KATARAKS
A. DEFENISI
Katarak adalah istilah kedokteran untuk setiap keadaan kekeruhan yang terjadi pada lensa
mata yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa atau
dapat juga akibat dari kedua-duanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif.
Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh
cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Jumlah
dan bentuk kekeruhan pada setiap lensa mata dapat bervariasi.
Katarak merupakan keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa di
dalam kapsul mata. Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa dimana lensa menjadi keruh
akibat hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein lensa. Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan
metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada berbagai usia tertentu. Katarak dapat terjadi
pada saat perkembangan serat lensa masih berlangsung atau sesudah serat lensa berhenti dalam
perkembangannya dan telah memulai proses degenerasi.
Katarak mengakibatkan pengurangan visus oleh suatu tabir/layar yang diturunkan di
dalam mata, seperti melihat air terjun. Penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan
lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada
retina. Jumlah dan bentuk kekeruhan pada setiap lensa mata dapat bervariasi.
B. ETIOLOGI
Ketuaan ( Katarak Senilis )
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang. Usia
rata-rata terjadinya katarak adalah pada usia 60 tahun keatas.
Trauma
Cedera mata dapat mengenai semua umur seperti pukulan keras, tusukan benda, terpotong, panas
yang tinggi, dan bahan kimia dapat merusak lensa mata dan keadaan ini disebut katarak
traumatik.
Penyakit mata lain ( Uveitis )
Penyakit sistemik ( Diabetes Mellitus )
Defek congenital
C. KLASIFIKASI
Berdasarkan garis besar katarak dapat diklasifikasikan dalam golongan berikut :
1. Katarak perkembangan ( developmental ) dan degenerative.
2. Katarak trauma : katarak yang terjadi akibat trauma pada lensa mata.
3. Katarak komplikata (sekunder) : penyakit infeksi tertentu dan penyakit seperti DM dapat
mengakibatkan timbulnya kekeruhan pada lensa yang akan menimbulkan katarak komplikata.
4. Berdasarkan usia pasien, katarak dapat di bagi dalam :
a. Katarak kongeniatal : katarak yang di temukan pada bayi ketika lahir (sudah terlihat pada usia di
bawah 1 tahun)
b. Katarak juvenil : katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun dan di bawah usia 40 tahun
c. Katarak presenil, yaitu katarak sesudah usia 30-40 tahun
d. Katarak senilis : katarak yang terjadi pada usia lebih dari 40 tahun. Jenis katarak ini merupakan
proses degeneratif ( kemunduran ) dan yang paling sering ditemukan.
D. PATOFISIOLOGI
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk
seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.
Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar
daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi,
sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Proses ini
mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Jumlah enzim akan
menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita
katarak.
Katarak bisa terjadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian trauma atau sistemis
(diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan yang normal. Faktor yang paling
sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar UV, obat-obatan, alkohol,
merokok, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu yang lama.
E. MANIFESTASI KLINIS
Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Klien melaporkan penurunan
ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional sampai derajat tertentu yang
diakibatkan oleh kehilangan penglihatan. Temuan objektif biasanya meliputi pengembunann
sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya
akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada
retina. Hasilnya adalah pandangan menjadi kabur atau redup, menyilaukan dengan distorsi
bayangan dan susah melihat di malam hari. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu
atau putih. Penglihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih.
Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih ,sehingga
refleks cahaya pada mata menjadi negatif.
Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun dan ketika katarak sudah sangat
memburuk lensa yang lebih kuat pun tidak akan mampu memperbaiki penglihatan. Gejala umum
gangguan katarak meliputi :
F. KOMPLIKASI
Ambliopia sensori, penyulit yg terjadi berupa : visus tdk akan mencapai 5/5
Komplikasi yang terjadi : nistagmus dan strabismus. dan bila katarak dibiarkan maka akan
mengganggu penglihatan dan akan dapat menimbulkan komplikasi berupa Glaukoma dan
Uveitis.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada penderita katarak adalah sebagai berikut :
Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa,
akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf, penglihatan ke retina.
Lapang Penglihatan : penurunan mungkin karena massa tumor, karotis, glukoma.
Pengukuran Tonografi : TIO (12 25 mmHg)
Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.
Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glukoma
Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan.
Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi. EKG, kolesterol serum, lipid
Tes toleransi glukosa : kontrol DM
Keratometri.
Pemeriksaan lampu slit.
A-scan ultrasound (echography).
Penghitungan sel endotel penting u/ fakoemulsifikasi & implantasi
USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak.
H. PENATALAKSANAAN
Adapun penatalaksanaan pada saat post operasi antara lain :
a) Pembatasan aktivitas
b) Tidur dengan perisai pelindung mata logam pada malam hari; mengenakan kacamata pada siang
hari
c) Ketika tidur, berbaring terlentang atau miring pada posisi mata yang tidak dioperasi, dan tidak
boleh telengkup
d) Aktivitas dengan duduk
e) Mengenakan kacamata hitam untuk kenyamanan
f) Berlutut atau jongkok saat mengambil sesuatu dari lantai
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a. Aktivitas/Istrahat
Gejala: Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan
b. Neurosensori
Gejala: Gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan
kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskasn kerja dengan dekat atau
merasa di ruang gelap. Perubahan pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
Tanda: Tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil. Peningkatan air mata.
c. Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Ketidaknyamanan ringan atau mata berair
d. Pembelajaran/Pengajaran
Gejala: Riwayat keluarga diabetes, gangguan sistem vaskuler. Riwayat stres, alergi, gangguan
vasomotor (contoh: peningkatan tekanan vena), ketidakseimbangan endokrin, diabetes. Terpajan
pada radiasi, steroid/toksisitas fenotiazin.
e. Pertimbangan rencana pemulangan
DRG menunjukkan rerata lamanya dirawat: 4,2 hari (biasanya dilakukan sebagai prosedur pasien
rawat jalan). Memerlukan bantuan dengan transportasi, penyediaan makanan,
perawatan/pemeliharaan rumah.
f. Prioritas Keperawatan
- Mencegah penyimpangan penglihatan lanjut
- Meningkatkan adaptasi terhadap perubahan atau penurunan ketajaman penglihatan
- Mencegah komplikasi
- memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan
g. Tujuan Pemulangan
- Penglihatan dipertahankan pada tingkat sebaik mungkin
- Pasien mengatasi situasi dengan tindakan positif
- Komplikasi dicegah atau diminimalkan
- Proses penyakit atau prognosis dan program terapi dipahami
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan
sensori/status organ indera.
2. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan
kehilangan vitreus, pandangan kabur, perdarahan intraokuler.
3. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, pengobatan berhubungan dengan tidak
mengenal sumber informasi, kurang terpajan dan mengingat, keterbatasan kognitif.
4. Nyeri berhubungan dengan trauma insisi.
5. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan.
C. INTERVENSI
1. Gangguan persepsi sensori : penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan
sensori/status organ indera.
Tujuan :
Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu, mengenal gangguan sensori
dan berkompensasi terhadap perubahan.
Kriteria Hasil :
a. Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
b. Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.
Intervensi :
Tentukan ketajaman penglihatan, kemudian catat apakah satu atau dua mata terlibat. Observasi
tanda-tanda disorientasi.
Rasional : Penemuan dan penanganan awal komplikasi dapat mengurangi resiko kerusakan
lebih lanjut.
Orientasikan klien tehadap lingkungan.
Rasional : Meningkatkan keamanan mobilitas dalam lingkungan.
Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata, dimana dapat terjadi bila
menggunakan tetes mata.
Rasional : Cahaya yang kuat menyebabkan rasa tak nyaman setelah penggunaan tetes mata
dilator
Letakkan barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam jangkauan/posisi yang tidak
dioperasi.
Rasional : Komunikasi yang disampaikan dapat lebih mudah diterima dengan jelas.
2. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan kehilangan
vitreus, pandangan kabur, perdarahan intraokuler.
Tujuan:
Menyatakan pemahaman terhadap factor yang terlibat dalam kemungkinan cedera.
Kriteria hasil :
a. Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan factor resiko dan untuk
melindungi diri dari cedera.
b.Mengubah lingkungan sesuai dengan indikasi untuk meningkatkan keamanan.
Intervensi :
Diskusikan apa yang terjadi tentang kondisi paska operasi, nyeri, pembatasan aktifitas,
penampilan, balutan mata.
Rasional : Kondisi mata post operasi mempengaruhi visus pasien
Beri klien posisi bersandar, kepala tinggi, atau miring ke sisi yang tak sakit sesuai keinginan.
Rasional : Posisi menentukan tingkat kenyamanan pasien.
Batasi aktifitas seperti menggerakan kepala tiba-tiba, menggaruk mata, membongkok.
Rasional : Aktivitas berlebih mampu meningkatkan tekanan intra okuler mata
Ambulasi dengan bantuan : berikan kamar mandi khusus bila sembuh dari anestesi.
Rasional : Visus mulai berkurang, resiko cedera semakin tinggi.
Minta klien membedakan antara ketidaknyamanan dan nyeri tajam tiba-tiba, Selidiki
kegelisahan, disorientasi, gangguan balutan.
Rasional : Pengumpulan Informasi dalam pencegahan komplikasi
GLAUKOMA
A. Definisi Glaukoma
Menurut Herman tahun 2010, glaukoma merupakan suatu kumpulan penyakit yang
mempunyai karakteristik umum neuropatik yang berhubungan dengan hilangnya fungsi
penglihatan. Walaupun kenaikan tekanan intra okuler adalah satu dari resiko primer, ada atau
tidaknya faktor ini tidak merubah definisi penyakit.
Normalnya, tekanan intraokular adalah 10-20 mmHg. Jika hasil pemeriksaan tekanan bola mata
lebih dari 20, maka kita patut curiga terhadap adanya glaukoma. Apabila hasil menunjukkan
angka lebih dari 25, maka dipastikan orang tersebut terkena glaukoma.
Glaukoma biasanya diderita oleh klien yang berumur di atas 40 th. Pada orang yang memiliki
kecenderungan hereditas glaukoma dalam keluarganya, mereka harus melakukan pengukuran
tonometri ritin setiap hari.(Luckman, 1980).
Pendapat yang lain mengatakan bahwa Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di
dalam bola mata meningkat, sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan
penurunan fungsi penglihatan. (Anonim,2009)
Dari beberapa definisi glaukoma diatas, dapat disimpulkan bahwa glaukoma adalah penyakit
mata yang terjadi karena peningkatan tekanan bola mata dan mempengaruhi kepekaan atau
kejelasan penglihatan.
B. Tipe Glaukoma
Ada beberapa tipe glaukoma dan dapat di klasifikasikan sebagai berikut :
1. Glaukoma Primer Dewasa, meliputi:
- Glaukoma Sudut Terbuka / Kronis
Glaukoma jenis ini umumnya terjadi karena keturunan. Glaukoma jenis ini sering terjadi pada
orang yang mempunyai sudut ruang terbuka yang normal tapi mempunyai resistensi aliran
aquous humor keluar dari ruang sudut.
- Glaukoma Sudut Tertutup
Ada kesalahan tempat yang maju dari ujung akar dan gulungan iris yang melawan kornea.
2. Glaukoma Sekunder
Glaukoma ini biasa di bangun dari banyak sebab seperti uveitis, gangguan neuvaskuler, trauma
tumor, penyakit degenerasi mata, dll.
3. Glaukoma Kongenital
Glaukoma ini terjadi di mata selama ada dalam masa awal tumbuh dan berkembang. Biasanya
terlihat selama 6 bulan kelahiran.
4. Glaukoma Absolut
Glaukoma ini biasanya adalah hasil dari beberapa kejadian glaukoma dan itu berarti mengarah
pada kebutaan yang mana tekanan intraokuler meningkat.
Aqueous humor adalah cairan pada bola mata yang di produksi oleh badan siliari yang
merupakan kristal jernih.
1. Umur
Risiko glaukoma bertambah tinggi dengan bertambahnya usia. Terdapat 2% dari populasi usia 40
tahun yang terkena glaukoma. Angka ini akan bertambah dengan bertambahnya usia.
2. Riwayat anggota keluarga yang terkena glaucoma
Untuk glaukoma jenis tertentu, anggota keluarga penderita glaukoma mempunyai resiko 6 kali
lebih besar untuk terkena glaukoma. Resiko terbesar adalah kakak-beradik kemudian hubungan
orang tua dan anak-anak.
3. Tekanan bola mata
Tekanan bola mata diatas 21 mmHg berisiko tinggi terkena glaukoma. Meskipun untuk sebagian
individu, tekanan bola mata yang lebih rendah sudah dapat merusak saraf optik. .
Aqueous diproduksi oleh epitel tidak berpigmen dari prosesus siliaris, yang merupakan bagian
anterior dari badan siliar. Aqueous humor kemudian mengalir melalui pupil ke dalam kamera
okuli anterior, memberikan nutrisi kepada lensa, iris dan kornea. Drainase aqueous melalui sudut
kamera anterior yang mengandung jaringan trabekular dan kanal Schlemm dan menuju jaringan
vena episklera. (Barbara, 1999)
Perjalanan aliran aqueous humor 80-90% melalui jaringan trabekular, namun terdapat 10%
melalui ciliary body face, yang disebut jalur uveoskleral.
Berdasarkan fisiologi dari sekresi dan ekskresi cairan aqueous, maka terdapat tiga faktor utama
yang berperan dalam meningkatnya tekanan intraokular, antara lain:
Tekanan intraokular normal yang secara umum diterima adalah 10-21 mmHg.
Menurut Harnawartiaj (2008) umumnya dari riwayat keluarga ditemukan anggota keluarga
dalam garis vertical atau horizontal memiliki penyakit serupa, penyakit ini berkembang secara
perlahan namun pasti, penampilan bola mata seperti normal dan sebagian besar tidak
menampakan kelainan selama stadium dini. Pada stadium lanjut keluhan klien yang mincul
adalah sering menabrak akibat pandangan yang menjadi jelek atau lebih kabur, lapangan
pandang menjdi lebih sempit hingga kebutaan secara permanen. Gejala yang lain adalah:
2. Kornea suram.
6. Udema kornea.
8. Lensa keruh.
Menurut Sidharta Ilyas (2004) glaucoma akan memperlihatkan gejala sebagai berikut:
E. Penatalaksanaan Glaukoma
Tujuan utama terapi glaukoma adalah dengan menurunkan tekanan intraokular serta
meningkatkan aliran humor aquos (drainase) dengan efek samping yang minimal.
Penanganannya meliputi:
1. Penatalaksanaan Medis
Glaukoma Primer
a) Pemberian tetes mata Beta blocker (misalnya timolol, betaxolol, carteolol, levobunolol atau
metipranolol) yang kemungkinan akan mengurangi pembentukan cairan di dalam mata dan TIO.
b) Pilocarpine untuk memperkecil pupil sehingga iris tertarik dan membuka saluran yang
tersumbat.
c) Obat lainnya yang juga diberikan adalah epinephrine, dipivephrine dan carbacol (untuk
memperbaiki pengaliran cairan atau mengurangi pembentukan cairan)
d) Minum larutan gliserin dan air biasa untuk mengurangi tekanan dan menghentikan serangan
glaukoma.
e) Bisa juga diberikan inhibitor karbonik anhidrase (misalnya acetazolamide).
f) Pada kasus yang berat, untuk mengurangi tekanan biasanya diberikan manitol intravena
(melalui pembuluh darah).
Glaukoma sekunder
Pengobatan glaukoma sekunder tergantung kepada penyebabnya. Jika penyebabnya adalah
peradangan, diberikan corticosteroid dan obat untuk melebarkan pupil. Kadang dilakukan
pembedahan.
Glaukoma kongenitalis
Untuk mengatasi Glaukoma kongenitalis perlu dilakukan pembedahan.
2. Terapi Laser
a) Laser iridotomy melibatkan pembuatan suatu lubang pada bagian mata yang berwarna (iris)
untuk mengizinkan cairan mengalir secara normal pada mata dengan sudut sempit atau tertutup
(narrow or closed angles).
b) Laser trabeculoplasty adalah suatu prosedur laser dilaksanakan hanya pada mata-mata
dengan sudut-sudut terbuka (open angles). Laser trabeculoplasty tidak menyembuhkan
glaukoma, namun sering dilakukan daripada meningkatkan jumlah obat-obat tetes mata yang
berbeda-beda. Pada beberapa kasus-kasus, dia digunakan sebagai terapi permulaan atau terapi
utama untuk open-angle glaukoma. Prosedur ini adalah metode yang cepat, tidak sakit, dan
relatif aman untuk menurunkan tekanan intraocular. Dengan mata yang dibius dengan obat-obat
tetes bius, perawatan laser dilaksanakan melalui lens kontak yang berkaca pada sudut mata
(angle of the eye). Microscopic laser yang membakar sudut mengizinkan cairan keluar lebih
leluasa dari kanal-kanal pengaliran.
3. Terapi Pembedahan
a) Trabeculectomy adalah suatu prosedur operasi mikro yang sulit, digunakan untuk merawat
glaukoma. Conjunctiva adalah penutup bening diatas putih mata. Filtering bleb adalah suatu area
yang timbul seperti bisul yang ditempatkan pada bagian atas mata dibawah kelopak atas. Sistim
pengaliran baru ini mengizinkan cairan untuk meninggalkan mata, masuk ke bleb, dan kemudian
lewat masuk kedalam sirkulasi darah kapiler (capillary blood circulation) dengan demikian
menurunkan tekanan mata. Trabeculectomy adalah operasi glaukoma yang paling umum
dilaksanakan.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Anamnesa yang dapat dilakukan pada klien dengan katarak adalah:
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b.d peningkatan tekanan intra okuler (TIO) yang ditandai dengan mual dan muntah.
2. Gangguan persepsi sensori: penglihatan b.d gangguan penerimaan; gangguan status organ
ditandai dengan kehilangan lapang pandang progresif.
4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan b.d
kurang terpajan/tak mengenal sumber, kurang mengingat, salah interpretasi, ditandai
dengan ;pertanyaan, pernyataan salah persepsi, tak akurat mengikuti instruksi, terjadi
komplikasi yang dapat dicegah.
C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri b.d peningkatan tekanan intra okuler (TIO) yang ditandai dengan mual dan muntah.
Intervensi:
2. Gangguan persepsi sensori: penglihatan b.d gangguan penerimaan; gangguan status organ
ditandai dengan kehilangan lapang pandang progresif.
Tujuan: Penggunaan penglihatan yang optimal
Kriteria Hasil:
1) Pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan.
2) Pasien akan mempertahankan lapang ketajaman penglihatan tanpa kehilangan lebih lanjut.
Intervensi:
1) Pastikan derajat/tipe kehilangan penglihatan.
Rasional: Sementara intervensi dini mencegah kebutaan, pasien menghadapi
kemungkinan/mengalami pengalaman kehilangan penglihatan sebagian atau total.
2) Dorong mengekspresikan perasaan tentang kehilangan/ kemungkinan kehilangan
penglihatan.
Rasional: Mempengaruhi harapan masa depan pasien dan pilihan intervensi.
3) Tunjukkan pemberian tetes mata, contoh menghitung tetesan, menikuti jadwal, tidak salah
dosis.
Rasional: Mengontrol TIO, mencegah kehilangan penglihatan lanjut.
4) Lakukan tindakan untuk membantu pasien yang mengalami keterbatasan penglihatan,
contoh, kurangi kekacauan,atur perabot, ingatkan memutar kepala ke subjek yang terlihat;
perbaiki sinar suram dan masalah penglihatan malam.
Rasional: Menurunkan bahaya keamanan b/d perubahan lapang pandang atau kehilangan
penglihatan dan akomodasi pupil thd sinar lingkungan
5) Kolaborasi obat sesuai dengan indikasi.
Rasional: Memisahkan badan siliar dr sclera untuk memudahkan aliran keluar akueus humor.
3. Ansietas b.d faktor fisilogis, perubahan status kesehatan, adanya nyeri, kemungkinan/kenyataan
kehilangan penglihatan ditandai dengan ketakutan, ragu-ragu, menyatakan masalah tentang
perubahan kejadian hidup.
Tujuan: Cemas hilang atau berkurang
Kriteria Hasil:
1) Pasien tampak rileks dan melaporkan ansitas menurun sampai tingkat dapat diatasi.
2) Pasien menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah.
3) Pasien menggunakan sumber secara efektif.
Intervensi:
1) Kaji tingkat ansitas, derajat pengalaman nyeri/timbul nya gejala tiba-tiba dan pengetahuan
kondisi saat ini.
Rasional: Faktor ini mempengaruhi persepsi pasien terhadap ancaman diri, potensial siklus
insietas, dan dapat mempengaruhi upaya medik untuk mengontrol TIO.
2) Berikan informasi yang akurat dan jujur.
Rasional: Menurunkan ansiets b/d ketidak tahuan / harapan yang akan datang dan memberikan
dasar fakta untuk membuat pilihan info ttg pengobatan.
3) Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan.
Rasional: Memberi kesempatan pasien menerima situasi nyata, mengklarifikasi salah konsepsi
dan pemecahan masalah.
4) Identifikasi sumber/orang yang menolong.
Rasional: Memberikan keyakinan bhw pasien tdk sendiri dlm menghadapi masalah.
4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan b.d kurang
terpajan/tak mengenal sumber, kurang mengingat, salah interpretasi, ditandai dengan
;pertanyaan, pernyataan salah persepsi, tak akurat mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang
dapat dicegah.
Tujuan: Klien mengetahui tentang kondisi,prognosis dan pengobatannya.
Kriteria Hasil:
1) Pasien menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan.
2) Mengidentifikasi hubungan antar gejala/tanda dengan proses penyakit.
3) Melakukan prosedur dengan benar dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi:
1) Diskusikan perlunya menggunakan identifikasi,
2) Tunjukkan tehnik yang benar pemberian tetes mata.
Rasional: Meningkatkan keefektifan pengobatan. Memberikan kesempatan pasien menunjukan
kompetensi dan menanyakan pertanyaan.
3) Izinkan pasien mengulang tindakan.
4) Kaji pentingnya mempertahankan jadwal obat, contoh tetes mata. Diskusikan obat yang
harus dihindari, contoh midriatik, kelebihan pemakaian steroid topikal.
Rasional: Penyakit ini dapat di control dan mempertahankan konsistensi program obat adalah
control vital. Beberapa obat menyebabkan dilatasi pupil, peningkatan TIO dan potensial
kehilangan penglihatan tambahan
5) Identifikasi efek samping/reaksi merugikan dari pengobatan (penurunan nafsu makan,
mual/muntah, kelemahan, jantung tak teratur, dll).
Rasional: Dapat mempengaruhi rentang dari ketidak nyamanan sampai ancaman kesehatan berat.
6) Dorong pasien membuat perubahan yang perlu untuk pola hidup.
Rasional: Pola hidup tenang menurunkan respon emosi thd stres, mencegah perubahan okuler
yang mendorong iris kedepan, yang dpt mencetuskan serangan akut.
7) Dorong menghindari aktivitas,seperti mengangkat berat/mendorong, menggunakan baju ketat
dan sempit.
Rasional: Dapat meningkatkan TIO yang mencetuskan serangan akut.
8) Diskusikan pertimbangan diet, cairan adekuat dan makanan berserat.
Rasional: Mempertahankan konsistensi feses untuk menghindari konstipasi.
9) Tekankan pemeriksaan rutin.
Rasional: Untuk mengawasi kemajuan penyakit dan memungkinkan intervensi dini dan
mencegah kehilangan penglihatan lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyan E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Alih bahasa: I Made Kariasa. Jakarta
. EGC
Ilyas, sidarta. 2009. Dasar-dasar pemeriksaan dalam ilmu penyakit mata. Edisi 3. Jakarta:Balai
Pustaka.
Ilyas, sidarta. 2009. Ilmu penyakit mata. Jakarta : Balai penerbit FKUI
http://diarywi2n.wordpress.com/2011/10/06/askep-pasien-dengan-katarak/