Pertigaan Mawar
7. Warung Jambu
8. Ciawi
9. Ciluar
10. Jalan Baru Kemang
11. Pertigaan Bubulak
12. Darmaga
13. Pertigaan Pancasan
14. Pertigaan Tugu Kujang
1

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


33
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

10

11

12

13

14

15

Pertigaan Plaza Bogor

Gambar 3.1. Lokasi pemantauan kualitas udara ambien

Delapan titik sampel diambil mewakili lokasi di pusat


kota (Pertigaan Empang, Jalan Pajajaran, SD Pengadilan V,
Taman Topi, Pertigaan Jembatan Merah, Pertigaan Pancasan,
Pertigaan Tugu Kujang dan Pertigaan Plaza Bogor). Tujuh titik
sampel lainnya diambil mewakili lokasi pinggiran Kota Bogor
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
34
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

yakni (Warung Jambu, Ciawi, Ciluar, Jalan Baru Kemang,


Pertigaan Bubulak, Darmaga). Sampel diambil pada Bulan Juni
2007. Kondisi kualitas udara Kota Bogor Berdasarkan hasil
pemantauan tersebut menunjukkan sebagian besar parameter
yang diukur masih belum melebihi baku mutu lingkungan.
Parameter yang telah melampaui baku mutu yakni parameter
timbal (Pb), debu (TSP) dan Kebisingan. Parameter Pb
ditemukan telah melampaui baku mutu di lokasi pengukuran
Pertigaan SD Pengadilan V, Ciawi, Pertigaan Bubulak dan
Pertigaan Tugu Kujang, sedangkan parameter TSP ditemukan
telah melampaui baku mutu di lokasi pengukuran Pertigaan SD
Pengadilan V, Warung Jambu, Ciawi, Ciluar, Pertigaan Bubulak,
Pertigaan Pancasan dan Pertigaan Plaza Bogor. Parameter
tingkat kebisingan ditemukan telah melampaui baku mutu di
semua lokasi pengukuran, kisaran tingkat kebisingan yakni
antara 61,0 - 80,3 dBA.
Dibandingkan dengan hasil pengukuran pada Tahun 2005
dilokasi yang sama tidak ditemukan perbedaan yang
signifikan. Pada tahun 2005 parameter debu (TSP) yang
melampaui baku mutu hanya ditemukan di tiga satu lokasi
pengukuran, yakni di Warung Jambu (286,6 g/Nm3)
sementara pada Tahun 2007 parameter debu yang melampaui
baku mutu bertambah menjadi tujuh lokasi.

3.1.8. Limbah Industri (kondisi umum penanganan limbah industri)


Berdasarkan laporan BPLHD Jawa Barat Tahun 2007 jumlah industri potensi
penghasil limbah B3 mencapai 45 % dari jumlah total industri yang terdaftar.
Industri terbanyak adalah industri garmen, yang jumlahnya mencapai 15 industri.
Beberapa bidang usaha lainnya yang mempunyai jumlah lebih dari 3 antara lain
industri tekstil, karoseri mobil, keramik, kimia, komponen elektronik dan jasa
laundry. Persentase jenis bidang usaha yang terdapat di Kota Bogor dapat dilihat
pada Gambar berikut :

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


35
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

Gambar 3.7 Persentase Bidang Usaha Dihasilkan di Kota


Bogor
Berdasarkan PotensiLimbah B3

Tabel 3.33.
Jumlah Bidang Usaha di Kota Bogor Berdasarkan Kategori
Limbah yang Dihasilkan

Bila dilihat berdasarkan jumlah industri keseluruhan, maka industri potensi


penghasil limbah B3 diperkirakan mencapai 179 buah. Pengkategorian ini
didasarkan pada daftar jenis bidang usaha yang dinyatakan industri penghasil
limbah B3 di PP No 85 tahun 1999.
Gambar 3.8 Kelengkapan Dokumen Bidang Usaha Terdaftar di Kota Bogor

Dari keseluruhan industri yang terdaftar, hanya sekitar 61 % industri telah


melengkapi kegiatan uasahanya dengan dokumen pengelolaan lingkungan.
Sisanya, sekitar 39 % masih belum mempunyai pernyataan mengenai tanggung
jawab terhadap lingkungan, yang dituangkan dalam dokumen UKL UPL
maupun RKL RPL.

3.1.9. Limbah Medis


Kegiatan rumah sakit merupakan suatu kegiatan spesifik
untuk pelayanan medis masyarakat yang menderita gangguan
kesehatan. Akibat dari kegiatan tersebut, limbah rumah sakit
merupakan limbah yang berbahaya bagi lingkungan. Jenis limbah
yang dikeluarkan oleh kegiatan rumah sakit terdiri dari limbah
padat limbah cair, dan gas. Sifat limbah yang spesifik disini
misalnya limbah yang bersifat infeksius dan limbah radioaktif.
Limbah padat merupakan limbah yang dihasilkan dari bekas
tempat obat, jarum suntik, perban, kapas, potongan bagian
operasi, dll. Limbah ini harus dimusnahkan dengan cara dibakar
dalam incenerator pada suhu tertentu yaitu diatas 1000 0C-1200
0C. Pada kondisi suhu pembakaran ini, maka benda-benda yang
dibakar tersebut menjadi abu yang siap dilandfill-kan. Sedangkan
limbah cair yang berasal dari ruang operasi, ruang laboratorium,
kamar mandi, dan dapur, serta laundry harus diolah tersendiri
dengan menggunakan sistem fisik, kimia dan biologi hingga
memenuhi standar kualitas yang ditentukan. Kualitas air limbah
yang dikeluarkan dari sistem harus sesuai dengan baku mutu
dan tidak mengandung bakteri patogen. Kota Bogor mempunyai
9 rumah sakit. Untuk lebih jelasnya tentang limbah medis di Kota
Bogor, adalah sebagai berikut:
1..a. Limbah Cair
Limbah cair yang dihasilkan umumnya mengandung bakteri, virus, senyawa
kimia, dan obat-obatan yang dapat membahayakan lingkungan. Sumber
limbah cair dapat berasal dari kegiatan :

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


36
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

Pelayanan pasien berupa limbah cair dalam kamar mandi


dan pencucian peralatan yang digunakan
Laboratorium klinis : air limbah dari pencucian peralatan
laboratorium dan sejenisnya.
Ruang operasi
Laundry dan pembersihan ruang infeksius
Radiologi
Pembersihan ruangan-ruangan non infeksius
Laboratorium obat

Berdasarkan data hasil analisis kualitas air limbah terhadap 9 (sembilan)


contoh limbah cair dari 9 (sembilan) lokasi Rumah Sakit di Kota Bogor,
sebanyak 4 (empat) contoh air limbah dari 4 (empat) limbah cair rumah
sakit kualitas air limbahnya memenuhi kadar maksimum yang
dipersyaratkan kriteria baku mutu limbah cair kegiatan rumah sakit pada
KEPMEN LH Nomor KEP-58/MENLH/12/1995. Keempat contoh air
limbah tersebut berasal dari RS Islam, RS Azra, RS PMI dan RS Marzuki
Mahdi.
Namun demikian, sebanyak 5 (lima) contoh air limbah dari kegiatan
rumah sakit Karya Bakti, Salak, Hermina, BMC dan Melania kurang
memenuhi persyaratan. Hal ini dikarenakan, terdapat parameter kualitas
limbah cair tidak memenuhi kadar maksimum yang dipersyaratkan pada
baku mutu limbah cair kegiatan rumah sakit. Parameter dengan kadar
yang melebihi baku mutu limbah cair tersebut diperlihatkan dalam tabel
berikut ini.
Tabel 3.34.
Parameter Kualitas Limbah Cair Kegiatan Rumah Sakit
Yang Melebihi Persyaratan Kriteria Baku Mutu Limbah Cair
(KEPMEN LH Nomor KEP-58/MENLH/12/1995)
Lokasi Sungai pH TSS BO CO P- NH3- T-Coli
D D total N
- mg/ mg/ mg/ mg/L mg/ Jml/100
L L L L mL
RS Karya Bhakti + + + 88 + + +
RS Salak + 126 45 83 + 0.79 +
2
RS Hermina + + + + 2.29 + +
RS BMC + + + + + 0.17 +
5
RS Melania + 184 + + + + +

Kriteria Baku Mutu 6.0 - 30 30 80 2.0 0.10 10000


Limbah Cair 9.0
+ memenuhi kriteria baku mutu limbah cair
1..b. Limbah Padat
Jenis limbah padat yang dihasilkan dapat berupa ; limbah medis (bersifat
infeksius) dan limbah domestik (non infeksius). Limbah domestik berasal dari

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


37
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

semua aktivitas yang menghasilkan buangan limbah padat yang lazim disebut
sampah. Persentase limbah domestik terbesar berupa garbage yaitu sampah
berasal dari sisa buangan dapur, sisa makanan pasien dan pengunjung serta
daun dari pepohonan.
Sampah medis adalah : sampah yang dihasilkan dan kegiatan pelayanan
medis, baik untuk diagnosa maupun terapi kepada pasien. Sampah medis
dapat berasal dari ruang bedah/operasi, ruang perawatan, poliklinik, UGD,
ruang apotik, ruang isolasi dan lain-lain. Adapun sampah tersebut adalah
perban bekas pakai, sisa lap/tissue, sisa potongan tubuh manusia dan benda
lain yang terkontaminasi, spuit bekas, jarum suntik bekas, pecahan kaca,
bahan atau sisa obat-obatan dan bahan kimia, perlak, tempat penampungan
urine, tempat dan penampungan muntah.
1..c. Limbah B3
Sumber limbah berasal dari kegiatan pelayanan di fasilitas kesehatan tersebut.
Jenis limbah B3 (medis) yang dihasilkan dapat dikategorikan sebagai berikut ;
Limbah infeksius ;adalah limbah yang diduga mengandung
patogen (bakteri, virus, parasit atau jamur) dalam konsentrasi dan
jumlah yang cukup untuk menyebabkan penyakit. Jenis ini meliputi
; kultur dan stok agen infeksi dari aktivitas laboratorium, limbah
buangan hasil operasi, otopsi yang menderita penyakit menular,
limbah pasien penderita penyakit menular dari bangsal isolasi
(ekskreta, pembalut luka, cairan tubuh)
Limbah patologis; terdiri dari jaringan, organ, bagian tubuh,
janin manusia, darah dan cairan tubuh
Limbah benda tajam ; antara lain jarum, peralatan infus,
skalpel, pisau, belati, potongan kaca
Limbah farmasi ; adalah limbah yang mengandung bahan
farmasi (obat yang sudah kadaluarsa atau tidak diperlukan lagi, obat
terkontaminasi, sarung tangan, masker slang penghubung dan ampul
obat.
Limbah genotoksik; adalah limbah yang mengandung bahan
genotoksik (mutagen, teratogenik, karsinogenik)
Limbah kimia ; adalah limbah yang mengandung zat kimia
seperti ; reagent di laboratorium, film untuk rontgen, disinfektan
kadaluarsa, solven (zat pelarut)
Limbah yang mengandung logam berat tinggi; seperti
baterai, termometer, alat pengukur tekanan darah, oli bekas
Limbah radioaktif ; adalah limbah yang mengandung
radioaktif, contoh ; cairan yang tidak terpakai dari terapi radioaktif
atau riset di laboratorium, peralatan kaca, kemasan, kertas absorben
yang terkontaminasi, urine/ekskreta pasien yang diobati atau diuji
dengan radionuklida terbuka.
Perkiraan volume limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit di Kota Bogor
disajikan pada Tabel berikut:
Tabel 3.35 Perkiraan volume limbah padat dan limbah cair dari Rumah
Sakit
N Nama Tipe/Kel Volume Limbah
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
38
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

(m3/hari)
Padat
o. Rumah Sakit as*) Cai
Medis Non
r
(kg/h) Medis
1. RSIA MELANIA C 28 1,68 45
RS Islam 22,
2. C 12 5
Bogor 5
RS Karya
3. C 30 150 35
Bakti
4. RS PMI B 70 3 250
5. RS Azra C 10 - 48
12,
6. RS Salak C 35 24 kg
32
RS Marzoeki 4.000
7. C 50 168
Mahdi kg
8. RS BMC C 7,53 5,5 kg 30
5,9
9. RS Hermina C 18,42 81 kg
8
616
Total 260,95 159,68
,8
Keterangan : *) Tipe/Kelas A, B, C, atau D
Sumber : Kantor Lingkungan Hidup Kota Bogor

3.2. Pengelolaan Limbah Cair


3.2.1. Landasan Hukum/Legal Operasional
Pengelolaan air limbah di Kota Bogor tidak terlepas dari
berbagai aspek kebijakan baik pusat maupun daerah, dimana
kebijakan tersebut menjadi acuan dalam penanganan
pengelolaan dan pelayanan air limbah yang tertuang dalam
bentuk peraturan dan keputusan. Diantara peraturan dan
keputusan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistem (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3419);
b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3699);
c. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


39
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik


Indonesia Nomor 4844 );
d. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara & Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
e. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup ( Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun
f. 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3838);
g. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan
Sistem Penyediaan Air Minum ( Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4490);
h. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
i. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003
tentang Baku Mutu Air limbah Domestik;
j. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah.
k. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 3 Tahun 2001 tentang Retribusi
Pengelolaan Limbah Cair.
l. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 3 Tahun 2005 tentang
Penyelenggaraan Kesehatan.
m. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 8 Tahun 2006 tentang
Ketertiban Umum.
n. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 4 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
3.2.2. Aspek Institusional
Secara institusional upaya Pemerintah Kota Bogor dalam pelayanan air
limbah secara langsung terdistribusi dalam beberapa unit kerja yaitu sebagai
berikut :
1. Unit Pelayanan Tenis Dinas Instalasi Pengolahan Air Limbah (UPTD
IPAL)
UPTD IPAL tersebut memiliki tugas diantaranya adalah :
14.a. Memberikan jasa pelayanan pengolahan limbah cair
yang dibuang oleh konsumen (rumah tangga) melalui Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang tersedia milik dan yang
dikelola oleh Pemerintah Kota Bogor.
14.b. Memberikan pelayanan penyedotan kakus di dalam
daerah adalah pelayanan penyedotan kakus/jamban yang
dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kota Bogor tidak termasuk
yang dikelola oleh swasta
2. Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR)

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


40
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

DCKTR juga memiliki kewajiban dalam pelayanan penyehatan


lingkungan perumahan dan permukiman dimana diantaranya adalah
dengan pelaksanaan kegiatan pembangunan Sarana & Prasarana
SANIMAS, Penyediaan Septic Tank Komunal dan penanganan
kawasan kumuh baik dengan pembiayaan APBD maupun akses
pembiayaan lainnya.
3. Dinas Kesehatan
Terlibat dalam upaya kampanye Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS)
dan berbagai upaya dalam peningkatan kesehatan lingkungan.
4. Kantor Lingkungan Hidup
Bertugas untuk melakukan pemantauan kualitas lingkungan dan
memberikan rekomendasi hingga penegakan hukum lingkungan.
3.2.3. Cakupan Pelayanan
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Bogor Tahun 2009 secara
keseluruhan cakupan layanan dalam pelayanan air limbah domestik yang dilihat
dari tingkat kepemilikan jamban keluarga baru mencapai 74,27% rumah yang
memiliki, namun data tersebut cenderung bias karena belum melihat kelayakan
jamban yang dimiliki oleh masyarakat tersebut.
Tabel. 3.36.
Akses Terhadap Sanitasi Dasar di Kota Bogor Tahun 2009
JAMBAN
N KELURAHA Jumlah % %
Jumlah
o N Rumah Rumah Rumah
Rumah
Memiliki Memilik diperiks
diperiksa
Sarana i a
1 Cibuluh 2.345 88,99 2.345 100,00
Tanah Baru 2.831 82,39 2.831 100,00
Cimahpar 1.696 69,34 1.696 100,00
Kedung
2 Halang 3.277 86,33 3.277 100,00
Ciparigi 4.204 91,37 4.204 100,00
Cimahpar 2.766 88,85 2.766 100,00
3 Tegal Gundil 4.944 93,89 4.944 100,00
Bantar jati 3.812 95,49 3.812 100,00
Baranang
4 Siang 3.705 85,92 3.705 100,00
Katulampa 3.207 73,22 3.207 100,00
5 Tajur 918 81,31 918 100,00
Sindangrasa 1.880 81,14 1.880 100,00
Sindangsari 1.036 61,23 1.036 100,00
Sukasari 1.578 70,04 1.578 100,00

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


41
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

6 Batutulis 1.605 78,29 1.605 100,00


Rangga
Mekar 1.890 72,22 1.890 100,00
Pamoyanan 2.150 55,67 2.150 100,00
Mulya harja 1.444 51,19 1.444 100,00
7 Bondongan 2.133 80,55 2.133 100,00
Empang 2.148 68,54 2.148 100,00
Cikaret 2.127 61,31 2.127 100,00
Lawang
8 Gintung 1.424 75,50 1.424 100,00
Pakuan 594 52,20 594 100,00
Muarasari 804 43,32 804 100,00
Harjasari 1.295 61,87 1.295 100,00
9 Cipaku 1.555 79,54 1.555 100,00
Genteng 643 51,40 643 100,00
Kertamaya 545 52,20 545 100,00
Rancamaya 803 76,70 803 100,00
Bojongkerta 926 65,95 926 100,00
1
0 Menteng 2.538 87,73 2.538 100,00
Cilendek
Barat 2.462 79,57 2.462 100,00
Cilendek
Timur 1.807 82,40 1.807 100,00
1
1 Curug Induk 1.793 72,18 1.793 100,00
Curug Mekar 2.348 79,14 2.348 100,00
Semplak 839 41,62 839 100,00
1 Sindang
2 Barang 2.016 70,34 2.016 100,00
Bubulak 1.903 83,28 1.903 100,00
Situ Gede 1.075 60,46 1.075 100,00
Marga jaya 442 43,55 442 100,00
Balumbang
Jaya 1.259 66,47 1.259 100,00
1
3 Pasir Mulya 733 86,13 733 100,00
Gunung 2.428 76,84 2.428 100,00

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


42
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

Batu
Loji 1.564 68,03 1.564 100,00
1
4 Pasir Kuda 1.846 70,43 1.846 100,00
Pasir Jaya 2.295 68,18 2.295 100,00
1
5 Pabaton 525 77,78 525 100,00
Cibogor 1.008 75,96 1.008 100,00
1
6 Ciwaringin 1.054 70,17 1.054 100,00
Panaragan 637 47,79 637 100,00
Kebon
Kelapa 675 35,16 675 100,00
1
7 Sempur 708 51,34 708 100,00
Babakan 1.023 90,13 1.023 100,00
Tegalega 1.796 56,00 1.796 100,00
1
8 Gudang 817 50,06 817 100,00
Paledang 1.127 55,11 1.127 100,00
1
9 Belong 496 38,99 496 100,00
2
0 Tanah Sarel 1.320 75,34 1.320 100,00
2 Pondok
1 Rumput 2.257 59,77 2.257 100,00
2 Kedung
2 Badak 4.217 89,55 4.217 100,00
Kedung Jaya 2.225 97,50 2.225 100,00
Kedung
Waringin 2.625 65,69 2.625 100,00
2
3 Kayumanis 2.661 83,57 2.661 100,00
Cibadak 2.748 80,87 2.748 100,00
Kencana 2.502 85,71 2.502 100,00
2
4 Mekarwangi 2.856 87,58 2.856 100,00
Sukadamai 2.598 96,69 2.598 100,00
Sukaresmi 2.134 90,96 2.134 100,00
125.64
KOTA BOGOR 125.642 74,27 2 100,00
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
43
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Bogor 2009

Sementara untuk sistim pengolahan air limbah masyarakat di Kota Bogor


umumnya menggunakan septic tank hanya sebagian kecil saja yaitu yang berada
di Kelurahan Tegal Gundil yang menggunakan sistim pengelohan air limbah
berupa IPAL dengan jumlah sambungan terpasang hanya 300 SR. meskipun
secara keseluruhan cakupan pelayan air limbah se-Kota Bogor dari kepemilikan
jamban sudah mencapai 74,27% akan tetapi tidak semua jamban dilengkapi
dengan sistim pengolah.
3.2.4. Aspek Teknis dan Teknologi
a. Sistem terpusat/offsite system
Untuk penanganan limbah cair domestic dengan sistim penanganan
terpusat di Kota Bogor hingga saat ini masih dilayani hanya oleh IPAL Tegal
Gundil saja. IPAL ini dapat menampung limbah domestik sebanyak 600 SR tetapi
pada saat ini baru 300 SR yang terpasang.
IPAL tersebut dibangun pada tahun 1996 dengan anggaran hibah dari
pemerintah pusat yang melayani pengelolaan air limbah perumahan Bantarjati,
Kelurahan Tegal Gundil, Kecamatan Bogor Utara.
IPAL tegal gundil ini memiliki fasilitas yang terdiri dari :
a. Grit Chamber : 2 unit
b. Bak Pengendap 1 : 3 unit
c. Trickling Filter : 1 unit
d. Lumpur aktif : 2 unit
e. Bak Pengendap 2 : 4 unit
f.Badan Air Penerima : 1
g. Kolam Oksidasi : 3 unit, kapasitas 1320 m3/unit
h. Kolam Maturasi : 2 unit, kapasitas 2616 m3/unit
i.Kolam Fakultatif : 1 unit, kapasitas 2315 m3/unit
Namun kondisi saat ini sangat memprihatinkan IPAL tersebut sudah
kurang layak fungsi atau dapat diinterpretasikan kurang berfungsi sebagaimana
mestinya dalam aspek sistim pengolahan.
Gambar 3.9
Lokasi & Skematik Sistim Pengolahan IPAL Tegal Gundil

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


44
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

b. Sistem setempat/onsite system


Dari jumlah rumah yang ada di Kota Bogor yaitu sebanyak 166.619
rumah, yang memiliki sarana jamban keluarga adalah sebanyak 124.951 rumah
(74,9 %). Angka capaian tersebut diatas masih di bawah target SPM yaitu 80 %.
Angka capaian tertinggi kepemilikan sarana jamban keluarga ada di wilayah kerja
Puskesmas Tegal Gundil ( 97,56 % ) yang membawahi 2 wilayah kelurahan yaitu
Kelurahan Tegal Gundil dan Kelurahan Bantarjati. Sedangkan angka capaian
terkecil kepemilikan sarana jamban keluarga ada di wilayah kerja Puskesmas
Belong ( 38,9 % ) yang membawahi 1 wilayah kelurahan yaitu Kelurahan
Babakan Pasar.Angka capaian ini masih bersifat kuantitatif yaitu jamban yang di
data masih meliputi jamban yang mempunyai septik tank maupun jamban yang
tidak mempunyai septik tank ( plengsengan ).
Secara keseluruhan kepemilikan sarana pembunganan air
limbah domestik dalam hal ini jamban baru mencapai 74,27%
dari keseluruhan rumah tangga dimana kepemilikan tersebut
belum dapat diketahui kelayakannya terhadap standar teknis,
sehingga kemungkinan kepemilikan jamban yang memenuhi
syarat masih sangat rendah.
SANIMAS
Sanimas merupakan salah satu kegiatan dalam upaya
peningkatan pelayanan sanitasi pada masyarakat dimana
diharapkan dengan pelibatan masyarakat dapat menjadi lebih
mandiri dan lebih memberikan perhatian terhadap kesehatan
lingkungan. Pelaksanaan kegiatan sanimas di Kota Bogor adalah
meliputi pembangunan sarana sanimas yang berlokasi di RT 03
RW 02 Kampung Bojong Menteng Kelurahan Pasir Mulya
Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor. Operasi dan pemeliharaan
(O&M) menjadi tanggung jawab Kelompok Swadaya Masyarakat
(KSM). Bangunan sarana sanimas berupa Septic Tank Komunal
dan Biodigester untuk penanganan air limbah rumah tangga
khususnya tinja manusia. Septic Tank Communal terdiri dari bak
inlet, bak sedimentasi, baffle reactor, dan anaerobic filter.
Bangunan biodigester berfungsi sebagai pengolahan awal yang
menghasilkan biogas yang dapat digunakan sebagai energi
alternatif untuk memasak. Pelaksanaan sanimas sendiri tidak
hanya berupa pembangunan tetapi juga meliputi sosialisasi pada
masyarakat akan pentingnya sanitasi yang sehat serta
pembinaan dan pelatihan termasuk dalam hal manajerial untuk
dapat mengoperasikan, memelihara dan mengelola sarana-
prasarana sanitasi.
Tabel 3.37. Kegiatan Fisik Program Sanimas
No
Nama Kegiatan Lokasi Kegiatan Pelaksana Kegiatan
.
1. Program Sanimas Kelurahan Guning Batu DLHK
2. Program Sanimas Kelurahan Tajur DLHK

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


45
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

3. Program Sanimas Kelurahan Pasir Mulya KLH


Sumber : Kantor Lingkungan Hidup Kota Bogor 2009

3.2.5. Peran Serta Masyarakat dan Jender dalam Penanganan Limbah Cair
Hingga saat ini peran serta aktif masyarakat dalam penanganan limbah cair
masih sangat kurang kontribusi masyarakat hanya sebatas pengoperasian
contohnya pada pengoperasian MCK namun dalam pembiayaan serta
pembangunan infrastruktur dan pemeliharaannya masih sangat kurang.
3.2.6. Permasalahan
Beberapa isu permasalahan yang sering muncul terkait dalam pelayanan
air limbah dapat teridentifikasi dari berbagai laporan adalah sebagai berikut :
1..c..1. Permasalahan dalam sistim Off Site :
a. Masih rendahnya keinginan masyarakat untuk memanfaatkan
IPAL sebagai prasarana pengolahan akhir air limbah rumah
tangga.
b. Kurangnya kepatuhan dan kemauan dalam pembayaran
pemanfaatan jasa IPAL.
c. Belum termanfaatkannya IPAL secara maksimal (masih baru 300
SR / 50% dari kapasitas maksimal.
d. Kondisi IPAL yang cukup memprihatinkan : sistim pengolahan
pada IPAL yang sudah kurang berfungsi dengan baik; sarana dan
prasarana IPAL yang sudah banyak mengalami kerusakan dan
kurang terpelihara serta SDM yang masih sangat kurang.
1..c..2. Permasalahan dalam sistim on site :
a. Pada sistim on site pemahaman masyarakat masih sangat kurang
hal ini dapat dirasakan dari tingkat frekuensi masyarakat dalam
melakukan pengurasan terhadap septic tank yang biasanya hanya
dilakukan apabila terjadi masalah saja sehingga banyak kebocoran
yang tidak diketahui.
b. Untuk area-area tertentu seperti pada bantaran sungai sistim
pembuangan air limbah masyarakat banyak yang tidak
menggunakan septic tank akan tetapi langsung dibuang pada
saluran atau sungai sehingga berkontribusi dalam pencemaran.
1..c..3. Permasalahan dalam penerapan SANIMAS, meskipun atusiasme
masyarakat Kota Bogor dalam program sanimas cukup baik namun
penyediaan lahan dengan mekanisme swadaya masyarakat sangat sulit
hal ini disebabkan tingginya nilai ekonomi lahan di perkotaan.

3.3. Pengelolaan Persampahan (Limbah Padat)


3.3.1. Landasan Hukum/Legal Operasional
Landasan hukum yang terkait dengan sistem Pengelolaan Persampahan di
Kota Bogor terdiri dari :
1. Peraturan dan Kebijakan Pemerintah Pusat
a. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok
Kesehatan
b. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


46
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

c. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Perumahan dan


Pemukiman
d. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
e. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup
f. Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Tata Ruang
g. Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan
Persampahan
2. Standar Nasional Indonesia (SNI) yang berhubungan dengan
Pengelolaan Persampahan yaitu :
1.a.SK SNI S 04 1991 03 tentang Spesifikasi Timbulan Sampah
untuk Kota Kecil dan Sedang di Indonesia
1.b. SK SNI T 13 1990 F tentang Tata Cara
Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan
1.c.SK SNI 19 2454 2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional
Pengolahan Sampah Perkotaan
1.d. SK SNI 03 3242 1994 tentang Tata Cara
Pengelolaan Sampah di Pemukiman
1.e.Revisi SK SNI 03 3242 - 1994 tentang Tata Cara Pengelolaan
Sampah di Pemukiman,
3. Peraturan Daerah (PERDA) Kota Bogor yang terkait dengan
Pengelolaan Persampahan :
a. Peraturan Daerah No. 8 tahun 2006 tentang Ketertiban Umum
b. Peraturan Daerah No. 4 tahun 2007 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup
c. Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2008 tentang Retribusi Pelayanan
Persampahan
3.3.2. Aspek Institusional
Berdasarkan Peraturan Daerah (PERDA) Kota Bogor No. 13 Tahun 2008
tentang Penbentukan Organisasi Perangkat Daerah, Pengelolaan Persampahan di
Kota Bogor ditangani oleh Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Bogor dan
pelaksanaannya dilakukan oleh Bidang Kebersihan sesuai dengan Keputusan
Walikota Bogor No. 38 Tahun 2008 tentang Tugas Pokok, Fungsi, Tata Kerja dan
Uraian Tugas Jabatan Struktural di lingkungan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang
Kota Bogor.
Bidang Kebersihan dipimpin oleh seorang Kepala Bidang Kebersihan dan
membawahi tiga seksi yaitu : Seksi Penyapuan, Seksi Angkutan dan Seksi
Retribusi. Pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah dilakukan
dibawah koordinasi UPTD TPA.

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


47
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

Kepala Dinas

Sekretariat
Sub. Bagian Umum & Kepeg

Sub. Bagian Keuangan

Bidang Kebersihan

Seksi Pertamanan & Dekorasi Kota


Seksi
Pengangkutan

Seksi
Penyapuan
UPTD Pemakaman

UPTD IPAL

Bidang Permukiman & Perumahan

Seksi Penerangan Jalan Umum


Kelompok Jabatan Fungsional

Seksi Tata Bangunan

Seksi Tata Ruang

Sub. Bagian Perencanaan & Pelaporan

Bidang Pertamanan & Penerangan Jalan Umum (PJU)

Bidang Tata Ruang & Tata Bangunan

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


48
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

Seksi Sarana & Prasarana


Seksi Pengelolaan & Pengembangan
Seksi
Retribusi Sampah

Seksi Pengawasan & Pengendalian

UPTD TPA

UPTD Rumah Susun

UPTD Damkar & Penanggulangan Bencana Alam

Gambar 3.10 Struktur Organisasi Dinas Cipta Karya dan


Tata Ruang Kota Bogor

3.5.2.1. Bentuk Lembaga/Institusi


Kota Bogor termasuk Kota Metropolitan berdasarkan jumlah penduduk
pada tahun 2009 tercatat 1.055.734 jiwa (sumber : LKPJ Pemerintah Kota Bogor
Tahun 2009), sehingga bentuk kelembagaan yang dianjurkan sebagai Kota
Raya/Metro (lebih besar dari 1.000.000 jiwa) dilakukan oleh Perusahaan Daerah
atau Dinas tersendiri (Paranoan, 1995), dengan adanya ketentuan ini maka bentuk
lembaga/institusi pengelola persampahan masih belum sesuai karena belum
merupakan dinas tersendiri.

3.5.2.2. Personalia
Berdasarkan data dari Bagian Kepegawaian DCKTR Kota Bogor
tahun 2009, Jumlah petugas kebersihan berjumlah 577 orang. Untuk
melayani 1000 penduduk diperlukan minimal 2 (dua) orang personil
(Paranoan, 1995), jika jumlah penduduk Kota Bogor pada tahun 2009
adalah 1.055.734 orang , maka tenaga yang diperlukan untuk melayani
1000 jiwa minimal 2112 orang. Dengan demikian jumlah tenaga
kebersihan yang ada belum memenuhi ketentuan, sehingga
diperlukan penambahan personil untuk meningkatkan pelayanan
persampahan kepada masyarakat.
Tabel 3.38
Matrik Perbandingan Subsistem Institusi Sistem Pengelolaan Persampahan
di Kota Bogor dengan Rekomendasi Dinas Pekerjaan Umum
Parameter Rekomendasi Realisasi di Keterangan
Dinas Pekerjaan Kota Bogor
Umum
Bentuk Institusi Dinas Bidang Belum Sesuai
Personalia 2112 577 Tidak Sesuai

3.3.3. Cakupan Pelayanan

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


49
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

Sesuai SK SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik


Sampah Perkotaan, disebutkan bahwa tingkat pelayanan dapat didasarkan pada
jumlah penduduk yang terlayani, luas daerah terlayani, serta jumlah sampah
yang terangkut ke TPA.
Berdasarkan data dari Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Bogor ,
jumlah timbulan sampah di Kota Bogor dapat dilihat pada tabel 3.39. berikut ini.

Tabel 3.39
Sumber Timbulan Sampah Kota Bogor (2005 - 2009)
TAHUN
N SUMBER
O. TIMBULAN 200
2005 2006 2007 2008
9
1,28 1,414. 145
1 Domestik 0 1,398 4 1,423 5
26 284.0 287. 289.1 305
2 Pasar 0 5 3 2
14 152.9 154. 155.6 178
3 Pusat Perdagangan 0 5 7 8
14 152.9 154. 155.6 155
4 Penyapuan Jalan 0 5 7 8
10 109.2 110. 111.2 111
5 Industri 0 5 5 0
8 87.4 88. 88.9 90
6 Lain-lain 0 0 4 6
2,00 2,184.6 2,210. 229
Jumlah 0 0 0 2224 4
Sumber : DCKTR, 2009

Jumlah timbulan sampah dan volume sampah yang terangkut ke TPA disajikan
pada tabel berikut :
Tabel 3.40.
Persentase Sampah Terangkut
TAHUN Timbulan Sampah Sampah Terangkut %
2005 2,000 1360 68.00
2006 2,185 1497 68.51
2007 2,210 1515 69
2008 2,224 1546 69.5
2009 2,294 1602 69,83
Sumber : DCKTR, 2009

Sedangkan Laju timbulan sampah dan volume sampah di Kota Bogor yang
terangkut ke TPA dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 dapat dilihat pada
tabel berikut;
Tabel 3.41.
Laju Timbulan Sampah dan Volume Sampah Terangkut di Kota Bogor
Timbulan Sampah Sisa Prosentase
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
50
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

Tahun Sampah Terangkut (m3/hr) Pelayanan


(m3/hr) (m3/hr) (%)
2005 2.000 1.360 640 68,0
2006 2.185 1.497 688 68,5
2007 2.210 1.515 695 69,0
2008 2224 1546 678 69,5
2009 2294 1602 692 69,83
Sumber : DCKTR 2009

Dari data di atas, diketahui bahwa sampah yang diproduksi di Kota Bogor
belum semuanya terangkut ke TPA. Sisa sampah yang tidak terangkut diolah,
didaur ulang, dibuang ke lahan kosong, saluran/selokan/sungai oleh masyarakat.
Timbulan sampah yang selalu meningkat setiap tahun harus diikuti dengan
peningkatan tingkat pelayanan. Dari data selama empat tahun terakhir, sebenarnya
sistem pengelolaan sampah yang ada di Kota Bogor sudah cukup baik dilihat dari
peningkatkan prosentase pelayanan berdasarkan daerah layanan dan tingkat
pengangkutan sampah. Pada tahun 2009, jumlah sampah yang terangkut sebesar
1602 M3/hari atau telah mencapai 69,83% dari target sampah terangkut yang telah
ditetapkan sebesar 70% sampai dengan akhir tahun 2009.
Tingkat pelayanan ini dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :
jumlah sampah terangkut
Tingkat Pelayanan = x 100 %
timbulan sampah total
3
1.602 m / hr
= x 100 % = 69,83 %
2.294 m3 / hr
Pada tahun 2009, timbulan sampah di Kota Bogor adalah sebesar 2.294
m3/hari, sedangkan, jumlah penduduk Kota Bogor pada tahun 2009 menurut data
LKPJ Pemerintah Kota Bogor adalah 1.055.734 orang, maka timbulan sampah
perkapita dapat dihitung sebagai berikut :
Timbulan Sampah Perkapita = Timbulan Sampah Kota
Jumlah Penduduk Kota

= 2.294 m3 / hr
1.055.734 orang

= 2.294.000 Liter / hr
1.055.734 orang

= 2,17 Liter /
org / hr
Jika timbulan sampah terangkut adalah sebesar 1.602 m3/hr, maka jumlah
penduduk yang terlayani adalah sebagai berikut :
Jumlah penduduk terlayani = Timbulan Sampah Terangkut
Timbulan Sampah Perkapita
= 1.602 m3 / hr
2,17 Liter / org / hr
= 1.602.000 Liter / hr
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
51
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

2,17 Liter / org / hr


= 738.249 jiwa

3.3.4. Aspek Teknis dan Teknologi


Sampah yang diproduksi di Kota Bogor meningkat setiap tahun seiring
dengan pertambahan jumlah penduduknya. Besarnya timbulan sampah suatu kota
dapat ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain jumlah penduduk, kepadatan
penduduk, tingkat aktivitas penduduk, jenis bangunan yang ada, kondisi geografi,
waktu, tingkat sosial ekonomi masyarakat, musim atau iklim, kebiasaan
masyarakat atau adat istiadat, serta teknologi. Aspek yang terdapat dalam
timbulan sampah, antara lain :
a. Sumber Sampah
Sampah di Kota Bogor bersumber dari beberapa tempat, yaitu lingkungan
perumahan, toko, perkantoran, taman, jalan protokol dan jalan-jalan kolektor,
pasar, serta terminal.
b. Komposisi Sampah
Sampah Kota Bogor yang diangkut ke TPA Galuga memiliki komposisi yang
bermacam-macam. Komposisi ini tergantung pada iklim dan musim, tingkat
sosial ekonomi penduduk, aktivitas dan kebiasaan hidup masyarakat.
Komposisi sampah di Kota Bogor dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3.42
Prosentase Timbulan Sampah Berdasarkan Komposisinya
No Komposisi Presentase
A Organik 70
1 Sisa Makanan, sayur, dll 69
2 Sampah Pohon 1
B Anorganik 30
1 Plastik 13
2 Kertas 7
3 Baju, Tekstil 1
4 Logam 2
5 Gelas 2
6 Karet, Kulit 2
7 Lain-lain 3
Jumlah 100
Sumber : * Resume data Master Plan tahap I, 2007 berdasarkan data DLHK Kota Bogor, 2005

Dengan Komposisi sampah Kota Bogor pada tabel diatas dan


seperti pada kota-kota besar di Indonesia pada umumnya terdiri dari
70 % sampah organik dan 30% sampah an organik. Oleh karena itu
Strategi Pengelolaan sampah kedepan tidak lagi hanya sekedar
kumpul-angkut-buang tetapi mengolah sampah sejak dari sumber dan
memanfaatkan sampah sebagai sumber daya, karena seharusnya 70
% dari sampah organik dapat dimanfaatkan dan 30 % dari sampah
anorganik berpotensi untuk didaur ulang, dengan menerapkan
pengelolaan sampah sejak dari sumber, diharapkan potensi sampah
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
52
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

dapat dimanfaatkan secara optimal, serta dapat memperpanjang umur


TPA .
Kebijakan persampahan terbaru yaitu dengan adanya Undang-Undang
No.18 tahun 2008 menegaskan seluruh pemerintah daerah untuk lebih serius
dalam menangani sistem pengelolaan sampah didaerahnya masing-masing. Setiap
Pemerintah Daerah memiliki beberapa kewajiban yang terkait dengan adanya
undang-undang pengelolaan sampah, dimana konsep pengelolaan sampah yang
diperintahkan mengacu pada dua jenis metoda yaitu metoda pengurangan dan
penanganan sampah.
Teknik operasional pengelolaan persampahan dimulai dari pewadahan,
pengumpulan, pengangkutan serta pembuangan ke tempat yang aman sehingga
tidak mengganggu lingkungan.
Pelayanan pengelolaan sampah di Kota Bogor dipusatkan pada daerah
komersil, pusat perdagangan, pasar, perkantoran, taman, jalan protokol, terminal,
pemukiman terutama daerah yang padat penduduknya, khususnya di wilayah
Kecamatan Bogor Tengah yang memiliki angka kepadatan penduduk tertinggi.
Secara garis besar, aspek teknik operasional pengelolaan persampahan
secara umum di Kota Bogor dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 3.11

A. Tempat Penampungan Sementara


Pewadahan Sampah
Sistem pewadahan sampah di kota bogor sudah cukup baik, tetapi belum seragam
jika di tinjau dari bahan dan sifatnya. Ada yang bersifat permanen berupa
pasangan batu bata atau tong besi berstatik (kaki tanam), dan ada pula yang tidak
permanen berupa keranjang anyaman bambu dan tong plastik. Wadah sampah dari
tong plastik merupakan alternatif yang baik karena memiliki persyaratan bahan
untuk pewadahan yang sudah sesuai dengan SK SNI T-13-1990-F tentang Tata
Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan yaitu tidak mudah rusak dan kedap
air, mudah untuk di perbaiki, ekonomis, mudah diperoleh atau dibuat oleh
masyarakat, mudah dan cepat dikosongkan.
Wadah sampah dari pasangan batu bata kurang baik jika digunakan sebagai
sarana pewadahan karena pada saat pengumpulan sampah ke dalam gerobak
sampah atau dump truck, petugas harus memasukkan sampah berkali-kali.
Berdasarkan pengamatan lapangan, sampah yang dikumpulkan dalam wadah
sampah dari pasangan batu bata sebagian besar tidak dimasukkan ke dalam
kantung-kantung plastik sehingga waktu pengumpulan sampah yang diperlukan
lebih lama. Wadah sampah dari anyaman bambu juga kurang baik karena tidak
kedap air, dan juga tidak tahan lama karena mudah lapuk terutama saat musim
hujan.
Proses pewadahan seharusnya sudah dimulai dengan pemilahan dan
pengolahan, seperti penerapan 3R sesuai dengan Revisi SK SNI 03-3242-1994
tentang Tata Cara Pengelolaan Sampah di Pemukiman. Wadah sampah yang
mendukung pemilahan dan pengolahan hanya yang disediakan dari dinas ,

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


53
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

sedangkan yang disediakan masyarakat belum mendukung karena hanya ada satu
wadah untuk setiap rumah.
Tabel 3.43.
Matrik Perbandingan Pewadahan Sampah di Kota Bogor
dengan Rekomendasi Dinas Pekerjaan Umum
Rekomendasi Realisasi di Keterangan
Dinas Pekerjaan Umum Kota Bogor
Wadah kedap air/bertutup Wadah tidak bertutup Tidak sesuai
Pemisahan sampah organik dan Sampah tercampur Tidak sesuai
anorganik
Wadah mudah dikosongkan dan Wadah mudah dikosongkan dan Sesuai
dibersihkan dibersihkan
Waktu pengosongan wadah 1-2 Waktu pengosongan wadah 1 Sesuai
hari hari
Wadah mudah didapat Wadah mudah didapat Sesuai
Sumber: DCKTR 2009
Pengumpulan Sampah
Kegiatan pengumpulan sampah di Kota Bogor dilakukan secara individual
langsung maupun komunal langsung. Pola pengumpulan individual langsung
dilakukan untuk rumah-rumah di pinggir jalan raya, sedangkan pola
pengumpulan komunal langsung dilakukan untuk beberapa perumahan yang
bukan berada di kawasan pinggir jalan.

Tabel 3.44.
Matrik Perbandingan Pengumpulan Sampah di Kota Bogor
dengan Rekomendasi Dinas Pekerjaaan umum
Rekomendasi Realisasi di Keterangan
Dinas Pekerjaaan Umum Kota Bogor
Ritasi antara 1-4 rit/hari Ritasi 2-3 rit/hari Sudah Efisien
Periodisasi 1 sampai maksimal 3 Periodisasi 1 hari sekali Sudah Efisien
hari sekali
Daerah pelayanan tetap Daerah pelayanan tetap Sudah Sesuai
Sumber: DCKTR 2009
a. Pengumpulan Sampah Pemukiman
Sistem pengumpulan yang dilakukan untuk daerah pemukiman yaitu
pengumpulan individual langsung dan pengumpulan komunal langsung yang
dilakukan oleh Bidang Kebersihan DCKTR dengan menggunakan kendaraan
pengangkut berupa dump truck kapasitas 8-10 m3 setiap hari dengan ritasi 2-3 kali
sehari.
Ditinjau dari ritasi, periodisasi, daerah pelayanan dan pembebanan pekerjaan
dalam pengumpulan sampah pemukiman di Kota Bogor sudah sesuai berdasarkan
SK SNI T-13-1990-F tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan
Masalah yang sering dihadapi dalam pengumpulan di pemukiman adalah
penggunaan wadah sampah yang tidak bertutup sehingga sampah di dalamnya
berterbangan serta pada saat musim hujan, sampah yang ada dalam wadah tanpa
tutup ini menjadi lebih berat, basah dan berbau dibanding saat musim kemarau.

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


54
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

Kondisi seperti ini dapat berpengaruh terhadap kesehatan petugas sehingga


idealnya petugas pengumpul perlu menggunakan sarung tangan dan masker.
b. Pengumpulan Sampah Jalan dan Taman
Sampah yang dihasilkan di Kota Bogor tidak hanya dari aktivitas rumah
tangga, tetapi juga aktivitas di luar rumah, misalnya sampah yang dibuang oleh
pejalan kaki dan pengendara kendaraan, maupun sampah yang berasal dari alam
seperti daun-daun dan ranting kayu.
Pengumpulan sampah jalan dilakukan dengan kegiatan penyapuan jalan. Di
Kota Bogor penyapuan jalan dilakukan secara manual oleh petugas kebersihan
dengan menempatkan petugas penyapu di ruas-ruas jalan raya dan kolektor
Menurut IETC(International Source Book on Environmentally Sound
Technologies for Municipal Solid Waste Management, Osaka 199) dalam
merencanakan penyapuan jalan perlu memperhatikan populasi dan kerapatan
bangunan yang ada, kondisi jalan, iklim, topografi, kerapatan pepohonan dan
akumulasi debu. Penyapuan dapat dilakukan oleh wanita atau pria dewasa dengan
jarak dua sampai empat kilometer tiap harinya.
Kegiatan penyapu jalan di Kota Bogor dilakukan dalam tiga shift, yaitu shift I
pada pukul 05.00 09.30 WIB, shift II pada pukul 10.00 15.00 WIB dan shift III
pada pukul 17.00 21.00 WIB.
c. Pengumpulan Sampah Pasar
Khusus sampah pasar sejak tahun 2006 telah dikelola oleh KOPPAS (PD
Pasar Jaya) untuk meningkatkan partisipatif masyarakat atau pedagang-pedagang,
namun proses pengangkutan ke TPA tetap dilakukan oleh Bidang Kebersihan
DCKTR. Untuk memudahkan pengumpulan juga terdapat kontainer yang
diletakan di dekat pasar, dengan waktu pengambilan kontainer dilakukan dini hari
karena kondisi jalan yang lengang sehingga armroll truk dapat melakukan
pengangkutan sampai sebanyak dua - tiga rit per hari.
d. Industri
Ruang lingkup sampah yang akan dikelola adalah sampah domestik, sampah
sisa produksinya ada yang dimanfaatkan oleh Pihak lain untuk digunakan
kembali, kecuali sampah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), harus
diperlakukan atau ditempatkan dalam kontainer khusus sebelum dibuang ke
Tempat Pengolahan Limbah B3 yaitu : Prasada Pamusnah Limbah Industri
(PPLI) yang berlokasi di Cilengsi Kabupaten Bogor.
e. Rumah Sakit, puskesmas dan isntitusi kesehatan lainnya.
Jenis sampah yang dihasilkan adalah sampah non medis dan medis. Sampah
non medis ditempatkan dalam tong sampah khusus yang telah dilapisi oleh
kantong plastik berwarna hitam sebelum dikumpulkan di TPS, sedangkan
pengangkutannya bekerja sama dengan Bidang Kebersihan DCKTR.
Sampah medis, seperti kapas bekas, kassa pembalut, selang infus, botol infus
dan sampah sisa tindakan pasien terutama yang telah terkontaminasi noda
darah, dikemas dalam kantong plastik berwarna kuning dan ditempatkan
dalam tong sampah khusus medis. Untuk benda-benda tajam seperti jarum
suntik, disimpan dalam wadah benda tajam/tahan tusukan sebelum
dimasukkan kedalam pelastik kuning. Sampah medis selanjutnya dibakar di
Incinerator dengan suhu diatas 10000C . Khusus untuk sampah radioaktif
dimasukkan kedalam plastik warna merah sebelum diserahkan ke Badan
Tenaga Atom Nasional (BATAN) untuk diproses lebih lanjut.
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
55
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

Pemindahan Sampah (Tempat Pengumpulan Sementara/TPS)


Pemindahan sampah adalah proses memindahkan sampah hasil pengumpulan
ke dalam alat pengangkut untuk selanjutnya dibawa ke tempat pembuangan akhir,
sedangkan TPS adalah suatu bangunan atau tempat yang digunakan untuk
memindahkan sampah dari gerobak ke kontainer atau langsung diangkut ke truk
pengangkut sampah (Damanhuri, 2004)
Proses pemindahan sampah di Kota Bogor menggunakan pola langsung.
Sampah yang terkumpul dalam suatu wadah (kontainer) diangkut oleh petugas
dari DCKTR menuju TPA Galuga. Pola ini sudah efisien sebab tidak banyak
tahapan yang dijalankan dalam proses pemindahan, dan prosesnya sehat karena
sampah terkumpul di satu titik (kontainer), serta waktu yang dibutuhkan lebih
sedikit dibandingkan dengan pemindahan sampah secara tidak langsung.
Tahap memindahkan sampah dari TPS ke alat angkut antara 3 sampai 87 menit
(Kebersihan DCKTR, 2009). Kondisi TPS di kota bogor belum mendukung untuk
pemilahan sampah yaitu tidak dibagi atas sampah organik dan anorganik serta
sebagian besar TPS juga belum memiliki atap/tutup sehingga saat musim hujan
sampah akan bertambah berat, basah, dan berbau. Hal ini dapat membahayakan
petugas karena sampah merupakan vektor penyakit , apalagi petugas tidak
menggunakan sarung tangan dan masker.
Jumlah container yang ada di Kota Bogor saat ini berjumlah 100 unit dan jumlah
TPS sampai dengan tahun 2009 seluruhnya kurang lebih ada 957 unit (DCKTR,
2009). Dikota Bogor juga terdapat 12 (dua belas) lokasi transfer depo. Transfer
depo ini dilengkapi dengan lahan parkir, gerobak dan kantor yang juga digunakan
untuk menyimpan alat-alat kebersihan. Ditinjau dari luas dan fungsinya, transfer
depo ini termasuk transfer depo tipe II. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
Lokasi transfer depo dapat dilihat tabel di bawah ini.
Tabel 3.45.
Lokasi Transfer Depo di Kota Bogor
N Lokasi - Luas Luas Volum Pengangk
o. Nama Wilayah (m2) Bangu e utan
T nan
r
a
n
s
f
e
r
D
e
p
o
1. Depo Kel. Sempur 120 5X5 10 Setiap hari
Sempur Kec. Bogor m2 geroba
(Container) Tengah k 200
m3
2. Depo Ceger Jl. Swadaya 3 2X
RW 10 Kec. geroba seminggu
Bogor Utara k 3 m3

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


56
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

N Lokasi - Luas Luas Volum Pengangk


o. Nama Wilayah (m2) Bangu e utan
T nan
r
a
n
s
f
e
r
D
e
p
o
3. Depo Bantar Kel. 400 5X3 4 2 hari
Jati Ereng Kec. Bogor m2 geroba sekali
Utara k 1,5
m3
4. Depo Palayu Kel. 400 3X3 15 Setiap hari
Kec. Bogor m2 geroba
Utara k 270
m3
5. Depo Jl. Kel. 14 1X
Pandu Raya Kec. Bogor geroba seminggu
(2 Utara k 400
Container) m3
6. Depo Kel. Cibogor
Cibogor Kec. Bogor
(Container) Tengah
7. Depo Kel. Menteng 300 3X6 2 m3
Menteng Asri Kec. Bogor m2
Barat
8. Depo Kel. 200 3X3 2,5 m3 Setiap hari
Indraprasta Kec. Bogor m2
(1 Utara
Container)
Sumber : DLHK Kota Bogor, 2008

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


57
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

Pengangkutan Sampah
Mekanisme operasi pengangkutan sampah ke TPA yang berjalan di Kota
Bogor adalah sebagai berikut:
Pengangkutan dengan sistem pengumpulan individual langsung
Truk pengangkut sampah dari pool (Kantor Dinas Lingkungan Hidup dan
Kebersihan) menuju sumber sampah pertama untuk mengambil sampah,
selanjutnya mengambil sampah pada sumber-sumber berikutnya sampai truk
penuh sesuai kapasitasnya kemudian diangkut ke TPA. Sumber sampah untuk
pola ini adalah rumah, kantor dan toko di sepanjang jalan. Pengangkutan
dilakukan dengan menggunakan dump truck berkapasitas 8-10 m3.
Pengangkutan sampah di TPS dan Transfer Depo
Dari pool kendaraan (kantor Kebersihan), truk menuju TPS-TPS untuk
mengangkut sampah ke TPA Galuga. Setelah aktivitas bongkar muat sampah
di TPA selesai, truk kembali ke pool kendaraan. Pengangkutan ini
menggunakan dump truk berkapasitas 8-10 m3.
Sedangkan sampah yang ada di transfer depo tidak semuanya diangkut ke
TPA, melainkan untuk sampah organiknya dilakukan pengolahan menjadi
kompos sebab pada transfer depo juga berlangsung kegiatan composting.
Sampah yang tidak digunakan dalam kegiatan composting dibuang dengan
menggunakan dump truck.
Pengangkutan sampah pada kontainer
Kendaraan pengangkut sampah jenis arm roll berangkat dari pool (Kantor
Kebersihan) dengan membawa kontainer kosong menuju kontainer isi
pertama pada wilayah operasional yang telah ditentukan, selanjutnya menuju
ke TPA. Dari TPA kendaraan tersebut kembali ke tempat semula,
menurunkan kontainer yang kosong dan mengangkut kontainer isi yang
kedua kemudian menuju ke TPA. Dari TPA, arm roll menuju kontainer di
tempat yang berbeda dari tempat semula, menurunkan kontainer yang telah
kosong, mengambilan kontainer yang sudah penuh di tempat tersebut, dan
membawanya menuju TPA. Dari TPA kendaraan kembali ke pool.

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


58
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

Kebutuhan Alat Angkut


Banyaknya sampah yang harus diangkut akan memerlukan banyak truk
sampah, dengan keterbatasan jumlah armada pengangkut, ritasi truk pengangkut
menjadi lebih tinggi. Kondisi tersebut menyebabkan biaya pemeliharaan dan
perawatan truk pengangkut akan meningkat serta masa pakai akan semakin
pendek.
Berdasarkan data yang diperoleh, volume sampah Kota Bogor yang terangkut
ke TPA Galuga pada tahun 2009 adalah sebesar 1.602 m3/hari. Bila diasumsikan
jumlah sampah yang dimanfaatkan kembali oleh pemulung diabaikan (karena
volemenya yang relatif kecil), maka kebutuhan alat angkut (dump truck dan arm
roll) dengan kapasitas yang dibuat rata-rata sama yaitu sebesar 8 m3 adalah
sebagai berikut :
Kebutuhan Alat Jumlah sampah
=
Angkut terangkut
Kapasitas truk
1602 m3 / hr
8 m3 x 2 shift / unit / hr
= 101 unit

Tabel 3.46.
Matriks Perbandingan Ideal Kondisi Eksisting
Sarana Pengangkutan Sampah Kota Bogor
Jenis Kendaraan Kondisi Ideal Realisasi Keterangan
(unit) (unit)
Dump Truck dan Arm 101 90 Belum sesuai
Roll Perlu Penambahan
Sumber: DCKTR 2009
Dari perhitungan yang dilakukan, diketahui jumlah armada yang dibutuhkan
untuk melakukan kegiatan operasional pengangkutan sampah di Kota Bogor
adalah sebanyak 101 unit. Bila melihat jumlah armada (dump truck dan arm roll)
yang dimiliki Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Bogor sampai dengan
tahun 2009 sebanyak 90 unit, maka diperlukan penambahan 11 unit lagi agar
dicapai kondisi jumlah alat angkut yang ideal.
Untuk lebih jelasnya mengenai potensi armada penanggulangan sampah di
Kota Bogor dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


59
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

Tabel 3.47.
Potensi Armada Penanggulangan Sampah Di Kota Bogor
No. Kecamatan Dump Arm Roll Bak Pick Up Motor
Truck Container gerobak
1 Bogor Selatan 6 30 23 6 11
2 Bogor Timur 10 11
3 Bogor Utara 9 12
4 Bogor Tengah 17 30
5 Bogor Barat 8 11
6 Tanah Sareal 14 13
Jumlah 64 30 100 6 11
Sumber : Bidang Kebersihan Kota Bogor, Tahun 2009 Keterangan :
Untuk route arm roll tidak dibagi wilayah
Untuk route kijang pick up dan motor gerobak tidak dibagi perwilayah (keliling)

B. Tempat Pemrosesan Akhir


Pemerintah Kota Bogor sebenarnya saat ini telah mempunyai TPA yang
berlokasi di Desa Galuga, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor dengan
luas lahan 13,6 Ha, tetapi Ijin pemakaian atau penggunaanya terbatas hanya
untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun yaitu berdasarkan Keputusan Bupati Bogor
Nomor 658.1/393/KPTS/HUK/2008 pada tanggal 24 Juli 2008 sebagaimana
tertuang dalam Perjanjian Kerjasama Antara Pemerintah Kabupaten Bogor dengan
Pemerintah Kota Bogor tentang Perpanjangan Pengelolaan Tempat Pembuangan
Akhit (TPA) Sampah Galuga di Desa Galuga Kecamatan Cibungbulang
Kabupaten Bogor No. 658.1/42/Prjn/Huk/2008, No. 658.1/Perj.24-DLHK/2008
pada tanggal 06 Agustus 2008 , Izin penggunaan terakhir yang berlaku sampai
dengan bulan Juli 2011 akan diperpanjang kembali dan saat ini sedang dalam
proses dan diharapkan ijin penggunaan kedepan dapat disepakati sampai dengan
TPPAS Regional Nambo beroperasi.
Lokasi TPA Alternatif di wilayah Kota Bogor sudah pula dipersiapkan oleh
Pemerintah Kota Bogor. Pembangunan TPA Alternatif ini merupakan sutau
kebutuhan bagi suatu kota dalam upaya penanganan sampah yang mendekati
sumber timbulan sampah, TPA tidak hanya sebagai Tempat Pembuangan Akhir
sampah tetapi juga merupakan tempat pengelolaan awal sampah, dimana produk
olahan sampai dapat menghasilkan produk sehingga dapat membantu
meningkatkan penghasilan masyarakat sekitar lokasi TPA serta untuk mendukung
pelayanan publik dalam penyediaan lahan TPA yang layak dari berbagai aspek
(kesehatan masyarakat, lingkungan hidup, biaya dan sosial ekonomi)

Metode Pengolahan
Sebagai Kota Besar, metode pembuangan akhir sampah yang seharusnya
dilaksanakan oleh pemerintah Kota Bogor adalah Sistem Sanitary Landfill.
Metode ini merupakan metode standar yang dipakai secara internasional dimana
penutupan sampah dilakukan setiap hari sehingga potensi gangguan yang timbul
dapat diminimalkan.
TPA Galuga pada awalnya dioperasikan dengan menggunakan metode
controlled landfill. Hal ini bertujuan untuk mengurangi bau yang ditimbulkan,
berkembang biaknya binatang pengerat dan lalat serta juga mengurangi
terbentuknya timbulan leachate akibat air hujan yang masuk dalam lahan

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


60
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

timbunan sampah. Sementara untuk mengalirkan limbah cair/air lindi dari


timbunan sampah tersebut telah dibuat saluran drainase lindi (pipa) yang
bermuara ke kolam leachate. Air lindi tersebut seterusnya dinormaliasasikan dan
diolah di dalam IPAl sebelum dialirkan ke badan air penerima. Namun seiring
dengan perjalanan waktu karena keterbatasan sarana dan prasarana serta biaya
maka pengoperasian TPA saat ini dilakukan secara open dumping.
Sesuai dengan UU No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan sampah, pada
tahun 2013 sudah tidak diperbolehkan lagi TPA Open Dumping. Oleh karena itu,
Pemerintah Kota Bogor perlu menyediakan anggaran untuk penutupan sampah
dengan tanah karena pengurugan memerlukan biaya yang sangat besar, serta
mempersiapkan rencana penggantian sistem dari open dumping menuju sanitary
landfill.
Beberapa kegiatan yang dilakukan di TPA antara lain:
1. Pencatatan volume/ritasi sampah yang masuk
2. Perataan dan pemadatan sampah oleh alat berat
3. Pemilahan dan pengurangan sampah oleh pemulung
4. Pengomposan secara berkala
5. Penutupan sampah dengan lapisan tanah secara periodik
6. Pengaliran dan pengolahan leachate/lindi di Instalasi Pengolahan Air
Lindi (IPAL)

Gambar 3.12
Fasilitas Pendukung
Tuntutan pengelolaan TPA Galuga yang lebih baik datang dari berbagai pihak dan
pemerintah Kota Bogor telah berupaya untuk menciptakan kondisi TPA sesuai
dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku, terutama dalam rangka
memenuhi isi Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Bogor dengan
Pemerintah Kota Bogor.
Sejak tahun 2009 TPA Galuga tidak hanya dipergunakan untuk kepentingan Kota
Bogor saja, tetapi juga untuk kebutuhan masyarakat Kabupaten Bogor dan dapat
dikatakan sebagai TPA Regional. Penggunaan TPA dalam kondisi seperti diatas
menimbulkan beban pengelolaan dan pengolahan yang besar.
TPA Galuga memiliki sarana dan prasarana pendukung, antara lain :
a. Pos Jaga
Digunakan untuk pengawasan kendaraan sekaligus kontrol terhadap
sirkulasi kendaraan dan memantau setiap kegiatan pembuangan secara
umum.
b. Jalan Masuk
Jalan masuk angkutan sampah dari jalan raya menuju lokasi TPA melalui
jalur pemukiman. Kondisi eksisting jalan masuk saat ini adalah panjang
jalan 1500 meter dan lebar badan jalan 4 meter. Kondisi jalan di sekitar
pemukiman cukup sempit sehingga mengganggu jalannya kendaraan
apabila terjadi papasan antara mobil yang akan membuang sampah ke TPA
dengan mobil yang telah membuang sampah di TPA. Oleh karena Itu,
perlu adanya perlebaran jalan menuju TPA di luar kawasan pemukiman.
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
61
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

c. Peralatan Berat
Di TPA Galuga terdapat tiga unit bulldozer, satu unit track loader dan satu
unit escavator yang berfungsi untuk meratakan dan memadatkan sampah.
d. Rumah Kompos
Rumah kompos di TPA Galuga digunakan untuk melakukan kegiatan
pengomposan sampah terutama sampah organik dari pasar. Kegiatan
pengomposan dilakukan dengan menggunakan perangkat pencacah
sebanyak tiga unit. Kompos yang telah dibuat di rumah kompos nantinya
akan dipasarkan untuk mendukung kegiatan operasional rumah kompos
tersebut.
e. Zona Penyangga
Di TPA Galuga terdapat banyak pepohonan yang digunakan sebagai
kawasan penyangga. Zona penyangga berfungsi untuk mengurangi bau
karena sampah yang ditimbun dalam jumlah yang sangat besar dan juga
untuk mengurangi populasi lalat.
f. Kolam Pengelolaan Leachate dan Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL)
Pada saat ini, kolam pengolahan leachete sudah tidak difungsikan karena
terkena dampak longsoran sampah, hanya bak terakhir yang masih
berfungsi sebagai bak pengumpul sebelum dialirkan ke IPAL. IPAL TPA
Galuga dibangun pada tahun 2009 menggunakan sistem oksidasi dan
filtrasi, sehingga effluen yang dibuang ke badan air penerima diupayakan
telah memenuhi ketentuan yang berlaku.
g. Saluran Drainase
Saluran drainase di TPA Galuga berfungsi selain membuang air hujan juga
menghindarkan masuknya air hujan ke dalam sel-sel sampah yang
ditimbun sehingga dapat menekan sekecil mungkin leachete yang
dihasilkan. Namun saat ini kondisi saluran drainase baik drainase jalan
maupun drainase kavling TPA masih bersatu dalam satu saluran sehingga
menyebabkan sebagian leachete dan air hujan bersatu mengalir ke badan
air (saluran air).
h. Pipa Gas
Pipa gas yang dipasang berfungsi sebagai jalan keluarnya gas metan dan
karbon dioksida. Gas-gas tersebut perlu dikendalikan karena dapat
menimbulkan bahaya kebakaran dan dapat berpengaruh pada pemanasan
global.
i. Lampu Penerangan Jalan Umum (PJU)
Untuk memudahkan operasional TPA dan penerangan jalan akses TPA
Galuga, sampai saat ini telah dipasang fasilitas penerangan jalan umum
yakni dari akses jalan masuk sampai dengan Kampung Cisasak.
j. Hanggar (Garasi Alat Berat)

TPA Galuga tidak memiliki jembatan timbang sehingga kegiatan pencatatan


volume sampah yang masuk ke TPA setiap hari belum akurat karena hanya
berdasarkan perkiraan petugas.
Untuk mengotimalkan pengelolaan TPA Galuga juga telah dilaksanakan
kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


62
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

1. Melaksanakan koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Bogor terkait


dengan izin operasional penggunaan TPA Galuga.
2. Memberikan layanan kesehatan secara berkala kepada masyarakat sekitar
TPA Galuga, penyediaan air bersih dan melaksanakan fogging untuk
meminimalkan penyebaran jentik /latat di area pemukiman di sekitar lokasi
TPA.
3. Melakukan pengelolaan Lingkungan di sekitar TPA Galuga dengan membuat
dokumen lingkungan UPL/UKL dan hasilnya disampaikan kepada
Pemerintah Kabupaten Bogor.
4. Pemeliharaan sarana yang ada dilaksanakan antara lain :
a. Pemeliharaan Jl. Akses menuju TPA
b. Penyediaan Jaringan Air Bersih Untuk Warga sekitar TPA
c. Bangunan Tempat Kerja (Kantor TPA)
d. Pemeliharaan PJU di Areal TPA
e. Pemeliharaan Saluran Pembuangan Leacheate
f. Pemeliharaan saluran drainase
g. Pemeliharaan emplacement /tempat pembuangan sampah
h. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Leachate
i. Pembangunan Garasi Alat Berat (Hanggar)
j. Penutupan Zona Tidak Aktif dengan tanah dan rumput
k. Pembuatan Ventilasi Gas Methane
l. Penanaman Pohon Pelindung sebagai buffer zone
m. Pemasangan papan informasi dan petunjuk

Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Regional


Dalam upaya penanggulangan sampah di Kabupaten Bogor, Kota Bogor
dan Kota Bogor karena mengingat kondisi usia pakai TPA yang selama ini
digunakan sudah melampaui umur teknis TPA serta untuk menciptakan
keterpaduan pembangunan antar kawasan dan mewujudkan efisiensi, efektifitas
dan sinergitas penyediaan pelayanan umum, guna meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat, kualitas lingkungan dan menjadikan sampah sebagai sumber daya
dan berdaya guna, maka Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menandatangai
Kesepakatan Bersama dengan Pemerintah Kabupaten Bogor, Pemerintah Kota
Bogor dan Pemerintah Kota Depok tentang Kerjasama Pengolahan dan
Pemrosesan Akhir Sampah Regional yang berlokasi di Nambo, serta
direncanakan pada awalnya TPPAS Regional Nambo pada tahun 2012 sudah
dapat dioperasionalkan.
Gambar 3.13
Mendukung pembangunan TPPAS Regional Nambo
dengan mempersipakan sarana dan prasarana untuk
Gambar 3.14 menunjang operasional TPA Regional yaitu :
Pembangunan sarana SPA termasuk sarana jalan,
3.3.5. Peran serta
Buffer Zone, sarana pemilahan dan sarana lainnya.
Masyarakat dan
Jender dalam Pengadaan sarana angkut dari SPA ke TPA
Pengelolaan Sampah Regional dengan alternatif alat angkut antara lain
1 Peran serta Compactor Truck.
masyarakat sangat
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
63
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

diperlukan dalam pengelolaan sampah karena sampah yang dikelola


suatu kota dihasilkan oleh aktivitas masyarakatnya.
Bentuk peran serta masyarakat menurut Revisi SK SNI 03-3242-1994 dapat
dinyatakan sebagai berikut:
1. Melakukan pemilahan sampah di sumber
2. Melakukan pengolahan sampah dengan konsep 3R
3. Berkewajiban membayar iuran/retribusi sampah
4. Mematuhi aturan pembuangan sampah yang ditetapkan
5. Turut menjaga kebersihan lingkungan sekitarnya
6. Berperan aktif dalam sosialisasi pengelolaan sampah
lingkungan
Faktor utama yang menjamin pencapaian tujuan kebersihan adalah faktor
manusia, baik petugas maupun masyarakat. Oleh karena itu untuk dapat
membantu Pemerintah Daerah dalam mengelola kebersihan antara lain dengan
cara membiasakan masyarakat bersikap dan bertingkah laku yang didasari oleh
kesadaran akan lingkungan yang bersih, sehingga sikap dan perilaku terhadap
kebersihan atau sampah tidak berdasarkan kewajiban, tetapi pada nilai kebutuhan
(Dirjen Cipta Karya, 1992).
Penanganan persampahan Kota Bogor didukung peran serta atau
partisipasi masyarakat melalui membuang sampah pada waktu dan tempat yang
tepat dan pada beberapa lokasi sudah mencoba memulai pengurangan dari
sumber, selain itu turut memelihara kebersihan lingkungan melalui kegiatan
kekerja bakti yang berlangsung tiap hari jumat di seluruh wilayah Kota Bogor.
Pengolahan Sampah
Sistem pengolahan sampah yang dilaksanakan di Kota Bogor berdasarkan
Pengelolaan Sampah Terpadu adalah dengan cara pemilahan sampah, daur ulang,
pengomposan dan pembuangan akhir. Namun, kegiatan pemilahan dan penerapan
3R di Kota Bogor belum berjalan optimal, sampai saat ini sampah yang dibuang
masyarakat masih tercampur antara organik dan anorganik. Kesadaran
masyarakat untuk meyediakan dua buah wadah sampah di masing-masing rumah
masih rendah. Fasilitas pemindahan yang dibangun oleh bidang Kebersihan
DCKTR sebenarnya juga masih kurang mendukung disebabkan masih sedikinya
wadah sampah yang menggunakan sistem pemisahan antara sampah organik dan
anorganik.
Upaya Penanganan sampah mulai dari sumber dengan membuat pilot
project telah dimulai dari tahun 2005 dan sekarang sudah ada di beberapa lokasi
dengan target setiap tahunnya dua (2) Rukun Warga (RW).
Selain penanganan sampah yang dilakukan di sumber pada beberapa lokasi,
pengurangan timbulan sampah dilaksanakan juga melalui cara 3 R (Reduse,
Reuse, Recycle) atau mengurangi produksi sampah, memanfaatkan kembali dan
mendaur ulang sampah, yang dilaksanakan secara mandiri oleh masyarakat baik
dimulai oleh beberapa kelompok lapak daur ulang yang berada di kota maupun
yang berada di TPA Galuga.
Pada tahun 2008 telah dibuat pengelolaan sampah dengan sistem 3R di
Depo Idraprasta dan Perumahan Yasmin Sektor V. Untuk sampah-sampah yang
masih memiliki nilai ekonomi seperti kardus/kertas dan botol-botol plastik masih

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


64
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

belum dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang menghasilkan sampah selain


pemulung.
Pengolahan sampah di Kota Bogor dilakukan juga melalui kegiatan
pengomposan. Pengomposan ini dilakukan di beberapa perumahan, transfer depo
dan TPA. Hasil pengomposan yang dilakukan di perumahan oleh masyarakat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Sedangkan kompos yang
dibuat di tranfer depo dan rumah kompos di TPA galuga digunakan untuk
memupuk pohon-pohon di pinggir jalan maupun dijual kepada pihak-pihak yang
yang memerlukan.
Sampai dengan tahun 2010 ini sudah terdapat beberapa lokasi pengomposan yang
secara konsisten telah melaksanakan pengelolaan sampah melalui kegiatan
composting yaitu : Perumahan Griya Melati, Indra Prasta, Bantar Kemang,
Gunung Batu, Yasmin dan Mulya Harja.

Gambar 3.15
Pada tahun 2010 ini juga Bidang Kebersihan membuat suatu terobosan
baru yaitu mengadakan Kerjasama dengan Kelompok Usaha MITTRAN dalam
bentuk uji coba system pengolahan sampah perkotaan. Harapan dengan
adanyakerjasama dalam uji coba ini agar memberikan keyakinan dan membentuk
cara pandang baru dalam penanganan sampah di Kota Bogor.

Gambar. 3.16
PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN POLA 3R KERJA SAMA DENGAN
KELOMPOK USAHA MITRAN LOKASI JL. PALEDANG

3.3.6. Permasalahan dalam Pengelolaan Sampah


Kendalakendala yang masih harus dihadapi dalam pengelolaan sampah
adalah
1) Masih rendahnya kesadaran dan kepedulian masyarakat Kota Bogor dalam
menjaga kebersihan, misalnya:
a) Membuang sampah tidak pada tempatnya; ke kali, selokan, jalan, dsb,
seperti di Kelurahan Kebon Pedes dan Kebon Kopi terdapat sebagian
masyarakatnya yang masih membuang sampah ke Sungai Cibalok,
Ciliwung, dan Cisadane.
b) Tidak tersedianya tempat sampah di dalam fasilitas umum, kendaraan
umum,kendaraan pribadi, dsb.
2) Masih rendahnya peran masyarakat dalam mengelola sampah, misalnya:
a) Masih tingginya pembakaran sampah.
b) Masih rendahnya upaya pemilahan sampah.
c) Masih rendahnya pengawasan masyarakat dalam upaya pengelolaan
sampah.
d) Masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan sampah
untuk kepentingan ekonomi.

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


65
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

e) Masih terdapat pemanfaatan lahan kosong sebagai tempat pembuangan


sampah di daerah perumahan, sebagaimana di temukan di Jalan Baru
dekat persimpangan Yasmin.
f) Pemakaian/penggunaan plastik yang tidak terkendali (serba plastik),
seperti halnya yang terdapat di pasar tradisional dan modern
(Supermarket dan Hypermart) di Kota Bogor.
3) Penolakan masyarakat terhadap pembukaan lahan baru untuk TPS/TPA
4) Dampak TPA terhadap kesehatan dan lingkungan (penurunan harga jual
tanah/rumah, bau, asap, partikel, gas-gas beracun, tempat berbiak lalat, tikus,
pencemaran air, tanah.
5) Pengelolaan TPA, kendala yang ditemukan untuk pengoperasian secara
sanitary landfill adalah:
Kurangnya alat berat yang dimiliki.
Sulit/mahal tanah untuk penutup sampah.
Kolam pengolah lindi tidak sering terhambat.
Sumber daya manusia tidak memadai.
6) Berhubungan dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk pengelolaan
persampahan, di Kota Bogor yang disurvai menyatakan keterbatasan dana
sebagai salah satu kendala peningkatan pelayanan pengelolaan persampahan.
Keterbatasan dana tersebut dapat berakibat kepada:
Ketidakmampuan melakukan pemeliharaan terhadap sarana dan
prasarana pengelolaan sampah yang ada.
Ketidakmampuan melakukan penggantian terhadap sarana dan prasarana
pengelolaan sampah yang telah rusak.
Ketidakmampuan melakukan pengadaan sarana dan prasarana
pengelolaan sampah yang baru untuk mencapai target pelayanan yang
lebih baik.
Ketidakmampuan melakukan pengelolaan persampahan sesuai dengan
standar operasional yang seharusnya (misal: rencana TPA = sanitary
landfill, namun yang dilaksanakan hanya open dumping atau maksimal
control landfill).
7) Dalam upaya mengurangi jumlah sampah baik pemerintah maupun
masyarakat melakukan kegiatan pembuatan kompos. Namun untuk
memanfaatkan sampah sebagai industri kompos mereka menemukan kendala
dan tantangan yaitu :
Kendala Kualitas
Kendala Pemasaran
Kendala kuantitas dan kontinuitas
Kendala pendanaan
8) Dari perda atau Surat Keputusan Walikota yang ada, belum mengatur
tentang :
Kewajiban penghasil sampah untuk meminimalkan jumlah sampah yang
dihasilkan
Kewajiban penghasil sampah untuk memilah sampah berdasarkan
sifatnya.

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


66
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

9) Perda pengelolaan persampahan belum mengatur tentang pengelolaan


persampahan yang bersifat lintas admnistrasi kabupaten/kota/propinsi

Berdasarkan para pelaku pengelola, kendala yang harus hadapi adalah :


A. Pemerintah
1) Pertumbuhan jumlah sampah berbanding lurus dengan pertumbuhan
jumlah penduduk.
2) Masih rendahnya tingkat pelayanan terhadap masyarakat, baik luas
wilayah pelayanan, jumlah pelanggan, maupun jumlah sampah yang dapat
ditangani, dari hasil survey lapangan sebagian masyarakat Kebon Kopi
dan Cimanggu ada yang belum mendapatkan pelayanan kebersihan dari
DLHK.
3) Keterbatasan sarana dan prasarana pengelolaan sampah serta kurang
terawatnya sarana dan prasarana yang ada.
4) Keterbatasan SDM yang ahli di bidang persampahan.
5) Anggaran pengelolaan sampah yang rendah serta tidak transparannya
konsep retribusi sampah.
6) Masih rendahnya upaya pelibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah,
baik itu dalam bentuk kontrak kerja sama, dukungan pembiayaan, teknis
dan manajemen, maupun bentuk kerja sama lainnya.
7) Masih kurangnya dukungan terhadap upaya komunitas masyarakat yang
telah berhasil dalam pengelolaan sampah, baik itu penghargaan, dukungan
pendanaan, teknis, dan manajemen, maupun bentuk dukungan lainnya.
8) Masih kurangnya peraturan-peraturan teknis di bidang pengelolaan
persampahan ini, serta masih lemahnya penegakan hukum yang ada.
9) Sampah di sungai tidak ada yang bertanggungjawab dan bukan pula
tanggung jawab DLHK.
10) Belum adanya sistem insentif dan disentif yang terkait dengan pengelolaan
sampah ini bagi Pelaku Usaha.
11) Standar TPA berwawasan lingkungan kurang dimanfaatkan dan
dikesampingkan, karena membutuhkan biaya yang tinggi.
12) Sampah masih dianggap tanggung jawab pemerintah, sedangkan tanggung
masyarakat adalah membayar sampah yang dibuang.
13) Belum adanya peraturan dan sistem pelabelan terhadap teknologi
produksi, produk, dan kemasan ramah lingkungan yang di produksi di
Kota Bogor

B. Pelaku Usaha
1) Masih rendahnya jumlah industri yang menerapkan konsep
teknologi bersih dan konsep nir limbah.
2) Masih rendahnya jumlah industri yang memanfaatkan sistem dan
teknologi daur ulang
3) Masih rendahnya kepedulian pelaku usaha dalam memproduksi
produk dan kemasan ramah lingkungan, yaitu:
a. Biodegradable
b. Recyclable
4) Masih rendahnya jumlah perusahaan yang memanfaatkan sampah
untuk:
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
67
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

a. menghasilkan produk (sampah sebagai bahan baku)


b. menghasilkan energi

3.4. Pengelolaan Drainase


3.4.1. Landasan Hukum/Legal Operasional
Landasan hukum mengenai sistem drainase terbagi atas :
1. Peraturan dan Kebijakan Pemerintah Pusat
a. Undang-undang No 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
b. Undang-undang No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
c. Undang-undang No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
d. Keputusan Presiden No. 114 tahun 1999 tentang Kawasan Bopuncur
e. Peraturan Pemerintah No 35 tahun 1991 tentang Sungai.
f. Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2006 tentang Irigasi
g. Peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran Air
h. Peraturan Menteri PU No 39/PRT/1989 tentang Pembagian Wilayah
Sungai
i. Peraturan Menteri PU No 48/PRT/1990 tentang Pengelolaan Atas dan
Sumber Air
j. Peraturan Menteri PU No 49/PRT/1990 tentang Tata cara dan
Persyaratan Ijin Penggunaan Air dan atau Sumber Air
k. Pedoman Penetapan dan Pengelolaan Sempadan Sungai, (Peraturan
Menteri PU No.63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah
Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan sungai dan Bekas Sungai.
l. Tata cara Perencanaan Umum Drainase Perkotaan, SK SNI T-07-
1990-F
m. Tata cara Teknik Pembuatan Sumur Resapan Air Hujan Untuk Lahan
Pekarangan, SK SNI T-06-1990-F
n. Spesifikasi Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekarangan,SK
SNI S-14-1990-F
o. Kebijakan Pendayagunaan Danau dan Situ, Lokakarya Kebijakan
Pengembangan dan Pengelolaan Sumber Daya Air, Deputi Bidang
Sumber Daya Air, Dept Pemukiman dan Prasarana Wilayah, 2000
2. Peraturan dan Kebijakan Pemerintah Propinsi Terdiri dari :
a. Peraturan Daerah No. 10 tahun 2002 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Propinsi
b. Peraturan Daerah No. 2 tahun 2006 tentang Pengelolaan Kawasan
Lindung
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
68
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

c. Peraturan Daerah No. 2 tahun 2004 tentang Irigasi


d. Peraturan Daerah No. 3 tahun 2004 tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran Air
3. Peraturan dan Kebijakan Pemerintah Kota
a. Peraturan Daerah No. 1 tahun 2000 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota
b. Keputusan Walikota No. 04 tahun 2003 tentang Garis Sempadan
Bangunan dan Garis Sempadan sungai di wilayah Kota Bogor.
c. Perda No. 7 tahun 2002 tentang Izin Pemanfaatan Air Bawah
Tanah dan Air Permukaan.

3.4.2. Aspek Institusional


Penanganan drainase di Kota Bogor, berdasarkan PERDA Kota Bogor No.
19 Tahun 2002 jo Keputusan Walikota Bogor No. 34 Tahun 2003 tentang uraian
tugas jabatan structural di lingkungan Dinas Bina Marga da Pengiaran Kota
Bogor, dilakukan oleh Sub Dinas Pengairan cq. Seksi Drainase dan Seksi
Pemeliharaan Jaringan. Seksi Drainase mempunyai tugas pelaksanaan dan
pemeliharaan drainase jalan dan drainase permukiman, serta monitoring lapangan
keadaan drainase dan gorong-gorong untuk memperlancar air.
Seksi Pemeliharaan Jaringan mempunyai tugas pembangunan dan
pemeliharan jaringan pengairan, termasuk jaringan irigasi yang berubah menjadi
jaringan drainase, yaitu di :
a. Saluran induk Ciliwung Katulampa
b. Saluran Cibalok
c. Saluran Bantarjati (Cibagolo)
d. Saluran induk Cisadane Empang
e. Saluran sekunder Cibuluh
f. Saluran sekunder Cidepit
g. Saluran sekunder Ciereng
Berdasarkan PERDA Kota Bogor No. 13 Tahun 2004 tentang Organisasi
Perangkat Daerah yang akan berlaku efektif bulan Desember 2004 dan mencabut
PERDA No. 19 Tahun 2002, struktur organisasi Sub Dinas Pengairan akan terdiri
dari :
a. Seksi Pemeliharaan Jaringan dan Drainase
b. Seksi Bina Manfaat Air
Semua drainase ditangani oleh Seksi Pemeliharaan Jaringan dan Drainase.
Rencana pembangunan dan pemeliharaan drainase disusun oleh Sub.Dinas
Pengairan.
Kegiatan pemeliharaan drainase berupa :
a. Pengerukan sedimen dan sampah
b. Perbaikan saluran
Sedangkan Perda No. 13 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah,
pada Satuan Kerja Perangkat Daerah, bahwa bidang yang mengelola pengairan
adalah Bidang Pengelolaan Sumber Daya Air dan Pengairan, yang membawahkan
:
a. Seksi Sumber Daya Air
b. Seksi Pengairan

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


69
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

Kota Bogor belum mempunyai PERDA yang mengatur secara khusus


drainase dan situ, namun peraturan yang sudah terbit adalah :
a. Keputusan Walikota No. 04 tahun 2003 tentang Garis Sempadan Bangunan
dan Garis Sempadan sungai di wilayah Kota Bogor.
b. Perda No. 7 tahun 2002 tentang Izin Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan
Air Permukaan.

3.4.3. Cakupan Pelayanan


b.A. Gambaran Umum Sistem Drainase
Paradigma baru penanganan masalah drainase perkotaan tidak terbatas pada
upaya mengalirkan dan membuang secepatnya (kelebihan air permukaan /
limpasan air hujan) menuju badan badan air terdekat. Namun lebih dari itu
penatagunaan sistem drainase perkotaan bertujuan konservasi sumber daya air dan
kehidupan aquatik. Mencakup optimalisasi upaya mengendalikan luapan dan
genangan banjir serta meresapkan kelebihan air tersebut untuk imbuhan
persediaan air baku (air permukaan maupun air tanah).
Konsep pengembangan sistem drainase berkelanjutan adalah meningkatkan
daya guna air, meminimalkan kerugian serta memperbaiki dan konservasi
lingkungan. Prioritas utama kegiatan perencanaan ditujukan untuk pengelolaan
limpasan permukaan dengan cara mengembangkan fasilitas untuk menahan air
hujan (rainfall detention facilites) fasilitas untuk peresapan air hujan (rainfall
retention facilities).
Permasalahan drainase dan genangan banjir umumnya berkaitan erat dengan
keterbatasan ketersediaan infrastruktur lingkungan fisik maupun sosial ekonomi
yang dihadapkan pada perkembangan tata guna lahan dan tata ruang perkotaan.
Meningkatnya kebutuhan lahan untuk permukiman maupun lahan usaha
pertanian, berdampak lanjut pada menurunnya luas lahan yang berfungsi resapan
(kawasan terbuka berubah menjadi daerah terbangun), sehingga debit aliran
permukaan, yang mengakibatkan meluasnya areal genangan banjir, laju erosi dan
sedimentasi pada aliran sungai dan badan-badan air cenderung meningkat.
Sistem drainase di Kota Bogor sebagian besar masih mengikuti pola
alamiah, sebagian lagi berupa sistem drainase jalan. Secara umum sistem drainase
di Kota Bogor terbagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu drainase makro dan drainase
mikro. Saluran pembuangan makro adalah saluran pembuangan yang secara alami
sudah ada di Kota Bogor yang terdiri dari dua sungai besar, yaitu Sungai Ciliwung
dan Cisadane yang mengalir dari arah Selatan ke Utara serta beberapa sungai kecil
seperti Sungai Cipakancilan, Sungai Cipinanggading, Sungai Ciluar, Sungai
Cikalibaru, Sungai Ciheuleut, Sungai Ciapus, Sungai Cisindangbarang, Sungai
Cigede Wetan, Sungai Cigede Kulon, Sungai Cileungsir, Sungai Cipalayangan,
Sungai Cibeureum, Sungai Cikaret, Sungai Cigenteng, Sungai Cinyangkokot,
Sungai Cileuwibangke, Sungai Cipaku dan Sungai Cijeruk. Saluran pembuangan
mikro adalah saluran yang sengaja dibuat mengikuti pola jaringan jalan. Pada
akhirnya saluran ini bermuara pada saluran makro yang dekat dengan saluran
mikro tersebut. Sedangkan klasifikasi dari sisi hirarki, maka saluran drainase
makro terdiri atas saluran primer dan sekunder, sedangkan saluran yang mengikuti
pola jaringan jalan dari arteri sampai lokal merupakan saluran tersier.
Berdasarkan kewenangan pengelolaannya, drainase di Kota Bogor terbagi
atas :
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
70
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

1. Kewenangan Provinsi Jawa Barat


a. Kecamatan Bogor Barat : Cisadane Empang, Angke I
b. Kecamatan Bogor Selatan : Cibalok
c. Kecamatan Bogor Timur : Cibalok, Ciliwung Katulampa, Cibanon
d. Kecamatan Bogor Utara : Ciliwung Katulampa, Bantarjati
2. Kewenangan Kota Bogor
a. Kecamatan Bogor Barat : Situgede, Ciputih I, Cibenda, Cibanten,
Cisarua Ucing
b. Kecamatan Bogor TImur : Ciseuseupan
c. Kecamatan Bogor Utara : Keradenan, Ciraden
d. Kecamatan Bogor Selatan : Cisempur, Coblong, Cikompeni, Mina,
Cinangka, Leuwibangke, Cikaret Kotabatu, Cibeureum, Cibolang,
Ciranjang, Sawahbera, Geblug, Citengah, Cileungsir, Bakom,
Cadasgambar, Ciawi, Cipaku, Cipancuran, Cimonyet
Sedangkan yang dimaksud drainase lingkungan yang menjadi cakupan
perencanaan pada Program PPSP yakni saluran drainase yang pada umumnya
mengikuti pola jaringan jalan lingkungan baik perumahan maupun tempat
kegiatan sosial ekonomi serta berdasarkan manual penyusunan Buku Putih bahwa
definisi atau batasan drainase lingkungan adalah saluran yang berada di bawah
wewenang Pemerintah Kota selain Provinsi maupun Pusat.
Gambar 3.17
Skema Jaringan Drainase makro dan mikro di Kota Bogor

B. Pembagian Zona
Wilayah Kota Bogor terdiri atas jaringan-jaringan drainase yang rumit.
Beberapa di antaranya adalah jaringan saluran drainase yang secara hidrolik
berdiri sendiri namun terdapat jaringan saluran drainase yang saling berhubungan
satu sama lain. Selain itu masih terdapat pula jaringan irigasi yang mempunyai
fungsi berbeda dengan jaringan drainase. Saluran drainase yang secara hidrolik
saling berkaitan tersebut harus dikembangkan sebagai sebuah sistem yang
konsisten secara hidrolik, misalnya dengan sistem polder. Pada hakekatnya setiap
daerah genangan memiliki saluran drainase lokal. Untuk mempermudah
penanganan sistem drainase dalam perencanaan dan dalam pengelolaannya nanti,
maka dalam studi ini beberapa sistem situ dan sistem drainase lokal telah
dikelompokkan kedalam beberapa Zona Drainase.Pengelompokan didasarkan atas
kesamaan daerah dipandang dari sudut topografi, saluran atau sungai pembatas
yang ada, dan daerah aliran sungai tertentu sebagai saluran makro dari jaringan
drainase, yakni :
1. Zona Drainase 1 (Cisindangbarang)
2. Zona Drainase 2 (Ciomas)
3. Zona Drainase 3 (Cisadane Tengah)
4. Zona Drainase 4 (Cipinanggading)
5. Zona Drainase 5 (Cirancamaya)
6. Zona Drainase 6 (Cipaku)
7. Zona Drainase 7 (Ciseuseupan)
8. Zona Drainase 8 (Ciluar)
9. Zona Drainase 9 (Cibuluh)

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


71
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

10..................................................................................................................
Zona Drainase 10 (Ciparigi)
11..................................................................................................................
Zona Drainase 11 (Ciliwung Tengah)
12..................................................................................................................
Zona Drainase 12 (Cipakancilan)
13..................................................................................................................
Zona Drainase 13 (Cigede)
14..................................................................................................................
Zona Drainase 14 (Cikeumeuh)
15..................................................................................................................
Zona Drainase 15 (Cimanggis)
Adapun peta distribusi zonasi drainase seperti pada Gambar 3.18 berikut.

Gambar 3.18
Peta Pembagian Zona Drainase

3.4.4. Aspek Teknis dan Operasional


A. Fungsi Saluran Drainase
Fungsi saluran drainase makro dan mikro maupun lingkungan di Kota
Bogor pada umumnya untuk mengalirkan limpasan air hujan, serta sebagian
menjadi saluran untuk mengalirkan air limbah rumah tangga.
B. Kualitas Saluran Drainase
Kualitas saluran drainase seperti pada Tabel lampiran berikut ini.
C. Daerah Rawan Genangan/Banjir
Kota Bogor merupakan daerah yang bervariasi atau bergelombang dengan
perbedaan ketinggian yang cukup besar, bervariasi antara 200 350 m diatas
permukaan laut, titik tertinggi berada di sebelah Selatan dengan ketinggian 350
meter di atas permukaan laut dan titik terendah berada di sebelah Utara dengan
ketinggian 190 meter di atas permukaan laut. Secara geografis Kota Bogor
terletak diantara 106o4330 - 106o5100 Bujur Timur dan 6o3030 - 6o4100
Lintang Selatan. Morfologi tanahnya terbagi dalam dua hamparan, di sebelah
Selatan relatif berbukit-bukit kecil dan di sebelah Utara merupakan daerah dataran
dengan kemiringan lereng berkisar antara kelompok 0 2 % (datar) dengan luas
1.763,94 Ha, kemiringan lereng 2 15 % (landai) dengan luas 8.091,27 Ha,
kemiringan lereng 15 25 % (agak curam) dengan luas 1.109,89 Ha, kemiringan
lereng 25 40 % (curam) dengan luas. 746,96 Ha, dan kemiringan lereng > 40
(sangat curam) dengan luas 119,94 Ha.

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


72
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

Dari hasil analisis topografi, diperoleh identifikasi bahwa beberapa daerah


di Kota Bogor merupakan daerah cekungan sehingga secara topografis rawan
akan genangan. Beberapa daerah tersebut adalah :
1. Daerah Kelurahan Kebon Pedes, terutama di sekitar Jalan Pacilong
2. Daerah di Desa Ciluar, di sekitar Jalan Tanah Baru, dekat Perum Kedung
Gede
3. Daerah Kel. Tegal Gundil
4. Daerah Kelurahan Cibuluh, sekitar pabrik Olympic Furniture
Kemudian berdasarkan hasil survey, pengamatan lapangan dan referensi
laporan & kajian, identifikasi saluran drainase di Kota Bogor adalah seperti
disampaikan pada tabel berikut.

Tabel 3.48
Lokasi Genangan di Kota Bogor

Berdasarkan pengamatan lapangan dan referensi laporan & kajian, artikel


dan informasi sumber lainnya, diidentifikasikan beberapa wilayah yang termasuk
daerah rawan banjir.

Gambar 3.19
Peta Rawan Genangan Kota Bogor
3.3.5. Peran serta Masyarakat dan Jender dalam Pengelolaan Drainase
Lingkungan
Kondisi peran serta masyarakat dalam pengelolaan saluran drainase seperti
berikut ini :

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


73
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

a. Saluran drainase cenderung kurang terpelihara karena kurang


partisipasi warga.
b. Saluran drainase perumahan tersedia dan terpola dengan jelas, namun
kurang sadarnya warga menyebabkan terjadi genangan ketika musim
hujan.
c. Saluran drainase di kawasan permukiman kurang terpola dan kurang
pemeliharaan, sehingga terjadi penyumbatan.
d. Saluran drainase umumnya masih bercampur dengan saluran air
limbah.

3.3.6. Permasalahan
Penyebab utama permasalahan yang terkait dengan kondisi sistem drainase
di kota Bogor saat ini, yaitu antara lain :
a) Belum terintegrasinya sistem drainase satu wilayah dengan wilayah
lain disekitarnya.
Karakteristik topografi Kota Bogor sangat variatif, dimana hampir 90
% merupakan lahan pedataran dengan kemiringan relatif landai hingga
lereng agak curam dengan keterbatasan kapasitas tampung dan laju
aliran sistem drainase yang ada.
Masih terbatasnya prasarana drainase mikro dan tidak berfungsinya
sistem drainase yang ada, diindikasikan dengan munculnya areal rawan
permasalahan genangan banjir & rawan longsor dengan penyebaran
seperti terlihat pada peta zona drainase terlampir. Elevasi dasar saluran
drainase pada wilayah bagian Tenggara dan wilayah bagian Utara kota
Bogor posisinya lebih rendah terhadap permukaan dasar sungai alami.
b) Meningkatnya intensitas curah hujan
Karakteristik iklim di Kota Bogor dicirikan dengan angka curah hujan
setiap tahunan cukup besar yaitu berkisar antara 3.500 5.000 mm,
dimana selama perioda meningkatnya angka curah hujan (yaitu antara
bulan Desember sampai dengan bulan Januari) seringkali terjadi
peningkatan debit limpasan air permukaan.
Akumulasi debit limpasan permukaan akibat meningkatnya intensitas
curah hujan yang berasal dari bagian hulu dan tengah yang langsung
terkonsentrasi masuk kedalam areal cekungan atau wadah buangan
alami seringkali menimbulkan terjadinya luapan dan genangan banjir
pada areal cekungan dan lahan yang elevasinya relatif rendah di bagian
hilir.
c) Pendangkalan dan penyempitan jaringan drainase makro.
Penurunan kapasitas saluran drainase alamiah, umumnya terjadi akibat
meningkatnya laju erosi permukaan dan sedimentasi pada alur sungai
yang relatif landai sehingga menimbulkan masalah pendangkalan dan
penyempitan berlangsung relatif cepat menyebabkan penyusutan
penampang alir saluran. Kapasitas prasarana jaringan drainase yang
sudah ada umumnya masih kurang berfungsi efektif menampung
sementara dan mengalirkan kelebihan air.
Kondisi demikian juga disebabkan kurangnya efektifnya kegiatan
antisipasi O&P jaringan irigasi dan drainase.

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


74
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

d) Berubah fungsi saluran irigasi menjadi saluran drainase, khususnya


di kawasan Bogor Utara.
Perubahan penggunaan lahan yang sangat signifikan dari budidaya
kawasan pertanian, menjadi budidaya kawasan perkotaan dan
permukiman / perumahan. Seringkali saluran irigasi yang seharusnya
dimanfaatkan sebagai penyuplai air pada areal persawahan berubah
fungsi menjadi saluran drainase permukiman dan drainase jalan. Karena
sistem jaringan irigasi dan drainase tersebut saling terkoneksi, kondisi
demikian menyebabkan efektifitas fungsi dan kapasitas pelayanan
saluran irigasi dan drainase diwilayah diwilayah Kota dan Kabupaten
Bogor menjadi berkurang.
e) Mix Drain,
Terjadi akibat penyimpangan perilaku pengelolaan sampah dan limbah
serta penggunaan lahan yang keliru diperkotaan / areal pemukiman
yang padat penduduk dan pusat kegiatan perdagangan / pasar
tradisionil, sehingga membebani kapasitas normal saluran drainase
sehingga harus berfungsi sebagai wadah buangan limpasan air hujan
maupun limbah domestik dan sampah padat.
Kondisi demikian mendorong terjadinya alih fungsi bangunan-bangunan
penyuplai air (seperti pintu air dan saluran irigasi) menjadi saluran drainase
sehingga cenderung berdampak pada terjadinya permasalahan semakin
menurunnya potensi ketersediaan debit andalan pada sumber air permukaan
maupun air tanah, terutama selama perioda berkurangnya curah hujan (musim
kemarau).

3.5. Penyediaan Air Bersih


3.5.1. Landasan Hukum/Legal Operasional
Landasan hukum yang relevan dengan penyediaan air bersih meliputi
undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri dan peraturan daerah.
Garis besar materi yang diatur pada masing-masing aturan perundangan
dipaparkan sebagai berikut.
A. UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
Pada dasarnya terkait dengan penyediaan air bersih, UU No. 7 Tahun
2004 pasal 5 menyebutkan negara menjamin hak warga negara untuk
memperoleh air bersih minimal untuk mempertahankan hidupnya. Pasal
ini mengamanatkan bahwa akses terhadap air bersih merupakan hak asasi
warga masyarakat, dan konsekuensinya adalah pihak pemerintah
berkewajiban memenuhi keperluan masyarakat akan air bersih.
B. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem
Penyediaan Air Minum (SPAM)
Pada peraturan pemerintah tersebut intinya menyebutkan adanya
kewajiban bagi pemerintah atau pemerintah daerah untuk
menyelenggarakan pemenuhan kebutuhan air minum bagi
masyarakatnya. Pemenuhan kebutuhan air minum tersebut dapat
dilakukan dengan system perpipaan amaupun non perpipaan. Air minum
yang diditribusikan kepada masyarakat harus sudah memenuhi standar
baku mutu seperti yang disyaratkan oleh keputusan menkes. Selain itu
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
75
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

pada aturan tersebut juga disebutkan bahwa kualitas air baku harus
memenuhi standar seperti yang ditetapkan pada aturan yang berlaku.
C. Kepmenkes No. 907/MENKES/SK/VII/2002, tentang Syarat-Syarat dan
Pengawasan Kualitas Air Minum
Keputusan menkes ini pada dasarnya adalah mengatur dan menetapkan
standar kualitas air yang dihasilkan melalui penyelenggaraan SPAM.
Berbagai variable menyangkut kondisi kualitas air seperti sifat fisika,
kimia, bakteriologi dll ditetapkan sehingga air yang didistribusikan
kepada masyarakat oleh penyelenggara SPAM harus sudah siap minum.
Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi munculnya penyakit yang
disebabkan oleh kualitas air yang tidak memenuhi standar kesehatan
yang ada.
3.5.2. Aspek Institusional
Pada tingkat kota, satuan perangkat kerja daerah (SKPD) yang
bertanggungjawab atas penyelenggaran penyediaan air bersih bagi masyarakat
adalah Bappeda, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, Dinas Kesehatan, dan
BPMKB, serta perangkat di wilayah (kecamatan, kelurahan). Selain itu untuk
mengelola penyediaan air bersih system perpipaan maka dibentuk BUMD yaitu
PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor.
Secara global, tugas masing-masing SKPD adalah sebagai berikut:
1. Bappeda bertanggungjawab untuk berbagai hal terkait dengan
mekanisme perencanaan pengembangan penyediaan air bersih serta
penganggarannya. Selain itu Bappeda juga berkewajiban untuk
melaksanakan monitoring dan evaluasi atas berbagai kegiatan terkait
pelaksanaan pengembangan fasilitas air bersih non PDAM di wilayah
kota bogor.
2. Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang bertanggungjawab atas pembangunan
konstruksi fasilitas air bersih non PDAM di wilayah-wilayah yang
memang memerlukan fasilitas tersebut. Selain itu secara teknis juga
DCKTR bertanggungjawab atas kualitas teknis bangunan pendukung
fasilitas air bersih non PDAM.
3. Dinas Kesehatan bertanggungjawab atas kualitas air bersih baik itu air
bakunya maupun air yang dikonsumsi. Air bersih tersebut harus sudah
memenuhi persyaratan kualitas sesuai dengan peraturan yang
berlaku.Selain itu Dinkes juga diharapkan dapat menyediakan data
mengenai angka kesakitan akibat penggunaan air yang tidak bersih
sehingga dapat menjadi masukan bagi SKPD lain yang
bertanggungjawab atas pengembangan fasilitas air bersih untuk
menentukan lokasi pembangunan.
3.5.3. Cakupan Pelayanan
Wilayah yang terlayani oleh PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor mencakup
seluruh wilayah administrasi Kota Bogor yang mencakup 6 wilayah pelayanan
yaitu Kecamatan Bogor Selatan, Bogor Timur, Bogor Barat, Kecamatan Tanah
Sareal, Kecamatan Bogor Tengah dan Kecamatan Bogor Utara serta sebagian
Kabupaten Bogor, yaitu Desa Kota Batu dan Desa Mekar Jaya. Dari seluruh
wilayah Kota Bogor, sampai dengan tahun 2009 PDAM Kota Bogor mampu
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
76
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

melayani sekitar 67,91% wilayah. System pelayanan air bersih yang dikelola oleh
PDAM Kota Bogor, membagi wilayah pelayanan ke dalam 5 (lima) zona
pelayanan. Kelima zona tersebut mengcover seluruh kecamatan yang ada di Kota
Bogor.(Table 3.49)
Jumlah sambungan ke pelanggan yang berada di masing-masing
kecamatan beragam. Sambungan ke pelanggan yang paling banyak terdapat di
Kecamatan Tanah Sareal yaitu sekitar 15.235 sambungan, kemudian Kecamatan
Bogor Tengah yaitu sekitar 14.832 sambungan. Sedangkan jumlah pelanggan
yang paling sedikit terdapat di Kecamatan Bogor Timur yaitu sekitar 9.527
sambungan.Namun demikian jika dilihat dari sisi jumlah penduduk yang dilayani,
Kecamatan Bogor Tengan memiliki prosentase pelayanan terbesar yaitu sekitar
68,9% (atau sekitar 79.328 jiwa yang terlayani dari 115.130 jiwa penduduk yang
ada) dan yang paling kecil adalah Kecamatan Bogor Barat yang memiliki
prosentase jumlah penduduk terlayani sekitar 30,1% (atau sekitar 63.023 jiwa
yang terlayani dari 209.373 jiwa penduduk yang ada). Untuk lebih jelasnya
kepadatan pelanggan masing-masing kecamatan dapat dilihat pada Gambar 3.20.
Tabel 3.49
Pembagian Zona Pelayanan PDAM Kota Bogor

NO ZONA WILAYAH PELAYANAN


KECAMATAN KELURAHAN
1. ZONA 1 BOGOR SELATAN Harjasari
Kertamaya
Muarasari
Pakuan
Rancamaya
BOGOR TIMUR Baranangsiang
Katulampa
Sindangrasa
Sindangsari
Tajur
TANAH SAREAL Kebon Pedes
2 ZONA 2 BOGOR SELATAN Cipaku
Genteng
Ranggamekar
TANAH SAREAL Kedung Badak
3 ZONA 3 BOGOR SELATAN Batu Tulis
Cipaku
Empang
Bondongan
Lawanggintung
BOGOR TIMUR Baranangsiang
Katulampa
Sukasari
Tajur
BOGOR UTARA Bantarjati
BOGOR TENGAH Babakan Pasar
Cibogor
Gudang
Kebon Kelapa
Pabaton
Paledang
Panaragan

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


77
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

NO ZONA WILAYAH PELAYANAN


KECAMATAN KELURAHAN
4 ZONA 4 BOGOR SELATAN Cipaku
BOGOR UTARA Bantarjati
Cibuluh
Ciluar
Ciparigi
Kedunghalang
Tanah Baru
Tegal Gundil
BOGOR TENGAH Babakan
Cibogor
Ciwaringin
Kebon kelapa
Pabaton
Sempur
Tegallega
Panaragan
BOGOR BARAT Cilendek Barat
Cilendek Timur
Curug
Curug mekar
Menteng
TANAH SAREAL Cibadak
Kayu Manis
Kedung Badak
Kedung Jaya
Kedung Waringin
Mekarwangi
Sukadamai
Sukaresmi
Tanah Sareal
5 ZONA 6 BOGOR SELATAN Mulya Harja
Cikaret
BOGOR BARAT Gunung Batu
Loji
Pasir Jaya
Pasir Kuda
Sumber : Dokumen SPAM Kota Bogor, 2008
Kondisi adanya perbedaan jumlah penduduk yang dilayani serta kepadatan
pelanggan di masing-masing kecamatan dapat diakibatkan oleh berbagai factor.
Salah satu faktornya diantaranya adalah belum masuknya jaringan distribusi pipa
PDAM karena factor lokasi (berada di ketinggian sehingga distribusi air dengan
memanfaatkan grafitasi tidak dapat dilakukan) dan kondisi social ekonomi
masyarakat yang masih menghendaki pemanfaatan air non perpipaan (sumur atau
mata air) dengan alasan tidak perlu mengeluarkan biaya untuk memperoleh air
bersih ataupun memang secara demografis wilayah tersebut masih banyak daerah
kosong sehingga kepadatan penduduk masih sedang atau rendah seperti di
beberapa wilayah di Kecamatan Bogor Barat dan Bogor Selatan.
Kemudian terkait dengan cakupan pelayanan air bersih dengan system
perpipaan di Kota Bogor, berdasarkan data dari PDAM Tirta Pakuan (2010),
sampai dengan tahun 2009 cakupannya mencapai 50,09% (atau sekitar 86.587
SR) dan tahun 2010 diperkirakan akan mencapai 53,05% (atau sekitar 95.587 SR).
Dengan total sambungan tersebut, dirasakan masih belum sepenuhnya mencapai
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
78
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

besaran pelayanan yang diinginkan yaitu sebesar minimal 67% seperti tercantum
dalam dokumen MDGs untuk Indonesia.
Tabel 3.50
Data Sambungan Pelanggan PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor Tahun 2007

Sumber: PDAM Tirta Pakuan, 2010

Tabel 3.51
Data Sambungan Pelanggan PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor Tahun 2008

Sumber: PDAM Tirta Pakuan, 2010

Gambar 3.20
Kepadatan Pelanggan di Wilayah Pelayanan
PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor

Tabel 3.52.
Data Sambungan Pelanggan PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor Tahun 2009

Sumber: PDAM Tirta Pakuan, 2010

Ket :
IP = Instansi Pemerintah
SU = Sosial Umum
SK = Sosial Khusus
RA, RB, RC = Rumah Tangga A, B, dan C
NK = Niaga Kecil
NB = Niaga Besar

3.5.4. Aspek Teknis dan Operasional


Di Kota Bogor, pemenuhan kebutuhan air bersih (yang kualitasnya setara
dengan air minum) dilaksanakan dengan system perpipaan yang dikelola oleh
PDAM Kota Bogor dan non perpipaan yang dikelola oleh pemerintah kota bogor,
PDAM Kota Bogor, dan masyarakat. Berikut adalah paparan mengenai berbagai
aspek terkait dengan system pengelolaan air bersih tersebut.
A. Penyediaan Air Bersih Dengan Sistem Perpipaan
1. Sumber Air Baku dan Unit Produksi
Secara kuantitas, kebutuhan air baku untuk PDAM Tirta Pakuan saat
ini dipenuhi dari sumber air berupa mata air dan air permukaan (sir
sungai). Sumber mata air yang dimanfaatkan berada di 3 (tiga) lokasi
yaitu : Mata air Kota Batu, Mata air Bantar Kambing, Mata air Tangkil.
Sedangkan sumber air permukaan diambil dari Sungai Cisadane.

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


79
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

Kapasitas masing-masing dan debit minimum masing-masing sumber air


baku disajikan pada Table 3.54.
Unit produksi sistem penyediaan air minum Kota Bogor berupa
instalasi pengolahan lengkap (WTP) dan instalasi pengolahan sebagian.
Instalasi pengolahan lengkap yaitu WTP Dekeng dan WTP Cipaku
memproduksi air minum sebesar 1.136 liter/detik atau 86.222 m3/hari
yang bersumber dari Sungai Cisadane. Namun dalam operasionalnya
debit produksi berfluktuasi
Tabel 3.53
Sumber Air Baku untuk Sistem Perpipaan

Sumber : PDAM Tirta Pakuan, 2010


Ket : (*) Data Tahun 2009
(**) Estimasi sampai dengan Tahun 2029
Instalasi Pengolahan sebagian yaitu Instalasi Kota Baru, Bantar
Kambing, Palasari dan Tangkil dengan kapasitas produksi 340
liter/detik dengan sumber air baku mata air. Secara lengkap kapasitas
produksi sistem penyediaan air Kota Bogor yang dikelola oleh PDAM
Tirta Pakuan Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 3.55 sebagai berikut :

Tabel 3.54
Kapasitas Desain dan Produksi PDAM Tirta Pakuan

N INSTALAS ELEV KAPASITAS SUMBER


O I ASI (L/D)
(mdpl)
DESA PRODU
IN KSI
1 Kota Batu +375 70 53 M.A Kota Batu
2 Bantar +427 170 152 M.A Bantar
Kambing Kambing
3 Tangkil +477.5 170 134 M.A Tangkil
4 Dekeng +350 1000 861 Sungai
Cisadane
5 Cipaku +329 240 264 Sungai
Cisadane
6 Palasari 30 Sungai
20 Mata Air
Palasari
Sumber : PDAM Tirta Pakuan, Mei 2008

Secara kualitas, sumber air baku untuk penyediaan air minum harus
ditinjau berdasarkan standar air baku yang berlaku yaitu berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001. Standar kualitas tersebut dapat
dilihat pada table 3.56 berikut ini.
Tabel 3.55
Standar kualitas berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
80
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

SATUA KELAS KETERANGAN


PARAMETER
N I II III IV
FISIKA
Deviasi
Temperatur C Deviasi 3 Deviasi 3 Deviasi 3 Deviasi 5 Temperatur dari
keadaan alamiah
Residu Terlarut mg/L 1000 1000 1000 1000
Bagi Pengolahan
Air Minum secara
Residu
mg/L 50 50 400 400 konvensional,
Tersuspensi
residu tersuspensi
5000 mg/L
KIMIA
ANORGANIK

Apabila secara
alamiah diluar
rentang tersebut,
pH 6-9 6-9 6-9 5-9
maka ditentukan
berdasarkan
kondisi alamiah

BOD mg/L 2 3 6 12
COD mg/L 10 25 50 100
Angka batas
DO mg/L 6 4 3 0
minimum
Total Fosfat sbg P mg/L 0,2 0,2 1 5
NO 3 sebagai N mg/L 10 10 20 20
Bagi perikanan,
kandungan amonia
NH3-N mg/L 0,5 (-) (-) (-) bebas untuk ikan
yang peka 0,02
mg/L sebagai NH3
Arsen mg/L 0,05 1 1 1
Kobalt mg/L 0,2 0,2 0,2 0,2
Barium mg/L 1 (-) (-) (-)
Boron mg/L 1 1 1 1
Selenium mg/L 0,01 0,05 0,05 0,05
Kadmium mg/L 0,01 0,01 0,01 0,01
Khrom (VI) mg/L 0,05 0,05 0,05 0,01
Bagi pengolahan
Air Minum secara
Tembaga mg/L 0,02 0,02 0,02 0,2
konvensional, Cu
1 mg/L

Bagi pengolahan
Air Minum secara
Besi mg/L 0,3 (-) (-) (-)
konvensional, Fe
5 mg/L

Bagi pengolahan
Air Minum secara
Timbal mg/L 0,03 0,03 0,03 1
konvensional, Pb
0,1 mg/L
Mangan mg/L 1 (-) (-) (-)

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


81
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

SATUA KELAS KETERANGAN


PARAMETER
N I II III IV
Air Raksa mg/L 0,001 0,002 0,002 0,005
Bagi pengolahan
Air Minum secara
Seng mg/L 0,05 0,05 0,05 2
konvensional, Zn
5 mg/L
Khlorida mg/L 1 (-) (-) (-)
Sianida mg/L 0,02 0,02 0,02 (-)
Fluorida mg/L 0,5 1,5 1,5 (-)
Bagi pengolahan
Air Minum secara
Nitrit sebagai N mg/L 0,06 0,06 0,06 (-)
konvensional,
NO2-N 1 mg/L
Sulfat mg/L 400 (-) (-) (-)
bagi ABAM tidak
Khlorin bebas mg/L 0,03 0,03 0,03 (-)
dipersyaratkan
Belerang sebagai
mg/L 0,002 0,002 0,002 (-)
H2S
MIKROBIOLO
GI
Bagi pengolahan
jml/100 Air Minum secara
Fecal coliform 100 1000 2000 2000
ml konvensional,
Fecal Coliform
2000 jml/100 ml
jml/100 dan total coliform
Total Coliform 1000 5000 10000 10000 10000 jml/100
ml
ml
RADIOAKTIVI
TAS
Gross-A bg/L 0,1 0,1 0,1 0,1
Gross-B bg/L 1 1 1 1
KIMIA
ORGANIK
Minyak dan
ug/L 1000 1000 1000 (-)
Lemak
Detergen sebagi
ug/L 200 200 200 (-)
MBAS
Senyawa Fenol
ug/L 1 1 1 (-)
sebagai Fenol
BHC ug/L 210 210 210 (-)
Aldrin/Dieldrin ug/L 17 (-) (-) (-)
Chlordane ug/L 3 (-) (-) (-)
DDT ug/L 2 2 2 2
Heptachlor dan
Heptachlor ug/L 18 (-) (-) (-)
epoxide
Lindane ug/L 56 (-) (-) (-)
Methoxyctor ug/L 35 (-) (-) (-)
Endrin ug/L 1 4 4 (-)
Toxaphan ug/L 5 (-) (-) (-)
Sumber: PP No. 82 Tahun 2001 dalam Masterplan SPAM Kota Bogor, 2008
Ket :

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


82
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

Kelas I adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air


baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan
mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Kelas II adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar,
peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau
peruntukan lain yang menpersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
Kelas III adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan
mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Kelas IV adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.

Saat ini kondisi air bersih yang diproduksi oleh instalasi pengolahan
air milik PDAM Kota Bogor kualitasnya sudah sesuai dengan syarat
kualitas air minum yang dikeluarkan oleh Kepmenkes. Bahkan air bersih
yang keluar dari instalasi pengolahan sudah siap langsung minum.

2. Kebutuhan Air Bersih


Kebutuhan akan air bersih di Kota Bogor harus dapat memenuhi
kebutuhan rumahtangga masyarakat sehari-hari seperti mandi, cuci,
kakus, memasak, minum dll (kebutuhan domestic) maupun untuk
kebutuhan non domestic. Informasi dan pemaparan mengenai kebutuhan
air bersih ini akan diperlukan untuk memperoleh gambaran mengenai
kondisi demand air bersih. Informasi ini jika kemudian dikomparasi
dengan kondisi supply maka akan diperoleh gambaran mengenai kondisi
pemenuhan air bersih di Kota Bogor. Jika supply lebih dari demand maka
terjadi lack/gap yang harus dicarikan solusinya.
Perkiraan kebutuhan air bersih di Kota Bogor dilakukan dengan
mengasumsikan beberapa hal berikut:
Dasar perhitungan kebutuhan air adalah pemakaian rata-rata air
bersih dari PDAM oleh pelanggannya yaitu sekitar 25 m3 per bulan
atau sekitar 166 L/org/hari

Berdasarkan data PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor rata-rata


perbandingan pemakaian fasilitas Non Domestik terhadap fasilitas
Domestik (Rumah Tangga) adalah 25%. Dengan demikian maka
angka ini menjadi acuan untuk perhitungan kebutuhan fasilitas non
domestic

Jumlah penduduk merupakan hasil proyeksi

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


83
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

Angka tingkat kebocoran yang dipakai adalah kebocoran dari


system distribusi dimana pada tahun 2009 adalah sebesar 34%.
Secara detail, kebutuhan air bersih di Kota Bogor disajikan pada Table
3.57. berikut.
Tabel 3.56
Kebutuhan Air Minum Kota Bogor

Sumber : PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor, 2010

B. Sistem Penyediaan Air Bersih Non Perpipaan


Sistem air minum non perpipaan atau non PDAM yang ada di Kota
Bogor merupakan sistem yang dibangun oleh Dinas Tata Kota dan
Pertamanan Kota Bogor yang dilaksanakan mulai tahun 2001, dengan
sistem penyediaan air minum yang mencakup 1 (satu) kelurahan dengan
sumber air dari mata air, sumur dalam (Tabel 3.57).
Kondisi tahun 2010 menunjukan bahwa fasilitas air bersih non PDAM
yang dibangun oleh pemerintah sebagian besar masih berfungsi dengan
baik. Hanya fasilitas yang berada di Kelurahan Situgede dan daerah
Bubulak yang sudah tidak berfungsi karena fasilitas yang rusak dan debit
mata air yang turun bahkan kering.
Pengelolaan fasilitas air bersih non PDAM tersebut dilakukan oleh
masyarakat dengan membentuk semacam badan pengelola yang diawasi
oleh LPM dan RW dimana fasilitas tersebut berada. Tugas badan pengelola
tersebut pada intinya adalah memelihara fasilitas air bersih serta peralatan
penunjangnya seperti pompa air dan mengatur mekanisme pembiayaan yang
dibebankan kepada masyarakat.
Selain itu, kebutuhan air bersih non perpipaan juga dipenuhi oleh PDAM
Kota Bogor (di dalam konteks menjalankan fungsi social perusahaan)
melalui pembangunan hidran umum (TAHU). Sampai dengan tahun 2009,
pihak PDAM telah membangun sekitar 52 unit TAHU di Kota Bogor dan
semuanya masih berfungsi dengan baik.
Dengan kondisi fasilitas pendukung prasarana air bersih non PDAM,
maka dari sisi pelayanan diperkirakan pada tahun 2010 dapat mencapai
angka 12,95%. Angka ini jika digabung dengan pelayanan air minum
perpipaan yang dikelola oleh PDAM, maka total angka pelayanan mencapai
66% dari jumlah penduduk yang menjadi target pelayanan.

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


84
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

Tabel 3.57
Data Sistem Penyediaan Air Minum Non PDAM Kota Bogor

Sumber : Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, 2010

3.5.5. Permasalahan
Permasalahan Sistem Penyediaan Air Minum Eksisting Kota Bogor adalah
sebagai berikut :
1. Kapasitas sumber air baku ekonomis seperti Mata Air seperti Mata Air
Bantar Kambing, Tangkil, dan Kota Batu cenderung menurun, hal ini
mungkin disebabkan oleh perubahan guna lahan pada Catchment Area
Mata Air tersebut.
2. Tingkat kebocoran air (UFW) pada tahun 2010 masih mencapai 34%.
Bila dilihat dari target angka kebocoran pada tahun 2015 sebesar 28%
(PDAM Kota Bogor, 2010), maka angka tersebut masih perlu dilakukan
penurunan.
3. Sistem perpipaan di PDAM Kota Bogor sudah tergolong tua, dimana
masih terdapat pipa yang dibangun pada tahun 1918. Secara teknis pipa
ini sudah harus diganti karena rentan rusak pada saat pemakaian puncak
sehingga sistem pendistribusian air tidak efektif.
4. Untuk masyarakat yang masih menggunakan sumber air dari sumur
dangkal baik di wilayah pelayanan PDAM maupun di daerah yang tidak
terjangkau oleh PDAM umumnya konstruksi sumur tidak memenuhi
persyaratan Sanitasi.
5. Kontrol terhadap kualitas air sumber air dari sumur dangkal dan mata air
tersebut belum dilakukan secara intensif oleh Pemda Kota Bogor.
6. Pemberdayaan masyarakat dalam hal pengelolaan air bersih non
perpipaan masih belum maksimal. Diperlukan peranserta pemerintah
agar pemberdayaan dapat lebih dioptimalkan

3.6. Komponen Sanitasi Lainnya


3.6.1. Penanganan Limbah Industri
Penanganan limbah industri di Kota Bogor umumnya ditangani langsung
oleh pemilik usaha sebagai kewajiban pengusaha dalam mengikuti AMDAL atau
UKL,UPL. dimana dalam pelaksanaannya diawasi oleh Pemerintah Kota Bogor
khususnya unit kerja Kantor Lingkungan Hidup, dimana apabila diketemukan
pelanggaran dapat dilakukan penindakan berupa pencabutan izin hingga
penghentian kegiatan secara paksa. Biasanya sistim pengolah yang digunakan
disesuaikan dengan jenis dan sifat industri itu sendiri. Namun untuk industri yang
kecil seperti industri rumah tangga belum dapat terawasi dengan baik. Berikut
jumlah industri dan kegiatan usaha skala menengah dan besar serta kecil (Tabel
3.59 & Tabel 3.60) di Kota Bogor yang berpotensi menghasilkan limbah.
Tabel 3.58.
Jumlah Industri/Kegiatan Usaha Skala Menengah dan Besar

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


85
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

Kota/Provinsi : Bogor/Jawa Barat Tahun Data : 2007


No
Jenis Industri*) Nilai Investasi Unit Usaha Tenaga Kerja
.
1. Mesin & rekayasa 0 0 0
2. Logam 11.257.490.000 10 1.948
3. Alat Angkut 16.138.250.000 5 938
4. Industri Tekstil 186.415.090.000 23 20.401
5. Industri Kulit 3.368.000.000 2 68
6. Industri Alpora 1.826.076.000 1 300
7. Industri Elektronika 21.095.080.000 3 713
8. Makanan 15.341.070.000 9 1.079
9. Minuman 108.943.947.278 9 1.763
10. Kayu Olahan dan Rotan 2.600.327.000 10 1.554
11. Pulp dan Kertas 28.924.958.000 8 567
Bahan Kimia Industri dan
12. 6.029.010.000 6 339
Karet
13. Bahan Galian Non Logam 3.542.500.000 2 65
14. Kimia 44.183.351.250 5 1.179
TOTAL 449.665.149.528 93 30.914
Keterangan : *) Lihat Lampiran B Bagian A
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bogor

Tabel 3.59. Jumlah Industri/Kegiatan Usaha Skala Kecil


Kota/Provinsi : Bogor/Jawa Barat Tahun Data : 2007
No Jenis Industri*) Nilai Investasi Unit Usaha Tenaga Kerja

1. Mesin & rekayasa 678.630.000 5 201


2. Logam 5.067.950.000 79 751
3. Alat Angkut 2.062.130.000 92 1.069
4. Industri Tekstil 5.210.378.650 81 3.032
5. Industri Kulit 1.675.910.000 68 1.569
6. Industri Alpora 518.750.000 8 97
7. Industri Elektronika 88.300.000 7 40
8. Makanan 5.930.690.000 180 1.851
9. Minuman 2.244.600.000 40 445
10. Kayu Olahan dan Rotan 2.928.410.000 111 1.017
11. Pulp dan Kertas 5.833.010.000 79 558
12. Bahan Kimia Industri dan 759.309.487 13 112
Karet
13. Bahan Galian Non Logam 976.700.000 37 800
14. Kimia 2.624.853.850 43 502
TOTAL 36.599.621.987 843 12.044
Keterangan : *) Lihat Lampiran II bagian A
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bogor

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


86
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

Tabel 3.60. Rekomendasi Amdal/UKL/UUP yang Ditetapkan oleh


Komisi Amdal Daerah
No Jenis
Kegiatan Pemrakarsa
. Dokumen
1 UKL-UPL Pergudangan sembako
2 UKL-UPL Pembangunan Stasiun Pengisian Bulk LPG PT. Mygas Bogor
(SPBL)
3 UKL-UPL Industri Kopi Bubuk, Air Minum dalam Bapak Robert Hook
Kemasan (ANDK) dan Pergudangan
4 UKL-UPL Pembangunan RUSUNAMI Bogor Mansion PT. Akash Sigar Tengah
5 UKL-UPL Bongkar Berdirikan Restauran Cepat Saji KFC Bapak Rodi
6 UKL-UPL Pajajaran Suite Hotel PT. Alisya Kurnia B
7 AMDAL Rumah Sakit Palang Merah Indonesia
8 UKL-UPL Rumah Makan Bumbu Desa
9 UKL-UPL Hotel Salak PT. Anugerah Jaya Agung
10 UKL-UPL Hoka-Hoka Bento
11 UKL-UPL Hotel Pangrango 2
12 UKL-UPL Pusat Grosir Bogor (PGB) PT. Emar Sejahtera Abadi
13 UKL-UPL Papa Ron's Pizza
14 UKL-UPL Caf Dedaunan
15 AMDAL Pusat Perbelanjaan Botani Square PT. Bogor Anggana Cendekia
16 AMDAL Pusat Perbelanjaan Matahari Plaza PT. Matahari Putra Prima,
T.Bk
17 UKL-UPL Perumahan Villa Intan Pakuan PT. Villa Intan Pakuan
18 AMDAL Pusat Perbelanjaan Ekalokasari PT. Sarana Karya Megah
19 UKL-UPL Industri Garment PT. Pintu Mas Garmindo
20 UKL-UPL Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU)
21 UKL-UPL Industri Helm PT. Tanah Sumber Makmur
22 UKL-UPL Rumah Sakit Ibu Anak Hermina
23 UKL-UPL Pertokoan dan Pasar Swalayan Giant PT. Bina Mandiri Maju
Supermarket Gemilang
24 UKL-UPL Industri Spare part Aki PT. Sepindo Perdana
25 UKL-UPL Pastel dan Pizza Rijstafel
26 UKL-UPL Rumah Makan Sari Wangi
27 UKL-UPL PO. Bus Lorena
28 UKL-UPL Rumah Makan Kintamani
29 UKL-UPL Restoran D Leuit Irenne Elizabeth
30 SPPL Pusat Perbelanjaan Ada Swalayan
31 UKL-UPL Pizza Hut PT. Sarimelati Kencana
32 UKL-UPL Industri Textil PT. Coast Rejo Indonesia
33 UKL-UPL Industri Textil PT. Unitex
34 SPPL Alfamart Jl. Cimanggu
35 SPPL Alfamart Jl. Raya Semplak
36 SPPL Yayasan Amal Husada
37 SPPL Bina Sarana Informatika
38 SPPL Kantor Bright'n Institut

Sumber : Kantor Lingkungan Hidup Kota Bogor 2009

PENEGAKAN HUKUM

Tabel 3.61. Jumlah Pengaduan Masalah Lingkungan menurut Jenis


Masalah
No
Masalah Yang Diadukan Jumlah Pengaduan
.

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


87
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

1. Pengaduan Limbah Industri Tempe 1


Sumber : Kantor Lingkungan Hidup Kota Bogor 2009

Tabel 3.62. Status Pengaduan Masalah Lingkungan menurut Jenis


Masalah
No
Masalah Yang Diadukan Status
.
1. Pengaduan Toko Bahan Kimia Sudah selesai diproses
Sumber : Kantor Lingkungan Hidup Kota Bogor 2009

Tabel 3.63. Produk Hukum Bidang Pengelolaan Lingkungan


No Jenis Produk Tahu
Nomor Tentang
. Hukum n
1. Perda No. 4 2007 Pengelolaan Lingkungan Hidup
2. Perwali No. 12 2006 Ijin Pembuangan Air Limbah
3. Perwali No.13 2006 Pengendalian Pemanfaatan Air
Bawah Tanah
4. SK Walikota No.660.1.45- 2004 Daftar Jenis Rencana Usaha
26 dan/atau Kegiatan yang Wajib
UKL-UPL di Kota Bogor
Pemanfaatan Air Bawah Tanah
5 SK Walikota No.660.1.45- 2003 Tim Pembina dan Pemantauan
37 UKL-UPL bagi setiap Kegiatan
dan/atau Usaha di Wilayah Kota
Bogor
6 Keputusan Walikota No.660.1.45- 2009 Pembentukan Komisi Penilai
264 Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Kota Bogor
Sumber : Kantor Lingkungan Hidup Kota Bogor 2009

3.6.2. Penanganan Limbah Medis


Limbah medis mengandung bahan-bahan berbahaya seperti bahan-bahan
infecious, antiseptik, perban dan barang tercemar lain. Jika tidak dikelola dengan
baik bahan-bahan tersebut dapat mencemari sumber air bersih masyarakat yang
berada dilingkungan Puskesmas/Rumah Sakit tersebut. Untuk mengatasi masalah
limbah medis, tersebut di Kota Bogor berlaku regulasi yang mewajibkan rumah
sakit untuk memiliki fasilitas pengolahan limbah medis seperti incinerator,
sementara untuk fasilitas kesehatan yang tidak memiliki fasilitas pengolahan
limbah medis seperti incinerator dapat menggunakan jasa pihak swasta yang
khusus menangani limbah medis dimana dengan sistim penanganan ini limbah
medis tidak dihancurkan/diolah ditempat tetapi di tempat lain yang secara dampak
ekologisnya lebih memungkinkan.

3.6.3. Kampanye PHBS


Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat
mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Dengan perkataan lain,
masyarakat diharapkan mampu berperan sebagai pelaku pembangunan kesehatan
dalam menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakatnya.
Dalam tatanan otonomi daerah, Visi Indonesia Sehat 2010 akan dapat
terwujud apabila telah tercapai secara keseluruhan Kabupaten/Kota Sehat. Oleh

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


88
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

karena itu, selain harus dikembangkan sistem kesehatan Kabupaten/Kota yang


merupakan subsistem dari Sistem Kesehatan Nasional, harus ditetapkan pula
kegiatan minimal yang harus dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota sesuai yang
tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 1457/Menkes/SK/X/2004
tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan Kabupaten/Kota.
Salah satu Standar Pelayanan Minimal Promosi Kesehatan yang merupakan acuan
Kabupaten/Kota adalah Rumah Tangga Sehat ( 65%).
Harapan tersebut dapat terwujud apabila masyarakat diberdayakan
sepenuhnya dengan segala daya yang dimiliki untuk dapat menerapkan Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam kehidupan sehari-hari. Pemberdayaan
masyarakat harus dimulai dari rumah tangga, karena rumah tangga yang ber
PHBS merupakan asset dan modal pembangunan kesehatan di masa depan yang
perlu dijaga, dilindungi dan ditingkatkan kesehatannya. Penerapan PHBS di
rumah tangga merupakan salah satu upaya strategis untuk menggerakkan dan
memberdayakan keluarga atau anggota rumah tangga untuk hidup bersih sehat.
PHBS di rumah tangga diarahkan untuk memberdayakan setiap keluarga
atau anggota rumah tangga agar tahu, mau, dan mampu menolong diri sendiri di
bidang kesehatan dengan mengupayakan lingkungan yang sehat, mencegah dan
menanggulangi masalah-masalah kesehatan yang dihadapi, memanfaatkann sarana
pelayanan kesehatan yang ada, serta berperan aktif mewujudkan kesehatan
masyarakatnya dan mengembangkan upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat.
a. Dasar Hukum
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah;
2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah;
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup;
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan
Rokok bagi Kesehatan;
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 574/MENKES/SK/IV/2000
tentang Kebijakan Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat
2010;
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1193/MENKES/SK/X/2004
tentang Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1114/MENKES/SK/VIII/2005
tentang Kebijakan Promosi Kesehatan Daerah;
9. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 3 Tahun 2005 tentang
Penyelenggaraan Kesehatan;
10. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 4 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup;
11. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 3 Tahun 2008 tentang Urusan
Pemerintahan Daerah;
12. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 13 Tahun 2008 tentang Organisasi
Perangkat Daerah;

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


89
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

13. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 12 Tahun 2009 tentang Kawasan
Tanpa Rokok;
b. Tahapan Kegiatan
1. Persiapan
Pertemuan dengan petugas promosi kesehatan Puskesmas
Pelatihan Kader Kesehatan untuk pendataan PHBS
Pelatihan Kader Motivator Pemberantasan Penyakit DBD
PPertemuan Forum Masyarakat Kelurahan Siaga untuk membahas
PHBS setiap 3 bulan sekali
Pengadaan sarana/media penyuluhan PHBS
Pelatihan kader Dana Sehat
Kerjasama dengan LSM (LSM No Tobacco Community, ICSD,LSM
Yasmina), Bogor International Club (BIC), PT.Olympic, Ikatan Istri
Dokter Indonesia ( IIDI)
2. Pelaksanaan
Sosialisasi dan Advokasi
Kegiatan sosialisasi dilakukan oleh Petugas Kesehatan, Aparat
Kelurahan dan Kecamatan bersama sama dengan TP PKK,
sedangkan untuk Advokasi dilakukan untuk mendapatkan dukungan
dari berbagai pihak terutama para pengambil keputusan yang terkait
dengan program PHBS di tatanan rumah tangga.
Pemberdayaan Masyarakat
Pendataan PHBS Rumah Tangga
Kegiatan pendataan PHBS rumah tangga di Kota Bogor
dilaksanakan setiap tahun. Pendataan PHBS rumah tangga tahun
2009 dilakukan di 68 kelurahan dengan jumlah rumah tangga yang
didata sebanyak 75.929. Pendata adalah kader kesehatan sebanyak
920 orang yang telah dilatih terlebih dahulu oleh Puskesmas dan TP
PKK Kecamatan dan Kelurahan.

3. Evaluasi dan Pemantauan


Kegiatan Evaluasi dan Pemantauan pelaksanaan program dilakukan
melalui penilaian Lomba PHBS antar Kelurahan.
c. Hasil Kegiatan PHBS Kota Bogor
1. Sosialisasi
Penyebaran informasi Kesehatan melalui media cetak (Koran) dan
elektronik (radio) dengan materi ASI Eksklusif, Gaya Hidup Sehat,
Jamban Sehat, Kawasan Tanpa Rokok, Cuci Tangan, Pengelolaan
Sampah, DBD, Tulang Sehat Bebas Osteoporosis, Kesehatan
Lingkungan, Kewaspadaan H1N1, Bulan Penimbangan Balita,
Pemberian Vitamin A.
Wawar dalam rangka Penanggulangan Penyakit Menular/Filariasis
Sosialisasi PHBS Rumah Tangga bagi Organisasi Wanita/PKK
Sosialisasi Gaya Hidup Sehat bagi Remaja /Pemuda dengan materi
Bahaya Rokok, Gizi Seimbang dan Aktifitas Fisik

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


90
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

Sosialisasi tentang Kadarzi


Sosialisasi tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam
Berdarah
Health Mobile Team ( kegiatan penyuluhan PHBS di tempat-tempat
tertentu menggunakan mobil penyuluhan ) dilaksanakan di Lapangan
Sempur
Sosialisasi Kawasan Tanpa Rokok di 68 Kelurahan
Sosialisasi Kesehatan Lingkungan melalui kegiatan MPA-PHAST
Sosialisasi Dana Sehat di 40 Kelurahan di wilayah 24 Puskesmas
Sosialisasi melalui poster, leaflet, stiker, banner dan pameran
2. Advokasi
Kesepahaman Bersama Pemerintah Kota Bogor dengan TP PKK
Kota Bogor Nomor : 440/KK.12-DKK/2009
90/Skr/TP.PKK Kota Bogor/XII/2009
Tentang Gerakan Sadar PHBS
Peraturan Daerah Kota Bogor No 12 Tahun 2009 tentang Kawasan
Tanpa Rokok
Deklarasi Kecamatan Bogor Utara Kawasan Tanpa Rokok
Surat Himbauan Walikota Bogor No : 444/1612/Dinkes tentang
Penyediaan Sarana Pojok ASI
Dukungan dana dari pemerintah untuk kegiatan PHBS, Kesling,
KIA, Gizi, P2M
3. Pemberdayaan Masyarakat
Terbentuknya Komunitas Warga Tanpa Rokok di 68 RW dari 68
Kelurahan
Terbentuknya Kelas Gizi
Terbentuknya Kelas Ibu
Pembangunan sarana kesling dengan pemberian stimulan material
dengan dana tambahan dari masyarakat yang mendapatkan stimulant
tersebut
Terbentuknya kelompok Pemakai Perlindungan Mata Air
Pembentukan Kader Motivator Pemberantasan Penyakit DBD
bekerjasama dengan Forum Kota Sehat
Pemberantasan Sarung Nyamuk Serentak
Pokja PHBS Forum Masyarakat Kelurahan Siaga
Terbentuknya Kelompok Dana Sehat di 40 Posyandu
4. Pendataan PHBS Rumah Tangga
Dilaksanakan mulai bulan Juli 2009 s/d bulan Oktober 2009, bertujuan
untuk mendapatkan data rumah tangga sehat di Kota Bogor dengan kegiatan
berupa wawancara kepada 75.929 rumah tangga di 68 kelurahan yang ada di
Kota Bogor. Pelaksana survey adalah kader kesehatan. Hasil survey PHBS
rumah tangga di Kota Bogor tahun 2009 didapatkan Rumah Tangga Sehat
43,65% meningkat dibandingkan tahun 2008 (33,69%).

3.7. Pembiayaan Sanitasi Kota


BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
91
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

Sesuai dengan semangat otonomi daerah maka pengaturan keuangan


daerah juga mengikuti fungsi dan urusannya atau biasa disebut juga money
follow function, sesuai hal tersebut mengacu pada Permendagri 13 Tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah salah satu instrument pemerintah
dalam kebijakan fiskal dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat
untuk tercapainya tujuan bernegara adalah APBD. APBD juga memiliki fungsi
otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Kekuatan
dan efektifitas anggaran sangatlah penting untuk men-derive sector-sektor dan sub
sector pembangunan dalam upaya pencapaian kesejahteraan masyarakat, akan
tetapi biasanya APBD memiliki banyak keterbatasan sehingga Pemerintah juga
harus dapat menderive pembangunan dengan suatu kebijakan dalam bentu
regulasi sehingga dapat memunculkan pembiayaan-pembiayaan pembangunan
dari pihak lain non-pemerintah.
3.7.1. Gambaran Umum APBD Kota Bogor
A. Pendapatan
Sumber pendapatan daerah Kota Bogor terdiri atas :
1) Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari kelompok Pajak Daerah,
Retribusi Daerah, Bagian Laba Usaha Daerah dan Lain-Lain Pendapatan
Asli Daerah. Dana Perimbangan yang meliputi Bagi Hasil Pajak, Bagi
Hasil Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus
2) Lain-lain Pendapatan yang sah yang meliputi Bantuan Dana
Penyeimbang dari Pemerintah, dan Bantuan Keuangan dari Provinsi atau
Pemerintah Daerah Lainnya.
3) Pendapatan dari dana perimbangan sebenarnya diluar kendali pemerintah
Daerah karena alokasi dan tersebut ditentukan oleh Pemerintah Pusat
berdasarkan formula yang telah ditetapkan. Penerimaan dari dana
perimbangan sangat bergantung dari penerimaan Negara dan formula
dana alokasi umum.
Dengan demikian untuk menjamin pendapatan daerah, Pemerintah Daerah
memfokuskan pada pengembangan pendapatan asli daerah.
Perkembangan Pendapatan Daerah Kota Bogor sendiri dari tahun ke-tahun
menunjukkan peningkatan dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 14,54% dan
pencapaian terhadap target rata-rata melampaui 109,22%, namun perlu
diwaspadai bahwa pertumbuhan ini bersifat semu karena lebih ditopang oleh
Pendapatan Transfer yang kurang lebih rata-rata 82,88% dari total pendapatan.
Hal ini menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah Kota Bogor sendiri masih
relative rendah. Perkembangan PAD dan Proporsi PAD dalam Total Pendapatan
Daerah tersebut dapat dilihat dalam table dan grafik dibawah ini.

Tabel. 3.64.
Perkembangan Rencana dan Realisasi PAD Kota Bogor Tahun 2004 2008
Tah Target Realisasi Pencapaian
un PAD Pertumbu PAD Pertumbu PAD
han % han % terhadap
Target
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
92
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

%
200 Rp Rp
- - 102,45
4 49,431,543,975 50,644,041,397
200 Rp Rp
29.129 31.72 105,25
5 63,830,553,398 66,707,298,215
200 Rp Rp
-0.747 3.89 109,39
6 63,353,915,442 69,300,010,034
200 Rp Rp
13.153 15.18 111,34
7 71,687,047,669 79,819,169,545
200 Rp Rp
15.918 22.49 117,65
8 83,098,271,499 97,768,134,591
Rata-rata Per Tahun 14.36 18.32 109,22
Sumber : Laporan Keuangan Pemerintah Kota Bogor Tahun 2004 s/d 2008

Gambar 3.21

Sumber : LKPJ Walikota Bogor 2009 dan RPJMD Kota Bogor 2010-2014 (diolah)

Sementara apabila dilihat dari tingkat pertumbuhan PDRB Atas Dasar


Harga Berlaku maka dapat di interpretasikan bahwa pertumbuhan PAD Kota
Bogor sudah cukup maksimal karena tingkat rata-rata pertumbuhan PAD berkisar
18,32% sudah lebih tinggi dari rata-rata tingkat pertumbuhan PDRB ADHB
berkisar 17,77%. Akan tetapi hal ini bukan berarti nilai PAD Kota Bogor sudah
maksimal karena apabila dilihat dari tingkat pencapaian target PAD Kota Bogor
mencapai rata-rata 109,22% atau rata-rata 9,22% lebih tinggi setiap tahunnya
dengan tingkat kecenderungan pertumbuhan pencapaian yang terus meningkat dan
belum mencapai angka konstan. Hal ini juga dapat di interpretasikan bahwa
kemungkinan potensi PAD Kota Bogor yang bersumber dari Pajak dan Retribusi
Daerah masih lebih besar lagi atau juga dapat dimaknai masih terdapat
kemungkinan Pajak dan Retribusi Daerah yang belum terpungut namun tingkat
pertumbuhan realisai PAD tersebut yang cenderung meningkat menyatakan
adanya peningkatan kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajiban Pajak dan
Retribusi Daerah.
Tabel. 3.65.
Tingkat Pertumbuhan Realisasi PAD dan PDRB ADHK Kota Bogor
% %
TAH (Realisasi) Pertumbuh PDRB ADHB Pertumbuha
UN PAD an (Jutaan Rp) n
50.644.041.39
2004 7 5.245.746,82
66.707.298.21
2005 5 31,72 6.191.918,90 18,04
69.300.010.03
2006 4 3,89 7.257.742,09 17,21
79.819.169.54
2007 5 15,18 8.558.035,70 17,92
97.768.134.59
2008 1 22,49 10.089.943,96 17,90
Rata-rata 18,32 17,77
Sumber : RPJMD Kota Bogor 2011 - 2014 & IME Kota Bogor 2004-2008 diolah

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


93
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

B. Belanja Daerah
Belanja daerah merupakan salah satu instrument kebijakan fiscal
pemerintah dalam upaya pencapaian kesejahteraan masyarakat melalui beberapa
indicator utama yaitu laju pertumbuhan ekonomi (LPE) dan indeks pembangunan
manusia (IPM), dimana indicator tersebut diasumsikan sebagai muara dari
indicator-indikator yang menggambarkan kondisi masyarakat seperti tingkat
pendapatan, angka pengangguran, kualitas kehidupan masyarakat (kesehatan,
pendidikan dan daya beli). Dalam pengalokasiannya sendiri memperhatikan
kemampuan pendapatan daerah dan mempertimbangkan sektor-sektor yang
menjadi kunci terhadap perubahan kondisi untuk peningkatan kesejahteraan dan
sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh masing-masing daerah yang
diterjemahkan dalam program dasar dan program prioritas.
Diantaranya yang menjadi program prioritas di Kota Bogor yaitu : Transportasi,
Kebersihan, Penanganan Pedagang Kaki Lima (PKL) dan Penanganan
Kemiskinan. Seiring dengan prinsip money follow function, maka selain
program dasar maka program-program prioritas tersebut menjadi titik berat
dominan dalam pengalokasian anggaran daerah. Ditinjau dari proporsi realisasi
belanja daerah terhadap PDRB ADHB yang rata-rata konstan dengan prosentase
sekitar 6,76%, maka kemungkinan besar PDRB Kota Bogor lebih dominan
berasal dari driven konsumsi dan investasi serta net-export. Dan dengan melihat
pola aktivitas pembangunan fisik yang terjadi di Kota Bogor kemungkinan besar
PDRB Kota Bogor lebih didorong oleh konsumsi.

Tabel. 3.66.
PERBANDINGAN REALISAI BELANJA DAERAH TERHADAP PDRB
ADHB
Realisasi % Belanja thdp PDRB
TAHUN Belanja PDRB ADHB ADHB
5.245.746.820.
2004 369.837.726.958 000 7,050
6.191.918.900.
2005 388.609.703.293 000 6,276
7.257.742.090.
2006 507.874.855.144 000 6,998
8.558.035.700.
2007 582.735.392.917 000 6,809
10.089.943.960.
2008 673.652.885.683 000 6,676
Rata-rata 6,762

3.7.2. Pembiyaan Langsung


A. Pendapatan Perolehan dari Sektor Sanitasi Kota Bogor
Sumber Pendapatan yang diperoleh dari sector sanitasi di Kota Bogor
sangat terbatas yang teridentifikasi saat ini sebagai sumber pendapatan langsung
dari sector sanitasi adalah berupa retribusi yang terdiri dari retribusi persampahan,
retribusi penggunaan jaringan pipa limbah cair dan retribusi penyediaan dan/atau
penyedotan kakus. Berdasarkan pengamatan terhadap penerimaan retribusi
tersebut terlihat bahwa untuk retribusi persampahan dalam kurun waktu 3 (tiga)
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
94
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

tahun terakhir Tahun 2007 hingga akhir Tahun 2009 (Tabel. 3.68) menunjukkan
kenaikan yang cukup signifikan mencapai 123,90%, akan tetapi untuk sub sector
air limbah menunjukkan angka yang cenderung konstan (hampir tidak ada
kenaikan). Apabila penerimaan dari sub sector air limbah tersebut dikaitkan
dengan nilai uang maka dapat disimpulkan juga kecenderungannya mengalami
penurunan. Hal ini dapat terindikasikan terhadap beberapa kemungkinan seperti
penurunan keinginan membayar (willingness to pay) dari pelanggan yang dapat
disebabkan beberapa hal seperti tingkat kesadaran para pelanggan yang masih
rendah, penurunan tingkat kepuasan akan pelayanan, atau juga terindikasikan
dengan kemungkinan penurunan kemampuan membayar (affordability to pay)
pelanggan yang kemungkinan dapat disebabkan dari penurunan pendapatan
(income) atau daya beli, atau juga dapat terindikasikan dengan kinerja
pemungutan retribusi yang masih rendah.
Tabel. 3.67.
PENDAPATAN KOTA BOGOR DARI SUB-SEKTOR SANITASI (AIR LIMBAH
& PERSAMPAHAN)
N
o. Sumber Pendapatan 2007 2008 2009
1 Retribusi Persampahan Rp Rp Rp
2.626.184.550 3.266.200.600 5.880.138.750
2 Retribusi Penggunaan Jaringan Rp Rp Rp
Pipa Limbah Cair 16.791.500 15.076.500 16.650.844
3 Retribusi Penyediaan dan/atau Rp Rp Rp
Penyedotan Kakus 92.000.000 94.456.000 91.900.000
Rp
Rp Rp 5.988.689.59
JUMLAH 2.734.976.050 3.375.733.100 4
Sumber : laporan rekapitulasi keuangan Kota Bogor 2007 -
2009 (diolah)

B. Belanja Terkait Sektor Sanitasi Kota Bogor


1. Pembiayaan Sektor Air Limbah
Hasil identifikasi pembiayaan di sub-sector air limbah kondisi 3 tahun
terakhir hingga saat ini dan dikaitkan dengan tingkat cakupan pelayanannya
menunjukkan masih kurang terperhatikan bahkan tidak mencapai 0,1%.
Tabel. 3.68.
ANGGARAN BELANJA SEKTOR PELAYANAN AIR LIMBAH KOTA BOGOR
TAHUN 2007
No
. Kegiatan Belanja
Rp
1 BOP IPAL Tegal Gundil 68.680.477,00
Rp
2 Penyusunan DED IPLT 46.445.000,00
Rp
3 Pengadaan Sarana dan Prasarana Pencegahan Pencemaran Lingkungan 145.404.600,00
Rp
4 Perbaikan Sarana IPAL Tegal Gundil 63.730.000,00
Replikasi Program Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS) Kota Rp
5 Bogor 185.402.237,00
Rp
JUMLAH 509.662.314,00

Tabel. 3.69.
ANGGARAN BELANJA SEKTOR PELAYANAN AIR LIMBAH KOTA BOGOR
TAHUN 2008
No Kegiatan Belanja

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


95
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

.
Rp
1 BOP IPAL Tegal Gundil 58.858.972,00
Replikasi Program Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS) Kota Rp
2 Bogor 149.227.016,00
Rp
3 Optimalisasi IPAL Tegal Gundil 73.525.000,00
Rp
JUMLAH 281.610.988,00

Tabel. 3.70
ANGGARAN BELANJA SEKTOR PELAYANAN AIR LIMBAH KOTA BOGOR
TAHUN 2009
No
. Kegiatan Belanja
1 Penyelenggaraan IPAL Tegal Gundil Rp 63.761.038,00
Replikasi Program Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS) Kota
2 Bogor Rp 195.934.769,00
Rp
JUMLAH 259.695.807,00

2. Pembiayaan Sektor Persampahan


Berbeda kondisi dengan sector air limbah dimana sector persampahan
merupakan bagian dari program prioritas sehingga menjadi bagian dari
prioritas anggaran. Akan tetapi alokasinya sendiri masih rendah yaitu tidak
mencapai 3% APBD Kota Bogor.

Tabel. 3.71
ANGGARAN BELANJA PERSAMPAHAN 2007 -2009
TAH ANGGARAN BELANJA
UN PERSAMPAHAN
Rp
2007 17.205.012.208,00
Rp
2008 18.060.370.530,00
Rp
2009 22.129.374.946,00

3. Pembiayaan Sektor Air Bersih


Untuk pembiayaan air bersih Pemerintah Kota Bogor melakukan
intervensi melalui dua jenis mata anggaran yaitu :
a.A. Penyertaan modal terhadap PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor
a.B. Dana Alokasi Khusus untuk mensuport Pelayanan air bersih non-
perpipaan non-PDAM.
Tabel. 3.72
Belanja Pembangunan Penyediaan Air Bersih Non-PDAM
No
. Kegiatan 2007 2008 2009
DAK Air Bersih dan Dana
1 Pendamping Rp 604.086.000 Rp 756.200.000 Rp 2.634.621.474
2 Biaya Umum DAK Air Bersih Rp 43.402.600 Rp 82.842.200 Rp 90.250.000

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


96
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

Rp Rp Rp
JUMLAH 647.488.600 839.042.200 2.724.871.474

4. Pembiayaan Sektor Drainase Lingkungan


Pembiayaan untuk sector drainase lingkungan sulit di identifikasi secara jelas
yang dikarenakan sector drainase lingkungan secara teknis terkait erat dengan
sector-sektor lainnya, seperti : Drainase Utama (major drainage), drainase
jalan, daerah irigasi, komponen sumber daya air lainnya.

C. Kinerja Keuangan dan Pembiayaan Sektor Sanitasi Kota Bogor


Dengan perbandingan tingkat pendapatan dan pengeluaran pada sub-sektor
persampahan di Tahun 2009 maka dapat disimpulkan bahwa subsidi yang
diberikan dalam upaya pemenuhan cakupan pelayanan di tahun tersebut masih
cukup tinggi yaitu berkisar 73,43%. Dengan tingkat rasio demikian maka untuk
meningkatkan cakupan pelayanan persampahan yang lebih tinggi lagi tentu akan
semakin menambah beban anggaran. Pada bagian lain penambahan dan
peningkatan dalam pelayanan persampahan tentunya berkorelasi dengan
penurunan subsidi kesehatan terutama subsidi dalam pelayanan penanganan
penyakit yang sering muncul akibat masalah persampahan, akan tetapi hal ini
cukup sulit untuk di analisis. Meskipun demikian dengan memperhatikan
kemampuan anggaran Pemerintah Kota Bogor yang terbatas maka perlu menekan
besaran subsidi tetapi juga tetap harus dapat meningkatkan cakupan dan kualitas
pelayanan persampahan itu juga.
Sementara pada sub-sektor air limbah kondisi yang terjadi tidak jauh berbeda
tingkat pendapatannya berkisar 41,80% atau dapat diartikan juga subsidi yang
diberikan Pemerintah adalah sekitar 58,20%. Namun dengan kondisi pembiayaan
yang demikian menyebakan cakupan pelayanan air limbah di Kota Bogor masih
cukup membutuhkan perhatian dan penanganan lebih.

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI


97

Anda mungkin juga menyukai