Anda di halaman 1dari 128

UNIVERSITAS INDONESIA

Uji Aktivitas Antioksidan dan Karakteristik Fitokimia pada Kopi Luwak


Arabika dan Pengaruhnya terhadap Tekanan Darah
Tikus Normal dan Tikus Hipertensi

TESIS

Erna Ciptaningsih
0806422050

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


DEPARTEMEN FARMASI
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEFARMASIAN
DEPOK
JUNI 2012

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


UNIVERSITAS INDONESIA

Uji Aktivitas Antioksidan dan Karakteristik Fitokimia pada Kopi


Luwak Arabika dan Pengaruhnya terhadap Tekanan Darah
Tikus Normal dan Tikus Hipertensi

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Farmasi

Erna Ciptaningsih
0806422050

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


DEPARTEMEN FARMASI
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEFARMASIAN
DEPOK
JUNI 2012

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
UCAPAN TERIMA KASIH

Saya mengucapkan syukur atas segala karunia dan nikmat yang Allah SWT telah
berikan sehingga tugas akhir ini dapat kami selesaikan. Penulisan tesis ini dilakukan
dalam rangka memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar Magister Farmasi
Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Indonesia. Terima kasih yang sebesar-besarnya saya tujukan kepada :
1. Bapak Dr. Abdul Munim, M.Si., Apt., selaku pembimbing pertama yang telah
banyak meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan evaluasi, semoga
Allah senantiasa merahmati Bapak dan keluarga.
2. Ibu Dra. Retnosari Andrajati, M.S., Ph.D., Apt., selaku pembimbing kedua yang
selalu mendorong dan membimbing, semoga Allah senantiasa mencintai Ibu dan
keluarga.
3. Prof. Dr. Sumali Wiryowidagdo, sebagai evaluator, terimakasih untuk masukan-
masukannya, semoga Allah senantiasa memberikan karunia dan rahmat untuk
Bapak dan keluarga.
4. Prof. Dr. Effionora Anwar M.S., Apt., selaku Ketua Program Pasca Sarjana
Farmasi Universitas Indonesia yang tidak bosan mendorong untuk menyelesaikan
tugas akhir ini, semoga Allah senantiasa menyayangi Ibu dan keluarga.
5. Dr. Berna Elya M.Si., Apt., selaku dosen fitokimia yang selalu memberikan
perhatian dan bantuan, semoga Allah senantiasa memberikan hidayah dan rahmat
untuk Ibu dan keluarga.
6. Pak Rudi, yang dengan ikhlas menyumbangkan kopi luwak produksinya untuk
diteliti, semoga Allah senantiasa melimpahkan rizki yang luas dan barokah untuk
Bapak dan keluarga.
7. Ulfa, Pak Surya, Slamet dan Mas Agus terimakasih mendalam untuk bantuannya,
Allah yang akan membalas kebaikan kalian dan semoga mencapai sukses dunia
akhirat.
8. Dita, Jenifer, Yiska, Septi, Wardah, Wita, Ali, Ryan, Nia, Anju, Yunita, Putu,
Atika, Salmi, Dian, Lutfa, Aktsar dan adik-adik kelas yang tak bisa disebutkan satu
persatu, yang tak bosan-bosan untuk membantu, memberitahu dan menularkan
semangat, semoga Allah pun akan selalu memudahkan langkah kalian.

v Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


9. Pak Maruf dan Pak Suroto satpam Farmasi yang selalu setia menemani hingga
hari berganti terang.
10. Seluruh staf pengajar dan karyawan serta rekan-rekan mahasiwa Program Studi
Magister Ilmu Kefarmasian Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah
membantu proses penelitian dan penyusunan tesis ini.

Tidak lupa kepada kedua orang tua, doa dan amal sholeh mereka yang membuat
penelitian ini menjadi lancar, suami tercinta Fahmi Wibawa dan dua anak-anakku
Dzaki dan Farah, terimakasih untuk doa dan pengorbanan lahir batin kalian, juga untuk
Susi, Siti, dan Tuti yang amanah menjaga rumah dan tugas-tugas kalian, serta seluruh
kelurga besar yang selalu mendukung dan mendoakan, semoga kita selalu
dikumpulkan dengan limpahan kasih sayang Allah.

Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada
tesis ini. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi umat dan bangsa Indonesia
khususnya.

Penulis

2012

vi Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
ABSTRAK

Nama : Erna Ciptaningsih


Program Studi : Magister Ilmu Kefarmasian
Judul : Uji Aktivitas Antioksidan dan Karakteristik Fitokimia pada Kopi
Luwak Arabika dan Pengaruhnya terhadap Tekanan Darah Tikus
Normal dan Tikus Hipertensi.

Dari penelitian sebelumnya telah diketahui bahwa Kopi Luwak memiliki kadar kafein
yang lebih tinggi dari pada kopi bukan luwak. Data tentang aktivitas antioksidan,
fitokimia , dan pengaruh Kopi Luwak terhadap tekanan darah belum banyak diketahui
seperti halnya kopi bukan luwak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
aktivitas antioksidan, fitokimia dan pengaruh Kopi Luwak Arabika terhadap tekanan
darah pada tikus normal dan tikus hipertensi. Penelitian ini merupakan penelitian
eksperimental laboratorium dan preklinis dengan rancangan pre-post test control
group design pada 3 kelompok tikus normal dan 3 kelompok tikus hipertensi dengan 1
kelompok kontrol normal dan 1 kelompok kontrol hipertensi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan dan kadar senyawa fenol Kopi Luwak
Arabika lebih rendah dari pada Kopi Arabika. Kadar kafein Kopi Luwak Arabika lebih
tinggi dibanding dengan Kopi Arabika. Kopi Luwak Arabika memiliki efek kronis
hipotensif pada tikus hipertensi dengan berbagai dosis (p0,05). Terdapat perbedaan
yang bermakna (p0,05) efek hipotensif pada dosis 0,9 dengan 0,18 dan 0,36
mg/200 g bb tikus/hari. Tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0,05) antara dosis 0,18
dan 0,36 mg/200 g bb tikus/hari. Kopi Luwak Arabika dengan variasi dosis tidak
mempengaruhi tekanan darah tikus normal.

Kata Kunci: Kopi Luwak, tekanan darah, aktivitas antioksidan, fenol, kafein
Xii + 112 halaman; 13 gambar; 16 tabel
Daftar acuan ; 121 (1958-2012)

viii Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


ABSTRACT

Name : Erna Ciptaningsih


The Study Program : Master of Pharmaceutical Sciences
Title : In Vitro Antioxidant Activity and Phytochemical
Characteristics of Kopi Luwak and Its Affect on Blood
Pressure in Normotensive and Hypertensive Rats.

It was found in the previous studies that Civet Coffee (Kopi Luwak) had content higher
caffeine than regular coffee. The effects of Kopi Luwak on blood pressure have not been
studied yet. Furthermore, research on antioxidant activity, phytochemicals, and its affect
on blood pressure has not been done yet. The purpose of this study was to determine
antioxidant activity and phytochemistry of Arabica Kopi Luwak , and its affect on blood
pressure in normotensive and hypertensive rats. This study was an experimental
laboratory and preclinical studies which was designed with pre-post test control group
design in normotensive and hypertensive rats, which were divided into 3 groups of
normotensive rats, 3 groups of hypertensive rats, 1 group of normotensive control rats,
and 1 group of hypertensive control rats. The results showed that the antioxidant activity
and total phenols content of Arabica Kopi Luwak were lower than Arabica Coffee, and
the caffeine content was higher than Arabica Coffee. The Arabica Kopi Luwak had effect
on chronic hypotensive with various doses (p0.05). There were significant differences
(p0.05) between 0.9 and 0.18 with 0.36 mg/200 g bw/day doses but these no
significant differences (p>0.05) among 0.18 with 0.36 mg/200 g bw/day doses.
Arabica Kopi Luwak didnt affect on blood pressure in normotensive and hypertensive
rats with different doses.

Key Words : Kopi Luwak, blood pressure, antioxidant activity, phenols, caffeine.
xii + 112 pages ; 13 pictures, 16 tables
References : 121 (1958-2012)

ix Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME................................................ ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................... iv
UCAPAN TERIMA KASIH..................................................................................... v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH.............................. vii
ABSTRAK .................................................... viii
ABSTRACT . ............................................................................ ix
DAFTAR ISI .......................................................................... x
DAFTAR TABEL...................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... xv

BAB 1. PENDAHULUAN.................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah................................................ 3
1.3 Jenis Penelitian ................................................................................... 3
1.4 Hipotesis................................................................................................. 3
1.5 Tujuan Penelitian .................................................................................. 3
1.6 Manfaat Penelitian ............................................................................... 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 5


2.1 Kopi.... .................................................................................................. 5
2.1.1 Sejarah....................................................................................... 5
2.1.2 Taksonomi................................................................................. 5
2.1.3 Jenis-Jenis Kopi..................................... 6
2.1.3.1 Kopi Arabika (Coffea arabica)......................... 6
2.1.3.2 Kopi Robusta (Coffea robusta).................................... 7
2.1.4 Pengolahan Produk Kopi ........................................................ 7
2.1.5 Manfaat dan Efek Samping Kopi............................................. 8
2.2 Kopi Luwak................................................................... 1111
2.2.1 Sejarah....................................................................................... 11
2.2.2 Pembuatan................................................................ 12
2.2.3 Fitokimia................................................................................. 12
2.3 Fitokimia Kopi.............................................................. 14
2.3.1 Alkaloid............................... 15
2.3.2 Saponin...................................................................................... 18
2.3.3 Senyawa Fenol.......................................................................... 18
2.3.3.1 Flavonoid.................................................................. 19 19 .......
2.3.3.2 Tanin ............................................................................ 20
2.4 Aktivitas Antioksidan pada Polifenol............................................ 22

x Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


2.4.1 Aktivitas Antioksidan terhadap Tekanan Darah................... 25
2.4.2 Metode Pengukuran Aktivitas Antioksidan.......................... 28
2.4.2.1 DPPH..................................................................... 28
2.4.2.2 ABTS+.................................................................. 29
2.4.2.3 Superoksida Anion Radikal .................................. 30
2.5 Ekstraksi................................................................................................. 31
2.6 Model Hewan Hipertensi.................................................................. 33
2.6.1 Model Tikus Hipertensi karena Stres................................... 33
2.6.2 Model Spontaneous Hypertension Rat . ............................... 34
2.6.3 Model Tikus Hipertensi karena Pemberian
Mineralokortikoida................................................................ 34
2.6.4 Model Tikus Hipertensi karena Inaktivasi NO (Nitrit
Oksida)................................................................................... 35
2.6.5 Model Tikus Hipertensi karena Induksi Fruktosa............... 35
2.6.6 Model Tikus Hipertensi karena Induksi Lain: PTU, 35
Adrenalin, dan NaCl..............................................................
2.7 Metode Pengukuran Tekanan Darah pada Tikus.................................. 36
2.7.1 Pengukuran Darah secara Langsung..................................... 36
2.7.2 Pengukuran Darah Tidak Langsung...................................... 37

BAB 3. METODE PENELITIAN............................................................................ 39


3.1 Waktu dan Tempat................................................................................. 39
3.2 Bahan dan Alat ........................................................ 39
3.2.1 Bahan kimia........................................ 39 31
3.2.2 Bahan Uji........................................... 39 32
3.2.3 Hewan Uji.......................................... 39 3
3.2.4 Alat........................................................ 39
3.3 Prosedur Penelitian........................................................................... 40
3.3.1 Uji Fitokimia........................................... 40
3.3.1.1 Pembuatan Ekstrak Air Kopi Luwak Arabika dan
Kopi Arabika ........................................................... 40
3.3.1.2 Penetapan Parameter Standar Serbuk dan Ekstrak
Air Kopi Luwak Arabika sebagai Standarisasi.... 40
3.3.1.3 Identifikasi Senyawa Kimia Ekstrak Air Kopi
Luwak Arabika dan Kopi Arabika......................... 42
3.3.1.4 Penetapan Kadar Fenol Total dan Kafein pada
Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika.............. 43
3.3.1.5 Uji Antioksidan Ekstrak Air Kopi Luwak Arabika
dan Kopi Arabika dengan Metode DPPH.............. 45
3.3.2 Uji Farmakologi..................................... 47
3.3.2.1 Persiapan Hewan Coba.......................................... 47
3.3.2.2 Persiapan Induksi NaCl 2%................................... 48
3.3.2.3 Perhitungan Dosis (D)........................................... 48
3.3.2.4 Pembuatan Larutan Uji.......................................... 49
3.3.2.5 Pengukuran Tekanan Darah................................... 50
3.3.2.6 Pengolahan Data.................................................... 52

xi Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................ 53
4.1 Hasil Uji Fitokimia........................................................................... 53
4.1.1 Rendemen Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika ...... 53
4.1.2 Standarisasi Serbuk dan Ekstrak Kopi Luwak
Arabika................................................................................. 54
4.1.3 Identifikasi Komponen Kimia Ekstrak Air Kopi Luwak
Arabika dan Kopi Arabika................................................... 56
4.1.4 Kadar Senyawa Fenol dan Kafein........................................ 58
4.1.5 Aktivitas Antioksidan........................................................... 59
4.2 Hasil Uji Farmakologi..................................................................... 60
4.2.1 Kelompok Normal................................................................ 60
4.2.2 Kelompok Hipertensi.......................................................... 63

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................ 68


5.1 Kesimpulan...................................................................................... 68
5.2 Saran................................................................................................ 68

DAFTAR ACUAN................................................................................................. 69

xii Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Komposisi Biji Kopi Arabika dan Robusta sesudah


disangrai (% bobot kering)............................................... 10
Tabel 2.2. Kandungan kafein dan -tokoferol pada Kopi Robusta
dan Kopi Luwak Robusta yang disangrai dan tidak
disangrai ... 13
Tabel 2.3. Kandungan mineral pada Kopi Robusta dan Kopi
Luwak Robusta yang disangrai dan tidak
disangrai.................... 14
Tabel 2.4. Karakteristik kimia Kopi Luwak Robusta dan Kopi
Robusta.............................................................................. 14
Tabel 2.5. Klasifikasi tingkat tekanan darah menurut WHO
(mmHg).. 26
Tabel 2.6 Tingkat kekuatan antioksidan dengan metode DPPH.. 29
Tabel 3.1. Perhitungan kebutuhan pelarut air untuk ekstrak air
Kopi Luwak Arabika selama tujuh hari 49
Tabel 3.2. Perhitungan kebutuhan aquadest perhari untuk larutan
uji.. 49
Tabel 3.3. Skema kerja uji farmakologi pada kelompok normal.. 51
Tabel 3.4. Skema kerja uji farmakologi pada kelompok hipertensi.. 51
Tabel 4.1. Rendemen seduhan air Kopi Luwak Arabika dan Kopi
Arabika.. 54
Tabel 4.2. Parameter standar serbuk dan ekstrak air Kopi Luwak
Arabika. 54
Tabel 4.3. Identifikasi Komponen Kimia Kopi Luwak Arabika dan
Kopi Arabika..... 58
Tabel 4.4. Kadar senyawa fenol total dan kafein... 58
Tabel 4.5. Hasil uji aktivitas antioksidan Kopi Luwak Arabika dan
Kopi Arabika. 60
Tabel 4.6. Perubahan tekanan darah akut dan kronis kelompok
tikus hipertensi (K3, K4, dan K5) setelah pemberian
Kopi Luwak Arabika......................... 67

xiii Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Pohon kopi, buahnya, dan luwak.................................... 6


Gambar 2.2. Biji kopi Arabika, Robusta dan Luwak 11
Gambar 2.3. Struktur molekul kafein.... 16
Gambar 2.4. Struktur senyawa fenol 19
Gambar 2.5. Struktur molekul asam klorogenat 21
Gambar 2.6 Efek akut polifenol pada endhotelium.................. 27
Gambar 3.1. Skema kerja uji fitokimia pada Kopi Luwak Arabika dan
Kopi Arabika. 47
Gambar 4.1. Kromatogram kafein standar dan Kopi Luwak
Arabika.. 57
Gambar 4.2. Tekanan darah sistolik dan diastolik kelompok tikus
normal dengan dosis bervariasi ke 1-7 selama
pemberian Kopi Luwak Arabika....................................... 61
Gambar 4.3. Tekanan darah sistolik dan diastolik kontrol normal,
kontrol hipertensi, dan kelompok normal perlakuan pada
hari ke 8 setelah pemberian Kopi Luwak
Arabika. 62
Gambar 4.4. Tekanan darah sistolik dan diastolik kontrol normal,
kontrol hipertensi, dan kelompok hipertensi perlakuan
dua minggu setelah induksi NaCl 2% .. 63
Gambar 4.5. Tekanan darah sistolik dan diastolik pada kelompok
tikus hipertensi dengan dosis bervariasi hari 1-7
pemberian Kopi Luwak Arabika... 65
Gambar 4.6. Tekanan darah sistolik dan diastolik kontrol normal,
kontrol hipertensi, dan kelompok hipertensi perlakuan
pada hari ke 8 setelah pemberian Kopi Luwak Arabika... 66

xiv Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Sertifikasi Tikus Putih Jalur Sprague-Dawley.................. 80


Lampiran 2. Data rendemen, kadar abu, kadar abu tidak larut asam,
dan susut pengeringan .. 83
Lampiran 3. Kromatogram Kafein, Golongan Fenol, dan Flavonoid
Kopi Luwak Arabika................................................... 84
Lampiran 4. Data identifikasi alkaloid, saponin, flavonoid, senyawa
fenol, dan tanin. 86
Lampiran 5. Kadar fenol total... 88
Lmapiran 6. Perhitungan kadar kafein dan kurva serapan kafein Kopi
Luwak Arabika dan Kopi Arabika...... 89
Lampiran 7. Data aktivitas antioksidan dan kurva spektrum serapan
blanko DPPH untuk Kopi Luwak Arabika dan Kopi
Arabika. 91
Lampiran 8. Uji normalitas Saphiro-Wilk dan uji T-berpasangan
untuk menganalisa data tekanan darah sistolik dan
diastolik sebelum dan hari ke delapan sesudah
pemberian Kopi Luwak Arabika pada kelompok normal
dan hipertensi 94
Lampiran 9. Uji ANAVA untuk menilai perbedaan efektivitas variasi
dosis pemberian Kopi Luwak Arabika pada waktu yang
berbeda pada kelompokk tikus normal dan tikus
hipertensi. 101
Lampiran 10. Data pengukuran tekanan darah sistolik dan diastolik
pada kelompok tikus normal dan tikus hipertensi
hari 1-7 pemberian Kopi Luwak Arabika. 103
Lampiran 11. Hasil uji T-berpasangan untuk kelompok tikus normal
dan tikus hipertensi.................. 109

xv Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kopi merupakan bahan minuman yang terkenal tidak hanya di Indonesia
tetapi juga terkenal di seluruh dunia. Hal ini karena seduhan kopi memiliki aroma
yang khas yang tidak dimiliki oleh bahan minuman lainnya. Selain itu, kopi juga
memiliki nilai sejarah, budaya dan ekonomi yang kuat. Kopi yang banyak
dijumpai di pasaran diproduksi dari dua spesies tanaman yang berbeda, yakni
Coffea arabica dan Coffea robusta. Kedua spesies ini merupakan sumber yang
kaya akan senyawa aktif seperti asam nikotinat, trigonelin, asam quinolinat,
asam tanat, asam pirogalat, dan khususnya kafein. Kopi mengandung asupan
mineral, antara lain memberikan hingga 8% dari kebutuhan harian Cr dan
merupakan salah satu sumber penting dari Mg, yaitu 63,7 mg/cangkir (100 mL).
Kopi juga merupakan sumber penting dari polifenol, diantaranya asam kafeat,
asam klorogenat, asam koumarat, asam ferulat, dan asam sinapat (Hecimovic, I.,
Cvitanovic, A.B., Horzic, D., dan Komes, D., 2011).
Senyawa polifenol merupakan antioksidan yang terbanyak dijumpai
dalam asupan makanan sehari-hari. Total asupan polifenol dalam sehari dapat
mencapai 1 gram. Polifenol memiliki aktivitas antioksidan 10 kali lebih tinggi
dibandingkan vitamin C dan 100 kali lebih tinggi dibandingkan dengan vitamin E
dan karotenoid. Dalam kategori minuman, salah satu sumber antioksidan terbesar
adalah minuman dari bahan kopi (Pellegrini, N., et al., 2003; Carelsen, M.H., et
al., 2010).
Polifenol terbukti memperbaiki keadaan stress oksidatif yang berbeda-
beda. Hasil yang bermakna didapatkan pada penelitian penyakit kardiovaskuler,
bahwa pemberian polifenol sebagai suplemen atau makanan dan minuman dapat
meningkatkan status kesehatan mereka dengan penurunan risiko penyakit
kardiovaskuler (Scalbert, A., Manach, C., Morand, C., Rmsya, C., dan
Jimnez, L., 2005).

1 Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


2

Dalam artikel review Castelnuovo, A.D., Giuseppe, R.D., Iacoviello, L.,


dan Gaetano, G.D. (2012), beberapa penelitian in vitro, in vivo dan uji klinis
menunjukkan kopi, teh dan coklat sebagai minuman harian mengandung
polifenol yang terbukti memberikan efek menguntungkan terhadap pencegahan
penyakit kardiovaskuler. Minum secara teratur kopi dalam jumLah sedang (1-3
gelas/hari) akan memberikan sedikit perlindungan terhadap penyakit
kardiovaskuler. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab terbanyak kematian
di dunia baik pada pria maupun wanita. Hipertensi merupakan salah satu faktor
risiko terhadap penyakit kardiovaskuler. Karena kandungan kafeinnya, kopi
sering diduga sebagai salah satu penyebab hipertensi.
Penelitian Pincomb, G.A., et al. (1996); Hamer, M. (2006); Buscemi, S.,
Mattina, A., Tranchina, M.R., dan Verga, S. (2011); Zhenzhen Zhang, Gang Hu,
Caballero, B., Appel, L,. dan Liwei Chen (2011); Mesas, A.E., Leon-Muoz,
L.M., Rodriguez-Artalejo, F., dan Lopez-Garcia, E. (2011), menunjukkan tidak
berhubungan kebiasaan mengkonsumsi kopi atau kafein dalam jumLah sedang
dengan hipertensi. Tekanan darah pada pasien hipertensi akan mengalami
kenaikan selama tiga jam setelah satu jam mengkonsumsi kafein, namun untuk
konsumsi jangka panjang (dua minggu), tidak tampak kenaikan tekanan darah.
Beberapa tahun terakhir ini Kopi Luwak menjadi perhatian di dunia, selain
karena harganya yang sangat mahal juga ketersediaannya yang sangat terbatas. Di
Indonesia, Kopi Luwak pertama kali ditemukan di pulau Jawa, Sumatera dan
Sulawesi. Pembuatannya unik, yaitu biji kopi yang diproses dalam sistem
pencernaan musang. Musang, di pulau Jawa disebut luwak (Paradoxurus
hermaphrodites). Binatang ini memiliki keahlian memanjat pohon dan memilih
buah kopi matang dan yang terbaik untuk dimakannya di malam hari. Buah kopi
ini kemudian mengalami proses fermentasi oleh berbagai enzim pencernaan dan
diekskresikan melalui fesesnya dalam bentuk biji kopi yang masih utuh. Proses ini
yang antara lain berpengaruh terhadap rasa Kopi Luwak, yaitu lembut, seperti
sirup dan kadang seperti coklat (Marcone, M.F., 2004; Chan, S. dan Garcia, E.,
2011).
Penelitian Marcone, M.F. (2004); Chan, S. dan Garcia, E. (2011),
menunjukkan kelembaban, kandungan -tocopherol, beberapa mineral dan protein

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


3

pada Kopi Luwak Robusta lebih sedikit dibanding pada Kopi Robusta, sedangkan
karbohidrat, lemak, abu, dan kafein lebih banyak terdapat pada Kopi Luwak
Robusta.
Pada penelitian sebelumnya, Kopi Luwak memiliki kandungan kafein
yang lebih tinggi dibandingkan kopi bukan luwak. Namun demikian, sejauh ini
diketahui bahwa belum ditemukan penelitian tentang pengaruh Kopi Luwak
terhadap tekanan darah. Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian tentang
pengaruh Kopi Luwak terhadap tekanan darah.

1.2 Rumusan Masalah


Kopi Luwak diduga memiliki kandungan kafein yang lebih tinggi
dibandingkan kopi lainnya. Penelitian pengaruh Kopi Luwak terhadap tekanan
darah belum pernah dilakukan tidak seperti penelitian pada kopi lainnya.

1.3 Jenis penelitian


a. Penelitian ekperimental laboratorium.
b. Uji preklinis (true eksperimental design) dengan rancangan pre-post test
control group design, terbagi dalam dua kelompok perlakuan, yaitu kelompok
tikus normal dan tikus hipertensi dengan randomisasi sederhana.

1.4 Hipotesis
Pemberian ekstrak air Kopi Luwak Arabika menurunkan tekanan darah
tikus hipertensi.

1.5 Tujuan Penelitian


a. Menganalisis data parameter standar serbuk dan ekstrak air Kopi Luwak
Arabika.
b. Menganalisis data fitokimia ekstrak air Kopi Luwak Arabika dan Kopi
Arabika.
c. Menganalisis data uji aktivitas antioksidan pada ekstrak air Kopi Luwak
Arabika dan Kopi Arabika.

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


4

d. Menganalisis perubahan tekanan darah setelah pemberian ekstrak air Kopi


Luwak Arabika pada kelompok tikus normal dan tikus hipertensi dengan
waktu dan dosis yang berbeda-beda.

1.6 Manfaat Penelitian


a. Memberikan informasi kepada peminum Kopi Luwak tentang pengaruh dosis
dan efek terhadap tekanan darah pada khususnya dan kesehatan pada
umumnya.
b. Dapat dimanfaatkan untuk perkembangan ilmu dan terapannya dari efek
farmakologi dan kandungan fitokimia yang ditemukan.
c. Mendorong peneliti-peneliti lain untuk memperdalam penelitian tentang Kopi
Luwak.

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kopi (Coffea sp)


2.1.1 Sejarah
Sejarah mencatat bahwa penyebaran tanaman kopi bermula pada 800 SM
di benua Afrika. Saat itu, tanaman kopi banyak dijumpai tumbuh liar di hutan-
hutan dataran tinggi Ethiopia. Penduduk Ethiopia bisaanya mengonsumsi kopi
sebagai minuman yang enak dan berkhasiat. Seiring dengan popularitas minuman
kopi yang mendunia, penyebaran tanaman kopi pun meluas ke negara-negara
Arab, Eropa, Asia, dan Amerika. Di Indonesia sendiri, bibit kopi arabika pertama
kali ditanam pada zaman kolonial Belanda, sekitar tahun 1600-an. Pada 1711,
melalui perusahaan dagang Belanda/VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie),
ekspor kopi pertama dikirim dari Pulau Jawa ke Benua Eropa. Sejak itu, Indonesia
dikenal sebagai negara yang membudidayakan tanaman kopi secara luas, di luar
Arab dan Ethiopia.
Perdagangan kopi sempat dimonopoli oleh VOC sekitar 1725 sampai
1780. Pada 1920, penanaman kopi mulai dilakukan oleh perusahaan-perusahaan
kecil di Indonesia. Perkembangan areal perkebunan kopi semakin pesat setelah
Indonesia merdeka, yakni mencakup area luar Jawa, seperti Aceh, Lampung,
Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan daerah lainnya (Anggara
dan Marini, 2011).

2.1.2 Taksonomi
Kopi (Coffea sp) merupakan tanaman perdu tahun yang secara lengkap
diklasifikasikan sebagai berikut:

5 Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


6

[Sumber: http://bandung.olx.co.id/kopi-luwak-iid-179564413]

Gambar 2.1. Pohon kopi, buahnya dan luwak

Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Rubiales
Suku : Rubiaceae
Marga : Coffea
Jenis : Coffea arabica (Lawrence, G.H.M., 1963)

2.1.3 Jenis-Jenis Kopi


2.1.3.1 Kopi Arabika (Coffea arabica)
Kopi Arabika dapat tumbuh di daerah dengan ketinggian 700-1.700 m dpl,
suhu 16-20o C, dan beriklim kering tiga bulan secara berturut-turut. Walaupun
berasal dari Ethiopia, Kopi Arabika menguasai sekitar 70% pasar kopi dunia dan
telah dibudidayakan di berbagai negara, terutama di negara beriklim tropis atau
subtropis. Kopi Arabika memiliki tinggi antara 7-12 m. Keunggulan dari Kopi
Arabika antara lain bijinya berukuran besar, beraroma harum, dan cita rasanya

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


7

enak. Namun kelemahannya rentan terhadap penyakit karat daun/HV (Hemelia


Vastatrix) (Anggara dan Marini, 2011).
Ciri-ciri dari Kopi Arabika adalah sebagai berikut:
a. Beraroma wangi yang sedap menyerupai aroma perpaduan bunga dan buah.
b. Terdapat cita rasa asam yang tidak terdapat pada kopi jenis Robusta.
c. Saat disesap di mulut akan terasa kental.
d. Cita rasanya jauh lebih lembut (mild) dari Kopi Robusta.
e. Rasa terasa sedikit pahit (Anggara dan Marini, 2011).

2.1.3.2 Kopi Robusta (Coffea robusta)


Kopi Robusta pertama kali ditemukan di Kongo pada 1898 dan mulai
masuk ke Indonesia pada tahun 1900. Walaupun kualitas buahnya lebih rendah
dari Kopi Arabika, produksinya bisa lebih tinggi dari Kopi Arabika jika dikelola
secara intensif. Keunggulan lain dari Kopi Robusta diantaranya lebih resisten
terhadap serangan hama dan penyakit (khususnya penyakit HV), mampu tumbuh
dengan baik pada ketinggian tempat 400-700 m dpl dan masih toleran di
ketinggian tempat kurang dari 400 m dpl (suhu 21-24oC).
Secara umum, ciri-ciri dari Kopi Robusta adalah sebagai berikut:
a. Memiliki rasa yang lebih menyerupai cokelat dan pahit.
b. Aroma yang dihasilkan khas dan manis.
c. Warna bijinya bervariasi, tergantung dari cara pengolahannya.
d. Teksturnya lebih kasar dari Kopi Arabika (Anggara dan Marini, 2011).

2.1.4 Pengolahan Produk


Biji kopi yang sudah siap diperdagangkan adalah berupa biji kopi kering
yang sudah terlepas dari daging buah, kulit tanduk dan kulit ari. Butiran biji kopi
yang demikian ini disebut kopi beras (coffee beans). Kopi beras kemudian akan
mengalami proses roasting, penggilingan, pengemasan, hingga diperoleh kopi
bubuk yang siap untuk dijual.
Roasting merupakan proses penyangraian biji kopi yang tergantung pada
waktu dan suhu yang ditandai dengan perubahan kimiawi yang signifikan. Terjadi

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


8

kehilangan berat kering terutama gas CO2 dan produk pirolisis volatil lainnya.
Kebanyakan produk pirolisis ini sangat menentukan cita rasa kopi. Kehilangan
berat kering terkait erat dengan suhu penyangraian. Berdasarkan suhu
penyangraian yang digunakan kopi sangrai dibedakan atas tiga golongan yaitu:
light roast, suhu yang digunakan 145-185oC, medium roast, suhu yang digunakan
186-195oC dan dark roast, suhu yang digunakan 196-205oC. Light roast
menghilangkan 3-5% kadar air, medium roast 5-8% dan dark roast 8-14%. Tahap
awal roasting adalah membuang uap air pada suhu penyangraian 100 oC. Pada
tahap pirolisis terjadi perubahan-perubahan komposisi kimia, yaitu pada suhu
sekitar 180-2000 C . Proses roasting berlangsung 5-30 menit (Ridwansyah, 2003;
Hecimovic, I., Cvitanovic, A.B., Horzic, D., dan Komes, D., 2011).
Proses fermentasi merupakan ciri khas dari proses pengolahan metode
basah dari biji kopi sebelum menjadi kopi beras. Keunggulan dari metode ini
adalah apabila proses pengerjaannya dilakukan dengan baik, maka kualitas biji
kopi yang dihasilkan dapat terjaga dengan baik, seragam, dan sedikit yang
mengalami kerusakan. Oleh karena itu, kopi yang diproduksi dengan cara ini
biasanya memiliki harga yang lebih tinggi. Proses fermentasi bertujuan untuk
melepaskan daging buah berlendir (mucilage) yang masih melekat pada kulit
tanduk dan pada proses pencucian akan mudah terlepas (terpisah) sehingga
mempermudah proses pengeringan. Waktu yang dibutuhkan untuk menghilangkan
lendir adalah sekitar 24-36 jam atau tergantung dari suhu, ketebalan lapisan
lendir, dan konsentrasi enzim (enzim pektinase) yang digunakan pada saat
fermentasi. Hidrolisis pektin (senyawa pembentuk lendir) disebabkan oleh
pektinase yang terdapat di dalam buah atau reaksinya bisa dipercepat dengan
bantuan jasad renik. Tabel 2.1 menunjukkan komponen kimia Kopi Arabika dan
Robusta yang disangrai dan tidak disangrai (Ridwansyah, 2003; Kurniawan,A.,
2011).

2.1.5 Manfaat dan Efek Samping


Kopi memiliki pengaruh positif terhadap kesehatan antara lain:
a. Menurunkan risiko diabetes mellitus tipe 2 (Loopstra Masters, R.C., Liese,
A.D., Haffner, S.M., Wagenknecht, L.E., dan Hanley, A.J., 2011; Wedick,

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


9

N.M., Brennan, A.M., Qi Sun, Hu1, F.B., Mantzoros, C.S., dan van Dam,
R.M., 2011; Van Dam, R.M., dan Hu, F.B., 2005; Salazar-Martinez, E., et al.
2004; Ciccarone, E., Castelnuovo, A.D., Salcuni, M., Siani, A., Giacco, A.,
dan Donati, M.B. 2003).
b. Menurunkan risiko kardiovaskuler (Jiang-nan Wu, et.al., 2009; Baylin, A.,
Hernandez-Diaz, S., Kabagambe, E.K., Siles, X., dan Campos., 2006; Lopez-
Gracia, Lopez-Garcia, E., van Dam, R.M., Li, T.Y., Rodriguez-Artalejo, F.,
dan Hu, F.B., 2006).
c. Memperbaiki sistem cerebrovaskuler ( Mostofsky, E., Schlaug, G., Mukamal,
K.J., Rosamond, W.D., dan Mittleman, M.A., 2010; Larsson, S.C., Mnnist,
S., Virtanen, M.J., Kontto, J., Albanes, D., dan Virtamo, J., 2008).
d. Menurunkan asam urat (Lelyana, R. 2008; Choi, H.K., dan Curhan, G., 2007;
Kiyohara, C. et al. 1999).
e. Menurunkan risiko kanker (Ganmaa, D. et al. 2008; Rodriguez, M.I., dan
Klein L.C., 2002).
f. Mengurangi sirosis hati ( Klatsky, A.L., Armstrong, M.A., dan Friedman,
G.D., 2006).
g. Mengurangi risiko batu empedu (Leitzmann, M.F., Stampfer, M.J., Willett,
W.C., Spiegelman, D., Colditz, G.A., dan Giovannuci, E.L., 2002).
h. Memperbaiki sistem neurotransmiter (Maia, L. dan de Mendonca, A., 2002;
Webster-Ross, G. et al., 2000).
i. Memperbaiki daya ingat (Koppelstatter, 2005; Santos, C., Costa, J., Santos,
J., Vaz-Carneiro, A. dan Lunet, N., 2010 ).
j. Empiris: pencegah keracunan tempe bongkrek, obat batuk, obat kuat dan
peluruh air seni (Balitbangkes, 2000).
Sisi lain kopi juga memiliki efek yang kurang baik, tapi biasanya dalam
penggunaan lebih dari 6 gelas per hari (dosis berat) (Castelnuovo, A.D.,
Giuseppe, R.D., Iacoviello, L., dan Gaetano, G.D. 2012), yaitu antara lain:
a. Menyebabkan radang lambung (Higdon, J.V. dan Frei, B., 2006).
b. Gigi berwarna kuning (Subramanya, J.K. dan Muttagi, S., 2012).
c. 19 diantara 1000 kandungan kimia dalam kopi bersifat karsinogenik pada
hewan coba tikus (Ames, B.N. dan Gold, L.S., 1998).

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


10

d. Memberikan kontribusi besar terhadap kenaikan kolesterol, diduga senyawa


dipertene, cafestol dan kahweol meningkatkan LDL pada tubuh (Ricketts,
M.L., 2007, Thelle, D.S., Egil Arnesen, E., dan Frde, O.H., 1983).
e. Bagi wanita hamil sangat berbahaya karena dapat meningkatkan resiko
keguguran (Wisborg, K., Kesmodel, U., Bech, B.H., Hedegaard, M., dan
Henriksen, T.B., 2003)
f. Menyebabkan defisiensi besi pada ibu dan bayi, karena mengganggu
penyerapan zat besi (Moreira, D.P., Moreira, D.P., Monteiro, M.C., M.,
Ribeiro-Alves, Donangelo, C.M., dan Trugo, L.C., 2005)
g. Meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler dibandingkan dengan populasi
pada umumnya (Andersen, L.F, Jacobs, D.R., Carelsen, M.H., dan Blomhoff,
R., 2006).

Tabel 2.1. Komposisi biji Kopi Arabika dan Robusta sesudah disangrai
(% bobot kering)

Komponen Kopi Kopi Kopi Kopi


Arabika Arabika Robusta Robusta
Hijau Sangrai Hijau Sangrai
Mineral 3.0-4.2 3.5-4.5 4.0-4.5 3.0-4.2
Kafein 09-1.2 1.0 1.6-2.4 2.0
Trigonelin 1.0-1.2 0.5 -1.0 0.6 -0.75 0.3 -0.6
Lemak 12.0-18.0 14.5-20.0 9.0-13.0 11.0-16.0
Total Asam
Klorogenat 5.5-8.0 1.2-2.3 7.0-10.0 3.9-4.6
Asam Alifatis 1.5-2.0 1.0-1.5 1.5-1.2 1.0-1.5
Oligosakarida 6.0-8.0 0-3.5 5.0-7.0 0-3.5
Total
Polisakarida 50.0-55.0 24.0-39.0 37.0-47.0 -
Asam amino 2.0 0 0
Protein 11.0-13.0 13.0-15.0 13.0-15.0
Asam Humat - 16.0-17.0 16.0-17.0
[Sumber: Clarke dan Macre, 1987]

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


11

2.2 Kopi Luwak

[Sumber: jualkopiluwakasli.net] [Sumber: kopiluwaknusantara.com]

Gambar 2.2. Biji Kopi Arabika, Robusta dan Luwak

2.2.1 Sejarah
Sejarah Kopi Luwak (Civet Coffee) terkait erat dengan sejarah
pembudidayaan tanaman kopi di Indonesia. Pada awal abad ke-18, Belanda
membuka perkebunan tanaman komersial di Indonesia (waktu itu masih bernama
Hindia Belanda) terutama di pulau Jawa dan Sumatera. Salah satunya adalah bibit
Kopi Arabika yang didatangkan dari Yaman. Pada era "Tanam Paksa" atau
Cultuurstelsel (18301870), Belanda melarang pekerja perkebunan pribumi
memetik buah kopi untuk konsumsi pribadi, akan tetapi penduduk lokal ingin
mencoba minuman kopi yang terkenal itu.
Pekerja perkebunan menemukan bahwa ada sejenis musang yang gemar
memakan buah kopi, tetapi hanya daging buahnya yang tercerna, kulit ari dan biji
kopinya masih utuh dan tidak tercerna. Biji kopi dalam kotoran luwak ini
kemudian dikumpulkan, dicuci, disangrai, ditumbuk, kemudian diseduh dengan
air panas, maka terciptalah Kopi Luwak. Kabar mengenai kenikmatan kopi
aromatik ini akhirnya tercium oleh warga Belanda pemilik perkebunan, maka
kemudian kopi ini menjadi kegemaran orang kaya Belanda. Karena

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


12

kelangkaannya serta proses pembuatannya yang tidak lazim, Kopi Luwak pun
adalah kopi yang mahal sejak zaman kolonial (Kurniawan, A., 2011).

2.2.2 Tahap Pengolahan


Kopi Luwak mengalami tahap-tahap pengolahan sebagai berikut:
a. Buah kopi matang pohon dimakan oleh binatang luwak.
b. Luwak hanya mencerna daging buah kopi, sedangkan biji kopi tetap utuh dan
akan keluar bersama feses luwak 12 jam kemudian.
c. Biji kopi yang tercampur feses dibersihkan lalu dijemur hingga benar-benar
kering.
d. Mengupas kulit tanduk biji kopi yang sudah kering.
e. Biji Kopi Luwak siap dikemas dan disajikan baik dengan cara disangrai
dengan oven maupun tradisional.
Dalam pengolahan Kopi Luwak perlu diperhatikan bahwa biji benar-
benar dibersihkan, dijemur hingga kering, dikupas kulit tanduknya dan terakhir
disangrai. Dalam hal Kopi Luwak disangrai secara tradisional, biasanya
menggunakan panci besi atau kuali tanah di atas kayu bakar atau arang. Biji Kopi
Luwak juga dapat disangrai di atas oven. Lama penyangraian akan menentukan
warna Kopi Luwak, hitam, coklat kehitaman, dan kecoklatan (Kurniawan, A.,
2011).

2.2.3 Fitokimia
Penelitian Marcone, M. F. (2004), enzim proteolitik menyebabkan
terurainya penyimpanan protein pada biji kopi, dan ini mempengaruhi warna, rasa
dan bau pada kopi selain reaksi Maillard yang terjadi selama proses penyangraian.
Terurainya protein menyebabkan rasa kopi menjadi kurang pahit dan bau lebih
harum, serta meningkatnya asam amino bebas. Penetrasi asam lambung dan
enzim-enzim pencernaan mempengaruhi senyawa-senyawa kimia pada biji kopi,
dan menyebabkan biji kopi menjadi berpori-pori dan lebih rapuh. Kopi juga
mengalami proses pengolahan basah karena asidifikasi dalam lambung luwak dan
kemudian mengalami fermentasi oleh mikroflora dalam usus. Proses pengolahan

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


13

basah, bermanfaat untuk menghilangkan getah atau lendir dari kopi, yang apabila
lendir diabaikan akan mengalami fermentasi sekunder selama proses pengeringan
dan penyimpanan dan akhirnya akan merusak rasa. Proses fermentasi alami dalam
usus oleh bakteri asam laktat juga akan mempengaruhi rasa kopi dan proses ini
sangat mirip dengan proses pengolahan kopi dengan cara fermentasi untuk
menghasilkan mutu yang lebih baik. Proses fermentasi ini juga yang
menyebabkan warna biji kopi menjadi lebih gelap (Gambar 2.2). Kelembaban,
kandungan protein, dan beberapa mineral: K, P, C, Mg, Fe lebih rendah dan kadar
lemak, abu, dan karbohidrat lebih tinggi pada Kopi Luwak Robusta dibandingkan
dengan Kopi Robusta (Tabel 2.4).
Penelitian Chan, S. dan Garcia, E. (2011), membandingkan analisis
fitokimia pada Kopi Luwak dan kopi bukan luwak menunjukkan tokoferol
pada biji Kopi Luwak Robusta lebih rendah dibandingkan dengan biji Kopi
Robusta. Proses penyangraian meningkatkan kandungan tokoferol baik pada
biji kopi bukan luwak maupun biji Kopi Luwak. Pemanasan merusak membran
sel dan vakuola, menyebabkan pengeluaran tocopherol dan kafein. Kandungan
tokoferol pada Kopi Luwak lebih sedikit mungkin karena diabsorbsi oleh
garam empedu dalam tubuh luwak. Sedangkan kandungan kafein pada Kopi
Luwak lebih tinggi, mungkin karena dibentuk oleh purin nukleotida dalam saluran
cerna luwak. Beberapa kandungan mineral (kecuali bromin dan karbon)
ditemukan lebih rendah pada Kopi Luwak, karena mungkin diabsorbsi dalam
saluran cerna luwak (Tabel 2.2 dan 2.3)

Tabel 2.2. Kandungan kafein dan -tokoferol pada Kopi Robusta dan Kopi
Luwak Robusta yang disangrai dan tidak disangrai

Kopi Kopi Luwak


Kopi Robusta Kopi Luwak
Robusta Robusta
Hijau Robusta Hijau
Disangrai Disangrai
(mg/kg) (mg/kg)
(mg/kg) (mg/kg)
-tokoferol 0.419 1.320 0.328 0.349
Kafein 39.978 44.922 41.772 47.599
[Sumber: Chan S. dan Garcia, E., 2011]

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


14

Tabel 2.3. Kandungan mineral pada Kopi Robusta dan Kopi Luwak Robusta yang
disangrai dan tidak disangrai

Kopi Kopi Robusta Kopi Luwak Kopi Luwak


RobustaTidak Disangrai (%) Robusta Tidak Robusta Disangrai
Disangrai (%) Disangrai (%) (%)
C 43.24 58.90 64.02 64.86
O 44.77 30.72 31.59 25.89
Na - 0.74 - 0.66
Mg 1.02 0.72 - 0.66
K 5.76 1.87 0.75 2.67
Ca 0.85 0.34 0.18 0.44
Fe - 0.69 - 0.14
Zn 1.24 1.40 - 0.18
Cu 1.39 2.11 0.09 1.62
Br 1.73 2.52 3.37 3.10
[Sumber: Chan S. dan Garcia, E., 2011]

Tabel 2.4. Karakteristik kimia Kopi Luwak Robusta dan Kopi Robusta

Kopi Luwak Kopi Robusta


Robusta
Analisis Proximat (%)
Kelembaban 9.2a 11.7c
Protein 13.5d 14.5e
Lemak 13.0c 12.0a
Abu 3.6c 3.4b
Karbohidrat 60.7 58.4
Mineral (ppm)
Pottasium (K) 15,000a 18,200d
Phosphor (P) 20,00a 24,50d
Kalsium (C) 14,50a 18,00c
Magnesium (Mg) 14,00a 17.00b
Besi (Fe) 12,00a 15,00a
[Sumber: Marcone, M. F., 2004]

2.3 Fitokimia kopi


Komponen kimia pada Kopi Robusta adalah alkaloid, saponin, flavonoid
dan polifenol (Balitbangkes, 2000). Sedangkan Kopi Arabika berdasarkan
penelitian Gunalan, G., Myla, N., dan Balabhaskar, R. ( 2012) mengandung: tanin

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


15

(varietas spesial-A, sedangkan varietas kumbakonam tidak mengandung tanin),


alkaloid, flavonoid, koumarin, kuinon, fenol dan minyak atsiri.

2.3.1 Alkaloid
Alkaloid adalah metabolit sekunder terbesar pada tumbuhan. Alkaloid
merupakan senyawa yang bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom
nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagian bagian dari sistem siklik. Alkaloid
sering beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang
menonjol; jadi digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. Alkaloid
bisaanya tanwarna, sering kali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal
tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotin) pada suhu kamar. Uji
sederhana, tetapi yang sama sekali tidak sempurna, untuk alkaloid dalam daun
atau buah segar adalah rasa pahitnya di lidah. Senyawa peyusun alkaloid yang
paling umum adalah asam amino, meskipun sebenarnya biosintesis kebanyakan
alkaloid lebih rumit (Harborne, J.B., 1987).

Kafein
Kafein (1,3,7-trimetilxantin) merupakan metabolit sekunder kedua
terbanyak dari kopi setelah asam klorogenat (Tabel 2.1). Kafein adalah alkaloid
dari group xantin yang sangat popular karena mudah didapatkan pada berbagai
hidangan, makanan dan minuman. Beberapa sumber kafein selain berbagai
varietas kopi (Kopi Robusta dan arabika) juga daun teh, biji kola, dan biji coklat.
Kafein juga terdapat pada makanan harian seperti soft drink, energi drink dan
beberapa obat-obatan seperti obat stimulan, penghilang rasa sakit, dan flu
(Sudarmi, 1997; Tello, J., Viguera, M., dan Calvo, L., 2011).
Bentuk murni kafein dijumpai sebagai kristal berbentuk tepung putih
atau berbentuk seperti benang sutera yang panjang dan kusut. Bentuk kristal
benang itu berkelompok akan terlihat seperti bulu domba.
Kristal kafein mengikat satu molekul air, dapat larut dalam air mendidih. Di
dalam pelarut organik maka pengkristalan yang terjadi tanpa ikatan molekul air.
Kafein mencair pada suhu 235-237oC dan akan menyublim pada suhu 176oC di
alam ruangan terbuka. Kafein tidak berbau, menggumpal, mempunyai rasa yang

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


16

sangat pahit dan mengembang di dalam air. Larutan bersifat netral terhadap kertas
lakmus. Bentuk hidratnya mekar di udara. Kafein larut dalam air (1:50), alkohol
(1:75), atau kloroform (1:6) tetapi kurang larut dalam eter. Kelarutan naik dalam
air panas (1:6 pada 80oC) atau alkohol panas (1:25 pada 60oC) (Ridwansyah,
2003; Wilson dan Gisvold, 1982; Depkes RI, 1995).
Kafein merupakan derivat purin, tidak mengendap seperti kebanyakan
alkaloid dalam uji identifikasi senyawanya. Kafein bisanya terdeteksi dengan
mencampur sedikit potasium klorat dan satu tetes asam hidroklorat, diuapkan
hingga agak kering dan menimbulkan aroma amonia. Warna ungu akan tercipta
jika terdapat kafein dan derivat purin lainnya. Uji ini disebut Murexide test
(Evans, W.B. dan Trease, 2002).

[Sumber: The Merck Index, 2001]

Gambar 2.3 Struktur molekul kafein

Kafein akan terabsorbsi dari saluran gastrointestinal cukup cepat dan 99%
akan terabsorbsi 45 menit setelah asupan. Kadarnya akan mencapai puncak 15 dan
120 menit setelah asupan dan waktu paruh kafein 2,5 4,5 jam pada manusia
muda dan dewasa. Pada tikus, waktu paruh kafein 0,7 1,2 jam (Marks dan
Kelly, 1973).
Makanan atau minuman berkafein dengan dosis rendah akan menstimulasi
sistem saraf otonom sehingga akan memperbaiki mood, memperlama konsentrasi
dan menghalau rasa lelah. Namun pada beberapa orang yang sensitif dapat
menyebabkan insomnia, ansietas, nervous, iritabilitas, hostilitas, perasaan
melayang, meningkatkan denyut jantung dan sedikit meningkatkan tekanan darah
sekitar 4-6 mmHg, melalui antagonis reseptor adenosin, yang menyebabkan

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


17

vasokonstriksi pembuluh darah tepi dan meningkatkan resistensi vaskular


sistemik. Kafein juga memberikan efek fisiologis lainnya seperti stimulasi
lambung dan sistem urinaria (Higdon, J.V., dan Frei, B., 2006; Tello, J., Viguera,
M.,dan Calvo, L., 2011). Dalam penelitian review dan meta analisis Mesas, A.E.,
Leon-Muoz, L.M., Rodriguez-Artalejo, F., dan Lopez-Garcia, E. (2011)
pemberian kafein pada pasien dengan hipertensi dapat meningkatkan tekanan
darah akut selama tiga jam, namun tidak meningkatkan tekanan darah dalam
pemberian jangka panjang (dua minggu).
Kafein merupakan penghambat enzim (ADP-ribose) polimerase-1 pada
hidrogen peroksida yang mentreatmen sel epitel dengan konsentrasi fisiologis
pada uji seluler. Penelitian in vivo ini menunjukkan potensi kafein sebagai
antiinflamasi pada manusia dan memungkinkan memberi keuntungan untuk
kesehatan jantung (Bonita, J.S., Mandarano, M., Shuta, D., dan Vinson, J.,
2007). Dalam penelitian Winkelmayer W.C., Stampfer, M., Willett, W.C.,dan
Curhan G.C. (2005), kopi khususnya kafein pada wanita kurang terbukti
berhubungan dengan kenaikan tekanan darah. Penelitian meta analisis terbaru
Castelnuovo A.D., Giuseppe, R.D., Iacoviello, L., dan Gaetano, G.D. (2012),
menyimpulkan mengkonsumsi kopi tidak signifikan berhubungan dengan
kenaikan risiko CAD (Coronary Artery Disease). Minum secara teratur kopi
dalam jumlah sedang (1-3 gelas/hari) tampaknya berhubungan dengan sedikit
perlindungan terhadap CAD.
Konsentrasi kafein pada minuman kopi cukup bervariasi. Satu cangkir
standar kopi sering diasumsikan mengandung 100 mg kafein, tetapi dari penelitian
Hidgon, J.V. dan Frei, B. (2006): 14 berbagai kopi yang dibeli di kedai-kedai kopi
Amerika ditemukan kadar kafein pada 240 ml kopi seduh sekitar 72-130 mg.
Kafein pada kopi espresso berkisar 58-76 mg sekali pompa. Yang menarik,
kandungan kafein dari jenis kopi yang sama dan dibeli di kedai kopi yang sama
selama enam hari pengamatan bervariasi antara 130-282 mg per 240 ml penyajian.

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


18

2.3.2 Saponin
Saponin adalah glikosida triterpen dan sterol dan telah terdeteksi dalam
lebih dari 90 suku tumbuhan. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan
bersifat seperti sabun, serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya
membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Pencarian saponin dalam tumbuh-
tumbuhan telah dirangsang oleh kebutuhan akan sumber sapogenin yang mudah
diperoleh dan dapat diubah di laboratorium menjadi sterol hewan yang berkhasiat
penting, misalnya kortison, estrogen kontraseptif, dll. Senyawa yang telah
digunakan termasuk hekogenin dari Agave, diosgenin, serta yamogenin dari jenis
Dioscorea. Dari segi ekonomi saponin penting juga karena kadang-kadang
menimbulkan keracunan pada ternak, misalnya saponin alfalfa, Medicago sativa,
atau karena rasanya yang manis, misalnya glizirizin dari akar manis, Glycyrrhiza
glabra. Pola glikosida saponin kadang-kadang rumit, banyak saponin yang
mempunyai satuan gula sampai lima dan komponen yang umum ialah asam
glukuronat (Harborne, J.B., 1987).

2.3.3 Senyawa fenol


Fenol merupakan metabolit sekunder terbesar pada tanaman. Fenol
mempunyai cincin aromatik, terdiri atas struktur yang sederhana dengan satu
cincin aromatik hingga struktur polimer kompleks yang rumit seperti tanin dan
lignin. Fenol merupakan senyawa penting pada beberapa tanaman obat dan dalam
industri makanan digunakan sebagai zat pewarna, perasa, pemberi aroma dan
antioksidan. Berikut adalah beberapa kelas fenol: 1. Senyawa fenol sederhana, 2.
Tanin, 3. Koumarin dan glikosidanya, 4. Antrakuinon dan glikosidanya, 5.
Naftokuinon, 6. Flavon dan glikosida flavonoid yang berhubungan, 7.
Antosianidin dan antosianin, 8. Lignan dan lignin. Biosintetis beberapa senyawa
ini melibatkan jalur asam sikimat. Cincin aromatik pada fenol diturunkan oleh
kondensasi asetat.
Senyawa fenol sederhana sering memiliki gugus alkohol, aldehid dan
asam karboksilat, termasuk diantaranya eugenol (fenilpropan fenol), vanillin

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


19

(aldehid fenol) dan berbagai asam fenolat seperti asam salisilat, asam ferulat, dan
asam kafeat (Evans, W.B. dan Trease, 2002) .

Asam m-kaumarat Asam protokatekuat Asam kafeat

Asam ferulat Asam galat Asam p-koumarat

[Sumber:The Merck Index, 2001]

Gambar 2.4 Struktur senyawa fenol


2.3.3.1 Flavonoid

Semua flavonoid, menurut strukturnya, merupakan turunan senyawa induk


flavon yang terdapat berupa tepung putih pada tumbuhan Primula dan semuanya
mempunyai sejumlah sifat yang sama. Dikenal sekitar sepuluh kelas flavonoid:
antosianin, proantosianidin, flavonol, flavon, glikoflavon, biflavonil, khlakon dan
auron, flavanon, dan isoflavon. Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut
dalam air. Mereka dapat diekstraksi dengan etanol 70% dan tetap ada dalam
lapisan air setelah ekstrak ini dikocok dengan eter minyak bumi. Flavonoid berupa
senyawa fenol, karena itu warnanya berubah bila ditambah basa atau amonia.
Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonyugasi dan karena itu
menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum UV dan spektrum tampak.
Pada umumnya flavonoid terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon.

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


20

Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan berpembuluh tetapi beberapa kelas


lebih tersebar daripada yang lainnya; flavon dan flavonol tersebar merata,
sedangkan isoflavon dan biflavonol hanya terdapat pada beberapa suku tumbuhan
(Harborne, J.B., 1987).

2.3.3.2 Tanin
Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae,
terdapat khusus dalam jaringan kayu. Tanin memiliki berat molekul 1000-5000
bm, terbagi menjadi dua grup yang dikenal yaitu tanin terhidrolisis dan tanin
terkondensasi. Tanin yang terhidrolisis penyebarannya terbatas pada tumbuhan
berkeping dua. Tanin terkondensasi banyak terdapat di dalam paku-pakuan dan
gimnospermae, serta tersebar luas dalam angiospermae, terutama pada jenis
tumbuhan berkayu. Tanin larut dalam air, dilute alkalis, alkohol, gliserol dan
aseton dan sedikit larut dalam pelarut organik lainnya (Evans, W.B dan Trease,
2002; Harborne, J.B., 1987).
Pseudotanin adalah senyawa yang memiliki berat molekul lebih rendah
daripada tannin dan tidak merespon Goldbeaters skin test. Asam klorogenat
merupakan salah satu senyawa pseudotanin yang selain dapat ditemukan pada
kopi khususnya kopi segar, juga dapat ditemukan pada mete dan nux vomica
(dalam jumlah kecil) (Evans, W.B. dan Trease, 2002).

Asam klorogenat
Asam klorogenat merupakan metabolit sekunder terbesar pada biji kopi
(Tabel 2.5), merupakan senyawa ester dari trans-asam sinamat dan asam quinat.
Secara umum asam klorogenat dibentuk dari asam kafeat dan asam quinat. Asam
klorogenat dan asam kafeat memiliki aktivitas antioksidan yang kuat secara in
vitro. Kopi merupakan minuman harian yang paling banyak menyumbang asam
klorogenat. Telah diteliti bahwa dalam 200 ml Kopi Arabika mengandung 70-200
mg asam klorogenat, sedangkan Kopi Robusta mengandung 70-350 mg asam

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


21

klorogenat. Kopi diperkirakan mensuplai 70% dari asupan harian antioksidan


(Rice-Evans, C.A., Miller, N.J., dan Paganga, G., 1996; Clifford, M.N., 1999).

[Sumber:The Merck Index, 2001]

Gambar 2.5 Struktur molekul asam klorogenat

Pada peminum kopi total fenol yang masuk ke dalam tubuh sekitar 0,5 - 1
gram per hari. Jumlah asam klorogenat sebagai senyawa fenol terbesar atau asam
kafeat sebagai antioksidan tergantung dari absorbsi saluran cerna. Sepertiga asam
klorogenat (33%) dan hampir semua asam kafeat (95%) diabsorbsi di usus kecil
pada manusia. Hal ini menunjukkan sebagian besar asam klorogenat akan masuk
ke dalam sirkulasi darah, tetapi sebagian besar akan diteruskan di kolon. Asam
klorogenat kemudian akan dihidrolisasi menjadi asam kafeat dan asam quinat
oleh mikroflora kolon. Senyawa ini akan diabsorbsi oleh kolon yang selanjutnya
akan dimetabolisme di hati dan ginjal dan membentuk asam benzoat, yang
kemudian terkonjugasi dengan glisin membentuk asam hipurat. Setengah jam
setelah minum kopi akan dijumpai dalam urin kandungan asam hipurat ( Olthof,
M.R., Hollman, P.C.H., dan Katanet, M.B., 2001).
Penyangraian biji kopi secara dramatis akan menaikkan total aktivitas
antioksidan. Penyangraian selama 10 menit (tingkat sedang-gelap) akan
mengoptimalkan aktivitas antioksidan dan pemutusan rantai radikal bebas in
vitro. Penelitian terhadap Kopi Robusta dan Arabika dari enam negara yang
berbeda, menunjukkan Robusta lebih memiliki aktivitas antioksidan yang lebih
tinggi dibanding Arabika dan yang disangrai lebih tinggi dari pada biji kopi hijau

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


22

(belum dipanggang). Dengan metode ABTS+, penyangraian ringan hingga


sedang secara signifikan memberikan aktifitas antioksidan yang lebih tinggi
dibanding kopi hijau in vitro. Anehnya, terjadi penurunan kandungan asam
klorogenat 19% pada penyangraian ringan dan 45% pada penyangraian sedang.
Diduga ada senyawa lain yang berkontribusi terhadap aktivitas antioksidan.
Melanoidin adalah polimer coklat yang dibentuk oleh reaksi Maillard selama
proses penyangraian dan jumlahnya bisa meningkat hingga 25% dari dry matter.
Dengan metode ABTS+, diketahui melanoidin secara signifikan menunjukkan
aktivitasa antioksidan in vitro (Nicoli, M.C., Anese, M., Manzocco, L.,dan .
Lerici, C.R., 1997; Daglia, M., Papetti, A., Gregotti, C., Berte, F., dan Gazzani,
G., 2000; Del Castillo, M.D., Ames, J.M., dan Gordon M.H., 2002; Borrelli,
R.C., Visconti, A., Menella, C., Anese, M., dan Fogliano, V., 2002).
Beberapa efek positif asam klorogenat terhadap kesehatan antara lain
mencegah genotoksisitas monokloramin pada mukosa lambung (Shibata, H.,
Sakamoto, Y., Oka,M., dan Kono,Y., 2010), menjaga kesehatan hati dan kandung
empedu, mengurangi risiko DM II (Van Dam, R.M. dan Hu, F.B., 2003),
mengurangi risiko gout (Choi, H.K. dan Curhan, G., 2007), menghambat
pertumbuhan kanker (Lee, W.J. dan Zhu,B .T., 2006) dan menurunkan risiko
penyakit jantung koroner, menurunkan berat badan (Tom, E., 2007; Castelnuovo,
A.D., Giuseppe, R.D., Iacoviello, L., dan Gaetano, G.D., 2012).

2.4 Aktivitas Antioksidan pada Polifenol


Radikal bebas adalah molekul dengan elektron tidak lengkap yang
menyebabkan mereka menjadi reaktif secara kimiawi dibandingkan dengan
molekul dengan elektron lengkap. Radikal bebas diiproduksi oleh metabolisme
makanan yang masuk ke dalam tubuh, atau lingkungan yang terpapar polutan
seperti asap rokok dan radiasi. Radikal bebas dapat merusak sel dan berperan pada
penyakit jantung, kanker dan penyakit degeneratif lainnya (Tan Hoan Tjay dan
Rahardja, K., 2007).
Pada manusia, bentuk radikal bebas pada umumnya berupa molekul
oksigen tidak lengkap. Ketika molekul oksigen (02) tidak lengkap ini secara

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


23

radikal mencuri elektron dari molekul normal lain, menyebabkan kerusakan pada
DNA maupun molekul normal tersebut. Semakin lama, kerusakan akan menjadi
ireversibel dan menyebabkan timbulnya suatu penyakit, contohnya kanker.
Antioksidan sering digambarkan sebagai penangkap radikal bebas yang berarti
mereka menetralisir reaksi reaktif dan mencegah pencurian elektron dari molekul
lain (Tan Hoan Tjay dan Rahardja, K., 2007).
Senyawa antioksidan meliputi diantaranya adalah beta karoten, lutein,
likopen, selenium, vitamin A, vitamin C dan vitamin E, yang banyak ditemukan
pada makanan, diantaranya buah-buahan dan sayuran segar, kacang-kacangan,
gandum dan beberapa daging, daging ayam dan ikan (Pellegrini, N. et al., 2003;
Tan Hoan Tjay dan Rahardja, K., 2007).
Polifenol merupakan antioksidan terbanyak dalam makanan. Total asupan
polifenol dalam sehari bisa mencapai satu gram. Sebagai perbandingan, polifenol
memiliki aktivitas antioksidan 10 kali lebih tinggi dibanding vitamin C dan 100
kali lebih tinggi dibanding vitamin E dan karotenoid. Sumber utama polifenol
yaitu buah-buahan dan minuman yang berasal dari tumbuhan seperti jus buah, teh,
kopi dan red wine. Sayuran, sereal, coklat dan kacang-kacangan kering juga
penyumbang asupan total polifenol. Dalam kategori minuman, dari suatu
penelitian disebutkan sumber polifenol terbesar adalah dari daun teh segar, teh
bubuk dan biji kopi (Pellegrini, N. et al., 2003; Carelsen, M.H. et al., 2010).
Polifenol terbukti memperbaiki keadaan biomarker stress oksidatif yang
berbeda-beda. Namun belumlah jelas hubungan biomarker ini sebagai prediktor
risiko suatu penyakit dan kesesuaian dengan metode berbeda-beda yang
digunakan. Kemajuan yang bermakna didapatkan pada penelitian penyakit
kardiovaskuler, termasuk hipertensi, bahwa pemberian polifenol sebagai
suplemen atau makanan dapat meningkatkan status kesehatan mereka dengan
penurunan risiko penyakit kardiovaskuler (Scalbert, A., Manach, C., Morand, C.,
Rmsya, C., dan Jimnez, L., 2005).
Fenol beraksi sebagai antioksidan dengan memutuskan rantai radikal
bebas, dimana gugus OH akan menangkap radikal bebas seperti peroksil radikal
(RO2)
-OH + RO2 R-O+ ROOH (2.1)

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


24

Radikal fenoksil (R-O) cenderung kurang reaktif karena elektron


terlokalisasi di dalam cincin aromatik, sehingga radikal RO2 reaktif hanya
memiliki satu elektron yang kurang reaktif.
Nitrit oksida meskipun merupakan radikal bebas namun kurang reaktif
untuk menyerang DNA secara langsung. Nitrit oksida dapat juga mencegah
ransiditas, misalnya menghambat lipid peroksidase dengan dua cara. Salah
satunya dapat menangkap radikal peroksil reaktif (Halliwel, B., 2002).

RO2 + NO ROONO (2.2)

Lipid peroksidasi pada daging dapat meningkat dengan pelepasan ion besi
dan senyawa heme seperti mioglobin dan NO merupakan antagonis dari reaksi ini.
Jika reaksi nitrit ini masuk kedalam tubuh (dimakan) kemudian bereaksi dengan
asam lambung maka akan memproduksi asam nitrous (HNO2), yang kemudian
akan teroksidasi menjadi N2O3. Reaksi ini kemudian akan menimbulkan nitrosasi
dari amin, nitrasi dari senyawa aromatik, dan deaminasi dari basa DNA,
khususnya guanin. Beberapa senyawa fenolat yang ditemukan pada tanaman
memiliki kekuatan penuh untuk menghambat HNO2-dependent tyrosine nitration
dan deaminasi basa DNA in vitro. Penghambatan ini jauh lebih efektif dari pada
askorbat. Karenanya, senyawa fenol pada buah-buahan, sayuran, wine, teh dan
minuman lainnya dapat bermanfaat sebagai gastroprotektif terutama pada situasi
peningkatan spesies nitrogen yang reaktif. Barangkali, ini salah satu alasan kenapa
teh hijau (juga kopi) dapat memberikan perlindungan terhadap kanker: karena
salah satu senyawanya dapat menghambat spesies nitrogen rekatif yang dapat
merusak DNA secara potensial di dalam perut. Senyawa fenol yang teroksidasi
atau ternitrasi yang dihasilkan bukanlah senyawa yang toksik (Halliwel, B., 2002).
Fenol yang tidak terserap dalam usus halus akan dilanjutkan di kolon
(seperti halnya asam klorogenat pada kopi). Tampaknya ini menguntungkan,
karena kolon manusia bersifat hipoksia, feses tersimpan pada kondisi anaerob
sehingga menciptakan radikal bebas diatas rata-rata dengan reaksi yang
melibatkan ion besi, yang tidak diabsorbsi di usus halus dan juga bisaanya karena
konsumsi terlalu banyak makanan yang kaya dengan besi. Fenol yang berlanjut
hingga kolon akan berikatan dengan ion besi dan menangkap berbagai spesies

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


25

reaktif (Halliwell, B., 2002). Dan ini barangkali keuntungan kopi dibalik efek
negatifnya yang mengganggu penyerapan zat besi.

2.4.1 Aktivitas Antioksidan terhadap Tekanan Darah


Tekanan darah bervariasi sepanjang hari antara batas-batas tertentu dan
yang terendah terjadi pada malam hari sewaktu tidur. Pagi hari setelah bangun
tidur, tekanan darah berangsur-angsur mulai naik dan biasanya mencapai
puncaknya pada siang hari selama bertugas dengan banyak kemungkinan akan
situasi penuh stress. Secara tradisional tekanan darah diastolik umumnya dianggap
lebih penting daripada tekanan darah sistolik sebagai faktor risiko penyakit
kardiovaskular. Namun penelitian baru menunjukkan bahwa tekanan darah
sistolik sama pentingnya untuk meramalkan berbagai komplikasi hipertensi
(stroke, penyakit jantung koroner, gagal jantung). Bahkan pada orang di atas 50
tahun tekanan darah sistolik mungkin lebih penting daripada tekanan darah
diastolik. Terutama lansia dapat mederita hipertensi sistolik tunggal yang sering
kali sukar diturunkan dengan pengobatan. (Kusumawardhani, T., 2006).
WHO mengklasifikasikan tekanan darah menjadi sembilan golongan
(Tabel 2.5). Untuk penanganan hipertensi rekomendasi WHO menganjurkan lima
jenis obat dengan efek hipotensif dan efektivitas kurang lebih sama, yaitu
diuretika tiazida, beta-bloker, antagonis- Ca, ACE-inhibitor (angiotensin
converting enzyme inhibitor), dan AT II-reseptor bloker (angiotensin II reseptor
bloker) (Tan Hoan Tjay dan Rahardja, K., 2007).
Mengkonsumsi makanan yang kaya polifenol, seperti buah-buahan dan
sayuran, dan minuman yang berasal dari tumbuhan, seperti coklat, wine merah,
dan teh, merupakan salah satu contoh gaya hidup sehat yang bermanfaat untuk
terhindar dari penyakit kardiovaskuler. Beberapa penelitian epidemiologi
menunjukkan hubungan yang bermakna antara mengkonsumsi polifenol dan
penurunan risiko penyakit kardiovaskuler. Mekanisme perlindungan polifenol
terhadap penurunan penyakit kardiovaskuler antara lain dengan memperbaiki
fungsi endothelium pembuluh darah.

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


26

Tabel 2.5. Klasifikasi tingkat tekanan darah menurut WHO (mmHg).

Kategori Sistolik Diastolik

Optimal <120 <80

Normal < 130 < 85

Normal-tinggi 130-139 85-89

Hipertensi derajat 1 140-159 90-99


(ringan)
Subkelompok : boderline 140 - 149 90 94

Hipertensi derajat 2 160-179 100-109


(sedang)
Hipertensi derajat 3 >180 >110
(berat)
Hipertensi sistolik < 140 < 90
terisolasi
Subkelompok : boderline 140 149 < 90

[Sumber: Kuswardhani, 2006]

Review Stoclet, J.C., et al. (2004), menunjukkan efek antioksidan


polifenol terhadap penurunan tekanan darah adalah dengan meningkatkan
produksi factor vasodilatasi nitrit oksida (NO), Endothelium-Derived
Hyperpolarizing Factor (EDHF) dan prostasiklin (PGI2) dan menghambat sintesis
vasokontriktor endothelin-1 (ET-1) pada sel endothelium. Polifenol menginduksi
nitrit oksida (NO) yang memediasi relaksasi endothelium arteri yang terisolasi.
Aktivasi endothelial NO synthase (eNOS) dikarenakan 2 mekanisme yaitu
peningkatan Ca2+ dan fosforilasi eNOS oleh PI3-kinase/jalur Akt. Polifenol juga
menyebabkan endotheliumderived hyperpolarizing factor (EDHF) yang
memediasi relaksasi arteri terisolasi menjadi terlokalisasi dan mengontrol
pembentukan anion superoksida yang menyebabkan aktivasi jalur PI3-kinase/Akt.
Polifenol juga meningkatkan pengeluaran prostasiklin endothelial (PGI2) dan
menghambat sintesis dan efek endothelin-1 (ET1). Semua mekanisme ini
mungkin yang berkontribusi dalam mekanisme vasodilatasi, vasoprotektif, dan

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


27

efek anti-hipertensif dari polifenol in vivo. Jangka panjang, pengobatan sel


endothelial dengan polifenol dapat meningkatkan ekspresi eNOS (Gambar 2.6).

[Sumber: Stoclet, J.C., 2004]

Keterangan: NO: nitrit oksida; eNOS: endothelial NO synthase; PI3K/Akt : PI3-


kinase/jalur Akt; EDHF: endotheliumderived hyperpolarizing factor; PGI2: prostasiklin
endothelial; ET1: endothelin-1; Ca2+/CaM: Ca2+/Calmodulin complex; sGC: soluble
guanylyl cyclase.

Gambar 2.6 Efek akut polifenol pada endothelium.

Kopi banyak mengandung senyawa antioksidan seperti asam klorogenat,


flavonoid, melanoidin, furan, pirol, dan maltol (Castelnuovo, A.D., Giuseppe,
R.D., Iacoviello, L., dan Gaetano, G.D., 2012). Asam klorogenat, suatu senyawa
polifenol pada kopi, memiliki efek antihipertensi, hanya data epidemiologik
tentang efek kopi terhadap tekanan darah masih kontroversial. Suatu komponen
spesifik pada kopi ternyata menghambat efek hipotensif dari asam klorogenat.
Senyawa ini adalah hidroksihidrokuinon (HHQ/1,2,4-trihidroksibenzen), senyawa
prooksidan yang dihasilkan dari proses pemanggangan biji kopi (Suzuki, A. et al.,
2006; Yamaguchi, T. et al., 2008).
Asam klorogenat pada kopi mungkin didegradasi oleh mikroflora yang
tedapat pada usus besar dan kemudian diabsorbsi sebagai asam kafeat dan asam
firulat. Metabolit kopi ini nampaknya yang akan memperbaiki fungsi vaskular
melalui pengurangan produksi ROS (Reaktive Oxygen Species) dan menguatkan
Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


28

bioavailabilitas NO (Nitrit Oksida). Sedangkan HHQ memproduksi O2 dan


H2O2 yang dapat dikonfirmasikan dalam uji in vitro dan in vivo. O2 derivat
HHQ mungkin merupakan yang utama menghambat asam klorogenat dalam
menginduksi aktivitas NO sebagai faktor vasidilator derivat endotelium (Suzuki,
A. et al., 2006).

2.4.2 Metode Pengukuran Aktivitas Antioksidan


Antioksidan in vivo dapat mencegah oksidasi terhadap target biologis
dengan berbagai cara, yaitu:
a. Menangkap ion logam untuk mencegah pembentukan spesies
oksigen/nitrogen reaktif.
b. Menangkap spesies oksigen/nitrogen reaktif secara langsung.
c. Menghambat enzim oksidatif (contoh: siklooksigenase)
d. Meningkatkan aktivitas enzim antioksidan.
Antioksidan dapat menangkap radikal bebas dengan beberapa mekanisme, yaitu
transfer atom hidrogen, transfer elektron tunggal, dan baru-baru ini diketahui
transfer elektron dengan memberikan proton (Moore, J. dan Liangli Yu, 2007).

2.4.2.1 DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl)


Metode yang paling sering digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan
tanaman obat adalah metode uji dengan menggunakan radikal bebas DPPH.
Tujuan metode ini adalah mengetahui parameter konsentrasi yang ekuivalen
memberikan 50% efek aktivitas antioksidan (IC50). Hal ini dapat dicapai dengan
cara menginterpretasikan data eksperimental dari metode tersebut.
DPPH merupakan radikal bebas yang dapat bereaksi dengan senyawa yang
dapat mendonorkan atom hidrogen, dapat berguna untuk pengujian aktivitas
antioksidan komponen tertentu dalam suatu ekstrak. Karena adanya elektron yang
tidak berpasangan, DPPH memberikan serapan kuat pada 517 nm. Ketika
elektronnya menjadi berpasangan oleh keberadaan penangkap radikal bebas, maka
absorbansinya menurun secara stokiometri sesuai jumlah elektron yang diambil.

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


29

Keberadaan senyawa antioksidan dapat mengubah warna larutan DPPH dari ungu
menjadi kuning (Dehpour, A.A., Ebrahimzadeh, M.A., Fazel, N.S., dan
Mohammad, N.S., 2009). Perubahan absorbansi akibat reaksi ini telah digunakan
secara luas untuk menguji kemampuan beberapa molekul sebagai penangkap
radikal bebas. Metode DPPH merupakan metode yang mudah, cepat dan sensitif
untuk pengujian aktivitas antioksidan senyawa tertentu atau ekstrak tanaman
(Koleva, I.I., van Beek, T.A., Linssen, J.P.H., de Groot, A., dan Evstatieva, L.N.,
2002; Prakash, A., Rigelhof, F., dan Miller, E., 2010).

Tabel 2.6. Tingkat kekuatan antioksidan dengan metode DPPH

Intensitas Nilai IC50

Sangat aktif < 50 ppm

Aktif 50-100 ppm

Sedang 101-250 ppm

Lemah 250-500 ppm


[Sumber: Jun, M., 2006]

2.4.2.2 ABTS+ (2,2 azinobis (3-ethyl-benzothiazoline-6sulfonic-acid)


Metode pengukuran kemampuan menangkap radikal kation ABTS
(ABTS+) merupakan metode dekolorisasi yang mengukur kapasitas antioksidan
secara langsung menangkap radikal kation ABTS+ yang dihasilkan dengan cara
kimiawi. ABTS+ adalah nitrogen yang menjadi pusat radikal dengan
karakteristik warna hijau-biru, yang kemudian akan direduksi oleh antioksidan
menjadi bentuk non radikal (ABTS) yang tidak/kurang berwarna. Reaksi ini
terukur pada absorbansi 734 nm pada spektrofotometer. Hasilnya secara umum
setara dengan kekuatan trolox sebagai standar antioksidan (Moore, J. dan Liangli
Yu, 2007).
Bahan dan persiapan larutan uji sebagai berikut: 0,5 fosfat bufer (PSB) pH
7,4; 0,5 mM larutan trolox dalam pelarut yang sama untuk larutan sampel ,
standar trolox 1-120 M diencerkan pada pelarut yang sama, larutan uji/ekstrak
(pengenceran mungkin diperlukan untuk mendapatkan absorbansi yang linier

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


30

pada kurva standar); blanko yang mengandung 1 mL PBS dan 80L pelarut;
larutan ABTS+: disiapkan 5 mM ABTS (2,2`-azinobis (3-etilbenzotiazolin-6-
asam sulfonat) garam diamonium) dalam air, tambahkan 1 atau 2 spatula MnO
menjadi ABTS teroksidasi (ABTS+), saring larutan dengan kertas saring
whatman #1, encerkan dengan PBS hingga absorbansi pada 1-cm cell, 734 nm
adalah 0,7 (Moore, J. dan Liangli Yu, 2007) .

Prosedur kerja sebagai berikut: lakukan penyesuaian dengan panjang


gelombang absorbansi pada spetrofotometer adalah 734 nm, spektrofotometer
blanko dengan larutan blanko, ditambahkan 1 ml larutan ABTS + dan 80 l
standar atau diencerkan ekstrak sampel ke dalam tabung uji, biarkan tabung
selama 30 detik diikuti vorteks selama 1 menit, pindahkan ke dalam kuvet dan
segera baca absorbansinya (Moore, J. dan Liangli Yu, 2007).

2.4.2.3 Superoksida anion radikal (O2-)


Metode pengukuran kemampuan menangkap radikal O2- dikembangkan
untuk mengevaluasi kemampuan antioksidan hidrofilik yang secara langsung
bereaksi dengan radikal yang sesuai. Metode ini mengukur kemampuan
antioksidan terseleksi bersaing dengan suatu molekul nitroblue tetrazolium
(NBT), untuk menangkap O2- yang dihasilkan dari enzimatik hipoxantin-xantin
oksidase (HPX-XOD) sistem. NBT memiliki warna kuning yang akan direduksi
oleh O2- membentuk warna biru yang akan yang akan terukur 560 nm pada
spektrofotometer. Metode ini akan menunjukkan sisa O2-(%) (Moore, J. dan
Liangli Yu, 2007).
Bahan dan persiapan larutan uji sebagai berikut: 50 mM fosfat bufer (PBS)
pH 7,4; disiapkan larutan uji 2 mM hypoxanthine (HPX) dalam PBS; disiapkan
larutan 0.56 U/mL xantin oksidase (XOD) dalam PBS; disiapkan larutan 0,34 mM
tretrazolium biru (NBT) dalam PBS; ekstrak sampel (Moore, J. dan Liangli Yu,
2007).

Prosedur kerja sebagai berikut: disiapkan larutan blanko yang


mengandung 300 l PBS, larutan 200 l NBT dan larutan 500 l HPX, tera
absorbansi pada 560 nm menjadi 0 dengan larutan blanko, tabahakan larutan 200

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


31

l NBT, larutan 500 l HPX, dan larutan sampel 100 l (ekstrak sampel) atau
pelarut untuk kontrol, vorteks selama 5 detik, tambahkan 200 l XOD dan atur
segera timer, vorteks selama 30 detik, ukur absorbansi setiap menit selama 10
menit (Moore, J. dan Liangli Yu, 2007).

2.5 Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan penyari
simplisia menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari langsung.
Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk. Sebagai cairan penyari
digunakan air, eter, etanol, atau campuran etanol dan air.
Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi, perkolasi atau penyeduhan
dengan air mendidih. Penyarian dengan campuran etanol dan air dilakukan
dengan cara maserasi atau perkolasi. Penyarian dengan eter dilakukan dengan cara
perkolasi (BPOM, 2008).
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
ruangan (kamar). Secara tekhnologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode
pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan
pengadukan yang terus-menerus. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan
penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan
seterusnya.
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna, yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari
tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak
(perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air medidih, temperature terukur (95-980C)
selama waktu tertentu (15-20 menit). Dekok adalah infus pada waktu yang lebih
lama (30 menit) dan temperature sampai titik didih air.

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


32

Pengeringan ekstrak berarti menghilangkan pelarut dari bahan sehingga


mengasilkan serbuk, masa kering rapuh, tergantung proses dan peralatan yang
digunakan. Ada berbagai proses pengeringan ekstrak yaitu dengan cara evaporasi,
vaporasi, sublimasi, konveksi, kontak, radiasi dan dielektrik (Depkes RI, 2000).
Proses pengeringan dengan cara sublimasi, salah satunya dengan
menggunakan metode freeze drying. Metode ini telah dikenal sejak jaman kuno
oleh bangsa Peruvian Inca dari Andes. Freeze drying atau liofilisasi adalah proses
sublimasi atau memindahkan kandungan air dari makanan beku. Bangsa Inca
menyimpan kentang dan hasil pertanian lainnya di atas gunung Machu Picchu.
Suhu yang sangat rendah menyebabkan bahan pangan menjadi beku dan secara
perlahan air yang terkandung didalamnya akan menguap pada tekanan udara yang
rendah di tempat yang sangat tinggi.
Beberapa bahan biologi, farmasetikal dan makanan yang tidak boleh
dipanaskan dalam pengeringannya, maka freeze drying menjadi pilihan. Bahan
yang akan dikeringkan harus dibekukan terlebih dahulu. Dalam freeze drying, air
atau pelarut lain diambil atau dipindahkan sebagai uap dengan sublimasi dari
bentuk beku ke bentuk uap, dari ruang pengeringan. Freeze drying memproduksi
produk pengeringan yang paling berkualitas. Hasil menjadi lebih berpori dan
struktur yang tidak menyusut dan akan rehidrasi kembali dengan cepat dengan
penambahan air. Freeze drying pada makanan dan materi biologi menguntungkan
karena hanya sedikit aroma dan rasa yang hilang. Proses dengan suhu rendah,
hampir tidak mengandung air, dan transisi yang cepat dalam pengeringan
mencegah enzymatic browning, denaturasi protein dan reaksi enzimatik. Freeze
drying juga digunakan untuk dehidrasi makanan yang sulit untuk dikeringkan,
seperti kopi, bawang, beberapa seafood dan buah-buahan. Freeze drying
membutuhkan tekanan yang sangat rendah atau vakum yang tinggi untuk
memproduksi pengeringan yang memuaskan. Freeze drying seringkali bekerja
dengan suhu -10oC atau lebih rendah dengan tekanan sekitar 2 mmHg atau
kurang. Beberapa tahap yang terjadi selama proses:
a. Pembekuan dengan suhu yang rendah
b. Pengeringan dengan sublimasi atau desorpsi pada bahan yang tidak dapat
membeku, dengan pengurangan tekanan oleh vakum.

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


33

c. Penyimpanan bahan yang telah mengering pada kondisi bebas oksigen,


penguapan air yang terus terjadi dan kedap udara (Liapis dan Bruttini, 2006).

2.6 Model Hewan Hipertensi


Model hewan hipertensi dikembangkan sebagai wawasan baru untuk
menjelaskan patogenesis hipertensi. Banyak model tersebut yang dikembangkan
dengan menggunakan faktor-faktor penyebab yang diduga bertanggung jawab
untuk hipertensi manusia, seperti konsumsi garam yang berlebihan, hiperaktif dari
sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (RAAS) dan faktor genetik. Hipertensi
terjadi karena adanya kenaikan tekanan darah (Badyal, et al., 2003).
Berikut adalah contoh model tikus hipertensi sistemik:

2.6.1 Model tikus hipertensi karena stres


Penelitian dari Knardahl, et al. (1988) dalam Pinto, et al. (1998) pada
tikus yang diberi stress dengan kejutan listrik pada kaki dan bunyi dapat
meningkatkan tekanan darah dan peningkatan denyut jantung. Hal ini disebabkan
karena adanya peningkatan adrenalin dan noradrenalin secara bermakna.
Perubahan fungsional tekanan darah pada beberapa rempat dapat
disebabkan oleh stress akut, bila berulang secara intermiten beberapa kali dapat
menyebabkan suatu adaptasi structural hipertropi kardiovaskular. Bila ini terjadi
pada tingkat vascular aka nada peningkatan ketahanan (resistensi), menyebabkan
peningkatan rasio dinding pembuluh dengan lumennya. Hal ini kemudian
mempertinggi pengaruh hemodinamik tekanan. Kemungkinan besar bahwa faktor-
faktor tropik neurohormonal adalah penting dalam perkembangan hipertensi
jangka panjang yang mengikuti perpanjngan stress penginduksi hipertensi.

2.6.2 Model Spontaneous Hypertension Rat (SHR)


SHR telah banyak digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor genetik
dalam hipertensi. SHR adalah model yang paling popular, walaupun secara fakta
hanya mewakili sebagian kecil dari beragam etiologi hipertensi. Pada model SHR
terjadi kerusakan organ akhir seperti hipertrofi jantung, gagal jantung, dan
disfungsi ginjal. Namun, tidak menunjukkan masalah pada pembuluh darah,

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


34

aterosklerosis, atau trombosis vaskular makroskopik, tidak memiliki


kecenderungan untuk berkembang menjadi stroke pada kondisi awal dan
mempunyai kecenderungan yang kuat untuk mati (Pinto, et al., 1998; Badyal, et
al., 2003).

2.6.3 Model tikus hipertensi karena pemberian mineralokortikoida


Deoksikortikosteron adalah hormon steroid yang dihasilkan oleh kelenjar
adrenal yang memiliki aktifitas sebagai mineralokortikoid dan bertindak sebagai
prekusor aldosteron. Deoksikortikosteron asetat (DOCA)-Garam merupakan salah
satu model hipertensi sekunder karena pengaruh endokrin (hormon).
Deoksikortikosteron merupakan salah satu hormon yang dihasilkan di korteks
adrenal, selain aldosteron. Hormon ini mengatur keseimbangan elektrolit dengan
meningkatkan retensi natrium dan ekskresi kalium. Aktifitas fisiologi selanjutnya
membantu dalam mempertahankan tekanan darah normal dan curah
jantung.Kelebihan mineralkortikoid menyebabkan hipertensi dan hipokalemia
(Sjakoer, N.A.A., 2011).
Model DOCA-garam lebih visibel untuk dijadikan model hipertensi hewan
coba. Hal-hal yang mendukung yaitu: pemaparan DOCA-garam lebih cepat
meningkatkan tekanan darah yaitu setelah 1 bulan pemaparan atau pada minggu
ke 8 terjadi kenaikan tekanan darah, jarang terjadi kerusakan organ yang fatal, dan
kadar renin rendah. Wang, et al. (1995) melaporkan bahwa pemberian 100 mg
DOCA-garam secara subkutan pada tikus yang telah di uninefrektomi (dibedah
salah satu ginjalnya). Kemudian tikus diberi larutan garam 1% sebagai air
minumnya, setelah tiga minggu terjadi hipertensi (Sjakoer, N.A.A., 2011).

2.6.4 Model tikus hipertensi karena inaktivasi NO (nitrit oksida)


eNOS (endotelial nitrit oksida sintase) adalah enzim yang mengaktivasi
NO yang merupakan pengatur tegangan vaskular dan kontraktilitas miokardial,
dan menghambat agregasi platelet, serta bertanggung jawab terhadap
perkembangan hipertensi dan aterosklerosis. eNOS dapat dihambat oleh L-

NAME (N -nitro-L-arginine methyl ester) dan nitro-L-arginine. Pemberian kronis
L-NAME meningkatkan tekanan darah sistolik dan denyut jantung dan

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


35

menurunkan fungsi renal. Model ini secara tekhnis lebih mudah dan mortalitas
yang rendah (Doggrell, S.A. dan Brown, L., 1998).
Aktivasi NO juga bisa dihambat oleh penghilangan glutathione (GSH).
GSH merupakan tripeptida yang tersusun atas asam amino glutamat, sistein dan
glisin, dan berperan sebagai antiokhsidan (Winarsi, H., 2007). Penelitian
Vaziri,N.D., Xiu Q. Wang, Oveisi. F., dan Rad, B. (2000) melaporkan pemberian
tikus sehat Sprague-Dawley dengan penghambat sintase GSH, buthionine
sulfoximine (BSO, 30 mmol/L, dalam air minum) selama dua minggu
menunjukkan kenaikan tekanan darah dan terjadi penurunan tekanan darah setelah
pemberian vitamin E dan C.

2.6.5 Model tikus hipertensi karena induksi fruktosa


Penelitian Dai, S. dan McNeill, J.H. (1995) melaporkan induksi 10%
fruktosa dalam minuman tikus sehat Wistar (ekuivalen dengan diet yang
mengandung 48-57% fruktosa) selama satu minggu atau lebih menyebabkan
hipertensi yang diikuti peningkatan kadar insulin (hiperinsulinemia), glukosa, dan
trigliserida dalam darah. Semua kondisi abnormal ini akan hilang setelah
pengurangan konsumsi fruktosa.

2.6.6 Model tikus hipertensi karena induksi lain: PTU, adrenalin, dan NaCl
Propiltiourasil (PTU) merupakan derivat pirimidin adalah analogon dari
metiltiourasil, yaitu zat antitiroid pertama (1945). PTU berkhasiat sebagai
antitiroid yang menekan produksi hormon tiroid. Pemberian obat ini kadang-
kadang disertai keluhan takikardi dan kegelisahan. Adrenalin merupakan zat
adrenergik, salah satu khasiatnya adalah sebagai bronkodilator terkuat dengan
kerja cepat tetapi singkat dan digunakan untuk serangan asma yang hebat.
Adrenalin akan menimbulkan palpitasi dan aritmia pada dosis yang lebih tinggi.
Adrenalin secara oral tidak aktif (Tan Hoan Tjay dan Rahardja, K., 2007).
Sedangkan garam (NaCl-Natrium Klorida) yang diasup dalam jumlah banyak,
lebih dari enam gram per hari, akan meningkatkan tekanan darah, dan semakin
meningkat usianya maka semakin meningkat pula tekanan darahnya. Uji preklinis
juga membuktikan fenomena tersebut yaitu akan menyebabkan hipertensi pada

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


36

hewan coba tikus, kelinci dan anak ayam dengan mengganti air minum dengan
NaCl 1-2% selama 9 minggu-12 bulan (Badyal, et al., 2003).
Penelitian Martha, F.A. (2007) melaporkan model tikus sehat yang
diinduksi dengan pemberian PTU (1,25 mg/kg/hari) secara oral dan pemberian
dosis tunggal adrenalin (1,2 myu/kg) secara intraperitoneal menunjukkan
hipertensi dengan peningkatan denyut jantung, dan pemberian NaCl (3,75
g/kg/hari) satu kali sehari selama 14 hari, meningkatkan tekanan darah diikuti
stroke volume.

2.7 Metode Pengukuran Tekanan Darah pada Tikus


Metode pengukuran darah pada tikus dapat dilakukan dengan dua cara:
a. Pengukuran darah secara langsung (invasive blood pressure)
b. Pengukuran darah tidak langsung (non-invasive blood pressure)

2.7.1 Pengukuran Darah Secara Langsung


Cara pengukuran darah secara langsung adalah sebagai berikut: arteri
karotis kanan atau kiri dikateterisasi dengan kateter plastik yang diletakkan di
dalam arkus aorta. Kateter harus melewati area subkutan dan eksterior dorsales
pada leher sekitar dua cm. Kateter terlebih dahulu diisi dengan larutan salin-
heparin (10-25 iu heparin/ml) dan dijepit dengan suatu penjepit khusus. Tikus
kemudian dipulihkan kembali dari proses kateterisasi dan dipakai kembali sebagai
hewan coba setelah tiga hari atau lebih. (Kateter karotis sebaiknya dibersihkan
setiap hari untuk menjaga kualitas dan hanya digunakan untuk pengukuran
tekanan darah). Kateter kedua kembali diisi dengan larutan salin-heparin dan di
sambungkan dengan kateter yang pertama terpasang , dan ujung dari kateter kedua
disambungkan dengan transduser. Denyut darah pada arteri karotis menyebabkan
perubahan tekanan pada larutan salin-heparin yang dtransmisikan ke transduser
dan terekam sebagai grafik yang rapat. Alternatif lain dari kateterisasi arteri
karotis, yaitu dengan kateterisasi pada ekor tikus (Waynforth, H.B., 1980).
Cara lain sebagai berikut: di bagian bawah trakea terdapat dua arteri
karotis di samping kanan kiri trakea. Salah satu arteri karotis diisolasi dan
diangkat dan diregangkan dengan menggunakan pinset tumpul. Arteri karotis
dipisahkan dari saraf vagus yang menempel padanya. Arteri karotis ke arah distal

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


37

diikat dengan menggunakan benang. Pada bagian bebasnya dimasukkan kanula


yang telah dihubungkan dengan manometer air raksa. Kemudian diikat dengan
benang agar posisinya tidak berubah, kemudian regangan dilepaskan (Andrajati,
R., Sari, S.P., Bahtiar, A., dan Syafhan, N.F., 2012).
Untuk mencegah darah membeku, kanula terlebih dahulu telah diisi
dengan larutan salin-heparin encer. Secara perlahan-lahan darah dari dalam arteri
karotis akan mendesak cairan salin-heparin di dalam kanula dan akhirnya
menekan air raksa di tabung sebelah kiri ke bawah dan mendorong air raksa di
tabung sebelah kanan ke atas. Perbedaan tinggi air raksa pada tabung sebelah kiri
dan kanan manometer air raksa menunjukkan tekanan darah arteri rata-rata
(Andrajati, R., Sari, S.P., Bahtiar, A., dan Syafhan, N.F., 2012).
Pengukuran tekanan darah secara langsung merupakan standar emas untuk
membandingkan akurasi dari tekhnologi mengukur tekanan darah secara tidak
langsung dan radiotelemetri merupakan prosedur bedah invasif tertinggi yang
sangat akurat sebagai tekhnologi pengukuran tekanan darah.Telemetri dilakukan
dengan implamantasi radiotransmiter pada tubuh tikus. Tekhnik ini sangat valid
dan memilki korelasi yang sangat baik dalam mengukur tekanan darah secara
langsung. Keuntungannya adalah tikus dapat bebas bergerak namun tekanan
darah terus dapat terukur (Kent Scientific Corporation, 2008).
Kerugian dari penggunaan alat ini adalah morbiditas yang berhubungan
dengan pembedahan implamantasi transmiter; morbiditas yang berhubungan
dengan pembedahan penggantian batere, karena umur batere biasanya pendek;
menyebabkan stress pada hewan coba; hewan coba tidak dapat bersosialisasi
karena diisolasi; memerlukan biaya yang tinggi untuk penggunaan alat ini;
membutuhkan seorang ahli untuk memasang transmiter; dan kurang diterima di
pasaran karena harga produk yang tinggi (Kent Scientific Corporation, 2008) .

2.7.2 Pengukuran Darah Tidak Langsung (non-invasive blood pressure)


Tekhnik ini menggunakan tempat khusus (cuff) dan detektor denyut,
keduanya diletakkan pada ekor tikus dan dihubungkan dengan perekam tekanan
darah. Pada permulaan, tikus harus dihangatkan dengan suhu 370C pada
papanyang hangat sekitar 15 menit (jika tidak hangat denyut tidak terdeteksi pada

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


38

detetektor). Pada cuff dipasang karet disposibel, yang dipasang pertema pada ekor
tikus, kemudian diikuti dengan cuff sebagai detektor denyut. Pada permulaan
denyut tikus dicoba dilihat dulu dan jika bagus, maka perekaman dimulai dan
denyut akan tercatat. Cuff otomatis akan mengembang menekan ekor tikus yang
dialiri darah, dan denyut aliran darah akan terdeteksi walaupun tidak lama.
Denyut yang terukur ini merupakan tekanan darah sistolik tikus. Biasanya
dibutuhkan empat kali atau lebih pengukuran untuk masing-masing hewan coba,
yang kemudian diambil rata-ratanya. Rata-rata denyut jantung juga terukur
setelah perekaman tekanan darah dan tikus tampak tenang (Waynforth, H.B.,
1980) .
Salah satu metode pengukuran tekanan darah pada tikus adalah sensor
perekam tekanan volume darah. Perekam tekanan volume darah menggunakan
desain khusus yaitu tekanan diferensial yang ditransduksi menjadi pengukuran
non-invasive volume darah pada ekor. Perekam tekanan volume darah secara
aktual mengukur enam parameter tekanan darah secara bersamaan yaitu tekanan
darah sistolik, tekanan darah diastolik, rata-rata tekanan darah, rata-rata denyut
jantung, volume darah dan aliran darah pada ekor.
Salah satu metode terbaru pengukur tekanan darah tak langsung adalah
perekam tekanan volume darah menggunakan metode volumetrik untuk
mengukur aliran darah dan volume darah pada ekor. Setelah metode ini ditemukan
maka , tidak ada lagi pengukuran hewan coba yang dipengaruhi dengan gelap-
terangnya lingkungan, pergerakan hewan coba juga sebagian besar dapat
dikurangi, dan tidak tergantung dengan pigmentasi kulit hewan coba. Kulit gelap
hewan coba tidak memiliki efek terhadap pengukuran dengan perekam tekanan
volume darah. Mencit yang berukuran sangat kecil pun, kurang lebih 10 g, sangat
mudah diukur dengan metode perekam tekanan volume. Tikus dengan ukuran
hingga kurang lebih 950 g, juga masih dapat diukur.
Penelitian independen validasi klinis Yale University, New Heaven,
Connecticut, 2003, menunjukkan Perekam Tekanan Volume berhubungan 99%
dengan pengukuran tekanan darah secara langsung (Kent Scientific Corporation,
2008)

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


39

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat


Penelitian dilakukan selama 5-6 minggu. Penelitian berlangsung selama
bulan April-Mei 2012 di laboratorium Fitokimia, Farmakognosi, dan
Farmakologi, Departemen Farmasi FMIPA UI.

3.2 Bahan dan Alat


3.2.1 Bahan Kimia
Air mineral, akuades, air bebas CO2, Asam galat (Merck), etanol 96%
(Merck), metanol (Merck), petroleum eter (Merck), etil asetat (Merck) H2SO4
(Merck), HCl (Mallinckrodt), amonia (Merck), Na2CO3 (Merck), Iodium (Merck),
serbuk Mg (Merck), amil alkohol (Merck), Folin-Ciocalteu (Merck), silika gel
G60 F254 (Merck), 1,1 difenil-2- pikirhidrazil (DPPH) (Wako), Anhidrida asetat
(Merck), FeCl3 (Merck), NaCl (Merck).

3.2.2 Bahan Uji


Serbuk Kopi Luwak Arabika merk X produksi Indonesia dan Kopi
Arabika yang beli di pasar.

3.2.3 Hewan uji


Penelitian ini menggunakan hewan uji berupa tikus putih dewasa jantan
galur Sprague Dawley, bobot 150-200 gram, dan berumur 2 bulan yang diperoleh
dari bagian Non Ruminansia dan Satwa Harapan Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor (IPB).

3.2.4 Alat
Timbangan analitik (Scout Pro), neraca analitik (Mettler Toledo), freeze
dryer (Scanvac), chamber (Camag), TLC scanner (Camag), incubator (Biotech

39 Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


40

Inc.), spektrofotometer UV-Vis (Hitachi), kuvet kuarsa (Merck), alkoholmeter,


vortex (Maxi Mix), pipet mikro (Finni Pippete), pipet volume, stirrer, labu ukur,
kaca arloji, cawan porselen, penggerus/alu kecil, gelas ukur, gelas beaker, spatel,
tabung reaksi, botol vial, erlenmeyer, dan alat-alat gelas lainnya; kandang tikus
beserta perlengkapannya, timbangan hewan coba, sonde lambung, alat perekam
tekanan volume darah (CODA).

3.3 Prosedur Penelitian


3.3.1 Uji Fitokimia
3.3.1.1 Pembuatan Ekstrak Air Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika
Berdasarkan perhitungan kebutuhan serbuk Kopi Luwak Arabika selama
penelitian (Tabel 3.1), maka 125 g serbuk Kopi Luwak Arabika dan 50 g serbuk
Kopi Arabika dilarutkan berturut-turut ke dalam air mineral mendidih 2,5 L dan
1 L, diaduk kurang lebih 10-15 menit, kemudian disaring menggunakan kertas
saring dalam keadaan panas dan ditutup rapat. Seduhan kopi dibiarkan mendingin
dan dikeringkan dengan freeze dryer hingga didapatkan rendemen. Rendemen
dihitung dalam persen yang merupakan perbandingan antara ekstrak yang
diperoleh dengan berat serbuk kopi awal. Rendemen disimpan dalam lemari
pendingin dan siap digunakan untuk pembuatan larutan uji selama percobaan.
Rendemen kemudian disebut ekstrak air oleh peneliti.

3.3.1.2 Penetapan Parameter Standar Serbuk dan Ekstrak Air Kopi Luwak
Arabika
a. Deskripsi Organoleptik
Deskripsi organoleptik serbuk dan ekstrak air Kopi Luwak Arabika adalah
pengamatan bentuk, warna, bau dan rasa dari kopi (Depkes, 2008).

b. Kadar Abu Total


Bahan uji ditimbang dengan seksama 2-3 g, kemudian dihaluskan dan
dimasukan ke dalam krus silikat yang telah dipijar dan ditara. Pemijaran
dilakukan perlahan-lahan hingga arang habis, kemudian didinginkan dan
ditimbang.

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


41

Jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, ke dalamnya


ditambahkan air panas, diaduk, dan kemudian disaring melalui kertas saring
bebas abu. Dipijarkan kertas saring beserta sisa penyaringan dalam krus yang
sama. Dimasukkan filtrat ke dalam krus, diuapkan dan dipijarkan hingga bobot
tetap. Kadar abu total dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam % b/b
(Depkes, 2008).

c. Kadar Abu Tidak Larut Asam


Dididihkan abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dengan 25
mL asam klorida encer LP selama 5 menit. Dikumpulkan bagian yang tidak larut
dalam asam, disaring melalui kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas,
dan dipijarkan dalam krus hingga bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut dalam
asam dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam % b/b (Depkes, 2008).

d. Susut Pengeringan
Pengukuran susut pengeringan dilakukan dengan cara cawan porselen dan
tutupnya yang telah dipanaskan dalam oven pada suhu 105 2oC selama 30
menit ditimbang dan ditara (A). Sejumlah 2 g serbuk simplisia ditimbang (B),
dimasukkan ke dalam cawan porselen ditutup kembali. Simplisia dalam cawan
diratakan dengan cara menggoyangkan cawan tersebut lalu dimasukkan ke dalam
oven pada suhu 105 2oC, tutup cawan dilepaskan dan dibiarkan di dalam oven.
Bobot sisa ditimbang dan dicatat hasilnya, dimasukkan kembali ke dalam oven
pada suhu 105 2oC selama 2 jam, lalu ditimbang kembali. Jika bobot dari
penimbangan pertama dan kedua menunjukkan hasil yang sama maka telah
tercapai bobot tetap (C). Jika belum mencapai bobot tetap maka diulangi kembali
langkah sebelumnya hingga diperoleh bobot tetap (Depkes RI, 2008).
Terakhir dihitung kadar abu dengan rumus:

(A+C-B)
Kadar susut pengeringan = -------------- x 100% (3.1)
A

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


42

e. Pola Kromatografi Kafein


Kafein dilarutkan dalam metanol hingga diperoleh konsentrasi 100 ppm
dan sampel yaitu Kopi Luwak Arabika dilarutkan dengan metanol hingga
diperoleh konsentrasi 20.000 ppm. Kemuadian larutan di totol pada lempeng KLT
dan dielusi dengan eluen etil asetat : metanol masingmasing (85:15). Hasil elusi
kemudian disemprot dengan larutan dragendorff (Abourashed, E.A. dan Mossa,
J.S., 2004).

3.3.1.3 Identifikasi Senyawa Kimia Ekstrak Air Kopi Luwak Arabika dan Kopi
Arabika
a. Identifikasi Alkaloid (Metode Bouchardat, Mayer dan Dragendorff)
Ekstrak air kopi ditimbang masing-masing 100 mg lalu dimasukkan ke
dalam Erlenmeyer. Selanjutnya ditambahkan 1 ml HCl2N dan 9 ml air dan
dipanaskan di atas penangas air pada suhu 95o C selama 5 menit, kemudian
didinginkan dan disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan berikut:
1. Filtrat dipipet 1 ml di atas kaca arloji kemudian ditambahkan 2 tetes
reagen Bouchardat. Hasil positif dengan terbentuknya endapan coklat
sampai hitam.
2. Filtrat dipipet 1 ml di atas kaca arloji kemudian ditambahkan 2 tetes
reagen Mayer. Hasil positif dengan terbentuknya endapan berwarna putih.
3. Filtrat dipipet 1 ml di atas kaca arloji kemudian ditambahkan 2 tetes
reagen Dragendorff. Hasil positif dengan terbentuknya endapan jingga
coklat.
Alkaloid dianggap positif jika terjadi endapan atau paling sedikit dua atau
tiga dari percobaan di atas (Depkes RI, 1989).

b. Identifikasi Saponin
Sejumlah 100 mg masing-masing ekstrak ditimbang lalu dimasukkan ke
dalam tabung reaksi. Sejumlah 10 ml air panas ditambahkan lalu didinginkan,
dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Jika terbentuk buih yang tidak hilang selama

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


43

tidak kurang dari 10 menit dan dengan penambahan 1 tetes HCl2N buih juga tidak
hilang maka simplisia mengandung saponin (Depkes RI, 1989).

c. Identifikasi Flavonoid
Sejumlah 100 mg masing-masing ekstrak ditimbang lalu ditambahkan 10
ml air panas, didihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas dengan
kertas saring. Filtrat sejumlah 5 ml dipipet lalu ditambahkan 100 mg serbuk
magnesium, 1 ml HCl pekat dan 2 ml amil alkohol kemudian dikocok kuat. Bila
lapisan amil alkohol berwarna jingga atau merah jingga berarti simplisia
mengandung flavonoid. Identifikasi flavonoid dilakukan di lemari asam (Depkes
RI, 1989).

d. Identifikasi Senyawa Fenol


Masing-masing ekstrak ditimbang sejumlah 100 mg lalu dimasukkan ke
dalam tabung reaksi lalu ditambahkan 10 ml methanol 80%. Disonikasi selama 20
menit lalu disaring dengan kapas. Filtrat sejumlah 1 ml dipipet lalu ditambahkan 1
ml larutan Folin-Ciocalteu. Didiamkan selama 5 menit di tempat gelap. Bila
terbentuk warna biru berarti simplisia mengandung senyawa fenol (Harborne,
J.B., 1987).

e. Identifikasi Tanin
Sejumlah 100 mg masing-masing ekstrak ditambahkan air panas sebanyak
100 ml dan dididihkan selama 5 menit di dalam erlenmeyer. Setelah itu disaring,
sebagian filtrat yang diperoleh ditambah dua tetes FeCl3 1%. Hasil positif
ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau violet/hijau kecoklatan (tanin
terkondensasi) atau biru kehitaman (tannin terhidrolisis) (Bouquet, 1972; Evans
dan Trease, 2002).

3.3.1.4 Penetapan Kadar Fenol Total dan Kafein pada Kopi Luwak Arabika dan
Kopi Arabika

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


44

a. Penetapan Kadar Fenol Total


Untuk penetapan kadar fenol total dilakukan dengan cara sejumlah 1000
ml, air dididihkan, segera tutup lalu didinginkan. Air tersebut telah bebas CO2 dan
siap digunakan. Sejumlah 7 g Na2CO3 ditimbang lalu dilarutkan dalam 100 ml air
bebas CO2. Asam galat sejumlah 25 mg ditimbang lalu dilarutkan dalam air bebas
CO2 dalam labu ukur volume 25 ml. Asam galat dilarutkan kemudian diencerkan
sampai dengan konsentrasi 100 g/ml. Air bebas CO2 ditambahkan sampai tanda
batas lalu disonikasi selama 10 menit dan disaring. Untuk analisis sebagai berikut,
masing-masing dipipet sebanyak 1 ml air bebas CO2 (sebagai blanko), 1 ml
larutan asam galat dan 1ml larutan sampel, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur
volume 25 ml yang telah berisi 9 ml air bebas CO2. Ditambahkan pada masing-
masing labu sejumlah 1 ml reagen Folin-Ciocalteu lalu didiamkan selama 5 menit
dalam kondisi tempat gelap. Sebanyak 10 ml Na2CO3 0,7% dan air bebas CO2
ditambahkan sampai tanda batas. Setiap larutan dihomogenkan kemudian
diamkan selama 2 jam dalam kondisi tempat yang gelap. Diukur kadar fenol
total menggunakan spektrofotometer pada = 750 nm. Pengujian dilakukan
secara duplo (Nawawi, R.H., 2012).

(Bobot total fenol total)


%Total fenol = ----------------------------------- X 100% (3.2)
Bobot sampel

b. Penetapan Kadar Kafein pada Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika
Penetapan kadar kafein dilakukan dengan metode KLT densitometri.
Kafein dilarutkan dalam metanol dengan berbagai macam konsentrasi yaitu
sebelas konsentrasi : 10 ppm, 20 ppm, 40 ppm, 60 ppm, 80 ppm, 100 ppm, 200
ppm, 300 ppm, 1000 ppm, 2000 ppm, dan 5000 ppm. Kemudian dibuat larutan
sampel yaitu dengan melarutkan ekstrak air Kopi Luwak Arabika dan Kopi
Arabika dengan metanol hingga didapat konsentrasi masing masing 20.000 ppm
yang dilakukan duplo. Masing masing larutan ditotol pada lempeng KLT
sebanyak 5 l. Kemudian di elusi dengan Etil asetat : Metanol (85 : 15). Lempeng
KLT yang telah dielusi kemudian dimasukkan ke TLC scanner dan diilihat

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


45

spektrumnya pada panjang gelombang 275 nm. Perhitungan kadar kafein


dilakukan dengan memasukkan nilai luas area yang di dapat pada sampel ke
rumus kurva kalibrasi kafein (Abourashed, E.A. dan Mossa, J.S., 2004).

3.3.1.5 Uji Antioksidan Ekstrak Air Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika
dengan Metode DPPH
a. Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Air Kopi Luwak Arabika, Kopi arabika,
dan Pembanding
Ekstrak air kopi dan pembanding ditimbang sebanyak 25 mg dimasukkan
ke dalam labu ukur volume 2 ml dan dilarutkan dengan MeOH sampai batas
volume untuk membuat konsentrasi induk sebesar 1000 g/ml. Larutan disonikasi
selama 15 menit. Ke dalam vial berwarna gelap, larutan sampel dipipet sejumlah
volume tertentu dan ditambahkan methanol sejumlah tertentu sehingga volume
akhir pada masing-masing vial adalah 4 ml dan konsentrasi sampel terdiri dari
100, 80, 60, 20, 1, 0,5 g/ml (Blois, M.S., 1985).

b. Pembuatan Larutan DPPH


Larutan DPPH 100 ppm dibuat dengan cara ditimbang sebanyak 25 mg
serbuk DPPH (BM = 394,32) dimasukkan ke dalam labu ukur volume 25 ml lalu
dilarutrkan dengan methanol sampai tanda batas (Blois, M.S., 1985)..

c. Penetapan Panjang Gelombang Maksimum DPPH


Sebelum pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dulu penentuan
panjang gelombang maksimum dengan menggunakan larutan kontrol yang sudah
ditambahkan DPPH dan diinkubasi pada suhu 37o C selama 30 menit. Serapan
diukur dengan spektrofotometer UV-Vis yang telah diatur panjang gelombangnya
dari 400 600 nm (Blois, M.S., 1985). .

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


46

d. Pengukuran Aktivitas Antioksidan Ekstrak Air Kopi Luwak Arabika dan


Kopi Arabika

Larutan uji dibuat dengan cara 1 ml dari masing-masing konsentrasi


ditambahkan 1 ml DPPH 100 ppm dan ditambahkan 2 ml MeOH. Campuran
divorteks selama 20 detik kemudian larutan uji dan larutan kontrol diinkubasi
pada suhu 37oC selama 30 menit. Kuersetin digunakan sebagai pembanding atau
kontrol positif (Blois, M.S., 1985).
Uji antioksidan bahan uji dilakukan dengan metode DPPH yang
menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Serapan atau absorbansi larutan uji
diukur pada panjang gelombang maksimum . Untuk menghasilkan pengukuran
yang baik, larutan yang diukur memberikan serapan sebesar 0,2-0,8 di daerah
ultraviolet atau cahaya tampak (Depkes, 2008). Persentase penghambatan atau
inhibisi dapat dihitung menggunakan rumus:

Absorbansi kontrol- absorbansi sampel


% inhibisi = ----------------------------------------------------- X 100% (3.3)
Absorbansi kontrol

IC50 dihitung dengan menggunakan persamaan regresi linier, konsentrasi


sampel sebagai sumbu x dan persen penghambatan (% inhibisi) sebagai sumbu y.
Dari persamaan y = a + bx dapat dihitung nilai IC50. Nilai IC50 didapatkan dari
nilai X setelah mengganti y = 50 (Blois, M.S., 1958).

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


47

Serbuk Serbuk
Standarisasi: Kopi Luwak Kopi Arabika
1. Kadar abu total Arabika
2. Kadar abu tidak
larut asam
3. Susut pengeringan
4. Pola kromatografi Ekstrak Ekstrak
kafein

1. Identifikasi alkaloid,
saponin, flavonoid,
fenol, tanin.
2. Penetapan kadar fenol
total & kafein.
3. Uji aktivitas antioksidan

Gambar 3.1 Skema kerja uji fitokimia pada Kopi Luwak Arabika dan Kopi
Arabika

3.3.2 Uji Farmakologi


3.3.2.1 Persiapan Hewan Coba
Sebelum digunakan, tikus diadaptasikan (diaklimatisasi) selama dua
minggu dalam kandang Laboratorium Farmakologi agar dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungan baru. Tikus diberi makan dan minum yang seragam
dan dilakukan pengamatan rutin terhadap keadaan umum dan penimbangan berat
badan tikus.
Tikus yang sehat memiliki ciri-ciri bulu bersih, mata bersinar, berat badan
bertambah setiap hari, tidak menunjukan perilaku yang aneh dan tampak lincah.
Tikus yang dinyatakan sehat dikelompokkan secara random sederhana dengan
jumlah 6 ekor untuk tiap kelompoknya, berdasarkan perhitungan rumus Federer
yaitu (n-1)(t-1) 15, dimana t = jumlah perlakuan = jumlah kelompok = 8 dan n =
jumlah ulangan dari tiap perlakuan = jumlah tikus dalam tiap kelompok, sehingga
didapatkan n 3,1 4. Jadi tiap kelompok minimal berjumlah 4 ekor tikus.

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


48

Penelitian ini dilakukan pada 2 kelompok perlakuan:


a. Kelompok hipertensi, terdiri atas 5 subkelompok yaitu kelompok kontrol
normal (K1), kelompok kontrol hipertensi (K2), dan tiga kelompok perlakuan
hipertensi (K3, K4, dan K5).
b. Kelompok normal, terdiri atas 3 subkelompok yaitu kelompok perlakuan
normal KN1, KN2, dan KN3.

3.3.2.2 Persiapan Induksi NaCl 2%.


Setelah aklimatisasi, kelompok kontrol hipertensi (K2) dan tiga kelompok
perlakuan hipertensi (K3, K4, dan K5) menerima induksi NaCl 2% ad libitum
selama dua-tiga minggu. NaCl 2% dibuat dengan melarutkan NaCl murni 200 g
dalam 10 L aquadest untuk kebutuhan induksi NaCl 2% selama tiga minggu.
Hipertensi dicapai setelah tikus mengalami kenaikan tekanan darah lebih dari 10
mmHg dari tekanan darah kelompok kontrol normal.

3.3.2.3 Perhitungan Dosis (D).


Berdasarkan penelitian kopi sebelumnya (Lelyana, R., 2008) konsentrasi
serbuk kopi per cangkir untuk manusia dewasa yaitu 10 g dalam 200 ml air atau
5%, maka dosis manusia dewasa dengan berat badan (bb) 70 kg adalah 10 g.
Dosis standar (DS) tikus dengan berat badan 200 mg adalah 0,018 dosis manusia
yaitu 0,018 x 10 g = 0,18 g, yang dilarutkan dalam 0,18 : 5% ml air = 3,6 ml. Air
yang digunakan adalah air mineral, karena secara empiris masyarakat sering
menyeduh kopi dengan air mineral.
Kebutuhan pelarut air untuk ekstrak air Kopi Luwak Arabika selama
percobaan (tujuh hari) :

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


49

Tabel 3.1 Perhitungan kebutuhan pelarut air untuk ekstrak air Kopi Luwak
Arabika selama tujuh hari

Kelompok Dosis Perhitungan Air mineral


KN1, K2 1 1 151,2 ml
D1= 2 DS 2 kelompok 6 ekor 2
3,6 ml air 7 hari

KN2, K3 D2=DS 263,6 7 302,4 ml

KN3, K4 D3=2DS 2302,4 604,8 ml


Total air yang dibutuhkan minimal 1058,4 ml

Dibulatkan 2500 ml

Maka serbuk Kopi Luwak Arabika yang dibutuhkan untuk pembuatan ekstrak
selama tujuh hari penelitian = 5% x 2500 ml = 125 g (pembuatan ekstrak air Kopi
Luwak Arabika yang dikeringkan lihat 3.3.1.1)

3.3.2.4 Pembuatan larutan uji


Pemberian maksimal satu kali sonde lambung untuk tikus dengan berat
badan 200 mg = 5 ml. Diasumsikan pemberian sonde untuk 1 ekor tikus = 4 ml,
maka larutan yang dibutuhkan per hari

Tabel 3.2 Perhitungan kebutuhan aquadest perhari untuk larutan uji

Dosis Perhitungan Aquadest


D3 6 ekor 4 ml 24 ml

1 1 12 ml
D2= 2 D3 24 ml
2

1 1 6 ml
D1= 2 D2 12 ml
2

Total larutan yang dibutuhkan perhari 42 ml

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


50

Peneliti akan memberikan 3 ml larutan tiap kali sonde lambung, maka rendemen
42 ml
yang harus ditimbang untuk larutan D3 (2 x DS) = 2 x 0,18 g x = 5,04 g
3 ml
Rendemen yang dibutuhkan = 20 % x 5,04 g = 1,008 g

D3 dibuat dengan melarutkan 1,008 g rendemen dalam 42 ml aquadest

D2 dibuat dengan mengambil 12 ml D3, kemudian diencerkan dengan aquadest


hingga 42 ml.

D3 dibuat dengan mengambil 6 ml D3, kemudian diencerkan dengan aquadest


hingga 42 ml.

Pemberian sonde tiap tikus = bb tikus mg x 3 ml


200 mg

3.3.2.5 Pengukuran Tekanan Darah


Pengukuran tekanan darah dimulai pada minggu ke tiga setelah induksi
baik pada K1, K2, K3, K4, dan K5 dan digunakan sebagai data awal. Setelah
tekanan darah mengalami hipertensi pada KN1, KN2, KN3, K3, K4 dan K5,
diberikan larutan uji Kopi Luwak Arabika dengan dosis yang berbeda pada waktu
sore hari dan diukur kembali tekanan darahnya setelah dua jam pemberian.
Tekanan darah diukur kembali pada enam jam setalah pemberian hari pertama.
Pengukuran pada hari pertama pemberian ini untuk mengetahui efek akut Kopi
Luwak Arabika terhadap tekanan darah.
Larutan uji Kopi Luwak Arabika dengan berbagai dosis terus diberikan
setiap hari selama tujuh hari dengan waktu yang sama dan tekanan darah diukur
kembali pada pemberian hari ke tujuh, yaitu sebelum, dua jam dan 24 jam
sesudah pemberian hari ke tujuh (hari ke delapan) tanpa pemberhentian
pemberian NaCl 2%. Pengukuran pada hari ke delapan bertujuan untuk melihat
efek kronis pemberian Kopi Luwak Arabika terhadap tekanan darah.

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


51

Tabel 3.3 Skema kerja uji farmakologi pada kelompok normal

Dosis Jadual Pengukuran Tekanan Darah


K mg/ Minggu III
200 g
N bb/hari Pemberian Kopi Luwak Peemberian Pemberian Kopi Luwak
Arabika Hari Ke-1 Kopi Luwak Arabika Hari Ke-7
Arabika Hari
Ke 2-6
sebelum 2 jam 6 jam sebelum 2 jam 24 jam
setelah setelah setelah setelah
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
I 0,09 -

II 0,18 -

III 0,36 -

Keterangan : KN1: kelompok normal dosis 1, KN2: kelompok normal dosis 2, KN3: kelompok
normal dosis 3.

Tabel 3.4 Skema kerja uji farmakologi pada kelompok hipertensi

Dosis Jadual Pengukuran Tekanan Darah


mg/ Minggu III
K 200 g
bb/hari Pemberian Kopi Luwak Pemberian Pemberian Kopi Luwak
Arabika Hari Ke-1 Kopi Luwak Arabika Hari Ke-7
sebelum 2 jam 6 jam Arabika Sebelum 2 jam 24 jam
setelah setelah Hari Ke setelah setelah
(1) (2) (3) 2-6 (4) (5) (6)
I - - - - - -

II - - - - - -

III 0,09 -

IV 0,18 -

V 0,36 -
Keterangan : K1: kontrol normal, K2: kontrol hipertensi, K3: kelompok hipertensi dosis 1, K4:
kelompok hipertensi dosis 2, K5: kelompok hipertensi dosis 3.

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


52

3.3.2.6 Pengolahan data


Sebelum dilakukan analisis, pada data yang terkumpul dilakukan
pemeriksaan kelengkapan data, koding dan input data. Analisis statistik akan
dilakukan dengan menggunakan program SPSS forWindows v.16.01 (SPSS Inc,
USA). Analisis statistik tersebut meliputi analisis statistik deskriptif dan analisis
statistik inferensial. Pada analisis deskriptif, data ukuran tekanan darah dinyatakan
sebagai rata-rata dan simpangan baku atau median apabila distribusinya tidak
normal. Selain itu, data juga disajikan dalam bentuk tabel dan gambar.
Pada analisis statistik inferensial, dilakukan beberapa prosedur pengujian.
Pengujian pertama yang dilakukan terhadap data adalah pengujian asumsi
distribusi data, yaitu data berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang
digunakan adalah uji Sapiro-Wilk, dengan tingkat signifikansi sebesar 0,05.
Setelah asumsi data berdistribusi normal terpenuhi maka dilakukan analisis lebih
lanjut yaitu pengujian beda rata-rata ukuran tekanan darah pada suatu kelompok
saat sebelum dan setelah pemberian Kopi Luwak Arabika. Karena pengujian ini
dilakukan pada masing-masing kelompok maka analisis yang digunakan adalah
uji T-data berpasangan. Jika terdapat data yang tidak memenuhi asumsi
kenormalan data, maka untuk pengujian beda rata-rata ukuran tekanan darah pada
suatu kelompok saat sebelum dan setelah pemberian Kopi Luwak Arabika
digunakana Wilcoxon sign test. Pengujian juga dilakukan untuk mengukur
perbedaan tekanan darah setelah pemberian berbagai dosis Kopi Luwak Arabika
dengan menggunakan Uji ANAVA-satu arah dan dilanjutkan dengan uji Post-
HocBonferroni. Perbedaan perubahan tekanan darah (selisih tekanan
darah pre dengan post perlakuan) juga diuji dengan ANAVA-satu arah.
Perbedaan dianggap bermakna apabila p-value0,05 dengan tingkat kepercayaan
sebesar 95%.

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


53

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Uji Fitokimia


4.1.1. Rendemen Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika
Rata-rata rendemen yang dihasilkan dari dua kali pengeringan dengan
freeze dryer pada seduhan air serbuk Kopi Luwak Arabika lebih kecil (20%)
dibandingkan dengan Kopi Arabika (29,5%) (Tabel 4.1).

Tabel 4.1. Rendemen seduhan air Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika

Bahan uji Rata-rata Rendemen


(%)
Kopi Luwak Arabika 20
Kopi Arabika 29,5

Hal-hal yang mempengaruhi rendemen antara lain kelembaban dari


rendemen yang dihasilkan, semakin lembab rendemen yang dihasilkan semakin
berat rendemennya; jumlah senyawa yang terdapat pada bahan uji, yang
dipengaruhi oleh bibit, lingkungan dimana tanaman kopi tumbuh, proses
pemanenan, proses pengolahan dan proses pengepakan/penyimpanan; dan
kestabilan dari freeze dryer dan timbangan bahan uji yang digunakan. Pada
penelitian ini berdasarkan pengamatan, ekstrak Kopi Luwak Arabika lebih kering
dibanding Kopi Arabika. Ini barangkali yang menyebabkan berat rendemen Kopi
Arabika lebih tinggi dibanding Kopi Luwak Arabika.
Penelitian Marcone, M.F. (2004), menunjukkan kelembaban Kopi Luwak
Robusta lebih rendah dibanding Kopi Robusta, yaitu 9,2% dibanding 11,7%
(Tabel 2.4). Hasil penelitian ini tampaknya sesuai dengan penelitian Marcone,
M.F. (2004), yaitu rendemen seduhan air Kopi Luwak Arabika memperlihatkan
kurang lembab atau lebih kering dibanding Kopi Arabika.

53 Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


54

4.1.2. Standarisasi Serbuk dan Ekstrak Air Kopi Luwak Arabika


Parameter standar serbuk dan ekstrak Kopi Luwak Arabika dapat dilihat
pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Parameter standar serbuk dan ekstrak air Kopi Luwak Arabika

Kopi Luwak Arabika


No. Parameter standar
Serbuk Ekstrak
1 Organoleptik Serbuk sedikit kasar, Ekstrak halus, kering,
warna coklat sedikit lengket, warna
kehitaman, bau coklat tua, bau
aromatis, rasa pahit aromatis, rasa pahit
2. Kadar abu 4,3 % 15,06 %
3. Kadar abu tidak larut asam 0,29 % 0,36 %
4. Susut pengeringan 5,49 % 7,52 %

Warna coklat kehitaman menunjukkan waktu penyangraian yang lama


pada biji Kopi Luwak Arabika. Proses penyangraian biji Kopi Luwak Arabika
yang digunakan sebagai bahan uji ini membutuhkan waktu kurang lebih dua jam
dengan suhu 1000 C, hingga didapat aroma dan warna yang khas.
Kadar abu dihitung untuk mengetahui gambaran tingginya kandungan
mineral eksternal dan internal dalam tanaman yang berasal dari awal sampai
terbentuknya ekstrak (Depkes RI, 2000).Kadar abu yang tinggi dikarenakan
kandungan mineral yang tinggi, selain itu kotoran dan sisa kulit ari juga dapat
mempengaruhi kadar abu yang terkandung dalam biji kopi. Perbedaan kadar abu
kopi disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya faktor budidaya tanaman kopi,
perlakuan paska panen dan terakhir mutu kopi yang dihasilkan Mutu kopi yang
baik akan lebih bersih dan kandungan mineralnya lebih tinggi sehingga kadar abu
yang dihasilkan akan semakin tinggi (Rejo et al. 2011)
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam
yaitu pertama, garam organik, misalnya garam dari asam malat, oksalat, asetat
pektat, dll, kedua, garam anorganik, misalnya fosfat, karbonat, klorida, sulfat
nitrat, dan logam alkali. Selain itu, mineral dapat terbentuk sebagai senyawa
kompleks yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


55

dalam bentuk aslinya adalah sangat sulit. Oleh karena itu, dilakukan dengan
menentukan sisa pembakaran garam mineral tersebut yang dikenal dengan
pengabuan (Fauzi, M., 2006).
Rata-rata kadar abu yang diperoleh dari serbuk Kopi Luwak Arabika
adalah 4,3%. SNI 01-3542-2004 yang mengatur kontrol kualitas kopi bubuk
menunjukkan kadar abu maksimal adalah 5% dan serbuk Kopi Luwak Arabika
menunjukkan hasil yang lebih rendah. Kadar abu ekstrak Kopi Luwak Arabika
(15,06%) lebih tinggi dibanding dengan serbuk Kopi Luwak Arabika (4,3%). Hal
ini menunjukkan kandungan mineral yang lebih tinggi pada ekstrak Kopi Luwak
Arabika yang mungkin dikarenakan Kopi Luwak Arabika diseduh dengan air
mineral, yang banyak mengandung mineral. Penelitian Yunizal, Murtini, J.T.,
Dolaria,N., Purdiwoto,B., Abdulrokhim, dan Carkipan. (1998) menunjukkan di
dalam abu ternyata dijumpai garam-garam atau oksida-oksida dari K, P, Na, Mg,
Ca, Fe, Mn, dan Cu, disamping itu terdapat dalam kadar yang sangat kecil seperti
Al, Ba, Sr, Pb, Li, Ag, Ti, As, dan lain-lain.
Kadar abu tidak larut asam pada serbuk dan ekstrak Kopi Luwak Arabika
berturut-turut 0,29% dan 0,36%. Mineral mudah larut dalam asam, adanya
kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan
adanya pasir atau kotoran yang lain, misal silikat, yang menentukan kualitas dari
produk. Metode ini bisa menunjukkan keaslian atau tiruan dari produk bahan
pangan (Fauzi, M., 2006).
Susut pengeringan serbuk Kopi Luwak Arabika (5,49%) lebih rendah
dibandingkan ekstrak air Kopi Luwak Arabika (7,52%). Hal ini menunjukkan
senyawa yang menguap pada serbuk lebih sedikit dibandingkan ekstrak. Selain
air, senyawa volatil atau minyak atsiri juga mudah menguap, namun pada ekstrak
Kopi Luwak Arabika yang dikeringkan dengan freeze dryer, kandungan senyawa
volatil banyak yang sudah hilang. Sifat higroskopis ekstrak air Kopi Luwak
Arabika yang mungkin menyebabkan kadar air pada ekstrak menjadi lebih tinggi.
Hal ini dapat terjadi karena penyimpanan ekstrak yang terlalu lama ditempat yang
kurang dingin atau kurang kering kelembaban udaranya .

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


56

Pola kromatografi kafein


Senyawa kafein yang teridentifikasi pada Kopi Luwak Arabika dapat
dilihat pada Gambar 4.1. Dari hasil kromatografi menunjukkan Kopi Luwak
Arabika mengandung kafein sesuai dengan standar kafein yang digunakan, yaitu
kafein murni.

Flavonoid
Kafefin
.onoid
standar
Kafein

Flavonoid
...

K1 K2 KL1 KL2

Keterangan: profil klt kopi luwak arabika dengan pembanding


kafein, pelarut metanol, fase gerak etil asetat: metanol (8,5:1,5)
dilihat dengan lampu UV 254 nm. K= kafein murni, Kl=Kopi
Luwak Arabika.

Gambar 4.1. Kromatogram kafein standar dan Kopi Luwak Arabika

4.1.3. Identifikasi Komponen Kimia Ekstrak Air Kopi Luwak Arabika dan Kopi
Arabika
Tabel 4.3 menunjukkan kandungan senyawa kimia pada Kopi Luwak
Arabika dan Kopi Arabika. Identifikasi alkaloid dilakukan dengan tiga pereaksi,
yaitu: Bouchardat, Mayer dan Dragendroff dengan pembanding kafein standar.
Dari ketiga pereaksi yang dipakai, semuanya memberikan hasil positif kecuali
pereaksi Mayer. Kafein memberikan hasil negatif dengan metode Mayer
(Lampiran 2). Ini sesuai dengan sifat kafein yang tidak mudah mengendap dalam
larutan yang mengandung iodin. Senyawa lain yang bersifat sama adalah efedrin
dan alkaloid basa purin lainnya seperti teobromin dan teofilin. Sedangkan alkaloid

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


57

yang mengendap dengan pereaksi Mayer, kemungkinan adalah golongan kuinin,


brusin, papaverin, atropin, dan strikhnin ( Scheme, 2009).

Tabel 4.3. Identifikasi komponen kimia Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika

Kopi Luwak Kopi Arabika


No. Fitokimia
Arabika
1 Alkaloid + +
2. Saponin ++ +
3. Flavonoid + +
4. Senyawa fenol + +
5. Tanin + +

Saponin pada Kopi Luwak Arabika teridentifikasi lebih banyak banyak


daripada Kopi Arabika. Berbeda dengan penelitian Gunalan, G., Myla, N., dan
Balabhaskar, R.. (2012), menunjukkan tidak ditemukannya saponin pada kedua
varietas Kopi Arabika yang menjadi bahan ujinya. Pada buku karangan Spiller
(1998), dikatakan Kopi Arabika mengandung saponin, flavonoid, polifenol, dan
alkaloid. Kadar saponin yang jauh lebih banyak, kiranya perlu diteliti lebih lanjut,
barangkali hasil dari proses fermentasi yang terjadi dalam saluran pencernaan
luwak. Proses fermentasi dapat menghasilkan metabolit sekunder (Kunaepah, U.,
2008).
Flavonoid dan tanin merupakan senyawa fenol. Ketiganya terdeteksi di
dalam Kopi Luwak Arabika maupun Kopi Arabika. Senyawa fenol biasanya
terdapat dalam berbagai jenis sayuran, buah-buahan, dan tanaman. Turunan
senyawa fenol merupakan metabolit sekunder terbesar yang diproduksi oleh
tanaman. Senyawa ini mempunyai aktifitas antioksidan yang cukup kuat. Pada
kopi, asam klorogenat, golongan pseudotanin, merupakan metabolit sekunder
terbanyak yang memiliki aktivitas antioksidan cukup kuat, meskipun beberapa
penelitian lain menunjukkan aktivitas antioksidan pada kopi juga didapatkan dari
melanoidin senyawa polimer coklat yang dihasilkan dari reaksi Maillard selama
proses penyangraian biji kopi ( Harborne, J.B., 1987; Clarke, R.J. dan Macrae, R.,

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


58

1987; Nicoli, M.C., Anese, M., Manzocco, L., dan Lerici, C.R., 1997; Daglia, M.,
Papetti, A., Gregotti, C., Berte, F., dan Gazzani, G., 2000; Del Castillo, M.D.,
Ames, J.M., dan Gordon M.H., 2002; Borrelli, R.C., Visconti, A., Menella, C.,
Anese, M., dan Fogliano, V., 2002).
Diantara senyawa fenol alami yang telah diketahui lebih dari seribu
struktur, flavonoid merupakan golongan terbesar. Flavonoid banyak ditemukan
pada tumbuhan berpembuluh dan bersifat mudah larut air (Harborne, J.B., 1987).
Gunalan, G., Myla, N., dan Balabhaskar, R. (2012); Balitbangkes (2008); dan
Spiller (1985), menunjukkan Kopi Arabika mengandung flavonoid, tanin, dan
polifenol.
Tanin pada kopi merupakan tanin terkondensasi sehingga memberikan
warna hijau violet/hijau kecoklatan pada penetesan larutan FeCl3 1%. Tanin
terkondensasi banyak terdapat pada tanaman berkayu, angiospermae, kelas
dicotyledonae (Harborne, J.B., 1987).

4.1.4. Kadar Senyawa Fenol Total dan Kafein


Tabel berikut ini menunjukkan kadar senyawa fenol dan kafein pada Kopi
Luwak Arabika dan Kopi Arabika.

Tabel 4.4. Kadar senyawa fenol total dan kafein


No. Fitokimia Kopi Luwak Kopi Arabika
Arabika
1 Kadar senyawa fenol 8.09% 11,41%
2. Kadar kafein 1,32 % 1,63 %

Kadar senyawa fenol pada Kopi Luwak Arabika (8.09% %) lebih rendah
dibandingkan dengan Kopi Arabika (11,41%). Hal ini dapat terjadi mungkin
karena proses penyangraian yang lama pada Kopi Luwak Arabika. Penelitian
Daglia, M., Papetti, A., Gregotti, C., Berte, F., dan Gazzani, G. (2000),
menunjukkan penyangraian yang lama akan mengurangi kadar senyawa fenol.
Berdasarkan pengamatan, penyangraian pada Kopi Luwak Arabika yang

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


59

digunakan sebagai bahan uji ini, membutuhkan waktu dua jam pada kuali tanah
dengan bahan bakar arang, sedangkan pada Kopi Arabika yang dijual di pasar
biasanya merupakan produk dari penyangraian mesin yang membutuhkan waktu
lebih pendek antara 5-30 menit. Selain itu, warna serbuk Kopi Luwak Arabika
coklat kehitaman menunjukkan waktu penyangraian yang cukup lama pada Kopi
Luwak Arabika (Tabel 4.2).
Kopi Luwak Arabika mengandung kafein lebih tinggi dibanding Kopi
Arabika (Tabel 4.4). Hal ini sesuai penelitian Chan, , S. dan Garcia, E. (2011),
yaitu kadar kafein (47,6 mg/kg) Kopi Luwak Robusta lebih tinggi dibanding
kadar kafein (44,9 mg/kg) Kopi Robusta (Tabel 2.2). Kafein barangkali dibentuk
dari purin nukleotida di dalam intestinal luwak (Chan, S. dan Garcia, E., 2011).
Penelitian Marcone, M.F. (2004) juga menunjukkan kenaikan asam amino bebas
dalam saluran pencernaan luwak karena penguraian protein biji kopi oleh enzim
proteolitik. Harborne, J.B. (1987) dalam bukunya menuliskan senyawa penyusun
alkaloid yang paling umum adalah asam amino. Penelitian Septia, S. (2010),
menunjukkan hubungan kenaikan kadar kafein dengan proses fermentasi (buatan)
pada biji kopi. Biosintesis kafein ini kiranya perlu diteliti lebih lanjut.

4.1.5. Aktivitas Antioksidan


Kopi Luwak Arabika maupun Kopi Arabika menunjukkan aktivitas
antioksidan yang baik yaitu 18,38 g/mL dan 15,51 g/mL (Tabel 4.5)

Tabel 4.5. Hasil uji aktivitas antioksidan Kopi Luwak Arabika dan Kopi
Arabika

Bahan Uji IC50 (g/ml)


Kopi Luwak Arabika 18,38
Kopi Arabika 15,51
Kuersetin 1,57

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


60

Menurut Jun, M., Fu, H.Y., Hong, J., Wan., X., Yang, C.S., dan Ho, C.T
.(2006). Suatu bahan alam dikatakan sebagai antioksidan sangat aktif jika
memiliki nilai IC50 kurang dari 50 g/mL. Kuersetin sebagai pembanding
memiliki aktivitas antioksidan yang lebih kuat yaitu 1,57 g/mL dikarenakan
kuersetin merupakan senyawa murni, sedangkan Kopi Luwak Arabika dan Kopi
Arabika merupakan ekstrak.
Aktivitas antioksidan pada Kopi Luwak Arabika lebih kecil dibanding
Kopi Arabika. Hal ini mungkin disebabkan kadar fenol yang lebih rendah pada
Kopi Luwak Arabika dibanding pada Kopi Arabika. Penelitan Pellegrini et al.
(2003), dan Carelsen et al. (2010) menunjukkan senyawa fenol memiliki sifat
antioksidan yang kuat. Penelitan Sacchetti, G., Mattia, C.D., Pittia, P., dan
Mastrocola, D. (2009) menunjukkan senyawa fenol lebih memberikan kontribusi
aktivitas antioksidan pada kopi seduh dibandingkan senyawa non fenol. Perlu uji
aktivitas antioksidan dengan metode lain, untuk mengetahui beberapa aktivitas
antioksidan lain yang belum terdeteksi.

4.2. Hasil Uji Farmakologi


4.2.1 Kelompok Normal
Pengukuran tekanan darah (TD) dicatat pada hari pertama sebelum, dua
jam setelah dan enam jam setelah pemberian Kopi Luwak Arabika dan pada hari
ke tujuh, sebelum, dua jam setelah dan 24 jam (hari ke delapan) setelah
pemberian Kopi Luwak Arabika. Dua jam setelah pemberian Kopi Luwak
Arabika TD diukur untuk mengetahui efek akut kafein setelah diabsorbsi oleh
tubuh, diperhitungkan berdasarkan waktu paruh kafein pada tikus, yaitu 0,7-1,2
jam (Bonati 1984, 1985). Waktu paruh yang cukup pendek, menunjukkan efek
kafein yang tidak terlalu lama terhadap TD. Oleh karena itu, enam jam setelah
pemberian Kopi Luwak Arabika diperhitungkan kadar kafein sudah mulai
berkurang dan akan berpengaruh terhadap TD.
Pada Gambar 4.2 kurva grafik cenderung datar, tampak sedikit kenaikan
dua jam setelah pemberian Kopi Luwak Arabika pada hari pertama dan ketujuh
dan tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0,05) terhadap perubahan TD ini,

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


61

kecuali pada kelompok normal dosis 1 (KN1). Terdapat kenaikan tekanan darah
sistolik (TDS) dan diastolik (TDD) yang bermakna setelah dua jam pemberian
Kopi Luwak Arabika pada hari pertama pada kelompok normal dosis 1 (KN1).
Hal ini menunjukkan KN1 lebih sensitif terhadap kafein pada dua jam setelah
pemberian Kopi Luwak Arabika pada hari pertama, kemungkinan karena sifat
individual tikus.

180
160
140
Tekanan Darah (mmHg)

S-KN1
120
S-KN2
100
S-KN3
80
D-KN1
60
D-KN2
40
D-KN3
20
0
sbl 2 jam stl 6 jam stl sbl 2 jam stl 24 jam stl
perlakuan perlakuan perlakuan perlakuan perlakuan perlakuan
h1 h1 h1 h7 h7 h7

Keterangan: S= sistolik D=diastolik KN1= kelompok normal dosis 1(0,09 mg/200 g bb/hari),
KN2= kelompok normal dosis 2 (0,18 mg/200 g bb/hari), KN3= kelompok normal dosis 3 (0,36
mg/200 g/bb hari), sbl=sebelum, stl=setelah, h1=hari ke 1, h7=hari ke tujuh.

Gambar 4.2. Tekanan darah sistolik dan diastolik pada kelompok tikus normal
dengan dosis bervariasi hari ke 1-7 xelama pemberian Kopi
Luwak Arabika

Dengan uji T-berpasangan tidak terdapat perbedaan yang bermakna


(p>0,05) terhadap perubahan TD sebelum pemberian Kopi Luwak Arabika hari
pertama dan hari ke delapan.Dengan uji Anava tidak terdapat perbedaan yang
bermakna antara efek dosis 1, 2 dan 3 (KN1, KN2, dan KN3) terhadap perubahan
TD pada hari ke delapan. Perubahan TD hari ke delapan pada KN1, KN2, dan
KN3 tidak berbeda secara bermakna (p>0,05) dengan Kontrol Normal (K1) dan
berbeda secara bermakna (p0,05) dengan Kontrol Hipertensi (K2). Dari

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


62

penelitian ini menunjukkan Kopi Luwak Arabika tidak memberikan pengaruh


terhadap TD baik akut maupun kronis pada kelompok normal (Gambar 4.3).

180

160 152.448

140
Tekanan Darah (mmHg)

115.73 117.398 118.932


120 110.76

100 111.122
Sistolik
80
86.23 Diastolik
80.742 79.1 79.92
60

40

20

0
K1 K2 KN1 KN2 KN3

Keterangan: K1= kontrol normal, K2= kontrol hipertensi KN1= kelompok normal dosis
1(0,09 mg/200 g bb/hari), KN2= kelompok normal dosis 2 (0,18 mg/200 g bb/hari),
KN3= kelompok normal dosis 3 (0,36 mg/200 g/bb hari).

Gambar 4.3. Tekanan darah sistolik dan diastolik kontrol normal,


kontrol hipertensi, dan kelompok normal perlakuan pada
hari ke 8 setelah pemberian Kopi Luwak Arabika

4.2.2 Kelompok Hipertensi


Pada Gambar 4.4 di bawah tampak pada hari ke 14 (dua minggu) setelah
induksi NaCl 2% terjadi peningkatan TDS 16,1-39,7 mmHg dan TDD 15,8-23,6
mmHg.

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


63

180
155.89
160
143.51 139.77
140 132.258
Tekanan Darah (mmHg) 116.18
120

100 112.86
107.61 105.35 105.12 Sistolik
80 89.305 Diastolik
60

40

20

0
K1 K2 K3 K4 K5

Keterangan: K1: Kontrol Normal; K2: Kontrol Hipertensi; K3: kelompok hipertensi
perlakuan dosis 1(0,09 mg/200 g bb/hari); K4: kelompok hipertensi perlakuan dosis 2
(0,18 mg/200 g bb/hari), K5; kelompok perlakuan dosis 3 (0,36 mg/200 g/bb hari).

Gambar 4.4. Tekanan darah sistolik dan diastolik kontrol normal, kontrol
hipertensi, & kelompok hipertensi perlakuan, 2 minggu
setelah induksi NaCl 2%.

Gambar 4.5 di bawah menunjukkan TDS dan TDD pada kelompok tikus
hipertensi setelah pemberian Kopi Luwak Arabika selama tujuh hari. Terjadi
penurunan TD pada K3, K4, dan K5 (kecuali TDD K4 terjadi kenaikan 0,28
mmHg) dua jam setelah pemberian Kopi Luwak Arabika. Perubahan TD ini tidak
berbeda secara bermakna (p>0,05) dengan TD sebelum pemberian Kopi Luwak
Arabika pada hari pertama baik diastolik maupun sistoliknya (Tabel 4.6). Ini
menunjukkan Kopi Luwak Arabika tidak memberikan efek akut hipertensi pada
tikus hipertensi. Berbeda dengan uji klinis Mesas, A.E., Leon-Muoz, L.M.,
Rodriguez-Artalejo, F., & Lopez-Garcia, E. (2011), satu jam setelah
mengkonsumsi kopi terjadi peningkatan TD akut yang bermakna selama tiga jam
pada pasien hipertensi. Perbedaan ini bisa terjadi karena metabolisme kafein pada
manusia dan binatang berbeda, selain itu terdapat perbedaan fitokimia pada Kopi
Luwak Arabika dan kopi bukan luwak yang berpengaruh terhadap tekanan darah.

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


64

Setelah enam jam pemberian Kopi Luwak Arabika, terjadi penurunan TD


yang lebih besar, namun tidak ada perbedaan bermakna (p>0,05) dengan sebelum
pemberian Kopi Luwak Arabika. Kurva grafik cenderung semakin menurun dan
ada sedikit kenaikan pada dua jam setelah pemberian Kopi Luwak Arabika baik
pada hari pertama maupun hari ke tujuh, walaupun tidak terdapat perbedaan
bermakna (p>0,05). Terjadi penurunan TD yang bermakna pada hari ke delapan
setelah pemberian Kopi Luwak Arabika hari ke tujuh. Fenomena ini bisa terjadi
barangkali karena pengaruh kafein yang semakin berkurang dan aktivitas
antioksidan pada Kopi Luwak Arabika yang mulai berperan. Tikus adalah
makhluk yang mudah beradaptasi, sehingga barangkali tikus mulai beradaptasi
dengan kafein atau tidak sesensitif seperti pada pemberian hari pertama.
Penelitian Corti, R., Flammer, A.J., Hollenberg, N.K., dan Lscher, T.F. (2002)
dan Noordzij, M., Uiterwaal, C.S., Arends, L.R., Kok, F.J., Grobbee, D.E.,
dan Geleijnse, G.M. (2005). menunjukkan kafein sedikit mempengaruhi tekanan
darah pada orang yang terbiasa minum kopi.
Uji pre klinis Suzuki, A. et al. (2006), dan uji klinis Yamaguchi, T. et al.
(2008), menunjukkan efek hipotensif asam klorogenat dari kopi, tanpa disertai
senyawa hidroksihidrokuinon. Hidroksihidrokuinon (1,2,4 trihidroksibenzen)
adalah senyawa fenol yang bersifat radikal bebas, yang terbentuk selama proses
roasting dan menghambat efek hipotensif asam klorogenat. Kopi Luwak Arabika
memiliki aktivitas antioksidan dan kandungan senyawa fenol lebih rendah dan
kandungan kafein lebih tinggi dibanding Kopi Arabika, dan terbukti memiliki
efek hipotensif pada penelitian ini, sedangkan kopi bukan luwak berdasarkan data
epidemiologik masih dicurigai memiliki efek hipertensif. Efek hipotensif ini
barangkali terjadi karena tidak terdapat senyawa hidroksihidrokuinon yang
menghambat efek hipotensif dari asam klorogenat pada Kopi Luwak Arabika.
Hal ini kiranya perlu pembuktian lebih lanjut.

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


65

180

160

140
Tekanan Darah (mmHg)

S-K3
120
S-K4
100
S-K5
80
D-K3

60 D-K4

40 D-K5

20

0
sbl 2 jam stl 6 jam stl sbl 2 jam stl 24 jam stl
perlakuan perlakuan perlakuan perlakuan perlakuan perlakuan
h1 h1 h1 h7 h7 h7

Keterangan: S: Sistolik; D: Diastolik; K3: kelompok hipertensi perlakuan dosis 1(0,09


mg/200 g bb/hari); K4: kelompok hipertensi perlakuan dosis 2 (0,18 mg/200 g bb/hari), K5;
kelompok perlakuan dosis 3 (0,36 mg/200 g/bb hari). sbl=sebelum, stl=setelah, h1=hari ke 1,
h7=hari ke tujuh.

Gambar 4.5. Tekanan darah sistolik dan diastolik pada kelompok tikus
hipertensi dengan dosis bervariasi hari 1-7 pemberian Kopi
Luwak Arabika

Penurunan TD pada hari ke delapan setelah pemberian Kopi Luwak


Arabika tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0,05) antara K3, K4, dan K5
dengan Kontrol Normal (K1) dan terdapat perbedaan bermakna (p0,05) dengan
Kontrol Hipertensi (K2). Hal ini menunjukkan efektivitas Kopi Luwak Arabika
dalam menurunkan tekanan darah pada kelompok tikus hipertensi (Gambar 4.6).

Dengan uji Anava pada kelompok hipertensi antara efek dosis 1, 2 dan 3
terdapat perbedaan bermakna (p0,05) terhadap penurunan TDS hari ke delapan
setelah pemberian Kopi Luwak Arabika, namun tidak terdapat perbedaan yang
bermakna (p>0,05) terhadap penurunan TDD (Gambar 4.6).

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


66

180
160 152.448

140
Tekanan Darah (mmHg)

115.73 118.51 121.465


120 109.24

100 111.122
Diastolik
80 86.23
81.11 81.24 85.43 Sistolik
60
40
20
0
K1 K2 K3 K4 K5

Keterangan: K1: kontrol normal, K2: kontrol hipertensi, K3: kelompok hipertensi perlakuan dosis
1(0,09 mg/200 g bb/hari), K4: kelompok hipertensi perlakuan dosis 2 (0,18 mg/200 g bb/hari), K5:
kelompok perlakuan dosis 3 (0,36 mg/200 g/bb hari.

Gambar 4.6. Tekanan darah sistolik dan diastolik kontrol normal, kontrol
hipertensi, dan kelompok hipertensi perlakuan pada hari ke 8
setelah pemberian Kopi Luwak Arabika.

Setelah dilakukan uji T-berpasangan pada penurunan TDD, diketahui


dosis 2 dan 3 tidak memiliki perbedaan bermakna (p>0,05), sedangkan dosis 1
memiliki perbedaan bermakna (p0,05) baik dengan dosis 2 maupun 3. Pada dosis
1, 2, 3 berturut-turut terjadi penurunan TDS 34,27; 37,39; dan 18,31 mmHg dan
TDD 24,24; 31,62; dan 19,69 mmHg. Dosis 2 memberikan penurunan TDS dan
TDD yang lebih tinggi dibanding dosis 1, dan dosis 3 memberikan penurunan
TDS dan TDD yang lebih rendah dibanding dosis 1 dan 2 (Tabel 4.6).

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


67

Tabel 4.6. Perubahan tekanan darah akut dan kronis pada tiap kelompok tikus
hipertensi (K3, K4, dan K5) setelah pemberian Kopi Luwak Arabika

Efek yang Diamati K3 K4 K5


Kode
Efek Akut mmHg mmHg mmHg
D 1-2 1. Diastolik sebelum - 2 jam setelah 13,01 0,28 6,86
perlakuan (hari ke-1)
S 1-2 2. Sistolik sebelum - 2 jam setelah 9,68 1,73 0,95
perlakuan (hari ke-1)
D 1-3 3. Diastolik sebelum - 6 jam setelah 17,60 24,77 19,53
perlakuan (hari ke-1)
S 1-3 4. Sistolik sebelum - 6 jam setelah 20,03 28,04 13,78
perlakuan (hari ke-1)
Kode Efek Kronis K3 K4 K5
D 1-4 5. Diastolik sebelum perlakuan hari 14,03 8.47 16,81
ke-1 dan 7
S 1-4 6. Sistolik sebelum perlakuan hari ke- 3,62 11,18 2,03
1 dan 7
D 1-5 7. Diastolik sebelum (hari ke-1) 2 7,99 20,35 6,85
jam setelah (hari ke-7)
S 1-5 8. Sistolik sebelum (hari ke-1) 2 jam 6,80 15,80 5,31
setelah (hari ke-7)
D 1-6 9. Diastolik sebelum (hari ke-1) 24 24,24* 31,62* 19,69
jam setelah (hari ke-7)
S 1-6 10. Sistolik sebelum (hari ke-1) 24 34,27* 37,39* 18,31*
jam setelah (hari ke-7)
Keterangan: = kenaikan tekanan darah; = penurunan tekanan darah; *= terdapat perbedaan
bermakna.

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


68

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
a. Kopi Luwak Arabika mengandung kafein, alkaloid, saponin, fenol,
flavonoid dan tanin. Kandungan saponin dan kafein pada kopi luwak
arabika lebih tinggi dibanding kopi arabika sedangkan kandungan senyawa
fenol pada Kopi Luwak Arabika lebih rendah dibanding Kopi Arabika.
b. Aktivitas antioksidan dengan pengukuran metode DPPH pada Kopi Luwak
Arabika lebih rendah dibanding Kopi Arabika.
c. Kopi Luwak Arabika memiliki efek kronis hipotensif pada tikus hipertensi,
sedangkan pada tikus normal Kopi Luwak Arabika tidak mempengaruhi
tekanan darah baik akut maupun kronis dengan dosis yang bervariasi. Dosis
2 (0,18 mg/200 g bb/hari) memberikan penurunan tekanan darah sistolik dan
diastolik yang lebih tinggi dibanding dosis 1 (0,09 mg/200 g bb/hari) dan
dosis 3 (0,36 mg/200 g bb/hari) memberikan efek hipotensif yang tidak
berbeda secara bermakna dengan dosis 2.

5.2 Saran
a. Perlu dikaji senyawa-senyawa yang berkontribusi terhadap efek hipotensif
Kopi Luwak Arabika.
b. Perlu dikaji uji aktivitas antioksidan Kopi Luwak Arabika dengan metode
lainnya.
c. Perlu dikaji keberadaan hidroksihidrokuinon, sebagai senyawa penghambat
efek hipotensif asam klorogenat, pada Kopi Luwak Arabika.
d. Perlu dikaji patofisiologi lain, selain dari aktivitas antioksidan, dari efek
penurunan tekanan darah Kopi Luwak Arabika.
e. Perlu dibandingkan sekaligus efek Kopi Arabika satu varietas dengan Kopi
Luwak Arabika terhadap tekanan darah.
f. Perlu dilanjutkan dengan uji klinis untuk membuktikan efek hipotensif Kopi
Luwak Arabika.

68 Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


69

DAFTAR ACUAN

Abourashed, E.A., & Mossa, J.S. (2004). HPTLC determination of caffeine in


stimulant herbal products and power drinks. Journal of Pharmaceutical
and Biomedical Analysis, 36: 617620.

Ames, B.N., & Gold, L.S. (1998). The prevention of cancer. In: Functional
foods for disease prevention : fruits, vegetables, and teas, (T.
Shibamoto, J. Terao, T. Osawa, eds.), Washington, DC : American
Chemical Society. ACS Symposium Series, 701: 2-15.

Andersen, L.F., Jacobs, D.R., Carelsen, M.H., & Blomhoff, R. (2006).


Consumption of coffee is associated with reduced risk of death attributed
to inflammatory and cardiovascular diseases in the iowa womens health
study. American Journal of Clinical Nutrition, 83: 1039-1046.

Andrajati, R., Sari, S.P., Bahtiar, A., & Syafhan, N.F. (2012). Penuntun
praktikum ilmu biomedik dasar. Laboratorium Farmakologi dan
Farmakokinetika Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia, 20-
21.

Anggara, A. & Marini, S. (2011). Kopi si hitam menguntungkan, budi daya dan
pemasaran. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 15-20.

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2008). Acuan Sediaan
Herbal, Vol. 4, Edisi 1, Jakarta, 7.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2000). Inventaris Tanaman


Obat Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan & Kesejahteraan Sosial
RI, 75.

Badyal, H., Lata, H., & Dadhich, A.P. (2003). Animal models of hypertension
and effect of drugs. Indian Journal of Pharmacology. 35 : 349-362.

Baylin, A., Hernandez-Diaz, S., Kabagambe, E.K., Siles, X., & Campos. (2006).
Transient exposure to coffee as a trigger of a first nonfatal myocardial
infarction. Journal of Epidemiology, 17:506511.

Blois, M.S. (1958). Antioxidant determinations by the use of a stable free radical.
Nature, 181: 1199-1200.

Bonita, J.S., Mandarano, M., Shuta, D., & Vinson, J. (2007). Review: coffee and
cardiovascular disease: in vitro, cellular, animal, and human studies.
Pharmacological Research, 55:3,187-198.

69 Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


70

Bonati, M., Latini, R., Tognoni, G., Young, J.F., & Garattini, S. (1984-1985).
Interspecies comparison of in vivo caffeine pharmacokinetics in man,
monkey, rabbit, rat, and mouse. Drug Metabolism Review. 15(7):1355-83.

Borrelli, R.C., Visconti, A., Menella, C., Anese, M., & Fogliano, V. (2002).
Chemical characterization and antioxidant properties of coffee
melanoidins, Journal of Agricultural and Food Chemistry, 50:22, 6527
6533.

Bouquet. (1972). Travaux et Document, de LORSTOM, Pantes Medicinal,


Conggo-Brazzaville.

Buscemi, S., Mattina, A., Tranchina, M.R., & Verga, S. (2011). Acute effects of
coffee on QT interval in healthy subjects. Nutrition Journal. 10:15.

Carelsen, M.H., Halvorsen, B.L., Holte, K., Bhn, S.K., Dragland, S.,
Sampson, L., Willey, C., Senoo, H., Umezono, Y., Sanada, C., Barikmo,
I., Berhe, N., Willett, W.C., Phillips, K.M.,. Jacobs, D.R., & Blomhoff,
R. (2010). The total antioxidant content of more than 3100 foods,
beverages, spices, herbs, and supplements used worldwide, Nutrition
Journal, 9:3.

Castelnuovo, A.D., Giuseppe, R.D., Iacoviello, L., & Gaetano, G.D. (2012).
Consumption of cocoa, tea and coffee and risk cardiovascular disease.
European Journal of Internal Medicine, 23:1, 15 25.

Chan, S. & Garcia, E. (2011). Comparative Physicochemical Analyses of Regular


and Civet Coffee. The Manila Journal of Science, 7:1, 19 23.

Choi, H.K., & Curhan, G. (2007). Coffee, tea, and caffeine consumption and
serum uric acid level: the tird national health and nutrition examination
survey, Arthritis Care & Research, 57:5, 816-821.

Ciccarone,E., Castelnuovo, A.D., Salcuni, M., Siani, A., Giacco, A., & Donati,
M.B. (2003). Gendiable investigators. A high-score mediterranean dietary
patten is associated with a reduced risk of peripheral arterial disease in
Italian patients with type 2 diabetes. Journal of Thrombosis
Haemostasis,1, 1744-1752.

Clarke, R.J. & Macrae, R. (1987). Coffee chemistry. Volume 1. Elsevier Applied
Science, London, and New York.

Clifford, M.N. (1999). Chlorogenic acids and other cinnamates-nature, occurrence


and dietary burden. Journal of the Science of Food and Agriculture, 79.
362 372.

Coda multi-channel, computerized, non-invasive blood pressure system for mice


and rats. (2008). Kent Scientific Corporation, Connecticut, 5.

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


71

Corti, R., Flammer, A.J., Hollenberg, N.K., & Lscher, T.F. (2002). Coffee
acutely increases sympathetic nerve activity and blood pressure
independently of caffeine content: role of habitual versus nonhabitual
drinking. Circulation, 106: 29352940.

Daglia, M., Papetti, A., Gregotti, C., Berte, F., & Gazzani, G. (2000). In vitro
antioxidant and ex vivo protective activities of green and roasted. Journal
of Agricultural and Food Chemistry, 48. 14491454.

Dai, S. & McNeill, J.H. (1995). Fructose-induced hypertension in rats is


concentration- and duration-dependent. The Journal of Pharmacology
and Toxicology Methods. 33:2.101-7.

Del Castillo, M.D., Ames, J.M., & Gordon M.H. (2002). Effect of roasting on the
antioxidant of coffee brews. Journal of Agricultural and Food Chemistry,
50. 3698 3703.

Dehpour, A.A., Ebrahimzadeh, M.A., Fazel, N.S., & Mohammad, N.S. (2009).
Antioxidant activity of methanol extract of ferula assafoetida and its
essential oil composition. Grasas Aceites, 60(4), 405-412.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi


III. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia . (1986). Sediaan Galenik.


K Jakarta:Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia . (1989). Materia Medika Indonesia.


Jilid V Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia . (1995). Farmakope Indonesia. Edisi


IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2000). Parameter Standar Umum


Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan I. Jakarta : Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan , Direktorat Pengawas Obat Tradisional.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia . (2008). Farmakope Herbal


Indonesia. Edisi I. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.

Doggrell, S.A. & Brown, L. (1998). Rat models of hypertension, cardiac


hypertrophy and failure. Cardiovasc Research. 39:1. 89-105.

Evans, W.B., & Trease. (2002). Caffeine in Pharmacognosy. Edisi 15. New
York: WB Sounders, 126, 388, 389.

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


72

Fauzi, M. (2006). Analisa Pangan dan Hasil Pertanian. Handout.Jember: FTP


UNEJ.

Ferrazzano, G.F., Amato, I., Ingenito, A., Natale, A.D. & Pollio, A. (2009). Anti-
cariogenic effects of polyphenols from plant stimulant beverages (cocoa,
coffee, tea). Fitoterapia, 80:5. 255 262.

Ganmaa, D., Willett, W.C., Li, T.Y., Feskanich, D., van Dam, R.M.,, Lopez-
Garcia, E., Hunter, D.J., & Holmes, M.D. (2008). Coffee, tea, caffeine and
risk of breast cancer: A 22-year follow-up. International Journal of
Cancer, 122:9, 2071-2076.

Gunalan, G., Myla, N., & Balabhaskar, R. (2012). In vitro antioxidant analysis of
selected coffee bean varieties. Journal of Chemical and Pharmaceutical
Research, 4(4):2126-2132.

Harborne, J.B. (1987). Metode fitokimia: penuntun cara modern menganalisis


tumbuhan, Edisi 2. Penterjemah: Dr. Kosasih Padmawinata & Dr. Iwang
Soediro. Penyunting: Dra. Sofia Mansoor. Bandung: ITB.

Halliwell, B. (2002). Food-derived antioxidants: how to evaluate their importance


in food and in vivo. National University of Singapore. Singapore.

Hamer, M. (2006). Coffee and health: explaining conflicting results in


hypertension. Journal of Human Hypertension, 20. 909-912.

Hecimovic, I., Cvitanovic, A.B., Horzic, D., & Komes, D. (2011). Comparative
study of polyphenols and caffeine in different coffee varieties affected by
the degree of roasting. Food Chemistry, 129:3. 991 1000.

Higdon, J.V., & Frei, B. (2006). Coffee health: a review of recent human
research. Critical Review. Food Science and Nutrition. 46: 101-123.

Jiang-nan Wu, Suzanne C. Ho, Chun Zhou, Wen-hua Ling, Wei-qing Chen,
Cui-ling Wang, & Yu-ming Chen. (2009). Coffee consumption and
risk of coronary heartdiseases: a meta-analysis of 21 prospective cohort
studies. Internal Journal of Cardiology, 137, 216225.

Jun, M., Fu, H.Y., Hong, J., Wan., X., Yang, C.S., & Ho, C.T. (2006).
Comparison of antioxidant activities of isoflavones from kudzu root
(Pueraria lobata ohwi). The Journal of Food Science. Institute of
Technologist. 68:2117-2122.

Kiyohara, C., Kono, S., Honjo, S., Todoroki, I., Sakurai, Y., Nishiwaki, M.,
Hamada, H., Nishikawa, H., Koga, H., Ogawa, S., & Nakagawa, K.
(1999). Inverse association between coffee drinking and serum uric acid
concentrations in middle-aged Japanese males. British Journal of Nutrition
82:2. 125-130.

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


73

Klatsky, A.L., Armstrong, M.A., & Friedman, G.D. (1993). Coffee, tea and
mortality. Annals of Epidemiology, 3:4. 375 381.

Knardahl, S., Sander, B.J., & Johnson, A.K. (1988). Effect adrenal demedullation
on stres induced hypertension and cardiovascular response to acut stres.
Acta Physiol Scand. 133 : 477-483.

Koleva, I.I., van Beek, T.A., Linssen, J.P.H., de Groot, A., & Evstatieva, L.N.
(2002), Screening of Plant Extracts For Antioxidant Activity: A
Comparative Study on Three Testing Methods. Phytochemical Analysis,
13, 8-17.

Koppelstatter. (2005). Coffee Jump-starts Short-term Memory. 30 Maret 2012


http://coffeescience.org/retail/Memory.pdf

Kunaepah, Uun. (2008). Pengaruh lama fermentasi dan konsentrasi glukosa


terhadap aktivitas antibakteri, polifenol total dan mutu kimia kefir susu
kacang erah.Tesis. Magister gizi masyarakat. Program pascasarjana
Universitas Diponegoro, Semarang.

Kurniawan, A. (2011). Meraup untung dari kopi luwak arabika. Cetakan pertama.
Yogyakarta : Klik Publishing, 22-23, 68-69.

Kuswardhani, T.(2006). Penatalaksanaan hipertensi pada lanjut usia. Journal


Penyakit Dalam, Volume 136, 135-140.

Larsson, S.C., Mnnist, S., Virtanen, M.J., Kontto, J., Albanes, D., & Virtamo,
J. (2008). Coffee and tea consumption and risk of stroke subtypes in
male smokers. Stroke, 39. 16811687.

Lawrence, G.H.M. (1963). Taxonomy of Vascular Plants. New York: The


Macmillan Company, 712-713.

Lee, W.J. & Zhu,B .T. (2006). Inhibition of DNA methylation by caffeic acid
and hlorogenic acid, two common catechol-containing coffee polyphenols.
Carcinogenesis, 27:2, 269 77.

Leitzmann MF, Stampfer MJ, Willett WC, Spiegelman D, Colditz GA, &
Giovannuci EL. (2002). Coffee intake is associated with lower risk of
symptomatic gallstone disease in men. The Journal of the American
Medical Association, 281(22): 2106-2111.

Lelyana, R. (2008). Pengaruh kopi terhadap kadar asam urat. Tesis. Program
Pasca Sarjana Magister Ilmu Biomedik. Undip. Semarang.

Liapis, A.I. & Bruttini, R. (2006). Freeze drying. Taylor & Francis Group. LLC

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


74

Liangli Yu & Moore, J. (2008). Methods for antioxidant capacity estimation of


wheat and wheat-based food product. In: Wheat Antioxidant. Editor:
Liangli Yu.New Jersey: John Willey & Sons, Inc. 118-132.

Loopstra-Masters, R.C., Liese, A.D., Haffner, S.M., Wagenknecht, L.E., &


Hanley, A.J. (2011). Associations between the intake of caffeinated
and decaffeinated coffee and measures of insulin sensitivity and beta cell
function. Diabetologia, 54. 320-328.

Lopez-Garcia, E., van Dam, R.M., Li, T.Y., Rodriguez-Artalejo, F., & Hu, F.B.
(2008). The relationship of coffee consumption with mortality. Annals
Internal Medicine, 148. 904914.

Maia, L., & de Mendonca, A. (2002). Does caffeine intake protect from
Alzheimer's disease? European Journal of Neurology. 9:4.377-382.

Marcone, M. F. (2004). Composition and properties of Indonesian palm civet


coffee (Kopi luwak arabika) and Ethiopian civet coffee. Food Research
International, 37:9. 901 912.

Marks & Kelly. (1973). Consumption and Metabolism of Caffeine. 30 Maret


2012. http:www.biology-online.org//consumption_meta

Martha, F.A. (2007). Pengembangan model tikus hipertensi yang diinduksi


dengan propilthiourasil, nacl, dan adrenalin. Bandung : Department of
Pharmacy.

Mesas, A.E., Leon-Muoz, L.M., Rodriguez-Artalejo, F., & Lopez-Garcia, E.


(2011). The effect of coffee on blood pressure and cardiovascular disease
in hypertensive individuals: a systematic review and meta-analysis.
The American Journal of Clinical Nutrition, 94:4, 1113-1126.

Moreira, D.P., Moreira, D.P., Monteiro, M.C., M., Ribeiro-Alves, Donangelo,


C.M., & Trugo, L.C. (2005). Contribution of chlorogenic acids to the
iron-reducing activity of coffee beverages. Journal of Agricultural and
Food Chemistry. 53:5. 1399-1402.

Mostofsky, E., Schlaug, G., Mukamal, K.J., Rosamond, W.D., & Mittleman,
M.A. (2010). Coffee and acute ischemic stroke onset: the stroke and
onset study. Stroke, 39. 1583-1588.

Nawawi, R.H. (2012). Uji aktivitas, stabilitas fisik dan keamanan sediaan gel
pencerah kulit yang mengandung ekstrak air jamur tiram (Pleurotus
ostreatus). Tesis. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Departemen
Farmasi Program Studi Magister Herbal UI.

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


75

Nicoli, M.C., Anese, M., Manzocco, L., &. Lerici, C.R. (1997). Antioxidant
properties of coffee brews in relation to the roasting degree.
Lebensmittel, Wissenchaft und Technologie . Food Science and
Technology, 30. 292-297.

Noordzij, M., Uiterwaal, C.S., Arends, L.R., Kok, F.J., Grobbee, D.E., &
Geleijnse, G.M. (2005). Blood pressure response to chronic intake of offee
and caffeine: a meta-analysis of randomized controlled trials. Journal of
Hypertension, 23: 921928.

Olthof, M.R., Hollman, P.C.H., & Katanet, M.B. (2001). Chlorogenic acid and
caffeic acid are absorbed in humans. Journal of Nutrition, 131. 66 71.

ONeil, M.J., Smith, SA., Heckelman, P.E., Obenchain, J.R., Jr., Gallipeau,
J.A.R., DArecca, M.A., & Budavari, S. (2001). The merck index an
encyclopedia of chemicals, drugs, and biological. 13th edition.
Whitehouse Station, NJ: Merck

Pellegrini, N., Serafini, M., Colombi, M., Del Rio, D., Salvatore, S., Bianchi,
M., & Brighenti, B. (2003). Total antioxidant capacity of plant foods,
beverages and oil consumed in Italy assessed by three different in vitro
assays. Journal of Nutrition, 133. 2812-2819.

Pincomb, G. A., Lovallo, W.R., McKey, B.S., Bong Hee Sun, Everson, S.A., B.
Passey, R.B., & Wilson, M.F. (1996). Acute Blood Pressure Elevations
With Caffeine in Men With Borderline Systemic Hypertension. The
American Journal of Cardiology, 77. 270-274.

Pinto, Y.M., Paul, M., & Ganten, D. (1998). Lessons from rat models of
hypertension; from goldbaltt tom genetic engeneering. Cardiovascular
Research. 39:77-88.

Prakash, A., Rigelhof, F., & Miller, E. (2010). Antioxidant Activity. Medalliaon
Laboratories Analitycal Progress, Vol. 10, No 2.

Quinone, B., Muguerza,B., Miquel, M., & Alexaindre, A. (2011). Evidence that
nitric oxide mediates the blood pressure lowering effect of a poliphenol-
rich cocoa powder in spontaneously hypertensive rats. Pharmacological
Research. 64. 478-481.

Rejo, A., Rahayu, S., & Panggabean, T. (2011). Karakteristik mutu biji kopi pada
proses dekafeinasi. Jurusan Teknologi Pertanian. Fakultas Pertanian,
Universitas Sriwijaya, Indralaya.

Rice-Evans, C.A., Miller, N.J., & Paganga, G. (1996). Structure-antioxidant


activity relationships of flavonoids and phenolic acids. Free Radical
Biology and Medicine, 20, 933 956.

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


76

Ricketts, M.L. (2007). Does coffee raise cholesterol? Future Lipidology, 2:4,
373-377.

Ridwansyah. (2003). Pengolahan Kopi, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas


Pertanian. Universitas Sumatera Utara.

Riksen, N. P., Rongen, G.A., & Smits, P. (2009). Acute and long-term
cardiovascular effects of coffee: Implications for coronary heart disease.
Pharmacology & Therapeutics, 121:2. 185 191.

Rodrigues, M.I., & Klein L.C. (2006). Boiled or filtered coffee? Effects ofcoffee
and caffeine on cholesterol, fibrinogen and C-reactive protein. Journal of
Thrombosis Haemostasis. 25. 55-69.

Sacchetti, G., Mattia, C.D., Pittia, P., & Mastrocola, D. (2009). Effect of roasting
degree, equivalent thermal effect and coffee type on the radical scavenging
activity of coffee brews and their phenolic fraction. Journal of Food
Engineering, 90:1, 74-80

Salazar-Martinez, E., Willett, W.C., Ascherio, A., Manson, J.E., Leitzmann, M.F.,
Stampfer, M.J., & Hu FB. (2004). Coffee consumption and risk for type 2
diabetes mellitus. Annals of Internal Medicine.140:1.1-8.

Santos, C., Costa, J., Santos, J., Vaz-Carneiro, A., & Lunet, N. (2010). Caffeine
intake and dementia:systematic review and meta analysis. Journal of
Alzheimers Disease. 20:1. 187-204.

Scalbert , A., Manach, C., Morand, C., Rmsya, C., & Jimnez, L. (2005).
Dietary Polyphenols and the prevention of diseases. Critical Review in
Food Science and Nutrition. 45:4. 287-306.

Scheme for Identification of Unknown Alkaloid Solution. (2009). 14 Juni 2012.


www.pua.cc/PUASite/uploads/file/Pharmacy/Courses/PHR344/Practical%

Septia, S. (2010). Mempelajari pengaruh konsentrasi ragi dalam formulasi


inokulum fermentasi dan lama penyangraian terhadap mutu kopi bubuk.
Studen Paper.24 Juni 2012.
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/18947

Shechter, M., Shalmon, G., Scheinowitz, M., Koren-Morag, N., Feinberg, M.S.,
& Harats, D. (2011). Impact of acute caffeinne ingestion on endothelial
function in subjects with and without coronary artery disease. The
American Journal of Cardiology, 107. 1255-1261.

Shibata, H., Sakamoto, Y., Oka, M., & Kono, Y. (2010). Natural
antioxidant,chlorogenic acid, protects against DNA breakage caused
by monochloramine. Department of Life Science and Biotechnology,
Faculty of Life and Environmental Science, Shimane University, Japan.

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


77

Sjakoer, N.A.A. & Permatasari, N. (2011). Mekanisme deoxycorticosterone


acetate (doca)-garam terhadap peningkatan tekanan darah pada hewan
coba. El-hayah. 1:4, 199-213.

SNI 01-3542-2004. 5 Juni 2012. http://www.scribd.com/doc/.../sni-kopi-bubuk

Spiller, J., & Fried, B. (1996). Caffeine. USA: CRC Press.

Stoclet, J.C., Chataigneau, T., Ndiaye, M., Oak, M.H., Bedoui, J.E., Chataigneau,
M., & Schini-Kerth, V.B. (2004). Vascular protection by dietary
poliphenols. European journal of Pharmacology, 500, 299-313.

Subramanya, J.K., & Muttagi, S. (2011). In vitro color change of three dental
veneering resins in tea, coffee and tamarind extracts. The Journal of
Dentistry Vol.8. No.3.

Sudarmi. (1997). Kafein dalam Pandangan Farmasi. Medan: Fakultas


Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera
Utara.

Suzuki, A., Fujiia, A., Yamamotoa, N., Yamamotoa, M., Ohminamia, H.,
Kameyamaa, A., Shibuyaa, Y., Nishizawaa, Y., Tokimitsua, I., &
Saito, I . (2006). Improvement of hypertension and vascular dysfunction
by hydroxyhydroquinone-free coffee in a genetic model of hypertension.
Federation of European Biochemical Societies, 580:9, 2317-2322.

Tan Hoan Tjay & Rahardja, K. (2007). Obat-obat penting: khasiat, penggunaan,
dan efek-efek sampingnya. Edisi 6. Jakarta: Gramedia, 643-644.

Tello, J., Viguera, M., & Calvo, L. (2011). Extraction of caffeine from robusta
coffee (coffea canephora vr. robusta) hus ks using supercritical carbon
dioxide. The Journal of Supercritical Fluids, 59. 53-60.

Thelle, D.S., Egil Arnesen, E., & Frde, O.H. (1983) The tromso heart study-
Does coffee raise serum cholesterol? New England Journal of Medicine.
308. 1454-1457.

Tom, E. (2007). The effect of chlorogenic acid enriched coffee on glucose


absorption in healthy volunteers and its effect on body mass. The Journal
of International Medical Research, 35. 900 908.

Uiterwaal, C.S.P.M.,Verschuren, W.M.M., Bueno-de-Mesquita, H.B., Ock, M.,


Geleijnse, J.M., Boshuizen, H.C., Peeters, P.H.M., Feskens, E.J.M., &
Grobbee, D.E. (2012). Coffee intake and incidence of hypertension. The
Americal Journal of Clinical Nutrition. 718-723.

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


78

Van Dam, R.M., & Hu, F.B. (2005). Coffee consumption and risk of type 2
diabetes: a systematic review. The Journal of the American Medical
Association. 294. 97-104.

Vaziri,N.D., Xiu Q. Wang, Oveisi. F., & Rad, B. (2000). Induction of oxidative
stress by glutathione depletion causes severe hypertension in normal rats.
Hypertension. 36: 142-146.

Vignoli, J.A., Bassoli, D.G., & Bennasi, M.T. (2011). Antioksidant activity,
polyhenols, caffeine and melanoidins in soluble coffee: The influence of
processing conditions and raw material. Food Chemistry, 124:3. 803868.

Wang, Q., Chen, Z., & Fan, X.P. (1994). A simplified method for preparation of
doca-salt hypertension model in rats by subcutaneous implantation of doca
silastic tube. The Journal of Circulation. 46:2. 205-8.

Waynforth, H.B. (1980). Expermental and surgical technique in the rat. London:
Academic Press, 212-214.

Webster-Ross, G., Abbott, R.D., Petrovitch, H., Morens, D.M., Grandinetti, A.,
Ko-Hui Tung, Tanner, C.M., Masaki, K.H., Blanchette, P.L., Curb, J.D.,
Popper, J.S., & White, L.R. (2000). Association of coffee and caffeine
intake with the risk of parkinson's disease. The Journal of the
American Medical Association. 283:20.2674-2679.

Wedick, N.M., Brennan, A.M., Qi Sun, Hu1, F.B., Mantzoros, C.S., & van
Dam, R.M. (2011). Effects of caffeinated and decaffeinated coffee on
biological risk factors for type 2 diabetes: a randomized controlled trial.
Nutrition Journal, 10:93.

Wilson, & Gisvold. (1982). Textbook of Organic Medical and Pharmaceutical


Chemistry. Philadelphia: JB Lippincolt Company.

Winarsi, H. (2007). Antioksidan alami & radikal bebas potensi dan aplikasinya
dalam kesehatan. Yogyakarta: Kanisius. 105.

Wisborg, K., Kesmodel, U., Bech, B.H., Hedegaard, M., & Henriksen, T.B.
(2003). Maternal consumption of coffee during pregnancy and
stillbirth and infant death in first year of life: prospective study. British
Medical Journal. 326:420.

Winkelmayer, W.C., Stampfer, M., Willett, W.C., & Curhan G.C. (2005).
Habitual caffeine intake and the risk of hipertension in women. Journal of
the American Medical Association, 2330-2335.

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


79

Yamaguchi, T., Chikama, A., Mori, K., Watanabe, T., Shioya, Y., Katsuragi,
Y., & Tokimitsu, I. (2008). Hydroxyhydroquinone-free coffee:a double-
blind, randomized controlled dose-response study of blood pressure.
Nutrition, Metabolism and Cardiovascular Diseases, 18:6, 408-414.

Yunizal, Murtini, J.T., Dolaria,N., Purdiwoto,B., Abdulrokhim, & Carkipan.


(1998). Prosedur Analisa Kimiawi Ikan dan Produk Olahan Hasil-Hasil
Perikanan. Instalasi Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Jakarta.

Zhenzhen Zhang, Gang Hu, Caballero, B., Appel, L., & Liwei Chen. (2011).
Habitual coffee consumption and risk of hypertension: a systematic review
and meta-analysis of prospective observational studies. The American
Journal of Clinical Nutrition, 94: 1113-1126.

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


101

LAMPIRAN

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


81

Lampiran 1. Sertifikasi Tikus Putih Jalur Sprague-Dawley

\
Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


82

Lampiran 2. Data Rendemen, Kadar Abu, Kadar Abu Tidak Larut Asam,
dan Susut Pengeringan

Data rendemen seduhan air Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika

Seduhan Air Pengujian Rendemen (%) Rata-rata


Rendemen (%)
Kopi Luwak I 20 ,4 20
Arabika
II 19,6

Kopi Arabika I 31 29,5

II 28

Data kadar abu serbuk dan ekstrak air Kopi Luwak Arabika

Bahan uji Pengujian Bobot Bobot abu Kadar Kadar


bahan uji (g) abu (%) abu rata-
(g) rata (%)
Serbuk Kopi I 2,0460 0,0881 4,3059
Luwak Arabika
II 2,0110 0,0866 4,3063 4,3
III 2,0365 0,0889 4,3653
EkstrakAir I 2,0144 0,2997 14,87
Kopi Luwak
II 2,0085 0,3064 15,25 15,06
III 2,0755 0,3128 15,07

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


83

Lanjutan Lampiran 2

Data kadar abu tidak larut asam serbuk dan ekstrak air Kopi Luwak
Arabika

Bahan uji Pengujian Bobot Bobot Kadar abu Kadar abu


bahan uji abu (g) tidak larut tidak larut
(g) asam (%) asam rata-
rata (%)
Serbuk Kopi I 2,0460 0,0052 0,2541
Luwak
Arabika II 2,0110 0,0077 0,3828 0,29
III 2,0365 0,0048 0,2356
Ekstrak Air I 2,0144 0,0094 0,4666
Kopi Luwak
Arabika II 2,0085 0,0045 0,2240 0,36
III 2,0755 0,0083 0,3999

Data susut pengeringan serbuk dan ekstrak air Kopi Luwak Arabika
Bahan uji Pengujian Bobot Bobot Sisa Susut Susut
bahan Pengeringan Pengeringan Pengeringan
uji (g) (g) (%) rata-rata (%)
Serbuk Kopi I 2,0808 1,9697 5,3392
Luwak
Arabika II 2,0793 1,9638 5,5547 5,49
III 2,0623 1,9471 5,5859
Ekstrak Kopi I 2,0050 1,8571 7,3765
Luwak
Arabika II 2,0057 1,8537 7,5784 7,52
III 2,0067 1,8539 7,6144

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


84

Lampiran 3. Kromatogram Kafein, Golongan Fenol, dan Flavonoid Kopi


Luwak Arabika

Kafein

K KL1 KL2

Identifikasi kafein dalam kopi luwak (KL) dengan pembanding kafein standar (K), fase
gerak Etil Asetat : Metanol (85:15), disemprot dengan larutan Iodine-Hydrochloric Acid

Gol. Fenol

Gol. Fenol

JB K KL

Identifikasi golongan fenol dalam dalam kopi luwak (KL) dengan pembanding ekstrak
metanol daun jambu biji), fase gerak Etil Asetat : Metanol (85:15), disemprot dengan
larutan FeCl3 10% dalam Etanol

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


85

Lanjutan lampiran 3

Flavonoid

Flavonoid

K KL

Identifikasi flavonoid dalam dalam kopi luwak, fase gerak Etil Asetat : Metanol (85:15),
disemprot dengan larutan AlCl310% dalam Etanol

Flavonoid

Flavonoid

JB K KL

Identifikasi flavonoid dalam kopi luwak dengan pembanding ekstrak metanol daun
jambu biji (JB), kafein standar (K), fase gerak Etil Asetat : Metanol (85:15), disemprot
dengan larutan AlCl310% dalam Etanol, dilihat pada lampu UV 365 nm

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


86

Lampiran 4. Data Identifikasi Alkaloid, Saponin, Flavonoid, Senyawa Fenol,


dan Tanin

Data identifikasi alkaloid ekstrak air Kopi Luwak Arabika dan Kopi
Arabika
Metode Perubahan Warna Kopi Luwak Kopi Kafein
Arabika Arabika Murni
Bouchardat Ada endapan coklat
+ + +

Mayer Ada endapan putih


+ + -

Dragendroff Ada endapan merah


+ + +
jingga

Data identifikasi saponin ekstrak air Kopi Luwak Arabika dan Kopi
Arabika
Uji Perubahan Kopi Luwak Kopi Arabika Otrthosiphon
Arabika Folium
I Buih tidak hilang ++ + ++
II Buih tidak hilang ++ + ++

Data identifikasi flavonoid ekstrak air Kopi Luwak Arabika dan Kopi
Arabika
Uji Perubahan warna Kopi luwak Kopi Arabika
I Kuning Oranye + +
II Merah Muda + +

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


87

Lanjutan Lampiran 4
Data identifikasi senyawa fenol ekstrak air Kopi Luwak Arabika dan Kopi
Arabika

Uji Perubahan warna Kopi Luwak Kopi Arabika


Arabika
I Biru + +
II Biru + +

Data identifikasi senyawa tanin ekstrak air Kopi Luwak Arabika dan Kopi
Arabika
Uji Perubahan warna Kopi Luwak Kopi Arabika
Arabika
I Biru kehitaman/hijau Hijau Hijau
kecoklatan kecoklatan kecoklatan
II Biru kehitaman/hijau Hijau Hijau
kecoklatan kecoklatan kecoklatan

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


88

Lampiran 5. Kadar Fenol Total

1.4
y = 0,0012x + 0,0343
1.2 R = 0,9976

1
Absorbansi (A)

0.8

0.6

0.4

0.2

0
0 200 400 600 800 1000 1200
Konsentrasi Larutan Standar Asam Galat (mg/L)

Kopi Luwak Arabika

Sampel Absorbansi Konsentrasi (ppm) Kadar total fenol*


1 0,3050 225,58 75,19
2 0,3460 259,75 86,58
Rata-rata SD 80,88 8,05
*dinyatakan dalam mg ekivalen asam galat per gram ekstrak

Kopi Arabika

Sampel Absorbansi Konsentrasi (ppm) Kadar total fenol*


1 0,4040 308,08 102,69
2 0,4860 376,42 125,47
Rata-rata SD 114,08 16,11
*dinyatakan dalam mg ekivalen asam galat per gram ekstrak

Rumus mencari kadar fenol total:

()
1000

Volume pengenceran = 100 mL


Berat sampel = 0,3 g

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


89

Lampiran 6. Perhitungan Kadar Kafein dan Kurva Serapan Kafein Kopi


Luwak Arabika dan Kopi Arabika

c (nL) Luas Area (V/s)


50 451.1
100 793.67
200 1577.75
300 1980.68
1000 3570.11
2000 6379.35
5000 14919

kurva kalibrasi kafein


16000
konsentrasi kafein (nL)

14000 y = 2.841x + 728


12000 R = 0.997
10000
8000
6000 Series1
4000 Linear (Series1)
2000
0
0 2000 4000 6000
Luas Area (V/s)

Konsentrasi Kadar (%)


Luas Area (V/s) (g) Kadar (%) Rata-Rata
KA I 9236.8 1.4446 1.302 1.3151
KA II 9407.29 1.4718 1.3282
KL I 10397.76 1.6298 1.7018 1.6345
KL II 9543.83 1.4936 1.5672

Keterangan:
KA I = Kopi Arabika I
KA II = Kopi Arabika II
KL I = Kopi Luwak I
KL II = Kopi Luwak II

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
91

Lampiran 7. Data Aktivitas Antioksidan dan Kurva Spektrum Serapan


Blanko DPPH untuk Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika

Nama Panjang Konsentrasi Absorbansi Prosentase Rumus IC50


Gelombang Inhibisi
Sampel ( ) (g/ml) (%) Linear (g/ml)
Blanko 516 0.637
y=
Kopi 1.957x+
Luwak 516 0.125 0.545 14.4427 14.04 18.375
516 0.25 0.524 17.7394 r = 0,981
516 5 0.507 20.4081
516 15 0.38 40.3453
516 20 0.278 56.3579
516 25 0.236 62.9513

Blanko 516 0.637


Kopi y = 2.610x
Arabika 516 0.125 0.567 10.989 + 9.508 15.5142
516 0.25 0.55 13.6577 r= 0.972
516 5 0.53 16.7975
516 15 0.347 45.5259
516 20 0.2 68.6028
516 25 0.174 72.6844

Blanko 516 0,673


y=
38.54x-
Kuersetin 516 0.25 3.86 3,86 10.35 1.57
516 0.5 6.98 6,98 r=0,920
516 0.75 19.61 19,61
516 1 20.51 20,51
516 1.25 34.91 34,91
516 1.5 54.38 54,38

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


92

Lanjutan Lampiran 7

Kopi Luwak
80

Prosentase Inhibisi (%)


60 y = 1.957x + 14.04
R = 0.981
40
Series1
20
Linear (Series1)
0
0 10 20 30
Konsentrasi (ppm)

Kopi Arabika
Prosentase Inhibisi (%)

80
70 y = 2.618x + 9.508
60 R = 0.972
50
40
30 Series1
20
Linear (Series1)
10
0
0 10 20 30

konsentrasi (ppm)

Kuersetin
60
50 y = 38.54x - 10.35
R = 0.920
Prosentase Inhibisi (%)

40
30
Series1
20
Linear (Series1)
10
0
-10 0 0.5 1 1.5 2
Konsentrasi (ppm)

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


93

Lanjutan Lampiran 7.

Kurva Spektrum Serapan Kuersetin

Kurva Spektrum Serapan Kopi Arabika

Kurva Spektrum Serapan Kopi Luwak Arabika

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


94

Lampiran 8. Uji normalitas Saphiro-Wilk dan Uji T Berpasangan untuk


Menganalisa Data Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik
Sebelum dan Hari ke Delapan Sesudah Pemberian Kopi
Luwak Arabika pada Kelompok Normal dan Hipertensi

a. Uji normalitas Saphiro-Wilk terhadap data selisih tekanan darah sistolik


sebelum perlakuan hari pertama dengan 24 jam setelah perlakuan hari
ketujuh pada masing-masing sub kelompok tikus normal dan tikus
hipertensi.

1) Tujuan : Untuk mengetahui kenormalan data sebagai syarat uji t sampel


berpasangan.
2) Hipotesis :
i) Ho = Data selisih tekanan darah sistolik tikus sebelum perlakuan hari
pertama dengan 24 jam setelah perlakuan hari ketujuh berdistribusi
normal
ii) Ha = Data selisih tekanan darah sistolik tikus sebelum perlakuan hari
pertama dengan 24 jam setelah perlakuan hari ketujuh tidak
berdistribusi normal
3) Uji statistik : Tes normalitas Saphiro Wilk
4) Kriteria uji :
i) Jika signifikansi < 0,05, maka Ho ditolak
ii) Jika signifikansi > 0,05, maka Ho diterima

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


95

Lanjutan Lampiran 8
5) Hasil :

Shapiro-Wilk
Kelompok
Statistic df Sig.
K1 .909 4 .479
K2 .868 4 .288
K3 .964 4 .805
K4 .962 4 .793
K5 .969 4 .837
KN1 .835 4 .180
KN2 .940 4 .656
KN3 .880 4 .339

K1: kontrol normal, K2: kontrol hipertensi, K3: kelompok


hipertensi dosis 1(0,09 mg/200 g bb/hari), K4: kelompok hipertensi
dosis 2 (0,18 mg/200 g bb/hari), K5: kelompok hipertensi dosis 3
(0,36 mg/200 g/bb hari), KN1: kelompok normal dosis 1, KN2:
kelompok normal dosis 2, KN3: kelompok normal dosis 3.

Nilai signifikansi dalam tiap kelompok > 0,05

6) Kesimpulan : Ho diterima sehingga data selisih tekanan darah sistolik tikus


sebelum perlakuan hari pertama dengan 24 jam setelah perlakuan hari ketujuh
untuk setiap kelompok berdistribusi normal

b. Uji T sampel berpasangan pada data tekanan darah sistolik sebelum dan
sesudah tujuh hari pemberian kopi luwak pada masing-masing sub
kelompok tikus normal dan tikus hipertensi.

1) Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan yang bermakna


dari perubahan tekanan darah sistolik sebelum dan sesudah pemberian kopi
luwak pada masing-masing sub kelompok tikus normal dan tikus hipertensi
(K1 dan K2 tidak diberikan kopi luwak).

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


96

Lanjutan Lampiran 8
1) Hipotesis :
i) Ho = Tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap perubahan tekanan
darah sistolik pada masing-masing kelompok tikus normal dan
hipertensi antara sebelum pemberian kopi luwak hari pertama dan 24
jam setelah pemberian kopi luwak hari ketujuh.
ii) Ha = Terdapat perbedaan bermakna terhadap perubahan tekanan darah
sistolik pada masing-masing kelompok tikus normal dan hipertensi
antara sebelum hari per pemberian kopi luwak tama dan 24 jam
setelah pemberian kopi luwak hari ketujuh.

2) Uji statistik : Uji t sampel berpasangan


3) Kriteria uji :
4) Jika signifikansi < 0,05, maka Ho ditolak
5) Jika signifikansi > 0,05, maka Ho diterima.
6) Hasil :

Pasangan kelompok untuk data


T df Sig.two tailed
sistolik

K1_H1.Sebelum - K1_H7.24jam .622 5 .561

K2_H1.Sebelum - K2_H7.24jam -.807 4 .465

K3_H1.Sebelum - K3_H7.24jam 3.277 5 .022

K4_H1.Sebelum - K4_H7.24jam 4.615 3 .019

K5_H1.Sebelum - K5_H7.24jam 4.689 3 .018

KN1_H1.Sebelum - KN1_H7.24jam -.971 4 .387

KN2_H1.Sebelum - KN2_H7.24jam .488 4 .651

KN3_H1.Sebelum -KN3_H7.24jam 1.601 5 .170


Keterangan: K1: kontrol normal, K2: kontrol hipertensi, K3: kelompok hipertensi
dosis 1(0,09 mg/200 g bb/hari), K4: kelompok hipertensi dosis 2 (0,18 mg/200 g
bb/hari), K5: kelompok hipertensi dosis 3 (0,36 mg/200 g/bb hari), KN1: kelompok
normal dosis 1, KN2: kelompok normal dosis 2, KN3: kelompok normal dosis
3.H1.Sebelum: sebelum pemberian kopi luwak hari ke 1, H7.24 jam: 24 jam sesudah
pemberian kopi luwak hari ke 7.

Nilai signifikansi untuk kelompok K3, K4 dan K5 < 0,05

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


97

Lanjutan Lampiran 8

7) Kesimpulan : Ho ditolak untuk kelompok K3, K4 dan K5 sehingga


terdapat perbedaan bermakna penurunan tekanan darah sistolik pada
kelompok-kelompok tersebut sebelum dan sesudah tujuh hari
pemberian kopi luwak.

c. Uji normalitas Saphiro-Wilk terhadap data selisih tekanan darah diastolik


tikus sebelum perlakuan hari pertama dengan 24 jam setelah perlakuan
hari ketujuh berdistribusi normal

1) Tujuan : Untuk mengetahui kenormalan data sebagai syarat uji t sampel


berpasangan
2) Hipotesis :
i) Ho = Data selisih tekanan darah diastolik tikus sebelum perlakuan hari
pertama dengan 24 jam setelah perlakuan hari ketujuh berdistribusi
normal
ii) Ha = Data selisih tekanan darah diastolik tikus sebelum perlakuan hari
pertama dengan 24 jam setelah perlakuan hari ketujuh tidak
berdistribusi normal
3) Uji statistik : Tes normalitas Saphiro Wilk
i) Kriteria uji :
ii) Jika signifikansi < 0,05, maka Ho ditolak
iii) Jika signifikansi > 0,05, maka Ho diterima

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


98

Lanjutan Lampiran 8
4) Hasil :
Shapiro-Wilk
Kelompok Statistic df Sig.
K1 .910 4 .482
K2 .938 4 .640
K3 .989 4 .955
K4 .789 4 .084
K5 .862 4 .266
KN1 .824 4 .152
KN2 .974 4 .865
KN3 .835 4 .180
K1: kontrol normal, K2: kontrol hipertensi, K3: kelompok hipertensi dosis 1(0,09 mg/200 g
bb/hari), K4: kelompok hipertensi dosis 2 (0,18 mg/200 g bb/hari), K5: kelompok hipertensi dosis
3 (0,36 mg/200 g/bb hari), KN1: kelompok normal dosis 1, KN2: kelompok normal dosis 2, KN3:
kelompok normal dosis 3.

Nilai signifikansi dalam tiap kelompok > 0,05

5) Kesimpulan : Ho diterima sehingga data selisih tekanan darah diastolik tikus


sebelum perlakuan hari pertama dengan 24 jam setelah perlakuan hari ketujuh
untuk setiap kelompok berdistribusi normal.

d. Uji T sampel berpasangan pada data tekanan darah diastolik sebelum


pemberian kopi luwak hari pertama dan 24 jam setelah pemberian kopi
luwak hari ketujuh pada masing-masing sub kelompok tikus normal dan
hipertensi .

1) Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan yang


bermakna terhadap perubahan tekanan darah diastolik sebelum pemberian
kopi luwak hari pertama dan 24 jam setelah pemberian kopi luwak hari
ketujuh pada masing-masing sub kelompok tikus normal dan hipertensi (K1
dan K2 tidak diberikan kopi luwak).

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


99

Lanjutan Lampiran 8

2) Hipotesis :
i) Ho = Tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap terhadap perubahan
tekanan darah diastolik sebelum pemberian kopi luwak hari pertama
dan 24 jam setelah pemberian kopi luwak hari ketujuh pada masing-
masing sub kelompok tikus normal dan hipertensi.
ii) Ha = Terdapat perbedaan bermakna terhadap perubahan tekanan darah
diastolik sebelum pemberian kopi luwak hari pertama dan 24 jam
setelah pemberian kopi luwak hari ketujuh pada masing-masing sub
kelompok tikus normal dan hipertensi.

3) Uji statistik : Uji t sampel berpasangan


4) Kriteria uji :
i) Jika signifikansi < 0,05, maka Ho ditolak
ii) Jika signifikansi > 0,05, maka Ho diterima.
5) Hasil :

Pasangan kelompok untuk data diastolik t Df Sig.two tailed

K1_H1.Sebelum - K1_H7.24jam .282 5 .789

K2_H1.Sebelum - K2_H7.24jam -3.637 4 .022

K3_H1.Sebelum - K3_H7.24jam 4.388 5 .007

K4_H1.Sebelum - K4_H7.24jam 6.070 3 .009

K5_H1.Sebelum - K5_H7.24jam 1.236 3 .304

KN1_H1.Sebelum - KN1_H7.24jam -.140 4 .895

KN2_H1.Sebelum - KN2_H7.24jam -1.016 4 .367

KN3_H1.Sebelum -KN3_H7.24jam 1.911 5 .114


Keterangan: K1: kontrol normal, K2: kontrol hipertensi, K3: kelompok hipertensi dosis
1(0,09 mg/200 g bb/hari), K4: kelompok hipertensi dosis 2 (0,18 mg/200 g bb/hari), K5:
kelompok hipertensi dosis 3 (0,36 mg/200 g/bb hari), KN1: kelompok normal dosis 1,
KN2: kelompok normal dosis 2, KN3: kelompok normal dosis 3.H1.Sebelum: sebelum
pemberian kopi luwak hari ke 1, H7.24 jam: 24 jam sesudah pemberian kopi luwak hari
ke 7.

Nilai signifikansi untuk kelompok K2, K3 dan K4 < 0,05

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


100

Lanjutan Lampiran 8

6) Kesimpulan : Ho ditolak untuk kelompok K2, K3 dan K4 sehingga terdapat


perbedaan bermakna terhadap penurunan tekanan darah diastolik sebelum
pemberian kopi luwak hari pertama dan 24 jam setelah pemberian kopi
luwak hari ketujuh pada kelompok-kelompok tersebut.

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


101

Lampiran 9. Uji ANAVA untuk Menilai Perbedaan Efektivitas Variasi


Dosis Pemberian Kopi Luwak Arabika pada Waktu yang
Berbeda pada Kelompok Tikus Normal dan Tikus Hipertensi

Uji ANAVA pada Kelompok KN1-KN2-KN3

8)
9) Sum of Squares df Mean Square F Sig.
10)
D_H1.Sebelum (1) Between Groups 483.061 2 241.531 4.216 .039
11) Within Groups 744.760 13 57.289
12) Total 1227.822 15
13) (2)
D_H1.2jam Between Groups 1866.243 2 933.121 5.079 .023
14) Within Groups 2388.281 13 183.714
15) Total 4254.524 15
D_H1.6Jam
16) (3) Between Groups 50.125 2 25.063 .609 .559
17) Within Groups 534.836 13 41.141
18) Total 584.961 15
D_H7.Sebelum
19) (4) Between Groups 74.060 2 37.030 .275 .764
Within Groups 1748.093 13 134.469
20)
Total 1822.154 15
21)
D_H7.2Jam (5) Between Groups 467.843 2 233.921 1.544 .250
22)
Within Groups 1969.007 13 151.462
23)
Total 2436.850 15
D_H7.24Jam (6) Between Groups 6.740 2 3.370 .049 .953
Within Groups 902.143 13 69.396
Total 908.883 15
S_H1.Sebelum (1) Between Groups 629.475 2 314.737 2.846 .094
Within Groups 1437.678 13 110.591
Total 2067.153 15
S_H1.2Jam (2) Between Groups 2727.921 2 1363.961 8.005 .005
Within Groups 2214.932 13 170.379
Total 4942.853 15
S_H1.6Jam (3) Between Groups 173.707 2 86.853 1.098 .362
Within Groups 1027.965 13 79.074
Total 1201.672 15
S_H7.Sebelum (4) Between Groups 955.772 2 477.886 2.522 .119
Within Groups 2463.249 13 189.481
Total 3419.021 15
S_H7.2jam (5) Between Groups 814.874 2 407.437 1.928 .185
Within Groups 2746.823 13 211.294
Total 3561.697 15
S_H7.24Jam (6) Between Groups 211.696 2 105.848 .933 .418
Within Groups 1474.286 13 113.407
Total 1685.981 15

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


102
96

Lanjutan Lampiran 9
Uji ANAVA pada Kelompok K3-K4-K5

Sum of Squares df Mean Square F Sig.


D_H1.Sebelum (1) Between Groups 165.092 2 82.546 .534 .601
Within Groups 1699.636 11 154.512
Total 1864.728 13
D_H1.2jam (2) Between Groups 1054.793 2 527.397 1.902 .195
Within Groups 3050.248 11 277.295
Total 4105.041 13
D_H1.6Jam (3) Between Groups 15.397 2 7.698 .050 .951
Within Groups 1692.826 11 153.893
Total 1708.223 13
D_H7.Sebelum (4) Between Groups 603.210 2 301.605 1.350 .299
Within Groups 2457.175 11 223.380
Total 3060.385 13
D_H7.2Jam (5) Between Groups 79.844 2 39.922 .080 .924
Within Groups 5494.247 11 499.477
Total 5574.091 13
D_H7.24Jam (6) Between Groups 52.071 2 26.035 .992 .402
Within Groups 288.632 11 26.239
Total 340.703 13
S_H1.Sebelum (1) Between Groups 583.794 2 291.897 .920 .427
Within Groups 3489.534 11 317.230
Total 4073.327 13
S_H1.2Jam (2) Between Groups 1019.858 2 509.929 1.384 .291
Within Groups 4053.384 11 368.489
Total 5073.242 13
S_H1.6Jam (3) Between Groups 47.607 2 23.804 .083 .921
Within Groups 3167.007 11 287.910
Total 3214.615 13
S_H7.Sebelum (4) Between Groups 55.741 2 27.871 .083 .921
Within Groups 3714.887 11 337.717
Total 3770.628 13
S_H7.2jam (5) Between Groups 254.335 2 127.168 .092 .912
Within Groups 15139.933 11 1376.358
Total 15394.269 13
S_H7.24Jam (6) Between Groups 413.186 2 206.593 5.682 .020
Within Groups 399.976 11 36.361
Total 813.162 13
Keterangan: S= Sistolik; D= Diastolik; H1 Sebelum=hari ke 1 sebelum pemberian Kopi Luwak Arabika; H1 2
jam=hari ke 1, 2 jam sesudah pemberian Kopi Luwak Arabika; H1 6 jam= hari ke 1, 6 jam sesudah pemberian
Kopi Luwak Arabika; H7 sebelum= hari ke tujuh sebelum pemberian Kopi Luwak Arabika; H7 2 jam= hari ke
tujuh 2 jam sesudah pemberian Kopi Luwak Arabika; H7 24 jam=hari ke tujuh, 24 jam sesudah pemberian
Kopi Luwak Arabika.

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


Lampiran 10. Data pengukuran tekanan darah sistolik dan diastolik pada kelompok tikus normal dan tikus hipertensi hari 1-7
pemberian Kopi Luwak Arabika

Data Sistolik Kelompok Normal Dosis 1 (KN1)


6. Setelah 24 jam
1. Sebelum Perlakuan (H1) 2. Setelah 2 jam (H1) 3. Setelah 6 jam (H1) 4. Sebelum Perlakuan (H7) 5. Setelah 2 jam (H7) (H7)
116,06 153 127 108,81 157,82 115,1
103,4 156,83 109,33 109,31 108,4 122,88
123 170,88 122,43 127,25 142,33 117,33
116,67 149 110,83 105 121,75 116,8
124,36 155,23 124 116,5 124,44 114,88
N 5 5 5 5 5 5
MIN 103,4 149 109,33 105 108,4 114,88
MAX 124,36 170,88 127 127,25 157,82 122,88
MEAN 116,70 156,99 118,72 113,37 130,95 117,40
ST.Dev 8,302 8,304 8,072 8,800 19,281 3,242

Data Diastolik Kelompok Normal Dosis 1 (KN1)


6. Setelah 24 jam
1. Sebelum Perlakuan (H1) 2. Setelah 2 jam (H1) 3. Setelah 6 jam (H1) 4. Sebelum Perlakuan (H7) 5. Setelah 2 jam (H7) (H7)
80,39 107,43 89,89 78 109,18 82,7
70,4 114,67 82,33 69,38 66,6 77,81
73 131,94 80,85 95 94,5 90,67
70,83 102,7 70,5 63 73,75 73,4
88,14 116,77 89,71 81,5 89,22 79,13
N 5 5 5 5 5 5
MIN 70,4 102,7 70,5 63 66,6 73,4
MAX 88,14 131,94 89,89 95 109,18 90,67
MEAN 76,55 114,70 82,66 77,38 86,65 80,74
ST.Dev 7,619 11,162 7,957 12,233 16,913 6,471

Universitas Indonesia
103

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


Lanjutan Lampiran 10.

Data Sistolik Kelompok Normal Dosis 2 (KN2)


1. Sebelum Perlakuan (H1) 2. Setelah 2 jam (H1) 3. Setelah 6 jam (H1) 4. Sebelum Perlakuan (H7) 5. Setelah 2 jam (H7) 6. Setelah 24 jam (H7)
114,9 107,38 119,92 127,33 120 99,57
120,56 119,2 122,73 91 87 131,63
105,75 122,89 109,1 105,67 124,5 126,25
111,88 139,62 115,75 96,5 108 114,5
110,7 143,42 125,67 120 125 122,71
N 5 5 5 5 5 5
MIN 105,75 107,38 109,1 91 87 99,57
MAX 120,56 143,42 125,67 127,33 125 131,63
MEAN 112,76 126,50 118,63 108,10 112,90 118,93
ST.Dev 5,468 14,919 6,464 15,365 16,017 12,486

Data Diastolik Kelompok Normal Dosis 2 (KN2)


1. Sebelum Perlakuan (H1) 2. Setelah 2 jam (H1) 3. Setelah 6 jam (H1) 4. Sebelum Perlakuan (H7) 5. Setelah 2 jam (H7) 6. Setelah 24 jam (H7)
82,9 78,75 82,77 92,5 82,67 65,86
90,06 86,7 76,8 63 62,33 85,75
73 86,67 73,7 78,67 63,5 87,25
78,67 105,33 77,25 72,67 76,33 72,5
83,3 111 83,22 85,44 93,67 84,14
N 5 5 5 5 5 5
MIN 73 78,75 73,7 63 62,33 65,86
MAX 90,06 111 83,22 92,5 93,67 87,25
MEAN 81,59 93,69 78,75 78,46 75,70 79,10
ST.Dev 6,299 13,752 4,114 11,384 13,224 9,419

Universitas Indonesia
104

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


Lanjutan Lampiran 10.

Data Sistolik Kelompok Normal Dosis 3 (KN3)


1. Sebelum Perlakuan (H1) 2. Setelah 2 jam (H1) 3. Setelah 6 jam (H1) 4. Sebelum Perlakuan (H7) 5. Setelah 2 jam (H7) 6. Setelah 24 jam (H7)
139,17 147,35 123,15 118,38 122,33 106,56
139,17 128,50 119,00 118,88 111,83 103,75
128,41 124,91 144,13 108,50 123,25 97,40
137,06 134,29 117,60 149,60 121,64 119,25
104,42 145,11 116,11 120,80 132,53 105,33
115,44 108,00 132,90 140,50 117,67 132,25
N 6 6 6 6 6 6
MIN 104,42 108,00 116,11 108,50 111,83 97,40
MAX 139,17 147,35 144,13 149,60 132,53 132,25
MEAN 127,28 131,36 125,48 126,11 121,54 110,76
ST.Dev 14,44 14,48 10,96 15,55 6,84 12,72

Data Diastolik Kelompok Normal Dosis 3 (KN3)


1. Sebelum Perlakuan (H1) 2. Setelah 2 jam (H1) 3. Setelah 6 jam (H1) 4. Sebelum Perlakuan (H7) 5. Setelah 2 jam (H7) 6. Setelah 24 jam (H7)
96,33 109,00 86,46 86,25 85,67 74,70
96,33 85,06 71,50 80,38 80,33 71,00
87,88 91,91 91,00 60,50 91,25 73,20
96,56 74,71 80,80 89,60 85,36 82,50
75,79 105,44 81,56 90,40 94,11 83,89
85,00 73,50 83,60 86,50 90,50 94,25
N 6 6 6 6 6 6
MIN 75,79 73,50 71,50 60,50 80,33 71,00
MAX 96,56 109,00 91,00 90,40 94,11 94,25
MEAN 89,65 89,94 82,49 82,27 87,87 79,92
ST.Dev 8,41 15,06 6,54 11,23 5,01 8,71

Universitas Indonesia
105

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


Lanjutan Lampiran 10.

Data Sistolik Kelompok Hipertensi Dosis 1 (K3)


1. Sebelum Perlakuan (H1) 2. Setelah 2 jam (H1) 3. Setelah 6 jam (H1) 4. Sebelum Perlakuan (H7) 5. Setelah 2 jam (H7) 6. Setelah 24 jam (H7)
128,69 134,10 135,75 149,50 120,50 109,50
144,85 111,78 125,80 124,88 110,00 101,50
170,38 131,63 124,29 180,19 116,00 105,82
146,38 159,12 104,20 130,22 213,14 110,31
122,17 166,87 131,35 136,80 117,25 112,33
148,61 99,50 119,50 117,80 225,00 116,00
N 6 6 6 6 6 6
MIN 122,17 99,50 104,20 117,80 110,00 101,50
MAX 170,38 166,87 135,75 180,19 225,00 116,00
MEAN 143,51 133,83 123,48 139,90 150,32 109,24
ST.Dev 16,93 26,08 11,01 22,51 53,50 5,06

Data Diastolik Kelompok Hipertensi Dosis 1 (K3)


1. Sebelum Perlakuan (H1) 2. Setelah 2 jam (H1) 3. Setelah 6 jam (H1) 4. Sebelum Perlakuan (H7) 5. Setelah 2 jam (H7) 6. Setelah 24 jam (H7)
88,08 96,10 95,00 88,17 101,25 86,50
100,77 65,67 96,80 72,00 73,00 74,75
129,31 91,16 92,86 105,94 77,00 74,64
101,23 110,59 74,40 91,50 134,14 79,77
94,00 122,27 90,65 102,80 74,00 82,33
118,72 68,25 76,83 87,55 124,80 88,67
N 6 6 6 6 6 6
MIN 88,08 65,67 74,40 72,00 73,00 74,64
MAX 129,31 122,27 96,80 105,94 134,14 88,67
MEAN 105,35 92,34 87,76 91,33 97,37 81,11
ST.Dev 15,61 22,52 9,66 12,19 27,11 5,86

Universitas Indonesia
106

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


Lanjutan Lampiran 10.

Data Sistolik Kelompok Hipertensi Dosis 2 (K4)


1. Sebelum Perlakuan (H1) 2. Setelah 2 jam (H1) 3. Setelah 6 jam (H1) 4. Sebelum Perlakuan (H7) 5. Setelah 2 jam (H7) 6. Setelah 24 jam (H7)
143,92 155,50 158,62 148,00 141,70 116,50
165,86 138,13 96,67 158,80 148,36 117,00
170,44 153,90 123,00 121,77 122,18 123,25
143,35 169,11 133,14 150,30 148,15 117,28
N 4 4 4 4 4 4
MIN 143,35 138,13 96,67 121,77 122,18 116,50
MAX 170,44 169,11 158,62 158,80 148,36 123,25
MEAN 155,89 154,16 127,86 144,72 140,10 118,51
ST.Dev 14,28 12,68 25,63 15,99 12,34 3,18

Data Diastolik Kelompok Hipertensi Dosis 2 (K4)


1. Sebelum Perlakuan (H1) 2. Setelah 2 jam (H1) 3. Setelah 6 jam (H1) 4. Sebelum Perlakuan (H7) 5. Setelah 2 jam (H7) 6. Setelah 24 jam (H7)
111,00 110,40 111,31 105,27 86,70 79,38
124,29 99,38 66,33 114,10 94,64 74,50
115,89 114,50 88,00 75,08 85,09 87,50
100,25 128,28 86,71 123,10 103,60 83,56
N 4 4 4 4 4 4
MIN 100,25 99,38 66,33 75,08 85,09 74,50
MAX 124,29 128,28 111,31 123,10 103,60 87,50
MEAN 112,86 113,14 88,09 104,39 92,51 81,24
ST.Dev 10,04 11,94 18,39 20,85 8,49 5,58

Universitas Indonesia
107

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


Lanjutan Lampiran 10.

Data Sistolik Kelompok Hipertensi Dosis 1 (K5)


1. Sebelum Perlakuan (H1) 2. Setelah 2 jam (H1) 3. Setelah 6 jam (H1) 4. Sebelum Perlakuan (H7) 5. Setelah 2 jam (H7) 6. Setelah 24 jam (H7)
110,38 143,71 135,17 155,11 143,00 134,50
135,67 137,77 126,50 140,29 137,20 115,00
157,83 128,60 106,00 145,00 138,71 116,14
155,20 145,20 136,30 126,78 161,40 120,22
N 4 4 4 4 4 4
MIN 110,38 128,60 106,00 126,78 137,20 115,00
MAX 157,83 145,20 136,30 155,11 161,40 134,50
MEAN 139,77 138,82 125,99 141,80 145,08 121,47
ST.Dev 21,95 7,53 14,03 11,77 11,16 8,97

Data Diastolik Kelompok Hipertensi Dosis 3 (K5)


1. Sebelum Perlakuan (H1) 2. Setelah 2 jam 3. Setelah 6 jam 4. Sebelum Perlakuan (H7) 5. Setelah 2 jam 6. Setelah 24 jam
(H1) (H1) (H7) (H7)
95,25 95,14 94,00 96,78 75,00 84,13
110,00 99,00 86,25 96,59 84,00 87,87
102,83 93,40 74,00 88,00 108,29 87,60
112,40 105,50 88,10 71,89 125,80 82,11
N 4 4 4 4 4 4
MIN 95,25 93,40 74,00 71,89 75,00 82,11
MAX 112,40 105,50 94,00 96,78 125,80 87,87
MEAN 105,12 98,26 85,59 88,32 98,27 85,43
ST.Dev 7,73 5,36 8,40 11,69 23,12 2,79

Universitas Indonesia
108

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


109

Lampiran 11. Hasil Uji T-Berpasangan untuk Kelompok Tikus Normal dan Tikus
Hipertensi

Uji T berpasangan
SISTOLIK Uji Normalitas Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan Bermakna
KN1 1-2 V V
1-3 V V
2-3 V V
4-5 V V
4-6 V V
5-6 V V
1-4 V V
1-5 V V
1-6 V V

Uji T berpasangan
SISTOLIK Uji Normalitas Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan Bermakna
KN2 1-2 V V
1-3 X V
2-3 V V
4-5 V V
4-6 V V
5-6 V V
1-4 V V
1-5 V V
1-6 V V

Uji T berpasangan
SISTOLIK Uji Normalitas Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan Bermakna
KN3 1-2 X V
1-3 X V
2-3 V V
4-5 V V
4-6 V V
5-6 V V
1-4 V V
1-5 V V
1-6 V V

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


110

Lanjutan lampiran 11.

Uji T berpasangan
DIASTOLIK Uji Normalitas Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan Bermakna
KN1 1-2 V V
1-3 V V
2-3 V V
4-5 V V
4-6 V V
5-6 V V
1-4 V V
1-5 V V
1-6 V V

Uji T berpasangan
DIASTOLIK Uji Normalitas Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan Bermakna
KN2 1-2 V V
1-3 X V
2-3 V V
4-5 V V
4-6 V V
5-6 V V
1-4 V V
1-5 V V
1-6 V V

Uji T berpasangan
DIASTOLIK Uji Normalitas Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan Bermakna
KN3 1-2 V V
1-3 V V
2-3 V V
4-5 X V
4-6 V V
5-6 V V
1-4 V V
1-5 V V
1-6 V V

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


111

Lanjutan lampiran 11.

Uji T berpasangan
SISTOLIK Uji Normalitas Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan Bermakna
K3 1-2 V V
1-3 V V
2-3 V V
4-5 V V
4-6 V V
5-6 X V
1-4 V V
1-5 V V
1-6 V V

Uji T berpasangan
SISTOLIK Uji Normalitas Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan Bermakna
K4 1-2 V V
1-3 V V
2-3 V V
4-5 V V
4-6 V V
5-6 V V
1-4 V V
1-5 V V
1-6 V V

Uji T berpasangan
SISTOLIK Uji Normalitas Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan Bermakna
K5 1-2 V V
1-3 V V
2-3 V V
4-5 V V
4-6 V V
5-6 V V
1-4 V V
1-5 V V
1-6 V V

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012


112

Lanjutan lampiran 11.

Uji T berpasangan
DIASTOLIK Uji Normalitas Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan Bermakna
K3 1-2 V V
1-3 V V
2-3 V V
4-5 V V
4-6 V V
5-6 V V
1-4 V V
1-5 V V
1-6 V V

Uji T berpasangan
DIASTOLIK Uji Normalitas Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan Bermakna
K4 1-2 V V
1-3 V V
2-3 V V
4-5 V V
4-6 V V
5-6 V V
1-4 V V
1-5 V V
1-6 V V

Uji T berpasangan
DIASTOLIK Uji Normalitas Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan Bermakna
K5 1-2 V V
1-3 V V
2-3 V V
4-5 V V
4-6 V V
5-6 V V
1-4 V V
1-5 V V
1-6 V V

Universitas Indonesia

Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012

Anda mungkin juga menyukai