Anda di halaman 1dari 90

ISSN 1979715X

JURNAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN


JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI UNNES
Volume 1, Nomor 1, September, 2008

DAFTAR ISI

Analisis Tingkat Pertumbuhan Ekonomi dan Potensi Ekonomi terhadap Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) Kabupaten Pati Tahun 20022005
Bambang Prishardoyo ................................................................................................................... 18

Dampak Pertumbuhan Ekonomi Kota Semarang terhadap Kemacetan Lalulintas di Wilayah


Pinggiran dan Kebijakan yang Ditempuhnya
Etty Soesilowati .............................................................................................................................. 917

The Quality of Growth: Peran Teknologi dan Investasi Human Capital sebagai Pemacu
Pertumbuhan Ekonomi Berkualitas
P. Eko Prasetyo .............................................................................................................................. 1831

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Investasi Swasta di Jawa Tengah


Hadi Sasana ..................................................................................................................................... 3240

Penentuan Bentuk Fungsi Model Empirik: Studi Kasus Permintaan Kendaraan Roda Empat Baru
di Indonesia
Andryan Setyadharma ..................................................................................................................... 4149

Deteksi Dini Krisis Perbankan Indonesia: Identifikasi Variabel Makro dengan Model Logit
Shanty Oktavilia ............................................................................................................................... 5062

Keterkaitan Desentralisasi Fiskal sebagai Political Process dengan Tingkat Kemiskinan di


Indonesia
Lesta Karolina Sebayang ....................................................................... ........................................ 6369

Peningkatan Produksi Kerajinan sebagai Upaya Mengentaskan Kemiskinan


Siti Maisaroh ..................................................................................................................................... 7082

INDEK ................................................................................................................................................ 83
Pengantar Redaksi

Salam hormat dan kasih,

Puji syukur redaksi pajatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayahNya yang
diberikan kepada kita semua. Hanya dengan kekuasaanNya-lah, dan setelah melalui proses yang cukup
menghabiskan waktu serta energi, maka Jurnal Ekonomi dan Kebijakan (JEJAK) Volome 1, Nomor 1,
September 2008, yang dikelola oleh Tim Redaksi di Jurusan Ekonomi Pembangunan FE UNNES dapat terbit
perdana untuk mengunjungi Anda semua. Redaksi mengucapkan terimakasih atas dapat terbitnya perdana
jurnal JEJAK ini kepada semua pihak terutama kepada seluruh pengirim artikel dan penyunting Ahli. Sungguh
menjadi kebanggaan redaksi tersendiri karena semua artikel yang terbit pada edisi perdana ini tanpa disadari
ternyata saling keterkaitan yang teridentifikasi dari masalah pertumbuhan ekonomi, kebijakan, investasi, model
teori dan aplikasi serta upaya cara mengatasinya yang tercermin dalam masalah upaya pengentasan
kemiskinan baik dari kajian teori maupun aplikasinya.
Pada terbitan perdana ini, disajikan delapan artikel yang 87,5% atau tujuh artikel merupakan hasil riset
dan 12,5% atau satu artikel merupakan hasil kajian teoritis. Semua artikel ini merupakan kajian kusus dalam
ruang lingkup bidang ilmu ekonomi pembangunan dan kebijakan. Artikel pertama ditulis oleh Bambang
Prishardoyo menganalisis tentang tingkat pertumbuhan ekonomi dan potensi ekonomi terhadap PDRB di
Kabupaten Pati periode 2000-2005. Selanjutnya Etty Soesilowati menganalisis tentang dampak pertumbuhan
ekonomi Kota Semarang terhadap kemacetan lalulintas di wilayah pinggiran dan kebijakan yang ditempuhnya.
Untuk menjembatani masalah pertumbuhan ekonomi, investasi dan masalahnya, baik ditingkat regional maupun
nasional, P. Eko Prasetyo mengkaji masalah kualitas pertumbuhan ekonomi melalui; peran faktor teknologi dan
investasi human capital sebagai pemacu pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Masih terkait tetang kajian
investasi, Hadi Sasana mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi investasi swasta di Jawa Tengah.
Selanjutnya, kajian dari segi model teori ekonomi dan aplikasinya diawali dari artikel hasil karya Andryan
Setyadharma yang mengkaji penentuan bentuk fungsi model empirik; studi kasud permintaan kendaraan roda
empat di Indonesia. Sedangkan, Shanty Oktavilia, telah mengidentifikasikan variabel makro dengan model logit
untuk mengkaji masalah diteksi dini krisis perbankan Indonesia. Kajian model selanjutnya tentang keterkaitan
desentralisasi fiskal sebagai political proces dengan tingkat kemiskinan di Indonesia adalah merupakan artikel
hasil karya dari Lesta Karolina Sebayang. Kemudian sebagai penutup dalam edisi perdana ini, masih terkait
dengan artikel masalah kemiskinan, Siti Maisaroh telah mengkaji masalah peningkatan produksi kerajinan
sebagai upaya mendukung program pengentasan kemiskinan.
Akhir kata, berbagai upaya telah tim redaksi upayakan agar jurnal ini berkualitas. Namun, karena jurnal
ini baru terbit pertama kali dan belum banyak pengalaman sudah barang tentu masih banyak kekurangan.
Karena itu, jika ada kritik dan saran yang membangun demi lebih sempurnanya jurnal ini dapat redaksi terima
dengan senang hati. Harapan redaksi semoga terbitnya jurnal JEJAK ini akan banyak manfaatnya bagi para
pembaca semua. Amin.

Semarang, September 2008


Pimpinan Redaksi
ANALISIS TINGKAT PERTUMBUHAN EKONOMI DAN POTENSI EKONOMI
TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)
KABUPATEN PATI TAHUN 2000-2005
Bambang Prishardoyo
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang
email:bambangpris@yahoo.com

ABSTRACT

Developing the economy in a region is a process in which a regional government and its society
manage and exploit their resources by having a partnership between the regional government and
private businessmen, so that it stimulate the economy activities or increase the economy growth and
there will be a new wide range of work fields. The problems of the present study are stated as follow:
(1)what sectors are the basis for Kabupaten Pati from 2000 to 2005? (2)what are the roles of kabupaten
Pati and the others areas in supporting the economy growth. The aims of the study are: (1) for knowing
which economy sectors that become the basis for kabupaten Pati, (2) the roles of Kabupaten Pati and
the others area in supporting the economy growth. This study uses quantitative qualitative approach and
the data analyzed are taken from Kabupaten Pati. Furthermore, in analyzing the data, economy based
model which uses location quotient(LQ) analysis, shift share analysis, gravity analysis was chosen.
Finally, the LQ analysis showed that the basis sectors that could be developed were agricultural sector
(average: 1,66); electricity, gas and water sector (average: 1,27); construction sector (average: 1,14);
finance, rent and company services sector (average: 1,71) and the gravity analysis showed that the
interaction between Kabupaten Pati and Kudus was the best and the strongest.
Keywords: economic growth, economic base.

PENDAHULUAN ngunan daerah kurang sesuai dengan potensi yang


dimiliki oleh masing-masing daerah, maka peman-
Latar Belakang Masalah
faatan sumber daya yang ada menjadi kurang
Perjalanan pembangunan ekonomi telah optimal. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan
menimbulkan berbagai macam perubahan terutama lambatnya proses pertumbuhan ekonomi daerah
pada struktur perekonomian. Perubahan struktur yang bersangkutan.
ekonomi merupakan salah satu karakteristik yang Proses lajunya pertumbuhan ekonomi suatu
terjadi dalam pertumbuhan ekonomi pada hampir daerah ditunjukkan dengan menggunakan tingkat
setiap negara maju. Berdasarkan catatan sejarah pertambahan PDRB (Produk Domestik Regional
tingkat pertumbuhan sektoral ini termasuk Bruto), sehingga tingkat perkembangan PDRB per
pergeseran secara perlahan dan kegiatan-kegiatan kapita yang dicapai masyarakat seringkali sebagai
pertanian menuju ke kegiatan non pertanian dan ukuran kesuksessan suatu daerah dalam mencapai
akhir-akhir ini dari sektor industri ke sektor jasa cita-cita untuk menciptakan pembangunan ekonomi.
(Arsyad, 1995:75). Pembangunan daerah sebagai (Sukirno, 1981:23).Secara makro pertumbuhan dan
integral dari pembangunan nasional merupakan peningkatan PDRB dari tahun ke tahun merupakan
suatu proses perubahan yang terencana dalam indikator dari keberhasilan pembangunan daerah
upaya mencapai sasaran dan tujuan untuk yang dapat dikategorikan dalam berbagai sektor
meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang di ekonomi yaitu: Pertanian, Pertambangan dan peng-
dalamnya melibatkan seluruh kegiatan yang ada galian, Industri pengolahan, Listrik, gas dan air ber-
melalui dukungan masyarakat di berbagai sektor. sih, Bangunan, Perdagangan, perhotelan dan resto-
Pembangunan daerah harus sesuai dengan kondisi ran, Pengangkutan dan komunikasi, Keuangan, per-
potensi serta aspirasi masyarakat yang tumbuh dan sewaan dan jasa perusahaan, Sektor jasa lainnya.
berkembang. Apabila pelaksanaan prioritas pemba-

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 1


Semakin besar sumbangan yang diberikan oleh perubahan dan modernisasi dalam struktur ekonomi
masing-masing sektor ekonomi terhadap PDRB yang umumnya tradisional, sedangkan pertumbuhan
suatu daerah maka akan dapat melaksanakan ekonomi diartikan sebagai kenaikan itu lebih besar
pertumbuhan ekonomi kearah yang lebih baik. dalam GDP tanpa memandang apakah kenaikan itu
Pertumbuhan ekonomi di lihat dari PDRB merupakan lebih besar atau apakah terjadi perubahan struktur
salah satu indikator untuk melihat keberhasilan atau tidak (Sukirno,1981:13-14).
pembangunan. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Todaro mengatakan bahwa keberhasilan pem-
melalui indikator Produk Domestik Regional Bruto bangunan ekonomi ditunjukkan oleh tiga nilai pokok
(PDRB) yang berarti pula akan meningkatkan kese- yaitu:
jahteraan dan kemakmuran rakyat.Untuk mening-
1. Berkembangnya kemampuan masyarakat untuk
katkan pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah
memenuhi kebutuhan pokoknya (basic needs).
peran pemerintah sangat diperlukan yaitu dalam
pembuatan strategi dan perencanaan pembangunan 2. Meningkatnya rasa harga diri (self-esteem)
daerah, dengan memperhatikan pergeseran sektor masyarakat sebagai manusia.
ekonomi dari tahun ke tahun. 3. Meningkatnya kemauan masyarakat untuk memi-
lih (freedom from servitude) yang merupakan
Perumusan Masalah salah satu dari hak asasi manusia.
Dari definisi tersebut jelas bahwa pembangunan
Berdasarkan latar belakang masalah diatas,
ekonomi mempunyai empat sifat penting pemba-
maka rumusan masalah adalah sebagai berikut:
ngunan ekonomi merupakan: Suatu proses yang
1. Sektor-sektor ekonomi mana yang menjadi basis berarti perubahan yang terjadi terus-menerus, usaha
untuk dikembangkan sebagai penunjang pertum- untuk menaikkan pendapatan per kapita, kenaikan
buhan ekonomi di Kabupaten Pati? pendapatan perkapita itu harus terus berlangsung
2. Sejauh manakah keterkaitan Kabupaten Pati dalam jangka panjang, perbaikan sistem kelem-
dengan daerah-daerah sekitarnya sehingga saling bagaan di segala bidang (misalnya ekonomi, politik,
menunjang pertumbuhan ekonominya? hukum, sosial, dan budaya).

Tujuan dan Kegunaan Penelitian Pertumbuhan Ekonomi

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meng- Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai ke-
analisis sektor-sektor ekonomi mana yang paling naikan GDP tanpa memandang apakah kenaikan itu
strategis untuk dikembangkan dan menganalisis lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan
keterkaitan-keterkaitan Kabupaten Pati dengan penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi
daerah di sekitarnya sehingga saling menunjang terjadi atau tidak. (Arsyad,1997:13). Jika ingin
pertumbuhan ekonominya. Penelitian ini diharapkan mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi kita harus
dapat memberi tambahan informasi dan bahan kajian membandingkan pendapatan nasional dari tahun ke
tentang perkembangan perekonomian daerah. tahun. Dalam membandingkannya harus disadari
bahwa perubahan nilai pendapatan yang nasional
yang terjadi dari tahun ke tahun disebabkan oleh dua
LANDASAN TEORI
faktor yaitu perubahan tingkat kegiatan ekonomi dan
Pembangunan Ekonomi perubahan harga-harga. Adanya pengaruh dari faktor
yang kedua tersebut disebabkan oleh penilaian
Pembangunan ekonomi diartikan sebagai pendapatan nasional menurut harga yang berlaku
peningkatan pendapatan per kapita masyarakat yaitu pada tahun yang bersangkutan. Suatu perekonomian
tingkat pertambahan Gross Domestic Product (GDP) dikatakan mengalami pertumbuhan atau perkem-
pada satu tahun tertentu melebihi tingkat pertam- bangan jika tingkat kegiatan ekonomi yang dicapai
bahan penduduk. Perkembangan GDP yang berlaku lebih tinggi dari waktu sebelumnya.
dalam suatu masyarakat yang dibarengi oleh

2 Analisis Tingkat Pertumbuhan Ekonomi dan Potensi Ekonomi: . . . (Prishardoyo: 1 - 8)


Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan 2. PDRB menurut pendekatan pendapatan
ekonomi (Sukirno 1994:425): Merupakan balas jasa yang digunakan oleh
a. Tanah dan kekayaan alam lain faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam
Kekayaan alam akan mempermudah usaha proses produksi di suatu wilayah dalam waktu
untuk membangun perekonomian suatu negara, tertentu.
terutama pada masa-masa permulaan dari 3. PDRB menurut pendekatan pengeluaran
proses pertumbuhan ekonomi. Merupakan semua komponen pengeluaran akhir
b. Jumlah dan mutu penduduk dan tenaga kerja seperti: pengeluaran konsumsi rumah tangga dan
Penduduk yang bertambah akan mendorong lembaga swasta nirlaba, konsumsi pemerintah,
maupun menghambat pertumbuhan ekonomi. pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok
Akibat buruk dari pertambahan penduduk kepada dan ekspor neto dalam jangka waktu tertentu.
pertumbuhan ekonomi dapat terjadi ketika jumlah
penduduk tidak sebanding dengan faktor-faktor Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory)
produksi yang tersedia.
Teori basis ekonomi ini dikemukakan oleh Harry
c. Barang-barang modal dan tingkat teknologi
W. Richardson (1973) yang menyatakan bahwa
Barang-barang modal penting artinya dalam faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu
mempertinggi efisiensi pertumbuhan ekonomi, daerah adalah berhubungan langsung dengan
barang-barang modal yang sangat bertambah permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah.
jumlahnya dan teknologi yang telah menjadi Dalam teori basis ekonomi (economic base) bahwa
bertambah modern memegang peranan yang semua wilayah merupakan sebuah sistem sosio
penting dalam mewujudkan kemajuan ekonomi ekonomi yang terpadu. Teori inilah yang mendasari
yang tinggi. pemikiran teknik location quotient, yaitu teknik yang
d. Sistem sosial dan sikap masyarakat membantu dalam menentukan kapasitas ekspor
perekonomian daerah dan derajat keswasembada
Sikap masyarakat akan menentukan sampai di-
(Self-sufficiency) suatu sektor.
mana pertumbuhan ekonomi dapat dicapai.
Menurut Glasson (1990:63-64), konsep dasar
e. Luas pasar sebagai sumber pertumbuhan
basis ekonomi membagi perekonomian menjadi dua
Adam Smith telah menunjukkan bahwa spesia- sektor yaitu:
lisasi dibatasi oleh luasnya pasar, dan spesiali-
a. Sektor-sektor basis adalah sektor-sektor yang
sasi yang terbatas membatasi pertumbuhan
mengekspor barang-barang dan jasa ke tempat
ekonomi.
di luar batas perekonomian masyarakat yang
bersangkutan.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
b. Sektor-sektor bukan basis adalah sektor-sektor
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ada- yang menjadikan barang-barang yang dibutuhkan
lah indikator ekonomi makro yang dapat memberikan oleh orang yang bertempat tinggal di dalam batas
gambaran tentang keadaan perekonomian suatu perekonomian masyarakat bersangkutan.
wilayah. Di dalam menghitung Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) yang di timbulkan dari suatu METODE PENELITIAN
region, ada 3 pendekatan yang digunakan yaitu:
Populasi dan Sampel
1. PDRB menurut pendekatan produksi
Merupakan jumlah nilai barang atau jasa akhir Populasi dalam penelitian ini adalah PDRB
yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi yang sektoral Kabupaten Pati dan Jawa Tengah yang
berada di suatu wilayah dalam jangka waktu dihitung berdasar harga konstan. Adapun sampel
tertentu. penelitian ini adalah PDRB atas dasar harga konstan
dari tahun 2000-2005.

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 3


Variabel Penelitian (P+D)j : Yjt- (Yt/Yo) Yjo
Variabel dalam penelitian ini meliputi: pertum- Pj : i [(Yit/Yio)- (Yt/Yo)] Yijo
buhan ekonomi, Produk Domestik Regional Bruto
Dj : t [Yijt- (Yit/Yio) Yijo]
(PDRB), Sektor-sektor ekonomi, Komponen Diffe-
rential shift, Komponen Proportional Shift, Jarak. Keterangan:
Gj : Pertumbuhan PDRB Total
Metode Pengumpulan Data Nj : Komponen Share
Pj : Proportional Shift
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini Dj : Diferential Shift
adalah: wawancara merupakan alat pengumpul Y : PDRB total Propinsi Jawa Tengah
informasi dengan cara mengajukan pertanyaan lisan o,t : Periode Awal dan Periode Akhir
dengan narasumber untuk menggali data yang
3. Analisis Gravitasi (keterkaitan wilayah)
diperlukan, dokumentasi merupakan suatu cara
memperoleh data dengan melihat kembali laporan- Adalah analisis untuk mengetahui seberapa kuat
laporan tertulis, baik berupa angka maupun keterkaitan (inter linkage) antara Kabupaten Pati
keterangan, observasi merupakan cara pengumpulan dengan Kabupaten lain disekitar.
data yang diperoleh dari hasil pengamatan langsung. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Pi Pj
Metode Analisis Data Tij =
d 2 ij
1. Analisis Location Quatient (LQ)
Dimana :
Merupakan teknik analisis yang digunakan untuk T ij = Daya tarik-menarik antar daerah i de-
menganalisis sektor potensial atau basis dalam ngan j
perekonomian suatu daerah. P i = Jumlah penduduk di daerah i
Rumus untuk menghitung LQ adalah sebagai P j = Jumlah penduduk di daerah j
berikut: d ij = Jarak antara i dan j
yi / yt
LQ =
Yi / Yt HASIL DAN PEMBAHASAN
Dimana: Hasil Penelitian
yi = Pendapatan sektor ekonomi di Kabupaten
Pati 1. Analisis location quotient (LQ)
yt = Pendapatan total Kabupaten Pati (PDRB)
Berdasarkan tabel 1, maka dapat teridentifikasi
Yi = Pendapatan sektor ekonomi di Propinsi
yang merupakan sektor basis maupun non basis.
Jawa Tengah
Kabupaten Pati mempunyai 4 sektor basis, sektor
Yt = Pendapatan total ekonomi di Propinsi Jawa
tersebut yaitu sektor pertanian, Sektor Listrik, Gas
Tengah
dan Air Bersih, Sektor bangunan, Sektor keuangan,
2. Analisis Shift Share sewa dan jasa perusahaan
Adalah suatu teknik untuk menganalisis perubah-
an struktur ekonomi daerah dibandingkan dengan 2. Analisis Shift Share
perekonomian nasional.
Rumus analisis shift share (John Glosson 1990: Berdasarkan tabel pertumbuhan komponen pro-
95-96) sebagai berikut: porsional Kabupaten Pati selama periode 2000-2005
(lihat tabel 2), diketahui bahwa nilai proporsional shift
Gj : Yjt Yjo (Pj) Kabupaten Pati dari tahun 2000-2005 nilainya
ada yang positif dan negatif, hal ini bila Pj > 0, maka
Nj : Yjo(Yt/Yo)- Yjo
Kabupaten Pati akan berspesialisasi pada sektor

4 Analisis Tingkat Pertumbuhan Ekonomi dan Potensi Ekonomi: . . . (Prishardoyo: 1 - 8)


yang di tingkat propinsi tumbuh lebih cepat. Sebalik- sialisasi pada sektor yang tingkat propinsi tumbuh
nya jika Pj < 0, maka Kabupaten Pati akan berspe- lebih lambat.

Tabel 1. Hasil Analisis LQ Kabupaten Pati Tahun 2000-2005

No Lapangan Usaha 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Rata-rata


1 Pertanian 1.68 1.70 1.63 1.68 1.65 1.64 1,66
(b) (b) (b) (b) (b) (b) (b)
2 Pertambangan 0.87 0.79 0.78 0.78 0.78 0.76 0,79
(nb) (nb) (nb) (nb) (nb) (nb) (nb)
3 Industri Pengolahan 0.56 0.58 0.62 0.61 0.61 0.62 0,6
(nb) (nb) (nb) (nb) (nb) (nb6) (nb)
4 Listrik, Gas 1.13 1.26 1.23 1.28 1.40 1.33 1,27
(b) (b) (b) (b) (b) (b) (b)
5 Bangunan 1.15 1.19 1.16 1.11 1.09 1.12 1,14
(b) (b) (b) (b) (b) (b) (b)
6 Perdagangan 0.86 0.89 092 0.92 0.94 0.92 0,91
(nb) (nb) (nb) (nb) (nb) (nb) (nb)
7 Pengangkutan 0.97 0.92 0.89 0.85 0.85 0.85 0,89
(nb) (nb) (nb) (nb) (nb) (nb) (nb)
8 Keuangan,sewa 1.5 1.57 1.65 1.77 1.86 1.89 1,71
(b) (b) (b) (b) (b) (b) (b)
9 Jasa-jasa 0.68 0.73 0.07 0.74 0.74 0.75 0,62
(nb) (nb) (nb) (nb) (nb) (nb) (nb)
Sumber : Data sekunder yang diolah
Keterangan : (b) : sektor basis ; (nb) : sektor non basis

Tabel 2. Komponen Pertumbuhan Proportional (Pj) Kabupaten Pati Tahun 2000-2005

SEKTOR 2000 - 2001 2001 - 2002 2002 - 2003 2003 - 2004 2004-2005 Rata-rata
-28828,773 16690,748 -83698,962 2422,073 -8921,270 -20467,237
Pertanian
(tlp) (tcp) (tlp) (tcp) (tlp) (tlp)
1162,3224 -105,3423 135,8892 -622,633 1049,375 323,92226
Pertambangan
(tcp) (tlp) (tcp) (tlp) (tcp) (tcp)
3036,9362 11015,728 3159,975 8266,676 -3784,631 4338,9368
Industri
(tcp) (tcp) (tcp) (tcp) (tlp) (tcp)
-788,3063 2424,928 -1431,933 1142,741 2009,783 671,44254
Listrik & Air Bersih
(tlp) (tcp) (tlp) (tcp) (tcp) (tcp)
2467,049 12310,259 14806,030 5373,107 3212,856 7633,8602
Bangunan
(tcp) (tcp) (tcp) (tcp) (tcp) (tcp)
-27024,162 -10418,520 1641,699 -17569,732 4734,111 -9727,3208
Perdagangan
(tlp) (tlp) (tcp) (tlp) (tcp) (tlp)
5355,749 2352,358 1268,164 -637,016 2845,321 2236,9152
Pengangkutan
(tcp) (tcp) (tcp) (tlp) (tcp) (tcp)
-3069,867 -2235,557 -4307,021 -2865,855 -796,517 -2654,9634
Keuangan
(tlp) (tlp) (tlp) (tlp) (tlp) (tlp)
28778,638 -21962,008 266655,567 1114,488 -1347,376 54647,862
Jasa-jasa
(tcp) (tlp) (tcp) (tcp) (tlp) (tcp)
-18910,4 10072,59 198229,4 -3376,15 -998,348 37003,41
Jumlah
(tlp) (tcp) (tcp) (tlp) (tlp) (tcp)
Sumber: Data sekunder yang diolah
Keterangan (tcp): sektor tumbuh cepat di tingkat propinsi ; (tlp): sektor tumbuh lambat di tingkat propinsi

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 5


Tabel 3. Komponen Pertumbuhan Diferensial (Dj) Kabupaten Pati
SEKTOR 2000 - 2001 2001 - 2002 2002 - 2003 2003 - 2004 2004-2005 Rata-rata
12762,709 -63398,25 6826,395 -28382,518 -28936,974 -20225,728
Pertanian
(tlcbp) (tllbp) (tlcbp) (tllbp) (tllbp) (tllbp)
-2378,96517 -334,36382 -830,28257 -14,17334 -1609,63037 -1033,4831
Pertambangan
(tllbp) (tllbp) (tllbp) (tllbp) (tllbp) (tllbp)
1830,2082 5220,8323 -1387,2178 -2125,5172 3410,6169 1389,7845
Industri
(tlcbp) (tlcbp) (tllbp) (tllbp) (tlcbp) (tlcbp)
3203,0862 -1070,15497 649,69086 1783,39201 -1757,18742 561,76534
Listrik & Air Bersih
(tlcbp) (tllbp) (tlcbp) (tlcbp) (tllbp) (tlcbp)
7189,0674 -7697,7161 -12348,3434 -3622,538 2307,2126 -2834,4635
Bangunan
(tlcbp) (tllbp) (tllbp) (tllbp) (tlcbp) (tllbp)
22364,7021 19260,6147 -19056,7144 5741,6819 -17963,0086 2069,4551
Perdagangan
(tlcbp) (tlcbp) (tllbp) (tlcbp) (tllbp) (tlcbp)
-7985,4512 -5020,1101 -5293,0049 -3253,7639 -5149,9404 -5340,4541
Pengangkutan
(tllbp) (tllbp) (tllbp) (tllbp) (tllbp) (tllbp)
6643,0954 8016,7445 9201,1495 6009,4648 1528,053 6279,7015
Keuangan
(tlcbp) (tlcbp) (tlcbp) (tlcbp) (tlcbp) (tlcbp)
-15072,3952 17466,5643 -22971,7273 -2087,963 358,6539 -4461,3735
Jasa-jasa
(tllbp) (tlcbp) (tllbp) (tllbp) (tlcbp) (tllbp)
Sumber:Data sekunder yang diolah
Keterangan: (tlcbp): sektor tumbuh lebih cepat dibanding propinsi
(tllbp): sektor tumbuh lebih lambat dibanding propinsi

Berdasarkan tabel diatas, sektor-sektor yang sebesar -5340,4541; sektor jasa-jasa sebesar -
memiliki rata-rata positif yaitu sektor industri 4461,3735.
pengolahan dengan Dj rata-rata sebesar 1389,7845;
sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 561,76534;
3. Analisis Keterkaitan Wilayah (Gravitasi)
sektor perdagangan sebesar 2069,4551; sektor
keuangan, sewa dan jasa perusahaan sebesar Berdasarkan perhitungan analisis gravitasi
6279,7015. Sedangkan nilai negatif menunjukkan maka dapat diketahui hasil analisis gravitasi berikut
sektor tersebut tumbuh lambat dibanding dengan pada tabel 4.
pertumbuhan sektor yang sama di tingkat Jawa Pada tabel analisis gravitasi diatas, tercermin
Tengah. Sektor-sektor yang memiliki rata-rata negatif bahwa periode penelitian penulis yang paling kuat
yaitu sektor pertanian dengan Dj rata-rata sebesar - dengan Kabupaten Pati adalah Kabupaten Kudus,
20225,728; sektor pertambangan dan penggalian kedua adalah Kabupaten Rembang, ketiga adalah
sebesar -1033,4831; sektor bangunan sebesar - Kabupaten Grobogan, keempat adalah Kabupaten
2834,4635; sektor pengangkutan dan komunikasi Blora, Kabupaten Jepara.

Tabel 4. Hasil Perhitungan Gravitasi Kabupaten Pati Tahun 2000-2005

Tahun Kab. Kudus Kab. Rembang Kab. Grobogan Kab. Blora Kab. Jepara
2000 1,393,695,814 489,762,165.9 293,771,701.9 178,453,187.7 127,397,013.4
2001 1,422,898,580 498,435,694.7 299,582,526.3 181,210,005.7 130,873,780.3
2002 1,461,177,242 512,012,179.1 308,475,270.9 185,710,743.6 135,432,685.7
2003 1,522,516,811 528,224,802.8 314,889,794.3 189,396,088.6 142,094,449.4
2004 1,551,073,788 538,028,668.2 321,289,425.2 192,415,555.9 145,852,852.3
2005 1,599,817,751 550,943,522. 330,507,952.7 196,829,190. 151,211,392.7
Rata-rata 1,491,863,31 519,567,838.8 311,419,445.2 185,335,795.3 138,810,362.3
Sumber : Data sekunder yang diolah

6 Analisis Tingkat Pertumbuhan Ekonomi dan Potensi Ekonomi: . . . (Prishardoyo: 1 - 8)


Pembahasan e. Sektor Bangunan
a. Sektor Pertanian Sektor bangunan merupakan sektor basis. Hasil
analisis shift share menunjukkan nilai rata-rata
Dari hasil analisis location quotient, sektor
komponen pertumbuhan proporsional (Pj) positif
pertanian merupakan sektor basis. Analisis shift
sebesar 7633,8602, yang menunjukkan bahwa
share menunjukkan nilai rata-rata Pj sebesar -
sektor ini memiliki pertumbuhan lebih cepat di
20467,237 sektor ini termasuk kedalam sektor
tingkat propinsi. Komponen Dj negatif sebesar -
yang memiliki pertumbuhan lebih cepat di tingkat
2834,4635 menunjukkan daya saing sektor ini
propinsi. Sedangkan komponen Dj sebesar -
menurun sehingga pertumbuhannya lebih lambat
20225,728, sektor ini pertumbuhannya lebih
dibanding pertumbuhan di propinsi.
lambat dibanding propinsi karena daya saingnya
menurun. f. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran

b. Sektor Pertambangan dan Penggalian Potensi sektor perdagangan, hotel dan restoran
jika dilihat dari kriteria LQ merupakan sektor non
Sektor pertambangan dan penggalian merupa-
basis. Hasil analisis shift share menunjukkan
kan sektor non basis. Hasil analisis shift share
nilai rata-rata komponen pertumbuhan propor-
menunjukkan nilai rata-rata komponen pertum-
sional (Pj) sebesar -9727,3208, sektor ini memi-
buhan proporsional (Pj) sebesar 323,92226,
liki pertumbuhan lebih lambat di tingkat propinsi.
yang berarti sektor ini merupakan sektor yang
Nilai komponen Dj sebesar 2069,4551 menun-
tumbuh cepat di propinsi Jawa Tengah.
jukkan sektor ini pertumbuhannya lebih cepat
Komponen diferensial (Dj) sebesar -1033,4831
dibanding pertumbuhan di propinsi.
yang berarti sektor ini mempunyai daya saing
menurun sehingga pertumbuhannya lebih lam- g. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi.
bat. Berdasarkan hasil analisis LQ sektor ini meru-
c. Sektor Industri Pengolahan pakan sektor non basis. Hasil analisis shift share
menunjukkan nilai rata-rata komponen pertum-
Berdasarkan hasil analisis LQ, sektor industri
buhan proporsional (Pj) positif sebesar
pengolahan termasuk sektor non basis. Hasil
2236,9152, yang menunjukkan bahwa sektor ini
analisis shift share menunjukkan nilai rata-rata
memiliki pertumbuhan lebih cepat di tingkat
komponen pertumbuhan proporsional (Pj) positif
propinsi. Nilai rata-rata komponen Dj sebesar -
sebesar 4338,9368. Nilai rata-rata komponen Dj
5340,4541 menunjukkan daya saing sektor ini
adalah sebesar 1389,7845 menunjukkan daya
menurun sehingga pertumbuhannya lebih lambat
saing sektor ini meningkat sehingga pertum-
dibanding pertumbuhan di propinsi.
buhannya lebih cepat dari propinsi.
h. Sektor Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan
d. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih
Dari hasil analisis location quotient sektor
Hasil analisis location quotient, sektor listrik, gas
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan
dan air bersih merupakan sektor basis dengan
merupakan sektor basis. Hasil analisis shift
nilai rata-rata1,27. Hasil analisis shift share
share menunjukkan nilai rata-rata komponen
menunjukkan nilai rata-rata komponen pertum-
pertumbuhan proporsional (Pj) negatif sebesar -
buhan proporsional (Pj) positif sebesar
2654,9634 yang berarti bahwa sektor ini meru-
671,44254, yang menunjukkan bahwa sektor ini
pakan sektor yang tumbuh lambat di propinsi
memiliki pertumbuhan lebih cepat di tingkat
Jawa Tengah. Nilai rata-rata komponen Dj
propinsi. Komponen Dj sebesar 561,76534
sebesar 6279,7015 menunjukkan daya saing
menunjukkan daya saing sektor ini meningkat
sektor ini meningkat sehingga pertumbuhannya
sehingga pertumbuhannya lebih cepat dari
lebih cepat dari propinsi.
propinsi.
i. Sektor Jasa-jasa
Sektor jasa-jasa berdasarkan hasil analisis LQ
termasuk dalam sektor non basis. Hasil analisis

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 7


shift share menunjukkan nilai rata-rata kompo- sebagai sektor-sektor basis agar berkembang
nen pertumbuhan proporsional (Pj) positif lebih cepat.
sebesar 441425,8553 berarti bahwa sektor ini 2. Memantapkan program keterkaitan antar sektor
merupakan sektor yang tumbuh cepat di propinsi ekonomi baik antara sektor basis maupun non
Jawa Tengah. Nilai komponen Dj sebesar - basis sehingga pertumbuhan semua sektor dapat
4533,71247 menunjukkan daya saing sektor ini tumbuh dan berkembang minimal setara dengan
menurun sehingga pertumbuhannya lebih lambat sektor-sektor sejenis secara nasional.
dibanding pertumbuhan di propinsi.

DAFTAR PUSTAKA
Kesimpulan
Arikunto, Suharsimi,1998, Prosedur Penelitian,
1. Berdasarkan hasil analisis location quotient Yogyakarta: Rineka cipta.
sektor-sektor potensial yang dapat diandalkan Arsyad, Lincolin,1995, Pengantar Perencanaan dan
selama tahun analisis 2000-2005 adalah sektor Pembangunan Ekonomi Daerah, Yogyakarta:
pertanian, sektor listrik, gas dan air minum, sektor BPFE
bangunan, sektor keuangan, sewa dan jasa
Badan Pusat Statistik, 2006, Kabupaten Pati Dalam
perusahaan. Angka
2. Berdasarkan hasil analisis keterkaitan wilayah Djojohadikusumo, Sumitro, 1995, Perkembangan
(Gravitasi) selama tahun analisis 2000-2005 Pemikiran Ekonomi Dasar Teori Ekonomi
menunjukkan bahwa Kabupaten yang paling kuat Pertumbuhan dan Ekonomi Pembanguna,
interaksinya dengan Kabupaten Pati adalah Jakarta: LP3ES.
Kabupaten Kudus dengan nilai interaksi rata-rata Glasson, John, 1990, Pengantar Perencanaan Re-
sebesar 1,491,863,31. Sedangkan yang paling gional, terjemahan Paul Sitohang, Jakarta: LPFE
sedikit interaksinya adalah Kabupaten Jepara UI
dengan nilai interaksi rata-rata sebesar Prasetyo, Supomo, 1993, Analisis Shift- Share:
138,810,362.3. Perkembangan dan Penerapan, Yogyakarta:
JEBI
Saran Soeratna dan Lincolin Arsyad,1988, Metodologi
Penelitian Untuk Ekonomi Dan Bisnis,
Dari hasil kesimpulan maka dapat disarankan Yogyakarta: BPFE
beberapa hal sebagai berikut :
Suryana, 2000, Model Gravitasi sebagai Alat Peng-
1. Kepada pemerintah daerah Kabupaten Pati ukur Hiterland dari Central Placa: Satu Kajian
selaku penggerak pembangunan daerah dapat Teoritik, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia.
memberi perhatian pada sektor pertanian; sektor Yogyakarta:UGM
listrik, gas dan air bersih; sektor bangunan; dan Warpani, Suwardjoko, 1984, Analisis Kota dan
sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan Daerah, Bandung: Penerbit ITB.

8 Analisis Tingkat Pertumbuhan Ekonomi dan Potensi Ekonomi: . . . (Prishardoyo: 1 - 8)


DAMPAK PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA SEMARANG
TERHADAP KEMACETAN LALULINTAS DI WILAYAH PINGGIRAN DAN
KEBIJAKAN YANG DITEMPUHNYA
Etty Soesilowati
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang
email:ettysoesilowati@yahoo.com

ABSTRACT

The aim of this research is to know how much is the impact of Semarang economics growth to the
intensity of traffic jam on Semarang Mranggen road, and, what is the strategy to solve it. This research
used descriptive percentase and SWOT analysis. The economics growth which is measured is Gross
Domestic Product per capita (PDRB) during 1996 2005, and it had become a free variable. Meanwhile,
the level of the annual average traffic jam during 1996 2005 had become a bounded variable. To know
the policy strategy, it was done by interviewing some stake holders that has an authority in the field of
transportation. The result of this research showed that the economics growth of Semarang city had
impact on individual role to the traffic jam as sum of 80,9%. The rest, 44,6% was influenced by some
other things such as the activity of micro trader (PKL), parking man, public transportation and also people
who crossed the road. Based on SWOT analysis, the most appropriate strategy to solve the traffic jam is
by integrated horizontal strategy. It means, all institutions that subordinated by Local Government
(Pemda) such as Bapeda, Dinas Perhubungan dan Satpol PP, should work together to overcome the
traffic jam based on each authority. Nevertheless, the role of the police of Demak County as a vertical
institution is not less important. In the long run, it is important to develop a modern public transportation
system which is integrated, comfortable and also efficient, geometry road system that will be able to
avoid the traffic intersection, and also to educate people how to do a good manner in traffic
Keywords: Economic Growth, Traffic Jam, Policy Strategic.

PENDAHULUAN Berdasarkan data dalam buku Kecamatan


Dalam Angka, pada tahun 2001 jumlah penduduk
Kota merupakan pusat perdagangan, pusat
Kecamatan Mranggen, Ungaran, dan Kaliwungu
industri, pusat pertumbuhan, simpul distribusi, pusat
secara berturut-turut adalah sebesar 123.721 jiwa,
permukiman atau daerah modal. Sedangkan daerah
110.546 jiwa, dam 88.156 jiwa. Namun dalam kurun
di luar pusat konsentrasi tersebut dinamakan dengan
waktu lima tahun jumlah penduduk Kecamatan
berbagai istilah, seperti daerah pedalamn, wilayah
Mranggen meningkat menjadi 127.131 jiwa, Keca-
belakang atau pinggiran (hinterland).
matan Ungaran 124.872 jiwa, dan Kecamatan
Daerah perkotaan seperti Semarang yang sarat Kaliwungu 91.515 jiwa. Jika dilihat dari tingkata
akan berbagai fasilitas, prasarana dan sarana secara kepadatan penduduk, maka tingkat kepadatan
logis tentu memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang penduduk tertinggi adalah di Kecamatan Mranggen
lebih cepat jika dibanding dengan wilayah yang yaitu sebesar 1,740 jiwa/km 2.
berada di luarnya. Di satu sisi pertumbuhan ini
Perkembangan daerah-daerah pinggiran Kota
menyebabkan semakin terbukanya kesempatan kerja
Semarang tersebut menyebabkan terjadinya pening-
baru, di sisi lain pertumbuhan ini berdampak pada
katan intensitas pergerakan manusia yang tercermin
meningkatnya jumlah penduduk di wilayah pinggiran
dari peningkatan arus lalulintas pada jam-jam
yang berbatasan langsung dengan Kota semarang,
teretntu di pintu-pintu masuk kota. Hal itu paling
antara lain Kecamatan Mranggen di Kabupaten
terlihat di Kecamatan Mranggen, dimana pagi dan
Demak, Kecamatan Ungaran di Kabupaten Sema-
sore hari terjadi kemacetan lalulintas akibat penum-
rang, dan Kecamatan Kaliwungu di Kabupaten
pukan kendaraan pribadi, sepeda maupun angkutan
Kendal.
umum yang membawa penduduk Mranggen ke Kota

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 9


Semarang. Jika dilihat dari mata pencahariannya, ekonomi wilayah sekitarnya.
sebagian besar penduduk Mranggen banyak yang
bekerja di sektor pertanian. Namun pertumbuhan
LANDASAN TEORI
penduduk di sektor ini semakin berkurang dikarena-
kan semakin menyempitnya lahan pertanian di satu Menurut Permendagri No.2 Tahun 1987 Pasal 1
sisi, sedangkan di sisi lain pertumbuhan industri di menyebutkan bahwa Kota adalah pusat permukiman
kota semakin cepat sehingga banyak penduduk yang dan kegiatan penduduk yang mempunyai batasan
beralih profesi menjadi buruh industri dan bekerja di administrasi yang diatur dalam perundang-undangan,
sector informal (buruh bangunan, pedagang, dan serta permukiman yang telah memperlihatkan watak
lain-lain) dan cirri kehidupan perkotaan. Kota memiliki ciri-ciri:
Kecamatan Mranggen sebagai salah satu jalur (1) secara administratif adalah wilayah keruangan
pintu masuk ke Kota Semarang dari arah Timur ini yang dibatasi oleh batas administrasi atas dasar
dilalui jaringan jalan propinsi dengan fungsi kolektor ketentuan perundang-undangan yang berlaku; (2)
primer (penghubung antar kota kecamatan maupun secara fungsional sebagai pusat berbagai kegiatan
antar ibukota kabupaten) yaitu jalan Raya Mranggen. fungsional yang didominasi oleh fungsi jasa,
Di sepanjang Jalan Raya Mranggen ini terdapat distribusi, dan produksi kegiatan-kegiatan pertanian;
beberapa persimpangan yang merupakan pangkal (3) secara sosial ekonomi merupakan konsentrasi
dari beberapa ruas jalan protokol (jalan yang penduduk yang memiliki kegiatan usaha dengan
menghubungkan antar bagian wilayah kecamatan dominasi sektor non pertanian, seperti industri,
atau antar pusat kegiatan) yang ada di Kecamatan perdagangan, transportasi, perkantoran, dan jasa
Mranggen. Tingkat kepadatan lalulintas tersebut yangsifatnya heterogen; (4) secara sosial budaya
dapat disajikan pada tabel 1 dibawah. merupakan pusat perubahan budaya yang dapat
mempengaruhi pola nilai budaya yang ada; (5)
Tabel 1. menunjukan tingkat kepadatan lalu-
secara fisik merupakan suatu lingkungan terbangun
lintas pada jam sibuk (pukul 06.00 08.00 dan
(built up area) yang didominasi oleh struktur fisik
16.00 18.00) di berbagai ruas jalan lokal di
binaan; (6) secara geografis merupakan suatu pemu-
Kecamatan Mranggen. Jalan Raya Mranggen selain
satan penduduk dan kegiatan usahayang secara
merupakan pangkal dari beberapa ruas jalan lokal,
geografir akan mengambil lokasi yang memiliki nilai
jalan ini juga dilalui oleh mobilitas penduduk
strategis secara ekonomi, sosial, maupun fisiografis;
Kabupaten Grobokan maupun Kabupaten Blora yang
(7) secara demografis diartikan sebagai tempat
menuju Kota Semarang. Untuk mewujudkan system
dimana terdapat konsentrasi penduduk yang
transportasi yang tertib, lancar, nyaman serta
besarnya ditentukan berdasarkan batasan statistik
terintegrasi diperlukan penelitian untuk menyusun
tertentu.
alternative kebijakan yang dapat memecahkan
masalah sekaligus mendukung pertumbuhan Secara teoritik Charles C.Colby dalam

Tabel 1. Panjang Ruas Jalan dan Tingkat Kepadatan Lalulintas di Kecamatan Mranggen
Panjang Ruas Jalan Volume Kapasitas Jalan Kecepatan Rata-rata
No. Nama Ruas V/C
(m) (V) (C) (km/jam)
1. Mranggen-Banyumeneng 10.170 473 1.920 0,25 23,24
2. Mranggen- Bulusari 6.570 294 1.920 0,15 30,32
3. Candisari- Karanggawang 3.375 274 858 0,32 22,62
4. Kangkung-Tlogorejo 7.600 231 858 0,27 19,52
5. Jalan SMU Mranggen 2.400 112 857 0,13 18,23
6. Brambang- Waru 8.460 128 857 0,15 20,24
7. Mranggen- Kebonbatur 4.200 133 862 0,15 25,60
8. Banyumeneng- Kawengan 2.300 - 862 - -
Sumber : Studi Manajemen Transportasi, 2006

10 Dampak Pertumbuhan Ekonomi Kota Semarang . . .. (Soesilowati: 9 - 17)


Daldjoeni (1992: 171) menjelaskan adanya dua daya berkembang, maka wilayah pinggiran (periphery)
yang menyebabkan kota berekspansi atau memusat, juga akan turut berkembang sehingga dalam jangka
yaitu daya sentripetal dan daya sentrifugal. Daya panjang core-periphery akan habis. Hal tersebut
sentripetal adalah daya yang mendorong gerak ke dapat terjadi karena adanya perluasan pasar,
dalam dari penduduk dan berbagai kegiatan usaha- penemuan sumber baru, perbaikan sarana transpor-
nya, sedangkan daya sentrifugal adalah daya yang tasi dan kebijakan daerah yang mendukung. Namun
mendorong gerak ke luar dari penduduk dan ber- apabila core-periphery terlalu jauh, maka dampak
bagai usahanya dan menciptakan disperse kegiatan dari perkembangan core terhadap periphery tidak
manusia dan relokasi sektor-sektor dan zone-zone terasa.
kota. Hilmann dalam Daldjoeni (1992:189) mempre-
Adapun faktor-faktor yang mendorong gerak diksi terjadinya interaksi spasial tersebut disebabkan
sentripetal adalah: (1) adanya berbagai pusat pela- beberapa faktor: pertama, adanya wilayah yang
yanan, seperti pusat pendidikan, pusat perbelanjaan, berbeda kemampuan sumberdayanya (satu pihak
pusat hiburan dan sebagainya; (2) mudahnya akses berlebihan, sementara pihak yang lain kekurangan)
layanan transportasi seperti pelabuhan, stasiun sehingga terjadi aliran yang sangat besar dan
kereta, terminal bus, serta jaringan jalan yang bagus; membangkitkan interaksi spasial yang tinggi. Kedua,
(3) tersedianya beragam lapangan pekerjaan dengan adanya fungsi jarak yang diukur dalam biaya dan
tingkat upah yang lebih tinggi. Sedangkan factor- waktu yang nyata, termasuk karakteristik khusus dari
faktor yang mendorong gerak sentrifugal adalah : (1) komoditas yang ditransfer. Komoditas yang dihasil-
adanya gangguan yang berulang seperti macetnya kan tertentu dan dibutuhkan oleh daerah lain memiliki
lalulintas, polusi, dan gangguan bunyi-bunyian yang nilai transfer yang cukup tinggi. Intensitas interaksi
menimbulkan rasa tidak nyaman; (2) harga tanah, akan berkurang bila jarak kedua daerah semakin
pajak maupun sewa di luar pusat kota yang lebih jauh. Sementara arus yang terjadi dapat berwujud
murah jika dibandingkan dengan pusat kota; (3) arus ekonomi, sosial, politik maupun arus informasi.
keinginan untuk bertempat tinggal di luar pusat kota Interaksi spasial terdiri dari: pertama, keter-
yang terasa lebih alami (Daldjoeni, 1992 : 172) kaitan fisik yang berbentuk integrasi manusia melalui
Selain daya sentifugal maupun sentripetal, jaringan transportasi. Kedua, keterkaitan ekonomi
pemekaran wilayah dapat juga terjadi karena adanya yang berkaitan dengan pemasaran sehingga terjadi
kebijakan pemerintah yang sengaja mengembang- aliran komoditas berbagai jenis barang/ jasa serta
kan kota tersebut dengan cara membangun infra- modal, dan juga keterkaitan produksi ke depan
struktur dan mendatangkan berbagai investor sesuai (foward linkage) maupun kebelakang (backward
dengan potensi yang dimilikinya. Wilayah pinggiran linkage) diantara berbagai kegiatan ekonomi. Ketiga,
atau yang disebut sebagai suburbia secara ekologis keterkaitan atau pergerakan penduduk dengan pola
merupakan kawasan dimana terjadi invasi (masuk- migrasi, baik permanen maupun kontemporer.
nya penduduk baru) dan adanya peraturan daerah Keempat, keterkaitan teknologi terutama peralatan,
yang lemah (lax zoning regulation) yang meng- cara dan metode produksi yang harus terintegrasi
inginkan tersebarnya bangunan-bangunan baru secara spasial dan fungsional. Kelima, keterkaitan
seperti pompa bensin, restoran, tempat hiburan dan sosial yang merupakan dampak dari keterkaitan
lain sebagainya. Wilayah pinggiran biasanya diba- ekonomi terhadap pola hubungan sosial penduduk.
ngun tanpa rencana dimana tata guna lahan Keenam, keterkaitan pelayanan sosial seperti rumah
ditangani secara semrawut. Meski kawasan tersebut sakit, sekolah dan sebagainya. Ketujuh, keterkaitan
status resminya perdesaan (rural) tetapi dalam administrasi, politik dan kelembagaan misalnya
kenyataannya merupakan campuran rural-urban. struktur perbatasan administrasi maupun sistem
Daerah pinggiran atau perbatasan memiliki anggaran.
karakteristik, dimana daerah pinggirannya berbasis Carrothers dalam Tarigan (2004) telah meng-
sumberdaya alam (primer) dan daerah pusat meru- analogikan formulasi interaksi dengan hukum gravi-
pakan penghasil barang dan jasa (sekunder/tersier). tasi, yang dijabarkan sebagai berikut:
Dengan demikian apabila wilayah pusat (core)

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 11


f (Pi Pj) Untuk memenuhi alat pengangkutan yang
I ij =
f (Dij)2 efektif dan efisien sebagai sarana mobilitas, ken-
daraan pribadi menjadi pilihan dikarenakan sistem
Keterangan:
transportasi publik memiliki karakteristik layanan
I ij = Interaksi antara tempay i dan tempat j
yang tidak konsisten, jadwal yang tidak pasti, serta
P i = Penduduk i
meningkatnya tarif sehingga minat penggunaan
P j = Penduduk j
transportasi kecil. Kebutuhan ruang yang berupa
D ij = Jarak antara tempat i dan tempat j
ruas jalan secara kuantitas menjadi semakin berkem-
Hukum gravitasi tersebut memberikan gambaran bang sementara pemerintah terkendala dengan
bahwa semakin besar I ij maka semakin erat hubung- anggaran yang terbatas. Kondisi ini menyebabkan
an kedua wilayah tersebut, dan semakin tinggi pula kemacetan dimana-mana, khususnya kota besar.
pertumbuhan ekonomi yang terjadi.
Kemacetan identik dengan kepadatan (density),
Sementara pertumbuhan ekonomi menggam- yang didefinisikan sebagai jumlah kendaraan yang
barkan proses kenaikan output perkapita dalam menempati suatu panjang tertentu dari lajur atau
jangka panjang, dimana persentase pertambahan jalan, dirata-rata terhadap waktu, biasanya dinyata-
output itu haruslah lebih tinggi dari persentase kan dalam kendaraan per mil atau kendaraan perkil-
pertambahan jumlah penduduk. (Budiono dalam ometer atau jalan. Namun karena setiap jenis kenda-
Tarigan, 2004 : 44). Kondisi ini mensyaratkan bahwa raan memiliki karakteristik pergerakan yang berbeda
berbagai perubahan dalam pertumbuhan penduduk yang disebabkan perbedaan dimensi, kecepatan,
perlu menjadi pertimbangan, karena jika suatu percepatan maupun kemampuan manuver selain
kenaikan pendapatan nyata yang dibarengi dengan pengaruh geometrik jalan, maka digunakan Satuan
pertumbuhan penduduk yang lebih cepat, maka akan Mobil Penumpang (SMP) untuk menyamakan satuan
terjadi kemunduran ekonomi. dari masing-masing jenis kendaraan. Besarnya SMP
Ketimpangan yang terjadi antara satu daerah yang direkomendasikan oleh Direktorat Jendral Bina
dengan daerah lainnnya akan menyebabkan pen- Marga Jalan Indonesia (MKJI) adalah sebagai
duduk terdorong untuk melakukan migrasi dari satu berikut.
daerah ke daerah lain. Oleh karena itu pembangunan Tabel 2. Faktor Satuan Mobil Penumpang
daerah perlu diarahkan untuk lebih menyerasikan
No. Jenis Kendaraan Kelas SMP
laju pertumbuhan antar daerah melalui otonomi
daerah. Melalui otonomi daerah laju pertumbuhan 1. Sedan
diharapkan akan semakin seimbang dan serasi Oplet LV 1,00
sehingga pelaksanaan pembangunan nasional Mikrobus
semakin merata di seluruh pelosok tanah air. Pick Up
2. Bus Standar
Adapun migrasi internal yang bersifat kedae-
Truk Sedang HV 1,30
rahan akan menyebabkan mobilitas penduduk ulang- Truk Besar
alik maupun sirkuler akan meningkat. Gejala ini
3. Sepeda Motor MC 0,50
dimungkinkan karena banyak penduduk yang
4. Becak
bertempat tinggal jauh dari tempat kerja ataupun
Sepeda UM 1,00
pusat pendidikan. Dengan berkembangnya pola
Andong, dll
mobilitas pinggiran-perkotaan, maka kebutuhan akan
alat transportasi yang efisien dan efektif menjadi Sumber : Direktorat Jendral Bina Marga (2002)
Keterangan : LV = Light Vehicle (Kendaraan Berat)
meningkat. Dalam masyrakat modern berbagai alat HV = Heavy Vehicle (Kendaraan Ringan)
transportasi memegang dua fungsi penting: pertama, MC = Motor Cycle (Sepeda Motor)
sebagai modal untuk mengangkut orang pergi ke UM = Unmotorrized (Kendaraan Tak Ber-
tempat kerja atau memindahkan barang dari suatu motor)
tempat ke tempat lainnya. Kedua, sebagai barang Secara ekonomis, masalah kemacetan lalulin-
akhir untuk memenuhi berbagai keperluan sosial tas akan menciptakan biaya sosial, biaya operasional
masyarakat seperti rekreasi dan sebagainya. yang tinggi, hilangnya waktu, polusi uadara, tingginya

12 Dampak Pertumbuhan Ekonomi Kota Semarang . . .. (Soesilowati: 9 - 17)


angka kecelakaan, bising, dan juga menimbulkan dengan teknik purposive random sampling dengan
ketidaknyamanan bagi pejalan kaki. Sementara pertimbangan jumlah populasi yang tak tentu.
untuk mengelola sebuah pertumbuhan beserta Adapun variabel yang diteliti adalah pertum-
implikasinya diperlukan kebijakan-kebijakan yang buhan ekonomi Kota Semarang mulai tahun 2001
terintegrasi antar aktor-aktor yang terlibat. Kebijakan 2005 yang diukur dari PDRB perkapitanya , variabel
itu sendiri menurut Anderson merupakan langkah laju kenaikan tingkat kemacetan tahun 2001 2005
tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh seor- di Kecamatan Mranggen yang diukur dari tingkat
ang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan kepadatan lalulintas.
adanya masalah atau persoalan tertentu yang
Pengumpulan data dilakukan dengan metode
dihadapai (1986 : 58)
dokumentasi, wawancara, dan observasi. Metode
Kelembagaan merupakan salah satu aspek dokumentasi dipergunakan untuk mencari data
penting dalam konteks analisis subsistem kebijakan PDRB dan data arus lalulintas, metode wawancara
karena aspek kelembagaan akan banyak berperan untuk menjaring pendapat para menglaju, langkah-
dalam setiap siklus kebijakan, mulai dari perencana- langkah yang ditempuh Pemda serta strategi-
an sampai dengan timbulnya umpan balik. Bagaima- strateginya. Sedangkan metode observasi digunakan
na sebuah kebijakan dirancang, direncanakan, untuk mendukung data-data kuantitatif seperti kondisi
didesain, diimplementasikan dan dievaluasi akan riil sistem transportasi, sebab-sebab kemacetan serta
membutuhkan partisipasi kelembagaan. Apabila titik-titik kemacetan terjadi.
aktor menunjuk pada orang perorangan, maka
Data dianalisis menggunakan analisis deskriptif
kelembagaan merupakan sebuah totalitas orang
persentase untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi
perorangan yang terikat pada norma dan tatanan
Kota Semarang dan tingkat kemacetan di Kecamatan
organisasi. Dalam konteks kelembagaan, penyam-
Mranggen, analisis gravitasi, serta metode analisis
paian kebijakan (delivery system) telah menjadi
SWOT untuk merumuskan strategi yang tepat dalam
perhatian utama, khususnya dalam penyediaan
mengatasi kemacetan tersebut.
layanan publik. Penyediaan pelayanan publik dila-
kukan melalui seperangkat institusi dan instrumen
yang kompleks dan beragam disebut sebagai HASIL DAN PEMBAHASAN.
campuran (delivery mixes) Delivery mixed dalam
Untuk mengetahui seberapa kuat keterkaitan
konteks pelayanan publik melibatkan interaksi antara
(inter linkage) antara pusat dengan pinggirannya
sektor privat, sukarela (voluntary) dan komunitas.
digunakan model gravitasi yang meliputi keterkaitan
Hubungan antara privat, komunitas dan sukarela
antara Kota Semarang terhadap Kecamatan
oleh Colebatch dan Lamour dikatakan merupakan
Mranggen, Kecamatan Kaliwungu, dan Kecamatan
hubungan yang terus menerus mengalami
Ungaran. Semakin tinggi tingkat gravitasi maka bisa
perubahan.
dikatakan indikator kegiatan sosial dan ekonomi
kedua wilayah tersebut besar kaitannya. Hasil
METODE PENELITIAN perhitungan tingkat gravitasi dapat penulis sajikan
sebagai berikut pada tabel 3.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan populasi
penduduk Kecamatan Mranggen yang melakukan Hasil perhitungan analisis gravitasi tersebut
mobilitas ulang-alik ke Kota Semarang dan stake- dapat diketahui bahwa dalam kurun waktu 5 tahun
holder dibidang kelalulintasan, meliputi: Satlantas Kecamatan Mranggen merupakan wilayah yang
Polres Demak dan Kepala Kantor Perhubunan paling kuat daya tariknya terhadap pusat kota
Kabupaten Demak. Pengambilan sampel dilakukan Semarang.

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 13


Tabel 3. Tingkat Gravitasi antara Kecamatan Mranggen, Kecamatan Kaliwungu dan Kecamatan Ungaran
Tahun 2001-2005
Tingkat Gravitasi
Kecamatan Jarak ke Pusat
2001 2002 2003 2004 2005
Mranggen 12 km 67.046.471 72.986.218 73.830.892 74.965.512 75.664.133
Kaliwungu 21 km 15.599.414 16.990.713 17.207.330 17.384.424 17.785.037
Ungaran 24 km 14.976.679 16.813.153 17.005.955 18.451.092 18.579.913
Sumber : Data diolah

Dari klasifikasi jalan menunjukan bahwa jalan penyeberang jalan dan simpang tak bersinyal. Hal ini
raya Purwodadi-Semarang (Kec. Mranggen) ber- sejalan dengan pendapat Sukirno (1976 :169) yang
fungsi sebagai kolektor primer dan termasuk mengatakan bahwa jumlah kendaraan bermotor yang
golongan kelas II, yang berarti konstruksi permu- dimiliki oleh warga masyarakat berkembang pesat
kaannya aspal beton. Tataguna lahan disepanjang sebagai akibat dari pertambahan pendapatan di
jalan berupa pasar, pertokoan dan beberapa perkotaan serta kemajuan teknologi kendaraan
perkantoran. Berkaitan dengan berbagai aktivitas bermotor.
yang terjadi di sekitar kawasan pasar, trotoar yang Lebih jauh, fungsi kendaraan sebagai modal
digunakan untuk berdagang, parkir, angkutan umum memiliki arti bahwa kendaraan sebagai input untuk
dan pejalan kaki memakan sebagian badan jalan dan menaikan produktivitas harus efisien. Contoh kasus
mengurangi lebar efektif jalur lalulintas jalan tersebut. apabila seorang penduduk harus mengeluarkan
Adapun arus dan tingkat kepadatan lalulintas di biaya perjalanan untuk berangkat dan pulang kerja
jalan raya Mranggen dan perkembangannya dapat dalam jarak tertentu difungsikan sebagai biaya tetap
penulis sajikan sebagai berikut. (FC), artinya jumlah biaya yang dikeluarkan tetap
Tabel 4. Jumlah Arus dan Tingkat Kepadatan meskipun waktu tempuh perjalanan bisa lebih cepat
Lalulintas di Jalan Raya Mranggen Tahun 2001 atau lebih lambat. Jadi biaya totalnya sama dengan
2005 serta Perkembangannya biaya tetap (TC = FC). Untuk mendukung produk-
tivitasnya, dia mengeluarkan biaya untuk membeli
Arus lalulintas Tingkat Kepadatan Pertum-
Tahun Rata-rata Tahunan Lalulintas buhan
sepeda motor yang disebut biaya marginal (MC).
(smp/jam) (smp/km) (%) Setelah memiliki sepeda motor nilai FC akan turun
2001 12.970,80 324,27 - dan menimbulkan biaya variabel (VC) yaitu berupa
2002 13.008,60 325,22 1,29 biaya pemeliharaan sepeda motor, sehingga TC =
2003 13.188,60 329,72 1,60 FC + VC. Namun dalam kenyataannya TC perjalanan
2004 13.317,85 332,95 0,75 dengan angkutan umum > TC perjalanan dengan
2005 13.387,95 334,70 0,54 sepeda motor.
Sumber: Data Diolah Sementara hasil wawancara juga menunjukan
bahwa penyebab kemacetan juga diakibatkan oleh
Hasil perhitungan menunjukan bahwa setiap aktivitas pasar Ganefo yang terletak di sebelah Timur
kenaikan nilai PDRB per kapita sebesar satu satuan, pasar Mranggen, banyaknya becak, dokar serta
maka akan diikuti kenaikan kemacetan lalulintas di angkuta umum yang ngetem di pinggir jalan, dimana
Kec. Mranggen sebesar 0,0000173. Atau jika PDRB disepanjang jalan tersebut terdapat beberapa industri
per kapita naik sebesar Rp.100.000,- maka kema- besar.
cetan naik sebesar 1,73 smp/jam.
Instansi perhubungan sendiri tidak mempunyai
Besarnya kontribusi PDRB per kapita Kota kebijakan yang riil untuk mengurangi masalah
Semarang terhadap kemacetan lalulintas di Keca- kemacetan lalulintas. Tapi sebagai instansi di bawah
matan Mranggen adalah sebesar 65,4%, sedangkan Pemda bersama-sama dengan Bappeda dan Satpol
sisanya 44,6% dipengaruhi oleh faktor lain seperti PP telah memiliki kebijakan untuk menertibkan PKL
adanya aktivitas PKL, parkir, angkutan umum, serta dan tempat parkir. Sebenarnya dipersimpangan

14 Dampak Pertumbuhan Ekonomi Kota Semarang . . .. (Soesilowati: 9 - 17)


sebelah Barat pasar Mranggen sudah dipasang jam-jam sibuk dengan menurunkan petugas di titik-
traffic light, tapi nampaknya tidak bisa efektif titik kemacetan seperti persimpangan dan pasar.
dioperasionalkan karena volume kendaraan yang Kedua, Memasang pembatas jalan (traffickun) yang
tidak seimbang. Selain itu ada pihak-pihak tertentu berfungsi melebarkan jalur ke Semarang kalau esok
yang tidak setuju kalau traffic light diaktifkan, yaitu hari dan sebaliknya di sore hari. Ketiga, menindak
para tukang parkir dan ojeg yang memiliki pekerjaan tegas pengguna jalan yang tidak mematuhi aturan
sampingan sebagai penjual jasa penyeberangan lalulintas.
(polisi capek). Di satu sisi langkah-langkah kebijakan tersebut
Sementara langkah-langkah yang telah dilaku- efektif, namun di sisi lain masih ada kendala-kendala
kan oleh instansi Polisi sebagai instansi vertikal: yang ke depannya perlu ditangani, antara lain:
pertama, mengatur lalulintas secara langsung pada pertama, masih kurangnya kesadaran masyarakat
Tabel 5. Hasil Analisis SWOT
1. Identifikasi faktor-faktor strategis eksternal

Faktor Strategis Eksternal Bobot Peringkat Skor


Peluang:
Pertumbuhan pelayanan angkutan umum 0,05 3 0,15
Penempatan polisi lalulintas di simpang tak bersinyal pada jam sibuk 0,10 4 0,40
Penambahan kapasitas jalan dengan memperlebar median jalan khusus 0,20 4 0,80
pada jam sibuk
Adanya pemasangan traffic light di persimpangan 0,10 3 0,30
Penindakan tegas bagi pelanggar lalulintas 0,10 4 0,40
Ancaman:
Pertumbuhan penduduk 0,15 1 0,15
Mobilitas penduduk yang tinggi 0,03 2 0,06
Ketidaknyamanan dan inefisiensi angkutan umum 0,10 1 0,10
Pertumbuhan permintaan kendaraan pribadi terutama sepeda motor 0,15 1 0,15
Jenis kendaraan besar sampai ringan melintas jalan ini 0,02 2 0.04
Total 1 2,55

2. Identifikasi faktor-faktor Strategis internal

Faktor Strategis Internal Bobot Peringkat Skor


Kekuatan:
Kondisi jalan dalam keadaan baik 0,05 3 0,30
Kapasitas efektif jalan yang memadai 0,15 4 0,60
Dekat dengan kantor Polsek dan Pos Polisi 0,10 4 0,40
Rambu lalulintas cukup jelas untuk dilihat 0,05 3 0,15
Kesadaran pengguna jalan dalam berlalulintas 0,10 4 0,40
Kelemahan:
Arus lalulintas kendaraan meningkat pada jam sibuk 0,15 2 0,30
Banyaknya kegiatan ekonomi penduduk yang memakai badan jalan 0,20 1 0,20
Banyaknya penyeberang jalan 0,02 2 0,04
Aktivitas angkutan umum yang menaikan /menurunkan penumpang serta 0,15 1 0,15
berhenti di sembarang tempat
Adanya simpang tak bersinyal 0,03 2 0.06
Total 1 2,60
Sumber : Data diolah

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 15


berlalulintas terutama para pengguna sepeda motor pemecahan masalah kemacetan harus melalui
dan angkot. Kedua, belum berfungsinya traffic light di integrasi horisontal.
persimpangan. Ketiga, adanya becak dan andong Dari hasil analisis dengan menggunakan teknik
yang parkir di sembarang tempat. Keempat, banyak- SWOT, dapat diajukan beberapa strategi kebijakan
nya mobil barang dan truk yang diparkir di bahu yang dapat digunakan oleh Pemda Kab. Demak dan
jalan. Satlantas Polres Demak, yaitu strategi kebijakan
Untuk memperoleh formulasi strategi kebijakan integrasi horisontal. Artinya instansi-instansi yang
yang tepat untuk mengatasi masalah kemacetan bersifat horisontal, yaitu Bappeda, Kantor
dipergunakan analisis SWOT dengan tahapan Perhubungan, dan Satuan Polisi Pamong Praja
seperti tersaji pada tabel 5. (Satpol PP) berkoordinasi dalam satu bingkai
Dari total skor yang diperoleh, yaitu faktor kebijakan dan bekerja sesuai dengan tugas dan
strategis eksternal sebesar 2,55 dan faktor strategis kewenangannya. Sementara Polres Demak memiliki
internal sebesar 2,60 menunjukan titik koordinat tanggungjawab untuk menciptakan ketertiban
terletak di daerah pertumbuhan V pada internal- berlalulintas. Dengan adanya strategi kebijakan
eksternal matrik, yang berarti strategi kebijakan tersebut diharapkan akan tercipta sistem transportasi
yang lancar dan terintegrasi, membentuk pola

Tabel 6. Matriks SWOT


Kekuatan Kelemahan :
Faktor Internal Kondisi jalan dalam keadaan Arus lalulintas kendaraan
baik meningkat pada jam sibuk
Kapasitas efektif jalan yang Banyaknya kegiatan ekonomi
memadai penduduk yang memakai badan
Dekat dengan kantor Polsek jalan
dan Pos Polisi Banyaknya penyeberang jalan
Rambu lalulintas cukup jelas Aktivitas angkutan umum yang
untuk dilihat menaikan /menurunkan
Kesadaran pengguna jalan penumpang serta berhenti di
Faktor Eksternal dalam berlalulintas sembarang tempat
Adanya simpang tak bersinyal
Peluang : Strategi SO Strategi WO
Pertumbuhan pelayanan angkutan Meningkatkan efisiensi kinerja Menertibkan PKL di setiap pasar
umum persimpangan dengan dengan pengelolaan parkiran
Penempatan polisi lalulintas di simpang mendirikan pos penjaga yang baik
tak bersinyal pada jam sibuk lalulintas dan memasang traffic Meningkatkan pengawasan
Penambahan kapasitas jalan dengan light aktivitas angkutan umum karena
memperlebar median jalan pada jam Menciptakan kawasan tertib berpotensi melanggar aturan
sibuk lalulintas dengan memantau lalulintas
Adanya pemasangan traffic light di pengguna jalan, jika terjadi
persimpangan pelanggaran langsung ditindak
Penindakan tegas bagi pelanggar
lalulintas

Ancaman : Strategi ST Strategi WT


Pertumbuhan penduduk Lebih meningkatkan efektivitas Segera membangun jalan lingkar
Mobilitas penduduk yang tinggi sistem kinerja jalan dengan sebagai jalur alternatif sesuai
Ketidaknyamanan dan inefisiensi sebisa mungkin meminimalkan RUTRK (Rencana Umum Tata
angkutan umum tingkat hambatan Ruang Kota) Kabupaten Demak
Pertumbuhan permintaan kendaraan Membenahi menejemen Mendirikan tempat
pribadi terutama sepeda motor angkutan umum agar tercipta pemberhentian angkutan umum
Jenis kendaraan besar sampai ringan sistem transportasi publik yang (halte)
melintas jalan ini efektif dan efisien
Sumber: Data diolah

16 Dampak Pertumbuhan Ekonomi Kota Semarang . . .. (Soesilowati: 9 - 17)


mobilitas pinggiran-perkotaan yang tidak timpang, Butcher, H.A. Glen, P.Henderson and J.Smith, (eds)
bahwa migrasi internal yang bersifat antar daerah 1993, Community and Public Policy. London:
dan perdesaan-perkotaan akan terus berlangsung Pluto Press.
sampai kesenjangan pendapatan, kesempatan kerja Chambers, Robert 1983, Rural Development Putting
dan fasilitas sosial semakin berkurang. the Last First, Published by Longman Inc.
Daldjoeni, N., 1992, Geografi Baru: Organisasi
Keruangan Dalam Teori dan Praktek, Bandung :
KESIMPULAN DAN SARAN Penerbit Alumni.
Dari hasil analisis data dapat ditarik kesimpulan Dunn, W.N., 2000, Public Policy Analysis: An
sebagai berikut: pertama, pengaruh laju pertum- Introduction. Pengantar Kebijakan Publik.
buhan ekonomi Kota Semarang terhadap tingkat Muhadjir Darwin (Penyunting), Pengantar
kemacetan di Kec. Mranggen sebesar 65,4%. Kedua, Analisis Kebijakan Publik, Edisi Kedua,
Yogyakarta: Gajah Mada Univertity Press.
adanya faktor lain yang memiliki kontribusi terhadap
tingkat kemacetan, yaitu aktivitas PKL, parkir, Dye, T.R. 1978. Understanding Public Policy.
angkutan umum, serta penyeberang jalan sebesar Prentince- Hall. Inc. Englewood Cliff. New Jersey.
34,6%. Hauser, Philip M, 1982, Population and The Urban
Future, Masri Maris (penterjemah). 1985,
Adapun saran yang dapat diberikan adalah: Penduduk dan Masa Depan Perkotaan, Jakarta:
pertama, untuk mencegah penduduk menggunakan Yayasan Obor Indonesia.
mobil pribadi, dalam jangka panjang perlu diciptakan
Heidenheimer, A.J., Heglo, H., and Adams, C.T.,
sistem transportasi publik yang modern, nyaman dan 1996, Comparative Public Policy, New York: ST.
efisien semacam Busway dan KRL. Kedua, jika perlu Martins Press.
dibangun sistem geometri jalan yang dapat meng-
Laswell, HD., 1971, A Preview of Policy Sciences,
hindarkan traffic semacam Fly over sehingga New Yprk: American Elsevier.
kemacetan di persimpangan dapat dihindari. Ketiga,
Parson, Wayne, 1995 Public Policy: An Introduction
untuk kedepannya perlu perencanaan jalan lingkar
to The Theory and Practice of Policy Analysis,
serta pembinaaan SDM transportasi dalam disiplin USA: Edward Elgar Publishing,Inc.
berlalulintas serta penegakan hukum.
Rangkuti, Freddy, 1997, Analisis Swot: Teknik
Membedah Kasus Bisnis-Reorientasi Konsep
DAFTAR PUSTAKA Perencanaan Strategis Untuk Menghadapi Abad
21, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Anderson, J.E., 1986, Public Policy Making, New
York: Holt, Praeger Starling, O.G., 1998, Managing The Public Sector,
Houston: Harcourt Brace College Publisher.
Arsyad, Lincolin, 1997, Ekonomi Pembangunan.
Yogjakarta: Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Tarigan, Robinson, 2004, Ekonomi Regional Teori &
Ilmu Ekonomi YKPN Aplikasi, Jakarta: Bumi Aksara.

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 17


THE QUALITY OF GROWTH:
PERAN TEKNOLOGI DAN INVESTASI HUMAN CAPITAL
SEBAGAI PEMACU PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS
P. Eko Prasetyo
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang
e-mail:prasetyo.dr.eko@gmail.com

ABSTRACT

In the process of developing economy in a whole and continuously, the macro economy stability of a
country is an essential prerequisite for producing a quality economic growth. For achieving the quality
economic growth, there should be a continuous capital human investment and the use of continuous
science and technology (IPTEK). The process of developing economy will be able to transform the
society condition from vicious circle to virtuous circle condition if the growth of economy is qualified.
Keywords: Quality of growth; human capital, technology and virtuous circle.

PENDAHULUAN satu sasaran pokok yang menjadi indikator perbaikan


kondisi perekonomian.
Menurut Presiden SBY visi Indonesia kedepan
yang hendak diwujudkan pada tahun 2030 adalah Pokok persoalannya adalah bahwa sasaran
menjadi negara maju yang unggul dalam penge- pertumbuhan ekonomi yang tinggi saja belumlah
lolaan kekayaan alam secara berkelanjutan atau cukup menjadi jaminan bahwa kesejahteraan masya-
kualitas hidup modern yang merata, self growth. rakat akan meningkat secara merata. Oleh karena
Salah satu sasaran utama untuk mewujudkan hal itu, laju pertumbuhan ekonomi seyogyanya harus
tersebut adalah bukan hanya pertumbuhan ekonomi diiringi dengan pmerataan distribusi pendapatan
semata, tetapi growth with equity (pertumbuhan sebagai dua sasaran yang sama pentingnya yang
disertai pemerataan). Karena itu, untuk mewujudkan harus dicapai agar hasil-hasil pertumbuhan tersebut
visi tersebut menurut presiden SBY (2008) perlu dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Dengan
dirumuskan; growth must be inclusive, growth must kata lain, sasaran pembangunan tidak hanya
be broad based, growth must be just. berhenti sampai dengan laju pertumbuhan ekonomi
yang tinggi saja seperti yang selama ini dilakukan,
Karena itu, tujuan pelaksanaan pembangunan
melainkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas
ekonomi dalam rencana kerja pememerintah (RKP)
dengan memperhitungkan pemerataan pendapatan
tahun 2008 adalah untuk peningkatan kesejahteraan
serta pengentasan kemiskinan dan pengangguran.
masyarakat secara utuh. Untuk mencapai tujuan
tersebut, pemerintah telah menetapkan beberapa Pengelolaan ekonomi yang pro job lebih
target; (1) percepatan pertumbuhan ekonomi (pro ditekankan pada percepatan perluasan lapangan
growth) yang berkualitas dengan dukungan stabilitas pekerjaan. Dengan pertumbuhan ekonomi yang
ekonomi yang tetap terjaga; (2) megurangi tinggi dan berkualitas mampu mencerminkan adanya
pengangguran (pro-job); (3) mengurangi kemiskinan peningkatan aktivitas dunia usaha dan ekonomi yang
(pro-poor), (Indrawati, 2007). Menurut Mentri pada gilirannya akan memberikan peluang besar
Keuangan Sri Mulyani Indrawati (2007), pengelolaan kepada angkatan kerja di pasar. Karena itu, pertum-
ekonomi yang pro growth dimaksudkan untuk buhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas baru
mendorong pecepatan pertumbuhan ekonomi yang dapat dicapai jika disertai dengan peningkatan ke-
berkualitas dengan disertai pemerataan distribusi sempatan kerja dan penurunan tingkat pengang-
pendapatan (growth with equity). Karena itu, guran di masyarakat. Peningkatan jumlah partisipasi
pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan salah angkatan kerja dan penurunan pengangguran
merupakan diskripsi kemampuan masyarakat untuk

18 The Quality of Growth: Peran Teknologi dan Investasi Human Capital . . . (Prasetyo: 18 - 31)
mengambil manfaat dari pertumbuhan ekonomi yang satu prasyarat esensial yang umum harus dipenuhi.
tinggi dan menikmati bagian dari peningkatan Karena itu, syarat perlu untuk memacu pertumbuhan
pendapatan. Dengan demikian, kondisi pengang- ekonomi yang tinggi dan berkualitas diperlukan
guran di negara ini harus terus ditekan seminimal beberapa faktor pendorong utama seperti; investasi
mungkin. Karena itu, kebijakan pemerintah harus human capital yang cukup dan berkelanjutan serta
mampu mendorong sektor riil yang banyak menyerap penguasan penggunaan teknologi. Sedangkan,
tenaga kerja. syarat cukupnya harus ada kesinergian antara peran
Selanjutnya, pengelolaan ekonomi yang pro dan potensi modal sosial yang dimiliki. Tujuan artikel
poor diarahkan untuk mengurangi kemiskinan. ini baru ingin menjelaskan betapa pentingnya peran
Menurunnya jumlah penduduk miskin merupakan dan potensi investasi human capital dan teknologi
indikator keharusan yang secara loangsung dapat dalam memacu pertumbuhan ekonomi yang tinggi
menunjukkan peningkatan kesejahteraan rakyat. dan berkualitas yang selama ini pernah dicapai oleh
Karena itu, berbagai kebijakan pemerintah dan beberapa negara maju. Secara teoritis dan empiris,
program pemerintah secara langsung maupun tidak peran keduanya telah terbukti mampu memacu
langsung harus mampu menyentuh masyarakat di pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
lapisan bawah. Karena itu, sasaran pembangunan
menjadi tidak hanya untuk peningkatan pendapatan, PEMBAHASAN
melainkan juga harus mampu untuk memberikan
akses yang lebih luas kepada masyarakat seperti The New Growth Theory: Beyond and Behind The
dalam bidang pendidikan, kesehatan, air bersih dan Solow Model
sebagainya. Upaya-upaya tersebut harus dilaksana- Sebuah teori Klasik sebelum Robert M Solow
kan sejalan dengan komitmen pemerintah dalam (Behind the Solow model), mengatakan bahwa
menjalankan tujuan pembangunan millenium deve- sebuah negara berkembang atau terbelakang hanya
lopment goals (MDGs). Berdasrkan target-target perlu meningkatkan akumulasi capital fisik (C),
tersebut diharapkan dapat terciptanya distribusi tenaga kerja (L) dan sumber daya manusia (H) dan
pendapatan yang lebih merata (growth with equality). efisiensi alokasi dalam penggunaannya. Dalam hal
Untuk mewujudkan berbagai hal tersebut di ini, peran teknologi belum dipandang sebagai
atas, maka kita mesti harus sadar bahwa masih pemacu dalam pertumbuhan ekonomi. Apabila ada
banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan agar kegagalan dalam pasar dalam proses pembangunan
pertumbuhan ekonomi tidak hanya sekedar tinggi tesebut, maka hanya akan diselesaikan melalui
saja melainkan juga harus berkualitas. Persaoalanya mekanisme perencanaan efisiensi alokasi dan pena-
adalah kita harus mampu mendayagunakan semua rikan investasi penggunaan sumber daya tersebut.
potensi yang dimiliki oleh seluruh rakyat Indonesia, Selanjutnya, pandangan pemikiran baru dari
baik itu modal alam atau fisik, modal manusia teori Neo-Klasik setelah model Solow (Beyond the
(human capital), dan juga modal sosial (social Solow model) mengatakan bahwa, pentingnya
capital) serta kemampuan dan penguasaaan terha- transformasi dalam proses pembangunan yang baik
dap penggunaan teknologi. Perlu digaris bawai tidak hanya terbatas pada peningkatan efisiensi
bahwa, modal sosial mempunyai potensi dan peran alokasi dan akumulasi faktor (C, L, dan H) saja.
yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi Dalam hal ini telah memandang bahwa pendidikan
bangsa ini. Karena tanpa disinergikan dengan modal dan ketrampilan adalah penting, karena pendidikan
sosial, kita tidak akan pernah mampu memiliki equity tidak hanya mampu meningkatkan faktor H, tetapi
social, maka tanpa peran modal sosial yang dasat juga mampu meningkatkan wawasan faktor H untuk
pertumbuhan ekonomi yang merata (growth with menerima perubahan dan peningkatan pertumbuhan
equality) tidak pernah akan tercapai. ekonomi. Dalam hal ini, peran teknologi sudah mulai
Dalam kaitannya dengan semua hal tersebut di nampak walaupun baru secara implisit melalui
atas, pertumbuhan ekonomi yang berkualitas baru parameter pendidikan dari faktor sumber daya
dapat dicapai jika dipenuhi beberapa persyaratan, di manusia (H). Dalam model Solow tersebut variabel
mana stabilitas ekonomi makro adalah sebagai salah teknologi ini masih dianggap sebagai variabel

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 19


endogen. Selajutnya, setelah model Solow, variabel SK adalah akumulasi kapital fisik, dan diasumsikan
teknologi sudah mulai nampak sebagai variabel tidak ada depresiasi. Selanjutnya, pertumbuhan
eksogen yang dapat menentukan kualitas pertum- teknologi adalah konstan dan eksogeneous.
buhan ekonomi. .
A ( t ) = gA( t ), (4)
Artikel ini secara teoritis bertujuan untuk men-
jelaskan bagaimana peran variabel investasi human Dalam hal ini, akumulasi modal manusia dimo-
capital dan teknologi secara eksplisit (eksogen) delkan sama dengan akumulasi modal fisik sebagai
dapat sebagai pemacu utama dalam pertumbuhan berikut.
ekonomi yang berkualitas. Dengan pertumbuhan .
ekonomi yang berkualitas diharapkan akan diperoleh H( t ) = SH Y(t), (5)
hasil pembangunan ekonomi yang bermanfaat bagi
kesejahteraaan seluruh masyarakat. Dengan pertum- Selanjutnya, secara ekonomi dinamik dan paralel
buhan ekonomi yang berkulitas diharapkan ada dengan model Solow, dan mengikuti model modal
transformasi dari masyarakat yang terbelenggu fisik, maka k = K/AL, h = H/AL, dan y = Y/AL,
dalam keterbelakangan (vicious circle) akan mampu sehingga:
menuju masyarakat yang lebih maju (virtuous y( t ) = k( t ) h( t ) , (6)
circle), (Stiglitz, 2000, 2001; Handoko, 2001;
Prasetyo, 2008). Dengan melihat k lebih dahulu, definisi dari k dan
persamaan yang melibatkan K, L, dan A mengan-
Model teoritis peran human capital dan tekno-
dung makna sebagai berikut:
logi sebagai pemacu pertumbuhan ekonomi yang
tinggi dan berkualitas dapat ditelusuri mulai dari .
k( t ) = SK k(t) h( t ) - (n + g)k( t ), (7)
model Solow, (Romer, 1996). Pemikiran Robert M
Solow sejak 1956 telah memasukan unsur human atau k = [SK /(n + g)] 1/ (1- ) h / (1 )
capital dan teknologi sebagai faktor penentu
pertumbuhan ekonomi. Sumbangan pemikiran Solow Dengan demikian, k adalah sama dengan nol ketika
SK k h = (n + g)k

ini kemudian dikembangkan oleh Romer dan telah seperti ditunjukkan dalam
membawa revolusi besar dalam teori pertumbuhan Gambar-1 di bawah ini. Kenaikan k paralel dengan
ekonomi yang kini sering dikenal dengan The New kenaikan h. Jika < 1- (ke kiri dari k=0), maka k
Growth Theory. David Romer, (1996) telah membuat akan negatif, dan jika ke kanan dari k=0, maka k
model stok human capital dan pengaruhnya terhadap akan positip.
pertumbuhan ekonomi sebagai berikut. Asumsi Kemudian, dengan memperhatikan persamaan
pertama model ini mengikuti Mankiw dan David (7), maka dinamika h dapat diketahui sebagai
Romer sendiri di mana output mengikuti fungsi: berikut.
Y( t ) = K ( t ) H( t ) [A ( t )L( t )] 1 , , .
h( t ) = SKk( t ) h( t ) - (n + g) h( t ), (8)
> 0, > 0, dan + < 1 (1) .
di mana h adalah akan sama dengan nol ketika
Di mana H adalah stok human capital, L jumlah
SK k h = (n + g)h atau dapat ditulis sebagai
tenaga kerja. Persamaan (1) ini menunjukkan bahwa
output (Y) ditentukan oleh capital, labour, dan human k = [(n + g) / SH ]1/ h (1 ) / . Hal ini dapat dilihat pada
capital per worker. Jadi K, H, dan L diasumsikan Gambar-1 di bawah ini, jika 1 > , maka h akan
constan return to scale. positip di atas h=0, dan negatif jika di bawah h=0.
Asumsi kedua, adalah dinamika dari K dan L sebagai Selanjutnya, dinamika dari k dan h yang menuju
berikut. kepada keseimbangan di titik E. Titik E secara global
. adalah stabil, darimanapun memulainya perekono-
K ( t ) = SK Y( t ), (2) mian, maka dia akan menuju ke titik E, dan sekali titik
E dicapai, maka tidak akan berubah.
.
L( t ) = nL( t ), (3)

20 The Quality of Growth: Peran Teknologi dan Investasi Human Capital . . . (Prasetyo: 18 - 31)
k
.
h 0
. .
( k 0) E
k 0

.
( k 0)

. .
( h 0) ( h 0)

0 h
Gambar 1. Dinamika human capital per unit tenaga kerja efektif

Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang dalam berbagai literatur termasuk bank dunia, baik
tinggi dan berkualitas diperlukan saving dan yang menyangkut ekonomi makro maupun pertum-
teknologi. Sementara saving dan teknologi tersebut buhan ekonomi dalam jangka panjang. Hasil studi
dapat dihasilkan oleh karena adanya investasi mereka menemukenali berbagai faktor yang
human caital yang cukup berkualitas. Dengan ada- menentukan perjalanan perekonomian suatu negara
nya saving dan penguasaan terhadap penggunaan yang tadinya tertinggal cukup jauh dengan negara-
teknologi tersebut akan diperoleh jalan emas (golden negara Eropa Barat dan Amerika Utara, kini telah
rule) dari berbagai alternatif pilihan teori yang terbaik berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang
(trunpike theorema). sedemikian cepat dan berkualitas, sehingga Penda-
Model Solow telah menunjukkan bahwa patan Nasional per kapita mereka telah mampu
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dalam melampaui negara-negara maju. Jepang, Singapura
pendapatan per pekerja harus berasal dari kemajuan dan Swiss adalah contoh negara-negara kecil yang
teknologi. Model Solow yang ini telah menjelaskan kini sangat maju.
variabel teknologi sebagai variabel eksogeneous, Jepang dan Singapura adalah contoh negara
namun determinan teknologi belum dijelaskan secara kecil yang sangat sempurna dalam membangun
lebih detail. Kemudian, perkembangan pemikiran ekonomi makro melalui pertumbuhan ekonomi
pertumbuhan ekonomi setelah model Solow telah berkualitas yang dipacu oleh peran sumber daya
berupaya menjadikan variabel teknologi sebagai manusia yang berkualitas dalam mendorong kema-
variabel endogeneous. Untuk lebih jelasnya juan bangsanya. Jika dulu kiblat manajemen industri
keterangan ini dapat dilihat pada Gambar-2 di bawah dan bisnis hanya di negara barat, kini sudah ada
ini. kiblat alternatif di Asia yakni Jepang dan Singapura.
Selanjutnya, para peneliti dan ahli ekonomi Selain itu, salah satu fenomena pertumbuhan
pertumbuhan ekonomi yang baru seperti; Robert ekonomi yang pernah sangat menonjol di Asia pada
Barro, David Romer, Paul Romer, Gregory Mankiw, awal tahun 1970 hingga pertengahan tahun 1990-an
Xavier Sala-I-Martin adalah tokoh-tokoh baru teori adalah apa yang dikenal dengan East Asian
pertumbuhan ekonomi yang lebih banyak meng- Miracle. Tujuh negara yang pada waktu itu oleh
angkat isyu bahwa perspektif jangka panjang dalam Bank Dunia dapat disebut sebagai keajaiban Asia
ekonomi makro tidak kalah pentingnya dengan Timur adalah negara-negara; Korea Selatan,
model-model stabilitas ekonomi, (Handoko, 2001). Thailand, Hongkong, Taiwan, Singapura, Malaysia
Studi-studi mereka hingga kini telah banyak dimuat dan Indonesia.

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 21


i
olog
Tekn
Output per orang Jalur E ke F atau
ng an ka n dari E ke F = golden rule
T a bu bu tuh
g di
si yan ko dan k* = turnpike
n vesta teorema
I

Modal per orang


Gambar 2. Peran Teknologi terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Persoalanya adalah mengapa tujuh negara negara yang bersangkutan menjadi lebih rentan
keajaiban Asia Timur tersebut khususnya Indone- terhadap ganguan krisis ekonomi. Ketika, pada tahun
sia, kini justru makin terpuruk dan menuju ke negara 1997 terjadi krisis ekonomi di Asia dan krisis energi
yang dapat dikatakan negara gagal. Tesis Paul di dunia pada saat ini, adalah bukti nyata bahwa
Krugman sebenarnya telah menyangkal bahwa kondisi pertumbuhan ekonomi negara-negara Asia
prediksi negara-negara Asia Timur tersebut akan timur terutama Indonesia adalah belum kokoh karena
mengambil alih perkembangan ekonomi dari negara- memang tidak berkualitas. Akibatnya stabilitas
negra industri maju karena kemampuan mereka ekonomi makro negara tersebut (Indonesia) menjadi
untuk menerapkan teknologi maju menuju ke tingkat mudah terkena ganguan krisis tersebut.
produktivitas yang tinggi. Menurut hasil penelitian
Krugman, negara-negara Asia Timur berhasil
Reformasi Investasi Human Capital dan
mencapai pertumbuhan tinggi karena berhasil dalam
Teknologi: dari Vicious Circle ke Virtuous Circle
mengakumulasi kapital dan tenaga kerja yang sangat
tinggi, dan bukan karena kemampuan dalam Stiglitz, (2000, 2001) telah mengamati beberapa
penggunaan teknologi yang maju, sehingga mereka faktor penyebab keterbelakangan, sehingga
kemudian akan mengalami law of diminishing return. pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan tidak berkua-
Artinya, mereka tidak akan pernah mampu melampui litas yaitu; dimulai dari kurangnya kapital fisik (K),
negara-negara maju yang tingkat produktivitasnya kemudian kurangnya kapital sumber daya manusia
telah tinggi. (H), dan kurang berfungsinya peran intervensi
Selanjutnya, Alwyn Young dan Lawrence Lau pemerintah (ekonomi kelembagaan). Dengan model
melanjutkan penelitian seperti yang dilakukan oleh fungsi produksi agregatif dapat dituliskan sebagai
Krugman dengan menghitung Total Factor Q = f (A, K, L, R, H). Di mana Q adalah output
Productivity (TFP) di negara-negara Asia Timur itu. Ia produksi, L adalah tenaga kerja, R adalah sumber
menjelaskan bahwa memang negara-negara daya alam (natural capital), serta faktor A adalah
tersebut mengalami pertumbuhan ekonomi rata-rata terdiri dari; informasi, ilmu pengetahuan (knowledge)
6 persen hingga 7 persen per tahun selama 25 dan teknologi, termasuk proses produksi serta faktor
tahun, tetapi nilai TFP-nya hanya tumbuh 3-4 persen modal sosial (social capital).
saja, dan tidak berbeda jauh dengan negara-negara Selanjutnya, tanpa mengupas lebih mendalam
OECD. Artinya, bahwa pertumbuhan ekonomi variabel A tersebut, ia menegaskan bahwa intensitas
negara-negara Asia Timur ini memang tinggi tetapi, variabel A akan menentukan apakah proses
karena tidak ditompang oleh nilai produktivitas yang pembangunan merupakan vicious circle ataukah
tinggi pula, maka pertumbuhan ekonomi tersebut virtuous circle. Jika sebuah proses pembangunan
menjadi tidak berkualitas. Selanjutnya, adanya dipandang sebagai sebuah transformasi dari sebuah
pertumbuhan ekonomi yang tidak berkualitas tataran masyarakat yang satu ke tataran yang lain
tersebut menyebabkan stabilitas ekonomi makro tanpa pendidikan, maka sebuah masyarakat tersebut

22 The Quality of Growth: Peran Teknologi dan Investasi Human Capital . . . (Prasetyo: 18 - 31)
akan terjebak pada tataran keterbelakangan (vicious informasi, dan teknologi merupakan pendorong
circle) karena ketidakmampuannya untuk meramu utama dalam kegiatan ekonomi di suatu negara,
variabel (K, L, R, dan H) yang tersedia untuk menuju (Prasetyo, 2008).
ke sebuah dinamika tataran yang lebih maju Dengan demikian, reformasi investasi human
(virtuous circle) yang juga memiliki daya saing tinggi capital dan teknologi melalui pendidikan yang lebih
(lihat Gambar-3 di bawah). berkualitas di segala bidang di Indonesia sudah
Pada umumnya negara-negara berkembang mutlak harus segera dilakukan secara besar-besaran
sering terjebak dalam keterbelakangan ini. Karena, agar terhindar dari keterbelakangan (vicious circle)
negara-negara berkembang pada prinsipnya hanya tetapi, mampu menuju ke sebuah negara yang lebih
perlu meningkatkan akumulasi K, L, dan H serta maju (virtuous cirlce). Pembangunan yang hanya
efisiensi alokasi penggunaannya, kurang memikirkan mengandalkan sumber daya fisik dan kekayaan alam
kuantitas dan kualitas variabel A secara konsisten saja, kini sudah dapat dikatakan telah gagal.
dan berkesinambungan melalui pendidikan yang Pengalaman menunjukkan bahwa sumber daya alam
lebih tinggi dan berkualitas. Hal ini sejalan dengan Indonesia kaya-raya tetapi, mengapa masih banyak
pemikiran Vinod Thomas (2000) dalam The Quality rakyat Indonesia tetap miskin dan menganggur, serta
of Growth, ia mengatakan bahwa pembangunan masih terbelakang hampir dalam segala bidang?
bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masya- Kerangka kerja untuk mendorong pertumbuhan
rakat dan memperluas peluang untuk menentukan ekonomi yang tinggi dan berkualitas serta memiliki
nasibnya sendiri secara merdeka. daya saing yang baik di Indonesia masih kurang
Dalam era millineum ketiga ini dan ke depan didukung oleh peran teknologi dan human capital
yakni setelah ilmu ekonomi dianggap mati oleh Paul (melalui pendidikan yang berkualitas), maka
Omerod, maka paradigma dan arah pembangunan dampaknya tidak hanya pertumbuhan ekonomi yang
ekonomi baru (new economy) pada saat ini dan tidak berkualitas tetapi daya saing ekonomi
mendatang adalah pembangunan ekonomi yang Indonesia juga tetap rendah. (lihat Gambar-3 di
padat investasi sumber daya manusia (human capi- bawah ini). Rendahnya daya saing ekonomi
tal) yang berkualitas khususnya melalui pendidikan Indonesia karena produktivitasnya yang rendah dan
dan latihan. Dengan kata lain perlu dikembangkan rendahnya produktivitas karena rendahnya teknologi
perpaduan antara faktor H dan faktor A untuk dan faktor pendidikan, maka dampaknya kualitas
mengelola faktor L, dan K, sehingga dapat dihasilkan tenaga kerja juga tetap rendah dan menghasilkan
produksi (Q) yang berkualitas seperti yang diharap- produk yang rendah kualitasnya.
kan. Karena dalam new economy faktor pendidikan,

Framework for improving competitiveness

Gambar 3. Kerangka Kerja Ekonomi Yang Berdaya Saing Tinggi

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 23


Kebijakan pemerintah dan para universitas Studi tentang ekonomi makro dan pertumbuhan
harus berorientasi jauh ke depan dan mengangkat ekonomi suatu negara dalam perspektif jangka
semangat kompetisi yang sehat sangat diperlukan. panjang sebaiknya tidak perlu dipisahkan secara
Orientasi kebijakan ke depan yang sehat akan tajam. Walaupun pada jaman Keynes, perhatian ten-
mendorong pertumbuhan ekonomi dan produktivitas tang pertumbuhan ekonomi pernah kurang menarik
yang baik. Artinya, dengan tingkat investasi human di banding masalah ekonomi makro. Namun, pada
capital yang memadahi, akan mampu mereformasi kenyataanya hingga saat ini kestabilan ekonomi
bangsa Indonesia dari keterbelakangan (vicious makro yang baik tetap dibutuhkan dalam pertum-
circle) menuju ke masyarakat yang lebih maju secara buhan ekonomi yang berkualitas dan tangguh.
elegan (virtuous circle). Karena, perbedaan produk- Artinya, masalah pertumbuhan ekonomi dan ekonomi
tivitas pada suatu investasi dapat membuat perbeda- makro adalah satu hal yang tidak dapat dipisahkan
an satu hingga dua persen terhadap tingkat pertum- secara tajam. Karena, salah satu indikator ekonomi
buhan GNP per kapita. Jika hal tersebut dilakukan, makro yang baik adalah harus adanya pertumbuhan
diyakini akan mampu membantu merubah stagnasi ekonomi yang tinggi serta berkualitas. Karena, per-
ekonomi Indonesia ke dalam semangat untuk tumbuhan ekonomi berkualitas mampu menstabilkan
meningkatkan kemampuannya di segala bidang perekonomian makro melalui pengurangan.
dengan sadar. Namun, jika mau bercerimin pada Formulasi model-model pertumbuhan ekonomi
negara lain di Asia dalam human capital invesment, baru sebenarnya sudah muncul setelah akhir perang
bercerminlah kepada negara-negara seperti; Jepang, dunia ke II, terutama dengan meluasnya teori
Singapura, dan Korea Selatan. Negara-negara ini Harrod-Domar, Solow, Ramsey, Kuznet, Samulson
telah melakukan pembangunan ekonominya dengan dan Leontief yang sampai sekarang masih terus
berbasis pada human capital invesment dan berhasil. dikembangkan (Romer, 1996; Handoko, 2001). Pada
mulanya para ahli ekonomi tersebut masih banyak
Studi Empiris: Ekonomi Makro dan Pertumbuhan yang menggunakan model-model standar, seperti
Ekonomi model Solow yang sering dikenal dengan the new
growth theory (Romer, 1996; Tapscott, 1997;
Teknologi berbasis inovasi yang ditopang oleh Mankiw, 2007; Dornbusch, 2008). Pada saat ini
kualitas sumber daya manusia potensial merupakan peran variabel teknologi yang telah diperoleh dari
motor penggerak pertumbuhan ekonomi di negara- pengembangan ilmu pengetahuan melalui research
negara maju dan berkembang. Studi empiris telah and development serta investasi human capital
banyak yang menjelaskan bahwa kebijakan publik sudah banyak dibahas walaupun masih banyak yang
ekonomi makro dirancang untuk mendorong kema- baru secara implisit. Hasilnya dapat membedakan
juan teknologi. Perkembangan teknologi harus tentang pendapatan nasional antar negara, di mana
disebarkan dalam pertumbuhan ekonomi seperti negara-negara industri maju terlebih dahulu mampu
pada kasus pertengaan tahun 1990-an (Mankiw, mencapai tataran kemajauan yang lebih tinggi.
2007). Menurut model Solow, kemajuan teknologi
Teknologi yang sebenarnya merupakan bagian
menyebabkan nilai berbagai variabel meningkat
dari ilmu pengetahuan (knowledge) telah diyakini
secara bersamaan dengan mantap (balanced of
oleh Tapscott (1997) dalam Wahyoedi, (2000)
growth) dalam jangka panjang, maka perekonomian
sebagai salah satu bentuk dari ekonomi baru (The
suatu negara akan baik. Namun, model dasar
New Economy). Salah satu ciri ekonomi baru adalah
pertumbuhan Solow masih menganggap teknologi
ekonomi dengan mengandalkan knowledge. Menurut
berkembang pada tingkat eksogeneus konstan,
Tapscott orang akan lebih banyak bekerja dengan
maka pengalaman empiris pertumbuhan ekonomi
menggunakan otaknya daripada menggunakan
yang spektakuler dari empat macan asia timur
tangan. Di negara-negara maju saat ini seperti;
menjadi sulit untuk dijelaskan. Akhirnya mereka
Amerika Serikat, Jepang dan Singapura hampir lebih
memisahkan antara masalah ekonomi makro dengan
70 persen para pekerjanya berkecimpung dalam
masalah pertumbuhan ekonomi.
pekerjaan yang menggunakan knowledge. Selanjut-
nya, studi tahunan Bank Dunia hingga kini juga telah

24 The Quality of Growth: Peran Teknologi dan Investasi Human Capital . . . (Prasetyo: 18 - 31)
banyak mengangkat knowledge sebagai topik kajian. Indonesia termasuk kategori rendah, tetapi sejak
Dari kajian Bank Dunia tersebut, ternyata terdapat tahun 1980- 2003 tergolong menengah. Walaupun,
korelasi yang kuat dan positip antara pertumbuhan dibandingkan dengan negara lain, pada tahun 2003,
knowledge dengan pertumbuhan ekonomi di suatu nilai HDI Indonesia lebih tinggi daripada Laos (0.545)
negara. Sebagai contoh dapat dilihat pada Tabel-1 serta Kamboja (0.571). Namun, kondisi pemba-
dan Gambar 4 serta Gambar 5 di bawah ini. ngunan sumber daya manusia di Indonesia tergolong
Peringkat kualitas pembangunan manusia masih rendah jika dibandingkan dengan negara-
Indonesia 2007-2008 masih stagnan di bawah negara lain seperti; Malaysia, Korea Selatan dan
Vietnam yakni dengan skor 0,728 dan pada posisi Singapura. Di mana kategori nilai HDI lebih besar
107 dari 177 negara yang di survai. Pada tahun 1975 daripada 0.8 dikategorikan tinggi; nilai HDI antara 0.5
kondisi pembangunan ekonomi dilihat dari hingga 0.8 dikategorikan sedang, dan nilai HDI
sumbangan nilai Human Development Index (HDI) kurang dari 0.5 dikategorikan rendah.

Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Dunia


WEO-Apr07 WEO-Okt08
2005 2006
2007 2008 2007 2008
Dunia 4,9 5,5 5,2 5,2 5,2 4,8
Negara Maju 2,5 2,9 2,5 2,7 2,5 2,2
AS 3,1 2,9 2,0 2,8 1,9 1,9
Euro 1,5 2,8 2,6 2,5 2,5 2,1
Jepang 1,9 2,2 2,6 2,0 2,0 1,7
Singapura 6,6 7,9 5,5 5,7 7,5 5,8

Negara Berkembang 7,5 8,1 8,0 7,6 8,1 7,4


Cina 10,4 11,1 11,2 10,5 11,5 10,0
India 9 9,7 9,0 8,4 8,9 8,4

ASEAN-4 5,1 5,4 5,5 5,8 5,6 5,6


Thailand 4,5 5,0 4,5 4,8 4,0 4,5
Malaysia 5,2 5,9 5,5 5,8 5,8 5,6
Philipina 4,9 5,4 5,8 5,8 6,3 5,9
Indonesia 5,7 5,5 6,0 6,3 6,2 6,1
Sumber: World Economic Outlook April dan Oktober 2007, IMF

Sumber: Human Development Report, 2006


Gambar 4. Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index)

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 25


6.0

Singapura Korea Malaysia Thailand Filipina China Viet Nam Indonesia


Selatan

Sumber: World Bank, 2007

Gambar 5. Daya Serap Teknologi di tingkat Perusahaan Tahun 2006

Selain itu, daya serap teknologi di perusahaan- Ketika awal tahun 2000-an hingga pertengahan
perusahaan (industri) di Indonesia dalam skala 1-7 tahun 2008 sekarang ini produksi minyak dibatasi
mencapai angka 4,5 yang berarti paling rendah oleh OPEC, maka produktivitas negara-negara yang
dibandingkan dengan negara-negara Asean lainnya, tidak berbasis pada human capital dan teknologi
seperti; Malaysia yang mencapai 5,9 dan Thailand terus menurun lebih cepat. Penurunan produktivitas
mencapai 5,3 termasuk Vietnam yang mencapai 5,2. ini sebenarnya telah dimulai tahun 1973, (Mankiw,
Sedangkan, industri-industri di Singapura adalah 2003). Ketika, pertumbuhan produktivitas minyak
yang paling besar menyerap teknologi, yakni menurun hampir bersaman dengan naiknya harga
mencapai nilai 6,0. Kondisi ini dapat sebagai salah minyak yang kini terus naik dan pada Juli 2008 telah
satu indikator bahwa tingkat inovasi dan penggunaan mencapai harga US$145 per barel. Sebagai ekonom,
teknologi di Indonesia tergolong masih rendah. berpendapat bahwa penurunan produktivitas ini
Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi yang di mungkin saja disebabkan oleh perubahan-perubahan
capai oleh Indonesia sekalipun tinggi tetap belum dalam angkatan kerja di Indonesia yang belum ber-
dapat dikatakan berkualitas. kualitas. Sedangkan, masih rendahnya kualitas
Fenomena ini lebih nampak ketika ada angkatan kerja di Indonesia karena human inves-
gangguan krisis ekonomi dunia, Indonesia menjadi ment juga rendah, akibatnya penguasaan teknologi
salah satu negara yang paling mudah terkena dalam segala bidang di Indonesia juga masih rendah.
dampaknya dibandingkan negara tentangganya. Dengan masih tetap rendahnya penguasaan
Karena, pertumbuhan PDB (pertumbuhan ekonomi) teknologi dalam segala bidang ini menyebabkan
di Indonesia lebih banyak dipacu oleh laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia menjadi tidak
pertumbuhan konsumsi, sedangkan pertumbuhan berkualitas. Selanjutnya, dengan masih rendahnya
ekonomi negara tetangga lebih banyak didorong oleh kualitas pertumbuhan ekonomi Indonesia, maka akan
laju investasi human capital dan teknologi. Akibatnya, semakin sulit tujuan growth with equality yang dapat
kondisi ekonomi makro Indonesia sekalipun dilihat mensejahterakan rakyat akan tercapai.
dari indikator pertumbuhan ekonomi cukup tinggi, Argumentasi lain yang dapat untuk memperkuat
tetapi masih tetap rentan terhadap gejolak krisis. Hal bahwa sasaran utama pembangunan ekonomi makro
ini memperkuat argumentasi bahwa masalah di Indonesia yang ingin dicapai pemerintah SBY-JK
stabilitas ekonomi makro dan pertumbuhan ekonomi melalui growth with equality masih sulit di capai
adalah dua hal yang saling berkaitan erat. adalah, karena rantai nilai (value chain) yang dapat
memberikan nilai tambah bagi kehidupan riil

26 The Quality of Growth: Peran Teknologi dan Investasi Human Capital . . . (Prasetyo: 18 - 31)
masyarakat juga rendah. Pada Gambar-6, nampak barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan
bahwa rantai nilai makro pada industri di Indonesia industri di Indonesia. Pada Gambar-7 dan Tabel-2,
sebesar (3,1) pada skala 1-7, adalah masih relatif nampak bahwa nilai GDP dan nilai ekspor Indonesia
lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara masih lebih rendah dibanding negara Asean
Asean lainnya, kecuali Vietnam (2,9). Rantai nilai lainnya. Data dari Bank Dunia pada Tabel-3, menun-
makro ini sangat berhubungan dengan pendeknya jukkan persentase nilai ekspor industri manufaktur
rantai produksi dalam suatu perusahaan industri berteknologi tinggi di Indonesia hanya mencapai
yang bersangkutan secara mikro. Selanjutnya, 16,30 persen dari total ekspor manufaktur. Angka ini
kondisi ini berpengaruh pada rendahnya nilai tambah masih lebih rendah dibandingkan dengan negara-
yang dihasilkan perusahaan industri tersebut bagi negara tetangga, kecuali Vietnam.
kehidupan masyarakat.
Dampak selanjutnya, nilai ekspor barang dan
jasa juga akan tetap rendah, khususnya hasil ekspor

Singapura Korea Malaysia Thailand Filipina China Viet Nam Indonesia


Selatan

Sumber: World Bank, 2007


Gambar 6. Rantai Nilai (Value Chain) Perusahaan Industri, 2006

Malaysia Thailand Viet Nam Indonesia Laos

Sumber: World Bank, 2006


Gambar 7. Nilai Perdagangan Sebagai Persentase dari GDP, 2005

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 27


Tabel 2. Ekspor Manufaktur Menurut Kelompok berkualitas. Pertumbuhan ekonomi yang tidak
Teknologi banyak menyerap tenaga kerja, pada akhirnya akan
Persentase Total Ekspor membuat jurang kemiskinan yang semakin melebar.
Negara
Manufaktur Inilah kondisi paradok pertumbuhan ekonomi (para-
Indonesia 16,30 dox of economics growth) yang kini terjadi di
Thailand 26,60 Indonbesia. Karena pertumbuhan ekonomi di Indo-
Malaysia 54,70 nesia yang tinggi lebih banyak ditompang oleh laju
Filipina 71,00
Vietnam 5,60
pertumbuhan tingkat konsumsi daripada investasi.
Singapura 56,60 Dampak selajutnya, karena masih rendahnya tingkat
Korea Selatan 32,30 investasi, khususnya investasi human capital dan
Sumber: World Bank, 2006
teknologi, maka nilai tambah dari produktivitas
menjadi tetap rendah dan pertumbuhan ekonomi
juga menjadi tidak berkualitas. Di bawah ini ada
Pertumbuhan Ekonomi Tinggi dan Mitos
beberapa fakta bahwa rendahnya investasi human
Penyerapan Tenaga Kerja
capital yang tercermin dalam rendahnya tingkat
Secara teori ekonomi, setiap satu persen per- pendidikan berdampak pada kualitas pertumbuhan
tumbuhan ekonomi akan mampu menyerap tenaga ekonomi yang rendah. Persoalan berikutnya adalah
kerja baru sebesar 250-400 ribu orang. Namun, mengapa dan bagaimana kondisi investasi human
pertumbuhan ekonomi tinggi di Indonesia baru capital di Indonesia masih tetap rendah?
sekedar mitos dalam penyerapan tenaga kerja baru. Berdasarkan Tabel-3 di atas, siswa yang
Karena, setiap satu persen pertumbuhan ekonomi di melanjutkan ke tingkat pendidikan menengah dan
Indonesia hanya mampu menyerap tenaga kerja tinggi di Indonesia nampak terus meningkat. Namun
kurang dari 100 ribu orang per tahun. Tahun 2008 secara umum, peningkatan tersebut jika dibanding-
merupakan tahun yang telah dijanjikan akan ada kan dengan negara Asean yang lain terutama;
pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari sebe- Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina, masih
lumnya. Namun, yang menjadi persoalanya adalah, lebih rendah. Jika Tabel-3 dan Tabel-1 di atas
apakah kualitas pertumbuhan ekonomi tersebut dianalisis lebih lanjut, maka dapat diperoleh nilai
bertambah naik? Apakah pertumbuhan tersebut tambah dan azas manfaat yang berbeda antara yang
mampu memihak kaum miskin dan yang mengang- diterima oleh rakyat Indonesia dengan rakyat negara
gur seperti yang diharapkan dalam RKP? Asean tersebut. Karena, nilai belanja untuk pen-
Di atas telah dijelaskan bahwa pertumbuhan didikan dari negara Indonesia cenderung lebih
ekonomi Indonesia relatif tinggi, tetapi tidak rendah, maka tingkat pendidikan siswa di Indonesia

Tabel 3. Indek Tingkat Pendidikan Negara-Negara Asean


Nama Pendidikan Menengah Pendidikan Tinggi
Negara 1990 1995 2000 2005 1990 1995 2000 2005
Singapura 68,1 73,4 - - 18,0 33,7 .. ..
Korea Selatan 89,8 100,9 97,6 92,9 39,1 52,0 72,6 89,9
Brunei Darussalam 68,7 80,2 85,5 95,6 5,7 7,2 12,6 15,0
Malaysia 56,3 58,7 69,3 76,4 7,4 11,7 26,3 32,0
Thailand 30,8 54,1 61,8 70,3 18,8 20,1 34,2 43,0
Filipina 70,7 77,5 77,1 85,2 27,8 29,0 30,5 28,1
China 48,7 65,8 62,9 74,3 2,9 5,3 7,6 20,3
Vietnam 106,9 114,1 106,6 94,5 2,0 4,1 9,5 16,0
Indonesia 45,5 51,5 54,9 63,1 9,5 11,3 14,4 17,1
Myanmar 22,4 32,6 37,6 40,3 - - - -
Kamboja 28,9 26,5 17,0 29,4 - - - -
Laos 24,4 26,8 35,6 46,7 - - - -
Sumber: World Bank, 2006

28 The Quality of Growth: Peran Teknologi dan Investasi Human Capital . . . (Prasetyo: 18 - 31)
juga tetap masih rendah, maka dampak selanjutnya Rendahnya komitmen pemerintah yang
adalah tingkat produktivitas dan kualitas pertum- ditunjukan oleh rendahnya belanja negara terhadap
buhan ekonomi yang diperoleh oleh rakyat Indonesia pendidikan ini diperparah lagi dengan adanya laju
juga tetap rendah. migrasi intelektual (brain drain) yang cenderung terus
Pada Tabel-4 ini, tingkat belanja negara meningkat dari tahun ke tahun. Semakin tinggi brain
Indonesia untuk pendidkan pada tahun 2005 nampak drain dari negara tersebut, maka negara tersebut
belum mencapai 1 persen dari GDP, dan jika dilihat sebenarnya semakin dirugikan, kecuali mereka
dari APBN pada tahun 2008 juga baru sebesar 11 memperoleh return devisa yang lebih besar bagi
pesen, yang berarti masih belum terpenuhinya negaranya. Pada Gambar-8, nampak bahwa brain
batasan minim 20 persen dari APBN. Rencananya drain di Indonesia cukup tinggi, dan lebih tinggi
pada RKP tahun 2009 rencana batas minimal 20 daripada di negara; Korea Selatan, Filipina, Vietnam
persen anggaran pendidikan ini baru akan dipenuhi. bahkan Cina. Fenomena semakin tingginya brain
Hal ini menunjukkan bahwa komitmen pemerintah drain tersebut artinya, orang-orang yang berpen-
terhadap pendidikan yang berkualitasw di Indonesia didikan semakin tinggi (intelektual) di Indonesia justru
masih rendah dan kini justru nampak ada kencen- menjadi tidak suka untuk bekerja di negara Indonesia
derungan yang makin menurun. Hal ini mengindikasi- sendiri. Hal ini dimungkinkan karena mereka hanya
kan bahwa kualitas pertumbuhan ekonomi semakin memperoleh income yang lebih kecil jika mereka
jauh dari harapan. bekerja di luar negeri. Inilah fakta bahwa pendidikan
di Indonesia kurang diperhatikan, maka fenomena ini

Tabel 4. Persentase Belanja Negara untuk Pendidikan dari GDP, tahun 2005
Persentase Belanja Persentase Tingkat Pendidikan Persentase Tingkat
Nama Negara
Pendidikan Terhadap GDP Menengah Wanita Pendidikan Tinggi Wanita
Indonesia 0,90 63,80 14,70
Thailand 4,20 74,20 45,40
Malaysia 8,00 80,90 38,00
Filipina 3,20 90,30 32,40
Vietnam - 74,80 13,20
Singapura 3,70 - -
Korea Selatan 4,60 93,10 -
Sumber: World Bank, 2006

Singapura Korea Malaysia Thailand Filipina China Viet Nam Indonesia


Selatan

Sumber: World Bank, 2007


Gambar 8. Migrasi Intelektual (Brain Drain) tahun 2006

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 29


berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi semakin PENUTUP
tidak berkualitas. Struktur upah dan gaji di Indonesia
Pertumbuhan ekonomi di Indonesia selama ini
yang kurang membedakan dari segi skill dan tingkat
cukup tinggi, tetapi belum berkualitas, karena secara
pendidikan, tetapi lebih melihat kedekatan atau
riil pertumbuhan ekonomi tersebut belum mampu
tempat dan lamanya ia bekerja, serta tidak ada
mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan.
perbedaan yang signifikan antara gaji seorang
Dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang berkua-
profesor dengan seorang lulusan sekolah menengah,
litas diharapkan mampu mengurangi pengangguran
mungkin inilah sebagai salah satu fenomena brain
dan kemiskinan seperti yang diharapkan. Harapan
drain di Indonesia yang tinggi dan meningkat.
besar pemerintah bagi terwujudnya pertumbuhan
Jika upah atau gaji di Indonesia mencerminkan ekonomi yang berkualitas dapat mensejahterakan
produktivitas, maka akan semakin banyak orang rakyat melalui (growth with equality), seharusnya
yang mempunyai kesadaran untuk memiliki pendi- berawal dari kesiapan pra-kondisi yang menuntut
dikan tinggi, dan jika dengan semakin tinggi tingkat kemampuan atau kinerja stabilitas ekonomi makro
produktivitas serta hasil ekonominya, maka masalah yang kondusif sebagai prasyaratnya. Hasilnya harus
brain drain tidak akan terjadi. Permasalah brain drain dapat berimplikasi yang positip pada tumbuh dan
memang telah dialami oleh banyak negara lain, berkembangnya aktivitas riil di semua sektor
karena masalah ini merupakan dampak dari ekonomi terutama UMKM. Karena, aktivitas di sektor
globalisasi neoliberalisme yang sedang melanda UMKM pada dasarnya lebih mampu menyerap
dunia ini. Namun, masalah brain drain di Indonesia tenaga kerja dalam jumlah besar sebagai salah satu
justru lebih diperparah karena kondisi struktur indikator keberhasilan dari pertumbuhan ekonomi
upah/gaji di Indonesian sangat tidak mencerminkan yang berkualitas tersebut.
tingkat produktivitas. Padahal, rendahnya tingkat
Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang
produktivitas berdampak pada rendahnya kualitas
berkualitas hendaknya lebih diletakkan pada kemam-
pertumbuhan ekonomi.
puan dari pengeluaran sektor investasi yang sangat
Masalah kemerosotan pertumbuhan ekonomi fundamental, khususnya investasi di bidang human
nasional dan brain drain yang terjadi di Indonesia capital, capital social, infrastruktur dan teknologi
sejak krisis ekonomi tahun 1997 sebenarnya bukan khususnya teknologi informasi. Penguatan investasi
semata-mata karena faktor eksternal global, pada semua sektor melalui bidang tersebut sangat
melainkan lebih karena faktor internal. Faktor internal jelas lebih mampu menciptakan efek ganda (multi-
dimaksud secara eksplisit dapat dirangkum dalam plier effect) yang lebih tinggi dalam pertumbuhan dan
tiga faktor kunci yakni; lemahnya daya saing, inovasi, pembangunan ekonomi suatu bangsa (Indonesia).
dan kualitas sumber daya manusia (SDM). Dampak Dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang
selanjutnya, ketika orang yang tidak mampu berkualitas secara berkelanjutan akan berdampak
melakukan brain drain karena daya saingnya rendah, positip pada semakin maju dan sejahteranya rakyat
maka produktivitasnya juga akan menurun dan pada suatu negara yang bersangkutan, atau dengan daya
akhirnya pertumbuhan ekonomi tetap tidak akan kreativitas dan inovatifnya akan lebih mampu meru-
berkualitas. Selain itu, sistem pendidikan di Indo- bah dirinya dari kondisi keterbelakangan (vicious
nesia dapat dikatakan anti realitas, serta kurang circle) menuju ke dalam kondisi masyarakat yang
kreatif dan inovatif, pada gilirannya tidak mampu lebih maju dan mandiri (virtuous circle). Semoga
memacu pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. bangsa Indonesia ke depan dapat berbuat lebih
Salah satu penyebabnya adalah karena pengakuan banyak, paling tidak aksi mimal hasil maksimal
pemerintah dan masyarakat terhadap pendidikan di jangan aksi maksimal hasil minimal.
Indonesia lebih dikarenakan selembar ijazahnya
Karena itu, pertumbuhan ekonomi yang selama
serta keakuannya dan bukan karena kehebatan
ini sebagian besar masih bertumpu pada kegiatan
intelektual serta perilakunya, sehingga seseorang
konsumtif harus segera direformasi dengan pola
yang tadinya produktivitasnya tinggipun menjadi ikut
pertumbuhan ekonomi yang secara dominan digerak-
malas dan apatis.
kan oleh sektor riil produktif serta dikerjakan oleh dan

30 The Quality of Growth: Peran Teknologi dan Investasi Human Capital . . . (Prasetyo: 18 - 31)
untuk kesejahteraan mayoritas rakyat. Penyaluran Pada Kualitas Pertumbuhan, Jurnal Ekonomi
kredit dikatakan berkualitas, jika memiliki multiplier Pembangunan, Vol. 6. No. 2, Yogyakarta: FE UII
effect baik bagi pelaku usaha, pekerja, dan terhadap Indrawati, Sri Mulyani, 2007, Prospek Pembangunan
pemerintah kabupaten/kota, di mana pelaku usaha Ekonomi 2008, Jurnal Negarawan, No. 06, Vol.
tersebut tinggal, misal dengan meningkatnya lapang- 2, November 2007.
an kerja. Dalam upaya ini, dibutuhkan instrumen- Mankiw, N.G., 2007, Macroeconomics, 6th, New
instrumen untuk mendorong penyaluran kredit yang York: Worth Publishers
berkualitas agar sektor riil mampu bergerak dan Meier, G.M., 1995, Leading Issues in Economic
mendominasi penyaluran kredit di sektor produktif. Development, 6th, Oxford University Press
Tetapi, tetap dalam upaya untuk mendorong sektor
Prasetyo, P. Eko, 2008, Peran Investasi Human
riil tumbuh, karena perbankan tidak dapat bekerja Capital Melalui Pendidikan Dalam Memacu
sendiri, maka harus didukung oleh pemerintahan Pertumbuhan Ekonomi, Jurnal Dinamika Pendi-
setempat. Dengan demikian, untuk mempercepat laju dikan Ekonomi, Vol. 3, No. 1, 2008, Semarang:
pertumbuhan yang berkualitas, kebijakan penurunan FE UNNES
BI rate saat ini tidak akan kondusif jika tidak diba- Romer, David, 1996, Advanced Macroeconomics,
rengi dengan perbaikan iklim bisnis dan investasi, International Edition, Singapore: McGraw-Hill inc.
seperti; investasi human capital, social capital,
Sampurno, 2007, Knowledge-Base Economy: Sum-
teknologi informasi, perbaikan infrastruktur serta
ber Keunggulan Daya Saing Bangsa,
penegakan hukum dan debirokratisasi investasi Yogyakarta: Pustaka Pelajar
(karena pada saat ini, meski telah ada paket inves-
Stiglitz, J.E., 2000, Development Thinking at the
tasi, tapi dalam implementasi belum jalan
Millennium, Annual World Bank Conference on
sebagaimana mestinya).
Development Economics, April, 2000, The World
Bank.
DAFTAR PUSTAKA Stiglitz, J.E., and S. Yusuf, (2001), Rethinking the
East Asian Miracle, Oxford: World Bank-Oxford
Boediono, 1999, Teori Pertumbuhan Ekonomi,
University Press.
Yogyakarta: BPFE
Thomas V., et.al, 2001, The Quality of Growth,
Dornbusch, Rudiger, at.al, 2008, Macroeconomics,
Oxford University Press.
9th, New York: McGraw-Hill Inc.
Wahyoedi, Soegeng, 2000, The New Growth
Foucault, Michel, 2002, Power or Knowledge,
Theory: Peran Ilmu Pengetahuan dan Investasi
Yogyakarta: Bentang.
Modal Sumber Daya Manusia Sebagai Pemacu
Handoko, Budiono Sri, 2001, Pemikiran Pendekatan Pertumbuhan Ekonomi, Jakarta: Ukrida Press.
Pembangunan Di Awal Millenium: Penekanan
World Development Report, 2006/2007

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 31


ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
INVESTASI SWASTA DI JAWA TENGAH
Hadi Sasana
Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro
email:hadisasana@yahoo.com

ABSTRACT

Investment very significant influence economic growth, this research aim to identify and analyse
factors influencing private invesment in Central Java Province. Analyse use multiple regression model
with Ordinary Least Square method (OLS). Result of analyse indicate that, rate of interest negative
influence and significant to private invesment in Central Java coefficient 1017.464. Government
expenditure and inflation have positive influence and significant to private invesment in Central Java
coefficient 243.715 and 0.19.
Keywords: private invesment, rate of interest, government expenditure and inflation

PENDAHULUAN 3. Tahap Pengembangan Kemandirian, Daya Saing


dan Eksistensi
Pembangunan daerah adalah suatu proses di
mana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola Adapun strategi kebijakan di bidang ekonomi
suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah yang ditempuh pada peningkatan kualitas potensi
dengan sektor swasta untuk menciptakan lapangan ekonomi wilayah dalam rangka memperbaiki struktur
kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi daerah serta meningkatkan kemandirian
ekonomi dalam wilayah tersebut. Oleh karena itu, dan daya saing dengan memprioritaskan pada sektor
pembangunan harus dilaksanakan di seluruh tanah pertanian dalam arti luas, industri kecil menengah
air dan untuk kesejahteraan seluruh masyarakat. dan/atau usaha kecil menengah dan pariwisata.
Strategi yang ditempuh adalah (Rencana Strategis
Pelaksanaan otonomi daerah yang luas sejak
Jawa Tengah 2003 2008):
tahun 2001 perlu disikapi dengan cepat oleh
pemerintah daerah dan masyarakat. Kewenangan 1. Memperkuat agribisnis dan agro industri di pede-
yang lebih luas dalam desentralisasi penyeleng- saan dengan memfasilitasi petani dan stake-
garaan pemerintahan daerah menyangkut aspek- holders untuk meningkatkan kuantitas dan
aspek administrasi, kelembagaan dan pengelolaan kualitas produksi, memperluas akses pasar,
sumber-sumber keuangan harus segera direali- permodalan serta memperkuat kinerja kelem-
sasikan termasuk pengelolaan sumber penerimaan bagaan.
dan pengeluaran daerah. 2. Menurunkan tingkat kesenjangan antar wilayah
Dalam Rencana Strategis Daerah (Renstrada) dengan memperkuat jalur Selatan-Selatan dan
Jawa Tengah 20032008, disebutkan bahwa untuk kawasan tertinggal untuk meningkatkan mobilitas
menjadikan Jawa Tengah yang mandiri, berdaya ekonomi di wilayah tersebut, serta pembangunan
saing, sejahtera, berkelanjutan, menjadi pilar pem- kawasan-kawasan sentra produksi dengan
bangunan nasional yang dilandasi oleh ketaqwaan meningkatkan sinergi jejaring antar kawasan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, disusun penta- dengan outlet regional dan global, maupun
hapan pelaksanaan pembangunan Propinsi Jawa antara kawasan sentra dengan hinterland-nya.
Tengah tahun 2004 2008, sebagai berikut: 3. Memacu pertumbuhan ekonomi dengan me-
1. Tahap Penguatan Kemandirian (2004 2005). ngembangkan iklim yang kondusif bagi pengem-
bangan dunia usaha dan investasi.
2. Tahap Peningkatan Daya Saing (2006 2007).
4. Meningkatkan daya saing produk UKM di pasar
global dengan menerapkan standar produk

32 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Investasi Swasta di Jawa Tengah (Sasana: 32 - 40)
internasional, memfasilitasi promosi yang sis- tahun tidak stabil (berfluktuasi). Perkembangan
tematis di dalam dan luar negeri serta membantu investasi di Jawa Tengah selama 6 tahun terakhir
pengembangan sistem penjaminan sesuai keten- adalah sebagai berikut tabel 1.
tuan perbankan dan pranata sosial ekonomi. Dari data tersebut di atas menunjukkan bahwa
5. Meningkatkan kontribusi sektor pariwisata dalam investasi PMA/PMDN di Jawa Tengah selalu
struktur ekonomi melalui obyek-obyek wisata mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun dan nilainya
yang berbasis ekonomi kerakyatan dan keles- cenderung mengalami penurunan. Penurunan nilai
tarian lingkungan. investasi PMA lebih tajam daripada nilai investasi
Secara umum kondisi perekonomian di Jawa PMDN. Pada tahun 1997 nilai investasi dari PMA
Tengah sejak tahun 1999 menunjukkan adanya adalah sebesar US$2.221.516.899.19 dan meningkat
perkembangan yang positif, setelah dalam kurun menjadi US$3.072.199.262.68 (tahun 1998), namun
waktu 19971998 dilanda krisis ekonomi yang serius. demikian akibat krisis multidemensional yang
Berangsur-angsur perekonomian di kabupaten/kota melanda di negara kita termasuk di Jawa Tengah,
mulai meningkat dan pada tahun 2002 pertumbuhan nilai investasi dari PMA menurun sangat drastis
ekonomi di seluruh kabupaten/kota tumbuh positif. (US$80.018.358.00) pada tahun 2003. Demikian pula
nilai investasi PMDN, pada tahun 1997 nilai PMDN di
Untuk mencapai visi dan misi pembangunan
Jawa Tengah sebesar Rp7.406.630.814.479, akibat
seperti yang tertuang dalam Renstrada Jawa Tengah
krisis multidemensional nilai investasi PMDN
diperlukan investasi yang cukup besar terutama dari
menurun menjadi sebesar Rp3.607.653.588.597
kalangan swasta. Kegiatan investasi diharapkan
(tahun 2003). Hal ini sangat mengganggu kegiatan
berpengaruh positip terhadap pertumbuhan ekonomi,
perekonomian di Jawa Tengah apabila tidak
kehadirannya mampu berperan sebagai motor
diketahui faktor-faktor penyebabnya.
penggerak dan sekaligus menjadi pendorong perce-
patan (akselerasi) pembangunan secara luas. Dengan latar belakang tersebut di atas secara
umum permasalahannya adalah adanya kecen-
Pengalaman negara-negara lain yang pere-
derungan penurunan nilai investasi swasta (PMA dan
konomiannya tumbuh dengan pesat menunjukkan
PMDN) di Jawa Tengah. Untuk menganalisis
bahwa kegiatan invesatsi sangat signifikan mempe-
permasalahan tersebut perlu diteliti mengenai faktor
ngaruhi peningkatan ekspor, devisa negara, penda-
faktor yang mempengaruhi penanaman modal
patan negara maupun daerah, penyerapan tenaga
swasta asing maupun penanaman modal dalam
kerja serta alih teknologi yang kesemuanya itu
negeri di Jawa Tengah. Tujuan dari penelitian ini
bermuara pada upaya peningkatan kesejahteraan
adalah: (1) Mengidentifikasi faktor-faktor yang
masyarakat.
mempengaruhi investasi swasta (PMA dan PMDN) di
Di negara-negara berkembang termasuk Jawa Tengah. (2) Menganalisis pengaruh tingkat
Indonesia, walaupun terjadi akselerasi investasi suku bunga, laju inflasi dan pengeluaran pemerintah
terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, daerah Jawa Tengah terhadap besarnya investasi di
namun terdapat berbagai kendala yang menyebab- Jawa Tengah.
kan investasi (PMA maupun PMDN) dari tahun ke

Tabel 1. Perkembangan Investasi Jawa Tengah Tahun 1998 2003


PMA PMDN
Tahun Nilai Investasi Nilai Investasi
Jumlah Proyek Jumlah Proyek
( US $ ) ( Rp )
1998 46 3.072.199.262.68 20 2.482.396.427.000
1999 72 127.845.393.55 26 1.308.709.116.573
2000 56 72.072.435.43 34 2.451.203.432.171
2001 57 96.681.990.00 26 2.912.197.970.000
2002 44 91.765.000.00 14 1.541.259.610.000
2003 57 80.018.358.00 21 3.607.653.588.597
Sumber: BPM Propinsi Jawa Tengah, 2004

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 33


LANDASAN TEORI katkan pendapatan nasional dan meningkatkan taraf
kemakmuran masyarakat. Peranan ini bersumber
1. Investasi
dari tiga fungsi penting kegiatan investasi dalam
Perkataan investasi merupakan salah satu perekonomian. Pertama, investasi merupakan salah
istilah ekonomi yang selalu digunakan orang awam. satu komponen dari pengeluaran agregat, sehingga
Tetapi kerap kali pengertiannya berbeda dengan arti kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan
investasi dalam teori ekonomi. Teori ekonomi agregat dan pendapatan nasional. Kedua, pertam-
mengartikan atau mendefinisikan investasi sebagai: bahan barang modal sebagai akibat investasi akan
pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang- menambahakan kapasitas memproduksi di masa
barang modal dan peralatan-peralatan produksi depan dan perkembangan ini akan menstimulir
dengan tujuan untuk mengganti danterutama pertambahan produksi nasional serta kesempatan
menambah barang-barang modal dalam pereko- kerja. Ketiga, investasi selalu diikuti oleh perkem-
nomian yang akan digunakan untuk memproduksi bangan teknologi, perkembangan ini akan memberi
barang dan jasa di masa yang akan datang. Dengan sumbangan penting terhadap peningkatan produk-
perkataan lain, investasi berarti kegiatan perbe- tivitas dan pendapatan per kapita masyarakat.
lanjaan untuk meningkatkan kapasitas produksi
sesuatu perekonomian (Sadono Sukirno, 2000). 2. Tingkat suku bunga
Secara statistik, investasi atau pengeluaran
Permintaan efektif ditentukan oleh hasrat
untuk membeli barang-barang modal dann peralatan
konsumsi dan dorongan untuk mengadakan inves-
produksi, dibedakan menjadi 4 komponen, yaitu:
tasi. Hasrat konsumsi tergantung dua faktor yaitu:
investasi perusahaan-perusahaan swasta, penge-
besarnya pendapatan dan bagian yang dibelanjakan
luaran untuk mendirikan tempat tingga, perubahan
untuk barang-barang konsumsi. Investasi akan
dalam inventaris (inventory) perusahaan dan inves-
cenderung untuk naik apabila tingkat bunga meng-
tasi yang dilakukan oleh pemerintah. Tujuan pengu-
alami penurunan maupun karena kanaikan marginal
saha untuk mewujudkan alat-alat produksi tersebut
efisiensi kapital. Sehingga jumlah investasi atau
adalah untuk memperoleh keuntungan dari kegiatan
permintaan efektif untuk investasi tergantung pada
produksi yang dilakukannya di masa depan. Hal ini
dua faktor yaitu: margimal efficiency of capital (MEC)
berarti investasi yang dilakukan di masa kini sangat
dan rate of interest atau tingtat bunga (Nopirin,
erat hubungannya dengan prospek memperoleh
1993).
untung di masa depan. Semakin cerah prospek untuk
memperoleh keuntungan yang lumayan di masa Margimal Efficiency of Capital (MEC) meng-
depan, semakin tinggi investasi yang dilakukannya gambarkan tingkat pendapatan (rate of return) dari
pada masa kini (Gunawan,2001). investasi baru yang diharapkan akan dilakukan.
Apabila MEC lebih besar daripada tingkat bunga
Dari segi nilai dan proporsinya terhadap
pasar, maka pengusaha akan melakukan investasi,
pendapatan nasional, investasi perusahaan tidaklah
begitu pula sebaliknya. Dengan demikian diperoleh
sebesar pengeluaran konsumsi rumah tangga.
hubungan antara tingkat bunga dengan pengeluaran
Namun demikian investasi perusahaan peranannya
investasi, bahwa semakin rendah tingkat bunga
sangatlah penting dibanding konsumsi rumah
maka makin besar pengeluaran investasi.
tangga. Di berbagai negara, terutama di negara-
negara industri yang perekonomiannya sudah sangat Menurut Manulang (1993), hasrat konsumsi
berkembang, investasi perusahaan adalah sangat adalah relatif stabil, tidak demikian halnya dengan
volatile yaitu selalu mengalami kenaikan dan investasi. Dorongan untuk mengadakan investasi
penurunan yang sangat besar, dan sebagai sumber tergantung kepada keuntungan yang diharapkan dari
penting dari berlakunya fluktuasi dalam kegiatan penanaman modal tersebut. Sudah barang tentu
perekonomian. bahwa harapan keuntungan yang dapat di dasarkan
atas penaksiran yang tidak pasti, karena itulah
Disamping itu kegiatan investasi memungkinkan
mengapa investasi mengalami fluktuasi. Apabila
suatu masyarakat terus menerus meningkatkan
harapan untuk memperoleh keuntungan tidak ada,
kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, mening-

34 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Investasi Swasta di Jawa Tengah (Sasana: 32 - 40)
investasipun akan berkurang. Itulah sebabnya Disamping itu inflasi dapat pula berlaku sebagai
mengapa dikatakan bahwa dorongan untuk meng- akibat dari: (1) kenaikan harga-harga barang yang
adakan investasi ditentukan oleh keuntungan yang diimpor, (2) penambahan penawaran uang yang
diharapkan darininvestasi baru dan besarnya tingkat berlebihan tanpa diikuti oleh penambahan produksi
bunga. dan penawaran barang, dan (3) kekacauan politik
Menurut Keynes, bunga adalah semata-mata dan ekonomi sebagai akibat pemerintahan yang
gejala moneter, bunga adalah pembayaran untuk kurang bertanggung jawab.
mrnggunakan uang. Berdasarkan atas pendapat Inflasi dapat mempengaruhi kegiatan investasi,
yang demikian mengapa Keynes yakin bahwa akan hal ini dapat dilihat dari pengaruh inflasi terhadap
pengaruh uang terhadap sistem ekonomi seluruhnya. pengangguran. AW. Phillips pada tahun 1958 dalam
Tingkat bunga memiliki fungsi alokatif dalam tulisannya yang berjudul the relation between
perekonomian, khususnya dalam penggunaan uang unemployment and the rate of change of money
dan modal. Tingkat bunga ditentukan oleh pena- wage rates in United Kingdom dari studi lapangan
waran dan permintaan uang. Tingkat bunga akan tentang hubungan antara kenikan upah dengan
mempengaruhi kegiatan ekonomi. Perubahan tingkat pengangguran di Inggris. Hasil kesimpulanya adalah
bunga selanjutnya akan mempengaruhi investasi terdapat hubungan yang negatif antara tingkat
(Mankiw, 2000). pengangguran dan tingkat kenaikan upah. Apabila
tingkat pengangguran rendah maka tingkat kenaikan
upah tinggi dan sebaliknya. (Sadono Sukirno, 2000).
3. Laju inflasi
Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses 4. Pengeluaran pemerintah
kenaikan harga-harga yang berlaku dalam sesuatu
Pengeluaran pemerintah disini adalah meliputi
perekonomian. Tingkat inflasi berbeda dari satu
semua pembelian barang dan jasa yang dilakukan
periode ke periode lainnya, dan berbeda pula dari
oleh pemerintah daerah. Pemerintah sebagai salah
satu negara ke negara lainnya. Masalah kenaikan
satu pelaku ekonomi yang memiliki tujuan untuk
harga-harga yang berlaku diakibatkan oleh banyak
mendukung kegiatan roda perekonomian agar
faktor, pada umumnya inflasi berasal dari salah satu berjalan lebih baik dan bersemangat. Peran peme-
atau gabungan dari dua masalah berikut: rintah seperti dikemukakan oleh Keynes sering kali
1. Tingkat pengeluaran agregat yang melebihi diperlukan untuk mendorong pertumbuhan perekono-
kemampuan perusahaan-perusahaan untuk mian. Untuk menjalankan sektor yang tidak dilakukan
menghasilkan barang-barang dan jasa. Keinginan oleh sektor swasta seperti memproduksi barang
untuk mendapatkan barang yang mereka publik. Memproduksi barang publik tentu memer-
butuhkan akan mendorong para konsumen lukan dana yang terwujud dalam pengeluaran
meminta barang itu pada harga yang lebih tinggi. pemerintah baik level nasional maupun daerah.
Sebaliknya para pengusaha akan mencoba Pengeluaran pemerintah disini tidak dibedakan
menahan barangnya dan menjual kepada pembeli antara pengeluaran rutin dan pembangunan, meski
yang bersedia membayar pada harga yang lebih pengeluaran pembangunan yang memiliki pengaruh
tinggi. Kedua-dua kecenderungan ini akan terdekat dengan investasi. Namun secara umum
menyebabkan kenaikan harga-harga. pengeluaran pemerintah haruslah dilihat secara utuh
2. Para pekerja di berbagai kegiatan ekonomi yang sehingga pengaruh atau timbal balik pengeluaran
menuntut kenaikan upah. Apabila pengusaha pemerintah terhadap perekonomian dapat terlihat.
mulai menghadapi kesulitan dalam mencari Keynes mengatakan bahwa pengeluaran pemerintah
tambahan pekerja untuk menambah produksinya, diperlukan untuk mendorong meningkatnya penge-
para pekerja akan terdorong untuk menuntut luaran agregat di saat daya beli masyarakat menurun
kenaikan upah. Apabila tuntutan kenaikan upah dan lesu. Pengeluaran pemerintah dapat memberi-
berlaku secara meluas, akan terjadi kenaikan kan pendapatan kepada masyarakat sehingga
biaya produksi dari berbagai produksi barang dan masyarakat dapat melakukan kegiatan ekonomi
jasa yang dihasilkan dalam perekonomian. seperti biasanya (Kuncoro, 2000) .

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 35


Efek crowding out dari pengeluaran pemerintah 3. Alat analisis
dapat terjadi apabila sektor swasta dan pemerintah
Analisis menggunakan model regresi berganda
saling bersaing dan tumpang tindih dalam melakukan
dengan metode Ordinary Least Square (OLS), untuk
peranannya dalam perekonomian. Namum crowding
mengetahui besarnya perubahan variabel indepen-
out lebih terjadi pada pasar obligasi dan tidak terjadi
den terhadap variabel dependen (Gujarati, 1997).
pada sektor investasi riil yang manfaatnya lebih
terasa dalam masyarakat. Oleh karena itu crowding Model yang digunakan untuk menduga
out tidak begitu diperhitungkan dalam penelitian ini. parameter-parameter dari investasi diformulasikan
Pengeluaran pemerintah lebih mendapatkan peran sebagai berikut.
sebagai pendorong/stimulus bagi kegiatan pereko-
IS = + SB + In + PP + U (1)
nomian di suatu daerah dimana pengeluaran
pemerintah memberi dukungan terhadap sektor Di mana:
swasta dalam meningkatkan perekonomian daerah I S : Nilai Investasi
terutama untuk meningkatkan invesatsi. SB : Tingkat Suku bunga
In : Tingkat inflasi
PP : Pengeluaran pemerintah
METODE PENELITIAN U : Error terms
1. Data dan lingkup penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini
meliputi data primer dan sekunder. Data primer Permasalahan yang dihadapi hampir semua
diperoleh dari wawancara langsung dengan para negara berkembang dalam melaksanakan pemba-
responden (investor, Pemda) maupun melalui Focus ngunan adalah minimnya biaya yang tersedia untuk
Group Discussion (FGD) dengan aparat/pejabat menunjang proses pembangunan, baik pemba-
terkait. Data sekunder diperoleh dari berbagai ngunan fisik maupun pembangunan sosial ekonomi-
dokumen yang diperlukan, bersumber dari Badan nya. Selama ini usaha yang dilakukan oleh peme-
Pusat Statistik, BKPM Jawa Tengah, Deperindag, rintah negara sedang berkembang untuk mendanai
Bank Indonesia maupun dinas/instansi terkait, serta pembangunannya antara lain melalui pemungutan
didukung dengan bahan kepustakaan yang relevan. pajak, menciptakan uang dalam negeri, tabungan
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Propinsi pemerintah, melakukan pinjaman luar negeri serta
Jawa Tengah. Secara substansi investasi swasta mengundang investor baik dari dalam negeri maupun
dalam penelitian ini meliputi PMA dan PMDN. luar negeri.
Periode penelitian meliputi kurun waktu tahun 1986 Dalam suatu perekonomian, penanaman modal
sampai dengan tahun 2002. atau investasi sangat diperlukan untuk menunjang
baik pertumbuhan ekonomi maupun kesempatan
kerja. Oleh karena itu upaya untuk menarik investor
2. Definisi operasional
menanamkan modalnya di Indonesia khususnya di
a. Investasi swasta, diperoleh melalui penjumlahan Jawa Tengah secara intensif selalu dilaksanakan
(total) realisasi investasi PMDN dan PMA di Jawa oleh pemerintah.
Tengah dengan satuan rupiah Pada tahun 1998 sampai dengan 2002 terlihat
b. Tingkat bunga, merupakan tingkat bunga riil bahwa perkembangan investasi swasta di Jawa
dalam satuan persen Tengah mengalami penurunan yang sangat tajam
c. Inflasi, kenaikan harga-harga barang secara setelah mencapai angka yang paling tinggi di tahun
umum, dalam satuan persen 1998 yaitu sebesar Rp27,14 triliun rupiah dan
mengalami penurunan drastis menjadi sebesar
d. Pengeluaran pemerintah, pengeluaran pemba-
Rp1,95 triliun pada tahun 1999. Pada tahun 2000
ngunan dalam anggaran pendapatan dan belanja
sampai dengan 2002 dimana perekonomian pada
daerah Propinsi Jawa Tengah dengan satuan
tahap recovery investasi mengalami kenaikkan setiap
rupiah.

36 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Investasi Swasta di Jawa Tengah (Sasana: 32 - 40)
tahunnya. Pada tahun 2000 kenaikan investasi bangan PMA di Jawa Tengah pada tahun 2000
swasta sebesar 61,4 persen (Rp3,142 triliun) dan mengalami penurunan lagi menjadi sebesar
tahun berikutnya yaitu pada tahun 2001 investasi 72.072,43 ribu US$. Namun pada tahun 2001 dan
naik menjadi Rp4,2 triliun. Pada tahun 2002 investasi 2002 nilai PMA mengalami peningkatan yaitu
mengalami penurunan kembali menjadi 2,4 triliun. menjadi 96.681,99 ribu US$ dan 91.765,00 ribu US$.
Investasi yang terjadi di Jawa Tengah pada kurun Perkembangan investasi dalam negeri (PMDN)
waktu 1986 sampai dengan 2002 adalah sebagai di Jawa Tengah memiliki ketahanan yang lebih baik
berikut: dari pada PMA dalam menghadapi krisis ekonomi
Tabel 2. Perkembangan Investasi Jawa Tengah nasional. Pada tahun 1999 terjadi penurunan nilai
Tahun 1986 2002 (Juta Rupiah) PMDN sebesar 58 persen, namun pada tahun 2000
dan 2001 nilai PMDN yang masuk Jawa Tengah
Realisasi Investasi
Tahun Tahun Realisasi mengalami peningkatan terutama pada tahun 2000
di Jawa Tengah
yaitu peningkatan sebesar 135 persen. Pada tahun
1986 321,48 1995 7.176,45
2002 nilai PMDN mengalami penurunan sebesar 52
1987 640,03 1996 11.168,13
persen menjadi sebesar Rp1,6 triliun.
1988 917,46 1997 15.974,21
1989 3.989,96 1998 27.136,80 Perilaku PMDN dan PMA seperti di atas
1990 5.925,25 1999 1.946,89 membuat nilai total investasi swasta di Jawa Tengah
1991 3.894,66 2000 3.142,74 menjadi fluktuatif dan tidak stabil. Berikut ini disajikan
1992 1.594,84 2001 4.216,71 perkembangan PMA dan PMDN di Jawa Tengah
1993 2.873,73 1998-2002.
2002 2.361,64
1994 9.793,34
Penurunan nilai investasi swasta di Jawa
Sumber: BPS Jawa Tengah , 1988-2003
Tengah pada tahun 1998 yaitu dari Rp27,1 triliun
Nilai investasi di Jawa Tengah pada tahun 1998 menjadi Rp1,9 triliun pada tahun 1999 disebabkan
sampai dengan 2002 memiliki gap yang sangat oleh banyak hal, antara lain yaitu:
besar, terlebih bila dibandingkan angka tahun 1998 a. Nilai PMA pada tahun 1999 mengalami
dan 1999. Krisis moneter yang terjadi di Indonesia penurunan sebesar 95,8 persen, sehingga total
pada awal tahun 1997 sebagai penyebab utama penerimaan investasi swasta yang merupakan
perbedaan angka yang sangat besar pada total penjumlahan PMA dan PMDN pada tahun 1999
investasi swasta di Jawa Tengah pada tahun 1998 menjadi berkurang.
dan 1999. Pada tahun 1998 jumlah penanaman
b. Nilai tukar dol1ar Amerika terhadap rupiah pada
modal asing yang masuk ke Jawa Tengah cukup
tahun 1998 ke 1999 juga mengalami penurunan
besar jumlahnya yaitu sebesar 3.072.199,26 ribu
dari Rp8.025,00 menjadi Rp7.100,00 sehingga
US$, dan mulai tahun 1999 akibat krisis ekonomi
nilai PMA dalam rupiah menjadi berkurang
nasional telah memberikan pengaruh terhadap
dibanding tahun 1998.
jumlah penanaman modal asing yang masuk ke
Jawa Tengah. Pada tahun 1999 jumlah PMA turun c. Nilai PMDN pada tahun 1999 juga mengalami
menjadi sebesar 127.915,63 ribu US$. Perkem- penurunan sebesar 58,1 persen sehingga total

Tabel 3. Perkembangan PMA dan PMDN di Jawa Tengah Tahun 1998 2002
PMA PMDN Total investasi
Tahun
(Ribu Rp) (Ribu Rp) (Ribu Rp)
1998 24.654.399.061,50 2.482.396.430,00 27.136.795.491,50
1999 908.200.973,00 1.038.689.120,00 1.946.890.093,00
2000 691.534.965,85 2.451.203.420,00 3.142.738.385,85
2001 1.005.492.696,00 3.211.218.970,00 4.216.711.666,00
2002 820.379.100,00 1.541.259.600,00 2.361.638.700,00
Sumber: BPS Jawa Tengah, 2003

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 37


penerimaan investasi swasta menjadi berkurang pengangguran. Perkembangan inflation rate di Jawa
pula. Penurunan baik pada PMA dan PMDN pada Tengah pada kurun waktu 1988 - 2002 adalah
tahun 1999 menyebabkan nilai investasi swasta sebagai berikut:
pada tahun 1999 menjadi jauh lebih sedikit
dibanding investasi swasta tahun 1998. Tabel 5. Tingkat Inflasi di Jawa Tengah Tahun 1986 -
d. Jumlah PMA yang masuk ke Jawa Tengah pada 2002
tahun 1998 cukup besar yaitu sebesar Tahun Inflasi Tahun Inflasi
3.072.199,26 ribu US$, sehingga nilai investasi 1986 9,73 1995 8,45
swasta pada tahun 1998 cukup besar dan jumlah 1987 9,59 1996 4,37
itu merupakan jumlah PMA tertinggi sepanjang 1988 5,3 1997 10,88
tahun 1986 sampai dengan 2002 . 1989 4,83 1998 67,19
1990 3,89 1999 1,51
Ha1-ha1 di atas menyebabkan ni1ai investasi swasta 1991 3,97 2000 8,73
pada tahun 1999 sampai dengan 2002 memiliki nilai 1992 4,34 2001 13,98
yang jauh lebih keci1 dibandingkan dengan nilai 1993 9,37
2002 13,56
investasi tahun 1998. 1994 6,5
Kegiatan investasi sangat dipengaruhi oleh Sumber: BPS, Jawa Tengah
perkembangan/perubahan tingkat suku bunga. Pengeluaran pemerintah diperlukan untuk
Karena tingkat suku bunga merupakan investment mendorong meningkatnya pengeluaran agregat di
cost bagi para investor. Tingkat suku bunga pada saat daya beli masyarakat menurun dan lesu.
bank-bank di Jawa Tengah pada kurun waktu 1995 - Pengeluaran pemerintah dapat memberikan penda-
2003 adalah sebagai berikut: patan kepada masyarakat sehingga masyarakat
T abel 4. Tingkat Suku Bunga di Jawa Tengah Tahun dapat melakukan kegiatan ekonomi seperti biasanya
1986 - 2002 (Persen) (Kuncoro, 2000). Berikut ini adalah data mengenai
pengeluaran pemerintah dari pemerintah Propinsi
Tahun Tingkat suku bunga Tahun Tingkat suku bunga Jawa Tengah yang berasal dari APBD.
1986 16,00 1995 15,04
1987 19,00 1996 16,69
1988 19,50 1997 16,28 Tabel 6. Pengeluaran Pemerintah Jawa Tengah
1989 18,00 1998 21,84 Tahun 1986-2002 (Juta Rupiah)
1990 17,75 1999 27,60
1991 21,18 2000 12,17 Tahun Peng. Pemerintah Tahun Peng. Pemerintah
1992 21,13 2001 13,16 1986 13136,26 1995 48894,03
1993 16,25 1987 15248,75 1996 54888,36
2002 13,55 1988 18151,81 1997 64946,43
1994 12,99
Sumber: BPS, diolah 1989 20577,35 1998 92635,22
1990 23590,28 1999 108609,19
Selain tingkat suku bunga invstasi juga 1991 27972,44 2000 127999,88
1992 32262,68 2001 168570,14
dipengaruhi oleh laju inflasi. Stabilitas harga akan 1993 36078,90
berpengaruh terhadap perkembangan nilai investasi 2002 202353,58
1994 41503,56
di suatu wilayah. AW. Phillips pada tahun 1958 Sumber: BPS, Jawa Tengah DaIam Angka
dalam tulisannya yang berjudul the relation between
unemployment and the rate of change of money
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi
wage rates in United Kingdom menyimpulkan bahwa
Investasi Swasta di Jawa Tengah
terdapat hubungan yang negatif antara tingkat
pengangguran dan tingkat kenaikan upah. Apabila Dengan menggunakan metode kuadrat terkecil
tingkat pengangguran rendah maka tingkat kenaikan (OLS) dari analisis linier berganda, hasil estimasi
upah tinggi dan sebaliknya (Sadono Sukirno, 2000). faktor-faktor yang mempengaruhi investasi swasta di
Dalam studi selanjutnya diteliti bahwa terdapat Jawa Tengah adalah sebagai berikut:
hubungan negatif antara tingkat inflasi dengan

38 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Investasi Swasta di Jawa Tengah (Sasana: 32 - 40)
Tabel 7. Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Investasi di Jawa Tengah
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 14491,144 4060,224 3,569 ,003
SB -1017,464 232,262 -,438 -4,381 ,001
In 243,715 62,262 ,397 3,914 ,002
PP ,190 ,026 ,743 7,178 ,000

Model Summary
Adjusted Std. Error of Durbin-W
Model R R Square
R Sauare the Estimate atson
1 ,9363 ,877 ,849 3564,57213 1,576
a. Predictors: (Constant), PP, SB, IN
b. Dependent Variable: IS

R square adjusted bernilai 0,849 yang artinya meningkatkan investasi swasta sebesar 1017,464
variabel independen dalam model persarnaan regresi satuan.
setelah diadakan penyesuaian dapat menjelaskan Sementara itu tingkat inflasi memiliki hubungan
variasi dari variabel dependen sebesar 84,9% dan positip dan berpengaruh signifikan terhadap investasi
sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar swasta di Jawa Tengah. Hal ini bisa dimaknai bahwa
persamaan. Hal ini dapat diartikan bahwa suku perkembangan investasi swasta di daerah Jawa
bunga, inflasi dan pengeluaran pemerintah dapat Tengah seiring dengan perkembangan inflasi di
menjelaskan dengan kekuatan 84,9% terhadap daerah ini. Para investor di Jawa Tengah merespon
investasi swasta yang ada di Jawa Tengah. secara positif atas perkembangan harga dengan
Uji t-statistik atau uji variabel secara individu meningkatkan nilai investasinya. Peningkatan inflasi
juga menunjukkan bahwa suku bunga, inf1asi dan sebesar satu persen akan meningkatkan investasi
pengeluaran pemerintah secara berturut-turut swasta sebesar 243,715 satuan. Meskipun kadang-
memi1iki ni1ai signifikan di bawah = 5%. Hal ini kala inflasi nasional memiliki pengaruh yang negatif
berarti setiap variabe1 secara individu memiliki terhadap investasi swasta nasional, namun untuk
tingkat signifikansi yang tinggi, sehingga model investasi swasta suatu daerah hasil dapat saja
persamaan garis regresi tersebut dapat terbentuk berbeda karena perilaku investasi di daerah berbeda
sebagai berikut: dengan investasi pada tingkat nasional.
Pengeluaran pemerintah memiliki hubungan
IS = 14491,144 - 1017,464 SB + yang positif dan berpengaruh signifikan terhadap
243,715 In + 0,190 PP + u (2) perkembangan investasi swasta di Jawa Tengah.
Pengeluaran pemerintah memiliki pengaruh positif
Dari hasil estimasi didapatkan bahwa tingkat sebesar 0,19. Hal ini bermakna bahwa pengeluaran
suku bunga memiliki hubungan negatif dan pemerintah sebesar satu satuan akan meningkatkan
berpengaruh signifikan terhadap perkembangan investasi swasta sebesar 0,19 satuan. Oleh karena
investasi swasta di Jawa Tengah. Tingkat suku itu, pemerintah diharapkan terus meIakukan kontri-
bunga memiliki pengaruh negatif terhadap investasi businya melalui pengeluaran pemerintah, khususnya
swasta di Jawa Tengah sebesar -1017,464. Hal ini pengeluaran pembangunan agar pembangunan di
memiliki makna bahwa untuk mendukung perkem- daerah dapat meningkat ke taraf yang lebih maju dan
bangan investasi di Jawa Tengah maka tingkat suku modern sehingga dapat menarik minat investasi baik
bunga yang stabil dan rendah sangat diperlukan dan dari dalam negeri maupun luar negeri.
harus diusahakan oleh pemerintah. Karena penu-
runan tingkat bunga sebesar satu persen akan

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 39


KESIMPULAN DAN SARAN Semarang-Solo adalah kebijakan yang sangat
menunjang perekonomian Jawa Tengah pada
Kesimpulan
umumnya dan hal ini adalah langkah yang sangat
Dalam perkembangannya, investasi swasta di baik bagi pemerintah untuk mendorong laju
Jawa Tengah pada tahun 1986 sampai dengan 2002 perekonomian daerah. Melalui kebijakan moneter
banyak faktor-faktor yang berpengaruh secara pemerintah diharapkan bisa menjaga stabilitas harga
signifikan, yaitu tingkat bunga, laju inflasi dan dan tingkat bunga pada tingkat yang rendah serta
pengeluaran pemerintah. Dari hasil penelitian stabil, sehingga bisa menjadi insentif bagi para
didapatkan kesimpulan, tingkat suku bunga memiliki investor untuk menanamkan modalnya di Jawa
hubungan negatif dan berpengaruh signifikan Tengah
terhadap perkembangan investasi swasta di Jawa
Tengah. Tingkat inflasi memiliki hubungan positip DAFTAR PUSTAKA
dan berpengaruh signifikan terhadap investasi
swasta di Jawa Tengah. Pengeluaran pemerintah Gunawan Sumodiningrat, 2001, Responsi Peme-
memiliki hubungan yang positif dan berpengaruh rintah Terhadap Kesenjangan Ekonomi, Jakarta:
signifikan terhadap perkembangan investasi swasta Perpod.
di Jawa Tengah. Gujarati, Damodar, 1997, Ekonometrika Dasar,
Jakarta: Erlangga
Mudrajat Kuncoro, 2000, Ekonomi Pembangunan:
Saran
Teori, Masalah, dan Kebijakan, Yogyakarta:
Melalui kebijakan fiskal pemerintah daerah AMP YKPN.
Jawa Tengah seharusnya mengalokasikan penge- Mankiw, N., Geegory, 2000, Macroeconomics, Fourth
luaran pembangunan untuk proyek-proyek yang Edition, New York: Worth Publishers, Inc.
mempunyai dampak positif terhadap perkembangan Manulang, 1993, Ekonomi Moneter, Yogyakarta:
investasi. Alokasi anggaran di bidang infrastruktur, BPFE Universitas Gadjah Mada
khususnya di bidang transportasi dan sarana publik Nopirin, 1993, Ekonomi Moneter, Yogyakarta: BPFE
lainnya perlu ditingkatkan sehingga dapat menjadi Universitas Gadjah Mada
daya tarik bagi investor untuk menanamkann
Sadono Sukirno, 2000, Makro Ekonomi Modern.,
modalnya di Jawa Tengah. Pembangunan jalan tol
Jakarta: Rajawali Pers.

40 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Investasi Swasta di Jawa Tengah (Sasana: 32 - 40)
PENENTUAN BENTUK FUNGSI MODEL EMPIRIK:
STUDI KASUS PERMINTAAN KENDARAAN RODA EMPAT BARU
DI INDONESIA
Andryan Setyadharma
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang
email: andryan_sds@yahoo.com

ABSTRACT

In many cases, the determination of form of the regression function of the empirical model between
the linear model and the log-linear model is neglected when someone starts research. Someone
concludes the best model only by comparing the R2 value from respective function form and determines
the best form of the function model only based on the highest R2 value. This is clearly wrong. This study
attempted to find the best regression function model by using two kinds of tests: MacKinnon, White and
Davidson Test (MWD Test) and Bera and McAleer Test (B-M Test). This Study showed that the two
forms of the empirical function models-both the linear and log-linear functions- could be used to estimate
the demand of the new four wheels vehicle in Indonesia. Furthermore, checking by using classical
assumption, we found that the log-linear function model is the best model to estimate the demand of the
new four wheels vehicle in Indonesia.
Keywords: empirical model, linear model, log-linear model

PENDAHULUAN linier, yaitu Uji MacKinnon, White dan Davidson


(MWD Test) serta Uji Bera dan McAleer (B-M).
Apakah suatu model empirik menggunakan
fungsi linier atau fungsi log-linier tidak banyak
mendapatkan perhatian khusus ketika seorang Sindrum R2
memulai penelitian. Sesungguhnya dalam melakukan
Dalam banyak kasus, penentuan bentuk fungsi
suatu penelitian, menentukan bentuk fungsi model
model empirik antara model linier ataukah model log-
empirik merupakan langkah awal penelitian sebelum
linier banyak yang hanya dengan membandingkan
mulai menganalisis hasil suatu persamaan regresi.
nilai R2 dari masing-masing bentuk fungsi dan
Penentuan bentuk fungsi model empirik menjadi
menentukan bentuk fungsi model yang terbaik hanya
sangat penting karena karena teori ekonomi tidak
berdasarkan nilai R2 yang paling tinggi. Ini jelas salah
secara spesifik menunjukkan ataupun mengatakan
besar. Pembahasan mengenai koefisien determinasi
apakah sebaiknya bentuk fungsi suatu model empirik
(R2) dalam ekonometrika, khususnya analisis regresi
dinyatakan dalam bentuk linier ataukah log-linier atau
linier, bukanlah hal yang baru karena koefisien ini
bentuk fungsi lainnya (Godfrey, et. al, 1988: 492;
merupakan salah satu besaran yang selalu
Gujarati, 1992: 223; Thomas, 1997: 344-345 serta
diperhatikan terutama oleh mereka yang masih
Insukindro dan Aliman, 1998). Tanpa memilih bentuk
pemula menggunakan pendekatan ekonometrika
fungsi empirik yang sesuai akan menyebabkan
(Insukindro, 1998). Bahkan koefisien ini sering
banyaknya persoalan-persoalan seperti (1) kesa-
dipandang sebagai besaran yang sangat penting
lahan spesifikasi, (2) estimasi-estimasi koefisien
dalam estimasi dengan regresi linier dan tidak jarang
akan bias, (3) parameter estimasi tidak akan
mereka terlena oleh besaran itu atau mereka
konsisten (Insukindro dan Aliman, 1998). Studi ini
mengalami apa yang disebut dengan sindrum R2
bertujuan untuk menentukan bentuk fungsi yang
(Maddala, 1992: 235 dalam Insukindro, 1998).
tepat untuk studi kasus permintaan kendaraan roda
empat baru di Indonesia. Dalam studi ini akan Sindrum R2 ditujukan bagi para peneliti yang
digunakan tiga macam uji yang banyak dijadikan menganggap bahwa semakin tinggi nilai R2
referensi pengujian model linier ataukah model log- (mendekati 0,99) maka penelitian yang mereka

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 41


lakukan menghasilkan model yang baik sementara SBIRIILt : Tingkat Suku Bunga 1 Bulan
itu bila peneliti menemukan R2 yang rendah akan Sertifikat Bank Indonesia Riil
mengganggap model yang mereka gunakan tidak INFLASIt : Tingkat inflasi year on year (yoy)
baik dan cenderung untuk memodifikasi model et : Variabel gangguan atau residual
bahkan memodifikasi data untuk mendapatkan nilai
R2 yang tinggi. Padahal dalam analisis regresi linier Dalam studi ini digunakan data bulanan runtut
klasik (classical linier regression = CR) tidak waktu (time series) dari Januari 2001 hingga Maret
diharuskan bahwa koefisien R2 tinggi, bahkan seperti 2007. Sementara bentuk model Log-linier sebagai
yang diungkapkan oleh Goldberger tahun 1991 berikut:
bahwa a high R2 is not evidence in favor of the
model and a low R2 is not evidence against if L MOBILDt = 1 + 2LIHMt + 3LYCAPt +
(Gujarati, 1995: 211 dalam Insukindro, 1998). 4LPREMIUMRIILt + 5LPERTAMAXRIILt +
Perlu diperhatikan bahwa koefisien hanyalah R2 6LSOLARRIILt + 7SBIRIILt +
salah satu dan bukan satu-satunya kriteria memilih
8INFLASIt + e2t (2)
model yang baik (Insukindro, 1998). Terlebih dalam
kasus memilih bentuk fungsi antara model linier
ataukah model log-linier koefisien R2 tidak dapat Sebagai variabel terikat digunakan data
dijadikan kriteria yang utama karena yang penjualan kendaraan roda empat berdasarkan
dibandingkan adalah dua hal yang berbeda (its not registrasi polisi. Data berasal dari Toyota Astra
apple to apple) 1 . Untuk memperkuat penjelasan ini Motor. Ada pun alasan pemilihan variabel penjelas
maka akan digunakan contoh permintaan kendaraan adalah sebagai berikut:
roda empat baru di Indonesia seperti berikut ini.
a. Indeks harga mobil
MODEL PENELITIAN Secara umum, permintaan akan suatu barang
Model yang digunakan dalam permintaan akan terutama dipengaruhi oleh harga barang tersebut.
kendaraan roda empat baru adalah sebagai berikut: Bila harga suatu komoditas meningkat maka jumlah
barang yang diminta akan berkurang, ceteris paribus,
MOBILDt = 1 + 2IHMt + 3YCAPt + dan begitu juga sebaliknya. Dalam penelitian
sebelumnya, harga kendaraan roda empat menjadi
4PREMIUMRIILt + 5PERTAMAXRIILt +
salah satu variabel utama yang diamati, baik dalam
6SOLARRIILt + 7SBIRIILt + penelitian mikro maupun penelitian makro. Dykman
8INFLASIt + e1t (1) (1966) menyebutkan bahwa terjadi suatu masalah
dalam memformulasikan indeks harga. Dengan
Di mana: adanya berbagai macam jenis dan merek dengan
MOBILDt : Permintaan kendaraan roda em- spesifikasi yang berbeda-beda menjadikan harga
kendaraan roda empat berbeda satu sama lain
pat baru nasional
sehingga dalam penelitian makro perlu dibuat suatu
IHMt : Indeks harga kendaraan roda
indeks yang dapat mencerminkan harga kendaraan
empat baru
roda empat. Tidak adanya keseragaman penggu-
YCAP : Pendapatan per kapita Harga
naan data yang digunakan sebagai proxy dari harga
Konstan 2000
pada penelitian sebelumnya. Data berasal dari
PREMIUMRIILt : Harga premium riil
Toyota Astra Motor.
PERTAMAXRIILt : Harga pertamax riil
SOLARRIILt : Harga solar riil
b. Harga premium, solar dan pertamax
1 Untuk pembahasan lebih detil mengenai sindrum R2 lihat
Insukindro (1998), Sindrum R2 Dalam Analisis Regresi Linier Biaya operasional menjadi salah satu pertim-
Runtut Waktu, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 13 bangan ekonomis dalam menentukan pembelian
No. 4, hal 1 11.

42 Penentuan Bentuk Fungsi Model Empirik: . . . (Setyadharma: 41 - 49)


kendaraan roda empat. Pemakaian bahan bakar c. Pendapatan per kapita
merupakan salah satu biaya operasional yang
Pendapatan per kapita menjadi indikator tingkat
menjadi pertimbangan dalam menentukan pembelian
kesejahteraan masyarakat. Dengan bertambahnya
jenis kendaraan roda empat, khususnya kendaraan
pendapatan seseorang maka kemampuannya dalam
non komersial. Banyak penelitian sebelumnya yang
membeli barang akan meningkat dan memungkinkan
tidak memasukkan unsur biaya opersional sebagai
konsumen untuk menukar konsumsi mereka dari
salah satu variabel dalam penelitiannya. Tishler
barang yang kurang baik mutunya ke barang-barang
(1982) menunjukkan bahwa tidak dimasukannya
yang lebih baik (Sugiarto, et al., 2002). Dimung-
variabel biaya operasional, dalam hal ini biaya bahan
kinkan pula dengan meningkatnya pendapatan sese-
bakar, membuat estimasi parameter-parameter
orang maka ia akan membeli barang-barang yang
dalam fungsi permintaan agregat kendaraan roda
lebih mewah dibandingkan sebelumnya. Sebagai
empat menjadi bias.
contoh, bila sebelumnya seseorang menggunakan
Carlson (1978) menggunakan metoda motor sebagai alat transportasinya namun dengan
Seemingly Unrelated Regresi membangun suatu membaiknya tingkat pendapatannya maka ia
model dengan membagi kendaraan ke dalam mengganti motornya dengan kendaraan roda empat.
masing-masing jenisnya: subcompact, compact, Dengan mengasumsikan bahwa kendaraan roda
intermediate, full-size dan luxury. Hasil penelitian empat adalah barang normal, maka pendapatan
Carlson (1978) menunjukkan bahwa harga bahan berhubungan posistif dengan jumlah penjualan
bakar minyak secara signifikan mempengaruhi kendaraan roda empat. Data PDB Indonesia berasal
penjualan kendaraan pada 5 jenis kendaraan roda dari Bank Indonesia dan data jumlah penduduk
empat. Hanya saja tanda variabel BBM berbeda berasal dari IMF.
pada jenis subcompact dan compact (+).
Carlson dan Umble (1980) meneruskan
d. SBI riil
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Carlson
(1978) dengan menambah data dan mengganti Menurut Nopirin (1996) suku bunga adalah
beberapa variabel. Hasil pengembangannya menun- biaya yang harus dibayar oleh peminjam atas
jukkan bahwa harga BBM berpengaruh positif dan pinjaman yang diterima dan merupakan imbalan bagi
signifikan pada jenis kendaraan roda empat sub- pemberi pinjaman atas investasinya. Suku bunga
compact dan compact. Sementara BBM berpengaruh mempengaruhi keputusan individu terhadap pilihan
negatif dan signifikan pada jenis kendaraan roda membelanjakan uang lebih banyak atau menyimpan
empat standard, dan tidak signifikan pada jenis uangnya dalam bentuk tabungan. Secara umum,
kendaraan roda empat luxury. penurunan suku bunga akan diikuti oleh kenaikan
Tishler (1982) menginvestigasi efek dari biaya permintaan.
operasional dalam pembelian kendaraan roda empat, Walaupun tidak ada data yang pasti, sekitar 70
dalam hal ini harga bahan bakar. Tishler membangun persen penjualan kendaraan roda empat dilakukan
suatu 2 model sederhana. Hasil penelitian Tishler melalui sistem kredit (Sargo, 2004). Apalagi saat ini
(1982) menunjukkan bahwa harga bensin memiliki lembaga pembiayaan kendaraan maupun perbankan
pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap berlomba-lomba untuk memberikan kemudahan
permintaan mobil, baik permintaan mobil secara persyaratan dan proses yang cepat dalam memberi-
keseluruhan maupun permintaan mobil baru. kan kredit kendaraan bermotor. SBI Riil digunakan
McCarthy (1996) menggunakan metoda logit sebagai proxy dari kredit kendaraan bermotor. Data
dengan data cross section pada tahun 1989 di berasal dari Bank Indonesia.
Amerika Serikat menunjukkan bahwa biaya
operasional per mil (menunjukkan harga rata-rata e. Inflasi
bahan bakar dibagi dengan jarak tempuh kendaraan)
berpengaruh negatif terhadap permintaan kenda- Definisi singkat dari inflasi adalah kecende-
raan. Data berasal dari Pertamina. rungan dari harga-harga untuk menaik secara umum
dan terus-menerus (Boediono, 2001). Sementara

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 43


Mankiw (2004) menyatakan inflasi sebagai kenaikan variabel penjelas yang digunakan, masing-masing
tingkat harga-harga secara keseluruhan dalam model memiliki lima variabel yang signifikan secara
perekonomian. Inflasi terkait dengan efek substitusi. statistik, dengan tingkat signifikansi yang berbeda-
Dengan tingginya inflasi menyebabkan konsumsi beda. Dilihat dari nilai R2 dapat dilihat bahwa model
barang-barang yang tahan lama (durable goods) - dengan fungsi linier mempunyai nilai yang lebih tinggi
termasuk kendaraan bermotor- ditunda untuk dibandingkan model dengan fungsi log-linier. Akan
memenuhi barang-barang kebutuhan pokok. Selain menjadi kesalahan yang fatal jika hanya berdasarkan
itu dengan adanya ekspektasi kenaikan harga-harga nilai R2 diambil kesimpulan bahwa model linier
di masa depan juga ikut menunda pembelian barang- adalah yang terbaik. Dengan menggunakan dua
barang tahan lama. Namun demikian, menurut De macam uji - Uji MacKinnon, White dan Davidson
Gregorio, et al. (1998) adanya penurunan awal (MWD Test) dan Uji Bera dan McAleer (B-M Test)-
tingkat inflasi menyebabkan adanya wealth effect akan dicoba dibuktikan apakah nilai R2 yang paling
yang mendorong konsumen mengambil keputusan besar merupakan model yang terbaik.
untuk membeli lebih awal/lebih cepat barang-barang
tahan lama. Data berasal dari Bank Indonesia.
Pengujian Bentuk Fungsi Model Empirik
Persamaan (1) dan (2) tersebut masing-masing
diestimasi dengan menggunakan metode ordinary Langkah-langkah yang dikemukakan di sini
least square (OLS) dan hasil regresi keduanya dapat dikutip dari Insukindro dan Aliman (1998) dan kemu-
dilihat pada tabel 1 berikut ini. dian disempurnakan oleh penulis untuk memudahkan
pemahaman.
Berdasarkan hasil regresi dari dua model fungsi
yang berbeda di atas, dapat dilihat bahwa dari tujuh

Tabel 1. Hasil Regresi OLS Periode Januari 2001 Maret 2007

Independen Fungsi Linier Independen Fungsi Log-Linier

C -8871,56 C 1,64
(-0,28) (0,30)
IHM 89,73 Log IHM -0,26
(0,21) (-0,19)
YCAP 80,42 Log YCAP 2,01
(1,78)*** (1,79)***
PREMIUMRIIL -6,76 Log PREMIUMRIIL -0,75
(-1,40) (-3,57)*
PERTAMAXRIIL 5,81 Log PERTAMAXRIIL 0,50
(3,50)* (3,33)*
SOLARRIIL -7,13 Log SOLARRIIL -0,14
(-1,68)*** (-1,10)
SBIRIIL -1635,87 SBIRIIL -0,05
(-4,69)* (-3,73)*
INFLASI -846,55 INFLASI -0,03
(-3,10)* (-2,85)*
F-Stat 29,261* F-Stat 26,987*
Adjusted R2 0,728 Adjusted R2 0,710
Keterangan:
Nilai dalam kurung ( ) adalah nilai t statistik
* Signifikan pada level 1%
** Signifikan pada level 5%
*** Siginifikan pada level 10%

44 Penentuan Bentuk Fungsi Model Empirik: . . . (Setyadharma: 41 - 49)


1. Uji MacKinnon, White dan Davidson (MWD Test) 6SOLARRIILt + 7SBIRIILt + 8INFLASIt +
Untuk dapat menerapkan uji MWD, pertama- 9Z1t + 1t (3)
tama anggaplah bahwa model empirik permintaan
L MOBILDt = 1 + 2 LIHMt + 3LYCAPt +
kendaraan roda empat baru di Indonesia adalah
seperti pada persamaan (1) dan (2) di atas. Untuk 4LPREMIUMRIILt + 5LPERTAMAXRIILt +
dapat menerapkan uji MWD, ada beberapa langkah 6 LSOLARRIILt + 7SBIRIILt + 8INFLASIt +
berikut ini perlu dilakukan:
9Z2t + 2t (4)
a. Estimasi persamaan (1) dan (2), kemudian
nyatakan F1 dan F2 sebagai nilai prediksi atau d. Dari langkah (c) di atas, bila Z1 pada model linier
fitted value dari persamaan (1) dan (2). signifikan secara statistik, maka hipotesis nol
b. Nyatakan nilai Z1 sebagai log F1 dikurangi F2 (Z1 yang menyatakan bahwa model yang benar
= log F1 F2) dan Z2 sebagai antilog F2 dikurangi adalah bentuk linier ditolak dan demikian pula
F1 (Z2 = antilog F2 F1) untuk model log-linier, bila Z2 signifikan secara
c. Estimasi persamaan (3) dan (4) dengan OLS statistik, maka hipotesis nol yang menyatakan
dengan memasukkan Z1 dan Z2 sebagai variabel bahwa model yang benar adalah log-linier ditolak.
penjelas:
MOBILDt = 1 + 2IHMt + 3YCAPt +
4PREMIUMRIILt + 5PERTAMAXRIILt +

Tabel 2. Hasil Uji MWD Permintaan Kendaraan Roda Empat di Indonesia:


Januari 2001 Maret 2007

Independen Fungsi Linier Independen Fungsi Log-Linier

C -12617.45 C 0.98
(-0.40) (0.21)
IHM 219.51 Log IHM -0.30
(0.50) (-0.20)
YCAP 68.92 Log YCAP 2.15
(1.49) (2.31)**
PREMIUMRIIL -2.12 Log PREMIUMRIIL -0.89
(-0.33) (-3.68)*
PERTAMAXRIIL 5.20 Log PERTAMAXRIIL 0.54
(2.98)* (3.39)*
SOLARRIIL -11.44 Log SOLARRIIL -0.05
(-1.99)** (-0.33)
SBIRIIL -1950.19 SBIRIIL -0.04
(-4.35)* (-2.97)*
INFLASI -1011.92(-3.26)* INFLASI -0.02
(-2.37)**
Z1 -22969.28 Z2 0.00
(-1.11) (-1.33)
Keterangan:
Nilai dalam kurung ( ) adalah nilai t statistik
* Signifikan pada level 1%
** Signifikan pada level 5%
*** Siginifikan pada level 10%

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 45


Berdasarkan persamaan (3) di atas maka b. Estimasi persamaan (5) dan (6):
dibangun suatu hipotesis seperti berikut ini: F1 MOBILDt = 1 + 2 LIHMt + 3LYCAPt +
H0 : 9 = 0
4LPREMIUMRIILt + 5LPERTAMAXRIILt +
HA : 9 0 6LSOLARRIILt + 7SBIRIILt +
Bila 9 berbeda dengan nol secara statistik, 8INFLASIt + Ut (5)
maka hipotesis yang menyatakan bentuk model linier
F2L MOBILDt = 1 + 2IHMt + 3YCAPt +
adalah yang terbaik ditolak dan begitu pula
sebaliknya. Hasil regresi pada tabel 2 berikut ini 4PREMIUMRIILt + 5PERTAMAXRIILt +
menunjukkan bahwa koefisien Z1 tidak signifikan 6SOLARRIILt + 7SBIRIILt +
secara statistik. Dengan demikian, bentuk model
linier adalah yang terbaik. 8INFLASIt + Vt (6)

Lebih lanjut lagi, berdasarkan persamaan (4) di di mana F1 MOBILDt = log (F1) dan F2L MOBILDt =
atas maka dibangun suatu hipotesis seperti berikut antilog (F2). Ut serta Vt adalah residual dari
ini: persamaan (5) dan (6).
H0 : 9 = 0 c. Nilai Ut serta Vt disimpan sebagai variabel.
d. Lakukan regresi dengan memasukkan nilai
HA : 9 0
residual hasil regresi persamaan (5) dan (6)
Bila 9 berbeda dengan nol secara statistik, sebagai variabel pembantu dalam persamaan
maka maka hipotesis yang menyatakan bentuk berikut:
model log-linier adalah yang terbaik ditolak dan
begitu pula sebaliknya. Masih dari tabel 2, hasil MOBILDt = 1 + 2IHMt + 3YCAPt +
regresi menunjukkan bahwa koefisien Z2 tidak
4PREMIUMRIILt + 5PERTAMAXRIILt +
signifikan secara statistik. Dengan demikian, bentuk
model log-linier adalah yang terbaik. 6SOLARRIILt + 7SBIRIILt + 8INFLASIt +
Kesimpulan yang dapat diambil adalah 9Ut + e1t (7)
berdasarkan uji MWD, baik model linier maupun log-
L MOBILDt = 1 + 2 LIHMt + 3LYCAPt +
linier sama baiknya untuk digunakan dalam meng-
estimasi Permintaan Kendaraan Roda Empat Baru di 4LPREMIUMRIILt + 5LPERTAMAXRIILt +
Indonesia.
6LSOLARRIILt + 7SBIRIILt + 8INFLASIt +
9Vt + e2t (8)
2. Uji Bera dan McAleer (B-M Test)
e. Uji hipotesis nol yang pertama adalah 9 = 0 dan
Uji ini dikembangkan oleh Bera dan McAleer
tahun 1988 yang didasarkan pada dua regresi hipotesis nol yang kedua adalah 9 = 0. Jika 9
pembantu (two auxiliary regressions) dan uji ini bisa berbeda dengan nol secara statistik, maka bentuk
dikatakan merupakan pengembangan dari uji MWD model linier ditolak dan sebaliknya. Pada bagian
sebagaimana yang dibahas di atas. lain, jika 9 berbeda dengan nol secara statistik,
maka hipotesis alternatif yang mengatakan bah-
Seperti halnya dalam uji MWD, untuk dapat wa bentuk fungsi log-linier yang benar ditolak.
menerapkan uji B-M, perlu dilakukan langkah-
langkah berikut ini: Berdasarkan persamaan (7) di atas maka
dibangun suatu hipotesis seperti berikut ini:
a. Estimasi persamaan (1) dan (2) kemudian nyata-
kan nilai prediksi MOBILDt dan L MOBILDt masing- H0 : 9 = 0
masing sebagai F1 dan F2. HA : 9 0

46 Penentuan Bentuk Fungsi Model Empirik: . . . (Setyadharma: 41 - 49)


Tabel 3. Hasil Uji B-M Permintaan Kendaraan Roda Empat di Indonesia:
Januari 2001 Maret 2007

Independen Fungsi Linier Independen Fungsi Log-Linier


-14931.41 0.68
C C
(-0.46) (0.14)
149.50 -0.02
IHM Log IHM
(0.35) (-0.01)
81.80 2.03
YCAP (1.80)*** Log YCAP (2.19)**
-6.26 -0.75
PREMIUMRIIL Log PREMIUMRIIL
(-1.28) (-3.43)*
5.61 0.48
PERTAMAXRIIL Log PERTAMAXRIIL
(3.33)* (3.09)*
-7.94 -0.17
SOLARRIIL Log SOLARRIIL
(-1.81)*** (-1.10)
-1666.42 -0.05
SBIRIIL SBIRIIL
(-4.74)* (-3.91)*
-840.59 -0.03
INFLASI INFLASI
(-3.07)* (-2.96)*
-15111.10 0.00
Ut Vt
(-0.79) (-1.06)
Keterangan:
Nilai dalam kurung ( ) adalah nilai t statistik
* Signifikan pada level 1%
** Signifikan pada level 5%
*** Siginifikan pada level 10%

Bila 9 tidak berbeda dengan nol secara Kesimpulan yang dapat diambil adalah berda-
statistik, maka hipotesis yang menyatakan bentuk sarkan uji B-M, baik model linier maupun log-linier
model linier adalah yang terbaik harus diterima dan sama baiknya untuk digunakan dalam mengestimasi
begitu pula sebaliknya. Hasil regresi pada tabel 3 Permintaan Kendaraan Roda Empat Baru di
berikut ini menunjukkan bahwa koefisien Ut tidak Indonesia.
signifikan secara statistik. Dengan demikian, hipo-
tesis yang menyatakan bentuk model linier adalah
HASIL PENGUJIAN
yang terbaik diterima.
Berdasarkan persamaan (8) di atas maka Tabel 4 berikut ini merangkum hasil dari Uji
dibangun suatu hipotesis seperti berikut ini untuk MWD dan Uji B-M dan hasil pengujian menunjukkan
menguji model log-linier: bahwa kedua model tersebut layak untuk digunakan
untuk mengestimasi permintaan kendaraan roda
H0 : 9 = 0 empat baru di Indonesia. Pertanyaan selanjutnya
HA : 9 0 adalah model mana yang akan digunakan?. Ketika
kedua model layak digunakan maka langkah
Bila 9 berbeda dengan nol secara statistik, selanjutnya adalah menguji kedua model dengan
maka maka hipotesis yang menyatakan bentuk asumsi klasik seperti terlihat pada tabel 5.
model log-linier adalah yang terbaik ditolak dan
begitu pula sebaliknya. Masih dari tabel 3, hasil
regresi menunjukkan bahwa koefisien Vt tidak
signifikan secara statistik. Dengan demikian, bentuk
model log-linier adalah yang terbaik.

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 47


Tabel-4. Rangkuman Pengujian Uji MWDdan Uji B-M DAFTAR PUSTAKA
Uji Fungsi Terbaik Boediono (2001), Ekonomi Makro: Seri Sinopsis
Uji MWD Linier dan Log-linier Sama Baik Pengantar Ilmu Ekonomi No. 2, Yogyakarta:
Badan Penerbit Fakultas Ekonomi.
Uji B-M Linier dan Log-linier Sama Baik
Carlson, Rodney L. (1978), Seemingly Unrelated
Regression and the Demand for Automobiles of
Menurut Teorema Gauss-Markov, setiap Different Sizes, 1965-75: A Disaggregate
pemerkira/estimator dari OLS harus memenuhi Approach, Journal of Business, Vol 51 No. 2, pp.
kriteria BLUE (Gujarati, 1995: 72-73). Dalam uji 243-262.
asumsi klasik yang dirangkum pada tabel 5, pada Carlson, Rodney L and M. Michael Umble (1980),
model fungsi linier terjadi masalah linieritas sehingga Statistical Demand Functions and for
melanggar kriteria BLUE, khususnya kriteria L dari Automobiles and Their Use in Forecasting in an
BLUE, yaitu suatu model harus memiliki model Energy Crisis, Journal of Business, Vol 53 No. 2,
estimasi yang linier (berpangkat satu), sehingga pp. 193-204.
model fungsi linier tidak dapat digunakan karena De Gregorio, Jose, Pablo E. Guidotti and Carlos A.
tidak loloa uji asumsi klasik. Dari hasil ini disimpulkan Vegh (1998), Inflation Stabilisation and The
bahwa model yang terbaik yang digunakan untuk Consumption of Durable Goods, Economic
mengestimasi permintaan kendaraan roda empat Journal, 108 (January), pp. 105-131.
baru di Indonesia adalah model log-linier. Godfrey, L. G., Michael McAleer and C. R. McKenzie
(1988), Variable Addition and Lagrange
Tabel 5. Uji Asumsi Klasik Multiplier Test for Linear and Logarithmic
Asumsi Klasik Fungsi Linier Fungsi Log-linier Regression Models, Review of Economic and
Normalitasa) NORMAL NORMAL Statistics, Vol. 70: pp. 492-503.
Linieritasb) TIDAK LINIER LINIER Gujarati, D.N. (1992), Essentials of Econometrics, 1st
Autokorelasi c) TIDAK TIDAK Edition, McGraw-Hill International Edition.
Heteroskedastisitasd) TIDAK TIDAK Gujarati, D.N. (1995), Basic Econometrics, 3rd Edition,
Keterangan: McGraw-Hill, Inc.
a) Jarque-Bera Test
b) Ramsey RESET Test Insukindro (1998), Sindrum R2 Dalam Analisis
c) Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test Regresi Linier Runtun Waktu, Jurnal Ekonomi
d) White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors dan Bisnis Indonesia, Vol 13 No. 4, hal 1 11.
& Covariance Insukindro dan Aliman (1999), Pemilihan dan Bentuk
Fungsi Model Empiris: Studi Kasus Permintaan
Uang Kartal Riil di Indonesia, Jurnal Ekonomi
KESIMPULAN
dan Bisnis Indonesia, Vol. 13 No. 4:49-61.
Koefisien determinasi (R2) memang merupakan Mankiw, N. Gregory (2004), Principles of Economics,
salah satu kriteria pemilihan model, tetapi ia bukan 3rd Edition, International Student Edition,
satu-satunya kriteria. Pengujian hanya dengan Thompson South-Western.
menggunakan kriteria goodness of fit (uji t, uji F dan McCharthy, Patrick R. (1996), Market Price and
R2) terbukti tidak menjamin suatu model menjadi Income Elasticities of new Vehicle Demand, The
model yang terbaik. Studi ini menunjukkan bahwa Review of Economics and Statistics, Vol 78, No.
dengan menggunakan Uji MWD dan Uji B-M, kedua 3 (Aug.) pp. 543-547.
bentuk fungsi model empirik -baik fungsi linier Nopirin (1996), Ekonomi Moneter, Yogyakarta :
maupun log-linier- dapat digunakan untuk mengesti- Badan Penerbit Fakultas Ekonomi.
masi permintaan kendaraan roda empat baru di Sargo, Soehari (2004), Industri Otomotif Dalam Krisis
Indonesia. Namun ditelusuri lebih lanjut lagi dengaan Ekonomi: Benteng Pasir Dihempas Gelombang,
menggunakan asumsi klasik, dapat dipastikan bahwa Jakarta: Penerbit PT. Bina Rena Pariwara.
model log-linier merupakan model yang terbaik untuk Sugiarto, Tedy Herlambang, Brastoro, Rachmat
mengestimasi permintaan kendaraan roda empat Sudjana dan Said Kelana (2002), Ekonomi
baru di Indonesia.

48 Penentuan Bentuk Fungsi Model Empirik: . . . (Setyadharma: 41 - 49)


Mikro: Sebuah Kajian Komprehensif, Jakarta: Tishler, Asher (1982), The Demand for Cars and the
Gramedia Pustaka Utama. Price of Gasoline: The User Cost Approach, The
Thomas, R. L. (1997), Modern Econometrics: An Review of Economics and Statistics, Vol 64, No.
Introduction, Addison-Wesley Longman. 2 (May) pp. 184-190.

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 49


DETEKSI DINI KRISIS PERBANKAN INDONESIA:
IDENTIFIKASI VARIABEL MAKRO DENGAN MODEL LOGIT
Shanty Oktavilia
Fakutas Ekonomi Universitas Negeri Semarang
oktavilia@yahoo.com

ABSRACT

Indonesia suffered from banking crisis for several times. It was the effect of the worst crisis occurred
in 1997. Actually, Bath Thailand which plunged into 27,8% at the third quarter of the year 1997 was the
beginning problem that caused Asia currency crisis. This study analyzes the influence of macro indicator
as an early warning system by using logit econometrics model for predicting the possibilities of banking
crisis that may occur in Indonesia.
Kewords: Banking Crisis, macro economic indicator, EWS-logit model

PENDAHULUAN Dana Pihak Ketiga (DPK) yang mengalami


peningkatan yang pesat sebesar 26,94 persen pada
Krisis perbankan yang terjadi di setiap negara
tahun 1997 atau meningkat dari Rp.281.718 Milyar
membawa dampak yang merugikan terhadap
pada tahun 1996 menjadi Rp.357.613 Milyar.
perekonomian secara umum dan sistem keuangan
Perkembangan DPK sektor perbankan tersebut
secara khusus. Krisis perbankan yang terjadi di
menunjukkan mobilisasi dana masyarakat meningkat
Indonesia tidak dapat lepas dari krisis ekonomi yang
pesat. Sementara itu perkembangan ekspansi kredit
terjadi pada pertengahan 1997. Krisis ekonomi di
di sektor perbankan juga tetap kuat, terutama ke
Indonesia diawali dengan krisis mata uang Asia yaitu
sektor properti. Di sisi lain permasalahan pada
jatuhnya nilai tukar mata uang Bath Thailand sebesar
perbankan nasional mulai muncul pada saat sektor
27,8 persen pada triwulan tiga tahun 1997 dan diikuti
perbankan berkembang pesat, yaitu terjadinya
dengan melemahnya nilai tukar mata uang Won,
peningkatan kredit non lancar yang pada tahun 1996
Ringgit, dan Rupiah. Disamping itu krisis juga dipe-
sebesar Rp27.597 Milyar meningkat menjadi
ngaruhi oleh faktor internal yaitu tidak dihedgingnya
Rp30.802 Milyar. Selain itu efisiensi usaha sektor
utang swasta, lemahnya sistem pengawasan dan
perbankan juga semakin memburuk. Memburuknya
pengaturan perbankan dan hilangnya kepercayaan
efisiensi usaha ini ditunjukkan dengan rasio biaya
masyarakat pada pemerintah. Kondisi stagflasi dan
operasional dan pendapatan operasional yang
instabilitas mewarnai ekonomi Indonesia, khususnya
semakin meningkat sampai kuartal pertama 1998.
selama tahun 1998. Hal ini ditunjukkan dengan
Kondisi ini menandakan bahwa biaya operasional
kinerja perekonomian yang tercermin pada pertum-
semakin besar sementara itu pendapatan opera-
buhan ekonomi sampai kuartal ketiga tahun 1998
sional tetap atau bahkan semakin berkurang.
menunjukkan kontraksi (pertumbuhan negatif) sebe-
sar -17,01 persen (year of year - y.o.y). Pada saat Perkembangan beberapa indikator perbankan
yang bersamaan, laju inflasi (y.o.y) yang tercatat menunjukkan tingginya kerentanan perbankan
11,6 persen pada akhir 1997 meningkat tajam nasional terhadap guncangan-guncangan yang
menjadi 82,4 persen pada kuartal ketiga 1998 telah terjadi di dalam perekonomian. Dengan kondisi
mengakibatkan menurunnya daya beli dan tingkat perbankan nasional yang rentan tersebut, gejolak
kesejahteraan masyarakat serta memperluas nilai tukar rupiah telah menyebabkan beberapa bank
kantong-kantong kemiskinan (BI, 1998). mengalami kesulitan likuiditas (mismatch) yang
sangat besar. Melemahnya nilai tukar rupiah
Secara umum kondisi perbankan Indonesia
mengakibatkan kewajiban dalam valuta asing naik
pada tahun 1997 berkembang dengan kecepatan
tajam sehingga mempersulit kondisi likuiditas
tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan perkembangan
perbankan. Hal ini diperburuk dengan kondisi debitur

50 Diteksi Dini Krisis Perbankan Indonesia: . . . (Oktavilia: 50 - 62)


Tabel 1. Beberapa Indikator Perbankan Pada Awal Krisis Ekonomi (Miliar Rupiah)

Indikator 1995 1996 1997 1997/1998


Dana Pihak Ketiga 214.764 281.718 357.613 452.937
Kredit 234.611 292.921 378.134 476.841
Properti 42.793 58.797 68.318 70.112
Konsumsi 25.310 35.579 39.769 39.061
Kredit Non Lancar 24.400 27.957 30.802 109.780
BOPO* 0,92 0,92 0,95 1,01
Sumber : Laporan Tahunan Bank Indonesia, 1997/1998.
Keterangan : *) BOPO : Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional

yang juga mengalami kesulitan dalam memenuhi persen BPD, 11,4 persen bank non devisa). Kedua,
kewajiban valuta asing kepada perbankan. Besarnya estimasi biaya penyelamatan bank diperkirakan
kesulitan likuiditas pada akhirnya telah memicu mencapai kurang lebih Rp320 Triliun, yang berarti
terjadinya krisis pada perbankan nasional. lebih kurang 51 persen dari total PDB pada tahun
Batasan apakah suatu negara sedang meng- 1999. Ketiga, pada bulan Agustus 1998, pemerintah
alami krisis perbankan atau tidak, sampai sejauh ini mengumumkan beberapa bank dinasionalisasikan,
belum ada standar atau pun patokan yang bersifat dan keempat masyarakat rentan terhadap isu,
baku. Studi empiris yang dilakukan oleh Demirguc- sehingga terjadi trust dana masyarakat secara besar-
Kunt dan Detragiache (1998), tentang determinan besaran, terutama selelah Kebijakan penutupan 16
krisis perbankan, menggariskan bahwa suatu periode Bank November 1997.
keterpurukan perbankan dapat dikategorikan sebagai Penjelasan mengenai kondisi krisis perbankan
krisis apabila memenuhi minimal satu dari empat di Indonesia tersebut di atas, menunjukkan bahwa
kondisi sebagai berikut: terjadinya krisis perbankan didahului oleh terjadinya
1. Rasio non performing asset terhadap total asset fluktuasi dan ketidakstabilan makro ekonomi yang
dalam sistem perbankan telah melampaui 10 menyebabkan terdepresiasinya mata uang domestik
persen. secara signifikan dan menyulut tingginya tingkat
bunga dan inflasi, yang berujung pada terjadinya
2. Biaya penyelamatan perbankan paling tidak
krisis
mencapai 2 persen dari PDB.
3. Masalah perbankan telah menyebabkan terjadi-
LANDASAN TEORI
nya nasionalisasi bank-bank.
4. Terjadi penarikan dana besar-besaran (bank a. Definisi Krisis Keuangan dan Perbankan
rush) atau pembekuan dana nasabah (deposit
Pada intinya stabilitas keuangan adalah terhin-
freezes) atau penjaminan simpanan masyarakat
darnya dari krisis sistem keuangan (avoidance of
secara merata yang diberlakukan oleh peme-
financial crises) (Farlane, 1999 dan Sinclair, 2001).
rintah.
Secara spesifik stabilitas sistem keuangan adalah
Dari ciri-ciri tersebut, apabila dikaitkan dengan stabilitas lembaga-lembaga dan pasar keuangan
kondisi perbabkan di Indonesia maka dapat yang membentuk suatu sistem keuangan (Crockett,
dikatakan perbankan Indonesia sudah dalam 1997). Industri perbankan oleh beberapa ahli
kategori krisis. Hal ini tercermin dari kondisi-kondisi ekonomi dianggap sebagai industri yang memerlukan
sebagai berikut (Indira dan Mulyawan, 1998): perhatian khusus karena dianggap mudah dipenga-
Pertama, pada bulan Mei 1998, rasio aktiva produktif ruhi oleh faktor-faktor eksternal perbankan dan
yang non performing terhadap total asset mencapai merupakan bagian integral dari sistem pembayaran
23,8 persen (dengan proporsi pada setiap bank: 22,5 (Kaufman, 1997). Sifat perbankan yang merupakan
persen bank devisa, 21,4 persen bank persero, 14,2 bagian dari sistem pembayaran tersebut meng-
persen bank asing, 21 persen bank campuran, 9,5 akibatkan timbulnya pandangan bahwa permasa-

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 51


Buruknya kondisi Peningkatan tingkat Buruknya kondisi Meningkatnya
neraca perbankan suku bunga pasar modal ketidakpastian

Spekulasi dan masalah moral


hazart memperburuk keadaan

Penurunan aktivitas ekonomi:


krisis nilai tukar

Spekulasi dan masalah moral


hazard memperburuk keadaan

Kepanikan di sektor perbankan:


banking crisis

Spekulasi dan masalah moral


hazard memperburuk keadaan

Penurunan dan kemunduran


kegiatan perekonomian suatu
negara
Sumber: Frederic S Mishkin, 2001:203 dan 206
Gambar 1. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Krisis Keuangan dan Perbankan

lahan di industri perbankan dapat menyebabkan efek waktu singkat akan menyebabkan timbulnya
negatif terhadap perekonomian yang dampaknya permasalahan likuiditas pada industri perbankan
jauh lebih besar daripada efek negatif karena yang kemudian akan mendorong bank-bank untuk
kejatuhan suatu perusahaan biasa. Dalam hal ini, menggunakan segala cara yang mungkin dilakukan
kekhawatiran yang timbul adalah efek bola salju dari guna memenuhi penarikan dana oleh masyarakat,
kejatuhan suatu bank yang menyebabkan jatuhnya termasuk didalamnya upaya untuk menjual aset yang
bank dan perusahaan-perusahaan lain yang memiliki ada dengan harga murah. Kondisi ini menimbulkan
hubungan bisnis dengan bank tersebut. distress pada sistem perbankan dan membawa
Beberapa analis mengutarakan alasan-alasan dampak lanjutan pada penurunan rentabilitas yang
yang mendukung pernyataan bahwa industri pada akhirnya menuju pada kondisi insolvent.
perbankan sebagai industri memerlukan perhatian Kegagalan perbankan secara individual sebe-
khusus. Alasan-alasan tersebut antara lain adalah narnya tidak terlalu berpengaruh dalam perekono-
bahwa industri perbankan memiliki: mian secara keseluruhan. Namun apabila kegagalan
1. Rasio kas terhadap aset yang rendah; terjadi pada sektor perbankan secara keseluruhan,
yaitu terganggunya hubungan antar bank sebagai
2. Rasio modal terhadap aset yang rendah; dan
dampak kondisi fundamental ekonomi yang tidak
3. Rasio dana jangka pendek terhadap total deposit stabil, dikhawatirkan akan semakin memperburuk
yang tinggi. kondisi perekonomian secara keseluruhan. Terdapat
Dengan memperhatikan kondisi di atas, pena- tiga alasan utama mengapa stabilitas sistem keuang-
rikan dana dalam skala besar yang terjadi dalam an dan perbankan mendapat perhatian penting (BI,

52 Diteksi Dini Krisis Perbankan Indonesia: . . . (Oktavilia: 50 - 62)


2003). Pertama, sistem keuangan dan perbankan bahwa perkembangan industri keuangan khususnya
yang stabil akan menciptakan lingkungan yang perbankan bergerak dalam deret ukur sementara
mendukung bagi nasabah penyimpan dan investor kemampuan otoritas pengawasan bergerak seperti
untuk menanamkan dananya pada lembaga deret hitung. Ketiga, pemerintah melakukan libera-
keuangan, termasuk menjamin kepentingan masya- lisasi di sektor keuangan tanpa memastikan apakah
rakat terutama nasabah kecil. Kedua, sistem keuang- sistem keuangan domestik dalam kondisi sehat dan
an dan perbankan yang stabil akan mendorong stabil, serta kebijakan makro ekonomi berjalan
intermediasi keuangan yang efisien sehingga pada secara efektif.
akhirnya dapat mendorong investasi dan pertum- Argumentasi lain mengenai terjadinya krisis
buhan ekonomi. Ketiga, kestabilan sistem keuangan keuangan dan perbankan dikemukakan oleh
akan mendorong beroperasinya pasar dan memper- Krugman (1998). Menurut Krugman krisis keuangan
baiki alokasi sumber daya dalam perekonomian. dan perbankan di kawasan Asia disebabkan oleh
Sebaliknya instabilitas sistem keuangan dan perban- terjadinya peningkatan harga aset yang tidak
kan dapat menimbulkan konsekwensi yang memba- terkendali (aset price bubles) yang kemudian hari
hayakan yaitu tingginya biaya fiskal yang harus mengalami kemerosotan nilai (kolaps). Krugman
dikeluarkan untuk menyelamatkan lembaga keuang- menyatakan bahwa problem krisis berawal dari moral
an dan perbankan yang bermasalah dan penurunan hazard yang terjadi pada financial intermediation.
PDB akibat krisis perbankan. Pemerintah melakukan penjaminan utang terhadap
dana masyarakat tetapi tidak ada pengaturan yang
b. Penyebab Terjadinya Krisis Keuangan dan jelas terhadapnya. Hal ini menyebabkan timbulnya
Perbankan pinjaman yang berisiko sehingga pada gilirannya
Krisis keuangan dan perbankan dapat dipicu memacu inflasi atas asset price. Penentuan harga
oleh berbagai risiko yang bersumber dari elemen- aset yang berlebih di mana perkembangan pinjaman
elemen yang terkait dengan sistem keuangan. berisiko meningkatkan harga aset, membuat kondisi
Adapun elemen-elemen tersebut saling terkait satu lembaga perantara menjadi lebih terlihat daripada
sama lain, antara lain: (1) lingkungan makro ekonomi sebelumnya. Apabila hal tersebut berjalan terus
yang stabil; (2) lembaga finansial yang dikelola menerus akan berakibat terjadinya vicious circle.
dengan baik; (3) pasar keuangan yang efisien; (4) Anjloknya harga aset membuat insolvensi lembaga
kerangka pengawasan prudensial yang sehat; dan perantara terlihat jelas dan memaksa untuk
(5) sistem pembayaran yang aman dan handal. memperbaiki likuiditas / menghentikan operasi.
(Farlane, 1999)
Menurut Fisher (1997), krisis keuangan dan c. Krisis Perbankan di Indonesia
perbankan dapat disebabkan oleh faktor internal
Secara spesifik kondisi krisis perbankan di
maupun eksternal yang terdapat dalam sistem
Indonesia diawali dengan krisis nilai tukar Rupiah
keuangan suatu negara. Terdapat tiga hal mendasar
terhadap Dolar Amerika pada pertengahan 1997.
yang dapat menjelaskan latar belakang terjadinya
Kenaikan nilai tukar tersebut menyebabkan inflasi
krisis: Pertama, meskipun tidak ada kaitan antara
yang berdampak pada peningkatan suku bunga yang
deregulasi dan krisis keuangan, sistem perbankan di
akhirnya berpengaruh pada sektor perbankan, dunia
beberapa negara banyak menghadapi problema
usaha dan sektor perekonomian secara keseluruhan.
setelah pemerintah melancarkan kebijakan deregu-
Lingkaran permasalahan ekonomi di Indonesia seca-
lasi, khususnya jika kerangka ketentuan (regulatory
ra rinci dapat di gambarkan dalam gambar 2. berikut.
framework) dan perangkat sistem pengawasan (pru-
dential supervision) tidak mampu mengakomodasi Dari gambaran tersebut di atas maka penelitian
tuntutan deregulasi. Kedua, belum adanya pema- ini bertujuan untuk membuat suatu signal yang dapat
haman substansi produk-produk keuangan oleh mengidentifikasi terjadinya krisis lebih awal, dengan
otoritas pengawasan bank, padahal perkembangan memperhatikan indikator-indikator yang mempenga-
financial market yang produk-produknya bercirikan ruhi krisis. Secara garis besar kerangka pemikiran
inherent risk sangat tinggi. Atau dapat dikatakan penelitian ini adalah sebagai berikut gambar 3.

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 53


KONDISI MONETER
NILAI TUKAR INFLASI MENINGKAT SUKU BUNGA
MELEMAH TAJAM MENINGKAT

KEPERCAYAAN MENURUN PERBANKAN TERPURUK

MASALAH SOSIAL MENINGKAT


DUNIA USAHA SURAM

PENGANGGURAN MENINGKAT EKONOMI TERKONTRAKSI

Sumber: Bank Indonesia, Laporan Tahunan 1997/1998


Gambar 2. Lingkaran Permasalahan Ekonomi Indonesia Pada Masa Krisis

merupakan model ekonometrika yang digunakan


untuk melihat pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen, di mana variabel
dependen merupakan variabel diskrit (dummy
variable) yang bernilai 1 dan 0. Sedangkan variabel
independennya bersifat non diskrit.
Dalam penelitian ini Dependent Variabel adalah
METODE PENELITIAN krisis di Indonesia Periode 1983.1 2003.4. Krisis
Jenis dan Sumber Data merupakan variabel dummy di mana terjadi dua
karakteristik probabilitas yang ditunjukkan dengan
Data yang digunakan dalam penelitian / studi ini angka satu (yang berarti krisis sedang terjadi) dan
adalah data sekunder, yaitu data yang diambil dari nol (yang berarti tidak terjadi krisis). Secara umum
berbagai terbitan dan publikasi yang telah tersedia. model logit dapat dinyatakan sebagai berikut:
Data sekunder yang digunakan pada penelitian ini k
Pi
adalah data kwartalan yang berada pada periode Li = Log
1 Pi
= bo + b j X ij (1)
1983 sampai dengan 2003. j=1

Data diawali tahun 1983 karena pada tahun Li : Variabel dependen (= 1 bila terjadi krisis
tersebut merupakan awal deregulasi sektor perban- dan = 0 bila tidak terjadi krisis)
kan di Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat Pi : Probabilitas
menganalisis perkembangan data sampai tahun Xij : Variabel independen
2003 yang dimaksudkan untuk melihat apakah
Dari model umum tersebut dperoleh model logit
potensi.
untuk krisis di Indonesia sebagai berikut:
Pi
Teknik Analisis dengan Model Logit Li = log = bo + b 1 X 1 + b 2 X 2 +
1 Pi
Untuk mengetahui pengaruh dan tingkat signi-
b 3 X 3 + ........ + b 12 X 12 + u i (2)
fikansi masing-masing indikator fundamental ekono-
mi terhadap krisis perbankan yang terjadi di Di mana :
Indonesia digunakan Model Logit. Model Logit X1 : Nilai tukar rupiah
X2 : Suku bunga deposito riil

54 Diteksi Dini Krisis Perbankan Indonesia: . . . (Oktavilia: 50 - 62)


X3 : Inflasi full blanket guarantee (dana penjaminan
X4 : Rasio M2 dan cadangan devisa simpanan pihak ketiga oleh bank sentral)
X5 : M2 Multiplier terhadap total simpanan pihak ketiga pada
X6 : Kredit domestik
bank.
X7 : Rasio Cadangan likuid dan asset perban-
kan (cash bank ratio) r : Perubahan tingkat suku bunga riil jangka
X8 : Keseimbangan kelebihan uang beredar pendek, pada pasar uang. Data suku bunga
(excess money balance) pada pasar uang diproksi dengan suku
X9 : Rasio suku bunga kredit dan suku bunga bunga pasar uang antar bank (PUAB).
deposito
X10 : Simpanan Dana Pihak Ketiga : Standar deviasi perubahan masing-masing
X11 : Rasio kredit sektor swasta dan GDP komponen.
X12 : Pertumbuhan Ekonomi Krisis terjadi saat indeks tersebut mengalami
Penentuan nilai 1 dan 0 sebagai variabel krisis kenaikan di atas nilai ekstrimnya atau pada saat
dengan menggunakan penentuan periode krisis indeks mmpt > kmmp +mmp dan tidak terjadi krisis
dengan indeks MMP. jika di bawah nilai ekstrimnya. Di mana k adalah
ambang batas dengan nilai 1; 1,25; 1,5; 2; 2,5 dan 3;
mmp adalah standar deviasi mmp dan emp adalah
Penentuan Periode Krisis rata-rata mmp. Pada beberapa penelitian tentang
Berdasarkan definisi yang dikeluarkan IMF early warning system batas kontrol yang digunakan
(1998), Krisis perbankan mengacu pada situsi di berkisar antara 1,5 sampai 3 kali standar deviasi.
mana jumlah bank yang mengalami kegagalan Tidak ada aturan atau pun alasan yang jelas
meluas dan mendorong pemerintah untuk melakukan mengenai angka pengali batas kontrol yang
intervensi dalam skala besar. Krisis perbankan digunakan, sebagai contoh pada model KLR
didefinisikan sebagai keadaan di mana terjadi menggunakan 3 kali standar deviasi sedangkan
tekanan ekstrem dalam sektor perbankan, antara model Bank Dunia menngunakan 1,5 kali standar
lain: (Demirgc-Kunt and Detragiache, 1998) deviasi.

1. Rasio nonperforming asset terhadap total asset


lebih dari 10 persen. HASIL DAN PEMBAHASAN
2. Biaya operasi penyelamatan minimal 2 persen Regresi terhadap model penelitian masing-
dari GDP. masing series dilakukan tiga kali yaitu dengan
3. Permasalahan sektor perbankan berakibat pada variabel krisis yang menggunakan ambang batas 1,5
nasionalisasi perbankan dalam skala besar. kali standar deviasi (mendasarkan pada model early
warning IMF). Adapun variabel independen yang
4. Indikator-indikator perbankan berada pada ukur-
digunakan terangkum dalam tabel 2 dan tabel 3
an yang membahayakan sehingga menyebabkan
sebagai berikut:
reaksi pemerintah.
Estimasi model regresi model logit dengan
Indeks dihitung sebagai rata-rata bobot dari
menggunakan series bulanan diperoleh hasil sebagai
persentase perubahan suku bunga riil jangka pendek
berikut:
atau dengan formula (Demirgc-Kunt, Detragiache,
and Gupta, 2000 dan Hagen von Jrgen and Ho Tai- KRISIS = 1@LOGIT ((189.92 CBR 0.638 INFLASI
kuang, 2003) sebagai berikut: (1,9248) (1,5740)

mmp = / () + r / (r) (3) 0.989 PBD 0.603 PDK + 0.256 PKURS


(2,2414) (2,0980) (1,9902)
mmp : Indeks tekanan pasar uang.
+ 6.214 SBK_SBD + 0.075 SBD
: Perubahan dana bank sentral terhadap sim-
(0,8403) (0,5422)
panan sektor perbankan, yang didefinisikan
sebagai rasio dari bantuan kredit dari otoritas 70737.50 EMBB 2.71 M2_CD
moneter. Variabel ini diproksi dengan rasio (0,9534) (1,7921)

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 55


+ 4.29 M2M 22.706)) tabel maka hipotesa nol ditolak dan dinyatakan
(2,4622) (1,3978) tidak signifikan. Hubungan parsial dapat pula
dilihat dari nilai probabilitas z-hitung, di mana
Keterangan: Angka di dalam kurung adalah z-statistik
probabilitas z-hitung dengan derajat kepercayaan
LR statistic (10 df) : 39.88455
95% (=5%). Jika probabilitas z-statistik ( - z-
Probability (LR stat) : 0.0000178
McFadden R-squared (R2McF) : 0.623459 tabel) lebih kecil dari maka dinyatakan
hipotesis nol diterima dan dinyatakan bahwa
koefisien estimasi signifikan berpengaruh.
Dari hasil tersebut di atas, maka estimasi Apabila probabilitas z-statistik ( - z-tabel) lebih
dengan model regresi logit dapat diinterpretasikan besar dari maka hipotesis nol ditolak dan
sebagai berikut: (Gujarati, 2003): dinyatakan koefisien estimasi tidak signifikan
1. Untuk melihat hubungan antara masing-masing berpengaruh. Hubungan parsial masing-masing
variabel independen dan variabel dependen variabel dengan menggunakan z-statistik
secara parsial digunakan z-statistik. Hal ini terangkum dalam tabel 4 sebagai berikut.
dimungkinkan karena dalam sampel yang
jumlahnya besar z-statistik digunakan untuk
menggantikan t-statistik. Jika nilai z-hitung lebih
besar dari z- tabel, maka hipotesis nol diterima
dan dinyatakan bahwa koefisien estimasi variabel
signifikan, dan apabila z-hitung lebih keci dari z-

56 Diteksi Dini Krisis Perbankan Indonesia: . . . (Oktavilia: 50 - 62)


Tabel 2. Variabel Bebas yang Digunakan dalam Model Logit dengan Series Bulanan

No. Nama Variabel Hubungan


1 Pertumbuhan Kurs Positif
2 Suku bunga deposito Positif atau Negatif
3 Tingkat inflasi Positif
4 Rasio m2 dan cadangan devisa Negatif
5 Cash bank ratio Positif
6 Rasio suku bunga kredit dan suku bunga deposito Positif atau negatif
7 Excess money balance Positif atau negatif
8 M2 Multiplier Positif atau negatif
9 Pertumbuhan Simpanan dana pihak ke tiga Positif atau negatif
10 Pertumbuhan Kredit domestik Positif atau negatif

Tabel 3. Variabel Bebas yang Digunakan dalam Model Logit dengan Series Kuartal

No. Nama Variabel Hubungan


1 Pertumbuhan Kurs Positif
2 Tingkat inflasi Positif
3 Rasio m2 dan cadangan devisa Negatif
4 Cash bank ratio Positif
5 Rasio suku bunga kredit dan suku bunga deposito Positif atau negatif
6 Excess money balance Positif atau negatif
7 M2 Multiplier Positif atau negatif
8 Pertumbuhan Simpanan Positif atau negatif
9 Pertumbuhan Kredit domestik Positif atau negatif
10 Rasio kredit domestik dan PDB Positif atau negatif
11 Pertumbuhan PDB Negatif

Tabel 4. Probabilitas z-Statistik Model Logit dengan 2. Dari tabel 4 tersebut nampak bahwa hanya
Series Bulanan variabel cash bank ratio, variabel pertumbuhan
simpanan, variabel pertumbuhan domestik kredit,
Variabel Bebas Probabilitas z-statistik Keterangan
pertumbuhan kurs, dan variabel multiplier M2
CBR 0.0542 * signifikan mempengaruhi probabilitas terjadinya
INFLASI 0.1155 *** krisis pada 5%. Pada variabel rasio m2 dan
PBD 0.0250 * cadangan devisa signifikan pada 10%
PDK 0.0359 *
3. Serupa dengan R2, untuk melihat kemampuan
PKURS 0.0466 *
model di dalam menerangkan variasi perubahan
SBK_SBD 0.4007 ***
variabel berikutnya dalam model logit digunakan
SBD 0.5876 ***
Pseudo R2. Seperti halnya dengan R2 nilai
EMB 0.3404 ***
pseudo R2 adalah 0 Pseudo R2 1. Di mana
M2_CD 0.0731 **
semakin tinggi Pseudo R2 kemampuan model
M2M 0.0138 *
dalam menerangkan variasi perubahan model
C 0.1622 ***
Sumber: Hasil Estimasi
terikatnya. Bila nilai Pseudo R2 adalah satu
Keterangan: *) Signifikan pada =5% **) signifikan pada berarti pencocokan sempurna, sedangkan bila
=10% ***) Tidak Signifikan nilai Pseudo R2 nol berarti tidak ada hubungan
variabel tak bebas dengan variabel bebas. Dalam

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 57


penelitian ini Pseudo R2 digunakan McFadden R2. b. Variabel pertumbuhan simpanan (PBD) dalam
Nilai McFadden R2 dari hasil estimasi adalah hasil estimasi dengan regresi logit mempunyai
0,6234, hal ini berarti bahwa variabel bebas koefisien 0,6384. Hal ini berarti apabila
dalam model empiris mampu menerangkan variabel-variabel lain dianggap konstan maka
perubahan probabilitas terjadinya krisis sebesar penurunan pertumbuhan simpanan sebesar 1
62,34 persen dan selebihnya atau 37,66 persen persen akan menyebabkan peningkatan seca-
diterangkan oleh variabel lain di luar model ra rata-rata pada estimasi logit probabilitas
empiris. terjadinya krisis perbankan sebesar 0,63.
4. Untuk mengetahui apakah variabel bebas secara Ukuran probabilitas (term of odds) dari
bersama-sama (simultan) mempunyai pengaruh variabel PBD diketahui dari antilog koefisien
terhadap variabel tak bebas digunakan PBD sebesar 4,35. Hal ini berarti variabel
Likekihood Ratio (LR) Statistik. Hipotesa dari pertumbuhan simpanan dapat menyebabkan
analisa ini adalah jika nilai LR statistik lebih besar kemungkinan terjadi krisis sebanyak 4,35 kali
dari 2, maka hipotesis nol diterima dan dari pada kemungkinan tidak terjadi krisis.
dinyatakan bahwa secara bersama-sama variabel c. Variabel pertumbuhan kredit domestik (PDK)
bebas signifikan berpengaruh terhadap variabel dalam hasil estimasi dengan regresi logit
tak bebas, dan apabila nilai LR statistik lebih kecil mempunyai koefisien 0,6038. Hal ini berarti
dari 2 maka hipotesa nol ditolak dan dinyatakan apabila variabel-variabel lain dianggap kons-
tidak signifikan. Dari hasil estimasi diperoleh nilai tan maka penurunan pertumbuhan kredit
LR statistik adalah 39,88 (df = 10) dan nilai 2 domestik sebesar 1 persen akan menyebab-
pada df = 10 adalah 25,1882. Dengan demikian kan peningkatan secara rata-rata pada
dapat disimpulkan bahwa secara bersama-sama estimasi logit probabilitas terjadinya krisis
variabel bebas pada model empiris berpengaruh perbankan sebesar 0,603. Ukuran probabilitas
signifikan terhadap probabilitas terjadinya krisis (term of odds) dari variabel PDK diketahui dari
perbankan. antilog koefisien PDK sebesar 4,02. Hal ini
5. Selanjutnya dari hasil estimasi model logit, berarti variabel pertumbuhan kredit domestik
hubungan antara variabel bebas yang signifikan dapat menyebabkan kemungkinan terjadi
pada 5% berpengaruh terhadap variabel tak krisis sebanyak 4,02 kali dari pada kemung-
bebas diinterpretasikan sebagai berikut: kinan tidak terjadi krisis.

a. Rasio cadangan likuiditas bank dan total d. Variabel pertumbuhan nilai tukar Rupiah
asset (cash bank ratio-CBR) dalam hasil terhadap US Dolar (PKurs) dalam hasil
estimasi mempunyai koefisien 189,92. Hal estimasi dengan regresi logit mempunyai
ini berarti apabila variabel-variabel lain koefisien 0,256. Hal ini berarti apabila
dianggap konstan maka penurunan rasio variabel-variabel lain dianggap konstan maka
cadangan likuiditas bank dan total asset kenaikan pertumbuhan nilai tukar Rupiah
sebesar 1 akan menyebabkan peningkatan terhadap US Dolar sebesar 1 persen akan
secara rata-rata pada estimasi logit pro- menyebabkan peningkatan secara rata-rata
babilitas terjadinya krisis perbankan sebesar pada estimasi logit probabilitas terjadinya
189,92. Interpretasi selanjutnya adalah krisis perbankan sebesar 0,25. Ukuran
melihat ukuran probabilitas (term of odds) dari probabilitas (term of odds) dari variabel PBD
variabel CBR dengan meng-antilog-kan diketahui dari antilog koefisien PBD sebesar
koefisien terlebih dulu. Antilog dari koefisien 1,804. Hal ini berarti variabel pertumbuhan
CBR diperoleh nilai 8,317E+189. Hal ini nilai tukar Rupiah terhadap US Dolar dapat
berarti Variabel rasio cadangan likuiditas bank menyebabkan kemungkinan terjadi krisis
dan total asset dapat menyebabkan kemung- sebanyak 1,804 kali dari pada kemungkinan
kinan terjadi krisis sebanyak 8,317E+189 kali tidak terjadi krisis.
dari pada kemungkinan tidak terjadi krisis. e. Variabel multiplier M2 dalam hasil estimasi
dengan regresi logit mempunyai koefisien

58 Diteksi Dini Krisis Perbankan Indonesia: . . . (Oktavilia: 50 - 62)


4,29. Hal ini berarti apabila variabel-variabel Tabel 5. Probabilitas z-Statistik Model Logit dengan
lain dianggap konstan maka peningkatan Series Kuartalan
multiplier M2 sebesar 1 persen akan
Variabel Bebas Probabilitas z-statistik Keterangan
menyebabkan peningkatan secara rata-rata
pada estimasi logit probabilitas terjadinya CBR 0.3014 ***
krisis perbankan sebesar 0,63. Ukuran INFLASI 0.2901 ***
probabilitas (term of odds) dari variabel PBD 0.1271 ***
multiplier M2 diketahui dari antilog koefisien PDK 0.2544 ***
PBD sebesar 19542,67. Hal ini berarti PKURS 0.1351 ***
variabel multiplier M2 dapat menyebabkan SBK_SBD 0.2696 ***
kemungkinan terjadi krisis sebanyak 19542,67 SBD 0.8066 ***
kali dari pada kemungkinan tidak terjadi krisis. EMB 0.1881 ***
M2_CD 0.7148 ***
Dalam model empiris dengan menggunakan
M2M 0.6136 ***
series bulanan, variabel pertumbuhan ekonomi dan
C 0.1889 ***
rasio kredit domestik dan PDB tidak dapat Sumber: Hasil Estimasi,
diakomodasi karena ketidaktersediaan data PDB Keterangan: *) Signifikan pada =5% **) signifikan pada
dalam series bulanan. Sehingga dalam penelitian ini =10% ***) Tidak Signifikan
untuk melihat bagaimana pengaruh variabel
pertumbuhan ekonomi dan variabel rasio domestik Pada tabel 5 tersebut nampak bahwa seluruh
kredit terhadap PDB terhadap probabilitas terjadinya variabel tidak signifikan berpengaruh terhadap
krisis perbankan digunakan estimasi dengan series probabilitas terjadinya krisis perbankan baik pada
kuartalan. Dari hasil estimasi dengan series 5%. Atau pun pada pada 10%
kuartalan diperoleh hasil sebagai berikut:
2. Nilai McFadden R2 dari hasil estimasi adalah
KRISIS = 1@LOGIT ((50.462 CBR + 73129.851 EMB 0,5898, hal ini berarti bahwa variabel bebas
(1,0334) (1,0578) dalam model empiris mampu menerangkan
0.881 INFLASI 0.944 M2_CD + 6.239 M2M perubahan probabilitas terjadinya krisis sebesar
(1,5255) (1,13977) (1,4941) 58,98 persen dan selebihnya atau 40,02 persen
0.358 PBD + 0.028 PKURS + 0.607 PDK diterangkan oleh variabel lain di luar model
(1,1039) (0,2448) (1,3163) empiris.
+ 0.713 PGDP 3.643 SBK_SBD
3. Nilai LR statistik adalah 39,88 (df = 11) dan nilai
(0,3653) (0,5048)
2 pada df = 11 adalah 26,7569. Dengan
+3.99 DK_GDP 48.039))
(1,3138) (1,253)
demikian dapat disimpulkan bahwa secara
bersama-sama variabel bebas pada model
Keterangan: Angka di dalam kurung adalah z-statistik empiris berpengaruh signifikan terhadap
probabilitas terjadinya krisis perbankan.
LR statistic (11 df) : 22.36254
Probability(LR stat) : 0.021710 4. Dikarenakan secara parsial tidak terdapat
McFadden R-squared (R McF) : 0.589884
2 variabel bebas yang signifikan berpengaruh
Dari hasil estimasi dengan data kuartalan dengan maka, nilai koefisien estimasi tidak dapat
model regresi logit tersebut, maka dapat diinter- diinterpretasikan lebih lanjut.
pretasikan sebagai berikut (Gujarati, 2003):
1. Hubungan parsial masing-masing variabel KESIMPULAN DAN SARAN
dengan menggunakan z-statistik terangkum Kesimpulan
dalam tabel 5 sebagai berikut.
Dengan menggunakan model ekonometrika
logit dengan series data bulanan diperoleh hasil
terdapat 5 variabel bebas yang signifikan

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 59


mempengaruhi probabilitas terjadinya krisis DAFTAR PUSTAKA
perbankan di Indonesia pada 5%, yaitu: cash bank
Bank Indonesia, beberapa edisi, Laporan Tahunan,
ratio, pertumbuhan simpanan, pertumbuhan kredit
Jakarta.
domestik, pertumbuhan kurs dan multiplier M2.
Terdapat satu variabel yang signifikan berpengaruh _____, beberapa edisi, Direktori Perbankan
pada 10% yaitu variabel rasio M2 dan cadangan Indonesia, Jakarta.
devisa. _____, beberapa edisi, Statistik Ekonomi Keuangan
Dalam estimasi logit dengan series bulanan Indonesia, Jakarta.
tersebut McFadden R2 adalah 0,6234, hal ini berarti _____, beberapa edisi, Statistik Ekonomi Moneter
bahwa variabel bebas dalam model empiris mampu Indonesia, Jakarta.
menerangkan perubahan probabilitas terjadinya _____, beberapa edisi, Booklet Perbankan Indonesia,
krisis sebesar 62,34 persen dan selebihnya atau Jakarta.
37,66 persen diterangkan oleh variabel lain di luar
model empiris. _____, 2003, Kajian Stabilitas Keuangan No. 2
Desember 2003, Jakarta.
Untuk mengakomodasi variabel pertumbuhan
ekonomi dan rasio kredit domestik dan PDB Bussiere Matthieu and Fratzscher Marcel, 2002,
digunakan estimasi logit dengan series kuartalan. Toward A New Early Warning System of
Dari hasil estimasi diperoleh Nilai McFadden R2 Financial Crises, European Central Bank
sebesar 0,5898, hal ini berarti bahwa variabel bebas Working Paper Series No. 145 May 2002.
dalam model empiris mampu menerangkan Carson S. Carol and Ingves Stefan, 2001, Financial
perubahan probabilitas terjadinya krisis sebesar Soundness Indicators: Policy Paper, IMF
58,98 persen dan selebihnya atau 40,02 persen Working Paper Juni 2001.
diterangkan oleh variabel lain di luar model empiris. Demirguc-Kunt, Asli., dan Enrica, Detragachie.,
Namun demikian secara parsial tidak ada variabel 1998, The Determinant of Banking Crises in
bebas yang signifikan berpengaruh terhadap Developing and Developed Countries, IMF Staff
probabilitas terjadinya krisis perbankan di Indonesia. paper Vol 45, No. 1 Maret 1998.
Diebold, X Francis and Rudebusch, D Glenn, 1989,
Saran Scoring the Leading Indicators, Journal of
Bussiness Vol 62, No. 3.
Dalam penyusunan sistem deteksi dini krisis
perbankan sangat diperlukan pendekatan- Edison H., 2000, Do Indicator of Financial Crises
pendekatan lainnya sebagai alat cek silang (cross Work? An Evaluating of Early Warning System,
check) sehingga antisipasi terhadap krisis benar- International Finance Discussion Paper No 675,
benar dapat dilakukan dengan lebih komprehensif. Board of Governrs of the Federal Reserve
Selain itu, berbagai indikator utama (leading system, July 2000.
indicators) siklus bisnis (business cycle) juga perlu Endy Dwi Tjahyono, 1998, Fundamental Ekonomi,
dikembangkan untuk melihat tren perkembangan Contagion Effect dan Krisis Asia, Buletin
ekonomi ke depan. Ekonomi Moneter dan Perbankan Volume 1
Perlu disusun suatu early warning system Nomor 2 September 1998.
terhadap kondisi ekonomi makro Indonesia dengan Enoch, Charles, Baldwin, Barbara, and Frecaut,
pendekatan yang disesuaikan dengan kondisi Oliver, 2001, Indonesia: Anatomy of Banking
internal dan eksternal untuk menghindari krisis Crisis Two Years of Living Dangerously, 1997-
perekonoian yang lebih luas. Selain itu peningkatan 99, IMF Working Paper May 2001.
transparancy, akurasi serta timely data ekonomi Enoch, Charles, Marrie. G Anne and Hardy Daniel,
makro dan keuangan di Indonesia dapat 2002, Banking Crises and Bank Resolution:
ditingkatkan. Experiences in Some Transition Economies,
IMF Working Paper March 2002.

60 Diteksi Dini Krisis Perbankan Indonesia: . . . (Oktavilia: 50 - 62)


Fischer, Stanley, 1997, Central Banking: The Papers No 645, Board of Governrs of the
Challenges Ahead Financial System Soundness, Federal Reserve system, September 1999.
Financial & Development Journal March 1997. Kaminsky G., Lizondo S., Reinhart C., 1998,
Flood Robert P. And Marion Nancy, 2001, A Model "Leading Indicators of Currency Crises", IMF
of The Joint Distribution of Banking and Staff Papers, Vol. 45, No1, March 1998.
Exchange-Rate Crises, IMF Working Paper, Kaminsky G., 1998, "Currency and Banking Crises:
Desember 2001. The Early Warnings of Distress", International
Frydl Edward.J and Quintyn Marc, 2000, The Finance Discussion Papers, No. 629, October
Benefits and Costs of Intervening in Banking 1998.
Crises, IMF Working Paper August 2000. Kaminsky G, Reinhart C, 1999, The Twin Crises:
Gerbach Hans and Wenzelburger Jan, 2003, The The Cuses of Banking and Balance of Payment
Workout of Banking Crises: A Macroeconomic Problems, The American Economic Review Vol
Prespective, Working Paper, University of 89 No 3, June 1999.
Heidelberg. Komulainen, Toumas, 1999, Currency Crises
George F. Kaufman, Preventing Banking Crises in Theories Some Explanations for the Russian
the Future: Lessons from past mistakes, The Case, BOFIT Discussion Papers 1/1999.
Independent Review, v.II, n.1. Summer 1997, Krugman, Paul, 1979, A Model of Balance-of-
p.55. Payments Crises, Journal of Money, Credit, and
Gujarati D, 2003, Basic Econometric, Mc Graw Hill Banking Vol. 11, No. 3 August.
International Edition Krugman, Paul, 1996, Are Currency Crises Self
Hagen von Jrgen and Ho Tai-kuang, 2003, Money Fulfilling?, NBER Macroeconomics Annual 1996.
Market Pressure and the Determinants of Krugman, Paul and Obstfeld, M, 1997, International
Banking Crises, Center for European Integration economics: Theory and Policy, Addison
Studies Journal April 2003, University of Bonn Wesley.
Hair, Jr., Joseph F, Rolph E. Anderson, Ronald L. Kwik Kian Gie, 1998, Gonjang-Ganjing Ekonomi
Tatman, and William C. Black, 1995, Multivariate Indonesia-Badai belum Akan Segera Berlalu.
Data Analysis with Reading, Fifth Edition, New PT.Gramedia Jakarta, 1998
York: Mac millan Publishing Company, 1995
Lukman Dendawijaya, 2004, Lima Tahun
Hardy. C. Daniel and Pazarbasioglu Ceyla, 1998, Penyehatan Perbankan Nasional 1998-2003,
Leading Indicators of Banking Crises: Was Asia Ghalia Indonesia, Jakarta.
Different?, IMF Working Paper June 1998
Mankiw, N, Gregory, 2003, Macroeconomics, Worth
Hawkins, John and Klau Marc, 2002, Early Warning Publisher, New York.
Indicators for Emerging Economies, Paper
Muliaman D. Hadad, Wimboh Santoso, dan
Prepared for Irving Fisher Committee conference
Bambang Arianto, 2003, Indikator Awal Krisis
on challenges to central bank statistical
Perbankan, Kajian Stabilitas Keuangan No. 2
Activities, 20-22 august 2002, Basel.
Desember 2003, Bank Indonesia, Jakarta.
Insukindro, 1993, Ekonomi Uang dan Bank: Teori
Muliaman D Hadad ,Wimboh Santoso dan Ita Rulina,
dan Pengalaman di Indonesia, BPFE Yogyakarta.
2003, Indikator Kepailitan di Indonesia: An
Jovanovska, Natasha, 2002, Basic Principles of Additional Early Warning Tools Pada Stabilitas
Early Warning System, Bulletin / Ministry of Sistem Keuangan, Kajian Stabilitas Keuangan
Finance 1/2002. No. 2 Desember 2003, Bank Indonesia, Jakarta.
Kamins S, Babson O, 1999, The Contribution of Obstfeld, M, 1998, The Global Capital Market:
Domestic and external to Latin American Benefactor or Menace? NBER Working Paper
Devaluation Crises: An Early Warning System 6559.
Approach, International Finance Discussion

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 61


Sundarajan, V. And Tomas J.T. Balino (Eds.), 1991, Syahril Sabirin, 2003, Perjuangan Keluar dari Krisis:
Banking Crises: Cases and Isues, IMF Working Percikan Pemikiran Dr. Syahril Sabirin, BPFE,
Paper, Washington. Yogyakarta.
Syahril Sabirin, 2000, Upaya Pemulihan Ekonomi Yap, Josef T, 1998, Developping an Early Warning
Melalui Strategi Kebijakan Moneter Perbankan System for BOP and Finansial Crises: The Case
Dan Independensi Bank Indonesia. Makalah of the Philipines, Discussion Paper Series No.
pada Seminar Nasional 5 Februari 2000: 98-40, Phillipines Institute for Development
Strategi Pemulihan Ekonomi Era Pemerintahan Studies, November 1998.
Baru. Surabaya : KAGAMA Jatim dan
Perkumpulan Peningkatan Usaha Kecil (PUPUK).

62 Diteksi Dini Krisis Perbankan Indonesia: . . . (Oktavilia: 50 - 62)


KETERKAITAN DESENTRALISASI FISKAL SEBAGAI POLITICAL PROSESS
DENGAN TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA
Lesta Karolina Sebayang
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semang
Email:lestaksb@yahoo.com

ABSTRACT

This research aims to calculate fiscal capacity and estimate fiscal capacity, and poverty. Variable
used in this research are fiscal capacities, Gross Regional Domestic Product (GRDP), and poverty
variable. Data used in this research is secondary sources from 25 Provinces in Indonesia with year time
period 1999 - 2003. This research limits its research object only 25 Provinces in Indonesia. In general,
this paper concludes that Gross Regional Domestic Product (GRDP) and fiscal capacity have an effect
on significant statistically to poverty, its meaning that fiscal capacity in 25 the provinces can express
ability to improve economic growth. Government policy in APBD as political process influence fiscal
capacities, economic growth, and poverty in Indonesia. Recomendation from this research are local
goverment must concern about fiscal capacity end Regional Domestic Product (GRDP) end goverment
try to increase responsibility so all of country can improve their wealth.
Keywords: Fiscal capacity, Gross Regional Domestic Product (GRDP), poverty, fiscal policy

PENDAHULUAN menghasilkan kapasitas untuk tingkay kehidupan


yang lebih baik. Sebaliknya standar kesejahteraan
1. Latar Belakang
yang lebih besar akan menghasilkan produktivitas
Sejak Januari 2001 bangsa dan negara dan efisien yang lebih tinggi. Ketiga, kemajuan sosial
Indonesia memulai babak baru penyelenggaraan berperan dalam kohesi dan kerukunan masyarakat.
pemerintahan, dimana Otonomi Daerah dilaksanakan Upaya pertumbuhan ekonomi regional akan
di seluruh Dati II (kota dan kabupaten) yang jumlah- memunculkan sisi lain yang harus dihadapi oleh
nya mencapai 336. Hampir seluruh kewenangan pemerintah daerah. Sisi tersebut adalaha permasa-
pemerintah pusat diserahkan pada daerah, kecuali lahan-permasalahan lain akan muncul. Permasa-
lima bidang; Politik Luar Negeri, Pertahanan lahan tersebut muncul sebagai akibat adanya
Keamanan, Peradilan, Moneter, dan Fiskal. ketimpangan pendapatan antara daerah-daerah yang
Diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia yang dapat menimbulkan ketimpangan sosial antara
dijamin oleh Undang-undang No. 32 Tahun 2004 daerah-daerah di Indonesia salh satunya adalah
memberi nuansa baru pada perekonomian daerah. kemiskinan.
Banyak daerah di Indonesia mengeluhkan kurangnya
Perlu digarisbawahi desentralisasi fiskal bahwa
kemampuan fiskal guna membiayai kebutuhan fiskal
undang-undang tersebut tidak mengatur mengenai
daerah.
pembagian tugas penyediaan barang publik dan
Kebutuhan fiskal yang dimiliki oleh daerah juga pelayanan masyarakat. Oleh karena itu dibutuhkan
berhubungan dengan pembangunan sosial di proses politik melalui kebijakan fiskal yang dike-
masing-masing daerah. Pembangunan sosial meru- luarkan oleh pemerintah daerah baik jangka pendek
pakan aspek yang penting setidaknya karena tiga maupun jangka panjang. Kedua periode ini akan
alasan. Pertama, aspek sosial adalah ukuran yang akan mempengaruhi utilitas maksimum yang diper-
jelas sebagai hasil pembangunan ekonomi. oleh masyarakat melalui sektor publik.
Peningkatan dalam indikator-indikator ekonomi tidak
banyak artinya jika tidak ada peningkatan indikator-
indikator sosial. Kedua, ada keterkaitan (nexus)
antara dua rangkaian ini. Pendapatan yang tinggi

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 63


2. Perumusan Masalah LANDASAN TEORI
Secara umum diyakini bahwa desentralisasi 1. Desentralisasi Fiskal
fiskal akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Istilah desentralisasi fiskal memberikan penger-
Pendapat ini dilandasi oleh pandangan yang menya-
tian adanya pemisahan yang semakin tegas dan
takan kebutuhan masyarakat daerah terhadap
jelas dalam urusan keuangan antara pemerintah
pendidikan dan barang publik pada umumnya akan
pusat dengan pemerintah daerah. Pemisahan
terpenuhi dengan lebih baik dibandingkan bila
dimaksud bisa tercermin pada kedua sisi anggaran;
langsung diatur oleh pemerintah pusat.
penerimaan dan pengeluaran. Di sisi penerimaan,
Namun kecenderungan kearah tersebut tidak daerah akan memiliki kewenangan yang lebih besar
nampak karena hingga saat ini sebagian besar dalam tax policy.
Pemerintahan Daerah (Pemda dan DPRD) Kota dan
Menurut Undang-Undang no.32 Tahun 2004
Kabupaten di Indonesia merespon desentralisasi
tentang Pemerintahan Daerah desentralisasi adalah
fiskal dengan menggenjot kenaikan PAD melalui
penyerahan wewenang pemerintah oleh Pemerintah
pajak dan retribusi tanpa diimbangi peningkatan
kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara
efektifitas pengeluaran APBD. Langkah kebijakan
Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi daerah
semacam ini dapat berpengaruh buruk di tingkat
adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah
daerah serta kesejahteraan masyarakatnya. Bagi
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
sebagian besar propinsi, masalah diatas merupakan
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
agenda pokok yang perlu segera ditangani, salah
setempat sesuai dengan peraturan perundang-
satunya adalah jumlah penduduk miskin mengalami
undangan. Dalam konteks kegiatan ini, pengertian
peningkatan selama krisis ekonomi.
kewenangan daerah propinsi dan kabupaten/kota
mengacu pada UU No 32 Tahun 2004 Tentang
3. Tujuan Penelitian Pemerintahan Daerah.
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: Pasal 1 ayat 2 Undang-undang No 32 Tahun
2004 Tentang Pemerintahan Daerah menyatakan
1. Mengidentifikasi kapasitas fiskal daerah dengan
bahwa: Urusan wajib yang menjadi kewenangan
adanya desentralisasi fiskal sebagai political
pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan
process.
dalam skala provinsi yang meliputi: (a)Perencanaan
2. Mengukur hubungan antara kapasitas fiskal yang dan pengendalian pembangunan; (b) Perencanaan,
dimilik daerah dengan tingkat kemiskinan. pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; (c)
Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
METODE PENELITIAN masyarakat; (d) Penyediaan sarana dan prasarana
umum; (e) Penanganan bidang kesehatan; (f)
a. Kapasitas Fiskal Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber
Kapasitas fiskal diukur dengan rasio PAD terha- daya manusia potensial; (g) Penanggulangan masa-
dap Belanja Rutin di masing-masing propinsi. lah sosial lintas kabupaten/kota; (h)Pelayanan bidang
Atau: ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota; (i)Fasilitasi
pengembangan koperasi, usaha kecil, dan mene-
PAD ngah termasuk lintas kabupaten/kota; (j) Pengen-
Kapasitas Fiskal =
Belanja Rutin dalian lingkungan hidup; (k) Pelayanan pertanahan
termasuk lintas kabupaten/kota; (l) Pelayanan
b. Analisis Model Regresi
kependudukan, dan catatan sipil; (m) Pelayanan
Mengukur hubungan kapasitas fiskal sebagai administrasi umum pemerintahan; (n) Pelayanan
variabel dependen dengan variabel-variabel inde- administrasi penanaman modal termasuk lintas
pendennya. Dengan menggunakan data panel. kabupaten/kota; (o) Penyelenggaraan pelayanan
dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh

64 Keterkaitan Desentralisasi Fiskal . . . (Sebayang: 63 - 69)


kabupaten/kota; (p) Urusan wajib lainnya yang barang dan jasa-jasa sebagai cara untuk men-
diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. cegah pasar persaingan dari pencapaian efisiensi
Faktor yang harus diperhatikan dalam desen- 3. Distribusi pendapatan, skema keuangan alternatif
tralisasi fiskal adalah sebagai berikut: yang mempengaruhi distribusi pendapatan mela-
1. Kapasitas Fiskal (PAD, PDRB) lui penurunan pendapatan yang dikeluarkan
seseorang untuk mengkonsumsi barang dan jasa
2. Kebutuhan Fiskal (Pengeluaran Rutin/Pemba-
swasta dengan mempengaruhi harga dan jumlah
ngunan dan Penyediaan barang publik)
barang-barang dan jasa-jasa di pasar. Kenyataan-
nya, banyak warga negara mengajurkan penggu-
2. Kebijakan Fiskal dan Kapasitas Fiskal naan metode khusus keuangan pemerintah yang
tepat untuk tujuan re-distribusi pendapatan.
Kebijakan disuatu daerah bisa mempunyai
konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang. 4. Kesulitan ini bertambah ketika pemerintah daerah
Suatu kebijakan publik mestinya lebih banyak berhadapan dengan perubahan kebijakan. Tidak
diarahkan pada upaya pencapaian utilitas tertinggi dapat dipungkiri kemudian kekuatan kompromi
dari masyarakat. Pada pelaksanaannya banyak politik kemudian menentukan arah kebijakan.
sekali yang menjadi hambatan antara lain anggaran Salah satu imbas yang dirasakan daerah adalah
yang terbatas. Penerimaan suatu daerah malah adanya perubahan perundang-undangan.
seringkali tidak dapat menutup pos pengeluaran Aschauer (2000), persoalan kebijakan fiskal
sekalipun belanja rutin. pemerintah mencakup how much you have,
how you pay for it dan how you use it.
Kegiatan pemerintah meliputi realokasi
penggunaan sumber-sumber dari pihak swasta pada
pemerintah. Metode keuangan yang digunakan 3. Kemiskinan
mempengaruhi variabel ekonomi dan politik adalah
Kemiskinan dapat menimbulkan tindakan keja-
sebagai berikut:
hatan dan gangguan sosial lainnya. Adanya sistem
1. Keseimbangan politik, jumlah keseimbangan baru memberikan harapan kerja dan mengurangi
barang-barang dan jasa-jasa yang disediakan welfare trap. Sistem tersebut berupa dana bantuan
pemerintah tergantung pada distibusi pajak per yang diberikan oleh pemerintah (Hyman; 239).
unit dari barang-barang dan jasa-jasa, karena
Program pemerintah dalam memberikan
pembagian pajak warga negara mempengaruhi
bantuan pada orang miskin merupakan hal penting.
pilihan mereka.
Penerima bantuan dari pemerintah baik dalam
2. Keseimbangan pasar keseluruhan dan efisiensi bentuk bantuan tunai atau bentuk bantuan lainnya
dimana sumber daya seperti tenaga kerja swasta. harus memenuhi syarat yang telah ditentukan. Jadi,
Metode ini dapat menganggu harga barang-

Cina, 1999

Indonesia, 2002

Filipina, 1999

Thailand, 2002

Negara-negara OECD, 1990-an

Negara-negara Transisi, 1990-an

Negara-negara berkembang, 1990-an

0 10 20 30 40 50 60
Porsi pengeluaran daerah dalam total pengeluaran
Sumber: Depkeu dan IMF
Gambar 1. Indonesia yang Terdesentralisasi

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 65


sebelum mendapatkan bantuan penerima harus beberapa hal: Pertama, ketimpangan pendapatan
melalui tes. Tes tersebut mengenai status penda- menyebabkan in-efisiensi ekonomi. Kedua, disparitas
patan dan tingkat aset yang dimiliki penerima pendapatan yang ekstrem melemahkan stabilitas
bantuan. Program pemerintah untuk membantu sosial dan solidaritas. Ketiga, ketimpangan menye-
kaum miskin dapat berupa transfer tunai secara babkan alokasi aset yang tidak efisien. Keempat,
langsung, perlengkapan berupa kebutuhan dasar tidak tercapainya standar penyediaan minimum
seperti kesehatan, subsidi untuk tempat tinggal dan antar-daerah.
makan dan program-program lainnya. Tabel 1 menunjukkan kapasitas fiskal daerah
yang beragam di 26 propinsi di Indonesia. Hanya ada
4. Keseimbangan Lindahl 2 daerah yang relatif konsisten memiliki kapasitas
fiskal lebih besar dari 100 yakni Jawa Timur dan Bali.
Lindahl mengemukakan analisis yang didasar- Selama periode 1999-2002 rata-rata pencapaian
kan dengan kurva indiferens dengan anggaran tetap kapasitas fiskal kedua daerah ini masing-masing
yang terbatas (fixed budget constraints). Teori 157,37 dan 132,93 persen. Artinya kedua daerah ini
pengeluaran pemerintah yang dikemukakan oleh memiliki sumber surplus untuk mendanai belanja
Lindahl adalah teori yang sangat berguna untuk rutin. Dengan kata lain, Jawa Timur dan Bali sudah
membahas penyediaan barang publik yang optimum mampu membiayai belanja rutin dari PAD.
dan secara bersamaan juga membahas mengenai
alokasi pembiayaan barang publik antar anggota
masyarakat. Tabel 1. Kapasitas Fiskal Daerah di Indonesia, 1999-
2002
Kelemahan teori Lindahl adalah karena teori ini
hanya membahas mengenai barang publik tanpa Tahun
No. Propinsi
1999 2000 2001 2002
membahas mengenai penyediaan barang swasta
1 N. Aceh Darussalam 33.99 36.71 18.17 18.98
yang dihasilkan oleh sektor swasta.
2 Sumatera Utara 92.76 116.17 67.34 71.48
3 Sumatera Barat 56.28 75.80 54.43 59.42
HASIL DAN PEMBAHASAN 4 Riau 60.14 60.45 75.15 61.29
5 Jambi 54.58 69.05 50.21 38.69
1. Kapasitas Fiskal 6 Sumatera Selatan 60.52 51.93 53.51 47.07
7 Bengkulu 32.96 33.26 22.36 17.73
Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia 8 Lampung 56.11 67.28 63.17 46.81
memberi wacana baru bagi upaya daerah untuk 9 DKI Jakarta 68.84 111.15 78.17 88.73
mengembangkan wilayahnya. Salah satu variabel 10 Jawa Barat 70.58 91.82 78.81 80.64
yang diharapkan untuk mendorong kemajuan 11 Jawa Tengah 59.33 87.34 73.90 69.24
perekonomian daerah adalah dana alokasi umum. 12 DI Jogjakarta 55.65 78.19 51.74 47.17
13 Jawa Timur 129.80 203.13 188.67 107.88
Pertimbangan atau alasan perlunya dilakukan
14 Kalimantan Barat 56.20 55.21 44.71 43.14
transfer dana dari pemerintah pusat ke daerah antara
15 Kalimantan Tengah 21.06 28.01 21.73 23.62
lain adalah untuk mengatasi persoalan ketimpangan 16 Kalimantan Selatan 38.76 49.06 46.33 47.31
fiskal vertikal dan untuk mengatasi ketimpangan 17 Kalimantan Timur 23.20 35.12 24.71 30.33
horisontal antar-daerah. 18 Sulawesi Utara 30.73 51.49 33.12 29.23
Adanya perbedaan potensi (fiscal capacity) 19 Sulawesi Tengah 51.08 44.64 32.35 25.79
20 Sulawesi Selatan 56.70 79.97 61.44 57.12
yang dimiliki antar-daerah di Indonesia, sudah bisa
21 Sulawesi Tenggara 27.45 26.27 22.17 25.93
menjadi alasan untuk terjadinya kecemburuan dan 22 Bali 156.85 181.10 107.33 86.43
ketimpangan pertumbuhan antar-daerah. Apalagi jika 23 Nusa Tenggara Barat 59.94 43.42 30.46 37.16
kebutuhan (fiscal needs) lebih besar daripada 24 Nusa Tenggara Timur 33.00 32.59 27.40 18.90
potensi yang dimiliki masing-masing daerah tersebut. 25 Maluku 28.29 30.74 9.67 8.02
Hal ini akan mengakibatkan terjadinya kesenjangan 26 Papua 12.23 9.78 11.52 7.47
fiskal (fiscal gap). Jika dideskripsikan lebih rinci, Sumber: Statistik Keuangan Daerah Propinsi, 1999-2002,
masalah in-equality penting karena menyebabkan diolah

66 Keterkaitan Desentralisasi Fiskal . . . (Sebayang: 63 - 69)


Pada tabel 1 di atas juga mengindikasikan Variabel-variabel yang digunakan adalah sebagai
adanya kesenjangan kapasitas fiskal yang cukup berikut:
parah antar daerah. Di Sumatera misalnya, hanya 1. Kapasitas fiskal (kap_fiskal) diukur dengan rasio
Sumatera Utara yang memiliki kapasitas fiskal lebih PAD terhadap Belanja Rutin di masing-masing
dari 80 persen. Di lain pihak, kapasitas fiskal di Jawa propinsi --- sebagai proyeksi kemampuan fiskal
relatif lebih merata (kecuali Jogjakarta). Bandingkan daerah
dengan pencapaian kapasitas fiskal di Kalimantan,
2. Kemiskinan (poor) sebagai variabel independen
Sulawesi, Maluku, dan Papua. Bahkan di daerah
yang menunjukkan kondisi sosial.
yang terkenal memiliki sumber daya alam melimpah
(seperti; Riau dan Kalimantan Timur), pencapaian 3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)--- seba-
kapasitas fiskal tergolong rendah. Kondisi ini meng- gai pangsa pasar daerah dan variabel kontrol
indikasikan bahwa daerah-daerah di Indonesia kebijakan fiskal.
banyak bergantung pada faktor pemberian alam. Dengan menggunakan metode Generalized Least
Selain itu, eksplorasi sumber daya alam di dae- Square (GLS) dan model fixed effect maka diperoleh
rah justru banyak menyumbang pada penerimaan hasil estimasi sebagai berikut:
pungutan pusat sehingga tidak memberi implikasi
poor = 4,21kap _ fiskal1t 0,000164PDRB2t + ui
langsung pada PAD. Fiscal gap yang terjadi di
t-stat (-3,79) (-5,24)
daerah-daerah akan mempengaruhi kesempatan
untuk mengembangkan dan meningkatkan fasilitas R2 = 0,96
daerah atau fasilitas publik.
dw-stat = 1,8
Interpretasi model
2. Hubungan Kapasitas fiskal dan Kemiskinan
1. Pada model fixed effect, intersep terletak pada
a. Regresi Data Panel masing-masing provinsi.
Data Panel adalah merupakan kombinasi dari 2. Berdasarkan uji t-statistik kapasitas fiskal
data runtut waktu dan silang tempat yaitu memiliki bertanda negatif dan secara statistik signifikan
observasi dari analisis unit pada titik waktu tertentu. terhadap kemiskinan. Berarti ketika kapasitas
Keunggulan data panel antara lain; pertama, fiskal meningkat maka akan menurunkan tingkat
memunculkan heterogenitas secara eksplisit ke kemiskinan. Perbedaan kapasitas fiskal masing-
dalam perhitungan dengan memasukkan variabel- masing daerah juga kan mempengaruhi pengalo-
variabel spesifik. Kedua, menyajikan data yang kasian atau skal prioritas juga akan bervariasi.
informatif, bervariasi, kolinearitas antar variabel lebih
3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
rendah, menambah jumlah derajat kebebasan, dan
bertanda negatif dan secara signifikan terhadap
lebih efisien. Ketiga, dengan masuknya observasi
kemiskinan berarti ada stimulus fiskal terhadap
silang tempat, data panel dianjurkan untuk studi
kemiskinan.
perubahan dinamis. Keempat, lebih mampu mende-
teksi dan mengukur efek dibandingkan dengan data 4. R2 menunjukkan variasi proporsi kontribusi varia-
silang tempat dan silang waktu murni. Kelima, bel kapasitas fiskal dan PDRB terhadap kemis-
menghasilkan model perilaku yang lebih kompleks. kinan sebesar 96,3%.
Keenam, meminimumkan bias pada data ketika
dilakukan agregasi. b. Pengujian Asumsi Klasik
Regresi data panel berbeda dengan regresi
1. Multikolinearitas
runtut waktu (time series) dan regresi silang tempat
(cross section). Model persamaannya ditunjukkan Multikolinearitas diartikan sebagai adanya
berikut: hubungan yang pasti (exact) di antara beberapa atau
poor = 0 + 1kap _ fiskal1t + 2PDRB2 t + ui semua variabel bebasnya dalam suatu model
regresi. Pada kasus munculnya multikolinearitas, R2

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 67


sangat tinggi namun tidak ada koefisien regresi yang b. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berpe-
signifikan secara statistik. ngaruh terhadap kemiskinan berarti ada stimulus
Dari model yang diestimasi dengan bobot fiskal terhadap kemiskinan
menunjukkan R2 yang tinggi yakni 0,96 namun hanya
satu koefisien yang tidak signifikan. Artinya, multi- 2. Implikasi Kebijakan
kolinearitas dalam model ini bisa diabaikan
Beberapa implikasi kebijakan yang dapat
2. Heterokedastisitas dilakukan adalah sebagai berikut:
Pada umumnya model OLS masih terdapat a. Pemerintah daerah harus mampu meningkatkan
informasi yang tidak seimbang sehingga peluang kapasitas fiskal dan PDRB sebagai solusi untuk
munculnya masalah heteroskedastisitas lebih besar. menurunkan tingkat kemiskinan.
Gujarati (2003:395) menyarankan estimasi dengan b. Adanya pelimpahan kewenangkan ke daerah
menggunakan Generalized Least Square (GLS) yang berarti pemerintah harus mampu meningkatkan
mempunyai kapasitas secara eksplisit menghasilkan tanggung jawab terhadap tingkat kesejahteraan di
estimator yang BLUE. daerah.

3. Autokorelasi
DAFTAR PUSTAKA
Istilah autokorelasi diartikan sebagai adanya
korelasi antar anggota series dari observasi baik Ahmad, Ehtisham, Bert Hofman (Maret 2000).
Decentralization-Opportunities and Risks, IMF and
pada time series maupun cross-section. Autokorelasi
World Bank Resident Mission.
sebagai masalah klasik seringkali terjadi karena;
masalah inersia dalam variabel ekonomi, bias Bank Indonesia (2003) Laporan Perekonomian Indonesia
spesifikasi, fenomena Cobweb (ada pola musiman), 2003, ISSN 0522-2572.
penggunaan time-lag, manipulasi data, transformasi Bambang Brodjonegoro, Otonomi Daerah dan Kondisi
data yang tidak tepat, dan non-stasionaritas. Fiskal Indonesia, www. KPPOD.go.id.

Salah satu teknik untuk mendeteksi ada atau Frida, Asnita (2003), Penanaman Modal Asing Langsung
tidaknya autokorelasi adalah dengan memperhatikan dan Efisiensi Kebijakan Fiskal Daerah di Indonesia
1998-2005, Tesis, tidak untuk dipublikasikan.
nilai Durbin-Watson statistik (d-statistik) dan
membandingkannya dengan nilai d- tabel. Berdasar- Gujarati, Damodar N. (2003) Basic Econometrics, Fourth
kan nilai dw-statitik sebesar 1,86 (dL = 1,613; du = Edition, Mc Graw Hill.
1,736) menunjukkan bahwa model persamaan bebas Isdijoso, Brahmantio, Wibowo, Tri (2004) Analisis Kebi-
autokorelasi positif dan negatif . jakan Fiskal Pada Era Otonomi Daerah:Studi Kasus
Sektor Pendidikan di Kota Surakarta, Departemen
Keuangan Republik Indonesia, Jakarta.
Kesimpulan dan Implikasi Kebijakan
Hyman, David N. (1996) Public Finance A Contemporary
1. Kesimpulan Apllication of Theory to Policy, Fifth Edition, The
Dryden Press.
Berdasarkan bahasan di atas dapat ditarik
Kuncoro, M., (1995) Desentralisasi Fiskal di Indonesia:
beberapa kesimpulan sebagai berikut: Dilema Otonomi dan Ketergantungan, Prisma 4: 3-17.
a. Kapasitas fiskal masing-masing daerah berpe- Mckay, Andrew, (2002) Assesing The Impact of Fiscal
ngaruh pada tingkat kemiskinan. Berarti ketika Policy on Poverty, Discussion Paper, 2002/43, World
kapasitas fiskal meningkat maka akan menurun- Institute for Development Economics Research.
kan tingkat kemiskinan. Perbedaan kapasitas Mardiasmo, (2002) Otonomi dan Manajemen Keuangan
fiskal masing-masing daerah juga kan mempe- Daerah, Penerbit Andi Yogyakarta.
ngaruhi pengalokasian atau skal prioritas juga
PSEK-UGM (2003) Penyusunan Standar Pelayanan Mini-
akan bervariasi.
mal (SPM) Pemerintah, Laporan Akhir, Kota
Surabaya.

68 Keterkaitan Desentralisasi Fiskal . . . (Sebayang: 63 - 69)


Silver, C., Iwan J.A., and Larry S (2001) ntergovermental Zandvakili, S., and Jeffrey A. Mills (2001) The
Transfers and Decentralisation in Indonesia, Bulletin Distributional Implications of Tax and Transfer
of Indonesian Economic Studies 37(3): 345-361. Program in US, The Quarterly Review of Economics
Subiyantoro, Heru (2004), Kebijakan Fiskal: Pemikiran, and Finance 4: 167-181.
Konsep, dan Implementasi, Badan Analisa Fiskal,
Jakarta: Departemen Keuangan.

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 69


PENGEMBANGAN PRODUKSI KERAJINAN SEBAGAI UPAYA
MENDUKUNG PROGRAM PENGENTASAN KEMISKINAN
Siti Maisaroh
Fakultas Ekonomi Universitas PGRI Yogyakarta
e-mail: maisaroh_siti@yahoo.com

ABSTRACT

The research is aimed at finding the dominan factors do develop the small-scale industry as an effort
to the poor program to empower the society. By using the methodology participation action researh
(PAR) involving the active participation of the society, Especially to the small craftsment to clarify the
problems and how find the solution. The collecting is done by using the method of simple random
sampling against 100 respondents sample of the small-scale industrial housholds. The result of the
survey shows that skill factor and the marketing factor belong to the core variable. Which each of them
has the higest elasticity against the product to the amount of 0.4147 or 41,47% and 0.2517 or 25,17%.
Accordingly, the recomendation to develop the small-scale industry as reflected on the increasing
product, it is hoped to give priority to the skill factor and marketing factor then to the capital factor or
other factor.
Keywords: skill, marketing and capital factor to develop the small craftsment solution.

PENDAHULUAN masyarakat agar mampu ke luar dari lingkaran


kemiskinan serta lebih berkembang secara mandiri.
Latar Belakang Penelitian
Secara teoritis, semakin banyak program pe-
Tujuan akhir program pembangunan adalah nanggulangan kemiskinan akan menjadikan jumlah
peningkatan kesejahteraan masyarakat, yang antara orang miskin dapat ditekan seminimal mungkin.
lain terefleksi pada peningkatan pendapatan masya- Sistem pemerintah desentralisasi dan otonomi
rakat dan ketersediaan kebutuhan dasar bagi masya- daerah, semestinya juga memungkinkan pelayanan
rakat. Dalam rangka meningkatkan pendapatan dan kepada masyarakat miskin semakin cepat dan sesuai
kesejahteraan masyarakat tersebut, Pemerintah dengan kebutuhan masyarakat. Tetapi sayangnya,
telah menetapkan sasaran-sasaran indikator ekono- dari sejumlah hasil penelitian tentang berbagai
mi makro yang menjadi arah strategi pelaksanaan program pengentasan kemiskinan termasuk bantuan
kebijakan dalam tahun 2008 sebagaimana tertuang langsung tunai (BLT), ternyata hasilnya sama saja
dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2008, dengan kondisi sebelum digulirkannya program
yaitu: (i) percepatan pertumbuhan ekonomi; (ii) pen- pengentasan kemiskinan. Padahal, dananya sudah
ciptaan lapangan pekerjaan; dan (iii) penanggu- habis untuk program tersebut, tetapi jumlah orang
langan kemiskinan. miskin masih tetap saja tinggi. Karena itu, upaya
Penetapan program pengentasan kemiskinan program pengentasan kemiskinan harus dapat dilak-
diupayakan sejalan dengan komitmen pemerintah sanakan oleh pemerintah dan masyarakat setempat
untuk merealisasikan program millennium develop- sesuai dengan kondisi daerah yang bersangkutan,
ment goals (MDGs). Karena itu, pelaksanaan misalkan melalui salah satu model pendekatan
program tersebut dilakukan agar berbagai kebijakan gerakan pembangunan ekonomi rumah tangga.
dan program pemerintah yang lain secara langsung Industri kecil kerajinan pada hakekatnya adalah
dapat menyentuh lapisan bawah. Artinya, pelak- pembangunan suatu sistem yang mempunyai daya
sanaan program tersebut tidak hanya diarahkan hidup dan mampu berkembang secara mandiri serta
untuk meningkatkan pendapatan melalui berbagai mengakar pada struktur ekonomi dan struktur
kesempatan berusaha saja, melainkan juga untuk masyarakat. Pada saat ini, berbagai upaya pening-
memberikan akses yang lebih luas bagi seluruh katan produktivitas dan akses usaha mikro, kecil, dan

70 Pengembangan Produksi Kerajinan . . . (Maisaroh: 70 - 82)


menengah (UMKM) termasuk industri kecil kerajinan buffer untuk pengentasan kemiskinan dan
(IKK) semakin penting peranannya dalam men- pengangguran. Sayangnya, berbagai penelitian
dukung program pengentasan kemiskinan dan sebelumnya menjelaskan bahwa keberadaan usaha
pengangguran di Indonesia. Karena, harapan besar jenis ini selain fungsi dan perannya sangat penting,
bahwa pertumbuhan yang pesat dari sektor industri tetapi keberadaanya masih banyak menghadapi
modern akan dapat sebagai sumber pendapatan masalah dan hambatan baik secara internal maupun
serta mampu menyelesaikan masalah kemiskinan eksternal. Berbagai masalah dan hambatan tersebut
dan pengangguran secara tuntas ternyata masih berdampak pada hasil produksi menjadi tetap
berada pada rentang perjalanan yang panjang dan rendah. Padahal, rendahnya tingkat produksi ber-
melelahkan. dampak pada rendahnya pendapatan dan keun-
Pentingnya pengembangan IKK itu secara asasi tungan, yang pada akhirnya bermuara pada tetap
tidak terlepas dari data empiris ataupun berbagai rendahnya kesejahteraan masyarakat. Karena itu,
aspek nalariah yang melatarbelakanginya. Secara upaya pengembangan terhadap usaha ini adalah
empiris, ketika terjadi krisis ekonomi sejak Juli 1997 semakin mutlak untuk dilakukan. Problematikanya
hingga kini keberadaan ekonomi rakyat khususnya adalah; masalah apa saja yang harus ditingkatkan
jenis UMKM dan IKK telah banyak membantu untuk pengembangan produksi dalam usaha ini?
mengatasi masalah pengangguran termasuk yang Bagaimana model pengembangan produksi dan
terkena PHK. Dalam GBHN 1999-2004 dan RPJM strategi yang harus dilakukan dalam usaha tersebut
2005-2009 telah memberikan petunjuk bahwa agar keberadaanya mampu mendukung program
ekonomi rakyat termasuk IKK rumah tangga dan pengentasan kemiskinan?
koperasi serta usaha kecil lainnya, perlu lebih dibina
menjadi usaha yang semakin efisien dan mampu Tujuan Penelitian
berkembang mandiri untuk meningkatkan penda-
patan masyarakat, membuka lapangan kerja dan Sesuai dengan latar belakang dan pokok
berusaha, serta makin mampu meningkatkan pera- penelitian di atas, serta berdasarkan data potensi
nannya dalam menyediakan barang dan jasa dalam daerah dalam penelitian ini tulisan ini secara umum
berbagai komponen baik untuk keperluan pasar bertujuan untuk mengkaji dan sekaligus menganalisis
dalam negeri maupun luar negeri. tentang berbagai hal sebagai berikut.
1) Faktor yang paling dominan dapat meningkatan
kapasitas produksi sebagai upaya pengentasan
Pokok Masalah Penelitian
kemiskinan.
Program pengentasan kemiskinan akan dapat 2) Model dan strategi yang mungkin dan harus
berhasil lebih baik jika dapat dilakukan melalui salah dilakukan sebagai upaya untuk mendukung
satu upaya pemberdayaan dan pengembangan program kebijakan pengentasan kemiskinan.
ekonomi rakyat yang sesuai dengan kondisi serta
Artikel ini dihrapkan secara teoritis berorienasi
karakteristik daerah setempat. Dalam hal ini, tujuan
untuk pengembangan model dasar dan strategi
program dan masalah kemiskinan yang dihadapi oleh
pengembangan usaha. Sedangkan, secara empiris
si miskin di daerah setempat harus sinkron. Artinya,
praktis dapat sebagai informasi khsusnya bagi para
keterlibatan mayarakat miskin setempat melalui
perajin dan pemerintah dalam kaitanya melakukan
kreativitas manajerial (perencanaan, pelaksanaan,
kebijakan penanggulangan kemiskinan yang seder-
pengembangan/pengendalian hingga evaluasi serta
hana melalui model pengembangan usaha produktif,
monitoring) merupakan keharusan.
sederhana dan dapat dilakukan oleh masyarakat.
Salah satu bentuk program aktualisasi ekonomi
rakyat yang sesuai untuk progam pengentasan
kemiskinan adalah jenis UMKM termasuk IKK. Jenis
usaha ini merupakan perwujudan konkret ekonomi
rakyat yang mampu bertumpu pada kekuatan sendiri,
terdesentralisasi, beragam, serta mampu menjadi

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 71


LANDASAN TEORI dan semakin melebarnya perbedaan antarpelaku
ekonomi (pengusaha besar dengan usaha UMKM).
Penelitian Sebelumnya
Belajar dari kelemahan pendekatan pada
Sebenarnya faktor apa yang menyebabkan generasi pertama, pendekatan pembangunan gene-
kemiskinan di Indonensia masih tetap tinggi? Fadjri rasi kedua mulai menggunakan keuangan mikro
(2002:31) mengatakan bahwa kondisi ini disebabkan sebagai metode utamanya. Kontribusi dari pende-
karena pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak katan generasi kedua ini yakni melalui; (1)
berkualitas kemudian disusul dengan keguncangan diversifikasi pelaku utama pembangunan; (2) pem-
krisis ekonomi yang sangat besar pada tahun 1997. biayaan pembangunan yang menggunakan sumber-
Sedangkan, hasil penelitian Tarumingkeng dan Coto sumber keuangan dari masyarakat sendiri ; (3)
(dalam Yustika, 2005: 34) dengan menggunakan pendekatan pembangunan yang memiliki potensi
analisis model Rostow, ditekankan bahwa pada untuk berlanjut (sustainable). Selanjutnya, lembaga
pergeseran aggregate supply yang disebabkan oleh keuangan mikro ini menurut hasil penelitian
meningkatnya produksi, khususnya produksi per Budiantoro, (2003:1) berfungsi memberikan dukung-
efektif tenaga kerja (y). Di mana faktor y sangat an modal bagi pengembangan produksi pengusaha
tergantung kepada kapital per efektif tenaga kerja. mikro untuk meningkatkan usahanya.
Secara matematis, model tersebut dapat ditulis Y =
Berdasarkan penelitian dasar sebelumnya,
(k), sedangkan k dipengruhi oleh investasi dan
industri kecil kerajinan bambu (IKK) secara umum
jumlah penduduk.
memiliki ciri-ciri sebagi berikut.
Berbagai hasil penelitian (Sumodiningrat, 2003;
1) Berbentuk industri rumah tangga dengan tenaga
Krisnamurti, 2003; Brata, 2003; Prasetyo, 2008)
kerja sebagian besar kurang dari 10 orang, dan
menjelaskan bahwa peran dan fungsi keberadaan
sebagian besar jumlah tenaga kerjanya meru-
ekonomi rakyat termasuk UMKM dan IKK sangat
pakan tenaga kerja keluarga sendiri yang tidak
penting, karena mampu mengurangi masalah
dibayar.
kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan distri-
busi pendapatan serta arus urbanisasi berlebih. 2) Teknologi produksi yang digunakan masih
Dengan begitu, setiap upaya penanggulangan bersifat tradisional dan sangat sederhana serta
kemiskinan dan pemberdayan ekonomi rakyat (tidak banyak menggunakan tangan.
dapat tidak) harus dikaitkan dengan kegiatan 3) Bahan baku dasar produksi umumnya hanya
ekonomi yang dapat dikerjakan oleh sebagian besar didapat dari daerah pedesaan sendiri dan
rakyat Indonesia. Selain itu, hasil penelitian Ismail sekitarnya.
(2003:5) dalam Yustika (2005:46) menyebutkan 4) Pemasaran hasil produksi masih banyak yang
bahwa proses pembangunan ekonomi di Indonesia hanya berorientasi lokal saja, tanpa promosi dan
sebenarnya berjalan seperti banyak negara berkem- sebagian besar juga berupa pesanan.
bang lainnya, yakni meyikapi persoalan kemiskinan
5) Pada awalnya IKK ini merupakan kerja
dengan ekonomi rakyat (UKM), dan melihat sebagai
sampingan, selain bertani dan berladang secara
keadaan sementra yang secara otomatis menghilang
turun temurun.
melalui proses trickle down effect.
Dengan demikian, keberadaan IKK di daerah
Selanjutnya, model dasar ini disebut sebagai
sampel ini lebih tepat dapat digolongkan ke dalam
model pendekatan generasi pertama yang mampu
industri kecil rumah tangga (IKRT), karena selain
meningkatkan berbagai indikator sosial secara
batasan di atas, proses kerjanya dikerjakan secara
signifikan. Namun, harus diakui pula bahwa pende-
rajin, teliti dan rutin serta banyak menggunakan
katan ini telah menimbulkan berbagai persoalan
tangan dan peralatan yang tradisional dan tenaga
seperti; berkurangnya sikap kemandirian dan
kerjanya sebagian besar hanya tenaga kerja
lemahnya modal sosial yang dimiliki masyarakat,
keluarga (ayah, ibu,anak dan menantu) tanpa upah.
serta tidak dapat diselesaikannya akar masalah
Selain itu, tempat usahanya kebanyakan hanya
penyebab kemiskinan (ketimpangan distribusi penda-
dilakukan di dalam rumahnya sendiri. Namun begitu,
patan dan akses terhadap sumber daya ekonomi),

72 Pengembangan Produksi Kerajinan . . . (Maisaroh: 70 - 82)


misi utamanya yang terus berkembang secara rutin (produksi). Tuntutan menggunakan manajemen
adalah tetap diupayakan untuk dapat menambah konvensional baru dapat dilakukan jika para pelaku
produksi dan pendapatan keluarga. Dalam pengusaha kecil (perajin bambu) memiliki
perkembangannya sampai sekarang, keberadaan kemampuan dan ketrampilan (managerial skill) yang
usaha IKK ini telah banyak yang telah dijadikan memadahi pula, (Prasetyo, 2002; 2008).
sebagai mata pencaharian pokok mereka. Pada dasarnya UMKM termasuk IKK mem-
Keberadaan UMKM termasuk IKK sebagai punyai banyak fungsi: misalkan fungsi sosial yakni;
usaha yang produktif telah mendominasi lebih dari selain dapat mengurangi kemiskinan juga dapat
99% dalam struktur perekonomian Indonesia, memperluas lapangan pekerjaan dan kesempatan
(Anoraga, 2002; Tambunan, 2002; Kuncoro, 2003; berusaha serta meningkatkan pendapatan. Fungsi
Prasetyo, 2008). Berbagai pihak telah mengakui ekonomi yakni; mampu memanfaatkan sumber daya
pentingnya peranan dan fungsi UMKM ini dalam alam dan meningkatkan pendapatan daerah atau
perekonomian nasional, terutama dalam aspek- negara serta menghemat devisa. Fungsi budaya;
aspek seperti, peningkatan kesempatan kerja, dapat meningkatkan ketrampilan masyarakat serta
pemerataan pendapatan, pembangunan ekonomi mencerdaskan rakyat dalam melestarikan budaya
pedesaan dan peningkatan ekspor nonmigas serta bangsa. Fungsi ketahanan nasional yakni dapat
termmasuk mampu mengurangi kemiskinan, meningkatkan keuletan dan ketangguhan, memupuk
(Anoraga, 2002; Tambunan, 2002; Prasetyo, 2008). kepribadian dan kemampuan serta menumbuhkan
Namun, di sisi lain, sektor UMKM ini dianggap masih kepercayaan diri sendiri dan kepribadian.
banyak menghadapi masalah termasuk masalah Anehnya selain banyak fungsi dan manfaatnya,
produksi, permodalan, pemasaran dan manajemen keberadaan UMKM juga masih mengandung
administrasi, sehingga bank dan lembaga keuangan berbagai masalah mendasar yang perlu segera dikaji
sendiri kurang tertarik untuk membiayai sektor ini. dan diatasi. Selain masalah mendasar di bidang
Berbagai permasalah pokok yang lebih mendasar manajemen, pengusaha kecil (termasuk IKK) juga
tentu masih banyak jika kita masih mau dan mampu menghadapi masalah; pemasaran, sumber daya
menggalihnya secara lebih teliti dan sabar. manusia, permodalan, kemitraan serta masalah-
Permasalahan mendasar dalam bidang mena- masalah sosial, ekonomi, politik dan budaya lainnya,
jemen bagi pengusaha kecil pada berbagai sektor (Anoraga,2002; Tambunan, 2002; Kuncoro, 2003;
usaha secara umum adalah kekurangmampuan Prasetyo, 2008).
pengusaha menentukan pola manajemen yang Masalah pemasaran oleh banyak pengusaha
sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangan sering dianggap sebagai aspek yang paling penting.
usaha (Anoraga, 2002). Hal ini penting, karena setiap Menurut Prasetyo, (2008) bahwa kemampuan
periode tahap perkembangan usaha akan menuntut produksi tanpa diimbangi kemampuan pemasaran
tingkat pengelolaan usaha yang berbeda. Pada awal produk yang baik adalah suatu kehancuran.
perkembangan usaha dan skala usaha produksi Dengan kata lain, adanya faktor pemasaran yang
masih relatif kecil, gaya manajemen keluarga yang baik permasalahan yang lain seperti modal usaha
sederhana juga masih mendominasi, sehingga dan tenaga kerja juga akan semakin baik. Dengan
mengarah kepemusatan pengelolaan hanya pada pemasaran yang baik modal usaha dapat bertambah
seseorang (one man show) sebagai kepala keluarga dengan sendirinya, tanpa pinjam dari pihak lain. Oleh
mungkin masih akan tetap relevan. karena itu, masalah pemasaran hasil produksi sering
Sejalan dengan perkembangan dan lingkungan dianggap sebagai masalah yang paling utama
usaha (baik intern maupun ekstern), maka gaya diantara masalah-masalah lainnya.
manajemen konvensional tidak dapat dipaksakan Masalah permodalan pada dasarnya meru-
begitu saja, karena pemaksaan hal tersebut justru pakan masalah utama tetapi pada usaha kecil sering
akan dapat menjadi pangkal munculnya berbagai dianggap bukan yang paling pertama, karena modal
masalah baru. Dengan demikian, pengusaha kecil usaha kecil juga sedikit. Masalah sering dijumpai dan
dituntut harus selalu dinamis dalam menerapan dirasakan kekurangan modal pada dasarnya
manajemen sesuai dengan perkembangan usaha

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 73


merupakan masalah derevatif dari akibat masih fasilitator, badan ini mampu menjadi penghubung
sempitnya jangkauan pemasaran serta masih antara para donor dengan pelaku utama (SMERU,
lemahnya sumber daya manusia yang terampil dalam Yustika, 2005: 29).
dalam usaha itu. Sempitnya pemasaran berakibat Pendekatan kelembagaan tersebut secara
pada perputaran modal juga menjadi seret, dan teoritis dapat diartikan bagaimana semangat soli-
masih lemahnya SDM berakibat pada produk daritas sosial dapat ditumbuhkembangkan pada
menjadi tidak efisien. Selain itu, adanya sumber daya golongan masyarakat menengah ke atas agar
manusia yang lemah dan tak mampu membuat mereka mau membantu golongan masyarakat bawah
administrasi yang baik berdampak kepada penam- atau miskin. Tolak ukur dari perubahan kelembagaan
bahan modal menjadi sulit dicari. Karena kelemahan ini diharapkan ada perubahan yang dapat
SDM pada dasarnya juga merupakan kelemahan meningkatkan pendapatan masyarakat miskin.
manajerial pengusaha.
Secara teori, masalah-masalah industri meru-
pakan bagian dari suatu sistem yang berkaitan
Lingkaran Kemiskinan (Vicious Circle) dengan masyarakat yang lebih luas. Karena itu,
menggambarkan masalah kegiatan industri tidak
Sejak terbentuknya badan koordinasi penang-
boleh hanya ditinjau dari timbal baliknya yang pen-
gulangan kemisinan (BKPK) pada tahun 2001 hingga
ting saja, akan tetapi perlu diperhatikan hubungan-
saat ini, ada empat peran yang harus disangga oleh
hubungannya di luar batas-batas sistem itu. Chistian
lembaga ini yakni; sebagai koordinator, katalisator,
Lempelius (1979) dalam bukunya berjudul Industri
mediator dan fasilitator. Sebagai koordinator, badan
Kecil dan Kerajinan Rakyat menyebutkan bahwa
ini bertugas mengoordinasi perumusan standar-
masalah-masalah yang menyangkut IKK baik secara
standar dasar mengenai konsep kemiskinan yang
langsung maupun tidak langsung harus didekati dari
digunakan oleh sebagian instansi di pusat dan
segi manajemen karyawan dan lingkungan. Ia
daerah. Sebagai katalisator, badan ini berupaya
mengambarkan lingkaran tak berujung (Vicious
memecahkan kendala utama dalam pelaksanaan
Circle) dari keterbelakangan usaha IKK sebagai
kebijakan program pengentasan kemiskinan. Seba-
berikut.
gai mediator, badan ini diharapkan menjadi wahana
untuk menampung beragam aspirasi. Sebagai

7 Peralatan sederhana, pendidikan 8


dan mutu bahan baku rendah

6 9

Tidak banyak Cara berproduksi masih


investasi baru. tradisional

5 1
Modal tak cukup dan tak Hasil produksi
ada jaminan sederhana/kecil

Keuntungan yang diperoleh 2


4 hanya sedikit atau
pendapatannya rendah. 3

Gambar 1. Lingkaran Kemiskinan dari Usaha Industri Kecil dan Kerajinan

74 Pengembangan Produksi Kerajinan . . . (Maisaroh: 70 - 82)


1. Pasaran sempit, daya beli rendah ekonomi pedesaan-kota di daerah pedesaan yang
2. Persaingan dari perusahaan padat modal/ masih sangat kurang adalah mutlak untuk segera
modern dilakukan. Artinya, ide dasar model pemberdayaan
3. Ketergantungan pada pedagang besar setempat ekonomi rakyat secara battom up nampak lebih
mengenai sasaran dalam upaya pengentasan kemis-
4. Kemungkinan untuk mendapatkan kridit tidak
kinan tanpa mengesampingkan peran dari pende-
memadai
katan kelembagaan di atas.
5. Sedikitnya penawaran alat-alat produksi yang
sesuai dengan situasi usahanya. Apabila kendala dan kelemahan utama yang
dihadapi oleh IKK tidak segera ditangani secara
6. Tempat kedudukannya di daerah pedesaan
serius dan terpadu (kelembagaan dan battom up),
7. Kemungkinan pendidikan tidak mencukupi dikuatirkan berbagai peran dan fungsi IKK yang
8. Kurangnya usaha penyuluhan dan pembinaan sangat baik di atas tersebut tidak akan dapat tercapai
yang berpedoman pada masalah seperti apa yang diharapkan bersama. Oleh karena
9. Situasi budaya setempat. itu, pemerintah dan lembaga terkait seperti;
pendidikan termasuk para peneliti, perlu bekerja
Peran dan fungsi IKK seperti yang diungkapkan
sama secara berkesinambungan dalam membangun
di atas sangat baik namun, untuk mendorong
keberadaan sektor IKK ini agar ke depan mampu
pengembangan IKK agar lebih maju secara mandiri
tumbuh dan berkembang seperti yang diharapkan.
dan tangguh bukanlah pekerjaan yang mudah.
Apalagi karakteristik seperti yang dijelaskan di atas
sangat berbeda-beda. Adanya berbagai keterbatasan METODE PENELITIAN
seperti; lemahnya manajerial, pemasaran yang
Penelitian ini mengambil obyek kasus pada
masih banyak bersifat lokal (lokal market oriented),
desa miskin yang memiliki usaha indutri kecil
keterbatasan modal usaha, terbatasanya teknologi,
kerajinan bambu dan kayu di kecamatan Dlingo
rendahnya tingkat pendidikan tenaga kerja, meru-
kabupaten Bantul. Obyek penelitian daerah yang
pakan kendala yang utama dalam pengembangan
dijadikan sebagai sampel di khususkan pada rumah
sektor IKK ini.
tangga keluarga di daerah tertinggal yang khusus
Dalam era globalisasi dunia yang semakin memiliki usaha kerajinan tersebut. Penarikan respen-
maju, tantangan utama ke depan bagi pengem- doen sebagai sampel dilakukan dengan metode
bangan IKK tidak hanya sebatas untuk memenuhi simple random sapling, sehingga setiap keluarga
pasar lokal. Namun, dapat dikembangkan lebih lanjut perajin yang ada di wilayah daerah tersebut memiliki
untuk memasarkan hasilnya ke pasar global kesempatan yang sama sebagai responden. Jumlah
(ekspor). Problem ini perlu dikaji dan digali lebih responden sebagai sampel ditentukan dengan rumus
lanjut melalui berbagai penelitian dan pengembang- toleransi % = Z. p.q/n (Sosrodiharjo, 1995; Sugiarto,
an (research and development) secara lebih 2001). Di mana % adalah standar deviasi populasi,
komperhensif, terpadu dan berkesinambungan. Z adalah derajat kepercayaan, p adalah proporsi dari
Dengan semangat demokrasi yang saat ini sedang pemasaran lokal, dan q adalah proporsi dari
berkembang, perencanaan pembangunan dari pemasaran non lokal serta n adalah jumlah sampel.
bawah (battom up) barangkali akan lebih utama
Mengingat penelitian ini di daerah pedesaan
dilakukan untuk mendorong pengembangan IKK ini.
yang tradisional di mana sepenuhnya belum mema-
Rencana pembangunan dari tingkat dusun, kelu-
suki ekonomi uang dan pasar secara bebas, maka
rahan/desa, kecamatan dan selanjutnya ke tingkat
toleransi penyimpangan yang diinginkan ditetapkan
kabupaten dan propinsi adalah lebih baik untuk
sebesar 10%, interval keyakinan 90% dan pengam-
diperioritaskan karena lebih menyangkut kepentingan
bilan proporsi untuk sampel terbesar adalah fifty-
rakyat banyak secara lebih riil, misalkan pemba-
fifty. Dengan memanfaatkan rumus toleransi T2 akan
ngunan infrastruktur pasar, listrik, jembatan, dan
diperoleh besarnya sampel penelitian sebagai
jalan sebagai saran dan prasarana transpotasi
berikut: T2 = Z.p.q./n. Dalam hal ini, nilai Z = 1,960
dibulatkan menjadi 2 berarti n = 22.p.q/T2 n =

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 75


4.50.50/100 n = 100. Dengan pengambilan sampel bambu. Sedangkan, dua desa lain yakni; Desa
sebesar 100 rumah tangga perajin dianggap telah Mangunan dan Desa Terong memiliki usaha kera-
mewakili seluruh populasi perajin yang ada (respre- jinan kayu tetapi tidak tergolong desa tertinggal.
sentatif). Sementara untuk Desa Dlingo, Temuwuh dan
Setelah dilakukan koding, editing dan tabulating Jatimulyo tidak memiliki usaha kerajinan, baik kayu
serta verifikasi terhadap data, selanjutnya data akan maupun bambu.
diolah dan dianalisis serta dikaji lebih lanjut sebelum Usaha industri kecil kerajinan (IKK) di daerah
disajikan. Dalam upanyanya mencapai penyajian sampel merupakan usaha yang secara turun
atau laporan yang baik, maka sejalan dengan temurun dari nenek moyang mereka. Pada saat ini
permasalahan, tujuan dan hipotesis serta skala data usaha IKK ini telah berkembang cukup baik dan telah
yang diperoleh, data penelitian ini akan dianalisis dijadikan sebagai salah satu matapencaharian pokok
baik secara verbal kualitatif maupun kuantitatif. Untuk warga selain bertani. Berdasarkan eksistensi dan
menjawab persoalan penelitian yang secara kuali- dinamisasi perkembangan IKK tersebut, maka
tatif, akan digunakan teknik SWOTE Analysis mau- secara struktur usaha IKK di daerah ini dapat di
pun teknik tabulasi silang dan penjelasan verbal kelompokan ke dalam industri lokal dan dan industri
lainnya. sentra.
Sesuai dengan skala data yang diperoleh, Jenis produk yang utama diproduksi pada IKK
teknik analisis data yang bersifat kuantitatif akan bambu adalah dapat digolongkan menjadi dua
digunakan model regresi-korelasi berganda (Gujarati, kelompok yakni; jenis produk hiasan dan produk
2003). Adapun model dasar teknik analisis regresi kelengkapan dapur-rumah tangga. Jenis produk yang
berganda yang dimaksud dapat dirumuskan sebagai paling sering diproduksi adalah kemarang (bakul),
berikut. gorong-gorong (tempat pakaian kotor) dan barang-
Q = 0 + 1 X1 + 2 X2 + 3 X3 + 4 X4 + barang souvenir lainnya yang mempunyai estetika.
Selain itu, jenis produknya ada yang berupa: tempat
5 X5 + 1. pensil, tempat koran, tempat tisu, kap lampu, tenong,
Setelah dilakukan terhadap uji asumsi klasik serta tampah, tambir, irig dan sebagainya. Sedangkan,
untuk menghindari adanya pelanggaran terhadap pada IKK kayu yang paling banyak di produksi
asumsi kalsik, maka model regresi yang digunakan adalah; pintu, kusen, menja, kursi, dan lainnya.
sebagai alat analisis selanjutnya tersebut di atas Diferensiasi produk ini merupakan hasil pembinaan
dirubah menjadi: dan perkembangan dari dinas perindustrian dan
depnaker setempat. Secara universal, IKK bambu
Ln Q = 0 + 1 Ln X1 + 2 Ln X2 + 3 Ln X3 + dan kayu ini tumbuh atas dorongan naluri ekonomi
4 Ln X4 + 5 Ln X5 + 2. manusia untuk memiliki barang-barang dan jasa
yang dibutuhkan. Keberadaan IKK ini semula hanya
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, kini telah
HASIL DAN PEMBAHASAN
berkembang menjadi IKK dalam arti luas secara
Pada mulanya usaha industri kecil kerajinan ekonomi.
(IKK) di daerah sampel ini sifatnya hanya usaha Argumentasi mendasar dapat digolongkannya
sambilan saja. Namun demikian, usaha ini lama ke dalam industri lokal pada sebagian dusun di
kelamaan dapat dijadikan mata pencaharian pokok wilayah daerah tersebut karena hasil produksi pada
mereka selain bertani. Berdasarkan data potensi dusun tersebut pola pemasarannya masih meng-
desa inti yang ada di kecamatan Dlingo (2002), Desa gantungkan diri kepada pasar lokal setempat seperti
Muntuk adalah merupakan salah satu desa tertinggal pasar Imogiri, pasar Bantul dan pasar Bringharjo.
(miskin) dari enam desa yang ada di kecamatan Selain itu, secara skala usaha produksi, kelompok
Dlingo yakni; Muntuk, Dlingo, Temuwuh, Mangunan, industri lokal ini umumnya sangat kecil, dan masih
Jatimulyo dan Terong. Dari ketiga desa miskin yakni; berpola subsisten. Dalam pada itu, target pemasaran
Muntuk, Jatimulyo dan Temuwuh, hanya Desa dari jenis produk ini masih sangat terbatas, sehingga
Muntuk yang banyak memiliki usaha kerajinan alat transpotasinya masih sangat sederhana dan

76 Pengembangan Produksi Kerajinan . . . (Maisaroh: 70 - 82)


tidak jarang mereka menggunakan alat pikul sendiri kepada kematian usaha ini. Ketika kondisi daya beli
atau grobak untuk di bawa ke pasar. masyarakat sedang menurun seperti sekarang ini,
Pada kelompok industri sentra yang terpusat di maka kondisi ini berdampak semakin menurunnya
Tangkil dan Karangasem, jenis produknya lebih pendapatan dan keuntungan perajin.
beraneka ragam dan dinamis, serta daerah jang- Selain itu, turunnya pendapatan riil perajin ini
kauan pemasarannya lebih luas, dan peranan juga disebabkan karena produk kerajinan hanya
pedagang perantaran di sini mulai nampak. Dalam sebagai barang sekunder (bukan produk primer),
perkembangannya, ada beberapa produk yang sehingga sedikit saja naiknya harga produk akan
dibuat untuk memenuhi permintaan pasar di luar berakibat barang menjadi kurang diminati pembeli.
daerah seperti ke Jakarta, Bandung, Semarang, Padahal, jika harganya tidak dinaikan, mereka dapat
Solo, Surabaya, Bali dan sebagainya. Perkem- rugi karena naiknya harga bahan baku seperti
bangan produknya lebih dinamis, sehingga kelompok bambu, kayu, tali, warna, paku dan transpotasi yang
ini cenderung lebih dapat beradaptasi dengan sudah naik lebih dahulu dan dengan kenaikan yang
teknologi yang cukup canggih dalam berproduksinya. lebih tinggi. Akibat selanjutnya, secara riil dapat
Dilihat dari segi penyerapan tenga kerjanya, dilihat jika kondisi ekonomi itu berlangsung lama,
kelompok industri sentra ini cenderung lebih banyak maka lambat laun akan semakin memperburuk
menyerap tenaga kerja dan mampu berkembang kondisi IKK di desa miskin yang saat ini masih
mandiri, produknya lebih fisibel, sehinga mereka sedang mengalami kesulitan.
sedikit lebih sejahtera dan lebih mampu bangkit dari Sesuai dengan metode penelitian yang meng-
kemiskinan. ikutkan rakyat miskin (perajin kecil) terlibat dalam
Mengapa masyarakat daerah penelitian ini lebih mengumpulkan data, maka upaya untuk member-
memilih usaha kerajinan bambu dan kayu sebagai dayakan masyarakat ini lebih mengacu kepada
mata pencaharianya?. Pada dasarnya ada banyak pendekatan model empowerment dari Schumacher.
hal yang mendorongnya, namun sebagian besar atau Versi Schumacher menekankan tidak perlu meng-
63% karena alasan tidak adanya pilihan kerja baik hilangkan ketimpangan struktural yang ada di dalam
lainnya, selebihnya 21,67% karena sesuai dengan masyarakat, karena yang paling tepat memberikan
keahlian dan tingkat pendidikan yang mereka miliki, kail daripada ikan. Karena, jika struktur masyarakat
serta 15,33% karena sudah warisan dari nenek desa miskin dirubah terlebih dahulu, justru akan
moyang. Semuanya ini saling mendorog dan bahu menambah masalah baru yang lebih rumit dan dapat
membahu di dalam kehidupan mereka untuk memilih mempersulit upaya pemberdayaan masyarakat. Oleh
usaha IKK sebagai alternatif yang terbaik. karena itu, lebih tepat memberikan kail dan kesem-
Jika dicermati lebih dalam lagi, nampaknya patan untuk mengail kepada perajin.
hasil produksi IKK ini telah mengalami peningkatan Untuk melihat kemampuan dan potensi serta
yang berarti, karena permintaan pasar terhadap kelemahan dalam usaha IKK di desa miskin agar
produk tersebut juga meningkat. Peningkatan yang lebih mudah diberdayakan digunakan alat bantu
terbaik dan mencapai puncaknya ketika di tahun SWOT (Strength Weaknesses Opportunities and
1995, sedangkan pada saat ini (setelah terjadinya Threats). Analisis penggunaan SWOT (kekuatan,
gempa bumi Yogja-Jateng 27 Mei 2006) nampaknya kelemahan, peluang dan ancaman) ini dititikbertkan
cenderung menurun. Kondisi penurunan ini karena kepada seluruh kondisi dan potensi yang ada di desa
dipengaruhi oleh krisis bahan baku yang kini semakin miskin dan khususnya terhadap keberadaan IKK
mahal sedangkan kenaikan dari hasil produksi lebih bambu dan kayu yang dijadikan sebagai sampel
kecil dari kenaikan bahan baku. Padahal untuk dalam penelitian ini. Kemudian, agar mudah dibaca
menaikan harga produk dapat dikuatirkan justru maka analisis selengkapnya dapat dilihat pada tabel-
produk menjad tidak laku dan dapat berdampak 1 di bawah ini.

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 77


Tabel 1. Analisis Kekuatan dan Kelemahan Keberadaan IKK di Daerah Penelitian
Faktor-2 Kekuatan Kelemahan
1. Sumber Daya:
a. Manusia Motivasi tetap berusaha yang kuat paling Kemampuan melihat peluang pengembangan
tidak untuk tetap dapat mempertahankan usaha masih terbatas.
usahanya di saat krisis ekonomi seperti saat Proses belajar dari pengalaman
ini merupakan modal utama. (keberhasilan/ kegagalan) orang lain masih
Sumplai tenaga kerja yang berlimpah sangat minim.
b. Ekonomi Mengandalkan sumber-sumber keuangan nilai tambah yang diperoleh masih kecil
informal yang mudah diperoleh. karena hanya memegang segmentasi pasar
Mengisi segmen pasar bawah yang tinggi bawah saja, (residual demand).
permintaan karena segmen pasar atas telah Pengelolaan uang untuk konsumsi & produksi
dipegang/dikuasai pedagang. belum dipisahkan (one managemen)
c. Informasi Interaksi yang terjadi antar dan inter Distribusi informasi kepada para perajin dan
kelompok-kelompok usaha yang ada (simpan- usaha produktif lainya masih sangat terbatas
pinjam, arisan, PKK, pokmas) merupakan pada kelompoknya masing-masing (baru
ajang informasi yang efektif. secara kuantitatif)
2. Program
Intervens:
a. Permodalan Dana IDT dan pinjaman dari pihak informal Perbedaan kebutuhan modal menyebabkan
yang masuk baru sedikit dapat membantu upaya pengembangannya juga berbeda.
kelancaran usaha kerajinan Kendala administrasi akuntansi uang
b. Pemasaran Peluang membuka pasar masih besar dan Posisi tawar-menawar hasil kerajinan masih
dapat berkolaborasi rendah dan cenderung menyudutkan perajin
Pengelompokan (aglomerasi) di dalam batas- kecil sebagai produsen (terkoptasi), serta
batas tertentu masih memberikan keuntungan kuantitas produk masih dalam jumlah
melalui penekanan ongkos produksi, terbatas.
meningkatkan akses sumberdaya Meningkatnya persaingan hanya melalui
berkelanjutan proses meniru model dan corak, sehingga
akumulasi produk menjadi terbatas.
c. Pelatihan Dapat bermanfaat untuk meningkatkan jumlah Ketidakberlajutannya program, dan
produksi para perajin bambu. pelatihan yang lama perlu persiapan
besar & matang.
3. Kinerja:
a. Padat karya Mampu mengatasi masalah kesempatan kerja Cenderung eksploitatif terhadap tenaga kerja
/ penganguran dan kemiskinan untuk mengejar pendapatannya.
b. Nilai Tambah Efisien menggunakan bahan baku, sehingga Proses akumulasi sulit terjadi karena nilai
menekan ongkos tambah yang diperoleh masih kecil
c. Kelenturan Daya tahan hidupnya tetap tinggi terutama Spesialisasi dan akumulasi masih terbatas
dan Strategi dalam situasi krisis ekonomi, serta dapat pada produksi untuk memenuhi pesanan
usaha berkolaborsi bisnis untuk meningkatkan profit. pedang lokal, dan jumlah produk kurang
fisibel.
Sumber: Data primer, 2006.

Lebih lanjut, hasil penelitian menunjukkan adalah faktor marketing dan produksi yang masing-
bahwa nilai sub faktor sisi kekuatan internal nampak masing memiliki nilai sub skor 1.55 dan 0.80.
lebih besar daripada nilai sub sisi faktor eksternal. Sedangkan, nilai faktor internal dari sub faktor sisi
Dalam faktor internal tersebut nampak bahwa nilai kelemahan adalah sub faktor financial dan marketing,
skor tertinggi yang menjadi kekuatan usaha IKK ini yang memiliki skor 0.80 dan 0.75. Artinya, strategi

78 Pengembangan Produksi Kerajinan . . . (Maisaroh: 70 - 82)


pemberdayaan dari faktor internal yang paling peluang pemasaran hasil produksi, maka industri
pertama dan utama harus diupayakan terlebih dahulu tersebut akan terus tumbuh dan berkembang sema-
adalah meningkatkan dan mengembangkan kapasi- kin maju dan mandiri di masa yang akan datang.
tas produksi dan marketing, baru diikuti faktor Dengan semakin maju dan berkembangnya usaha
lainnya. IKK ini secara lebih mandiri dan tangguh, serta
Logika rasionalnya adalah, sekalipun faktor pelaksanaannya sederhana dan dapat dilakukan
financial melalui modal usaha ditambah besar, sendiri oleh masyarakat setempat, maka diharapkan
sehingga proses produksi lancar dan produk melim- usaha IKK ini ke depan akan lebih mampu untuk ikut
pah tetapi, jika pemasarannya kurang baik dan mengentaskan masalah kemiskinan secara mandiri
produk tidak dapat terjual, akibatnya industri kecil dan berkelanjutan. Inilah harapan yang diinginkan
tersebut akan bangkrut dan bisa jadi mati karena rugi dalam bentuk model dasar (proto-type) sebagai
terus-menerus. Dengan asumsi IKK tersebut tetap upaya untuk pengentasan kemiskinan dalam artikel
ramah lingkungan, dan jika dengan semakin baiknya ini.

Tabel 2. Hasil Analisis SWOT Kuantitatif


Keterangan Weighted Ranting Sub Score Total Score
A. Faktor Eksternal:
Opportunitie: 0.50 : 2.45 :
a. Ekonomi 0.20 6 1.20
b. Teknologi
0.10 4 0.60
c. Sosial-budaya
d. Politik 0.15 5 0.50
Treaths:
0.05 3 0.15
a. Ekonomi
0.50 : 1.80 :
b. Teknologi
c. Sosial-budaya 0.15 5 0.75
d. Politik
0.05 3 0.15
0.15 2 0.30
0.15 4 0.60
Total Eksternal 1.00 4.30
B. Faktor Internal:
Strength: 0.50 : 3.15 :
a. Marketing 0.25 6 1.50
b. Financial
0.05 7 0.35
c. SDM
d. Produksi 0.10 5 0.50
Weakness:
0.10 8 0.80
a. Marketing
0.50 : 1.95 :
b. Financial
c. SDM 0.15 5 0.75
d. Produksi
0.20 4 0.80
0.05 2 0.10
0.10 3 0.30

Total Faktor Internal 1.00 5.10


Sumber: Data primer (diolah)

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 79


Selanjutnya, jika kondisi di atas saling dikaitkan Berdasarkan analisis SWOT, faktor internal
satu sama lain dalam pola hubungan sebab akibat, dalam IKK ini sangat urgen untuk lebih diperhatikan
maka munculah wajah ketidakberdayaan dan kemis- dan diberdayakan terlebih dahulu baru didukung
kinan yang terjadi di daerah penelitian. Ketidakber- strategi pemberdayaan dari faktor ekstenal seperti;
dayaan ini dapat berbentuk rendahnya pendapatan kebijakan pemerintah, sosial, dan politik. Hasil
atau keuntungan perajin, sehingga tidak nampak penelitian menunjukkan faktor total internal dari
adanya keterlibatan kelompok miskin dalam suatu kekuatan dan kelemhan (strength and weakness)
proses penyelenggaraan sistem ekonomi daerah lebih tinggi yakni sebesar skor 5.10 daripada
maupun nasional, atau rendahnya partisipasi dalam pengaruh faktor eksternal yakni peluang dan
proses pembangunan berkelanjutan. Kondisi kausa- ancaman (opportunity and treaths) yang hanya
litas ini, jika ditelusuri akar penyebabnya adalah mencapai nilai skor sebesar 4.25. Artinya, strategi
karena masih sangat kecilnya distribusi Jumlah Uang usaha dengan cara memupuk kekuatan usaha yang
Beredar (JUB) di dalam masyarakat pedesaan itu disertai dengan berupaya mengurangi kelemahan
sendiri dibanding daerah lain yang lebih maju. dan keterbatasanya adalah lebih urgen dan tepat
Dengan demikian, salah satu upaya yang perlu daripada upaya strategi yang lain.
dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan cara Secara teori maupun empiris banyak faktor
empowerment (memberikan kekuatan dan mening- yang mempengaruhi produksi IKK. Dalam kaitannya
katkan kemampuan SDM masyarakat para perajin dengan penelitian ini, beberapa faktor yang dominan
dan petani miskin yang ada pada daerah itu sendiri mempengaruhi pengembangan produksi IKKB
agar dapat berswadaya mandiri). adalah; besar kecilnya tenaga kerja (X1), tingkat
Tindakanya secara nyata dapat dilakukan keahlian pengusaha (X2), besarnya modal usaha
dengan cara pemberian bantuan modal kerja, dan yang digunakan (X3), tingkat manajemen usaha (X4)
kerja sama atau kolaborasi produk dan pemasaran dan faktor pemasaran hasil produksi (X5).
(aliansi strategis yang saling menguntungkan dengan Berdasarkan model analisis terpilih yang
industri kecil sejenis, menengah atau besar). Selain digariskan dalam metode penelitian di depan yakni
itu, bantuan teknologi yang disertai dengan bim- model regresi berganda double log linear dengan
bingan terhadap SDM masih sangat diperlukan, bentuk model persamaan: Ln Q = 0 + 1 Ln X1 + 2
karena mengingat tingkat pendidikan sebagian besar Ln X2 + 3 Ln X3 + 4 Ln X4 + 5 Ln X5 + 2. Dengan
perajin masih rendah. Persoalanya, bantuan faktor demikian beberapa faktor yang dianggap banyak
internal apa yang harus diberikan agar bantuan mempengaruhi peningkatan produksi IKKB di daerah
tersebut dapat bermanfaat? Secara kausalitas penelitian dapat diketahui sebagai berikut (lihat
nampaknya adalah berbentuk penambahan distribusi gambar 2).
JUB yang dapat berupa bantuan modal kerja dalam
bentuk pinjaman modal uang (kredit) lunak dan Hasil penelitian di bawah menunjukkan bahwa
peningkatan manajerial SDM perajin sebagai langkah dengan asumsi ceteris paribus, besarnya pengaruh
awal pengembangan dalam usahanya. faktor yang paling dominan mempengaruhi
pengembangan tingkat produksi kerajinan adalah

Ln Q = 0 + 1 Ln X1 + 2 Ln X2 + 3 Ln X3 + 4 Ln X4 + 5 Ln X5 + 2.
LnQ = -5.1470 + 0.0465LnX1 + 0.4147LnX2 + 0.2292LnX3 + 0.1390LnX4 + 0.2517LnX5
Std. Error = (0.0160) (0.0423) (0.0547) (0.0295) (0.0436)
T-Statistik = 2.911 9.799 4.189 4.713 5.772
R Squared = 0.9741 R Adjusted = 0.9754
2 R Multiple = 0.9876
F-Statistik = 745.751 D.W., Test = 1.8511 Responden = 100

Gambar 2. Hasil Penelitian

80 Pengembangan Produksi Kerajinan . . . (Maisaroh: 70 - 82)


disubangkan dari faktor tingkat keahlian (Skill) yakni 1) Alasan mendasar yang melatarbelakangi tetap
secara signifikan menyumbang sebesar 41,47% dan dapat berlangsungnya usaha kerajinan di daerah
urutan terbesar kedua disumbangkan dari faktor sampel adalah selain sebagai usaha warisan
pemasaran yang secara signifikan sebesar 25,17%. nenek moyang mereka, juga secara ekonomi
Sumbangan terbesar besar ketiga baru diberikan dari keberadaan usaha ini telah banyak memberikan
faktor modal usaha yakni sebesar 22,92 persen. keuntungan yang sangat berarti dalam penening-
Artinya bahwa dalam usaha ini modal sekalipun katan pendapatan mereka selain bertani. Hasil
bukan merupakan faktor dominan pertama masih penelitian menegaskan bahwa usaha ini telah
tetap sebagai faktor penyumbang yang cukup lama menjadi matapencaharian pokok utama di
dominan setelah sumbangan dari kedua faktor dasar desa penelitian ini selain bertani karena bagi
utama yakni; faktor skill dan faktor pemasaran. mereka sudah tidak ada alternatif pekerjan yang
Selain itu, hasil penelitian ini sejalan dengan model lebih baik lainnya serta sesuai dengan tingkat
SWOT di atas, bahwa faktor utama dan pertama pendidikan dan ketrampilan yang mereka miliki.
yang harus dikembangkan terlebih dahulu agar 2) Faktor-faktor yang dominan berpengaruh terha-
tingkat produksi dapat meningkat adalah faktor dap peningkatan produksi IKK adalah faktor tena-
pemasaran. ga kerja, tingkat keahlian (skill), modal usaha,
Jika faktor pemasaran meningkat, maka manajemen usaha dan faktor pemasaran. Faktor
keberadaan IKK di daerah miskin ini akan mampu yang paling dominan pertama terhadap
berkembang mandiri seperti yang diharapkan. peningkatan produksi kerajinan adalah faktor
Artinya keberdaan usaha ini dapat sebagai salah tingkat keahlian atau skill dan pemasaran. Faktor
satu strategi alternatif yang produktif, sederhana, dan modal usaha dalam IKK ini sekalipun bukan
mampu dilakukan sendiri oleh warga miskin untuk sebagai faktor dominan yang pertama, tetapi
mengentaskan dirinya dari masalah kemiskinan dan faktor modal merupakan faktor dominan yang
pengangguran. Namun demikian, secara simultan utama untuk dapat mempengaruhi perkem-
tidaklah mudah untuk dapat meningkatkan masalah bangan tingkat produksi kerajinan selain faktor
pemasaran dari hasil produksi ini, karena masih keahlian (skiil) dan faktor pemsaran.
mendapatkan tantangan dari faktor-faktor lain. 3) Keberadaan IKK di desa sampel penelitian ini
Hasil penelitian tingkat korelasi parsial antara sangat bermanfaat sekali bagi masayarakat,
tingkat produksi (Q) dengan faktor independen (X) terutama dalam membantu program pengentasan
yakni; masing-masing dengan faktor tenaga kerja kemiskinan di wilayah tersebut. Hasil penelitian
(X1) sebesar 81,34 persen, faktor skill (X2) 95,53 menegaskan bahwa ada kenaikan tingkat
persen, faktor modal usaha (X3) 90,96 persen, faktor kesejahteraan yang signifikan pada kelompok
manajemen usaha (X4) 89,60 persen, dan dengan masyarakat setelah menekuni usaha IKK ini
faktor pemasaran (X5) sebesar 95,27 persen. sebagai mata pencaharian pokok mereka selain
Dengan demikian, besarnya tingkat hubungan antara bertani. Kenaikan tingkat kesejahteraan ini
faktor-faktor tersebut secara parsial dapat dikatakan nampak lebih riil dan berarti lagi jika dilihat pada
sangat erat sekali, sehingga naik turunya tingkat kelompok perajin yang semula dari sebagai
produksi untuk pengentasan kemiskinan secara pedagang dan petani buruh.
parsial maupun simultan sangat tergantung pada 4) Hasil penelitian merekomendasikan masih perlu
kondisi masing-masing faktor tersebut. dilakukan penelitian lebih lanjut yang sifatnya
lebih luas dan lebih komprehensif, terutama
KESIMPULAN DAN SARAN terhadap beberapa hambatan pokok dan
sekaligus peluang dalam upaya meningkatkan
Kesimpulan produksi, pendapatan dan keuntungan bagi para
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas perajin ekonomi lemah atau miskin di pedesaan
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: atau daerah lain, sehingga keberadaan UMKM
termasuk IKK lainnya dapat meningkatkan
kesejahteraan diri dan masyarakat sekitarnya.

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 81


Saran Gujarati, Darmodar, 2003, Basic Econometric,
Fourth Edition, Mc Graw-Hill, Inc.
Bantuan modal usaha untuk pengembangan
produksi pada berbagai usaha IKK yang kecil ini Jaya, Wihana K., 2001, Ekonomi Industri; Konsep
masih perlu dan mutlak diberikan, tetapi bantuan Dasar, Strukur, Perilaku dan Kinerja Pasar, Edisi
cara memasarkan hasil produksi lebih mutlak 2, Yogyakarta: BPFE
diberikan. Bantuan dalam bidang pemasaran dapat Krisnamurti, Bayu, 2003, Usaha Mikro, Kecil dan
diberikan melalui keikutsertaan mereka dalam Menengah: Ekonomi Rakyat dengan Cara
berbagai iven pameran untuk mengenalkan produk Berekonomi Sendiri, Bogor: Pusat Studi
kepada para buyer asing atau pembeli dari luar Pembangunan, IPB.
daerah secara langsung. Jika bantuan diberikan Kuncoro, M., 2003, Usaha Kecil di Indonesia, Jurnal
melalui bantuan modal usaha (kredit) yang diberikan, Ekonomi & Kewirausahaan, Vol II, No. 1 Jan,
maka bantuan kredit sebaiknya yang lebih bersifat Bandung: ISEI
lunak dan tetap berprinsip berikan kailnya daripada
Pardede, F.R., 2000, Analisis Kebijakan Pengem-
umpan.
bangan Industri Kecil dalam Setiana, 2003,
Free Download, http:www.paramartha.org.
DAFTAR PUSTAKA
Prasetyo, P. Eko, 2008, Peran Usaha Mikro, Kecil
Anoraga, dan Djoko, 2002, Koperasi, Kewirausahan dan Menengah dalam Mendukung Program
dan Usaha Kecil, Jakarta: Rineka Cipta. Penanggulangan Kemiskinan, Jurnal Akmenika,
FE-UPY, Vol. 1.
Beattie Bruce R., and Taylor C.R., 1996, The
Economics of Production, Montana State Sosrodiharjo, Soedjito, 1995 Penyusunan Disain
University, John Wiley & Sons, Inc. Penelitian, Makalah Penataran Metodologi
Penelitian, Yogyakarta: Kopertis V.
Berg, Gerry C., 2003, Markets, Competition, and
Industrial Analysis; Modern Views in A New Sumodiningrat, G., 2002, Menanggulangi Kemis-
Economy, Journal in download, http://www. kinan Dengan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat,
aercafrica.org. Makalah Sarasehan, 5-6 Juli 2002, di UST,
Yogyakarta.
Brata, GA, 2003, Distribusi Spasial UKM di Masa
Krisis Ekonomi, Jurnal Ekonomi Rakyat, Tahun Sumodiningrat, Gunawan, 2003, Peranan Lembaga
II, No. 8. November Keuangan Mirko dalam Menanggulangi Kemis-
kinan Terkait Dengan Otonomi Daerah, Jurnal
Budiantoro, Setyo, 2003, RUU Lembaga Keuangan
Ekonomi Rakyat, Tahun II, No. 1, Maret.
Mikro: Jangan Jauhkan Lembaga Keuangan
dari Masyarakat, Jurnal Ekonomi Rakyat, Tambunan, Tulus, 2002, Usaha Kecil dan Menengah
Tahun II, No. 8, November. di Indonesia; Beberapa Isu Penting, Jakarta:
Salemba Empat.
Fadjri, Papan Ahmad, 2002, Pemikiran Dasar
Pengentasan Kemiskinan dalam Era Otonomi
Daerah, Warta Demografi, No. 1

82 Pengembangan Produksi Kerajinan . . . (Maisaroh: 70 - 82)


INDEK

Banking crisis (krisis perbankan): 50, 51, 53, 55, 58, Log-linear model (model log-linier): 41, 42, 45, 46,
59, 60 47, 48
Brain drain (migrasi intelektual): 29, 30 Macro economic indicator (indikator ekonomi makro):
capital factor (faktor modal): 22, 70, 81 3, 24, 50, 70

Economic base (basis ekonomi): 1, 3, 33 Marketing factor (faktor pemasaran): 70, 73, 81

Economic growth (Pertumbuhan ekonomi): 1, 2, 3, 9, Policy Strategic: 9


10, 12, 13, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, Poverty (kemiskinan): 63, 64, 65, 67, 68, 70, 71, 72,
26, 28, 29, 30, 32, 33, 36, 50, 59, 60, 63, 72 73, 74, 75, 77, 78, 79, 80, 81, 82
Empirical model (model empiris): 41, 48, 58, 59, 60 Private invesment (investasi swasta): 32, 33, 36, 37,
EWS-logit model: 50, 55, 56, 57, 58, 59 38, 39, 40

Fiscal capacity (kapasitas fiskal): 63, 64, 65, 66, 67, Quality of growth (kualitas pertumbuhan): 18, 23, 31,
68 20, 26, 28, 29, 30, 31

Fiscal policy (kebijakan fiskal): 40, 63, 65, 67, 68, 69 Rate of interest (suku bunga): 32, 33, 34, 36, 38, 39,
40, 42, 43, 53, 55, 56
Government expenditure and inflation (inflasi dan
pengeluaran pemerintah): 32, 33, 39, 40 Skill (keahlian): 70, 73, 77, 80, 81

Gross Regional Domestic Product (GRDP) (Produk small craftsment (industri kecil kerajinan): 70, 72, 76
Domestik Regional Bruto (PDRB)): 1, 2, 3, Technology (teknologi):
4, 9, 13, 14, 63, 65, 67, 68 Traffic jam (kemacetan lalu lintas): 9, 12, 14
Human capital (modal manusia): 18, 19, 20, 21, 22, Virtuous circle (proses menuju kebaikan/kemajuan):
23, 24, 26, 28, 30, 31 18, 22, 23
Linear model (model linier): 41, 42, 44, 45, 46, 47 Vicious circle (lingkaran setan): 22, 23

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008


UCAPAT TERIMA KASIH

Pada kesempatan nomer terbitan perdana ini, Redaksi Jejak Mengucapkan Terima Kasih kepada berbagai
pihak terutama kepada para mitra bestari yang telah membantu mengoreksi naskah ini sebelum diterbitkan
yakni:
1. Prof. Dr. Mudrajat Kuncoro, M.Soc.
(Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada Yogyakarta)
2. Prof. Dr. Tulus Haryono, MS.
(Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta)
3. Dr. R. Maryatmo, MA.
(Fakultas Ekonomi Universitas Atmajaya Yogyakarta)
4. Dr. Trenggonowati, MM.
(Fakultas Ekonomi Universitas Sultan Agung, Semarang)
5. Dr. Azwardi, M.Si.
(Fakultas Ekonomi Universitas Palembang)

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008


PEDOMAN RINGKAS
PENULISAN ARTIKEL JEJAK JEP FE UNNES

A. Ketentuan Umum:
1. Artikel lebih diutamakan hasil penelitian, dan kajian empiris atau hasil pemikiran konseptual dan kajian
teoritis dalam bidang ekonomi yang belum pernah dimuat dan tidak sedang dikirim ke terbitan/jurnal lain.
2. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia yang baku atau bahasa Inggris yang baik. Diketik 1 spasi untuk
abstrak serta 1,5 spasi untuk isi dengan font Arial 11 dan menggunakan ukuran kertas UNESCO A4, 210 x
297 mm sebanyak 15-20 halaman.
3. Artikel dikirim sebanyak satu eksemplar dan disertai soft copy dalam bentuk CD, atau disket atau USB
serta dilengkapi dengan riwayat hidup, alamat lembaga/instansi, dan e-mail atau nomor telpon.
4. Penilaian, penerimaan atau penolakan artikel oleh tim redaksi JEJAK berdasarkan pada Panduan
Akreditasi Berkala Ilmiah 2006 oleh LIPI dan DP2M serta taat pada pedoman atau kaidah selingkung
JEJAK. Hasil kemungkinan tentang penilaian artikel dapat berupa:
a. Diterima tanpa perbaikan
b. Diterima dengan sedikit perbaikan oleh redaksi
c. Diterima dengan perbaikan dari penulis
d. Ditolak karena kurang/tidak memenuhi syarat
5. Hasil tulisan sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

B. Ketentuan Khusus:
1. Sistematika Artikel
a. Sistematika penulisan di JEJAK harus lengkap dan bersistem baik yang mengikuti kaedah-kaedah
selingkung dan ciri berkala ilmiah sebagai berikut:
1). Sistematika artikel hasil penelitian: judul; nama penulis (tanpa gelar akademik); abstrak (maksimum
200 kata berisi tujuan, metode dan hasil penelitian); kata kunci; pendahuluan yang berisi latar
belakang penelitian, pokok masalah serta tujuan penelitian; landasan teori yang berisi penelitian
sebelumnya dan landasan teori yang digunakan; metode penelitian; hasil dan pembahasan;
simpulan dan saran; serta daftar pustaka.
2). Sistematika artikel hasil pemikiran konseptual: judul; nama penulis (tanpa gelar akademik); abstrak
(maksimum 200 kata); kata kunci; pendahuluan berisi latar belakang dan ruang lingkup tulisan;
pembahasan berisi bahasan utama yang dapat dibagi ke dalam sub-bagian; penutup; serta daftar
pustaka.
b. Penulis artikel pada JEJAK JEP FE UNNES dituntut untuk menggunakan bahasa analisis secara tajam, jelas,
lengkap, kritis, argumentatif dan informatif serta komplementer yang dilengkapi seperti; gambar, foto, tabel,
grafik, model dan sebagainya untuk mendukung pemaparan analisis deskriptif dan sintesisnya.
c. Gaya selingkung berkala sistem pengacuan pustaka harus baku dan ditulis secara konsisten diurutkan
menurut alfabetis (nama, tahun, urut abjad) mengikuti sistem Harvard.
1) Untuk buku ditulis dengan urutan: Nama pengarang, Tahun, Judul Buku, Edisi, Kota penerbit: Nama
penerbit.

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008


2) Untuk jurnal/majalah/terbitan berkala ditulis dengan urutan: Nama penulis, Tahun, Judul tulisan, Nama
jurnal/majalah, Vol., No., Hal., Kota penerbit: Nama penerbit.
3) Untuk tulisan/karangan yang merupakan bagian dari buku ditulis dengan urutan: Nama pengarang,
Tahun, Judul tulisan/karangan, dalam (atau in) nama Editor (Ed), Judul buku, Hal. (pp.), Kota
penerbit, Nama penerbit.
4) Untuk rujukan dari internet, tanggal akses atau tanggal down load harus dicantumkan.
5) Untuk rujukan dari koran ditulis dengan urutan: Nama penulis, (anonim, jika tidak ada pengarangnya),
Tahun, bulan, tanggal, Judul tulisan, Nama koran, Nomor halaman, (kolom).

2. Isi dan Aspirasi Wawasan


a. Aspirasi wawasan penulisan artikel di JEJAK minimal berwawasan nasional atau regional serta lebih
diharapkan mampu berwawasan internasional, sehingga sumbangan berkala artikel dalam JEJAK untuk
kemajuan IPTEK adalah sangat tinggi. Artinya, sekalipun kajian isi artikel sifatnya tetap sangat spesifik dari
suatu disiplin ilmu JEJAK, tetapi jangkauan wawasan artikel yang ditulis dengan bahasa baku yang baik
dan lebih bersifat keuniversalan akan lebih dipentingkan dibandingkan dengan kenasionalan apalagi
kelokalan.
b. Sumbangan berkala pada IPTEK yang dimaksud diukur dari derajat keorisinalan dan makna kontribusi
ilmiah temuan/gagasan/hasil pemikiran dalam tulisan yang dimuatnya harus tetap sesuai dengan bidang
disiplin Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan JEJAK.
c. Bobot isi kemutakhiran bahan yang diacu dan ketajaman analisis serta sinteksis yang dilakukan secara kritis
serta peranannya dapat berfungsi sebagai pemacu kegiatan penelitian berikutnya sangat diutamakan.
Karena itu, penarikan kesimpulan yang mampu mencetuskan teori baru atau metode/model ilmiah baru
yang dituangkan secara mapan dan lebih bermakna ilmiah akan lebih diutamakan daripada kesimpulan
dangkal dan saran bahwa penelitiannya perlu dilanjutkan.

3. Format Artikel

JUDUL
Judul artikel harus ditulis spesifik dan efektif, tidak boleh disingkat dan tidak lebih dari 14 kata dalam tulisan
berbahasa Indonesia, atau 10 kata bahasa Inggris, sehingga sekali dibaca dapat ditangkap maksudnya secara
komprehnsif. Keefektifan judul harus bersifat baku dan lugas.

Nama Penulis
Nama penulis artikel ditulis baku dan lengkap tanpa gelar akademis, dan di bawah nama penulis disertai alamat
lembaga dan alamat e-mail.

ABSTRAK
Abstrak ditulis secara gamblang, utuh dan lengkap mengambarkan esensi keseluruhan tulisan, dan abstrak
bukan ringkasan. Isi abstrak maksimal 200 kata yang meliputi tujuan penelitian atau penulisan artikel, metode
yang digunakan, hasil atau kesimpulan. Jika artikel ditulis dalam bahasa Indonesia, maka abstrak harus ditulis
dalam bahasa Inggris. Tetapi, jika artikel ditulis dalam bahasa inggris, maka abstrak tetap dalam bahasa inggris
saja.

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008


Kata Kunci
Di bawah abstrak disertai kata kunci. Kata kunci ini harus dipilih secara cermat, sehingga mencerminkan
konsep yang dikandung artikel terkait, dan merupakan kelengkapan artikel ilmiah untuk membantu
keteraksesan artikel yang bersangkutan.

PENDAHULUAN
Tidak hanya berisi latar belakang masalah pentingnya penelitian tersebut dilakukan, tetapi juga berisi pokok
masalah, serta tujuan penelitian dan sintesa dari artikel yang ditulis oleh penulis.

LANDASAN TEORI
Berisi penelitian sebelumnya yang mendukung penguatan pentingnya penelitian atau artikel tersebut perlu
dilakukan dan landasan teori yang benar-benar digunakan dalam artikel tersebut, serta hipotesis penelitian jika
ada.

METODE PENELITIAN
Menguraikan desain riset atau tata cara penelitian secara rinci (metode, jenis data, sumber data, teknik
pengumpulan data, dan model analisis data serta cara penafsiran atau cara interprestasi hasil penelitian)

HASIL DAN PEMBAHASAN


Berisi hasil penelitian yang sewajarnya dan dianggap paling menonjol yang disusun secara sistematis, informatif
dan kritis serta ditulis dalam bentuk bahasa yang baku (baik dan benar). Hasil pengolahan data yang disajikan
harus selektif dan mampu menggunakan fasilitas penjelas secara informatif dan kritis sehingga tidak
memberikan informasi yang berulang. Ingat semua penulis artikel Jejak dituntut untuk menggunakan bahasa
analisis secara tajam, jelas, lengkap, kritis, argumentatif dan informatif serta komplementer sementara; gambar,
foto, tabel, grafik, model dan sebagainya bukanlah hasil pokok tetapi, hanya untuk mendukung pemaparan
analisis deskriptif dan sintesisnya yang kritis dan argumentatif. Pembahasan hasil merupakan analisis atau
argumentasi kritis mengenai relevansi hasil dengan teori dan fakta empiris, manfaat serta kemungkinan
pengembangan yang lebih bermakna ilmiah dan univesal. Artinya, kepioniran isi artikel ditentukan oleh
kemutakhiran state-of-the-art IPTEK yang dikandung, kecanggihan sudut pandang dan ketepatan pendekatan
yang digunakan serta kebaruan temuan bagi pengembangan ilmu.

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan harus dapat dirumuskan dengan tajam, tegas, cermat, singkat dan jelas serta berdasarkan fakta
temuan empiris dalam penelitian atau hasil pemikiran kritis yang mampu memacu penelitian berikutnya. Saran
atau rekomendasi jika ada harus tegas, dan jelas serta bersifat operasional dan tetap harus terkait dengan
hasil penelitian ilmiah yang ditemukan.

DAFTAR PUSTAKA
Berisi daftar bacaan yang aktual dan hanya berisi sumber acuan yang digunakan saja serta harus mengikuti
sistematika seperti yang telah dijelaskan di atas. Daftar rujukan bacaan diharapkan 85% dari referensi buku
atau jurnal-jurnal ilmiah terbaru maksimal terbitan 10 tahun terakhir. Semakin tinggi pustaka primer yang diacu
akan semakin baik dan makin bermutu artikel tersebut, tetapi semakin sering penulis mengacu pada diri sendiri
(self citation) akan dapat mengurangi prioritas penilaian berkala dan penolakan dimuatnya artikel.

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008


DESAIN SISTEM PENGELOLAAN ATIKEL JEJAK
DI JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI UNNES
ISSN 1979-715X

PENULIS PENYUNTING PENYUNTING PERCETAKAN/


ARTIKEL PELAKSANA AHLI DISTRIBUSI
Penyampaian Naskah Pemeriksaan Cetak
Naskah Diterima Isi/Materi Jurnal

Pemeriksaan
Naskah Teknis
Distribusi
Jurnal
Tidak Laik Ya

Tidak
Laik

Ya
Editing/
Sunting

Desain/Setting
Pracetak

Master
Jurnal

Ketentuan Umum:
6. Artikel dikirim sebanyak satu eksemplar dan disertai soft copy dalam bentuk CD, atau disket atau USB
serta dilengkapi dengan riwayat hidup, alamat lembaga/instansi, dan e-mail atau nomor telpon.
Pengiriman artikel juga dapat melalui email: jejak_fe@staff.unnes.ac.id atau jejak_feunnes.yahoo.com

7. Penilaian, penerimaan atau penolakan artikel oleh tim redaksi JEJAK berdasarkan pada Panduan
Akreditasi Berkala Ilmiah 2006 oleh LIPI dan DP2M serta taat pada pedoman atau kaidah selingkung
JEJAK. Hasil kemungkinan tentang penilaian artikel dapat berupa:
a). Diterima tanpa perbaikan
b). Diterima dengan sedikit perbaikan oleh redaksi
c). Diterima dengan perbaikan dari penulis
d). Ditolak karena kurang/tidak memenuhi syarat

8. Hasil tulisan sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis dan redaksi tidak berkewajiban mengembalikan
artikel yang ditolak.

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008

Anda mungkin juga menyukai