PENDAHULUAN
Latar Belakang
Setiap industri, proses, bangunan atau fasilitas apapun selalu memerlukan listrik.
Dengan demikian, kesinambungan ketersediaan listrik perlu dijaga setiap saat.
Kegagalan suatu komponen akan dapat berakibat pada berhentinya pasokan listrik.
Padahal seiring dengan waktu, proses degradasi material dapat menyebabkan cacat
pada komponen listrik dan permukaan sentuh. Cacat tersebut dapat mengurangi
sifat konduktor listrik. Akibatnya ketika arus mengalir, panas disipasi yang
berlebihan dapat merusak atau mengakibatkan kegagalan suatu komponen listrik.
Untuk menghindari hal tersebut, pemeliharaan sistem kelistrikan harus tepat.
Proses penuaan yang ditandai dengan degradasi material adalah suatu proses yang
tidak bisa dihindari, namun masih dapat dikendalikan. Di bidang kelistrikan, proses
degradasi material dapat menyebabkan cacat pada komponen dan permukaan
sentuh. Cacat tersebut dapat mengurangi sifat konduktor listrik. Dengan naiknya
tahanan listrik, maka arus yang mengalir menjadi terhambat. Akibatnya efek Joule
menghasilkan panas disipasi berlebihan. Pada giliran berikutnya ketika temperatur
operasi meningkat, maka umur pengoperasian suatu komponen berkurang.
Rumusan Masalah
Tujuan
Batasan Masalah
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Pemeliharaan
2.1.1 Pengertian Pemeliharaan
Pemeliharaan adalah kegiatan yang meliputi rangkaian tahapan kerja
mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga pengendalian dan
evaluasi pekerjaan pemeliharaan gardu Distribusi yang dilakukan
secara terjadwal (schedul) ataupun tanpa jadwal
2.1.2 Tujuan Pemeliharaan
1. Aman ( safe) bagi manusia dan lingkungannya.
2. Andal ( reable ).
3. Kesipan ( avaibility ) tinggi.
4. Unjuk kerja ( performance ) baik.
5. Umur ( live time ) sesuai desain.
6. Waktu pemeliharaan ( down time ) efektif.
7. Biaya pemeliharaan ( cost ) efisien / ekonomis
1. Apa ya
2. Apa ya
3. Apa ya
4. Apa ya
2.2. Temperature dan Infrared Thermography
Temperatur merupakan variabel yang paling mudah dipantau. Hampir semua
fenomena alam akan mengakibatkan tejadinya perubahan temperatur.
Pengukuran temperatur dapat dilakukan baik secara kontak maupun non-
kontak. Sebagian besar pengukuran dengan metode kontak dilakukan dengan
menggunakan termometer dan termokopel. Sedangkan pengukuran non-
kontak menggunakan sensor infra merah yang semakin banyak
dikembangkan dan mulai banyak digunakan. Pengukuran non-kontak
didasarkan pada teori Plank, bahwa semua benda yang bertemperatur di atas
0oK memancarkan sinar infra merah[1,2].
Dalam makalah ini, topik yang dibahas adalah teknik thermography. Dengan
teknik ini suatu pemantauan kondisi dilakukan melalui pengukuran panas
dengan mengukur temperatur absolut ataupun relatif pada bagian tertentu
dari sebuah peralatan. Temperatur abnormal yang sering disebut dengan
istilah titik panas atau hot spot mengindikasikan adanya masalah yang
sedang berkembang.
Gambar 1
Sinar infra merah dibagi atas tiga daerah (Arifin Eka S: 2009), yaitu:
a+r+t=1
keterangan:
a : absorption (penyerapan)
t : transmission (pengiriman)
r : reflection (pantulan)
Kondisi penyerapan dan pemantulan yang ideal dimiliki benda hitam (blackbody)
yaitu sebuah benda yang mampu menyerap seluruh radiasi panas yang diterimanya
dan memantulkannya kembali. Sebuah benda hitam (blackbody) akan mempunyai
kemampuan menyerap radiasi yang berbanding lurus dengan kemampuan
memancarkan radiasi (Arthur Beiser :1992:330).
Thermography inframerah merupakan teknik thermography yang menggunakan
gelombang inframerah. Salah satu ciri yang dimiliki teknik thermography jenis ini
adalah penggunaan detektor inframerah. Thermography Inframerah merupakan
thermography yang menggunakan detektor inframerah (Ari satmoko :2008).
Detektor inframerah berfungsi untuk menangkap gelombang radiasi panas yang
dipancarkan benda. Radiasi yang diterima kemudian diterjemahkan dalam bentuk
gambar termal atau termograms melalui Sistem Prosesing Sinyal. Skema termografi
inframerah dapat dilihat pada
gambar 2.
I = e s T4
Dengan :
Panjang gelombang pada energi puncak yang terjadi pada suatu suhu benda hitam
(black body) dapat diperoleh dengan manipulasi hukum Planck. Hasilnya adalah
hukum pergeseran Wien :
= b/T
= Panjang Gelombang dimana energi puncak dipancarkan (m)
Menurut Arthur Beiser (1992:336) radiasi benda yang dipancarkan sebuah benda
pada suhu kamar sebagian besar berada pada daerah inframerah. Hal ini
menunjukkan bahwa benda akan mudah memancarkan radiasi inframerah sehingga
penggunaan teknik thermography dengan inframerah lebih mudah dilakukan.
Dengan menangkap radiasi inframerah yang dipancarkan sebuah benda
thermography inframerah kemudian menghasilkan sebuah gambar distribusi suhu
benda yang disebut Thermogram (Ari satmoko:2008). Daerah yang mempunyai
suhu yang lebih tinggi akan mempunyai warna sesuai dengan skala pada
thermography. Thermography Inframerah mampu menciptakan gambar distribusi
panas permukaan sebuah benda yang bersuhu -50 oC sampai dengan 2000oC
(Ndari : 2009). Suhu benda yang dapat diukur dengan thermography inframerah
mempunyai rentang yang jauh. Keadaan ini memungkinkan thermography
inframerah dapat digunakan pada berbagai benda baik makhluk hidup maupun
benda benda lain yang mempunyai suhu tinggi. Rentang panjang gelombang radiasi
yang dapat ditangkap dengan thermography inframerahpun cukup panjang.
Thermography dengan inframerah mampu mendeteksi benda dengan panjang
gelombang 7,5 sampai dengan 13 mm (M Ozgun Korukcu, Muhsin Kilic dkk:2009).
Contoh tampilan citra hasil thermography inframerah seperti pada gambar 3.
Apabila dilihat secara kasat mata dari gambar visual (gambar b) tidak terlihat
adanya indikasi kerusakan pada komponen (bushing trafo). Dengan menggunakan
InfraRed Camera, kita bisa mendapatkan gambar termogramnya (gambar a), dari
gambar tersebut kita mendapatkan suhu dan distribusi suhu pada komponen
(bushing trafo) tersebut. Tiap warnanya, menunjukan suhu yang berbeda, semakin
merah suhunya semakin tinggi, dan semakin biru suhunya semakin rendah.
Sehingga dari gambar tersebut dapat kita ketahui adanya kenaikan suhu pada salah
satu bushing trafo (phase T), hal ini dapat menunjukkan adanya indikasi
masalah/kerusakan yang diduga disebabkan karena koneksi kendor atau kotor.
Penembakan dengan kamera infra merah pada jaringan listrik yang sedang
beroperasi menghasilkan sebuah pola temperatur pada permukaan sebuah
benda. Peralatan yang mengalami penurunan unjuk kerja akan menghasilkan
suatu fenomena anomali. Melalui interpretasi tertentu, sumber panas yang
menghasilkan pola penyimpangan temperatur tersebut dapat ditelusuri.
Dengan diketahuinya penyebab penyimpangan temperatur sedini mungkin,
perbaikan ataupun perawatan suatukomponen listrik dapat dilakukan jauh
sebelum komponen tersebut mengalami kegagalan. Dengan demikian
kegagalan komponen atau bahkan kecelakaan yang mungkin timbul dapat
dicegah.
Thermography infra merah telah banyak digunakan untuk menginspeksi
komponenkomponen pada sistem jaringan listrik, seperti misalnya jalur
distribusi, sekering, MCB, bus bar, kontaktor, panel distribusi, kabel listrik,
papan switching, trafo, beban tidak merata, beban berlebih, dan sebagainya.
Penerapan teknik thermography tidak hanya terbatas pada tegangan tinggi,
namun dapat pula diterapkan pada jaringan menengah dan rendah. Bahkan,
thermography juga diterapkan untuk memeriksa komponen elektronik
ataupun papan PCB.
PTRKN memiliki kamera infra merah yang dapat merekam pola atau distribusi
temperatur suatu permukaan. Dengan menggunakan kamera ini, inspeksi
thermography telah dilakukan terhadap jaringan listrik. Berikut ini beberapa hasil
inspeksi yang telah dilakukan dengan menggunakan kamera infra merah.
LVMDP adalah panel utama distribusi listrik di Gedung PTRKN. Mengingat usia
jaringan listrik yang sudah begitu tua, dimungkinkan adanya cacat komponen
akibat dari proses degradasi yang membuat jalur listrik menjadi terhambat. Jaringan
listrik yang berasal dari trafo PLN didistribusikan ke semua gedung dan fasilitas
laboratorium melalui panel utama ini. Inspeksi thermography dilakukan terhadap
panel ini. Hasil thermography menunjukkan adanya titik panas yang
mengindikasikan adanya ketidak beresan di sekitar titik tersebut (lihat anak panah
pada Gambar 3).
KESIMPULAN
Mengingat listrik merupakan jenis energi yang sangat vital, maka kesinambungan
ketersediaan listrik perlu dijaga setiap saat. Kegagalan suatu komponen akan dapat
berakibat pada berhentinya pasokan listrik. Untuk menghindari hal tersebut,
pengoperasian dan pemeliharaan sistem kelistrikan harus tepat. Model
pemeliharaan prediktif dengan memantau suhu melalui inspeksi thermography
merupakan model pemeliharaan yang tepat. Bahkan evaluasi lanjutan dari hasil
thermography dapat mengarah pada pemeliharaan proaktif yang dapat
memperpanjang umur operasi suatu peralatan. Dari pengalaman inspeksi, terbukti
bahwa teknik thermography dapat mendeteksi anomali suatu komponen listrik
secara dini. Apabila diikuti dengan perbaikan sesegera mungkin, maka kegagalan
komponen dapat dicegah. Hal ini akan dapat menjaga kesinambungan ketersediaan
listrik setiap saat.
DAFTAR PUSTAKA