1 Kriteria rumah sehat: memiliki langit-langit bersih, dinding permanen, memiliki lantai, ada jendela
kamar tidur,ada jendela ruang keluarga, ada ventilasi, ada lubang asap dapur, pencahayaan baik, bebas
tikus, tersedia sarana air bersih, ada jamban, ada sarana pembuangan air limbah.
No Indikator Persentase
1. Sekolah Dasar Sehat 25,7 %
2 Kriteria sekolah sehat: ruangan sekolah yang tertata dan bersih, mempunyai kantin sekolah,
tersedianya jamban septik serta tempat cuci tangan, tersedianya air bersih untuk murid dan guru,
memelihara apotik hidup, memiliki tempat sampah di setiap ruang kelas, Usaha Kesehatan Sekolah
dikelola dengan baik dan rutin serta sikap prilaku murid yang mengedepankan kesehtan hygiene dan
lingkungan.
2. Bogor Timur 91 % 91 % 93 % 93 %
3. Bogor Selatan 93 % 92 % 92 % 94 %
4. Bogor Barat 93 % 94 % 94 % 94 %
5. Bogor Tengah 91 % 94 % 95 % 94 %
6. Tanah Sareal 92 % 92 % 93 % 92 %
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Bogor Tahun 2009
Dari tabel diatas terlihat bahwa angka bebas jentik seluruh Kecamatan di
Kota Bogor belum mencapai target yang ditetapkan yaitu 95 %, hal ini
mengakibatkan tingginya kasus Demam Berdarah Dengue di Kota Bogor.
Memberi bayi Asi Eksklusif, Menimbang balita setiap bulan, Menggunakan air
bersih, Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, Menggunakan jamban sehat,
Memberantas jentik di rumah sekali seminggu, Makan sayur dan buah setiap hari,
Melakukan aktivitas fisik setiap hari dan Tidak merokok di dalam rumah. Adapun
hasil survey PHBS di Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 3.6 berikut ini.
Tabel 3.6
Hasil Survey PHBS di Tatanan Rumah Tangga Kota Bogor
No Tahun Persentase Rumah Tangga Sehat
1. Tahun 2007 24,97 %
Dari tabel tersebut di atas terlihat bahwa setiap tahun terdapat peningkatan
rumah tangga yang berperilaku hidup bersih dan sehat, meskipun angka yang
dicapai masih dibawah angka SPM yang ditetapkan yaitu 65 %.Dari angka yang
telah dicapai didapatkan data bahwa pada tahun 2007 untuk pencapaian rumah
tangga sehat tertinggi ada pada wilayah kerja Puskesmas Bondongan ( 58,20 % )
yang membawahi 3 wilayah kelurahan yaitu Kelurahan Bondongan, Kelurahan
Empang dan Kelurahan Cikaret sedangkan jumlah rumah tangga sehat terkecil ada
pada wilayah kerja Puskesmas Cipaku ( 7,28 % ) yang membawahi 5 wilayah
kelurahan yaitu Kelurahan Cipaku, Kelurahan Genteng, Kelurahan Rancamaya,
Kelurahan Kertamaya dan Kelurahan Bojongkerta. Untuk Tahun 2008 jumlah
rumah tangga sehat tertinggi ada pada wilayah kerja Puskesmas Bondongan
( 57,14 % ) yang membawahi 3 wilayah kelurahan yaitu Kelurahan Bondongan,
Kelurahan Empang dan Kelurahan Cikaret sedangkan jumlah rumah tangga sehat
terkecil ada pada wilayah kerja Puskesmas Warung Jambu ( 9,52 % ) yang
membawahi 3 wilayah kelurahan yaitu Kelurahan Kedung Halang, Kelurahan
Ciparigi dan Kelurahan Ciluar Tahun 2009 jumlah rumah tangga sehat tertinggi
ada pada wilayah kerja Puskesmas Tegal Gundil ( 78,92 % ) yang membawahi 2
wilayah kelurahan yaitu Kelurahan Tegal Gundil dan Kelurahan Bantarjati
sedangkan jumlah rumah tangga sehat terkecil ada pada wilayah kerja Puskesmas
Sempur ( 14,90 % ) yang membawahi 3 wilayah kelurahan yaitu Kelurahan
Sempur, Kelurahan Tegallega dan Kelurahan Babakan.
Penyakit Berbasis Lingkungan
Pengaruh lingkungan yang belum memenuhi syarat kesehatan memberikan
dampak terjadinya berbagai penyakit yang banyak terjangkit di masyarakat.
Penyakit yang disebabkan karena kondisi lingkungan yang kurang memenuhi
syarat kesehatan disebut Penyakit Berbasis Lingkungan ( PBL ). Beberapa
penyakit PBL yang sering terjadi di Kota Bogor seperti Demam Berdarah Dengue,
Diare, TBC Paru, Infeksi Saluran Pernafasan Akut, Penyakit Kulit, Demam
Thypoid, Filariasis dan Penyakit Kecacingan. Data terkait dengan jumlah kasus
penyakit berbasis lingkungan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.7
Data Kasus DBD per Kecamatan di Kota Bogor
No Kecamatan Tahun 2008 Tahun 2009
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
6
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor
Dari data tersebut diatas terlihat ada kenaikan kasus yang cukup besar dari
tahun 2008 hampir di semua Kecamatan. Adapun distribusi kasus tertinggi tahun
2009 yaitu Kelurahan Bantarjati (79 kasus), diikuti Kelurahan Menteng (73 kasus)
dan yang ketiga Kelurahan Gunung Batu (66 kasus). Sedangkan jumlah kasus
terkecil adalah Kelurahan Genteng, Kelurahan Kertamaya dan Kelurahan
Bojongkerta masing-masing 1 kasus. Tingginya kasus DBD di Kota Bogor banyak
dipengaruhi oleh keadaan curah hujan yang cukup tinggi, tingginya mobilitas
penduduk dan faktor lingkungan yang memungkinkan timbulnya perindukan
nyamuk.
Tabel 3.8
Data Kasus TBC Paru BTA (+) per Kecamatan di Kota Bogor
No Kecamatan Tahun 2008 Tahun 2009
1. Bogor Utara 191 kasus 184 kasus
2. Bogor Timur 96 kasus 97 kasus
3. Bogor Selatan 232 kasus 163 kasus
4. Bogor Barat 202 kasus 199 kasus
5. Bogor Tengah 113 kasus 108 kasus
6. Tanah Sareal 193 kasus 209 kasus
TOTAL KOTA BOGOR 1.027 kasus 960 kasus
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Bogor Tahun 2009
Dari tabel diatas terlihat bahwa jumlah kasus TBC Paru BTA (+) pada
tahun 2009 mengalami penurunan dibanding tahun 2008, dimana sebaran kasus
tertinggi ada pada kelurahan Kedung Badak ( 33 kasus ) dan kasus terkecil ada
pada Kelurahan Harjasari (1kasus). TBC BTA (+) adalah penderita TBC Paru
yang pada pemeriksaan dahak SPS (Sewaktu Pagi Sewaktu ) ditemukan
kuman mycobakterium tuberculose yang mana penderita TBC Paru BTA (+)
tersebut sangat menularkan.Penyakit TBC Paru sangat dipengaruhi kondisi
lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan seperti rumah yang tidak
memiliki ventilasi, kurang pencahayaan, penghuni yang terlalu padat, lantai
rumah dari tanah termasuk perilaku yang tidak sehat seperti kebiasaan meludah
sembarangan, tidak menutup mulut pada saat batuk dan merokok.
Tabel. 3.9
Data Kasus Diare per Kecamatan di Kota Bogor
No Kecamatan Tahun 2008 Tahun 2009
1. Bogor Utara 5.765 kasus 4.469 kasus
2. Bogor Timur 1.661 kasus 1.957 kasus
3. Bogor Selatan 4364 kasus 3.305 kasus
4. Bogor Barat 6.421 kasus 3.525 kasus
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
7
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor
Dari tabel diatas terlihat bahwa jumlah kasus diare pada tahun 2009
mengalami penurunan dibanding tahun 2008. Untuk tahun 2009 jumlah kasus
tertinggi ada di wilayah kerja Puskesmas Bogor Utara (2.286) yang membawahi 3
wilayah kelurahan yaitu Kelurahan Tanah Baru, Kelurahan Cimahpar dan
Kelurahan Cibuluh.Penyakit diare sangat berhubungan dengan kondisi lingkungan
yang kurang memadai dan perilaku hidup tidak sehat seperti penggunaan sumber
air yang tercemar terutama oleh bakteri E.Colli, buang air besar sembarangan,
kebiasaan tidak mencuci tangan pada saat berhubungan dengan makanan,
kebiasaan minum air yang belum dimasak, tidak menutup makanan dengan
tudung saji, mencuci alat makan dengan air yang tercemar dan makan makanan
yang tidak aman.
Tabel. 3.10
Data Kasus ISPA per Kecamatan di Kota Bogor
No Kecamatan Tahun 2008 Tahun 2009
1. Bogor Utara 36.814 kasus 26.196 kasus
2. Bogor Timur 20.341 kasus 20.660 kasus
3. Bogor Selatan 64.987 kasus 27.998 kasus
4. Bogor Barat 53.886 kasus 35.749 kasus
5. Bogor Tengah 95.299 kasus 22.249 kasus
6. Tanah Sareal 41.343 kasus 35.089 kasus
TOTAL KOTA BOGOR 312.670 kasus 167.941 kasus
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Bogor Tahun 2009
Dari tabel diatas terlihat bahwa kasus ISPA di tahun 2009 mengalami
penurunan dibanding tahun 2008. Sedangkan untuk kasus ISPA tertinggi ada di
wilayah kerja Puskesmas Kedung Badak ( 12.990 kasus ) yang membawahi 3
wilayah kelurahan yaitu Kelurahan Kedung Badak, Kelurahan Kedung Waringin
dan Kelurahan Kedung Jaya. Seperti halnya penyakit PBL lainnya ISPA juga
sangat dipengaruhi kondisi lingkungan dan perilaku hidup bersih sehat seperti
kondisi rumah yang kurang sehat dimana ventilasi dan pencahayaannya kurang,
rumah yang lantainya masih dari tanah, rumah dengan penghuni yang padat,
kebiasaan buang dahak sembarangan, tidak menutup mulut pada waktu batuk dan
merokok.
Tabel. 3.11
Data Kasus Demam Thypoid per Kecamatan di Kota Bogor
Kecamatan Tahun 2008 Tahun 2009
No
1. Bogor Utara 2.766 kasus 1.256 kasus
2. Bogor Timur 1.160 kasus 1.004 kasus
3. Bogor Selatan 2.146 kasus 693 kasus
4. Bogor Barat 1.723 kasus 890 kasus
5. Bogor Tengah 1.258 kasus 394 kasus
6. Tanah Sareal 1.409 kasus 594 kasus
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
8
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor
Dari Tabel diatas terlihat ada penurunan jumlah kasus yang cukup besar
dari tahun 2008. Adapun sebaran kasus tertinggi ada di wilayah kerja Puskesmas
Bogor Utara ( 775 kasus ) yang membawahi 3 kelurahan yaitu Kelurahan Tanah
Baru, Kelurahan Cimahpar dan Kelurahan Cibuluh.Demam Thypoid di sebabkan
karena masuknya kuman salmonella thypi kedalam tubuh. Kuman Salmonella
thypi banyak terdapat di dalam bahan makanan, air dan tanah. Sehingga kondisi
sanitasi yang kurang memadai dan perilaku hidup yang tidak sehat menjadi salah
satu penyebab terjangkitnya penyakit demam thypoid.
Tabel. 3.12
Data Kasus Penyakit Kulit per Kecamatan di Kota Bogor
No Kecamatan Tahun 2008 Tahun 2009
1. Bogor Utara 3.116 kasus 1.968 kasus
2. Bogor Timur 2.508 kasus 2.128 kasus
3. Bogor Selatan 4.347 kasus 1.797 kasus
4. Bogor Barat 6.080 kasus 3.259 kasus
5. Bogor Tengah 5.281 kasus 797 kasus
6. Tanah Sareal 3.393 kasus 1.512 kasus
TOTAL KOTA BOGOR 24.725 kasus 11.461 kasus
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Bogor Tahun 2009
Dari tabel di atas terlihat bahwa jumlah kasus penyakit kulit pada tahu
2009 mengalami penurunan yang cukup signifikan dibanding tahun 2008. Adapun
sebarab kasus tertinngi ada di wilayah kerja Puskesmas Bogor Utara ( 1.599 kasus
) yang membawahi 3 kelurahan yaitu Kelurahan Tanah Baru, Kelurahan Cibuluh
dan Kelurahan Cimahpar. Penyakit Kulit sangat identik dengan lingkungan yang
kurang sehat dan perilaku yang tidak sehat seperti penggunaan sarana air bersih
yang tidak memenuhi syarat kesehatan, rumah yang bersebelahan dengan
kandang, sampah yang tidak dikelola dengan benar, saluran limbah rumah tangga
yang menggenang, kebiasaan mandi yang tidak benar,memakai baju yang jarang
dicuci, menggunakan handuk secara bersama, tempat tidur yang tidak pernah
dijemur dan kuku yang tidak dipotong secara rutin.
Tabel. 3.13
Data Kasus Penyakit Kecacingan per Kecamatan di Kota Bogor
No Kecamatan Tahun 2008 Tahun 2009
1. Bogor Utara 4 kasus 1 kasus
2. Bogor Timur 1 kasus -
3. Bogor Selatan 43 kasus 1 kasus
4. Bogor Barat 39 kasus 1 kasus
5. Bogor Tengah 20 kasus 3 kasus
6. Tanah Sareal 4 kasus 16 kasus
TOTAL KOTA BOGOR 111 kasus 19 kasus
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Bogor Tahun 2009
Kasus kecacingan di Kota Bogor pada dua tahun terakhir cukup kecil
dimana kasus tertinggi ada di wilayah kerja Puskesmas Kedung Badak ( 15
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
9
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor
810 6
70
7
(mg/L)
60
5
BOD(mg/L)
(mg/L)
8
6 50
4
56
DOpH
40
Kadar TSS
4
BAPPEDA KOTA BOGOR
3
| POKJA SANITASI
Nilai
30
34
Kadar
2
19 2
2
20
10
1
1
00 00
CLW
CLW CBL
CBL CPG
CPG CLR
CLR CSD
CSD CSB
CSB CPK
CPK CTN
CTN CDP
CDP CLW CBL
CLW CBL CPG
CPG CLR
CLR CSD CSB
CSD CSB CPK
CPK CTN
CTN CDP
CDP
Sungai-Anak
Sungai-AnakSungai
Sungai Sungai-AnakSungai
Sungai-Anak Sungai
HuluHulu Tengah
Tengah Hilir Hilir Hulu
Hulu Tengah
Tengah Hilir
Hilir
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor
16 0,16
14 0,14
Kadar COD (mg/L)
12 0,12
10 0,1
8 0,08
6 0,06
4 0,04
2 0,02
0 0
CLW CBL CPG CLR CSD CSB CPK CTN CDP CLW CBL CPG CLR CSD CSB CPK CTN CDP
Sungai-Anak Sungai Sunga-Anak Sungai
Gambar 1a.
Fluktuasi SO4 Periode Juni 2010
Grafik Fluktuasi Parameter Kualitas
14
Air
Kadar SO4 (mg/L)
12 (pH,TSS,DO,BOD,COD,PO4,SO4)
10 Sungai / Anak Sungai - Juni 2010
8
6
4 Catatan :
2
S.Ciliwung (CLW), S.Cibalok (CBL),
0
CLW CBL CPG CLR CSD CSB CPK CTN CDP S.Ciparigi (CPG), S.Ciluar (CLR),
Sungai-Anak Sungai S.Cisadane (CSD),
S.Cisindangbarang (CSB),
Hulu Tengah Hilir
S.Cianten (CTN), S.Cipakancilan
(CPK), S.Cidepit (CDP)
Gambar 1b.
Grafik Fluktuasi Parameter Kualitas Air
(NH3,NO2,NO3,MBAS,Fe,Zn,E.colie)
Sungai / Anak Sungai - Juni 2010
Catatan :
S.Ciliwung (CLW), S.Cibalok (CBL),
S.Ciparigi (CPG), S.Ciluar (CLR),
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
21
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor
Gambar 2a.
Grafik Fluktuasi Parameter Kualitas
Air
(pH,TSS,DO,BOD,COD,PO4,SO4)
Sungai / Anak Sungai - Agustus 2010
Catatan :
S.Ciliwung (CLW), S.Cibalok (CBL),
S.Ciparigi (CPG), S.Ciluar (CLR),
S.Cisadane (CSD),
S.Cisindangbarang (CSB), S.Cianten
(CTN), S.Cipakancilan (CPK),
S.Cidepit (CDP)
Gambar 2b.
Grafik Fluktuasi Parameter Kualitas Air
(NO2,NO3,MBAS,Fenol,Fe,Zn,E.colie)
Sungai / Anak Sungai - Agustus 2010
Catatan :
S.Ciliwung (CLW), S.Cibalok (CBL),
S.Ciparigi (CPG), S.Ciluar (CLR),
S.Cisadane (CSD), S.Cisindangbarang
(CSB), S.Cianten (CTN), S.Cipakancilan
(CPK), S.Cidepit (CDP)
B Anorganik 639, 30
51
1 Plastik 277, 13
12
2 Kertas 149, 7
22
3 Baju, Tekstil 21, 1
32
4 Logam 42, 2
63
5 Gelas 42, 2
63
6 Karet, Kulit 42, 2
63
7 Lain-lain 63, 3
95
Jumlah 2.131, 100
71
Sumber : DLHK Kota Bogor, Tahun 2005
c) Pola Pengumpulan
Tempat Pembuangan sampah Sementara (TPS)
TPS adalah tempat pembuangan sampah sementara yang disediakan oleh
pemerintah daerah atau partisipasi masyarakat untuk menampung sampah buangan dari
masyarakat. Sampah dari TPS berasal dari sampah hasil pengangkutan gerobak yang
kemudian dimuat kedalam menuju TPA.
Pada beberapa daerah yang padat penduduknya TPS sangat kecil dan tidak cukup
untuk menampung sampah yang ditimbulkan. Hal tersebut akan mengakibatkan timbulan
sampah yang tidak terangkat, dan bila terdekomposisi akan menimbulkan bau dan akan
mengundang lalat.
TPS yang tersedia di Kota Bogor berjumlah 516 unit, umumnya kondisinya
memerlukan perbaikan fisik dan peningkatan operasional berupa pengaturan jadwal
pembuangan dan pengangkutan, sehingga jangka waktu penumpukan sampahnya tertentu
dan tidak lebih dari 1 hari. Hampir seluruh TPS yang terbuat dari bata tidak mempunyai
penutup, sehingga saat hujan sampah tercampur dengan air, yang dapat menimbulkan bau
dan terjadi kontaminasi air hujan oleh sampah, yang mengalir di sepanjang jalan.
Tabel 3.27.
Jumlah Tempat Penampungan Sementara (TPS) Bak Container
No Kecamatan Vol/M3 Jumlah Baik
.
1 Bogor Selatan 138 23 23
2 Bogor Timur 60 10 10
3 Bogor Utara 48 8 8
4 Bogor Tengah 162 27 27
5 Bogor Barat 66 11 11
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
26
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor
6 Tanah Sareal 42 7 7
Jumlah 516 86 86
Sumber : DLHK Kota Bogor, Tahun 2005
Depo Pengalihan
Depo pengalihan atau transfer depo adalah tempat gerobak memindahkan
sampahnya langsung ke truk sampah untuk dibawa ke TPA. Jumlah transfer depo di Kota
Bogor adalah 8 unit. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.28.
Lokasi Transfer Depo di Kota Bogor
No Transfer Depo Lokasi
1 Depo Sempur Kel. Sempur
Kec. Bogor Tengah
2 Depo Bantar Kemang Kel. Baranangsian
Kec. Bogor Timur
3 Depo Tegal Gundil 1 Kel. Tegal Gundil
Kec. Bogor Utara
4 Depo Tegal Gundil 2 Kel. Tegal Gundil
Kec. Bogor Utara
5 Depo Tegalega Kel. Tegalega
Kec. Bogor Tengah
6 Depo Cibogor Kel. Cibogor
Kec. Bogor Tengah
7 Depo Menteng Asri Kel. Menteng
Kec. Bogor Barat
8 Depo Cipaku Kel. Cipaku
Kec. Bogor Selatan
Sumber : JABODETABEK Waste Management Corporation (JWMC) Consultan
Suport,2006
Pembuangan Akhir
TPA Galuga yang berlokasi di Galuga, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten
Bogor merupakan Tempat Pembuangan Akhir sampah yang dihasilkan oleh Kota Bogor.
Lokasi TPA Galuga kurang lebih 2 Km dari jalan raya antara Bogor Leuwiliang dan
kurang lebih 15 Km dari Kota Bogor. Kondisi jalan menuju lokasi datar dan baik, lebar 4
m, serta ada pemutaran truck. Luasan TPA, 13.6 ha, metode pengolahannya melalui
Control landfil dengan cara penumpukan/penutupan sampah dengan tanah di lahan yang
telah disediakan untuk dibiarkan sampai dengan membusuk. Namun karena curah hujan
yang tinggi, maka sampah memerlukan waktu yang lama untuk pembusukannya.
Penanganan TPA dengan open dumping tersebut menyebabkan terjadinya kerusakan
lingkungan karena bau yang ditimbulkan dari sampah yang terdekomposisi, sehingga bau
tersebut mengundang lalat yang dapat menyebabkan berbagai penyakit menular. Selain
hal tersebut tanah maupun air permukaan dan air bawah tanah terkontaminasi oleh cairan
lindi yang timbul karena kolam lindi di TPA tidak berfungsi dengan baik sehingga masih
ada cairan lindi yang tidak masuk ke kolam lindi.
Pengangkutan
Kegiatan selanjutnya adalah berkaitan dengan pengangkutan sampah dari
tempat timbulan sampah ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS). Pengangkutan
sampah Kota Bogor umumnya dilakukan dengan mengunakan gerobak atau truk sampah
yang dikelola oleh kelompok masyarakat maupun petugas DLHK. Berdasarkan hasil
pengamatan hal-hal yang terjadi pada pengangkutan sampah tersebut adalah ceceran
sampah maupun cairannya sepanjang rute pengangkutan. Memindahkan sampah dari
tempat pembuangan sampah sementara yang hanya ditimbun dan tidak ditempatkan pada
tempat penampungan akan menyebabkan kesulitan pada saat memindahkan sampah
tersebut. Proses pemindahan tersebut harus dilakukan cepat agar tidak menggangu
kelancaran lalulintas dan penggunaan truk pengangkut menjadi efisien.
Banyaknya sampah yang harus diangkut akan memerlukan banyak truk
pengangkut, dengan keterbatasan jumlah truk yang dimiliki oleh DLHK, ritasi truk
pengangkut menjadi lebih tinggi. Kondisi tersebut menyebabkan biaya perawatan truk
pengankut akan meningkat dan masa pakai kendaraan pengangkut akan semakin pendek.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah waktu tempuh ke TPA, jarak
tempuh dan kondisi jalan yang kurang memadai menyebabkan waktu tempuh menjadi
lama, sulitnya memperoleh lahan yang sesuai untuk TPA pada kawasan perkotaan
menyebabkan waktu dan jarak tempuh ke TPA menjadi lebih lama dan lebih panjang.
Fasilitas transfer dan transport yang digunakan oleh DLHK Kota Bogor dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 3.29.
Potensi Armada Penanggulangan Sampah Di Kota Bogor
No. Kecamatan Dump Arm Bak Pick Motor/
Truck Roll Containe Up gerobak
r
1 Bogor Selatan 6 - 23 - -
2 Bogor Timur 10 - 10 - -
3 Bogor Utara 7 - 8 - -
4 Bogor Tengah 15 - 27 - -
5 Bogor Barat 8 - 11 - -
6 Tanah Sareal 9 - 7 - -
Jumlah 63 22 86 5 5
Sumber : DLHK Kota Bogor, Tahun 2005
Keterangan :
Untuk route arm roll tidak dibagi wilayah
Untuk route kijang pick up dan motor gerobak tidak dibagi
perwilayah (keliling)
% kecuali untuk pertanian, ruang terbuka hijau dan lapangan olahraga masing-masing
mencapai 27 %, 15% dan 7%.
Dengan meningkatnya penggunaan lahan permukiman sesuai Rencana Tata
Ruang Wilayah 2009, maka dalam perencanaan sarana drainase perlu diperhatikan
meningkatnya koefisien tutupan lahan. Peningkatan koefisien tutupan lahan akan
menyebabkan meningkatnya debit run off yang terjadi ketika banjir.
Dari hasil analisis perhitungan dan laporan WJEMP tahun 2004, diperoleh
kesimpulan bahwa erosi tanah tergantung dari kondisi daerah aliran sungai antara lain;
cuaca, kemiringan lereng, geologi dan tataguna lahan. Walaupun data akurat tentang laju
erosi di wilayah Kota Bogor sangat terbatas tetapi berdasarkan analogi dengan laporan
terdahulu diperkirakan bahwa laju erosi daerah aliran sungai di Kota Bogor tidak jauh
berbeda dengan di wilayah Jabodetabek sebesar 100 ton/ha/tahun.
Partikel tanah yang tererosi dikelompokkan berdasarkan ukuran butiran yang
meliputi, lempung, lanau, pasir dan batu kerikil. Berdasarkan laporan WJEMP dinyatakan
bahwa ukuran partikel (D50), dari material dasar sungai berkisar antara 0,18 mm dan 2,05
mm atau pasir halus sampai pasir agak kasar.
Material tersuspensi menunjukkan ukuran partikel dengan kisaran D50 dari 0,002
mm - 0,15 mm atau lempung sampai lanau. Dengan menggunakan cara analogi
diperkirakan ukuran partikel tanah yang tererosi dihulu daerah aliran sungai di Kota
Bogor tidak jauh berbeda dengan di wilayah Jabodetabek dan saat ini mendekati nilai
diatas. Pengerukan sedimen perlu dilakukan sedini mungkin untuk menekan resiko banjir
karena menurunnya kapasitas hidrolik dari sungai, drainase utama, waduk dan situ.
Pengelolaan DAS secara terpadu dan pengendalian erosi selama kegiatan pembangunan
perlu ditingkatkan di wilayah Bogor untuk mengurangi sedimentasi pada sungai dan
drainase utama.
Upaya meningkatkan kesadaran penduduk perlu dilakukan terutama dalam
hubungannya dengan penanganan sampah agar tidak dibuang ke badan air. Hal tersebut
diperlukan pengadaan fasilitas yang memadai yaitu: transportasi, tempat pembuangan
sementara (TPS) dan tempat pembuangan akhir (TPA) yang memenuhi persyaratan.
Pengawasan terhadap limbah industri perlu ditingkatkan terutama dalam kaitannya
dengan pemenuhan standar limbah. Upaya tersebut akan dapat menekan tingkat
kontaminasi sedimen. Kajian dampak lingkungan dari rencana kegiatan pengerukan
sedimen diperlukan untuk merumuskan upaya penanganan dampak negatif yang mungkin
timbul.
Dari hasil perhitungan erosi, terlihat bahwa laju erosi per satu hektar lahan di
Bogor adalah sebesar 42 ton/tahun. Oleh karena itu pengerukan di situ maupun saluran
harus dilakukan setiap tahun dengan kedalaman pengerukan 30 mm atau untuk situ
minimal 5 tahun sekali dengan kedalaman pengerukan minimal 1 m.
Sistem drainase di Kota Bogor belum terencana dengan baik. Sebagian besar
masih mengikuti pola alamiah, sebagian lagi berupa sistem drainase jalan. Secara umum,
sistem drainase di Kota Bogor terbagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu drainase makro dan
drainase mikro.
Saluran pembuangan makro adalah saluran pembuangan yang secara alami sudah
ada di Kota Bogor yang terdiri dari dua sungai besar, yaitu Sungai Ciliwung dan Cisadane
yang mengalir dari arah Selatan ke Utara serta beberapa sungai kecil seperti Sungai
Cipakancilan, Sungai Cipinanggading, Sungai Ciluar, Sungai Cikalibaru, Sungai
Ciheuleut, Sungai Ciapus, Sungai Cisindangbarang, Sungai Cigede Wetan, Sungai Cigede
Kulon, Sungai Cileungsir, Sungai Cipalayangan, Sungai Cibeureum, Sungai Cikaret,
Sungai Cigenteng, Sungai Cinyangkokot, Sungai Cileuwibangke, Sungai Cipaku dan
Sungai Cijeruk.
Saluran pembuangan mikro adalah saluran yang sengaja dibuat mengikuti pola
jaringan jalan. Pada akhirnya saluran ini bermuara pada saluran makro yang dekat dengan
saluran mikro tersebut.
Wilayah Kota Bogor terdiri atas jaringan-jaringan drainase yang rumit. Beberapa
di antaranya adalah jaringan saluran drainase yang secara hidrolik berdiri sendiri namun
terdapat jaringan saluran drainase yang saling berhubungan satu sama lain. Selain itu
masih terdapat pula jaringan irigasi yang mempunyai fungsi berbeda dengan jaringan
drainase. Jaringan irigasi yang berubah menjadi jaringan drainase, yaitu di saluran induk
Ciliwung Katulampa, Saluran Cibalok, Saluran Bantarjati (Cibagolo), Saluran induk
Cisadane Empang, Saluran sekunder Cibuluh, Saluran sekunder Cidepit dan Saluran
sekunder Ciereng
Saluran drainase yang secara hidrolik saling berkaitan tersebut harus
dikembangkan sebagai sebuah sistem yang konsisten secara hidrolik, misalnya dengan
sistem polder. Pada hakekatnya setiap daerah genangan memiliki saluran drainase lokal.
Wilayah Kota Bogor dilewati oleh dua sungai besar dengan aliran dari selatan ke utara
yaitu Sungai Ciliwung dan Cisadane. Sungai-sungai tersebut selain dipergunakan sebagai
saluran induk dalam pengaliran air hujan, juga oleh sebagian kecil penduduk masih
dipergunakan untuk keperluan MCK. Potensi air lainnya adalah terdapatnya sumber air
tanah berupa mata air yang sebagian telah dipergunakan oleh masyarakat sebagai sumber
supply air bersih.
Pada gambar berikut diperlihatkan skema tata air di Kota Bogor. Skema tata air
ini merupakan skema tata air termutakhir dibandingkan dengan studi-studi sebelumnya.
Kajian dan Analisis mengenai tata air di Kota Bogor selanjutnya akan mengacu kepada
skema tata air ini dengan penyesuaian dan verifikasi di lapangan.
Gambar 3.3.
Skema Tata Air dalam WJEMP 2004
Situ-situ yang berada di wilayah kota Bogor sejumlah 6 (enam) situ eksisting dan
2 (dua) lokasi potensial untuk kolam retensi dan hampir seluruhnya akan ditangani oleh
Pusat melalui PIPWS-CC.yaitu :
Tabel 3.30.
Sebaran Situ-situ di Kota Bogor Tahun 2007
N Nama Situ Desa Kecam Luas Fungsi
o atan Areal
(ha)
1 Situ Gede Situ Gede Bogor 4.0 Irigasi,
Barat Retensi
Sementara permasalahan Situ yang meliputi masalah fisik dan nonfisik dapat
dilihat pada tabel berikut.
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
31
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor
Tabel 3.32.
Identifikasi Permasalahan Situ dan Usulan Solusi
Permasalahan Cara Mengatasi
Fi Pengurangan 1.Peroleh informasi luas situ semula,
si luas situ kembalikan luasan situ seperi semula
k dengan pembebasan tanah
2.Tetapkan luas situ sesuai yang ada dan
lestarikan
3.Keikutsertaan masyarakat sekeliling situ
untuk pelestarian situ
Sedimentasi 1.Pengerukan situ dengan
mempertimbangkan fungsi pengendali
banjir dan penyediaan air
2.Pencegahan sedimen masuk situ misal
dengan perangkap sedimen
Tumbuhan air Pemeliharaan khusus dan pemeliharaan
dan rumput rutin
Kerusakan Perbaiki dengan pemeliharaan khusus
sarana situ
N Ketidakjelasan Pemerintah Pusat agar memutuskan
o penguasaan penguasaan situ (Pusat atau Kabupaten/
n Kota) dan pensertifikatan situ dengan
Fi melibatkan BPN
si
k
Ketidakjelasan Pelimpahan wewenang pengelolaan dari
instansi Pusat ke Kabupaten/ Kota diteruskan
pengelola penunjukan instansi yang berwenang
mengelola
Penurunan 1.Keikutsertaan masyarakat sekeliling situ
kualitas dalam kepedulian lingkungan (tidak
lingkungan membuang sampah dan limbah rumah
tangga ke situ)
2.Jika terpaksa air limbah diolah dulu
dengan kolam pembersih limbah alami
(wet land) dan atau tangki UASB (Upflow
Aerobic Sludge Blanket)
sebagai saluran makro dari jaringan drainase. Berikut adalah gambaran Daerah Aliran
Sungai dan gambaran zona drainase Kota Bogor.
10
11
12
13
14
15
Tabel 3.33.
Jumlah Bidang Usaha di Kota Bogor Berdasarkan Kategori
Limbah yang Dihasilkan
semua aktivitas yang menghasilkan buangan limbah padat yang lazim disebut
sampah. Persentase limbah domestik terbesar berupa garbage yaitu sampah
berasal dari sisa buangan dapur, sisa makanan pasien dan pengunjung serta
daun dari pepohonan.
Sampah medis adalah : sampah yang dihasilkan dan kegiatan pelayanan
medis, baik untuk diagnosa maupun terapi kepada pasien. Sampah medis
dapat berasal dari ruang bedah/operasi, ruang perawatan, poliklinik, UGD,
ruang apotik, ruang isolasi dan lain-lain. Adapun sampah tersebut adalah
perban bekas pakai, sisa lap/tissue, sisa potongan tubuh manusia dan benda
lain yang terkontaminasi, spuit bekas, jarum suntik bekas, pecahan kaca,
bahan atau sisa obat-obatan dan bahan kimia, perlak, tempat penampungan
urine, tempat dan penampungan muntah.
1..c. Limbah B3
Sumber limbah berasal dari kegiatan pelayanan di fasilitas kesehatan tersebut.
Jenis limbah B3 (medis) yang dihasilkan dapat dikategorikan sebagai berikut ;
Limbah infeksius ;adalah limbah yang diduga mengandung
patogen (bakteri, virus, parasit atau jamur) dalam konsentrasi dan
jumlah yang cukup untuk menyebabkan penyakit. Jenis ini meliputi
; kultur dan stok agen infeksi dari aktivitas laboratorium, limbah
buangan hasil operasi, otopsi yang menderita penyakit menular,
limbah pasien penderita penyakit menular dari bangsal isolasi
(ekskreta, pembalut luka, cairan tubuh)
Limbah patologis; terdiri dari jaringan, organ, bagian tubuh,
janin manusia, darah dan cairan tubuh
Limbah benda tajam ; antara lain jarum, peralatan infus,
skalpel, pisau, belati, potongan kaca
Limbah farmasi ; adalah limbah yang mengandung bahan
farmasi (obat yang sudah kadaluarsa atau tidak diperlukan lagi, obat
terkontaminasi, sarung tangan, masker slang penghubung dan ampul
obat.
Limbah genotoksik; adalah limbah yang mengandung bahan
genotoksik (mutagen, teratogenik, karsinogenik)
Limbah kimia ; adalah limbah yang mengandung zat kimia
seperti ; reagent di laboratorium, film untuk rontgen, disinfektan
kadaluarsa, solven (zat pelarut)
Limbah yang mengandung logam berat tinggi; seperti
baterai, termometer, alat pengukur tekanan darah, oli bekas
Limbah radioaktif ; adalah limbah yang mengandung
radioaktif, contoh ; cairan yang tidak terpakai dari terapi radioaktif
atau riset di laboratorium, peralatan kaca, kemasan, kertas absorben
yang terkontaminasi, urine/ekskreta pasien yang diobati atau diuji
dengan radionuklida terbuka.
Perkiraan volume limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit di Kota Bogor
disajikan pada Tabel berikut:
Tabel 3.35 Perkiraan volume limbah padat dan limbah cair dari Rumah
Sakit
N Nama Tipe/Kel Volume Limbah
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
38
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor
(m3/hari)
Padat
o. Rumah Sakit as*) Cai
Medis Non
r
(kg/h) Medis
1. RSIA MELANIA C 28 1,68 45
RS Islam 22,
2. C 12 5
Bogor 5
RS Karya
3. C 30 150 35
Bakti
4. RS PMI B 70 3 250
5. RS Azra C 10 - 48
12,
6. RS Salak C 35 24 kg
32
RS Marzoeki 4.000
7. C 50 168
Mahdi kg
8. RS BMC C 7,53 5,5 kg 30
5,9
9. RS Hermina C 18,42 81 kg
8
616
Total 260,95 159,68
,8
Keterangan : *) Tipe/Kelas A, B, C, atau D
Sumber : Kantor Lingkungan Hidup Kota Bogor
Batu
Loji 1.564 68,03 1.564 100,00
1
4 Pasir Kuda 1.846 70,43 1.846 100,00
Pasir Jaya 2.295 68,18 2.295 100,00
1
5 Pabaton 525 77,78 525 100,00
Cibogor 1.008 75,96 1.008 100,00
1
6 Ciwaringin 1.054 70,17 1.054 100,00
Panaragan 637 47,79 637 100,00
Kebon
Kelapa 675 35,16 675 100,00
1
7 Sempur 708 51,34 708 100,00
Babakan 1.023 90,13 1.023 100,00
Tegalega 1.796 56,00 1.796 100,00
1
8 Gudang 817 50,06 817 100,00
Paledang 1.127 55,11 1.127 100,00
1
9 Belong 496 38,99 496 100,00
2
0 Tanah Sarel 1.320 75,34 1.320 100,00
2 Pondok
1 Rumput 2.257 59,77 2.257 100,00
2 Kedung
2 Badak 4.217 89,55 4.217 100,00
Kedung Jaya 2.225 97,50 2.225 100,00
Kedung
Waringin 2.625 65,69 2.625 100,00
2
3 Kayumanis 2.661 83,57 2.661 100,00
Cibadak 2.748 80,87 2.748 100,00
Kencana 2.502 85,71 2.502 100,00
2
4 Mekarwangi 2.856 87,58 2.856 100,00
Sukadamai 2.598 96,69 2.598 100,00
Sukaresmi 2.134 90,96 2.134 100,00
125.64
KOTA BOGOR 125.642 74,27 2 100,00
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
43
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor
3.2.5. Peran Serta Masyarakat dan Jender dalam Penanganan Limbah Cair
Hingga saat ini peran serta aktif masyarakat dalam penanganan limbah cair
masih sangat kurang kontribusi masyarakat hanya sebatas pengoperasian
contohnya pada pengoperasian MCK namun dalam pembiayaan serta
pembangunan infrastruktur dan pemeliharaannya masih sangat kurang.
3.2.6. Permasalahan
Beberapa isu permasalahan yang sering muncul terkait dalam pelayanan
air limbah dapat teridentifikasi dari berbagai laporan adalah sebagai berikut :
1..c..1. Permasalahan dalam sistim Off Site :
a. Masih rendahnya keinginan masyarakat untuk memanfaatkan
IPAL sebagai prasarana pengolahan akhir air limbah rumah
tangga.
b. Kurangnya kepatuhan dan kemauan dalam pembayaran
pemanfaatan jasa IPAL.
c. Belum termanfaatkannya IPAL secara maksimal (masih baru 300
SR / 50% dari kapasitas maksimal.
d. Kondisi IPAL yang cukup memprihatinkan : sistim pengolahan
pada IPAL yang sudah kurang berfungsi dengan baik; sarana dan
prasarana IPAL yang sudah banyak mengalami kerusakan dan
kurang terpelihara serta SDM yang masih sangat kurang.
1..c..2. Permasalahan dalam sistim on site :
a. Pada sistim on site pemahaman masyarakat masih sangat kurang
hal ini dapat dirasakan dari tingkat frekuensi masyarakat dalam
melakukan pengurasan terhadap septic tank yang biasanya hanya
dilakukan apabila terjadi masalah saja sehingga banyak kebocoran
yang tidak diketahui.
b. Untuk area-area tertentu seperti pada bantaran sungai sistim
pembuangan air limbah masyarakat banyak yang tidak
menggunakan septic tank akan tetapi langsung dibuang pada
saluran atau sungai sehingga berkontribusi dalam pencemaran.
1..c..3. Permasalahan dalam penerapan SANIMAS, meskipun atusiasme
masyarakat Kota Bogor dalam program sanimas cukup baik namun
penyediaan lahan dengan mekanisme swadaya masyarakat sangat sulit
hal ini disebabkan tingginya nilai ekonomi lahan di perkotaan.
Kepala Dinas
Sekretariat
Sub. Bagian Umum & Kepeg
Bidang Kebersihan
Seksi
Penyapuan
UPTD Pemakaman
UPTD IPAL
UPTD TPA
3.5.2.2. Personalia
Berdasarkan data dari Bagian Kepegawaian DCKTR Kota Bogor
tahun 2009, Jumlah petugas kebersihan berjumlah 577 orang. Untuk
melayani 1000 penduduk diperlukan minimal 2 (dua) orang personil
(Paranoan, 1995), jika jumlah penduduk Kota Bogor pada tahun 2009
adalah 1.055.734 orang , maka tenaga yang diperlukan untuk melayani
1000 jiwa minimal 2112 orang. Dengan demikian jumlah tenaga
kebersihan yang ada belum memenuhi ketentuan, sehingga
diperlukan penambahan personil untuk meningkatkan pelayanan
persampahan kepada masyarakat.
Tabel 3.38
Matrik Perbandingan Subsistem Institusi Sistem Pengelolaan Persampahan
di Kota Bogor dengan Rekomendasi Dinas Pekerjaan Umum
Parameter Rekomendasi Realisasi di Keterangan
Dinas Pekerjaan Kota Bogor
Umum
Bentuk Institusi Dinas Bidang Belum Sesuai
Personalia 2112 577 Tidak Sesuai
Tabel 3.39
Sumber Timbulan Sampah Kota Bogor (2005 - 2009)
TAHUN
N SUMBER
O. TIMBULAN 200
2005 2006 2007 2008
9
1,28 1,414. 145
1 Domestik 0 1,398 4 1,423 5
26 284.0 287. 289.1 305
2 Pasar 0 5 3 2
14 152.9 154. 155.6 178
3 Pusat Perdagangan 0 5 7 8
14 152.9 154. 155.6 155
4 Penyapuan Jalan 0 5 7 8
10 109.2 110. 111.2 111
5 Industri 0 5 5 0
8 87.4 88. 88.9 90
6 Lain-lain 0 0 4 6
2,00 2,184.6 2,210. 229
Jumlah 0 0 0 2224 4
Sumber : DCKTR, 2009
Jumlah timbulan sampah dan volume sampah yang terangkut ke TPA disajikan
pada tabel berikut :
Tabel 3.40.
Persentase Sampah Terangkut
TAHUN Timbulan Sampah Sampah Terangkut %
2005 2,000 1360 68.00
2006 2,185 1497 68.51
2007 2,210 1515 69
2008 2,224 1546 69.5
2009 2,294 1602 69,83
Sumber : DCKTR, 2009
Sedangkan Laju timbulan sampah dan volume sampah di Kota Bogor yang
terangkut ke TPA dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 dapat dilihat pada
tabel berikut;
Tabel 3.41.
Laju Timbulan Sampah dan Volume Sampah Terangkut di Kota Bogor
Timbulan Sampah Sisa Prosentase
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
50
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor
Dari data di atas, diketahui bahwa sampah yang diproduksi di Kota Bogor
belum semuanya terangkut ke TPA. Sisa sampah yang tidak terangkut diolah,
didaur ulang, dibuang ke lahan kosong, saluran/selokan/sungai oleh masyarakat.
Timbulan sampah yang selalu meningkat setiap tahun harus diikuti dengan
peningkatan tingkat pelayanan. Dari data selama empat tahun terakhir, sebenarnya
sistem pengelolaan sampah yang ada di Kota Bogor sudah cukup baik dilihat dari
peningkatkan prosentase pelayanan berdasarkan daerah layanan dan tingkat
pengangkutan sampah. Pada tahun 2009, jumlah sampah yang terangkut sebesar
1602 M3/hari atau telah mencapai 69,83% dari target sampah terangkut yang telah
ditetapkan sebesar 70% sampai dengan akhir tahun 2009.
Tingkat pelayanan ini dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :
jumlah sampah terangkut
Tingkat Pelayanan = x 100 %
timbulan sampah total
3
1.602 m / hr
= x 100 % = 69,83 %
2.294 m3 / hr
Pada tahun 2009, timbulan sampah di Kota Bogor adalah sebesar 2.294
m3/hari, sedangkan, jumlah penduduk Kota Bogor pada tahun 2009 menurut data
LKPJ Pemerintah Kota Bogor adalah 1.055.734 orang, maka timbulan sampah
perkapita dapat dihitung sebagai berikut :
Timbulan Sampah Perkapita = Timbulan Sampah Kota
Jumlah Penduduk Kota
= 2.294 m3 / hr
1.055.734 orang
= 2.294.000 Liter / hr
1.055.734 orang
= 2,17 Liter /
org / hr
Jika timbulan sampah terangkut adalah sebesar 1.602 m3/hr, maka jumlah
penduduk yang terlayani adalah sebagai berikut :
Jumlah penduduk terlayani = Timbulan Sampah Terangkut
Timbulan Sampah Perkapita
= 1.602 m3 / hr
2,17 Liter / org / hr
= 1.602.000 Liter / hr
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
51
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor
Gambar 3.11
sedangkan yang disediakan masyarakat belum mendukung karena hanya ada satu
wadah untuk setiap rumah.
Tabel 3.43.
Matrik Perbandingan Pewadahan Sampah di Kota Bogor
dengan Rekomendasi Dinas Pekerjaan Umum
Rekomendasi Realisasi di Keterangan
Dinas Pekerjaan Umum Kota Bogor
Wadah kedap air/bertutup Wadah tidak bertutup Tidak sesuai
Pemisahan sampah organik dan Sampah tercampur Tidak sesuai
anorganik
Wadah mudah dikosongkan dan Wadah mudah dikosongkan dan Sesuai
dibersihkan dibersihkan
Waktu pengosongan wadah 1-2 Waktu pengosongan wadah 1 Sesuai
hari hari
Wadah mudah didapat Wadah mudah didapat Sesuai
Sumber: DCKTR 2009
Pengumpulan Sampah
Kegiatan pengumpulan sampah di Kota Bogor dilakukan secara individual
langsung maupun komunal langsung. Pola pengumpulan individual langsung
dilakukan untuk rumah-rumah di pinggir jalan raya, sedangkan pola
pengumpulan komunal langsung dilakukan untuk beberapa perumahan yang
bukan berada di kawasan pinggir jalan.
Tabel 3.44.
Matrik Perbandingan Pengumpulan Sampah di Kota Bogor
dengan Rekomendasi Dinas Pekerjaaan umum
Rekomendasi Realisasi di Keterangan
Dinas Pekerjaaan Umum Kota Bogor
Ritasi antara 1-4 rit/hari Ritasi 2-3 rit/hari Sudah Efisien
Periodisasi 1 sampai maksimal 3 Periodisasi 1 hari sekali Sudah Efisien
hari sekali
Daerah pelayanan tetap Daerah pelayanan tetap Sudah Sesuai
Sumber: DCKTR 2009
a. Pengumpulan Sampah Pemukiman
Sistem pengumpulan yang dilakukan untuk daerah pemukiman yaitu
pengumpulan individual langsung dan pengumpulan komunal langsung yang
dilakukan oleh Bidang Kebersihan DCKTR dengan menggunakan kendaraan
pengangkut berupa dump truck kapasitas 8-10 m3 setiap hari dengan ritasi 2-3 kali
sehari.
Ditinjau dari ritasi, periodisasi, daerah pelayanan dan pembebanan pekerjaan
dalam pengumpulan sampah pemukiman di Kota Bogor sudah sesuai berdasarkan
SK SNI T-13-1990-F tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan
Masalah yang sering dihadapi dalam pengumpulan di pemukiman adalah
penggunaan wadah sampah yang tidak bertutup sehingga sampah di dalamnya
berterbangan serta pada saat musim hujan, sampah yang ada dalam wadah tanpa
tutup ini menjadi lebih berat, basah dan berbau dibanding saat musim kemarau.
Pengangkutan Sampah
Mekanisme operasi pengangkutan sampah ke TPA yang berjalan di Kota
Bogor adalah sebagai berikut:
Pengangkutan dengan sistem pengumpulan individual langsung
Truk pengangkut sampah dari pool (Kantor Dinas Lingkungan Hidup dan
Kebersihan) menuju sumber sampah pertama untuk mengambil sampah,
selanjutnya mengambil sampah pada sumber-sumber berikutnya sampai truk
penuh sesuai kapasitasnya kemudian diangkut ke TPA. Sumber sampah untuk
pola ini adalah rumah, kantor dan toko di sepanjang jalan. Pengangkutan
dilakukan dengan menggunakan dump truck berkapasitas 8-10 m3.
Pengangkutan sampah di TPS dan Transfer Depo
Dari pool kendaraan (kantor Kebersihan), truk menuju TPS-TPS untuk
mengangkut sampah ke TPA Galuga. Setelah aktivitas bongkar muat sampah
di TPA selesai, truk kembali ke pool kendaraan. Pengangkutan ini
menggunakan dump truk berkapasitas 8-10 m3.
Sedangkan sampah yang ada di transfer depo tidak semuanya diangkut ke
TPA, melainkan untuk sampah organiknya dilakukan pengolahan menjadi
kompos sebab pada transfer depo juga berlangsung kegiatan composting.
Sampah yang tidak digunakan dalam kegiatan composting dibuang dengan
menggunakan dump truck.
Pengangkutan sampah pada kontainer
Kendaraan pengangkut sampah jenis arm roll berangkat dari pool (Kantor
Kebersihan) dengan membawa kontainer kosong menuju kontainer isi
pertama pada wilayah operasional yang telah ditentukan, selanjutnya menuju
ke TPA. Dari TPA kendaraan tersebut kembali ke tempat semula,
menurunkan kontainer yang kosong dan mengangkut kontainer isi yang
kedua kemudian menuju ke TPA. Dari TPA, arm roll menuju kontainer di
tempat yang berbeda dari tempat semula, menurunkan kontainer yang telah
kosong, mengambilan kontainer yang sudah penuh di tempat tersebut, dan
membawanya menuju TPA. Dari TPA kendaraan kembali ke pool.
Tabel 3.46.
Matriks Perbandingan Ideal Kondisi Eksisting
Sarana Pengangkutan Sampah Kota Bogor
Jenis Kendaraan Kondisi Ideal Realisasi Keterangan
(unit) (unit)
Dump Truck dan Arm 101 90 Belum sesuai
Roll Perlu Penambahan
Sumber: DCKTR 2009
Dari perhitungan yang dilakukan, diketahui jumlah armada yang dibutuhkan
untuk melakukan kegiatan operasional pengangkutan sampah di Kota Bogor
adalah sebanyak 101 unit. Bila melihat jumlah armada (dump truck dan arm roll)
yang dimiliki Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Bogor sampai dengan
tahun 2009 sebanyak 90 unit, maka diperlukan penambahan 11 unit lagi agar
dicapai kondisi jumlah alat angkut yang ideal.
Untuk lebih jelasnya mengenai potensi armada penanggulangan sampah di
Kota Bogor dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
Tabel 3.47.
Potensi Armada Penanggulangan Sampah Di Kota Bogor
No. Kecamatan Dump Arm Roll Bak Pick Up Motor
Truck Container gerobak
1 Bogor Selatan 6 30 23 6 11
2 Bogor Timur 10 11
3 Bogor Utara 9 12
4 Bogor Tengah 17 30
5 Bogor Barat 8 11
6 Tanah Sareal 14 13
Jumlah 64 30 100 6 11
Sumber : Bidang Kebersihan Kota Bogor, Tahun 2009 Keterangan :
Untuk route arm roll tidak dibagi wilayah
Untuk route kijang pick up dan motor gerobak tidak dibagi perwilayah (keliling)
Metode Pengolahan
Sebagai Kota Besar, metode pembuangan akhir sampah yang seharusnya
dilaksanakan oleh pemerintah Kota Bogor adalah Sistem Sanitary Landfill.
Metode ini merupakan metode standar yang dipakai secara internasional dimana
penutupan sampah dilakukan setiap hari sehingga potensi gangguan yang timbul
dapat diminimalkan.
TPA Galuga pada awalnya dioperasikan dengan menggunakan metode
controlled landfill. Hal ini bertujuan untuk mengurangi bau yang ditimbulkan,
berkembang biaknya binatang pengerat dan lalat serta juga mengurangi
terbentuknya timbulan leachate akibat air hujan yang masuk dalam lahan
Gambar 3.12
Fasilitas Pendukung
Tuntutan pengelolaan TPA Galuga yang lebih baik datang dari berbagai pihak dan
pemerintah Kota Bogor telah berupaya untuk menciptakan kondisi TPA sesuai
dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku, terutama dalam rangka
memenuhi isi Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Bogor dengan
Pemerintah Kota Bogor.
Sejak tahun 2009 TPA Galuga tidak hanya dipergunakan untuk kepentingan Kota
Bogor saja, tetapi juga untuk kebutuhan masyarakat Kabupaten Bogor dan dapat
dikatakan sebagai TPA Regional. Penggunaan TPA dalam kondisi seperti diatas
menimbulkan beban pengelolaan dan pengolahan yang besar.
TPA Galuga memiliki sarana dan prasarana pendukung, antara lain :
a. Pos Jaga
Digunakan untuk pengawasan kendaraan sekaligus kontrol terhadap
sirkulasi kendaraan dan memantau setiap kegiatan pembuangan secara
umum.
b. Jalan Masuk
Jalan masuk angkutan sampah dari jalan raya menuju lokasi TPA melalui
jalur pemukiman. Kondisi eksisting jalan masuk saat ini adalah panjang
jalan 1500 meter dan lebar badan jalan 4 meter. Kondisi jalan di sekitar
pemukiman cukup sempit sehingga mengganggu jalannya kendaraan
apabila terjadi papasan antara mobil yang akan membuang sampah ke TPA
dengan mobil yang telah membuang sampah di TPA. Oleh karena Itu,
perlu adanya perlebaran jalan menuju TPA di luar kawasan pemukiman.
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
61
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor
c. Peralatan Berat
Di TPA Galuga terdapat tiga unit bulldozer, satu unit track loader dan satu
unit escavator yang berfungsi untuk meratakan dan memadatkan sampah.
d. Rumah Kompos
Rumah kompos di TPA Galuga digunakan untuk melakukan kegiatan
pengomposan sampah terutama sampah organik dari pasar. Kegiatan
pengomposan dilakukan dengan menggunakan perangkat pencacah
sebanyak tiga unit. Kompos yang telah dibuat di rumah kompos nantinya
akan dipasarkan untuk mendukung kegiatan operasional rumah kompos
tersebut.
e. Zona Penyangga
Di TPA Galuga terdapat banyak pepohonan yang digunakan sebagai
kawasan penyangga. Zona penyangga berfungsi untuk mengurangi bau
karena sampah yang ditimbun dalam jumlah yang sangat besar dan juga
untuk mengurangi populasi lalat.
f. Kolam Pengelolaan Leachate dan Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL)
Pada saat ini, kolam pengolahan leachete sudah tidak difungsikan karena
terkena dampak longsoran sampah, hanya bak terakhir yang masih
berfungsi sebagai bak pengumpul sebelum dialirkan ke IPAL. IPAL TPA
Galuga dibangun pada tahun 2009 menggunakan sistem oksidasi dan
filtrasi, sehingga effluen yang dibuang ke badan air penerima diupayakan
telah memenuhi ketentuan yang berlaku.
g. Saluran Drainase
Saluran drainase di TPA Galuga berfungsi selain membuang air hujan juga
menghindarkan masuknya air hujan ke dalam sel-sel sampah yang
ditimbun sehingga dapat menekan sekecil mungkin leachete yang
dihasilkan. Namun saat ini kondisi saluran drainase baik drainase jalan
maupun drainase kavling TPA masih bersatu dalam satu saluran sehingga
menyebabkan sebagian leachete dan air hujan bersatu mengalir ke badan
air (saluran air).
h. Pipa Gas
Pipa gas yang dipasang berfungsi sebagai jalan keluarnya gas metan dan
karbon dioksida. Gas-gas tersebut perlu dikendalikan karena dapat
menimbulkan bahaya kebakaran dan dapat berpengaruh pada pemanasan
global.
i. Lampu Penerangan Jalan Umum (PJU)
Untuk memudahkan operasional TPA dan penerangan jalan akses TPA
Galuga, sampai saat ini telah dipasang fasilitas penerangan jalan umum
yakni dari akses jalan masuk sampai dengan Kampung Cisasak.
j. Hanggar (Garasi Alat Berat)
Gambar 3.15
Pada tahun 2010 ini juga Bidang Kebersihan membuat suatu terobosan
baru yaitu mengadakan Kerjasama dengan Kelompok Usaha MITTRAN dalam
bentuk uji coba system pengolahan sampah perkotaan. Harapan dengan
adanyakerjasama dalam uji coba ini agar memberikan keyakinan dan membentuk
cara pandang baru dalam penanganan sampah di Kota Bogor.
Gambar. 3.16
PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN POLA 3R KERJA SAMA DENGAN
KELOMPOK USAHA MITRAN LOKASI JL. PALEDANG
B. Pelaku Usaha
1) Masih rendahnya jumlah industri yang menerapkan konsep
teknologi bersih dan konsep nir limbah.
2) Masih rendahnya jumlah industri yang memanfaatkan sistem dan
teknologi daur ulang
3) Masih rendahnya kepedulian pelaku usaha dalam memproduksi
produk dan kemasan ramah lingkungan, yaitu:
a. Biodegradable
b. Recyclable
4) Masih rendahnya jumlah perusahaan yang memanfaatkan sampah
untuk:
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
67
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor
B. Pembagian Zona
Wilayah Kota Bogor terdiri atas jaringan-jaringan drainase yang rumit.
Beberapa di antaranya adalah jaringan saluran drainase yang secara hidrolik
berdiri sendiri namun terdapat jaringan saluran drainase yang saling berhubungan
satu sama lain. Selain itu masih terdapat pula jaringan irigasi yang mempunyai
fungsi berbeda dengan jaringan drainase. Saluran drainase yang secara hidrolik
saling berkaitan tersebut harus dikembangkan sebagai sebuah sistem yang
konsisten secara hidrolik, misalnya dengan sistem polder. Pada hakekatnya setiap
daerah genangan memiliki saluran drainase lokal. Untuk mempermudah
penanganan sistem drainase dalam perencanaan dan dalam pengelolaannya nanti,
maka dalam studi ini beberapa sistem situ dan sistem drainase lokal telah
dikelompokkan kedalam beberapa Zona Drainase.Pengelompokan didasarkan atas
kesamaan daerah dipandang dari sudut topografi, saluran atau sungai pembatas
yang ada, dan daerah aliran sungai tertentu sebagai saluran makro dari jaringan
drainase, yakni :
1. Zona Drainase 1 (Cisindangbarang)
2. Zona Drainase 2 (Ciomas)
3. Zona Drainase 3 (Cisadane Tengah)
4. Zona Drainase 4 (Cipinanggading)
5. Zona Drainase 5 (Cirancamaya)
6. Zona Drainase 6 (Cipaku)
7. Zona Drainase 7 (Ciseuseupan)
8. Zona Drainase 8 (Ciluar)
9. Zona Drainase 9 (Cibuluh)
10..................................................................................................................
Zona Drainase 10 (Ciparigi)
11..................................................................................................................
Zona Drainase 11 (Ciliwung Tengah)
12..................................................................................................................
Zona Drainase 12 (Cipakancilan)
13..................................................................................................................
Zona Drainase 13 (Cigede)
14..................................................................................................................
Zona Drainase 14 (Cikeumeuh)
15..................................................................................................................
Zona Drainase 15 (Cimanggis)
Adapun peta distribusi zonasi drainase seperti pada Gambar 3.18 berikut.
Gambar 3.18
Peta Pembagian Zona Drainase
Tabel 3.48
Lokasi Genangan di Kota Bogor
Gambar 3.19
Peta Rawan Genangan Kota Bogor
3.3.5. Peran serta Masyarakat dan Jender dalam Pengelolaan Drainase
Lingkungan
Kondisi peran serta masyarakat dalam pengelolaan saluran drainase seperti
berikut ini :
3.3.6. Permasalahan
Penyebab utama permasalahan yang terkait dengan kondisi sistem drainase
di kota Bogor saat ini, yaitu antara lain :
a) Belum terintegrasinya sistem drainase satu wilayah dengan wilayah
lain disekitarnya.
Karakteristik topografi Kota Bogor sangat variatif, dimana hampir 90
% merupakan lahan pedataran dengan kemiringan relatif landai hingga
lereng agak curam dengan keterbatasan kapasitas tampung dan laju
aliran sistem drainase yang ada.
Masih terbatasnya prasarana drainase mikro dan tidak berfungsinya
sistem drainase yang ada, diindikasikan dengan munculnya areal rawan
permasalahan genangan banjir & rawan longsor dengan penyebaran
seperti terlihat pada peta zona drainase terlampir. Elevasi dasar saluran
drainase pada wilayah bagian Tenggara dan wilayah bagian Utara kota
Bogor posisinya lebih rendah terhadap permukaan dasar sungai alami.
b) Meningkatnya intensitas curah hujan
Karakteristik iklim di Kota Bogor dicirikan dengan angka curah hujan
setiap tahunan cukup besar yaitu berkisar antara 3.500 5.000 mm,
dimana selama perioda meningkatnya angka curah hujan (yaitu antara
bulan Desember sampai dengan bulan Januari) seringkali terjadi
peningkatan debit limpasan air permukaan.
Akumulasi debit limpasan permukaan akibat meningkatnya intensitas
curah hujan yang berasal dari bagian hulu dan tengah yang langsung
terkonsentrasi masuk kedalam areal cekungan atau wadah buangan
alami seringkali menimbulkan terjadinya luapan dan genangan banjir
pada areal cekungan dan lahan yang elevasinya relatif rendah di bagian
hilir.
c) Pendangkalan dan penyempitan jaringan drainase makro.
Penurunan kapasitas saluran drainase alamiah, umumnya terjadi akibat
meningkatnya laju erosi permukaan dan sedimentasi pada alur sungai
yang relatif landai sehingga menimbulkan masalah pendangkalan dan
penyempitan berlangsung relatif cepat menyebabkan penyusutan
penampang alir saluran. Kapasitas prasarana jaringan drainase yang
sudah ada umumnya masih kurang berfungsi efektif menampung
sementara dan mengalirkan kelebihan air.
Kondisi demikian juga disebabkan kurangnya efektifnya kegiatan
antisipasi O&P jaringan irigasi dan drainase.
pada aturan tersebut juga disebutkan bahwa kualitas air baku harus
memenuhi standar seperti yang ditetapkan pada aturan yang berlaku.
C. Kepmenkes No. 907/MENKES/SK/VII/2002, tentang Syarat-Syarat dan
Pengawasan Kualitas Air Minum
Keputusan menkes ini pada dasarnya adalah mengatur dan menetapkan
standar kualitas air yang dihasilkan melalui penyelenggaraan SPAM.
Berbagai variable menyangkut kondisi kualitas air seperti sifat fisika,
kimia, bakteriologi dll ditetapkan sehingga air yang didistribusikan
kepada masyarakat oleh penyelenggara SPAM harus sudah siap minum.
Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi munculnya penyakit yang
disebabkan oleh kualitas air yang tidak memenuhi standar kesehatan
yang ada.
3.5.2. Aspek Institusional
Pada tingkat kota, satuan perangkat kerja daerah (SKPD) yang
bertanggungjawab atas penyelenggaran penyediaan air bersih bagi masyarakat
adalah Bappeda, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, Dinas Kesehatan, dan
BPMKB, serta perangkat di wilayah (kecamatan, kelurahan). Selain itu untuk
mengelola penyediaan air bersih system perpipaan maka dibentuk BUMD yaitu
PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor.
Secara global, tugas masing-masing SKPD adalah sebagai berikut:
1. Bappeda bertanggungjawab untuk berbagai hal terkait dengan
mekanisme perencanaan pengembangan penyediaan air bersih serta
penganggarannya. Selain itu Bappeda juga berkewajiban untuk
melaksanakan monitoring dan evaluasi atas berbagai kegiatan terkait
pelaksanaan pengembangan fasilitas air bersih non PDAM di wilayah
kota bogor.
2. Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang bertanggungjawab atas pembangunan
konstruksi fasilitas air bersih non PDAM di wilayah-wilayah yang
memang memerlukan fasilitas tersebut. Selain itu secara teknis juga
DCKTR bertanggungjawab atas kualitas teknis bangunan pendukung
fasilitas air bersih non PDAM.
3. Dinas Kesehatan bertanggungjawab atas kualitas air bersih baik itu air
bakunya maupun air yang dikonsumsi. Air bersih tersebut harus sudah
memenuhi persyaratan kualitas sesuai dengan peraturan yang
berlaku.Selain itu Dinkes juga diharapkan dapat menyediakan data
mengenai angka kesakitan akibat penggunaan air yang tidak bersih
sehingga dapat menjadi masukan bagi SKPD lain yang
bertanggungjawab atas pengembangan fasilitas air bersih untuk
menentukan lokasi pembangunan.
3.5.3. Cakupan Pelayanan
Wilayah yang terlayani oleh PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor mencakup
seluruh wilayah administrasi Kota Bogor yang mencakup 6 wilayah pelayanan
yaitu Kecamatan Bogor Selatan, Bogor Timur, Bogor Barat, Kecamatan Tanah
Sareal, Kecamatan Bogor Tengah dan Kecamatan Bogor Utara serta sebagian
Kabupaten Bogor, yaitu Desa Kota Batu dan Desa Mekar Jaya. Dari seluruh
wilayah Kota Bogor, sampai dengan tahun 2009 PDAM Kota Bogor mampu
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
76
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor
melayani sekitar 67,91% wilayah. System pelayanan air bersih yang dikelola oleh
PDAM Kota Bogor, membagi wilayah pelayanan ke dalam 5 (lima) zona
pelayanan. Kelima zona tersebut mengcover seluruh kecamatan yang ada di Kota
Bogor.(Table 3.49)
Jumlah sambungan ke pelanggan yang berada di masing-masing
kecamatan beragam. Sambungan ke pelanggan yang paling banyak terdapat di
Kecamatan Tanah Sareal yaitu sekitar 15.235 sambungan, kemudian Kecamatan
Bogor Tengah yaitu sekitar 14.832 sambungan. Sedangkan jumlah pelanggan
yang paling sedikit terdapat di Kecamatan Bogor Timur yaitu sekitar 9.527
sambungan.Namun demikian jika dilihat dari sisi jumlah penduduk yang dilayani,
Kecamatan Bogor Tengan memiliki prosentase pelayanan terbesar yaitu sekitar
68,9% (atau sekitar 79.328 jiwa yang terlayani dari 115.130 jiwa penduduk yang
ada) dan yang paling kecil adalah Kecamatan Bogor Barat yang memiliki
prosentase jumlah penduduk terlayani sekitar 30,1% (atau sekitar 63.023 jiwa
yang terlayani dari 209.373 jiwa penduduk yang ada). Untuk lebih jelasnya
kepadatan pelanggan masing-masing kecamatan dapat dilihat pada Gambar 3.20.
Tabel 3.49
Pembagian Zona Pelayanan PDAM Kota Bogor
besaran pelayanan yang diinginkan yaitu sebesar minimal 67% seperti tercantum
dalam dokumen MDGs untuk Indonesia.
Tabel 3.50
Data Sambungan Pelanggan PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor Tahun 2007
Tabel 3.51
Data Sambungan Pelanggan PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor Tahun 2008
Gambar 3.20
Kepadatan Pelanggan di Wilayah Pelayanan
PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor
Tabel 3.52.
Data Sambungan Pelanggan PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor Tahun 2009
Ket :
IP = Instansi Pemerintah
SU = Sosial Umum
SK = Sosial Khusus
RA, RB, RC = Rumah Tangga A, B, dan C
NK = Niaga Kecil
NB = Niaga Besar
Tabel 3.54
Kapasitas Desain dan Produksi PDAM Tirta Pakuan
Secara kualitas, sumber air baku untuk penyediaan air minum harus
ditinjau berdasarkan standar air baku yang berlaku yaitu berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001. Standar kualitas tersebut dapat
dilihat pada table 3.56 berikut ini.
Tabel 3.55
Standar kualitas berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
80
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor
Apabila secara
alamiah diluar
rentang tersebut,
pH 6-9 6-9 6-9 5-9
maka ditentukan
berdasarkan
kondisi alamiah
BOD mg/L 2 3 6 12
COD mg/L 10 25 50 100
Angka batas
DO mg/L 6 4 3 0
minimum
Total Fosfat sbg P mg/L 0,2 0,2 1 5
NO 3 sebagai N mg/L 10 10 20 20
Bagi perikanan,
kandungan amonia
NH3-N mg/L 0,5 (-) (-) (-) bebas untuk ikan
yang peka 0,02
mg/L sebagai NH3
Arsen mg/L 0,05 1 1 1
Kobalt mg/L 0,2 0,2 0,2 0,2
Barium mg/L 1 (-) (-) (-)
Boron mg/L 1 1 1 1
Selenium mg/L 0,01 0,05 0,05 0,05
Kadmium mg/L 0,01 0,01 0,01 0,01
Khrom (VI) mg/L 0,05 0,05 0,05 0,01
Bagi pengolahan
Air Minum secara
Tembaga mg/L 0,02 0,02 0,02 0,2
konvensional, Cu
1 mg/L
Bagi pengolahan
Air Minum secara
Besi mg/L 0,3 (-) (-) (-)
konvensional, Fe
5 mg/L
Bagi pengolahan
Air Minum secara
Timbal mg/L 0,03 0,03 0,03 1
konvensional, Pb
0,1 mg/L
Mangan mg/L 1 (-) (-) (-)
Saat ini kondisi air bersih yang diproduksi oleh instalasi pengolahan
air milik PDAM Kota Bogor kualitasnya sudah sesuai dengan syarat
kualitas air minum yang dikeluarkan oleh Kepmenkes. Bahkan air bersih
yang keluar dari instalasi pengolahan sudah siap langsung minum.
Tabel 3.57
Data Sistem Penyediaan Air Minum Non PDAM Kota Bogor
3.5.5. Permasalahan
Permasalahan Sistem Penyediaan Air Minum Eksisting Kota Bogor adalah
sebagai berikut :
1. Kapasitas sumber air baku ekonomis seperti Mata Air seperti Mata Air
Bantar Kambing, Tangkil, dan Kota Batu cenderung menurun, hal ini
mungkin disebabkan oleh perubahan guna lahan pada Catchment Area
Mata Air tersebut.
2. Tingkat kebocoran air (UFW) pada tahun 2010 masih mencapai 34%.
Bila dilihat dari target angka kebocoran pada tahun 2015 sebesar 28%
(PDAM Kota Bogor, 2010), maka angka tersebut masih perlu dilakukan
penurunan.
3. Sistem perpipaan di PDAM Kota Bogor sudah tergolong tua, dimana
masih terdapat pipa yang dibangun pada tahun 1918. Secara teknis pipa
ini sudah harus diganti karena rentan rusak pada saat pemakaian puncak
sehingga sistem pendistribusian air tidak efektif.
4. Untuk masyarakat yang masih menggunakan sumber air dari sumur
dangkal baik di wilayah pelayanan PDAM maupun di daerah yang tidak
terjangkau oleh PDAM umumnya konstruksi sumur tidak memenuhi
persyaratan Sanitasi.
5. Kontrol terhadap kualitas air sumber air dari sumur dangkal dan mata air
tersebut belum dilakukan secara intensif oleh Pemda Kota Bogor.
6. Pemberdayaan masyarakat dalam hal pengelolaan air bersih non
perpipaan masih belum maksimal. Diperlukan peranserta pemerintah
agar pemberdayaan dapat lebih dioptimalkan
PENEGAKAN HUKUM
13. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 12 Tahun 2009 tentang Kawasan
Tanpa Rokok;
b. Tahapan Kegiatan
1. Persiapan
Pertemuan dengan petugas promosi kesehatan Puskesmas
Pelatihan Kader Kesehatan untuk pendataan PHBS
Pelatihan Kader Motivator Pemberantasan Penyakit DBD
PPertemuan Forum Masyarakat Kelurahan Siaga untuk membahas
PHBS setiap 3 bulan sekali
Pengadaan sarana/media penyuluhan PHBS
Pelatihan kader Dana Sehat
Kerjasama dengan LSM (LSM No Tobacco Community, ICSD,LSM
Yasmina), Bogor International Club (BIC), PT.Olympic, Ikatan Istri
Dokter Indonesia ( IIDI)
2. Pelaksanaan
Sosialisasi dan Advokasi
Kegiatan sosialisasi dilakukan oleh Petugas Kesehatan, Aparat
Kelurahan dan Kecamatan bersama sama dengan TP PKK,
sedangkan untuk Advokasi dilakukan untuk mendapatkan dukungan
dari berbagai pihak terutama para pengambil keputusan yang terkait
dengan program PHBS di tatanan rumah tangga.
Pemberdayaan Masyarakat
Pendataan PHBS Rumah Tangga
Kegiatan pendataan PHBS rumah tangga di Kota Bogor
dilaksanakan setiap tahun. Pendataan PHBS rumah tangga tahun
2009 dilakukan di 68 kelurahan dengan jumlah rumah tangga yang
didata sebanyak 75.929. Pendata adalah kader kesehatan sebanyak
920 orang yang telah dilatih terlebih dahulu oleh Puskesmas dan TP
PKK Kecamatan dan Kelurahan.
Tabel. 3.64.
Perkembangan Rencana dan Realisasi PAD Kota Bogor Tahun 2004 2008
Tah Target Realisasi Pencapaian
un PAD Pertumbu PAD Pertumbu PAD
han % han % terhadap
Target
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI
92
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor
%
200 Rp Rp
- - 102,45
4 49,431,543,975 50,644,041,397
200 Rp Rp
29.129 31.72 105,25
5 63,830,553,398 66,707,298,215
200 Rp Rp
-0.747 3.89 109,39
6 63,353,915,442 69,300,010,034
200 Rp Rp
13.153 15.18 111,34
7 71,687,047,669 79,819,169,545
200 Rp Rp
15.918 22.49 117,65
8 83,098,271,499 97,768,134,591
Rata-rata Per Tahun 14.36 18.32 109,22
Sumber : Laporan Keuangan Pemerintah Kota Bogor Tahun 2004 s/d 2008
Gambar 3.21
Sumber : LKPJ Walikota Bogor 2009 dan RPJMD Kota Bogor 2010-2014 (diolah)
B. Belanja Daerah
Belanja daerah merupakan salah satu instrument kebijakan fiscal
pemerintah dalam upaya pencapaian kesejahteraan masyarakat melalui beberapa
indicator utama yaitu laju pertumbuhan ekonomi (LPE) dan indeks pembangunan
manusia (IPM), dimana indicator tersebut diasumsikan sebagai muara dari
indicator-indikator yang menggambarkan kondisi masyarakat seperti tingkat
pendapatan, angka pengangguran, kualitas kehidupan masyarakat (kesehatan,
pendidikan dan daya beli). Dalam pengalokasiannya sendiri memperhatikan
kemampuan pendapatan daerah dan mempertimbangkan sektor-sektor yang
menjadi kunci terhadap perubahan kondisi untuk peningkatan kesejahteraan dan
sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh masing-masing daerah yang
diterjemahkan dalam program dasar dan program prioritas.
Diantaranya yang menjadi program prioritas di Kota Bogor yaitu : Transportasi,
Kebersihan, Penanganan Pedagang Kaki Lima (PKL) dan Penanganan
Kemiskinan. Seiring dengan prinsip money follow function, maka selain
program dasar maka program-program prioritas tersebut menjadi titik berat
dominan dalam pengalokasian anggaran daerah. Ditinjau dari proporsi realisasi
belanja daerah terhadap PDRB ADHB yang rata-rata konstan dengan prosentase
sekitar 6,76%, maka kemungkinan besar PDRB Kota Bogor lebih dominan
berasal dari driven konsumsi dan investasi serta net-export. Dan dengan melihat
pola aktivitas pembangunan fisik yang terjadi di Kota Bogor kemungkinan besar
PDRB Kota Bogor lebih didorong oleh konsumsi.
Tabel. 3.66.
PERBANDINGAN REALISAI BELANJA DAERAH TERHADAP PDRB
ADHB
Realisasi % Belanja thdp PDRB
TAHUN Belanja PDRB ADHB ADHB
5.245.746.820.
2004 369.837.726.958 000 7,050
6.191.918.900.
2005 388.609.703.293 000 6,276
7.257.742.090.
2006 507.874.855.144 000 6,998
8.558.035.700.
2007 582.735.392.917 000 6,809
10.089.943.960.
2008 673.652.885.683 000 6,676
Rata-rata 6,762
tahun terakhir Tahun 2007 hingga akhir Tahun 2009 (Tabel. 3.68) menunjukkan
kenaikan yang cukup signifikan mencapai 123,90%, akan tetapi untuk sub sector
air limbah menunjukkan angka yang cenderung konstan (hampir tidak ada
kenaikan). Apabila penerimaan dari sub sector air limbah tersebut dikaitkan
dengan nilai uang maka dapat disimpulkan juga kecenderungannya mengalami
penurunan. Hal ini dapat terindikasikan terhadap beberapa kemungkinan seperti
penurunan keinginan membayar (willingness to pay) dari pelanggan yang dapat
disebabkan beberapa hal seperti tingkat kesadaran para pelanggan yang masih
rendah, penurunan tingkat kepuasan akan pelayanan, atau juga terindikasikan
dengan kemungkinan penurunan kemampuan membayar (affordability to pay)
pelanggan yang kemungkinan dapat disebabkan dari penurunan pendapatan
(income) atau daya beli, atau juga dapat terindikasikan dengan kinerja
pemungutan retribusi yang masih rendah.
Tabel. 3.67.
PENDAPATAN KOTA BOGOR DARI SUB-SEKTOR SANITASI (AIR LIMBAH
& PERSAMPAHAN)
N
o. Sumber Pendapatan 2007 2008 2009
1 Retribusi Persampahan Rp Rp Rp
2.626.184.550 3.266.200.600 5.880.138.750
2 Retribusi Penggunaan Jaringan Rp Rp Rp
Pipa Limbah Cair 16.791.500 15.076.500 16.650.844
3 Retribusi Penyediaan dan/atau Rp Rp Rp
Penyedotan Kakus 92.000.000 94.456.000 91.900.000
Rp
Rp Rp 5.988.689.59
JUMLAH 2.734.976.050 3.375.733.100 4
Sumber : laporan rekapitulasi keuangan Kota Bogor 2007 -
2009 (diolah)
Tabel. 3.69.
ANGGARAN BELANJA SEKTOR PELAYANAN AIR LIMBAH KOTA BOGOR
TAHUN 2008
No Kegiatan Belanja
.
Rp
1 BOP IPAL Tegal Gundil 58.858.972,00
Replikasi Program Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS) Kota Rp
2 Bogor 149.227.016,00
Rp
3 Optimalisasi IPAL Tegal Gundil 73.525.000,00
Rp
JUMLAH 281.610.988,00
Tabel. 3.70
ANGGARAN BELANJA SEKTOR PELAYANAN AIR LIMBAH KOTA BOGOR
TAHUN 2009
No
. Kegiatan Belanja
1 Penyelenggaraan IPAL Tegal Gundil Rp 63.761.038,00
Replikasi Program Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS) Kota
2 Bogor Rp 195.934.769,00
Rp
JUMLAH 259.695.807,00
Tabel. 3.71
ANGGARAN BELANJA PERSAMPAHAN 2007 -2009
TAH ANGGARAN BELANJA
UN PERSAMPAHAN
Rp
2007 17.205.012.208,00
Rp
2008 18.060.370.530,00
Rp
2009 22.129.374.946,00
Rp Rp Rp
JUMLAH 647.488.600 839.042.200 2.724.871.474