Anda di halaman 1dari 4

Bradikardi merupakan kondisi saat denyut jantung kurang dari 60 kali permenit.

Orang
normal pada umumnya memiliki kecepatan denyut jantung antara 60-100 kali permenit. Namun,
pada orang-orang yang jantungnya terlatih, seperti atlet, denyut jantungnya dapat kurang dari 60
kali permenit. Jika jantung kurang terlatih seperti pada mereka yang jarang berolahraga atau
beraktifitas fisik, denyut jantung cenderung lebih cepat. Hal tersebut berkaitan dengan curah
jantung yang lebih tinggi tiap kali jantung memompa pada mereka yang jantungnya terlatih
dibandingkan yang tidak.

Meskipun batasan bradikardia adalah 60 kali permenit, tetapi umumnya tanda dan gejala akan
dapat timbul apabila denyut jantung kurang dari 50 kali permenit. Pasien dapat menunjukan
gejala sesak napas, nyeri dada, pusing, penurunan kesadaran, lemah, maupun pingsan. Pada
pemeriksaan bisa didapatkan kondisi hipotensi, syok, edema paru serta akral dingin dengan
penurunan produksi urin.

Dalam situasi gawat darurat, selalu nilai kesesuaian denyut jantung dengan kondisi klinis.
Apabila pasien tidak menunjukan gejala dan tanda yang berarti, pasien cukup dimonitor dan
diobservasi. Namun, jangan lupa untuk tetap melakukan penilaian ABC. Pastikan jalan napas
paten dan tidak ada gangguan dalam bernapas. Jika terdapat hipoksemia, ditandai dengan
penurunan saturasi atau pasien mengalami gangguan pola napas, berikan oksigen sesuai
kebutuhan. Selanjutnya lakukan penilaian tekanan darah serta identifikasi irama. Siapkan juga
akses intravena serta pemeriksaan EKG 12 sadapan. Pemeriksaan EKG tidak boleh membuat
penundaan terapi bradikardi.

Hal yang harus segera dipastikan apabila menjumpai pasien dengan denyut nadi kurang dari atau
sama dengan 50 kali permenit adalah apakah bradikardia tersebut menyebabkan hipotensi,
penurunan kesadaran, tanda-tanda syok, nyeri dada iskemia atau gagal jantung akut? Jika tidak,
pasien cukup dimonitor dan diobservasi. Jika iya, pasien perlu mendapatkan penanganan lebih
lanjut.

Atropin menjadi pilihan utama pada pasien bradikardi kecuali pada kasus AV blok derajat 2 tipe 2
atau AV blok total. Pada kedua kasus tersebut, yang perlu segera dilakukan adalah pemasangan
pacu jantung transkutan sambil menunggu pemasangan pacu jantung transvena.

Atropin diberikan secara intravena dengan dosis 0.5 mg bolus. Jika belum didapatkan denyut
jantung target, pemberian atropin dapat diulang setiap 3-5 menit hingga 6 kali. Total dosis atropin
maksimal adalah 3 mg.

Apabila ternyata dengan pemberian atropin dosis maksimal target denyut jantung belum tercapai,
dapat dipilih salah satu dari 3 terapi yaitu pacu jantung transkutan, dopamin drip atau epinefrin
drip. Sebelum dilakukan pemasangan pacu jantung, pasien disedasi. Pacu jantung transkutan
dilakukan dengan menggunakan alat defibrilator Hanya saja pedal defibrilator diganti dengan
patch untuk pacu jantung. Masing-masing patch diletakan di posisi sternum dan apeks (lokasi
yang serupa dengan defibrilasi). Kemudian, mode yang digunakan adalah mode pacemaker. Kita
dapat menentukan pilihan denyut jantung apakah selalu tetap, fixed, (alat akan memacu jantung
dengan frekuensi yang tetap sebagaimana yang kita pilih) atau sesuai kebutuhan, demand, (alat
akan memacu jantung dengan frekuensi yang berubah-ubah sesuai dengan denyut jantung pasien
sehingga total denyut jantung dalam satu menit sama dengan pilihan yang kita pilih). Namun,
yang direkomendasikan adalah mode demand sehingga denyut jantung akan tetap dalam
kisaran yang kita harapkan, misalnya 60-80 kali permenit.
Pengaturan lain yang perlu kita atur adalah kuat arus. Target pemilihan kuat arus adalah untuk
memastikan terjadi capture dari pacu jantung. Maksudnya adalah setiap kali alat memacu
jantung selalu diikuti dengan QRS. Hal ini dapat kita pantai pada gambaran EKG. Ada dua
metode yang bisa kita terapkan dalam memilih kuat arus. Yang pertama adalah memilih dari kuat
arus paling rendah, kemudian dinaikan hingga terjadi capture. Kemudian, tambahkan sekitar 5
mA dari kuat arus terendah yang sudah capture. Diharapkan irama tetap capture meski pasien
bergerak-gerak. Metode kedua adalah langsung menggunakan kuat arus yang tinggi (yang mana
sudah terjadi capture), kemudian diturunkan hingga tidak lagi capture. Selanjutnya, kuat arus
yang dipilih adalah kuat arus terakhir yang masih capture.

Selain pacu jantung transkutan, kita dapat memilih menggunakan obat (kecuali pada AV blok
derajat 2 tipe 2 atau AV blok total yang mana pilihannya adalah pacu jantung) yaitu dopamin atau
epinefrin. Dopamin diberikan secara drip intravena. Dosis dopamin pada bradikardia lebih rendah
apabila tidak disertai dengan kasus hipotensi dan syok yaitu 2-10 mcg/kgBB/menit. Sementara
pada kasus hipotensi dan syok dosis dopamin adalah 2-20 mcg/kgBB/menit. Hal tersebut
dikarenakan pada dosis >10 mcg/kgBB/menit dopamin menyebabkan vasokonstriksi. Apabila
terjadi bradikardi disertai dengan tekanan darah yang rendah, dopamin dengan dosis yang dapat
menyebabkan vasokonstriksi tetap baik diberikan.

Sementara itu, epinefrin drip intravena dosisnya adalah 2-10 mcg/menit (tidak menggunakan
kgBB). Selanjutnya, dilakukan pengawasan perkembangan pasien serta konsultasi pada ahli.
Perlu dinilai juga akan kemungkinan pasien memerlukan pacu jantung transvena.

Daftar Pustaka
Putranto BH, Kosasih A. Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut : Bradikardia. Ed
2015. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular; 2015. P. 41-3.

Anda mungkin juga menyukai