Anda di halaman 1dari 35

Edukasi Asuhan Lanjutan Dirumah Melalui Discharge Planning

A. Discharge Planning

1. Pengertian Discharge Planning

Discharge planning (perencanaan pulang) adalah serangkaian keputusan

dan aktivitas-aktivitasnya yang terlibat dalam pemberian asuhan keperawatan

yang kontinu dan terkoordinasi ketika pasien dipulangkan dari lembaga pelayanan

kesehatan (Potter & Perry, 2005:1106).

Menurut Kozier (2004), discharge planning didefenisikan sebagai proses

mempersiapkan pasien untuk meninggalkan satu unit pelayanan kepada unit yang

lain di dalam atau di luar suatu agen pelayanan kesehatan umum.

National Council of Social Service (2006) dalam Wulandari (2011:9),

mendefinisikan bahwa “discharge planning is aprocess used to decide what client

needs to maintain his present level of well-being or move to the next level of

care”.

The Royal Marsden Hospital (2004) dalam Siahaan (2009:10) menyatakan

bahwa discharge planning merupakan proses mengidentifikasi kebutuhan pasien

dan perencanaannya dituliskan untuk memfasilitasi keberlanjutan suatu pelayanan

kesehatan dari suatu lingkungan ke lingkungan lain.

Perencanaan pulang merupakan proses perencanaan sistematis yang

dipersiapkan bagi pasien untuk menilai, menyiapkan, dan melakukan koordinasi

11
12

dengan fasilitas kesehatan yang ada atau yang telah ditentukan serta bekerjasama

dengan pelayanan sosial yang ada di komunitas, sebelum dan sesudah pasien

pindah/pulang (Carpenito, 2002 dalam Hariyati dkk, 2008:54).

Discharge planning dilakukan sejak pasien diterima di suatu pelayanan

kesehatan di rumah sakit dimana rentang waktu pasien untuk menginap semakin

diperpendek (Sommerfeld, 2001 dalam Rahmi, 2011:10). Discharge planning

yang efektif seharusnya mencakup pengkajian berkelanjutan untuk mendapatkan

informasi yang komprehensif tentang kebutuhan pasien yang berubah-ubah,

pernyataan diagnosa keperawatan, perencanaan untuk memastikan kebutuhan

pasien sesuai dengan apa yang dilakukan oleh pemberi layanan kesehatan (Kozier,

2004).

Program discharge planning (perencanaan pulang) pada dasarnya

merupakan program pemberian informasi atau pemberian pendidikan kesehatan

kepada pasien yang meliputi nutrisi, aktifitas/latihan, obat-obatan dan instruksi

khusus yaitu tanda dan gejala penyakit pasien (Potter & Perry, 2005 dalam

Herniyatun dkk, 2009:128). Informasi diberikan kepada pasien agar mampu

mengenali tanda bahaya untuk dilaporkan kepada tenaga medis. Sebelum

pemulangan, pasien dan keluarganya harus mengetahui bagaimana cara

manajemen pemberian perawatan di rumah dan apa yang diharapkan di dalam

memperhatikan masalah fisik yang berkelanjutan karena kegagalan untuk

mengerti pembatasan atau implikasi masalah kesehatan (tidak siap menghadapi

pemulangan) dapat menyebabkan meningkatknya komplikasi yang terjadi pada

pasien (Potter & Perry, 2006). Program yang dilakukan oleh perawat ini, tidak
13

selalu sama antara satu rumah sakit dengan rumah sakit lainnya. Hal ini bisa

terjadi ketika sistem perawatan yang digunakan adalah berbeda, misalnya

menggunakan sistem keperawatan utama (primer). Sistem ini mewajibkan seorang

perawat bertanggung jawab melakukan koordinasi perawatan untuk kelompok

klien tertentu, mulai dari mereka masuk sampai pulang (Potter & Perry, 2005:96).

National Council of Social Service, (2006) dalam Wulandari (2011:9)

menyatakan bahwa “discharge planning merupakan tujuan akhir dari rencana

perawatan, dengan tujuan untuk memberdayakan klien untuk membuat keputusan,

untuk memaksimalkan potensi klien untuk hidup secara mandiri, atau agar klien

dapat memanfaatkan dukungan dan sumber daya dalam keluarga maupun

masyarakatnya”.

2. Pemberi Layanan Discharge Planning

Proses discharge planning harus dilakukan secara komprehensif dan

melibatkan multidisiplin, mencakup semua pemberi layanan kesehatan yang

terlibat dalam memberi layanan kesehatan kepada pasien (Potter & Perry, 2006).

Seseorang yang merencanakan pemulangan atau koordinator asuhan

berkelanjutan (continuing care coordinator) adalah staf rumah sakit yang

berfungsi sebagai konsultan untuk proses discharge planning bersamaan dengan

fasilitas kesehatan, menyediakan pendidikan kesehatan dan memotivasi staf

rumah sakit untuk merencanakan serta mengimplementasikan discharge planning

(Discharge Planning Association, 2008 dalam Siahaan, 2009:11).


14

Seorang discharge planners bertugas membuat rencana,

mengkoordinasikan, memonitor dan memberikan tindakan dan proses kelanjutan

perawatan. Discharge planning ini menempatkan perawat pada posisi yang

penting dalam proses perawatan pasien dan dalam tim discharge planner rumah

sakit, karena pengetahuan dan kemampuan perawat dalam proses keperawatan

sangat berpengaruh dalam memberikan kontinuitas perawatan melalui proses

discharge planning (Caroll & Dowling, 2007 dalam Rahmi, 2011:12).

3. Penerima Discharge Planning

Menurut Rice (1992) dalam Potter & Perry (2005:93), setiap pasien yang

dirawat di rumah sakit memerlukan discharge planning atau rencana pemulangan.

Pasien dan seluruh anggota keluarga harus mendapatkan informasi tentang semua

rencana pemulangan (Medical Mutual of Ohio, 2008 dalam Siahaan, 2009:12).

Discharge planning atau rencana pemulangan tidak hanya melibatkan pasien tapi

juga keluarga, teman-teman, serta pemberi layanan kesehatan dengan catatan

bahwa pelayanan kesehatan dan sosial bekerja sama (The Royal Marsden

Hospital, 2004 dalam Siahaan, 2009:11).

4. Tujuan Discharge Planning

Discharge planning bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan spesifik

untuk mempertahankan atau mencapai fungsi maksimal setelah pulang

(Carpenito, 1999 dalam Rahmi, 2011:10). Tindakan ini juga bertujuan


15

memberikan pelayanan terbaik untuk menjamin keberlanjutan asuhan berkualitas

antara rumah sakit dan komunitas dengan memfasilitasi komunikasi yang efektif

(Discharge Planning Association, 2008 dalam Siahaan, 2009:12).

Taylor et al (1989) dalam Yosafianti & Alfiyanti (2010:115) juga

menyatakan bahwa discharge planning adalah proses sistematis yang bertujuan

menyiapkan pasien meninggalkan rumah sakit untuk melanjutkan program

perawatan yang berkelanjutan dirumah atau diunit perawatan komunitas.

Secara lebih terperinci The Royal Marsden Hospital (2004) dalam Siahaan

(2009:12-13) menyatakan bahwa tujuan dilakukannya discharge planning adalah:

a. Untuk mempersiapkan pasien dan keluarga secara fisik dan psikologis untuk

di transfer ke rumah atau ke suatu lingkungan yang dapat disetujui.

b. Menyediakan informasi tertulis dan verbal kepada pasien dan pelayanan

kesehatan untuk mempertemukan kebutuhan mereka dalam proses

pemulangan.

c. Memfasilitasi proses perpindahan yang nyaman dengan memastikan semua

fasilitas pelayanan kesehatan yang diperlukan telah dipersiapkan untuk

menerima pasien.

d. Mempromosikan tahap kemandirian yang tertinggi kepada pasien dan

keluarga dengan menyediakan serta memandirikan aktivitas perawatan diri.

5. Manfaat Discharge Planning

Menurut Spath (2003) dalam Nursalam & Efendi (2008:229), perencanaan

pulang mempunyai manfaat sebagai berikut:


16

a. Dapat memberikan kesempatan untuk memperkuat pengajaran kepada pasien

yang dimulai dari rumah sakit

b. Dapat memberikan tindak lanjut secara sistematis yang digunakan untuk

menjamin kontinuitas perawatan pasien

c. Mengevaluasi pengaruh dari intervensi yang terencana pada penyembuhan

pasien dan mengidentifikasi kekambuhan atau kebutuhan perawatan baru

d. Membantu kemandirian dan kesiapan pasien dalam melakukan perawatan di

rumah

Wulandari (2011:11) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa manfaat

dari pelaksanaan discharge planning adalah sebagai berikut:

a. Mengurangi pelayanan yang tidak terencana (unplanned admission)

b. Mengantispasi terjadinya kegawatdaruratan seletah kembali ke rumah

c. Mengurangi LOS (Length Of Stay) pasien di rumah sakit

d. Meningkatkan kepuasan individu dan pemberi layanan

e. Menghemat biaya selama proses perawatan

f. Menghemat biaya ketika pelaksanaan perawatan di luar rumah sakit atau di

masyarakat karena perencanaan yang matang.

g. Hasil kesehatan yang dicapai menjadi optimal.

6. Jenis Discharge Planning

Menurut Chesca (1982) dalam Nursalam & Efendi (2008:229), discharge

planning dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu:


17

a. Pulang sementara atau cuti (conditioning discharge). Keadaaan pulang ini

dilakukan apabila kondisi klien baik dan tidak terdapat komplikasi. Klien

untuk sementara dirawat di rumah namun harus ada pengawasan dari pihak

rumah sakit atau Puskesmas terdekat.

b. Pulang mutlak atau selamanya (absolute discharge). Cara ini merupakan akhir

dari hubungan klien dengan rumah sakit. Namun apabila klien perlu dirawat

kembali, maka prosedur perawatan dapat dilakukan kembali.

c. Pulang paksa (judicial discharge). Kondisi ini klien diperbolehkan pulang

walaupun kondisi kesehatan tidak memungkinkan untuk pulang, tetapi klien

harus dipantau dengan melakukan kerjasama dengan perawat puskesmas

terdekat.

7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Discharge Planning

Menurut Potter & Perry (2005) dalam Herniyatun (2009:128), program

perencanaan pulang (discharge planning) pada dasarnya merupakan program

pemberian pendidikan kesehatan kepada pasien. Keberhasilan dalam pemberian

pendidikan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari perawat

dan juga dari pasien. Menurut Notoadmodjo (2003) dalam Waluyo (2010:17-18),

faktor yang berasal dari perawat yang mempengaruhi keberhasilan dalam

pemberian pendidikan kesehatan adalah sikap, emosi, pengetahuan dan

pengalaman masa lalu.


18

a. Sikap yang baik yang dimiliki perawat akan mempengaruhi penyampaian

informasi kepada pasien, sehingga informasi akan lebih jelas untuk dapat

dimengerti pasien.

b. Pengendalian emosi yang dimiliki perawat merupakan faktor yang

mempengaruhi pelaksanaan pendidikan kesehatan. Pengendalian emosi yang

baik akan mengarahkan perawat untuk lebih bersikap sabar, hati-hati dan

telaten. Dengan demikian informasi yang disampaikan lebih mudah diterima

pasien.

c. Pengetahuan adalah kunci keberhasilan dalam pendidikan kesehatan. Perawat

harus memiliki pengetahuan yang cukup untuk memberikan pendidikan

kesehatan. Pengetahuan yang baik juga akan mengarahkan perawat pada

kegiatan pembelajaran pasien. Pasien akan semakin banyak menerima

informasi dan informasi tersebut sesuai dengan kebutuhan pasien.

d. Pengalaman masa lalu perawat berpengaruh terhadap gaya perawat dalam

memberikan informasi sehingga informasi yang diberikan akan lebih terarah

sesuai dengan kebutuhan pasien. Perawat juga lebih dapat membaca situasi

pasien berdasarkan pengalaman yang mereka miliki.

Sedangkan faktor yang berasal dari pasien yang mempengaruhi

keberhasilan dalam pemberian pendidikan kesehatan, menurut Potter & Perry

(1997), Suliha dkk (2002) dan Machfoedz dkk (2005) yang dikutip oleh Waluyo

(2010:18-19) adalah motivasi, sikap, rasa cemas/emosi, kesehatan fisik, tahap

perkembangan dan pengetahuan sebelumnya, kemampuan dalam belajar, serta

tingkat pendidikan.
19

a. Motivasi adalah faktor batin yang menimbulkan, mendasari dan mengarahkan

pasien untuk belajar. Bila motivasi pasien tinggi, maka pasien akan giat untuk

mendapatkan informasi tentang kondisinya serta tindakan yang perlu

dilakukan untuk melanjutkan pengobatan dan meningkatkan kesehatannya.

b. Sikap positif pasien terhadap diagnosa penyakit dan perawatan akan

memudahkan pasien untuk menerima informasi ketika dilakukan pendidikan

kesehatan.

c. Emosi yang stabil memudahkan pasien menerima informasi, sedangkan

perasaan cemas akan mengurangi kemampuan untuk menerima informasi.

d. Kesehatan fisik pasien yang kurang baik akan menyebabkan penerimaan

informasi terganggu.

e. Tahap perkembangan berhubungan dengan usia. Semakin dewasa usia

kemampuan menerima informasi semakin baik dan didukung pula

pengetahuan yang dimiliki sebelumnya.

f. Kemampuan dalam belajar yang baik akan memudahkan pasien untuk

menerima dan memproses informasi yang diberikan ketika dilakukan

pendidikan kesehatan. Kemampuan belajar seringkali berhubungan dengan

tingkat pendidikan yang dimiliki. Semakin tinggi tingkat pendidikan

seseorang umumnya kemampuan belajarnya juga semakin tinggi.

8. Prinsip Discharge Planning

Ketika melakukan discharge planning dari suatu lingkungan ke

lingkungan yang lain, ada beberapa prinsip yang harus diikuti/diperhatikan.


20

Menurut Nursalam & Efendi (2008:229), prinsip-prinsip yang diterapkan dalam

perencanaan pulang adalah sebagai berikut:

a. Pasien merupakan fokus dalam perencanaan pulang. Nilai keinginan dan

kebutuhan dari pasien perlu dikaji dan dievaluasi.

b. Kebutuhan dari pasien diidentifikasi, kebutuhan ini dikaitkan dengan masalah

yang mungkin muncul pada saat pasien pulang nanti, sehingga kemungkinan

masalah yang muncul di rumah dapat segera di antisipasi.

c. Perencanaan pulang dilakukan secara kolaboratif. Perencanaan pulang

merupakan pelayanan multidisiplin dan setiap tim harus saling bekerja sama.

d. Perencanaan pulang disesuaikan dengan sumber daya dan fasilitas yang ada.

Tindakan atau rencana yang akan dilakukan setelah pulang disesuaikan

dengan pengetahuan dari tenaga yang tersedia maupun fasilitas yang tersedia

di masyarakat.

e. Perencanaan pulang dilakukan pada setiap sistem pelayanan kesehatan. Setiap

pasien masuk tatanan pelayanan maka perencanaaan pulang harus dilakukan.

Selain prinsip-prinsip tersebut, dalam modul yang dikeluarkan oleh

Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik-Departemen Kesehatan R.I (2008)

dalam Wulandari (2011:13-14), prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan perawat

dalam membuat discharge planning (perencanaan pulang) adalah:

a. Dibuat Pada Saat Pasien Masuk

Pengkajian pada saat pasien masuk akan mempermudah proses

pengidentifikasian kebutuhan pasien. Merencanakan pulang pasien sejak awal


21

juga akan menurunkan lama waktu rawat yang pada akhirnya akan

menurunkan biaya perawatan.

b. Berfokus Pada Kebutuhan Pasien

Perencanaan pulang tidak berfokus pada kebutuhan perawat atau tenaga

kesehatan atau hanya pada kebutuhan fisik pasien. Lebih luas, perencanaan

pulang berfokus pada kebutuhan pasien dan keluarga secara komprehensif.

c. Melibatkan Berbagai Pihak Yang Terkait

Pasien, keluarga, dan care giver dilibatkan dalam membuat perencanaan. Hal

ini memungkinkan optimalnya sumber-sumber pelayanan kesehatan yang

sesuai untuk pasien setelah ia pulang.

d. Dokumentasi Pelaksanaan Discharge Planning

Pelaksanaan discharge planning harus didokumentasikan dan

dikomunikasikan kepada pasien dan pendamping minimal 24 jam sebelum

pasien dipindahkan.

9. Komponen/Unsusr Discharge Planning

Komponen yang dapat mendukung terselengaranya discharge planning

yang efektif adalah keterlibatan pasien dan keluarga, kolaborasi antara tim

kesehatan, dan dukungan dari care giver/pendamping pasien. Hal lain yang tidak

kalah penting adalah mengidentifikasi kesiapan komunitas/keluarga dalam

menerima pasien kembali ke rumah (Wulandari, 2011:19).


22

Discharge Planning Association (2008) dalam Siahaan (2009:21)

menyatakan bahwa unsur-unsur yang harus ada pada sebuah form perencanaan

pemulangan antara lain:

a. Pengobatan di rumah, mencakup resep baru, pengobatan yang sangat

dibutuhkan, dan pengobatan yang harus dihentikan.

b. Daftar nama obat harus mencakup nama, dosis, frekuensi, dan efek samping

yang umum terjadi.

c. Kebutuhan akan hasil test laboratorium yang dianjurkan, dan pemeriksaan

lain, dengan petunjuk bagaimana untuk memperoleh atau bilamana waktu

akan diadakannya.

d. Bagaimana melakukan pilihan gaya hidup dan tentang perubahan aktivitas,

latihan, diet makanan yang dianjurkan dan pembatasannya.

e. Petunjuk perawatan diri (perawatan luka, perawatan kolostomi, ketentuan

insulin, dan lain-lain).

f. Kapan dan bagaimana perawatan atau pengobatan selanjutnya yang akan

dihadapi setelah dipulangkan. Nama pemberi layanan, waktu, tanggal, dan

lokasi setiap janji untuk control.

g. Apa yang harus dilakukan pada keadaan darurat dan nomor telepon yang bisa

dihubungi untuk melakukan peninjauan ulang petunjuk pemulangan.

h. Bagaimana mengatur perawatan lanjutan (jadwal pelayanan di rumah, perawat

yang menjenguk, penolong, pembantu jalan/walker, kanul, oksigen, dan lain-

lain) beserta dengan nama dan nomor telepon setiap institusi yang

bertanggung jawab untuk menyediakan pelayanan.


23

10. Pelakasanaan Discharge Planning dan Proses Keperawatan

Proses discharge planning memiliki kesaman dengan proses keperawatan.

Kesamaan tersebut bisa dilihat dari adanya pengkajian pada saat pasien mulai di

rawat sampai dengan adanya evaluasi serta dokumentasi dari kondisi pasien

selama mendapatkan perawatan di rumah sakit. Pelaksanaan discharge planning

menurut Potter & Perry (2005:102) secara lebih lengkap dapat di urut sebagai

berikut:

a. Sejak waktu penerimaan pasien, lakkukan pengkajian tentang kebutuhan

pelayanan kesehatan untuk pasien pulang, dengan menggunakan riwayat

keperawatan, rencana perawatan dan pengkajian kemampuan fisik dan fungsi

kognitif yang dilakukan secara terus menerus.

b. Kaji kebutuhan pendidikan kesehatan untuk pasien dan keluarga yang

berhubungan dengan terapi di rumah, hal-hal yang harus dihindarkan akibat

dari gangguan kesehatan yang dialami, dan komplikasi yang mungkiin terjadi.

c. Bersama pasien dan keluarga, kaji faktor-faktor lingkungan di rumah yang

dapat mengganggu perawatan diri (contoh: ukuran kamar, lebar jalan, langkah,

fasilitas kamar mandi). (Perawat yang melakukan perawatan di rumah hadir

pada saat rujukan dilakukan, untuk membantu pengkajian).

d. Berkolaborasi dngan dokter dan disiplin ilmu yang lain dalam mengkaji

perlunya rujukan untuk mendapat perawatan di rumah atau di tempat

pelayanan yang lainnya.

e. Kaji penerimaan terhadap masalah kesehatan dan larangan yang berhubungan

dengan masalah kesehatan tersebut.


24

f. Konsultasi dengan anggota tim kesehatan lain tentang berbagai kebutuhan

klien setelah pulang.

g. Tetapkan diagnosa keperawatan yang tepat, lakukan implementasi rencana

keperawatan. Evaluasi kemajuan secara terus menerus. Tentukan tujuan

pulang yang relevan, yaitu sebagai berikut:

1) Pasien akan memahami masalah kesehatan dan implikasinya.

2) Pasien akan mampu memenuhi kebutuhan individualnya.

3) Lingkungan rumah akan menjadi aman

4) Tersedia sumber perawatan kesehatan di rumah

Persiapan Sebelum Hari Kepulangan Pasien

h. Anjurkan cara-cara untuk merubah pengaturan fisik di rumah sehingga

kebutuhan pasien dapat terpenuhi.

i. Berikan informasi tentang sumber-sumber pelayanan kesehatan di masyarakat

kepada pasien dan keluarga.

j. Lakukan pendidikan untuk pasien dan keluarga sesegera mungkin setelah

pasien di rawat di rumah sakit (contoh: tanda dan gejala, komplikasi,

informasi tentang obat-obatan yang diberikan, penggunaan perawatan medis

dalam perawatan lanjutan, diet, latihan, hal-hal yang harus dihindari

sehubungan dengan penyakit atau oprasi yang dijalani). Pasien mungkin dapat

diberikan pamflet atau buku.


25

Pada Hari Kepulangan Pasien

k. Biarkan pasien dan keluarga bertanya atau berdiskusi tentang berbagai isu

berkaitan dengan perawatan di rumah (sesuai pilihan).

l. Periksa order pulang dari dokter tentang resep, perubahan tindakan

pengobatan, atau alat-alat khusus yang diperlukan pesan harus ditulis sedini

mungkin).

m. Tentukan apakah pasien atau keluarga telah mengatur transportasi untuk

pulang ke rumah.

n. Tawarkan bantuan ketika pasien berpakaian dan mempersiapkan seluruh

barang-barang pribadinya untuk dibawa pulang. Berikan privasi jika

diperlukan.

o. Periksa seluruh kamar mandi dan lemari bila ada barang pasien yang masih

tertinggal. Carilah salinan daftar barang-barang berharga milik kpasien yang

telah ditandatangani dan minta satpam atau administrator yang tepat untuk

mengembalikan barang-barang berharga tersebut kepada pasien. Hitung semua

barang-barang berharga yang ada.

p. Berikan pasien resep atau obat-obatan sesuai dengan pesan dokter. Periksa

kembali instruksi sebelumnya.

q. Hubungi kantor keuangan lembaga untuk menentukan apakah pasien masih

perlu membayar sisa tagian biaya. Atur pasien atau keluarga untuk pergi ke

kantor tersebut.

r. Gunakan alat pengangkut barang untuk membawa barang-barang pasien.

berikan kursi roda untuk pasien yang tidak bisa berjalan sendiri. Pasien yang
26

meninggalkan rumah sakit dengan mobil ambulans akan dipindahkan dengan

kereta dorong ambulans.

s. Bantu pasien pindah ke kursi roda atau kereta dorong dengan mengunakan

mekanika tubuh dan teknik pemindahan yang benar. Iringi pasien masuk ke

dalam lembaga dimana sumber transaportasi merupakan hal yang

diperhatikan.

t. Kunci kursi roda. Bantu pasien pindah ke mobil atau alat transportasi lain.

Bantu keluarga memindahkan barang-barang pribadi pasien ke dalam

kendaraan tersebut.

u. Kembali ke unit dan beritahukan departemen penerimaan dan departemen lain

yang berwenang mengenai waktu kepulangan pasien.

v. Catat kepulangan pasien pada format ringkasan pulang. Pada beberapa

institusi pasien akan menerima salinan dari format tersebut.

w. Dokumentasikan status masalah kesehatan saat pasien pulang.


27

Pasien masuk Rumah Sakit

Mengumpulkan informasi demografi pasien

Petugas pendaftaran

Melengkapi pengkajian pada pasien


Mengkaji kebutuhan discharge
Perawat, Dokter, Tim Kesehatan Lain aktual atau potensial dan
skrening kriteria

Memprioritaskan kebutuhan pasien


Perawat, Dokter, Tim Kesehatan Lain Menetapkan tujuan/outcome
yang menguntungkan keluarga
atau pasien

Menyusun rencana awal discharge planning


Perawat, Dokter, Tim Kesehatan Lain

Monitor dan modifikasi discharge planning


berdasarkan tujuan pasien Visite dokter, ronde discharge planning,
catatan perkembangan, pendidikan
Perawat, Dokter, Tim Kesehatan Lain kesehatan, catatan keperawatan

Melakukan pendidikan kesehatan pada Program Pendidikan Kesehatan


pasien dan keluarga  Penyakit pasien
 Obat yang diberikan
Perawat, Dokter, Tim Kesehatan Lain
 Cara perawatan
 Pola diet dan nutrisi
 Perubahan aktivitas dan istirahat
Pasien keluar  Sistem pendukung kesehatan di masyarakat

Tindak lanjut
Menyediakan leaflet, tanyakan apakah
pasien sudah paham, pastikan sistem
Melaporkan kepada rujukan sudah dibuat
lingkungan perawatan
selanjutnya (nursing
home, home care)

Gambar 1. Alur Discharge Planning


(Sumber: Bidang Pelayanan Keperawatan RSUP Sanglah Denpasar, 2007:111)
28

11. Keberhasilan Discharge Planning

Sebuah discharge planning dikatakan baik apabila pasien telah

dipersiapkan untuk pulang, pasien telah mendapatkan penjelasan-penjelasan yang

diperlukan, serta instruksi-instruksi yang harus dilakukan, serta apabila pasien

diantarkan pulang sampai ke mobil atau alat transportasi lainnya (The Royal

Marsden Hospital, 2004 dalam Siahaan, 2009:23). Kesuksesan tindakan discharge

planning menjamin pasien mampu melakukan tindakan perawatan lanjutan yang

aman dan realistis setelah meninggalkan rumah sakit (Hou, 2001 dalam Potter &

Perry, 2006).

Discharge planning yang berhasil adalah suatu proses yang terpusat

terkoordinasi dan terdiri dari berbagai disiplin ilmu yang memberi kepastian

bahwa pasien mempunyai suatu rencana untuk memperoleh perawatan yang

berkelanjutan setelah meninggalkan rumah sakit (American Hospital Association,

1983 dalam Potter & Perry, 2005:90). Discharge planning membantu proses

transisi pasien dari satu lingkungan ke lingkungan yang lain. Proses tersebut dapat

dilihat keberhasilannya dengan beberapa indikator (Potter & Perry, 2005:93).

Indikator hasil yang diperoleh harus ditujukan untuk keberhasilan discharge

planning pasien, yaitu:

a. Pasien dan keluarga memahami diagnosa, antisipasi tingkat fungsi, obat-

obatan dan tindakan pengobatan untuk kepulangan, antisipasi keperawatan

tingkat lanjut, dan respon ynag diambil pada kondisi kedaruratan.

b. Pendidikan khusus diberikan kepada pasien dan keluarga untk memastikan

perawatan yang tepat setelah klien pulang.


29

c. Sistem pendukung di masyarakat dikoordinasikan agar memungkinkan pasien

untuk kembali ke rumahnya dan untuk membantu klien dan keluarga membuat

koping terhadap perubahan dalam status kesehatan pasien.

d. Melakukan relokasi pasien dan koordinasi sistem pendukung atau

memindahkan pasien ke tempat pelayanan kesehatan lain.

B. Kepuasan Pasien

1. Pengertian Kepuasan

Puas berasal dari kata satisfaction yaitu kata dari bahasa Latin, yaitu satis

yang berarti enough atau cukup dan facere yang berarti to do atau melakukan.

Jadi, produk atau jasa yang bisa memuaskan adalah produk dan jasa yang sanggup

memberikan sesuatu yang dicari oleh konsumen sampai pada tingkat cukup

(Irawan, 2009:2-3). Kepuasan merupakan persepsi terhadap produk atau jasa yang

telah memenuhi harapan dari konsumen/pasien. Karena itu, pasien tidak akan puas

apabila mempunyai persepsi bahwa harapannya belum terpenuhi. Sebaliknya, rasa

puas akan diperoleh jika persepsi pasien sama atau lebih dari yang diharapkan

(Irawan, 2009:3).

Engel et al (1995) dalam Sumarwan (2004) mendefinisikan kepuasan

“satisfaction is defined here as a post-consumption evaluation that a chosen

alternative at least meets or exceeds expectation” yaitu evaluasi pasca konsumsi

bahwa alternatif yang dipilih setidaknya memenuhi atau melebihi harapan.


30

Pohan (2007:156) menyatakan, kepuasan pasien adalah suatu tingkat

perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang

diperolehnya setelah pasien membandingkannya dengan apa yang diharapkannya.

Menurut Kotler (1997) dalam Rangkuti (2006:23), kepuasan adalah “…. a

person’s feeling of pleasure or disappointment resulting from comparing a

product’s received performance (or outcome) in relations to the persons’s

expectation”, yaitu perasaan senang atau kecewa seseorang sebagai hasil dari

perbandingan anatara prestasi atau produk yang dirasakan dan yang

diharapkannya.

Kepuasan menurut Rangkuti (2006:30) didefinisikan sebagai respon

konsumen/pasien terhadap ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan

sebelumnya dan kinerja aktual yang dirasakannya setelah pemakaian.

Kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa pengertian di atas terdapat

kesamaan pandangan bahwa kepuasan adalah suatu tanggapan atau respon yang

timbul dari membandingkan harapan dengan kenyataan yang diterima dari suatu

produk atau jasa.

2. Teori Kepuasan

Teori yang menjelaskan bagaimana kepuasan atau ketidakpuasan

terbentuk adalah The Expectancy Disconfirmation Model. Teori ini

mengemukankan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan konsumen atau pasien,

merupakan dampak dari perbandingan antara harapan pasien sebelum pembelian

dengan yang sesungguhnya diperoleh pasien dari produk atau jasa yang dibeli
31

tersebut. Produk atau jasa yang dibeli akan berfungsi sebagai berikut (Sumarwan,

2004):

a. Produk atau jasa berfungsi lebih baik dari yang diharapkan, hal ini disebut

diskonfirmasi positif (positive disconfirmation). Jika ini terjadi maka

konsumen akan merasa puas.

b. Produk atau jasa berfungsi seperti yang diharapkan, inilah yang disebut

sebagai konfirmasi sederhana (simple confirmation). Produk atau jasa tersebut

tidak memberikan rasa puas, dan produk tersebut pun tidak mengecewakan

konsumen. Konsumen akan memiliki perasaan netral.

c. Produk atau jasa berfungsi lebih buruk dari yang diharapkan, inilah yang

disebut sebagai diskonfirmasi negative (negative disconfirmation). Produk

yang berfungsi buruk, tidak sesuai dengan harapan konsumen akan

menyebabkan kekecewaan, sehingga konsumen merasa tidak puas.


32

Pengalaman Produk
dan Jasa

Harapan mengenai Evaluasi mengenai


Produk dan Jasa Produk dan Jasa yang
Seharusnya Berfungsi Sesungguhnya

Evaluasi Gap antara


Harapan dan yang
Sesungguhnya

Konfirmasi Harapan:
Fungsi Produk dan
Jasa Tidak Berbeda
dengan Harapan

Kepuasan Emosional: Ketidakpuasan


Fungsi Produk dan Emosional: Fungsi
Jasa Melebihi Harapan Produk dan Jasa Tidak
Memenuhi Harapan

Gambar 2. Model Diskonfirmasi Harapan dari Kepuasan dan Ketidakpuasan


(Sumber: Mowen & Minor, 1998 dalam Sumarwan, 2004)

3. Prinsip Kepuasan Pasien

Bisnis jasa merupakan aktifitas pelayanan kesehatan kepada pasien di

rumah sakit pada dasarnya bertujuan memberikan kepuasan yang seutuhnya pada

pengguna jasa tersebut. Untuk bisa memberikan kepuasan yang optimal kepada

pelanggan yang dalam hal ini adalah pasien di rumah sakit, ada 10 prinsip

kepuasan pelanggan yang bisa dijadikan pedoman (Irawan, 2009) yaitu:

a. Memulai dengan percaya kepada pentingnya kepuasan pasien.

b. Memilih pasien yang tepat dalam membangun kepuasan pasien.


33

c. Memahami harapan pasien merupaka kunci dalam meningkatkan kepuasan

pasien.

d. Mencari faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien.

e. Faktor emosional mempengaruhi kepuasan pasien.

f. Pasien yang mengadu pada perusahaan/instansi pelayanan kesehatan

merupakan pasien yang setia terhadap instansi tersebut.

g. Memberikan garansi akan meningkatkan kepuasan pasien secara cepat.

h. Mendengarkan suara pasien dengan cara melakukan riset kepuasan.

i. Karyawan memiliki peranan besar dalam menentukan kepuasan pasien.

j. Kepemimpinan merupakan teladan dalam kepuasan pasien.

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien

Kepuasan konsumen dipengaruhi oleh dua faktor, yakni harapan

konsumen akan kinerja sebuah produk atau jasa, dan kenyataan yang dia terima

setelah mengkonsumsi produk tersebut. Konsumen akan puas jika kinerja produk

sama atau bahkan melebihi harapan konsumen semula. Sebaliknya, konsumen

akan tidak puas jika kinerja produk ternyata tidak sesuai dengan harapannya

(Santoso, 2005:3).

Menurut Budiastuti (2002) dalam Nasution (2009:9-11) mengemukakan

bahwa pasien dalam mengevaluasi kepuasan terhadap jasa pelayanan yang

diterima mengacu pada beberapa faktor, yaitu:


34

a. Kualitas produk atau jasa

Pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa

produk atau jasa yang digunakan berkualitas. Persepsi pasien terhadap kualitas

poduk atau jasa dipengaruhi oleh dua hal yaitu kenyataan kualitas poduk atau

jasa yang sesungguhnya dan komunikasi perusahaan terutama iklan dalam

mempromosikan rumah sakitnya.

b. Kualitas pelayanan

Kualitas pelayanan memegang peranan penting dalam industri jasa.

Konsumen dalam hal ini pasien akan merasa puas jika mereka memperoleh

pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan.

c. Faktor emosional

Pasien merasa bangga dan yakin bahwa orang lain kagum terhadap dirinya

bila dalam hal ini pasien memilih rumah sakit yang sudah mempunyai

pandangan “rumah sakit mahal”, cenderung memiliki tingkat kepuasan yang

lebih tinggi.

d. Harga

Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan

kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini

mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin

mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar.

Sedangkan rumah sakit yang berkualitas sama tetapi berharga murah, memberi

nilai yang lebih tinggi pada pasien.


35

e. Biaya

Mendapatkan produk atau jasa, pasien yang tidak perlu mengeluarkan biaya

tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan jasa

pelayanan, cenderung puas terhadap jasa pelayanan tersebut.

Menurut Utama (2005) dan Rachmadi (2008) yang dikutip oleh Waluyo

(2010:24), beberapa karakteristik individu yang dapat menjadi faktor penentu

tingkat kepuasan pasien adalah jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan,

kondisi ekonomi yang berhubungan dengan pemilihan kelas perawatan, lokasi

rumah sakit terhadap pasien, jenis atau diagnosa penyakit yang berhubungan

dengan keparahan penyakit, lama perawatan, dan alasan memilih rumah sakit.

a. Jenis kelamin

Jenis kelamin laki-laki cenderung lebih mudah merasa puas dibandingkan

dengan jenis kelamin perempuan. Hal ini terjadi karena laki-laki cenderung

melihat produk dari sisi kualitas dan fungsinya, sedangkan perempuan lebih

berdasar pertimbangan sosial, psikologis dan penampilan luar produk

(Prasetyo & Ihalauw, 2005 dalam Waluyo, 2010:25).

b. Umur

Umur adalah masa hidup pasien yang didasarkan pada tanggal lahir atau

pernyataan pasien, dan biasanya dinyatakan dalam tahun. Prasetyo & Ihalauw

(2005) dalam Waluyo (2010:25), menjelaskan segmen umur yang berbeda

mempunyai selera dan minat yang berbeda pada suatu produk termasuk

pelayanan keperawatan. Pasien muda umumnya memiliki harapan lebih tinggi

sehingga perlu pelayanan yang lebih untuk mencapai kepuasan.


36

c. Pendidikan

Pendidikan adalah status resmi tingkat pendidikan terakhir yang ditempuh

oleh pasien. Supiyadi (2008) dalam Waluyo (2010:24) menjelaskan bahwa

pasien yang berpendidikan SD memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi

terhadap pelayanan keperawatan dibanding yang berpendidikan SLTP, SLTA

dan Perguruan Tinggi. Pasien yang memiliki pendidikan tinggi memiliki

pengetahuan tinggi, sehingga cenderung memiliki kebutuhan yang lebih

komplek. Oleh karena itu, mereka membutuhkan pelayanan yang lebih

lengkap dan berkualitas untuk mendapatkan kepuasan.

d. Pekerjaan

Zaini (2001) dalam Waluyo (2010:25) menunjukkan ada hubungan yang

bermakna antara pekerjaan dengan kepuasan pasien. Hasil penelitian ini

berbeda dengan hasil penelitian Supardi (2005) dalam Waluyo (2010:25) yang

menjelaskan bahwa tidak ada perbedaan tingkat kepuasan antara kelompok

pasien yang memiliki pekerjaan PNS, ABRI, pensiunan, pegawai swasta,

petani dan yang tidak bekerja. Dengan demikian pekerjaan bukan merupakan

faktor utama yang mempengaruhi kepuasaan pasien.

e. Pendapatan atau status ekonomi

Pasien yang memiliki status ekonomi baik atau tinggi memilih kelas

perawatan yang memiliki fasilitas yang mampu membuat perasaan nyaman

selama dirawat. Hal ini berarti pula mereka memiliki harapan dan tuntutan

yang tinggi terhadap pelayanan keperawatan. Dengan demikian untuk

mendapatkan perasaan puas diperlukan pelayanan yang lebih dari standar


37

perawatan umum yang berlaku di masyarakat. Pasien yang memiliki status

ekonomi rendah pada umumnya memiliki harapan dan tuntutan yang lebih

rendah terhadap pelayanan keperawatan. Dengan demikian mereka akan

merasa puas hanya dengan diberikan pelayanan keperawatan dengan standar

perawatan umum yang berlaku di masyarakat (Waluyo, 2010:26).

f. Jenis penyakit atau keparahan penyakit

Menurut Potter & Perry (1997) dalam Waluyo (2010:27), berat ringannya

penyakit berpengaruh terhadap lamanya waktu perawatan di rumah sakit dan

tingkat ketergantungan pasien dalam memenuhi kebutuhannya. Hal ini

berpengaruh pula terhadap harapan dan persepsi pasien terhadap pelayanan

keperawatan yang diberikan. Dengan demikian jenis penyakit bukan

merupakan faktor utama yang mempengaruhi kepuasaan pasien tetapi lamanya

waktu perawatan di rumah sakit yang bisa mempengaruhi kepuasan.

g. Lokasi atau jarak rumah pasien dengan rumah sakit

Lokasi rumah sakit yang strategis yaitu lokasi yang mudah dijangkau oleh

transportasi umum dan berada di tengah-tengah masyarakat. Utama (2005)

dalam Waluyo (2010:27) menjelaskan bahwa lokasi rumah sakit yang strategis

sering kali menjadi alasan bagi pasien dalam memilih pelayanan rumah sakit

karena jarak rumah sakit dengan tempat tinggalnya dekat dan mudah

dijangkau oleh sarana transportasi.


38

5. Dimensi Penilaian Kepuasan

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen atau

pasien. Salah satu faktor tersebut adalah kualitas pelayanan atau jasa yang

berfokus pada lima dimensi (Rangkuti, 2006:30).

Parasuraman et al (1990) dalam Waluyo (2010:28-30) mengemukakan

bahwa kualitas pelayanan yang dapat mempengaruhi kepuasan pasien terdiri dari

dimensi reliability (keandalan), dimensi responsiveness (daya tanggap), dimensi

assurance (jaminan), dimensi emphaty (kepedulian) dan dimensi tangibles (bukti

langsung).

a. Reliability (keandalan)

Reliability (keandalan) adalah kemampuan memberikan pelayanan yang

dijanjikan dengan segera, jujur, aman, tepat waktu, ketersediaan, akurat dan

memuaskan. Keseluruhan aspek ini berhubungan dengan kepercayaan

terhadap pelayanan dalam kaitannya dengan ketepatan waktu pelaksanaan

tindakan. Dalam hal ini, pemberian discharge planning yang andal

(reliability) adalah kemampuan perawat dalam memberikan discharge

planning khususnya dalam pendidikan kesehatan sesuai dengan waktu,

kebutuhan dan kondisi pasien serta segera diberikan ketika pasien

membutuhkan.

b. Responsiveness (daya tanggap)

Responsiveness (daya tanggap) yaitu keinginan untuk membantu pasien dan

segera merespon untuk memberikan pelayanan terhadap kebutuhan pasien,

serta dengan cepat memperhatikan dan menyelesaikan masalahnya. Dalam hal


39

ini, pemberian discharge planning yang responsiveness (daya tanggap)

terhadap pasien berarti bahwa perawat dalam memberikan discharge planning

khususnya pada pendidikan kesehatan memiliki sikap bersedia setiap saat

untuk memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien dan segera merespon

kebutuhan pasien akan informasi kesehatan.

c. Assurance (jaminan)

Assurance (jaminan) adalah mencakup kemampuan, pengetahuan, kesopanan

dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki pada karyawan, bebas dari bahaya,

resiko, keragu-raguan, memiliki kompetensi, percaya diri dan menimbulkan

keyakinan kebenaran (obyektif). Dalam hal ini, pemberian discharge planning

yang terjamin (assurance) berarti bahwa perawat memiliki kemampuan,

pengetahuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang ditunjukkan pada saat

memberikan discharge planning khususnya pada pendidikan kesehatan.

d. Emphaty (kepedulian)

Emphaty (kepedulian) meliputi kemudahan dalam melakukan komunikasi dan

memahami kebutuhan pasien. Terkait dengan hal tersebut, emphaty

(kepedulian) dalam pemberian discharge planning khususnya dalam

pendidikan kesehatan terwujud dalam sikap penuh perhatian kepada pasien,

melayani dengan ramah dan menarik, memahami aspirasi pasien, dan

berkomunikasi dengan baik dan benar. Perawat perlu menunjukkan sikap dan

perilaku empati selama memberikan pendidikan kesehatan. Sikap empati

diperlukan untuk membangun kepercayaan pasien terhadap informasi dari

perawat. Rasa percaya yang dimiliki pasien dapat membantu pasien dalam
40

proses penerimaan informasi dan memahami untuk dijadikan pedoman

tindakan.

e. Tangibles (bukti langsung)

Tangibles (bukti langsung) meliputi fasilitas fisik, ketersediaan peralatan

perawatan dan komunikasi, kebersihan ruangan, ruangan yang teratur rapi,

penampilan kerja perawat yang rapi. Terkait dengan hal tersebut, bukti

langsung (tangibles) dalam memberikan discharge planning berarti bahwa

perawat memberikan discharge planning khususnya dalam pendidikan

kesehatan menunjukan cara berpakaian yang rapi, memiliki sikap serta

menyiapkan ruangan yang memberikan kenyamanan kepada pasien.

6. Pengukuran Kepuasan Pasien

Kepuasan pasien merupakan keluaran dari layanan kesehatan. Suatu

perubahan dari sistem layanan kesehatan tidak mungkin tepat sasaran dan berhasil

tanpa melakukan pengukuran kepuasan pasien. Hal itu terjadi karena hasil

pengukuran kepuasan pasien akan digunakan sebagai dasar untuk mendukung

perubahan sistem layanan kesehatan (Pohan, 2007:144).

Menurut Kotler (2004), ada beberapa macam metode dalam pengukuran

kepuasan pasien:

a. Sistem Keluhan dan Saran

Organisasi yang berorientasi pada pasien memberikan kesempatan yang luas

kepada pasiennya untuk menyampaikan saran dan keluhan. Misalnya dengan


41

menyediakan kotak saran, kartu komentar, dan hubungan telepon langsung

dengan pasien.

b. Ghost Shopping

Metode ini dilakukan dengan cara mempekerjakan beberapa orang yang

berperan atau bersikap sebagai pengguna potensial untuk melaporkan

temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk dari perusahaan atau

rumah sakit pesaing berdasarkan pengalaman mereka sehingga dapat dijadikan

sebagai koreksi terhadap kualitas pelayanan rumah sakit itu sendiri.

c. Lost Customers Analysis

Metode ini dilakukan dengan cara pihak rumah sakit menghubungi para

konsumen atau pasien yang telah berhenti menggunakan atau beralih ke rumah

sakit lain, untuk memperoleh informasi penyebab hal tersebut. Informasi ini

dapat dipakai untuk mengambil kebijakan dalam rangka meningkatkan

kepuasan dan loyalitas konsumen.

d. Survei Kepuasan

Survei dapat dilakukan dengan penyebaran kuesioner atau melalui wawancara

langsung pada para konsumen. Konsumen atau pasien juga dapat diminta

untuk mengurutkan berbagai elemen penawaran berdasarkan derajat

pentingnya setiap elemen dan seberapa baik perusahaan dalam masing-masing

elemen (importanse/performance ratings). Melalui survei tersebut, rumah

sakit dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan produk atau jasa yang

dimiliki, sehingga dapat melakukan perbaikan pada hal yang dianggap kurang

oleh para konsumen atau pasien.


42

Pengumpulan data survei kepuasan pasien dapat dilakukan dengan

berbagai cara tetapi pada umumnya dilakukan melalui kuesioner dan wawancara.

Adapun penggunaan kuesioner adalah cara yang paling sering digunakan karena

mempunyai beberapa keuntungan, seperti proses yang mudah dan murah,

menghasilkan data yang telah terstandarisasikan, dan terhindar dari bias

pewawancara (Pohan, 2007:144-145).

7. Manfaat Pengukuran Kepuasan Pasien

Menurut Gerson (2004), manfaat utama dari program pengukuran adalah

tersedianya umpan balik yang segera, berarti dan obyektif. Dengan hasil

pengukuran orang bisa melihat bagaimana mereka melakukan pekerjaannya,

membandingkan dengan standar kerja, dan memutuskan apa yang harus dilakukan

untuk melakukan perbaikan berdasarkan pengukuran tersebut. Ada beberapa

manfaat pengukuran kepuasan antara lain sebagai berikut:

a. Pengukuran menyebabkan orang memiliki rasa berhasil dan berprestasi, yang

kemudian diterjemahkan menjadi pelayanan yang prima kepada

konsumen/pasien.

b. Pengukuran bisa dijadikan dasar menentukan standar kinerja dan standar

prestasi yang harus dicapai, yang akan mengarahkan mereka menuju mutu

yang semakin baik dan kepuasan konsumen/pasien yang meningkat.

c. Pengukuran memberikan umpan balik segera kepada pelaksana, terutama bila

konsumen/pasien sendiri yang mengukur kinerja pelaksana atau yang memberi

pelayanan.
43

d. Pengukuran memberi tahu apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki mutu

dan kepuasan konsumen/pasien. Informasi bagaimana harus melakukannya

juga bisa datang dari konsumen/pasien.

e. Pengukuran memotivasi orang untuk melakukan dan mencapai tingkat

produktivitasnya yang lebih tinggi.

Menurut Azwar (1996) dalam Putra (2012:27), didalam situasi rumah sakit

yang mengutamakan pihak yang dilayani (client oriented) dimana pasien

merupakan penghuni terbanyak, maka banyak sekali manfaat yang dapat

diperoleh bila mengutamakan kepuasan pasien antara lain sebagai berikut:

a. Rekomendasi medis untuk kesembuhan pasien akan dengan senang hati

diikuti oleh pasien yang merasa puas terhadap pelayanan rumah sakit.

b. Terciptanya citra positif dan nama baik rumah sakit karena pasien yang puas

tersebut akan memberitahukan kepuasannya kepada orang lain. Hal ini secara

akumulatif akan menguntungkan rumah sakit karena merupakan pemasaran

rumah sakit secara tidak langsung.

c. Citra rumah sakit akan menguntungkan secara sosial dan ekonomi.

Bertambahnya jumlah orang yang berobat, karena ingin mendapatkan

pelayanan yang memuaskan seperti yang selama ini mereka dengar akan

menguntungkan rumah sakit secara sosial dan ekonomi (meningkatnya

pendapatan rumah sakit).

d. Berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholder) dengan rumah sakit, seperti

perusahaan asuransi akan lebih menaruh kepercayaan pada rumah sakit yang

mempunyai citra positif.


44

e. Didalam rumah sakit yang berusaha mewujudkan kepuasan pasien akan lebih

diwarnai dengan situasi pelayanan yang menjunjung hak-hak pasien. Rumah

sakitpun akan berusaha sedemikian rupa sehingga malpraktek tidak terjadi.

C. Hubungan Discharge Planning Dengan Tingkat Kepuasan Pasien

Dalam upaya memenuhi tuntutan masyarakat terhadap pelayanan

kesehatan, rumah sakit mulai melakukan pembenahan sistem pelayanan maupun

manajemennya. Kepuasaan pasien sebagai salah satu indikator pelayanan

berkualitas yang harus menjadi perhatian karena berhubungan langsung dengan

pengguna pelayanan kesehatan (Lusa, 2007 dalam Herniyatun dkk, 2009:128).

Salah satu aspek dari tujuh dimensi pelayanan keperawatan yang dapat

mempengaruhi kualitas pelayanan keperawatan dan kepuasan pasien adalah

pemberian informasi yang jelas, komunikasi efektif dan pendidikan kesehatan

yang diperlukan oleh pasien (Potter & Perry, 2005:87). Hal serupa juga

diungkapkan oleh Suryawati dkk (2006) dalam Yosafianti & Alfiyanti (2010:114),

bahwa indikator kepuasan pasien yang berhubungan dengan pelayanan

keperawatan adalah penjelasan perawat terhadap tindakan yang akan dilakukan,

pemberian dan penjelasan obat, respon perawat terhadap keluhan pasien serta

sikap dan ketrampilan perawat. Oleh karena itu komunikasi dan pemberian

pendidikan kesehatan oleh perawat kepada pasien dipandang merupakan salah

satu aspek yang harus diperhatikan dalam memenuhi kepuasan pasien terhadap

pelayanan keperawatan.
45

Program perencanaan pemulangan pada dasarnya merupakan program

pemberian pendidikan kesehatan kepada pasien yang meliputi nutrisi,

aktifitas/latihan, obat-obatan dan instruksi khusus yaitu tanda dan gejala penyakit

pasien (Potter & Perry, 2005 dalam Herniayatun dkk, 2009:128). Oleh karena itu,

pelaksanaan discharge planning di suatu rumah sakit akan menjadi salah satu

faktor yang sangat berpengaruh terhadap tingkat kepuasan dari pengguna

pelayanan kesehatan di rumah sakit tersebut.

Anda mungkin juga menyukai