Anda di halaman 1dari 8

PROTOKOL DISCHARGE PLANNING

PADA PASIEN DIABETES MELLITUS

A Pengertian Discharge Planning


Discharge planning adalah mekanisme untuk memberikan perawatan
kontinu, informasi tentang kebutuhan kesehatan berkelanjutan setelah pulang,
perjanjian evaluasi, dan instruksi perawatan diri (Russel Swanburg, 2000).
Jackson (1994, dalam The Royal Marsden Hospital, 2004) menyatakan bahwa
discharge planning merupakan proses mengidentifikasi kebutuhan pasien dan
perencanaannya dituliskan untuk memfasilitasi keberlanjutan suatu pelayanan
kesehatan dari suatu lingkungan ke lingkungan lain.
Discharge planning sebaiknya dilakukan sejak pasien diterima di suatu
agen pelayanan kesehatan, terkhusus di rumah sakit dimana rentang waktu
pasien untuk menginap semakin pendek. Discharge planning yang efektif
seharusnya mencakup pengkajian berkelanjutan untuk mendapatkan informasi
yang komprehensif tentang kebutuhan pasien yang berubah-ubah, pernyataan
diagnosa keperawatan, perencanaan untuk memastikan kebutuhan pasien sesuai
dengan apa yang dilakukan oleh pemberi layanan kesehatan (Kozier, 2011).

B Pemberi Layanan Discharge Planning


Proses discharge planning harus dilakukan secara komprehensif dan
melibatkan multidisiplin, mencakup semua pemberi layanan kesehatan yang
terlibat dalam memberi layanan kesehatan kepada pasien (Perry & Potter,
2006). Discharge planning tidak hanya melibatkan pasien tapi juga keluarga,
teman-teman, serta pemberi layanan kesehatan dengan catatan bahwa
pelayanan kesehatan dan sosial bekerja sama (Nixon et al. 1998 dalam The
Royal Marsden Hospital, 2010).
Seseorang yang merencanakan pemulangan atau koordinator asuhan
berkelanjutan (continuing care coordinator) adalah staf rumah sakit yang
berfungsi sebagai konsultan untuk proses discharge planning bersamaan
dengan fasilitas kesehatan, menyediakan pendidikan kesehatan, dan
memotivasi staf rumah sakit untuk merencanakan dan mengimplementasikan
discharge planning(Discharge Planning Association, 2008).
C Penerima Discharge Planning
Semua pasien yang dihospitalisasi memerlukan discharge planning
(Discharge Planning Association, 2008). Namun, ada beberapa kondisi yang
menyebabkan pasien beresiko tidak dapat memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan yang berkelanjutan setelah pasien pulang, seperti pasien yang
menderita penyakit terminal atau pasien dengan kecacatan permanen (Rice,
1992 dalam Perry & Potter, 2006). Pasien dan seluruh anggota keluarga harus
mendapatkan informasi tentang semua rencana pemulangan (Medical Mutual
of Ohio, 2008).

D Tujuan Discharge Planning


Discharge planning bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan spesifik
untuk mempertahankan atau mencapai fungsi maksimal setelah pulang
(Carpenito, 2009). Discharge planning juga bertujuan memberikan pelayanan
terbaik untuk menjamin keberlanjutan asuhan berkualitas antara rumah sakit
dan komunikasi yang efektif (Discharge PlanningAssociation, 2008).
The Royal Marsden Hospital (2010) menyatakan bahwa tujuan
dilakukannya discharge planning antara lain untuk mempersiapkan pasien dan
keluarga secara fisik dan psikologis untuk ditransfer ke rumah atau ke suatu
lingkungan yang dapat disetujui. Selain itu discharge planning bertujuan
menyediakan informasi tertulis dan verbal kepada pasien dan pelayanan
kesehatan untuk mempertemukan kebutuhan mereka dalam proses
pemulangan.
Discharge planning akan memfasilitasi proses perpindahan yang nyaman
dengan memastikan semua fasilitas pelayanan kesehatan yang diperlukan telah
dipersiapkan untuk menerima pasien, mempromosikan tahap kemandirian yang
tertinggi kepada pasien, teman-teman, dan keluarga dengan menyediakan,
memandirikan aktivitas perawatan diri.

E Prinsip Discharge Planning


Prinsip-prinsip discherge planning adalah sebagai berikut:
1 Klien merupakan fokus dalam perencanaan pulang. Nilai keinginan dan
kebutuhan dari klien perlu dikaji dan dievaluasi.
2 Kebutuhan dari klien diidentifikasi, kebutuhan ini dikaitkandengan masalah
yang mungkin muncul pada saat klien pulang nanti, sehingga kemungkinan
masalah yang muncul di rumah dapat segera diantisipasi.
3 Perencanaan pulang dilakukan secara kolaboratif.Perencanaan pulang
merupakan pelayanan multidisiplindan setiap tim harus saling bekerja sama.
4 Perencanaan pulang disesuaikan dengan sumber daya dan fasilitas yang ada.
Tindakan atau rencana yang akan dilakukan setelah pulang disesuaikan
denganpengetahuan dari tenaga yang tersedia maupun fasilitas yang tersedia
di masyarakat.
5 Perencanaan pulang dilakukan pada setiap sistempelayanan kesehatan.
Setiap klien masuk tatananpelayanan maka perencanaan pulang harus
dilakukan.

F Proses Discharge Planning


Proses discharge planning mencakup kebutuhan fisik pasien, psikologis,
sosial, budaya, dan ekonomi. Perry &Potter (2006) membagi proses discharge
planning atas tiga fase, yaitu akut, transisional, dan pelayanan berkelanjutan.
Pada fase akut, perhatian utama medis berfokus pada usaha discharge planning.
Pada fase transisional, kebutuhan pelayanan akut selalu terlihat, tetapi tingkat
urgensinya semakin berkurang, pasien mulai dipersiapkan untuk pulang dan
merencanakan kebutuhan perawatan masa depan. Pada fase pelayanan
berkelanjutan, pasien mampu untuk berpartisipasi dalam perencanaan dan
pelaksanaan aktivitas perawatan berkelanjutan yang dibutuhkan setelah
pemulangan.

Perry & Potter (2006) menyusun format discharge planning sebagai berikut:
1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari pengumpulan,
verifikasi dan komunikasi data tentang klien (Potter & Perry, 2005).
Menurut Slevin (1986) pengkajian discharge planning berfokus pada 4 area
yang potensial, yaitu pengkajian fisik dan psikososial, status fungsional,
kebutuhan health education dan konseling.
2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan didasarkan pada pengkajian discharge planning,
dikembangkan untuk mengetahui kebutuhan pasien dan keluarga. Yaitu
mengetahui problem, etiologi (penyebab), support sistem (hal yang
mendukung pasien sehingga dilakukan discharge planning).
3 Perencanaan
Perencanaan pemulangan pasien membutuhkan identifikasi kebutuhan
pasien. Kelompok perawat berfokus pada kebutuhan rencana pengajaran
yang baik untuk persiapan pulang pasien, yang disingkat dengan METHOD
yaitu :
a Medication (obat). Pasien sebaiknya mengetahuiobat yang harus
dilanjutkan setelah pulang.
b Environment (lingkungan). Lingkungan tempatpasien akan pulang dari
rumah sakit sebaiknyaaman. Pasien juga sebaiknya memiliki fasilitas
pelayanan yang dibutuhkan untuk kelanjutanperawatannya.
c Treatment (pengobatan). Perawat harusmemastikan bahwa pengobatan
dapat berlanjutsetelah pasien pulang, yang dilakukan oleh pasiendan
anggota keluarga.
d Health Teaching (pengajaran kesehatan). Pasien yang akan pulang
sebaiknya diberitahu bagaimanamempertahankan kesehatan, termasuk
tanda dangejala yang mengindikasikan kebutuhan perawatankesehatan
tambahan.
e Outpatient Referal. Klien sebaiknya mengenalpelayanan dari rumah sakit
atau agen komunitaslain yang dapat meningkatkan perawatan yang
kontinu.
f Diet Pasien. Sebaiknya diberitahu tentangpembatasan pada dietnya dan
pasien sebaiknya mampu memilih diet yang sesuai untuk dirinya.
4 Implementasi
Implementasi dalam discharge planning adalah pelaksanaan rencana
pengajaran referal. Seluruh pengajaran yang diberikan harus di
dokumentasikan pada catatan perawat dan ringkasan pulang (discharge
summary). Intruksi tertulis diberikan kepada pasien. Demontrasi ulang harus
memuaskan, pasien dan pemberi perawatan harus memiliki keterbukaan dan
melakukannya dengan alat yang digunakan dirumah.
5 Evaluasi
Evaluasi sangat penting dalam proses discharge planning. Perencanaan dan
penyerahan harus diteliti dengan cermat untuk menjamin kualitas dan
pelayanan yang sesuai. Keberhasilan program rencana pemulangan
tergantung pada enam variabel:
a. Derajat penyakit
b. Hasil yang diharapkan dari perawatan
c. Durasi perawatan yang dibutuhkan
d. Jenis-jenis pelayanan yang diperlakukan
e. Komplikasi tambahan
f. Ketersediaan sumber-sumber untuk mencapaipemulihan

MATERI DISCHARGE PLANNING SIROSIS HEPATIS

A. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus


Pada dasarnya, pengelolaan diabetes mellitus dimulai dengan pengaturan
makan disertai dengan latihan jasmani yang cukup selama beberapa waktu (2-4
minggu). Bila setelah itu kadar glukosa darah masih belum dapat memenuhi kadar
sasaran metabolik yang diinginkan, baru dilakukan intervensi farmakologik
dengan obat-obat anti diabetes oral atau suntikan insulin sesuai dengan indikasi.
Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis,
diabetes dengan stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, insulin dapat
segera diberikan. Pada keadaan tertentu obat-obat anti diabetes juga dapat
digunakan sesuai dengan indikasi dan dosis menurut petunjuk dokter. Pemantauan
kadar glukosa darah bila dimungkinkan dapat dilakukan sendiri di rumah, setelah
mendapat pelatihan khusus untuk itu (PERKENI, 2006).
Empat pilar utama dalam penatalaksanaan Diabetes Mellitus menurut
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Konsensus PERKENI, 2011) meliputi :
edukasi, terapi nutrisi medis, aktivitas fisik dan manajemen obat. Berikut 4 pilar
utama penanganan DM :
1. Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai
bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari
pengelolaan diabetes mellitus secara holistik. Materi edukasi terdiri dari materi
edukasi tingkat awal dan materi edukasi tingkat lanjutan. (PERKENI, 2011).
Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang :
a) Materi edukasi pada tingkat awal adalah :
1) Materi tentang perjalanan penyakit diabetes mellitus.
2) Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan diabetes mellitus
secara berkelanjutan.
3) Penyulit diabetes mellitus dan risikonya.
4) Intervensi farmakologis dan non farmakologis serta target pengobatan.
5) Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat hipoglikemik
oral atau insulin serta obat-obatan lain.
6) Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau
urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak
tersedia).
7) Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau
hipoglikemia.
8) Pentingnya latihan jasmani yang teratur.
9) Masalah khusus yang dihadapi (contoh : hiperglikemia pada kehamilan).
10) Pentingnya perawatan kaki.
11) Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.

b) Materi edukasi pada tingkat lanjut adalah :


1) Mengenal dan mencegah penyulit akut diabetes mellitus
2) Pengetahuan mengenai penyulit menahun diabetes mellitus
3) Penatalaksanaan diabetes mellitus selama menderita penyakit lain.
4) Makan diluar rumah.
5) Rencana untuk kegiatan khusus.
6) Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir
tentang diabetes mellitus
7) Pemeliharaan/perawatan kaki.

2. Terapi Nutrisi Medis


Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari penatalaksanaan
diabetes mellitus secara total. Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara
menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta
pasien dan keluarganya).
Setiap penyandang diabetes mellitus sebaiknya mendapat TNM sesuai
dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan
pada penyandang diabetes mellitus hampir sama dengan anjuran makan untuk
masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes
mellitus perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan,
jenis, dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan insulin
Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari :
a Karbohidrat
1) Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.
2) Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan
3) Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.
4) Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes mellitus
dapat makan sama dengan makanan keluarga yang lain.
5) Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
6) Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula,asal tidak
melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted-Daily Intake)
7) Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam
sehari. Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau
makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
b Lemak
1) Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori.
2) Tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
3) Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori
4) Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh
tunggal.
5) Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung
lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh
(whole milk).
6) Anjuran konsumsi kolesterol <200 mg/hari.

c Protein
1) Dibutuhkan sebesar 10-20% total asupan energi.
2) Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll), daging
tanpa lemak, kacang-kacangan, tahu, dan tempe.
3) Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8
g/KgBB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65%.

d Natrium
1) Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes mellitus sama dengan
anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama
dengan 6-7 gram (1 sendok teh) garam dapur.
2) Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg.
3) Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan
pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.

e Serat
1) Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes mellitus dianjurkan
mengonsumsi cukup serat dari kacang- kacangan, buah, dan sayuran serta
sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin,
mineral, serat, dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.
2) Anjuran konsumsi serat adalah 25 g/hari.

f Pemanis alternatif
1) Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak
berkalori. Termasuk pemanis berkalori adalah gula alkohol dan fruktosa.
2) Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan
xylitol.
3) Dalam penggunaannya, pemanis berkalori perlu diperhitungkan
kandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
4) Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena
efek samping pada lemak darah.
5) Pemanis tak berkalori yang masih dapat digunakan antara lain aspartam,
sakarin, acesulfame potassium, sukralose, dan neotame.
6) Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted
Daily Intake (ADI).

Anda mungkin juga menyukai