Antioksidan Kopi Luak Dan Hipertensi (Ciptaningsih) PDF
Antioksidan Kopi Luak Dan Hipertensi (Ciptaningsih) PDF
TESIS
Erna Ciptaningsih
0806422050
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Farmasi
Erna Ciptaningsih
0806422050
Saya mengucapkan syukur atas segala karunia dan nikmat yang Allah SWT telah
berikan sehingga tugas akhir ini dapat kami selesaikan. Penulisan tesis ini dilakukan
dalam rangka memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar Magister Farmasi
Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Indonesia. Terima kasih yang sebesar-besarnya saya tujukan kepada :
1. Bapak Dr. Abdul Munim, M.Si., Apt., selaku pembimbing pertama yang telah
banyak meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan evaluasi, semoga
Allah senantiasa merahmati Bapak dan keluarga.
2. Ibu Dra. Retnosari Andrajati, M.S., Ph.D., Apt., selaku pembimbing kedua yang
selalu mendorong dan membimbing, semoga Allah senantiasa mencintai Ibu dan
keluarga.
3. Prof. Dr. Sumali Wiryowidagdo, sebagai evaluator, terimakasih untuk masukan-
masukannya, semoga Allah senantiasa memberikan karunia dan rahmat untuk
Bapak dan keluarga.
4. Prof. Dr. Effionora Anwar M.S., Apt., selaku Ketua Program Pasca Sarjana
Farmasi Universitas Indonesia yang tidak bosan mendorong untuk menyelesaikan
tugas akhir ini, semoga Allah senantiasa menyayangi Ibu dan keluarga.
5. Dr. Berna Elya M.Si., Apt., selaku dosen fitokimia yang selalu memberikan
perhatian dan bantuan, semoga Allah senantiasa memberikan hidayah dan rahmat
untuk Ibu dan keluarga.
6. Pak Rudi, yang dengan ikhlas menyumbangkan kopi luwak produksinya untuk
diteliti, semoga Allah senantiasa melimpahkan rizki yang luas dan barokah untuk
Bapak dan keluarga.
7. Ulfa, Pak Surya, Slamet dan Mas Agus terimakasih mendalam untuk bantuannya,
Allah yang akan membalas kebaikan kalian dan semoga mencapai sukses dunia
akhirat.
8. Dita, Jenifer, Yiska, Septi, Wardah, Wita, Ali, Ryan, Nia, Anju, Yunita, Putu,
Atika, Salmi, Dian, Lutfa, Aktsar dan adik-adik kelas yang tak bisa disebutkan satu
persatu, yang tak bosan-bosan untuk membantu, memberitahu dan menularkan
semangat, semoga Allah pun akan selalu memudahkan langkah kalian.
v Universitas Indonesia
Tidak lupa kepada kedua orang tua, doa dan amal sholeh mereka yang membuat
penelitian ini menjadi lancar, suami tercinta Fahmi Wibawa dan dua anak-anakku
Dzaki dan Farah, terimakasih untuk doa dan pengorbanan lahir batin kalian, juga untuk
Susi, Siti, dan Tuti yang amanah menjaga rumah dan tugas-tugas kalian, serta seluruh
kelurga besar yang selalu mendukung dan mendoakan, semoga kita selalu
dikumpulkan dengan limpahan kasih sayang Allah.
Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada
tesis ini. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi umat dan bangsa Indonesia
khususnya.
Penulis
2012
vi Universitas Indonesia
Dari penelitian sebelumnya telah diketahui bahwa Kopi Luwak memiliki kadar kafein
yang lebih tinggi dari pada kopi bukan luwak. Data tentang aktivitas antioksidan,
fitokimia , dan pengaruh Kopi Luwak terhadap tekanan darah belum banyak diketahui
seperti halnya kopi bukan luwak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
aktivitas antioksidan, fitokimia dan pengaruh Kopi Luwak Arabika terhadap tekanan
darah pada tikus normal dan tikus hipertensi. Penelitian ini merupakan penelitian
eksperimental laboratorium dan preklinis dengan rancangan pre-post test control
group design pada 3 kelompok tikus normal dan 3 kelompok tikus hipertensi dengan 1
kelompok kontrol normal dan 1 kelompok kontrol hipertensi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan dan kadar senyawa fenol Kopi Luwak
Arabika lebih rendah dari pada Kopi Arabika. Kadar kafein Kopi Luwak Arabika lebih
tinggi dibanding dengan Kopi Arabika. Kopi Luwak Arabika memiliki efek kronis
hipotensif pada tikus hipertensi dengan berbagai dosis (p0,05). Terdapat perbedaan
yang bermakna (p0,05) efek hipotensif pada dosis 0,9 dengan 0,18 dan 0,36
mg/200 g bb tikus/hari. Tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0,05) antara dosis 0,18
dan 0,36 mg/200 g bb tikus/hari. Kopi Luwak Arabika dengan variasi dosis tidak
mempengaruhi tekanan darah tikus normal.
Kata Kunci: Kopi Luwak, tekanan darah, aktivitas antioksidan, fenol, kafein
Xii + 112 halaman; 13 gambar; 16 tabel
Daftar acuan ; 121 (1958-2012)
It was found in the previous studies that Civet Coffee (Kopi Luwak) had content higher
caffeine than regular coffee. The effects of Kopi Luwak on blood pressure have not been
studied yet. Furthermore, research on antioxidant activity, phytochemicals, and its affect
on blood pressure has not been done yet. The purpose of this study was to determine
antioxidant activity and phytochemistry of Arabica Kopi Luwak , and its affect on blood
pressure in normotensive and hypertensive rats. This study was an experimental
laboratory and preclinical studies which was designed with pre-post test control group
design in normotensive and hypertensive rats, which were divided into 3 groups of
normotensive rats, 3 groups of hypertensive rats, 1 group of normotensive control rats,
and 1 group of hypertensive control rats. The results showed that the antioxidant activity
and total phenols content of Arabica Kopi Luwak were lower than Arabica Coffee, and
the caffeine content was higher than Arabica Coffee. The Arabica Kopi Luwak had effect
on chronic hypotensive with various doses (p0.05). There were significant differences
(p0.05) between 0.9 and 0.18 with 0.36 mg/200 g bw/day doses but these no
significant differences (p>0.05) among 0.18 with 0.36 mg/200 g bw/day doses.
Arabica Kopi Luwak didnt affect on blood pressure in normotensive and hypertensive
rats with different doses.
Key Words : Kopi Luwak, blood pressure, antioxidant activity, phenols, caffeine.
xii + 112 pages ; 13 pictures, 16 tables
References : 121 (1958-2012)
ix Universitas Indonesia
BAB 1. PENDAHULUAN.................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah................................................ 3
1.3 Jenis Penelitian ................................................................................... 3
1.4 Hipotesis................................................................................................. 3
1.5 Tujuan Penelitian .................................................................................. 3
1.6 Manfaat Penelitian ............................................................................... 4
x Universitas Indonesia
xi Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN................................................................................................. 69
xv Universitas Indonesia
1 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
pada Kopi Luwak Robusta lebih sedikit dibanding pada Kopi Robusta, sedangkan
karbohidrat, lemak, abu, dan kafein lebih banyak terdapat pada Kopi Luwak
Robusta.
Pada penelitian sebelumnya, Kopi Luwak memiliki kandungan kafein
yang lebih tinggi dibandingkan kopi bukan luwak. Namun demikian, sejauh ini
diketahui bahwa belum ditemukan penelitian tentang pengaruh Kopi Luwak
terhadap tekanan darah. Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian tentang
pengaruh Kopi Luwak terhadap tekanan darah.
1.4 Hipotesis
Pemberian ekstrak air Kopi Luwak Arabika menurunkan tekanan darah
tikus hipertensi.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Taksonomi
Kopi (Coffea sp) merupakan tanaman perdu tahun yang secara lengkap
diklasifikasikan sebagai berikut:
5 Universitas Indonesia
[Sumber: http://bandung.olx.co.id/kopi-luwak-iid-179564413]
Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Rubiales
Suku : Rubiaceae
Marga : Coffea
Jenis : Coffea arabica (Lawrence, G.H.M., 1963)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
kehilangan berat kering terutama gas CO2 dan produk pirolisis volatil lainnya.
Kebanyakan produk pirolisis ini sangat menentukan cita rasa kopi. Kehilangan
berat kering terkait erat dengan suhu penyangraian. Berdasarkan suhu
penyangraian yang digunakan kopi sangrai dibedakan atas tiga golongan yaitu:
light roast, suhu yang digunakan 145-185oC, medium roast, suhu yang digunakan
186-195oC dan dark roast, suhu yang digunakan 196-205oC. Light roast
menghilangkan 3-5% kadar air, medium roast 5-8% dan dark roast 8-14%. Tahap
awal roasting adalah membuang uap air pada suhu penyangraian 100 oC. Pada
tahap pirolisis terjadi perubahan-perubahan komposisi kimia, yaitu pada suhu
sekitar 180-2000 C . Proses roasting berlangsung 5-30 menit (Ridwansyah, 2003;
Hecimovic, I., Cvitanovic, A.B., Horzic, D., dan Komes, D., 2011).
Proses fermentasi merupakan ciri khas dari proses pengolahan metode
basah dari biji kopi sebelum menjadi kopi beras. Keunggulan dari metode ini
adalah apabila proses pengerjaannya dilakukan dengan baik, maka kualitas biji
kopi yang dihasilkan dapat terjaga dengan baik, seragam, dan sedikit yang
mengalami kerusakan. Oleh karena itu, kopi yang diproduksi dengan cara ini
biasanya memiliki harga yang lebih tinggi. Proses fermentasi bertujuan untuk
melepaskan daging buah berlendir (mucilage) yang masih melekat pada kulit
tanduk dan pada proses pencucian akan mudah terlepas (terpisah) sehingga
mempermudah proses pengeringan. Waktu yang dibutuhkan untuk menghilangkan
lendir adalah sekitar 24-36 jam atau tergantung dari suhu, ketebalan lapisan
lendir, dan konsentrasi enzim (enzim pektinase) yang digunakan pada saat
fermentasi. Hidrolisis pektin (senyawa pembentuk lendir) disebabkan oleh
pektinase yang terdapat di dalam buah atau reaksinya bisa dipercepat dengan
bantuan jasad renik. Tabel 2.1 menunjukkan komponen kimia Kopi Arabika dan
Robusta yang disangrai dan tidak disangrai (Ridwansyah, 2003; Kurniawan,A.,
2011).
Universitas Indonesia
N.M., Brennan, A.M., Qi Sun, Hu1, F.B., Mantzoros, C.S., dan van Dam,
R.M., 2011; Van Dam, R.M., dan Hu, F.B., 2005; Salazar-Martinez, E., et al.
2004; Ciccarone, E., Castelnuovo, A.D., Salcuni, M., Siani, A., Giacco, A.,
dan Donati, M.B. 2003).
b. Menurunkan risiko kardiovaskuler (Jiang-nan Wu, et.al., 2009; Baylin, A.,
Hernandez-Diaz, S., Kabagambe, E.K., Siles, X., dan Campos., 2006; Lopez-
Gracia, Lopez-Garcia, E., van Dam, R.M., Li, T.Y., Rodriguez-Artalejo, F.,
dan Hu, F.B., 2006).
c. Memperbaiki sistem cerebrovaskuler ( Mostofsky, E., Schlaug, G., Mukamal,
K.J., Rosamond, W.D., dan Mittleman, M.A., 2010; Larsson, S.C., Mnnist,
S., Virtanen, M.J., Kontto, J., Albanes, D., dan Virtamo, J., 2008).
d. Menurunkan asam urat (Lelyana, R. 2008; Choi, H.K., dan Curhan, G., 2007;
Kiyohara, C. et al. 1999).
e. Menurunkan risiko kanker (Ganmaa, D. et al. 2008; Rodriguez, M.I., dan
Klein L.C., 2002).
f. Mengurangi sirosis hati ( Klatsky, A.L., Armstrong, M.A., dan Friedman,
G.D., 2006).
g. Mengurangi risiko batu empedu (Leitzmann, M.F., Stampfer, M.J., Willett,
W.C., Spiegelman, D., Colditz, G.A., dan Giovannuci, E.L., 2002).
h. Memperbaiki sistem neurotransmiter (Maia, L. dan de Mendonca, A., 2002;
Webster-Ross, G. et al., 2000).
i. Memperbaiki daya ingat (Koppelstatter, 2005; Santos, C., Costa, J., Santos,
J., Vaz-Carneiro, A. dan Lunet, N., 2010 ).
j. Empiris: pencegah keracunan tempe bongkrek, obat batuk, obat kuat dan
peluruh air seni (Balitbangkes, 2000).
Sisi lain kopi juga memiliki efek yang kurang baik, tapi biasanya dalam
penggunaan lebih dari 6 gelas per hari (dosis berat) (Castelnuovo, A.D.,
Giuseppe, R.D., Iacoviello, L., dan Gaetano, G.D. 2012), yaitu antara lain:
a. Menyebabkan radang lambung (Higdon, J.V. dan Frei, B., 2006).
b. Gigi berwarna kuning (Subramanya, J.K. dan Muttagi, S., 2012).
c. 19 diantara 1000 kandungan kimia dalam kopi bersifat karsinogenik pada
hewan coba tikus (Ames, B.N. dan Gold, L.S., 1998).
Universitas Indonesia
Tabel 2.1. Komposisi biji Kopi Arabika dan Robusta sesudah disangrai
(% bobot kering)
Universitas Indonesia
2.2.1 Sejarah
Sejarah Kopi Luwak (Civet Coffee) terkait erat dengan sejarah
pembudidayaan tanaman kopi di Indonesia. Pada awal abad ke-18, Belanda
membuka perkebunan tanaman komersial di Indonesia (waktu itu masih bernama
Hindia Belanda) terutama di pulau Jawa dan Sumatera. Salah satunya adalah bibit
Kopi Arabika yang didatangkan dari Yaman. Pada era "Tanam Paksa" atau
Cultuurstelsel (18301870), Belanda melarang pekerja perkebunan pribumi
memetik buah kopi untuk konsumsi pribadi, akan tetapi penduduk lokal ingin
mencoba minuman kopi yang terkenal itu.
Pekerja perkebunan menemukan bahwa ada sejenis musang yang gemar
memakan buah kopi, tetapi hanya daging buahnya yang tercerna, kulit ari dan biji
kopinya masih utuh dan tidak tercerna. Biji kopi dalam kotoran luwak ini
kemudian dikumpulkan, dicuci, disangrai, ditumbuk, kemudian diseduh dengan
air panas, maka terciptalah Kopi Luwak. Kabar mengenai kenikmatan kopi
aromatik ini akhirnya tercium oleh warga Belanda pemilik perkebunan, maka
kemudian kopi ini menjadi kegemaran orang kaya Belanda. Karena
Universitas Indonesia
kelangkaannya serta proses pembuatannya yang tidak lazim, Kopi Luwak pun
adalah kopi yang mahal sejak zaman kolonial (Kurniawan, A., 2011).
2.2.3 Fitokimia
Penelitian Marcone, M. F. (2004), enzim proteolitik menyebabkan
terurainya penyimpanan protein pada biji kopi, dan ini mempengaruhi warna, rasa
dan bau pada kopi selain reaksi Maillard yang terjadi selama proses penyangraian.
Terurainya protein menyebabkan rasa kopi menjadi kurang pahit dan bau lebih
harum, serta meningkatnya asam amino bebas. Penetrasi asam lambung dan
enzim-enzim pencernaan mempengaruhi senyawa-senyawa kimia pada biji kopi,
dan menyebabkan biji kopi menjadi berpori-pori dan lebih rapuh. Kopi juga
mengalami proses pengolahan basah karena asidifikasi dalam lambung luwak dan
kemudian mengalami fermentasi oleh mikroflora dalam usus. Proses pengolahan
Universitas Indonesia
basah, bermanfaat untuk menghilangkan getah atau lendir dari kopi, yang apabila
lendir diabaikan akan mengalami fermentasi sekunder selama proses pengeringan
dan penyimpanan dan akhirnya akan merusak rasa. Proses fermentasi alami dalam
usus oleh bakteri asam laktat juga akan mempengaruhi rasa kopi dan proses ini
sangat mirip dengan proses pengolahan kopi dengan cara fermentasi untuk
menghasilkan mutu yang lebih baik. Proses fermentasi ini juga yang
menyebabkan warna biji kopi menjadi lebih gelap (Gambar 2.2). Kelembaban,
kandungan protein, dan beberapa mineral: K, P, C, Mg, Fe lebih rendah dan kadar
lemak, abu, dan karbohidrat lebih tinggi pada Kopi Luwak Robusta dibandingkan
dengan Kopi Robusta (Tabel 2.4).
Penelitian Chan, S. dan Garcia, E. (2011), membandingkan analisis
fitokimia pada Kopi Luwak dan kopi bukan luwak menunjukkan tokoferol
pada biji Kopi Luwak Robusta lebih rendah dibandingkan dengan biji Kopi
Robusta. Proses penyangraian meningkatkan kandungan tokoferol baik pada
biji kopi bukan luwak maupun biji Kopi Luwak. Pemanasan merusak membran
sel dan vakuola, menyebabkan pengeluaran tocopherol dan kafein. Kandungan
tokoferol pada Kopi Luwak lebih sedikit mungkin karena diabsorbsi oleh
garam empedu dalam tubuh luwak. Sedangkan kandungan kafein pada Kopi
Luwak lebih tinggi, mungkin karena dibentuk oleh purin nukleotida dalam saluran
cerna luwak. Beberapa kandungan mineral (kecuali bromin dan karbon)
ditemukan lebih rendah pada Kopi Luwak, karena mungkin diabsorbsi dalam
saluran cerna luwak (Tabel 2.2 dan 2.3)
Tabel 2.2. Kandungan kafein dan -tokoferol pada Kopi Robusta dan Kopi
Luwak Robusta yang disangrai dan tidak disangrai
Universitas Indonesia
Tabel 2.3. Kandungan mineral pada Kopi Robusta dan Kopi Luwak Robusta yang
disangrai dan tidak disangrai
Tabel 2.4. Karakteristik kimia Kopi Luwak Robusta dan Kopi Robusta
Universitas Indonesia
2.3.1 Alkaloid
Alkaloid adalah metabolit sekunder terbesar pada tumbuhan. Alkaloid
merupakan senyawa yang bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom
nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagian bagian dari sistem siklik. Alkaloid
sering beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang
menonjol; jadi digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. Alkaloid
bisaanya tanwarna, sering kali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal
tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotin) pada suhu kamar. Uji
sederhana, tetapi yang sama sekali tidak sempurna, untuk alkaloid dalam daun
atau buah segar adalah rasa pahitnya di lidah. Senyawa peyusun alkaloid yang
paling umum adalah asam amino, meskipun sebenarnya biosintesis kebanyakan
alkaloid lebih rumit (Harborne, J.B., 1987).
Kafein
Kafein (1,3,7-trimetilxantin) merupakan metabolit sekunder kedua
terbanyak dari kopi setelah asam klorogenat (Tabel 2.1). Kafein adalah alkaloid
dari group xantin yang sangat popular karena mudah didapatkan pada berbagai
hidangan, makanan dan minuman. Beberapa sumber kafein selain berbagai
varietas kopi (Kopi Robusta dan arabika) juga daun teh, biji kola, dan biji coklat.
Kafein juga terdapat pada makanan harian seperti soft drink, energi drink dan
beberapa obat-obatan seperti obat stimulan, penghilang rasa sakit, dan flu
(Sudarmi, 1997; Tello, J., Viguera, M., dan Calvo, L., 2011).
Bentuk murni kafein dijumpai sebagai kristal berbentuk tepung putih
atau berbentuk seperti benang sutera yang panjang dan kusut. Bentuk kristal
benang itu berkelompok akan terlihat seperti bulu domba.
Kristal kafein mengikat satu molekul air, dapat larut dalam air mendidih. Di
dalam pelarut organik maka pengkristalan yang terjadi tanpa ikatan molekul air.
Kafein mencair pada suhu 235-237oC dan akan menyublim pada suhu 176oC di
alam ruangan terbuka. Kafein tidak berbau, menggumpal, mempunyai rasa yang
Universitas Indonesia
sangat pahit dan mengembang di dalam air. Larutan bersifat netral terhadap kertas
lakmus. Bentuk hidratnya mekar di udara. Kafein larut dalam air (1:50), alkohol
(1:75), atau kloroform (1:6) tetapi kurang larut dalam eter. Kelarutan naik dalam
air panas (1:6 pada 80oC) atau alkohol panas (1:25 pada 60oC) (Ridwansyah,
2003; Wilson dan Gisvold, 1982; Depkes RI, 1995).
Kafein merupakan derivat purin, tidak mengendap seperti kebanyakan
alkaloid dalam uji identifikasi senyawanya. Kafein bisanya terdeteksi dengan
mencampur sedikit potasium klorat dan satu tetes asam hidroklorat, diuapkan
hingga agak kering dan menimbulkan aroma amonia. Warna ungu akan tercipta
jika terdapat kafein dan derivat purin lainnya. Uji ini disebut Murexide test
(Evans, W.B. dan Trease, 2002).
Kafein akan terabsorbsi dari saluran gastrointestinal cukup cepat dan 99%
akan terabsorbsi 45 menit setelah asupan. Kadarnya akan mencapai puncak 15 dan
120 menit setelah asupan dan waktu paruh kafein 2,5 4,5 jam pada manusia
muda dan dewasa. Pada tikus, waktu paruh kafein 0,7 1,2 jam (Marks dan
Kelly, 1973).
Makanan atau minuman berkafein dengan dosis rendah akan menstimulasi
sistem saraf otonom sehingga akan memperbaiki mood, memperlama konsentrasi
dan menghalau rasa lelah. Namun pada beberapa orang yang sensitif dapat
menyebabkan insomnia, ansietas, nervous, iritabilitas, hostilitas, perasaan
melayang, meningkatkan denyut jantung dan sedikit meningkatkan tekanan darah
sekitar 4-6 mmHg, melalui antagonis reseptor adenosin, yang menyebabkan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2.3.2 Saponin
Saponin adalah glikosida triterpen dan sterol dan telah terdeteksi dalam
lebih dari 90 suku tumbuhan. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan
bersifat seperti sabun, serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya
membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Pencarian saponin dalam tumbuh-
tumbuhan telah dirangsang oleh kebutuhan akan sumber sapogenin yang mudah
diperoleh dan dapat diubah di laboratorium menjadi sterol hewan yang berkhasiat
penting, misalnya kortison, estrogen kontraseptif, dll. Senyawa yang telah
digunakan termasuk hekogenin dari Agave, diosgenin, serta yamogenin dari jenis
Dioscorea. Dari segi ekonomi saponin penting juga karena kadang-kadang
menimbulkan keracunan pada ternak, misalnya saponin alfalfa, Medicago sativa,
atau karena rasanya yang manis, misalnya glizirizin dari akar manis, Glycyrrhiza
glabra. Pola glikosida saponin kadang-kadang rumit, banyak saponin yang
mempunyai satuan gula sampai lima dan komponen yang umum ialah asam
glukuronat (Harborne, J.B., 1987).
Universitas Indonesia
(aldehid fenol) dan berbagai asam fenolat seperti asam salisilat, asam ferulat, dan
asam kafeat (Evans, W.B. dan Trease, 2002) .
Universitas Indonesia
2.3.3.2 Tanin
Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae,
terdapat khusus dalam jaringan kayu. Tanin memiliki berat molekul 1000-5000
bm, terbagi menjadi dua grup yang dikenal yaitu tanin terhidrolisis dan tanin
terkondensasi. Tanin yang terhidrolisis penyebarannya terbatas pada tumbuhan
berkeping dua. Tanin terkondensasi banyak terdapat di dalam paku-pakuan dan
gimnospermae, serta tersebar luas dalam angiospermae, terutama pada jenis
tumbuhan berkayu. Tanin larut dalam air, dilute alkalis, alkohol, gliserol dan
aseton dan sedikit larut dalam pelarut organik lainnya (Evans, W.B dan Trease,
2002; Harborne, J.B., 1987).
Pseudotanin adalah senyawa yang memiliki berat molekul lebih rendah
daripada tannin dan tidak merespon Goldbeaters skin test. Asam klorogenat
merupakan salah satu senyawa pseudotanin yang selain dapat ditemukan pada
kopi khususnya kopi segar, juga dapat ditemukan pada mete dan nux vomica
(dalam jumlah kecil) (Evans, W.B. dan Trease, 2002).
Asam klorogenat
Asam klorogenat merupakan metabolit sekunder terbesar pada biji kopi
(Tabel 2.5), merupakan senyawa ester dari trans-asam sinamat dan asam quinat.
Secara umum asam klorogenat dibentuk dari asam kafeat dan asam quinat. Asam
klorogenat dan asam kafeat memiliki aktivitas antioksidan yang kuat secara in
vitro. Kopi merupakan minuman harian yang paling banyak menyumbang asam
klorogenat. Telah diteliti bahwa dalam 200 ml Kopi Arabika mengandung 70-200
mg asam klorogenat, sedangkan Kopi Robusta mengandung 70-350 mg asam
Universitas Indonesia
Pada peminum kopi total fenol yang masuk ke dalam tubuh sekitar 0,5 - 1
gram per hari. Jumlah asam klorogenat sebagai senyawa fenol terbesar atau asam
kafeat sebagai antioksidan tergantung dari absorbsi saluran cerna. Sepertiga asam
klorogenat (33%) dan hampir semua asam kafeat (95%) diabsorbsi di usus kecil
pada manusia. Hal ini menunjukkan sebagian besar asam klorogenat akan masuk
ke dalam sirkulasi darah, tetapi sebagian besar akan diteruskan di kolon. Asam
klorogenat kemudian akan dihidrolisasi menjadi asam kafeat dan asam quinat
oleh mikroflora kolon. Senyawa ini akan diabsorbsi oleh kolon yang selanjutnya
akan dimetabolisme di hati dan ginjal dan membentuk asam benzoat, yang
kemudian terkonjugasi dengan glisin membentuk asam hipurat. Setengah jam
setelah minum kopi akan dijumpai dalam urin kandungan asam hipurat ( Olthof,
M.R., Hollman, P.C.H., dan Katanet, M.B., 2001).
Penyangraian biji kopi secara dramatis akan menaikkan total aktivitas
antioksidan. Penyangraian selama 10 menit (tingkat sedang-gelap) akan
mengoptimalkan aktivitas antioksidan dan pemutusan rantai radikal bebas in
vitro. Penelitian terhadap Kopi Robusta dan Arabika dari enam negara yang
berbeda, menunjukkan Robusta lebih memiliki aktivitas antioksidan yang lebih
tinggi dibanding Arabika dan yang disangrai lebih tinggi dari pada biji kopi hijau
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
radikal mencuri elektron dari molekul normal lain, menyebabkan kerusakan pada
DNA maupun molekul normal tersebut. Semakin lama, kerusakan akan menjadi
ireversibel dan menyebabkan timbulnya suatu penyakit, contohnya kanker.
Antioksidan sering digambarkan sebagai penangkap radikal bebas yang berarti
mereka menetralisir reaksi reaktif dan mencegah pencurian elektron dari molekul
lain (Tan Hoan Tjay dan Rahardja, K., 2007).
Senyawa antioksidan meliputi diantaranya adalah beta karoten, lutein,
likopen, selenium, vitamin A, vitamin C dan vitamin E, yang banyak ditemukan
pada makanan, diantaranya buah-buahan dan sayuran segar, kacang-kacangan,
gandum dan beberapa daging, daging ayam dan ikan (Pellegrini, N. et al., 2003;
Tan Hoan Tjay dan Rahardja, K., 2007).
Polifenol merupakan antioksidan terbanyak dalam makanan. Total asupan
polifenol dalam sehari bisa mencapai satu gram. Sebagai perbandingan, polifenol
memiliki aktivitas antioksidan 10 kali lebih tinggi dibanding vitamin C dan 100
kali lebih tinggi dibanding vitamin E dan karotenoid. Sumber utama polifenol
yaitu buah-buahan dan minuman yang berasal dari tumbuhan seperti jus buah, teh,
kopi dan red wine. Sayuran, sereal, coklat dan kacang-kacangan kering juga
penyumbang asupan total polifenol. Dalam kategori minuman, dari suatu
penelitian disebutkan sumber polifenol terbesar adalah dari daun teh segar, teh
bubuk dan biji kopi (Pellegrini, N. et al., 2003; Carelsen, M.H. et al., 2010).
Polifenol terbukti memperbaiki keadaan biomarker stress oksidatif yang
berbeda-beda. Namun belumlah jelas hubungan biomarker ini sebagai prediktor
risiko suatu penyakit dan kesesuaian dengan metode berbeda-beda yang
digunakan. Kemajuan yang bermakna didapatkan pada penelitian penyakit
kardiovaskuler, termasuk hipertensi, bahwa pemberian polifenol sebagai
suplemen atau makanan dapat meningkatkan status kesehatan mereka dengan
penurunan risiko penyakit kardiovaskuler (Scalbert, A., Manach, C., Morand, C.,
Rmsya, C., dan Jimnez, L., 2005).
Fenol beraksi sebagai antioksidan dengan memutuskan rantai radikal
bebas, dimana gugus OH akan menangkap radikal bebas seperti peroksil radikal
(RO2)
-OH + RO2 R-O+ ROOH (2.1)
Universitas Indonesia
Lipid peroksidasi pada daging dapat meningkat dengan pelepasan ion besi
dan senyawa heme seperti mioglobin dan NO merupakan antagonis dari reaksi ini.
Jika reaksi nitrit ini masuk kedalam tubuh (dimakan) kemudian bereaksi dengan
asam lambung maka akan memproduksi asam nitrous (HNO2), yang kemudian
akan teroksidasi menjadi N2O3. Reaksi ini kemudian akan menimbulkan nitrosasi
dari amin, nitrasi dari senyawa aromatik, dan deaminasi dari basa DNA,
khususnya guanin. Beberapa senyawa fenolat yang ditemukan pada tanaman
memiliki kekuatan penuh untuk menghambat HNO2-dependent tyrosine nitration
dan deaminasi basa DNA in vitro. Penghambatan ini jauh lebih efektif dari pada
askorbat. Karenanya, senyawa fenol pada buah-buahan, sayuran, wine, teh dan
minuman lainnya dapat bermanfaat sebagai gastroprotektif terutama pada situasi
peningkatan spesies nitrogen yang reaktif. Barangkali, ini salah satu alasan kenapa
teh hijau (juga kopi) dapat memberikan perlindungan terhadap kanker: karena
salah satu senyawanya dapat menghambat spesies nitrogen rekatif yang dapat
merusak DNA secara potensial di dalam perut. Senyawa fenol yang teroksidasi
atau ternitrasi yang dihasilkan bukanlah senyawa yang toksik (Halliwel, B., 2002).
Fenol yang tidak terserap dalam usus halus akan dilanjutkan di kolon
(seperti halnya asam klorogenat pada kopi). Tampaknya ini menguntungkan,
karena kolon manusia bersifat hipoksia, feses tersimpan pada kondisi anaerob
sehingga menciptakan radikal bebas diatas rata-rata dengan reaksi yang
melibatkan ion besi, yang tidak diabsorbsi di usus halus dan juga bisaanya karena
konsumsi terlalu banyak makanan yang kaya dengan besi. Fenol yang berlanjut
hingga kolon akan berikatan dengan ion besi dan menangkap berbagai spesies
Universitas Indonesia
reaktif (Halliwell, B., 2002). Dan ini barangkali keuntungan kopi dibalik efek
negatifnya yang mengganggu penyerapan zat besi.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Keberadaan senyawa antioksidan dapat mengubah warna larutan DPPH dari ungu
menjadi kuning (Dehpour, A.A., Ebrahimzadeh, M.A., Fazel, N.S., dan
Mohammad, N.S., 2009). Perubahan absorbansi akibat reaksi ini telah digunakan
secara luas untuk menguji kemampuan beberapa molekul sebagai penangkap
radikal bebas. Metode DPPH merupakan metode yang mudah, cepat dan sensitif
untuk pengujian aktivitas antioksidan senyawa tertentu atau ekstrak tanaman
(Koleva, I.I., van Beek, T.A., Linssen, J.P.H., de Groot, A., dan Evstatieva, L.N.,
2002; Prakash, A., Rigelhof, F., dan Miller, E., 2010).
Universitas Indonesia
pada kurva standar); blanko yang mengandung 1 mL PBS dan 80L pelarut;
larutan ABTS+: disiapkan 5 mM ABTS (2,2`-azinobis (3-etilbenzotiazolin-6-
asam sulfonat) garam diamonium) dalam air, tambahkan 1 atau 2 spatula MnO
menjadi ABTS teroksidasi (ABTS+), saring larutan dengan kertas saring
whatman #1, encerkan dengan PBS hingga absorbansi pada 1-cm cell, 734 nm
adalah 0,7 (Moore, J. dan Liangli Yu, 2007) .
Universitas Indonesia
l NBT, larutan 500 l HPX, dan larutan sampel 100 l (ekstrak sampel) atau
pelarut untuk kontrol, vorteks selama 5 detik, tambahkan 200 l XOD dan atur
segera timer, vorteks selama 30 detik, ukur absorbansi setiap menit selama 10
menit (Moore, J. dan Liangli Yu, 2007).
2.5 Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan penyari
simplisia menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari langsung.
Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk. Sebagai cairan penyari
digunakan air, eter, etanol, atau campuran etanol dan air.
Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi, perkolasi atau penyeduhan
dengan air mendidih. Penyarian dengan campuran etanol dan air dilakukan
dengan cara maserasi atau perkolasi. Penyarian dengan eter dilakukan dengan cara
perkolasi (BPOM, 2008).
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
ruangan (kamar). Secara tekhnologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode
pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan
pengadukan yang terus-menerus. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan
penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan
seterusnya.
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna, yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari
tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak
(perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air medidih, temperature terukur (95-980C)
selama waktu tertentu (15-20 menit). Dekok adalah infus pada waktu yang lebih
lama (30 menit) dan temperature sampai titik didih air.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
menurunkan fungsi renal. Model ini secara tekhnis lebih mudah dan mortalitas
yang rendah (Doggrell, S.A. dan Brown, L., 1998).
Aktivasi NO juga bisa dihambat oleh penghilangan glutathione (GSH).
GSH merupakan tripeptida yang tersusun atas asam amino glutamat, sistein dan
glisin, dan berperan sebagai antiokhsidan (Winarsi, H., 2007). Penelitian
Vaziri,N.D., Xiu Q. Wang, Oveisi. F., dan Rad, B. (2000) melaporkan pemberian
tikus sehat Sprague-Dawley dengan penghambat sintase GSH, buthionine
sulfoximine (BSO, 30 mmol/L, dalam air minum) selama dua minggu
menunjukkan kenaikan tekanan darah dan terjadi penurunan tekanan darah setelah
pemberian vitamin E dan C.
2.6.6 Model tikus hipertensi karena induksi lain: PTU, adrenalin, dan NaCl
Propiltiourasil (PTU) merupakan derivat pirimidin adalah analogon dari
metiltiourasil, yaitu zat antitiroid pertama (1945). PTU berkhasiat sebagai
antitiroid yang menekan produksi hormon tiroid. Pemberian obat ini kadang-
kadang disertai keluhan takikardi dan kegelisahan. Adrenalin merupakan zat
adrenergik, salah satu khasiatnya adalah sebagai bronkodilator terkuat dengan
kerja cepat tetapi singkat dan digunakan untuk serangan asma yang hebat.
Adrenalin akan menimbulkan palpitasi dan aritmia pada dosis yang lebih tinggi.
Adrenalin secara oral tidak aktif (Tan Hoan Tjay dan Rahardja, K., 2007).
Sedangkan garam (NaCl-Natrium Klorida) yang diasup dalam jumlah banyak,
lebih dari enam gram per hari, akan meningkatkan tekanan darah, dan semakin
meningkat usianya maka semakin meningkat pula tekanan darahnya. Uji preklinis
juga membuktikan fenomena tersebut yaitu akan menyebabkan hipertensi pada
Universitas Indonesia
hewan coba tikus, kelinci dan anak ayam dengan mengganti air minum dengan
NaCl 1-2% selama 9 minggu-12 bulan (Badyal, et al., 2003).
Penelitian Martha, F.A. (2007) melaporkan model tikus sehat yang
diinduksi dengan pemberian PTU (1,25 mg/kg/hari) secara oral dan pemberian
dosis tunggal adrenalin (1,2 myu/kg) secara intraperitoneal menunjukkan
hipertensi dengan peningkatan denyut jantung, dan pemberian NaCl (3,75
g/kg/hari) satu kali sehari selama 14 hari, meningkatkan tekanan darah diikuti
stroke volume.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
detetektor). Pada cuff dipasang karet disposibel, yang dipasang pertema pada ekor
tikus, kemudian diikuti dengan cuff sebagai detektor denyut. Pada permulaan
denyut tikus dicoba dilihat dulu dan jika bagus, maka perekaman dimulai dan
denyut akan tercatat. Cuff otomatis akan mengembang menekan ekor tikus yang
dialiri darah, dan denyut aliran darah akan terdeteksi walaupun tidak lama.
Denyut yang terukur ini merupakan tekanan darah sistolik tikus. Biasanya
dibutuhkan empat kali atau lebih pengukuran untuk masing-masing hewan coba,
yang kemudian diambil rata-ratanya. Rata-rata denyut jantung juga terukur
setelah perekaman tekanan darah dan tikus tampak tenang (Waynforth, H.B.,
1980) .
Salah satu metode pengukuran tekanan darah pada tikus adalah sensor
perekam tekanan volume darah. Perekam tekanan volume darah menggunakan
desain khusus yaitu tekanan diferensial yang ditransduksi menjadi pengukuran
non-invasive volume darah pada ekor. Perekam tekanan volume darah secara
aktual mengukur enam parameter tekanan darah secara bersamaan yaitu tekanan
darah sistolik, tekanan darah diastolik, rata-rata tekanan darah, rata-rata denyut
jantung, volume darah dan aliran darah pada ekor.
Salah satu metode terbaru pengukur tekanan darah tak langsung adalah
perekam tekanan volume darah menggunakan metode volumetrik untuk
mengukur aliran darah dan volume darah pada ekor. Setelah metode ini ditemukan
maka , tidak ada lagi pengukuran hewan coba yang dipengaruhi dengan gelap-
terangnya lingkungan, pergerakan hewan coba juga sebagian besar dapat
dikurangi, dan tidak tergantung dengan pigmentasi kulit hewan coba. Kulit gelap
hewan coba tidak memiliki efek terhadap pengukuran dengan perekam tekanan
volume darah. Mencit yang berukuran sangat kecil pun, kurang lebih 10 g, sangat
mudah diukur dengan metode perekam tekanan volume. Tikus dengan ukuran
hingga kurang lebih 950 g, juga masih dapat diukur.
Penelitian independen validasi klinis Yale University, New Heaven,
Connecticut, 2003, menunjukkan Perekam Tekanan Volume berhubungan 99%
dengan pengukuran tekanan darah secara langsung (Kent Scientific Corporation,
2008)
Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.2.4 Alat
Timbangan analitik (Scout Pro), neraca analitik (Mettler Toledo), freeze
dryer (Scanvac), chamber (Camag), TLC scanner (Camag), incubator (Biotech
39 Universitas Indonesia
3.3.1.2 Penetapan Parameter Standar Serbuk dan Ekstrak Air Kopi Luwak
Arabika
a. Deskripsi Organoleptik
Deskripsi organoleptik serbuk dan ekstrak air Kopi Luwak Arabika adalah
pengamatan bentuk, warna, bau dan rasa dari kopi (Depkes, 2008).
Universitas Indonesia
d. Susut Pengeringan
Pengukuran susut pengeringan dilakukan dengan cara cawan porselen dan
tutupnya yang telah dipanaskan dalam oven pada suhu 105 2oC selama 30
menit ditimbang dan ditara (A). Sejumlah 2 g serbuk simplisia ditimbang (B),
dimasukkan ke dalam cawan porselen ditutup kembali. Simplisia dalam cawan
diratakan dengan cara menggoyangkan cawan tersebut lalu dimasukkan ke dalam
oven pada suhu 105 2oC, tutup cawan dilepaskan dan dibiarkan di dalam oven.
Bobot sisa ditimbang dan dicatat hasilnya, dimasukkan kembali ke dalam oven
pada suhu 105 2oC selama 2 jam, lalu ditimbang kembali. Jika bobot dari
penimbangan pertama dan kedua menunjukkan hasil yang sama maka telah
tercapai bobot tetap (C). Jika belum mencapai bobot tetap maka diulangi kembali
langkah sebelumnya hingga diperoleh bobot tetap (Depkes RI, 2008).
Terakhir dihitung kadar abu dengan rumus:
(A+C-B)
Kadar susut pengeringan = -------------- x 100% (3.1)
A
Universitas Indonesia
3.3.1.3 Identifikasi Senyawa Kimia Ekstrak Air Kopi Luwak Arabika dan Kopi
Arabika
a. Identifikasi Alkaloid (Metode Bouchardat, Mayer dan Dragendorff)
Ekstrak air kopi ditimbang masing-masing 100 mg lalu dimasukkan ke
dalam Erlenmeyer. Selanjutnya ditambahkan 1 ml HCl2N dan 9 ml air dan
dipanaskan di atas penangas air pada suhu 95o C selama 5 menit, kemudian
didinginkan dan disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan berikut:
1. Filtrat dipipet 1 ml di atas kaca arloji kemudian ditambahkan 2 tetes
reagen Bouchardat. Hasil positif dengan terbentuknya endapan coklat
sampai hitam.
2. Filtrat dipipet 1 ml di atas kaca arloji kemudian ditambahkan 2 tetes
reagen Mayer. Hasil positif dengan terbentuknya endapan berwarna putih.
3. Filtrat dipipet 1 ml di atas kaca arloji kemudian ditambahkan 2 tetes
reagen Dragendorff. Hasil positif dengan terbentuknya endapan jingga
coklat.
Alkaloid dianggap positif jika terjadi endapan atau paling sedikit dua atau
tiga dari percobaan di atas (Depkes RI, 1989).
b. Identifikasi Saponin
Sejumlah 100 mg masing-masing ekstrak ditimbang lalu dimasukkan ke
dalam tabung reaksi. Sejumlah 10 ml air panas ditambahkan lalu didinginkan,
dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Jika terbentuk buih yang tidak hilang selama
Universitas Indonesia
tidak kurang dari 10 menit dan dengan penambahan 1 tetes HCl2N buih juga tidak
hilang maka simplisia mengandung saponin (Depkes RI, 1989).
c. Identifikasi Flavonoid
Sejumlah 100 mg masing-masing ekstrak ditimbang lalu ditambahkan 10
ml air panas, didihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas dengan
kertas saring. Filtrat sejumlah 5 ml dipipet lalu ditambahkan 100 mg serbuk
magnesium, 1 ml HCl pekat dan 2 ml amil alkohol kemudian dikocok kuat. Bila
lapisan amil alkohol berwarna jingga atau merah jingga berarti simplisia
mengandung flavonoid. Identifikasi flavonoid dilakukan di lemari asam (Depkes
RI, 1989).
e. Identifikasi Tanin
Sejumlah 100 mg masing-masing ekstrak ditambahkan air panas sebanyak
100 ml dan dididihkan selama 5 menit di dalam erlenmeyer. Setelah itu disaring,
sebagian filtrat yang diperoleh ditambah dua tetes FeCl3 1%. Hasil positif
ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau violet/hijau kecoklatan (tanin
terkondensasi) atau biru kehitaman (tannin terhidrolisis) (Bouquet, 1972; Evans
dan Trease, 2002).
3.3.1.4 Penetapan Kadar Fenol Total dan Kafein pada Kopi Luwak Arabika dan
Kopi Arabika
Universitas Indonesia
b. Penetapan Kadar Kafein pada Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika
Penetapan kadar kafein dilakukan dengan metode KLT densitometri.
Kafein dilarutkan dalam metanol dengan berbagai macam konsentrasi yaitu
sebelas konsentrasi : 10 ppm, 20 ppm, 40 ppm, 60 ppm, 80 ppm, 100 ppm, 200
ppm, 300 ppm, 1000 ppm, 2000 ppm, dan 5000 ppm. Kemudian dibuat larutan
sampel yaitu dengan melarutkan ekstrak air Kopi Luwak Arabika dan Kopi
Arabika dengan metanol hingga didapat konsentrasi masing masing 20.000 ppm
yang dilakukan duplo. Masing masing larutan ditotol pada lempeng KLT
sebanyak 5 l. Kemudian di elusi dengan Etil asetat : Metanol (85 : 15). Lempeng
KLT yang telah dielusi kemudian dimasukkan ke TLC scanner dan diilihat
Universitas Indonesia
3.3.1.5 Uji Antioksidan Ekstrak Air Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika
dengan Metode DPPH
a. Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Air Kopi Luwak Arabika, Kopi arabika,
dan Pembanding
Ekstrak air kopi dan pembanding ditimbang sebanyak 25 mg dimasukkan
ke dalam labu ukur volume 2 ml dan dilarutkan dengan MeOH sampai batas
volume untuk membuat konsentrasi induk sebesar 1000 g/ml. Larutan disonikasi
selama 15 menit. Ke dalam vial berwarna gelap, larutan sampel dipipet sejumlah
volume tertentu dan ditambahkan methanol sejumlah tertentu sehingga volume
akhir pada masing-masing vial adalah 4 ml dan konsentrasi sampel terdiri dari
100, 80, 60, 20, 1, 0,5 g/ml (Blois, M.S., 1985).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Serbuk Serbuk
Standarisasi: Kopi Luwak Kopi Arabika
1. Kadar abu total Arabika
2. Kadar abu tidak
larut asam
3. Susut pengeringan
4. Pola kromatografi Ekstrak Ekstrak
kafein
1. Identifikasi alkaloid,
saponin, flavonoid,
fenol, tanin.
2. Penetapan kadar fenol
total & kafein.
3. Uji aktivitas antioksidan
Gambar 3.1 Skema kerja uji fitokimia pada Kopi Luwak Arabika dan Kopi
Arabika
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Tabel 3.1 Perhitungan kebutuhan pelarut air untuk ekstrak air Kopi Luwak
Arabika selama tujuh hari
Dibulatkan 2500 ml
Maka serbuk Kopi Luwak Arabika yang dibutuhkan untuk pembuatan ekstrak
selama tujuh hari penelitian = 5% x 2500 ml = 125 g (pembuatan ekstrak air Kopi
Luwak Arabika yang dikeringkan lihat 3.3.1.1)
1 1 12 ml
D2= 2 D3 24 ml
2
1 1 6 ml
D1= 2 D2 12 ml
2
Universitas Indonesia
Peneliti akan memberikan 3 ml larutan tiap kali sonde lambung, maka rendemen
42 ml
yang harus ditimbang untuk larutan D3 (2 x DS) = 2 x 0,18 g x = 5,04 g
3 ml
Rendemen yang dibutuhkan = 20 % x 5,04 g = 1,008 g
Universitas Indonesia
II 0,18 -
III 0,36 -
Keterangan : KN1: kelompok normal dosis 1, KN2: kelompok normal dosis 2, KN3: kelompok
normal dosis 3.
II - - - - - -
III 0,09 -
IV 0,18 -
V 0,36 -
Keterangan : K1: kontrol normal, K2: kontrol hipertensi, K3: kelompok hipertensi dosis 1, K4:
kelompok hipertensi dosis 2, K5: kelompok hipertensi dosis 3.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.1. Rendemen seduhan air Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika
53 Universitas Indonesia
Tabel 4.2. Parameter standar serbuk dan ekstrak air Kopi Luwak Arabika
Universitas Indonesia
dalam bentuk aslinya adalah sangat sulit. Oleh karena itu, dilakukan dengan
menentukan sisa pembakaran garam mineral tersebut yang dikenal dengan
pengabuan (Fauzi, M., 2006).
Rata-rata kadar abu yang diperoleh dari serbuk Kopi Luwak Arabika
adalah 4,3%. SNI 01-3542-2004 yang mengatur kontrol kualitas kopi bubuk
menunjukkan kadar abu maksimal adalah 5% dan serbuk Kopi Luwak Arabika
menunjukkan hasil yang lebih rendah. Kadar abu ekstrak Kopi Luwak Arabika
(15,06%) lebih tinggi dibanding dengan serbuk Kopi Luwak Arabika (4,3%). Hal
ini menunjukkan kandungan mineral yang lebih tinggi pada ekstrak Kopi Luwak
Arabika yang mungkin dikarenakan Kopi Luwak Arabika diseduh dengan air
mineral, yang banyak mengandung mineral. Penelitian Yunizal, Murtini, J.T.,
Dolaria,N., Purdiwoto,B., Abdulrokhim, dan Carkipan. (1998) menunjukkan di
dalam abu ternyata dijumpai garam-garam atau oksida-oksida dari K, P, Na, Mg,
Ca, Fe, Mn, dan Cu, disamping itu terdapat dalam kadar yang sangat kecil seperti
Al, Ba, Sr, Pb, Li, Ag, Ti, As, dan lain-lain.
Kadar abu tidak larut asam pada serbuk dan ekstrak Kopi Luwak Arabika
berturut-turut 0,29% dan 0,36%. Mineral mudah larut dalam asam, adanya
kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan
adanya pasir atau kotoran yang lain, misal silikat, yang menentukan kualitas dari
produk. Metode ini bisa menunjukkan keaslian atau tiruan dari produk bahan
pangan (Fauzi, M., 2006).
Susut pengeringan serbuk Kopi Luwak Arabika (5,49%) lebih rendah
dibandingkan ekstrak air Kopi Luwak Arabika (7,52%). Hal ini menunjukkan
senyawa yang menguap pada serbuk lebih sedikit dibandingkan ekstrak. Selain
air, senyawa volatil atau minyak atsiri juga mudah menguap, namun pada ekstrak
Kopi Luwak Arabika yang dikeringkan dengan freeze dryer, kandungan senyawa
volatil banyak yang sudah hilang. Sifat higroskopis ekstrak air Kopi Luwak
Arabika yang mungkin menyebabkan kadar air pada ekstrak menjadi lebih tinggi.
Hal ini dapat terjadi karena penyimpanan ekstrak yang terlalu lama ditempat yang
kurang dingin atau kurang kering kelembaban udaranya .
Universitas Indonesia
Flavonoid
Kafefin
.onoid
standar
Kafein
Flavonoid
...
K1 K2 KL1 KL2
4.1.3. Identifikasi Komponen Kimia Ekstrak Air Kopi Luwak Arabika dan Kopi
Arabika
Tabel 4.3 menunjukkan kandungan senyawa kimia pada Kopi Luwak
Arabika dan Kopi Arabika. Identifikasi alkaloid dilakukan dengan tiga pereaksi,
yaitu: Bouchardat, Mayer dan Dragendroff dengan pembanding kafein standar.
Dari ketiga pereaksi yang dipakai, semuanya memberikan hasil positif kecuali
pereaksi Mayer. Kafein memberikan hasil negatif dengan metode Mayer
(Lampiran 2). Ini sesuai dengan sifat kafein yang tidak mudah mengendap dalam
larutan yang mengandung iodin. Senyawa lain yang bersifat sama adalah efedrin
dan alkaloid basa purin lainnya seperti teobromin dan teofilin. Sedangkan alkaloid
Universitas Indonesia
Tabel 4.3. Identifikasi komponen kimia Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika
Universitas Indonesia
1987; Nicoli, M.C., Anese, M., Manzocco, L., dan Lerici, C.R., 1997; Daglia, M.,
Papetti, A., Gregotti, C., Berte, F., dan Gazzani, G., 2000; Del Castillo, M.D.,
Ames, J.M., dan Gordon M.H., 2002; Borrelli, R.C., Visconti, A., Menella, C.,
Anese, M., dan Fogliano, V., 2002).
Diantara senyawa fenol alami yang telah diketahui lebih dari seribu
struktur, flavonoid merupakan golongan terbesar. Flavonoid banyak ditemukan
pada tumbuhan berpembuluh dan bersifat mudah larut air (Harborne, J.B., 1987).
Gunalan, G., Myla, N., dan Balabhaskar, R. (2012); Balitbangkes (2008); dan
Spiller (1985), menunjukkan Kopi Arabika mengandung flavonoid, tanin, dan
polifenol.
Tanin pada kopi merupakan tanin terkondensasi sehingga memberikan
warna hijau violet/hijau kecoklatan pada penetesan larutan FeCl3 1%. Tanin
terkondensasi banyak terdapat pada tanaman berkayu, angiospermae, kelas
dicotyledonae (Harborne, J.B., 1987).
Kadar senyawa fenol pada Kopi Luwak Arabika (8.09% %) lebih rendah
dibandingkan dengan Kopi Arabika (11,41%). Hal ini dapat terjadi mungkin
karena proses penyangraian yang lama pada Kopi Luwak Arabika. Penelitian
Daglia, M., Papetti, A., Gregotti, C., Berte, F., dan Gazzani, G. (2000),
menunjukkan penyangraian yang lama akan mengurangi kadar senyawa fenol.
Berdasarkan pengamatan, penyangraian pada Kopi Luwak Arabika yang
Universitas Indonesia
digunakan sebagai bahan uji ini, membutuhkan waktu dua jam pada kuali tanah
dengan bahan bakar arang, sedangkan pada Kopi Arabika yang dijual di pasar
biasanya merupakan produk dari penyangraian mesin yang membutuhkan waktu
lebih pendek antara 5-30 menit. Selain itu, warna serbuk Kopi Luwak Arabika
coklat kehitaman menunjukkan waktu penyangraian yang cukup lama pada Kopi
Luwak Arabika (Tabel 4.2).
Kopi Luwak Arabika mengandung kafein lebih tinggi dibanding Kopi
Arabika (Tabel 4.4). Hal ini sesuai penelitian Chan, , S. dan Garcia, E. (2011),
yaitu kadar kafein (47,6 mg/kg) Kopi Luwak Robusta lebih tinggi dibanding
kadar kafein (44,9 mg/kg) Kopi Robusta (Tabel 2.2). Kafein barangkali dibentuk
dari purin nukleotida di dalam intestinal luwak (Chan, S. dan Garcia, E., 2011).
Penelitian Marcone, M.F. (2004) juga menunjukkan kenaikan asam amino bebas
dalam saluran pencernaan luwak karena penguraian protein biji kopi oleh enzim
proteolitik. Harborne, J.B. (1987) dalam bukunya menuliskan senyawa penyusun
alkaloid yang paling umum adalah asam amino. Penelitian Septia, S. (2010),
menunjukkan hubungan kenaikan kadar kafein dengan proses fermentasi (buatan)
pada biji kopi. Biosintesis kafein ini kiranya perlu diteliti lebih lanjut.
Tabel 4.5. Hasil uji aktivitas antioksidan Kopi Luwak Arabika dan Kopi
Arabika
Universitas Indonesia
Menurut Jun, M., Fu, H.Y., Hong, J., Wan., X., Yang, C.S., dan Ho, C.T
.(2006). Suatu bahan alam dikatakan sebagai antioksidan sangat aktif jika
memiliki nilai IC50 kurang dari 50 g/mL. Kuersetin sebagai pembanding
memiliki aktivitas antioksidan yang lebih kuat yaitu 1,57 g/mL dikarenakan
kuersetin merupakan senyawa murni, sedangkan Kopi Luwak Arabika dan Kopi
Arabika merupakan ekstrak.
Aktivitas antioksidan pada Kopi Luwak Arabika lebih kecil dibanding
Kopi Arabika. Hal ini mungkin disebabkan kadar fenol yang lebih rendah pada
Kopi Luwak Arabika dibanding pada Kopi Arabika. Penelitan Pellegrini et al.
(2003), dan Carelsen et al. (2010) menunjukkan senyawa fenol memiliki sifat
antioksidan yang kuat. Penelitan Sacchetti, G., Mattia, C.D., Pittia, P., dan
Mastrocola, D. (2009) menunjukkan senyawa fenol lebih memberikan kontribusi
aktivitas antioksidan pada kopi seduh dibandingkan senyawa non fenol. Perlu uji
aktivitas antioksidan dengan metode lain, untuk mengetahui beberapa aktivitas
antioksidan lain yang belum terdeteksi.
Universitas Indonesia
kecuali pada kelompok normal dosis 1 (KN1). Terdapat kenaikan tekanan darah
sistolik (TDS) dan diastolik (TDD) yang bermakna setelah dua jam pemberian
Kopi Luwak Arabika pada hari pertama pada kelompok normal dosis 1 (KN1).
Hal ini menunjukkan KN1 lebih sensitif terhadap kafein pada dua jam setelah
pemberian Kopi Luwak Arabika pada hari pertama, kemungkinan karena sifat
individual tikus.
180
160
140
Tekanan Darah (mmHg)
S-KN1
120
S-KN2
100
S-KN3
80
D-KN1
60
D-KN2
40
D-KN3
20
0
sbl 2 jam stl 6 jam stl sbl 2 jam stl 24 jam stl
perlakuan perlakuan perlakuan perlakuan perlakuan perlakuan
h1 h1 h1 h7 h7 h7
Keterangan: S= sistolik D=diastolik KN1= kelompok normal dosis 1(0,09 mg/200 g bb/hari),
KN2= kelompok normal dosis 2 (0,18 mg/200 g bb/hari), KN3= kelompok normal dosis 3 (0,36
mg/200 g/bb hari), sbl=sebelum, stl=setelah, h1=hari ke 1, h7=hari ke tujuh.
Gambar 4.2. Tekanan darah sistolik dan diastolik pada kelompok tikus normal
dengan dosis bervariasi hari ke 1-7 xelama pemberian Kopi
Luwak Arabika
Universitas Indonesia
180
160 152.448
140
Tekanan Darah (mmHg)
100 111.122
Sistolik
80
86.23 Diastolik
80.742 79.1 79.92
60
40
20
0
K1 K2 KN1 KN2 KN3
Keterangan: K1= kontrol normal, K2= kontrol hipertensi KN1= kelompok normal dosis
1(0,09 mg/200 g bb/hari), KN2= kelompok normal dosis 2 (0,18 mg/200 g bb/hari),
KN3= kelompok normal dosis 3 (0,36 mg/200 g/bb hari).
Universitas Indonesia
180
155.89
160
143.51 139.77
140 132.258
Tekanan Darah (mmHg) 116.18
120
100 112.86
107.61 105.35 105.12 Sistolik
80 89.305 Diastolik
60
40
20
0
K1 K2 K3 K4 K5
Keterangan: K1: Kontrol Normal; K2: Kontrol Hipertensi; K3: kelompok hipertensi
perlakuan dosis 1(0,09 mg/200 g bb/hari); K4: kelompok hipertensi perlakuan dosis 2
(0,18 mg/200 g bb/hari), K5; kelompok perlakuan dosis 3 (0,36 mg/200 g/bb hari).
Gambar 4.4. Tekanan darah sistolik dan diastolik kontrol normal, kontrol
hipertensi, & kelompok hipertensi perlakuan, 2 minggu
setelah induksi NaCl 2%.
Gambar 4.5 di bawah menunjukkan TDS dan TDD pada kelompok tikus
hipertensi setelah pemberian Kopi Luwak Arabika selama tujuh hari. Terjadi
penurunan TD pada K3, K4, dan K5 (kecuali TDD K4 terjadi kenaikan 0,28
mmHg) dua jam setelah pemberian Kopi Luwak Arabika. Perubahan TD ini tidak
berbeda secara bermakna (p>0,05) dengan TD sebelum pemberian Kopi Luwak
Arabika pada hari pertama baik diastolik maupun sistoliknya (Tabel 4.6). Ini
menunjukkan Kopi Luwak Arabika tidak memberikan efek akut hipertensi pada
tikus hipertensi. Berbeda dengan uji klinis Mesas, A.E., Leon-Muoz, L.M.,
Rodriguez-Artalejo, F., & Lopez-Garcia, E. (2011), satu jam setelah
mengkonsumsi kopi terjadi peningkatan TD akut yang bermakna selama tiga jam
pada pasien hipertensi. Perbedaan ini bisa terjadi karena metabolisme kafein pada
manusia dan binatang berbeda, selain itu terdapat perbedaan fitokimia pada Kopi
Luwak Arabika dan kopi bukan luwak yang berpengaruh terhadap tekanan darah.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
180
160
140
Tekanan Darah (mmHg)
S-K3
120
S-K4
100
S-K5
80
D-K3
60 D-K4
40 D-K5
20
0
sbl 2 jam stl 6 jam stl sbl 2 jam stl 24 jam stl
perlakuan perlakuan perlakuan perlakuan perlakuan perlakuan
h1 h1 h1 h7 h7 h7
Gambar 4.5. Tekanan darah sistolik dan diastolik pada kelompok tikus
hipertensi dengan dosis bervariasi hari 1-7 pemberian Kopi
Luwak Arabika
Dengan uji Anava pada kelompok hipertensi antara efek dosis 1, 2 dan 3
terdapat perbedaan bermakna (p0,05) terhadap penurunan TDS hari ke delapan
setelah pemberian Kopi Luwak Arabika, namun tidak terdapat perbedaan yang
bermakna (p>0,05) terhadap penurunan TDD (Gambar 4.6).
Universitas Indonesia
180
160 152.448
140
Tekanan Darah (mmHg)
100 111.122
Diastolik
80 86.23
81.11 81.24 85.43 Sistolik
60
40
20
0
K1 K2 K3 K4 K5
Keterangan: K1: kontrol normal, K2: kontrol hipertensi, K3: kelompok hipertensi perlakuan dosis
1(0,09 mg/200 g bb/hari), K4: kelompok hipertensi perlakuan dosis 2 (0,18 mg/200 g bb/hari), K5:
kelompok perlakuan dosis 3 (0,36 mg/200 g/bb hari.
Gambar 4.6. Tekanan darah sistolik dan diastolik kontrol normal, kontrol
hipertensi, dan kelompok hipertensi perlakuan pada hari ke 8
setelah pemberian Kopi Luwak Arabika.
Universitas Indonesia
Tabel 4.6. Perubahan tekanan darah akut dan kronis pada tiap kelompok tikus
hipertensi (K3, K4, dan K5) setelah pemberian Kopi Luwak Arabika
Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
a. Kopi Luwak Arabika mengandung kafein, alkaloid, saponin, fenol,
flavonoid dan tanin. Kandungan saponin dan kafein pada kopi luwak
arabika lebih tinggi dibanding kopi arabika sedangkan kandungan senyawa
fenol pada Kopi Luwak Arabika lebih rendah dibanding Kopi Arabika.
b. Aktivitas antioksidan dengan pengukuran metode DPPH pada Kopi Luwak
Arabika lebih rendah dibanding Kopi Arabika.
c. Kopi Luwak Arabika memiliki efek kronis hipotensif pada tikus hipertensi,
sedangkan pada tikus normal Kopi Luwak Arabika tidak mempengaruhi
tekanan darah baik akut maupun kronis dengan dosis yang bervariasi. Dosis
2 (0,18 mg/200 g bb/hari) memberikan penurunan tekanan darah sistolik dan
diastolik yang lebih tinggi dibanding dosis 1 (0,09 mg/200 g bb/hari) dan
dosis 3 (0,36 mg/200 g bb/hari) memberikan efek hipotensif yang tidak
berbeda secara bermakna dengan dosis 2.
5.2 Saran
a. Perlu dikaji senyawa-senyawa yang berkontribusi terhadap efek hipotensif
Kopi Luwak Arabika.
b. Perlu dikaji uji aktivitas antioksidan Kopi Luwak Arabika dengan metode
lainnya.
c. Perlu dikaji keberadaan hidroksihidrokuinon, sebagai senyawa penghambat
efek hipotensif asam klorogenat, pada Kopi Luwak Arabika.
d. Perlu dikaji patofisiologi lain, selain dari aktivitas antioksidan, dari efek
penurunan tekanan darah Kopi Luwak Arabika.
e. Perlu dibandingkan sekaligus efek Kopi Arabika satu varietas dengan Kopi
Luwak Arabika terhadap tekanan darah.
f. Perlu dilanjutkan dengan uji klinis untuk membuktikan efek hipotensif Kopi
Luwak Arabika.
68 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Ames, B.N., & Gold, L.S. (1998). The prevention of cancer. In: Functional
foods for disease prevention : fruits, vegetables, and teas, (T.
Shibamoto, J. Terao, T. Osawa, eds.), Washington, DC : American
Chemical Society. ACS Symposium Series, 701: 2-15.
Andrajati, R., Sari, S.P., Bahtiar, A., & Syafhan, N.F. (2012). Penuntun
praktikum ilmu biomedik dasar. Laboratorium Farmakologi dan
Farmakokinetika Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia, 20-
21.
Anggara, A. & Marini, S. (2011). Kopi si hitam menguntungkan, budi daya dan
pemasaran. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 15-20.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2008). Acuan Sediaan
Herbal, Vol. 4, Edisi 1, Jakarta, 7.
Badyal, H., Lata, H., & Dadhich, A.P. (2003). Animal models of hypertension
and effect of drugs. Indian Journal of Pharmacology. 35 : 349-362.
Baylin, A., Hernandez-Diaz, S., Kabagambe, E.K., Siles, X., & Campos. (2006).
Transient exposure to coffee as a trigger of a first nonfatal myocardial
infarction. Journal of Epidemiology, 17:506511.
Blois, M.S. (1958). Antioxidant determinations by the use of a stable free radical.
Nature, 181: 1199-1200.
Bonita, J.S., Mandarano, M., Shuta, D., & Vinson, J. (2007). Review: coffee and
cardiovascular disease: in vitro, cellular, animal, and human studies.
Pharmacological Research, 55:3,187-198.
69 Universitas Indonesia
Bonati, M., Latini, R., Tognoni, G., Young, J.F., & Garattini, S. (1984-1985).
Interspecies comparison of in vivo caffeine pharmacokinetics in man,
monkey, rabbit, rat, and mouse. Drug Metabolism Review. 15(7):1355-83.
Borrelli, R.C., Visconti, A., Menella, C., Anese, M., & Fogliano, V. (2002).
Chemical characterization and antioxidant properties of coffee
melanoidins, Journal of Agricultural and Food Chemistry, 50:22, 6527
6533.
Buscemi, S., Mattina, A., Tranchina, M.R., & Verga, S. (2011). Acute effects of
coffee on QT interval in healthy subjects. Nutrition Journal. 10:15.
Carelsen, M.H., Halvorsen, B.L., Holte, K., Bhn, S.K., Dragland, S.,
Sampson, L., Willey, C., Senoo, H., Umezono, Y., Sanada, C., Barikmo,
I., Berhe, N., Willett, W.C., Phillips, K.M.,. Jacobs, D.R., & Blomhoff,
R. (2010). The total antioxidant content of more than 3100 foods,
beverages, spices, herbs, and supplements used worldwide, Nutrition
Journal, 9:3.
Castelnuovo, A.D., Giuseppe, R.D., Iacoviello, L., & Gaetano, G.D. (2012).
Consumption of cocoa, tea and coffee and risk cardiovascular disease.
European Journal of Internal Medicine, 23:1, 15 25.
Choi, H.K., & Curhan, G. (2007). Coffee, tea, and caffeine consumption and
serum uric acid level: the tird national health and nutrition examination
survey, Arthritis Care & Research, 57:5, 816-821.
Ciccarone,E., Castelnuovo, A.D., Salcuni, M., Siani, A., Giacco, A., & Donati,
M.B. (2003). Gendiable investigators. A high-score mediterranean dietary
patten is associated with a reduced risk of peripheral arterial disease in
Italian patients with type 2 diabetes. Journal of Thrombosis
Haemostasis,1, 1744-1752.
Clarke, R.J. & Macrae, R. (1987). Coffee chemistry. Volume 1. Elsevier Applied
Science, London, and New York.
Universitas Indonesia
Corti, R., Flammer, A.J., Hollenberg, N.K., & Lscher, T.F. (2002). Coffee
acutely increases sympathetic nerve activity and blood pressure
independently of caffeine content: role of habitual versus nonhabitual
drinking. Circulation, 106: 29352940.
Daglia, M., Papetti, A., Gregotti, C., Berte, F., & Gazzani, G. (2000). In vitro
antioxidant and ex vivo protective activities of green and roasted. Journal
of Agricultural and Food Chemistry, 48. 14491454.
Del Castillo, M.D., Ames, J.M., & Gordon M.H. (2002). Effect of roasting on the
antioxidant of coffee brews. Journal of Agricultural and Food Chemistry,
50. 3698 3703.
Dehpour, A.A., Ebrahimzadeh, M.A., Fazel, N.S., & Mohammad, N.S. (2009).
Antioxidant activity of methanol extract of ferula assafoetida and its
essential oil composition. Grasas Aceites, 60(4), 405-412.
Evans, W.B., & Trease. (2002). Caffeine in Pharmacognosy. Edisi 15. New
York: WB Sounders, 126, 388, 389.
Universitas Indonesia
Ferrazzano, G.F., Amato, I., Ingenito, A., Natale, A.D. & Pollio, A. (2009). Anti-
cariogenic effects of polyphenols from plant stimulant beverages (cocoa,
coffee, tea). Fitoterapia, 80:5. 255 262.
Ganmaa, D., Willett, W.C., Li, T.Y., Feskanich, D., van Dam, R.M.,, Lopez-
Garcia, E., Hunter, D.J., & Holmes, M.D. (2008). Coffee, tea, caffeine and
risk of breast cancer: A 22-year follow-up. International Journal of
Cancer, 122:9, 2071-2076.
Gunalan, G., Myla, N., & Balabhaskar, R. (2012). In vitro antioxidant analysis of
selected coffee bean varieties. Journal of Chemical and Pharmaceutical
Research, 4(4):2126-2132.
Hecimovic, I., Cvitanovic, A.B., Horzic, D., & Komes, D. (2011). Comparative
study of polyphenols and caffeine in different coffee varieties affected by
the degree of roasting. Food Chemistry, 129:3. 991 1000.
Higdon, J.V., & Frei, B. (2006). Coffee health: a review of recent human
research. Critical Review. Food Science and Nutrition. 46: 101-123.
Jiang-nan Wu, Suzanne C. Ho, Chun Zhou, Wen-hua Ling, Wei-qing Chen,
Cui-ling Wang, & Yu-ming Chen. (2009). Coffee consumption and
risk of coronary heartdiseases: a meta-analysis of 21 prospective cohort
studies. Internal Journal of Cardiology, 137, 216225.
Jun, M., Fu, H.Y., Hong, J., Wan., X., Yang, C.S., & Ho, C.T. (2006).
Comparison of antioxidant activities of isoflavones from kudzu root
(Pueraria lobata ohwi). The Journal of Food Science. Institute of
Technologist. 68:2117-2122.
Kiyohara, C., Kono, S., Honjo, S., Todoroki, I., Sakurai, Y., Nishiwaki, M.,
Hamada, H., Nishikawa, H., Koga, H., Ogawa, S., & Nakagawa, K.
(1999). Inverse association between coffee drinking and serum uric acid
concentrations in middle-aged Japanese males. British Journal of Nutrition
82:2. 125-130.
Universitas Indonesia
Klatsky, A.L., Armstrong, M.A., & Friedman, G.D. (1993). Coffee, tea and
mortality. Annals of Epidemiology, 3:4. 375 381.
Knardahl, S., Sander, B.J., & Johnson, A.K. (1988). Effect adrenal demedullation
on stres induced hypertension and cardiovascular response to acut stres.
Acta Physiol Scand. 133 : 477-483.
Koleva, I.I., van Beek, T.A., Linssen, J.P.H., de Groot, A., & Evstatieva, L.N.
(2002), Screening of Plant Extracts For Antioxidant Activity: A
Comparative Study on Three Testing Methods. Phytochemical Analysis,
13, 8-17.
Kurniawan, A. (2011). Meraup untung dari kopi luwak arabika. Cetakan pertama.
Yogyakarta : Klik Publishing, 22-23, 68-69.
Larsson, S.C., Mnnist, S., Virtanen, M.J., Kontto, J., Albanes, D., & Virtamo,
J. (2008). Coffee and tea consumption and risk of stroke subtypes in
male smokers. Stroke, 39. 16811687.
Lee, W.J. & Zhu,B .T. (2006). Inhibition of DNA methylation by caffeic acid
and hlorogenic acid, two common catechol-containing coffee polyphenols.
Carcinogenesis, 27:2, 269 77.
Leitzmann MF, Stampfer MJ, Willett WC, Spiegelman D, Colditz GA, &
Giovannuci EL. (2002). Coffee intake is associated with lower risk of
symptomatic gallstone disease in men. The Journal of the American
Medical Association, 281(22): 2106-2111.
Lelyana, R. (2008). Pengaruh kopi terhadap kadar asam urat. Tesis. Program
Pasca Sarjana Magister Ilmu Biomedik. Undip. Semarang.
Liapis, A.I. & Bruttini, R. (2006). Freeze drying. Taylor & Francis Group. LLC
Universitas Indonesia
Lopez-Garcia, E., van Dam, R.M., Li, T.Y., Rodriguez-Artalejo, F., & Hu, F.B.
(2008). The relationship of coffee consumption with mortality. Annals
Internal Medicine, 148. 904914.
Maia, L., & de Mendonca, A. (2002). Does caffeine intake protect from
Alzheimer's disease? European Journal of Neurology. 9:4.377-382.
Mostofsky, E., Schlaug, G., Mukamal, K.J., Rosamond, W.D., & Mittleman,
M.A. (2010). Coffee and acute ischemic stroke onset: the stroke and
onset study. Stroke, 39. 1583-1588.
Nawawi, R.H. (2012). Uji aktivitas, stabilitas fisik dan keamanan sediaan gel
pencerah kulit yang mengandung ekstrak air jamur tiram (Pleurotus
ostreatus). Tesis. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Departemen
Farmasi Program Studi Magister Herbal UI.
Universitas Indonesia
Nicoli, M.C., Anese, M., Manzocco, L., &. Lerici, C.R. (1997). Antioxidant
properties of coffee brews in relation to the roasting degree.
Lebensmittel, Wissenchaft und Technologie . Food Science and
Technology, 30. 292-297.
Noordzij, M., Uiterwaal, C.S., Arends, L.R., Kok, F.J., Grobbee, D.E., &
Geleijnse, G.M. (2005). Blood pressure response to chronic intake of offee
and caffeine: a meta-analysis of randomized controlled trials. Journal of
Hypertension, 23: 921928.
Olthof, M.R., Hollman, P.C.H., & Katanet, M.B. (2001). Chlorogenic acid and
caffeic acid are absorbed in humans. Journal of Nutrition, 131. 66 71.
ONeil, M.J., Smith, SA., Heckelman, P.E., Obenchain, J.R., Jr., Gallipeau,
J.A.R., DArecca, M.A., & Budavari, S. (2001). The merck index an
encyclopedia of chemicals, drugs, and biological. 13th edition.
Whitehouse Station, NJ: Merck
Pellegrini, N., Serafini, M., Colombi, M., Del Rio, D., Salvatore, S., Bianchi,
M., & Brighenti, B. (2003). Total antioxidant capacity of plant foods,
beverages and oil consumed in Italy assessed by three different in vitro
assays. Journal of Nutrition, 133. 2812-2819.
Pincomb, G. A., Lovallo, W.R., McKey, B.S., Bong Hee Sun, Everson, S.A., B.
Passey, R.B., & Wilson, M.F. (1996). Acute Blood Pressure Elevations
With Caffeine in Men With Borderline Systemic Hypertension. The
American Journal of Cardiology, 77. 270-274.
Pinto, Y.M., Paul, M., & Ganten, D. (1998). Lessons from rat models of
hypertension; from goldbaltt tom genetic engeneering. Cardiovascular
Research. 39:77-88.
Prakash, A., Rigelhof, F., & Miller, E. (2010). Antioxidant Activity. Medalliaon
Laboratories Analitycal Progress, Vol. 10, No 2.
Quinone, B., Muguerza,B., Miquel, M., & Alexaindre, A. (2011). Evidence that
nitric oxide mediates the blood pressure lowering effect of a poliphenol-
rich cocoa powder in spontaneously hypertensive rats. Pharmacological
Research. 64. 478-481.
Rejo, A., Rahayu, S., & Panggabean, T. (2011). Karakteristik mutu biji kopi pada
proses dekafeinasi. Jurusan Teknologi Pertanian. Fakultas Pertanian,
Universitas Sriwijaya, Indralaya.
Universitas Indonesia
Ricketts, M.L. (2007). Does coffee raise cholesterol? Future Lipidology, 2:4,
373-377.
Riksen, N. P., Rongen, G.A., & Smits, P. (2009). Acute and long-term
cardiovascular effects of coffee: Implications for coronary heart disease.
Pharmacology & Therapeutics, 121:2. 185 191.
Rodrigues, M.I., & Klein L.C. (2006). Boiled or filtered coffee? Effects ofcoffee
and caffeine on cholesterol, fibrinogen and C-reactive protein. Journal of
Thrombosis Haemostasis. 25. 55-69.
Sacchetti, G., Mattia, C.D., Pittia, P., & Mastrocola, D. (2009). Effect of roasting
degree, equivalent thermal effect and coffee type on the radical scavenging
activity of coffee brews and their phenolic fraction. Journal of Food
Engineering, 90:1, 74-80
Salazar-Martinez, E., Willett, W.C., Ascherio, A., Manson, J.E., Leitzmann, M.F.,
Stampfer, M.J., & Hu FB. (2004). Coffee consumption and risk for type 2
diabetes mellitus. Annals of Internal Medicine.140:1.1-8.
Santos, C., Costa, J., Santos, J., Vaz-Carneiro, A., & Lunet, N. (2010). Caffeine
intake and dementia:systematic review and meta analysis. Journal of
Alzheimers Disease. 20:1. 187-204.
Scalbert , A., Manach, C., Morand, C., Rmsya, C., & Jimnez, L. (2005).
Dietary Polyphenols and the prevention of diseases. Critical Review in
Food Science and Nutrition. 45:4. 287-306.
Shechter, M., Shalmon, G., Scheinowitz, M., Koren-Morag, N., Feinberg, M.S.,
& Harats, D. (2011). Impact of acute caffeinne ingestion on endothelial
function in subjects with and without coronary artery disease. The
American Journal of Cardiology, 107. 1255-1261.
Shibata, H., Sakamoto, Y., Oka, M., & Kono, Y. (2010). Natural
antioxidant,chlorogenic acid, protects against DNA breakage caused
by monochloramine. Department of Life Science and Biotechnology,
Faculty of Life and Environmental Science, Shimane University, Japan.
Universitas Indonesia
Stoclet, J.C., Chataigneau, T., Ndiaye, M., Oak, M.H., Bedoui, J.E., Chataigneau,
M., & Schini-Kerth, V.B. (2004). Vascular protection by dietary
poliphenols. European journal of Pharmacology, 500, 299-313.
Subramanya, J.K., & Muttagi, S. (2011). In vitro color change of three dental
veneering resins in tea, coffee and tamarind extracts. The Journal of
Dentistry Vol.8. No.3.
Suzuki, A., Fujiia, A., Yamamotoa, N., Yamamotoa, M., Ohminamia, H.,
Kameyamaa, A., Shibuyaa, Y., Nishizawaa, Y., Tokimitsua, I., &
Saito, I . (2006). Improvement of hypertension and vascular dysfunction
by hydroxyhydroquinone-free coffee in a genetic model of hypertension.
Federation of European Biochemical Societies, 580:9, 2317-2322.
Tan Hoan Tjay & Rahardja, K. (2007). Obat-obat penting: khasiat, penggunaan,
dan efek-efek sampingnya. Edisi 6. Jakarta: Gramedia, 643-644.
Tello, J., Viguera, M., & Calvo, L. (2011). Extraction of caffeine from robusta
coffee (coffea canephora vr. robusta) hus ks using supercritical carbon
dioxide. The Journal of Supercritical Fluids, 59. 53-60.
Thelle, D.S., Egil Arnesen, E., & Frde, O.H. (1983) The tromso heart study-
Does coffee raise serum cholesterol? New England Journal of Medicine.
308. 1454-1457.
Universitas Indonesia
Van Dam, R.M., & Hu, F.B. (2005). Coffee consumption and risk of type 2
diabetes: a systematic review. The Journal of the American Medical
Association. 294. 97-104.
Vaziri,N.D., Xiu Q. Wang, Oveisi. F., & Rad, B. (2000). Induction of oxidative
stress by glutathione depletion causes severe hypertension in normal rats.
Hypertension. 36: 142-146.
Vignoli, J.A., Bassoli, D.G., & Bennasi, M.T. (2011). Antioksidant activity,
polyhenols, caffeine and melanoidins in soluble coffee: The influence of
processing conditions and raw material. Food Chemistry, 124:3. 803868.
Wang, Q., Chen, Z., & Fan, X.P. (1994). A simplified method for preparation of
doca-salt hypertension model in rats by subcutaneous implantation of doca
silastic tube. The Journal of Circulation. 46:2. 205-8.
Waynforth, H.B. (1980). Expermental and surgical technique in the rat. London:
Academic Press, 212-214.
Webster-Ross, G., Abbott, R.D., Petrovitch, H., Morens, D.M., Grandinetti, A.,
Ko-Hui Tung, Tanner, C.M., Masaki, K.H., Blanchette, P.L., Curb, J.D.,
Popper, J.S., & White, L.R. (2000). Association of coffee and caffeine
intake with the risk of parkinson's disease. The Journal of the
American Medical Association. 283:20.2674-2679.
Wedick, N.M., Brennan, A.M., Qi Sun, Hu1, F.B., Mantzoros, C.S., & van
Dam, R.M. (2011). Effects of caffeinated and decaffeinated coffee on
biological risk factors for type 2 diabetes: a randomized controlled trial.
Nutrition Journal, 10:93.
Winarsi, H. (2007). Antioksidan alami & radikal bebas potensi dan aplikasinya
dalam kesehatan. Yogyakarta: Kanisius. 105.
Wisborg, K., Kesmodel, U., Bech, B.H., Hedegaard, M., & Henriksen, T.B.
(2003). Maternal consumption of coffee during pregnancy and
stillbirth and infant death in first year of life: prospective study. British
Medical Journal. 326:420.
Winkelmayer, W.C., Stampfer, M., Willett, W.C., & Curhan G.C. (2005).
Habitual caffeine intake and the risk of hipertension in women. Journal of
the American Medical Association, 2330-2335.
Universitas Indonesia
Yamaguchi, T., Chikama, A., Mori, K., Watanabe, T., Shioya, Y., Katsuragi,
Y., & Tokimitsu, I. (2008). Hydroxyhydroquinone-free coffee:a double-
blind, randomized controlled dose-response study of blood pressure.
Nutrition, Metabolism and Cardiovascular Diseases, 18:6, 408-414.
Zhenzhen Zhang, Gang Hu, Caballero, B., Appel, L., & Liwei Chen. (2011).
Habitual coffee consumption and risk of hypertension: a systematic review
and meta-analysis of prospective observational studies. The American
Journal of Clinical Nutrition, 94: 1113-1126.
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Universitas Indonesia
\
Universitas Indonesia
Lampiran 2. Data Rendemen, Kadar Abu, Kadar Abu Tidak Larut Asam,
dan Susut Pengeringan
Data rendemen seduhan air Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika
II 28
Data kadar abu serbuk dan ekstrak air Kopi Luwak Arabika
Universitas Indonesia
Lanjutan Lampiran 2
Data kadar abu tidak larut asam serbuk dan ekstrak air Kopi Luwak
Arabika
Data susut pengeringan serbuk dan ekstrak air Kopi Luwak Arabika
Bahan uji Pengujian Bobot Bobot Sisa Susut Susut
bahan Pengeringan Pengeringan Pengeringan
uji (g) (g) (%) rata-rata (%)
Serbuk Kopi I 2,0808 1,9697 5,3392
Luwak
Arabika II 2,0793 1,9638 5,5547 5,49
III 2,0623 1,9471 5,5859
Ekstrak Kopi I 2,0050 1,8571 7,3765
Luwak
Arabika II 2,0057 1,8537 7,5784 7,52
III 2,0067 1,8539 7,6144
Universitas Indonesia
Kafein
K KL1 KL2
Identifikasi kafein dalam kopi luwak (KL) dengan pembanding kafein standar (K), fase
gerak Etil Asetat : Metanol (85:15), disemprot dengan larutan Iodine-Hydrochloric Acid
Gol. Fenol
Gol. Fenol
JB K KL
Identifikasi golongan fenol dalam dalam kopi luwak (KL) dengan pembanding ekstrak
metanol daun jambu biji), fase gerak Etil Asetat : Metanol (85:15), disemprot dengan
larutan FeCl3 10% dalam Etanol
Universitas Indonesia
Lanjutan lampiran 3
Flavonoid
Flavonoid
K KL
Identifikasi flavonoid dalam dalam kopi luwak, fase gerak Etil Asetat : Metanol (85:15),
disemprot dengan larutan AlCl310% dalam Etanol
Flavonoid
Flavonoid
JB K KL
Identifikasi flavonoid dalam kopi luwak dengan pembanding ekstrak metanol daun
jambu biji (JB), kafein standar (K), fase gerak Etil Asetat : Metanol (85:15), disemprot
dengan larutan AlCl310% dalam Etanol, dilihat pada lampu UV 365 nm
Universitas Indonesia
Data identifikasi alkaloid ekstrak air Kopi Luwak Arabika dan Kopi
Arabika
Metode Perubahan Warna Kopi Luwak Kopi Kafein
Arabika Arabika Murni
Bouchardat Ada endapan coklat
+ + +
Data identifikasi saponin ekstrak air Kopi Luwak Arabika dan Kopi
Arabika
Uji Perubahan Kopi Luwak Kopi Arabika Otrthosiphon
Arabika Folium
I Buih tidak hilang ++ + ++
II Buih tidak hilang ++ + ++
Data identifikasi flavonoid ekstrak air Kopi Luwak Arabika dan Kopi
Arabika
Uji Perubahan warna Kopi luwak Kopi Arabika
I Kuning Oranye + +
II Merah Muda + +
Universitas Indonesia
Lanjutan Lampiran 4
Data identifikasi senyawa fenol ekstrak air Kopi Luwak Arabika dan Kopi
Arabika
Data identifikasi senyawa tanin ekstrak air Kopi Luwak Arabika dan Kopi
Arabika
Uji Perubahan warna Kopi Luwak Kopi Arabika
Arabika
I Biru kehitaman/hijau Hijau Hijau
kecoklatan kecoklatan kecoklatan
II Biru kehitaman/hijau Hijau Hijau
kecoklatan kecoklatan kecoklatan
Universitas Indonesia
1.4
y = 0,0012x + 0,0343
1.2 R = 0,9976
1
Absorbansi (A)
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0 200 400 600 800 1000 1200
Konsentrasi Larutan Standar Asam Galat (mg/L)
Kopi Arabika
()
1000
Universitas Indonesia
Keterangan:
KA I = Kopi Arabika I
KA II = Kopi Arabika II
KL I = Kopi Luwak I
KL II = Kopi Luwak II
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Lanjutan Lampiran 7
Kopi Luwak
80
Kopi Arabika
Prosentase Inhibisi (%)
80
70 y = 2.618x + 9.508
60 R = 0.972
50
40
30 Series1
20
Linear (Series1)
10
0
0 10 20 30
konsentrasi (ppm)
Kuersetin
60
50 y = 38.54x - 10.35
R = 0.920
Prosentase Inhibisi (%)
40
30
Series1
20
Linear (Series1)
10
0
-10 0 0.5 1 1.5 2
Konsentrasi (ppm)
Universitas Indonesia
Lanjutan Lampiran 7.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Lanjutan Lampiran 8
5) Hasil :
Shapiro-Wilk
Kelompok
Statistic df Sig.
K1 .909 4 .479
K2 .868 4 .288
K3 .964 4 .805
K4 .962 4 .793
K5 .969 4 .837
KN1 .835 4 .180
KN2 .940 4 .656
KN3 .880 4 .339
b. Uji T sampel berpasangan pada data tekanan darah sistolik sebelum dan
sesudah tujuh hari pemberian kopi luwak pada masing-masing sub
kelompok tikus normal dan tikus hipertensi.
Universitas Indonesia
Lanjutan Lampiran 8
1) Hipotesis :
i) Ho = Tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap perubahan tekanan
darah sistolik pada masing-masing kelompok tikus normal dan
hipertensi antara sebelum pemberian kopi luwak hari pertama dan 24
jam setelah pemberian kopi luwak hari ketujuh.
ii) Ha = Terdapat perbedaan bermakna terhadap perubahan tekanan darah
sistolik pada masing-masing kelompok tikus normal dan hipertensi
antara sebelum hari per pemberian kopi luwak tama dan 24 jam
setelah pemberian kopi luwak hari ketujuh.
Universitas Indonesia
Lanjutan Lampiran 8
Universitas Indonesia
Lanjutan Lampiran 8
4) Hasil :
Shapiro-Wilk
Kelompok Statistic df Sig.
K1 .910 4 .482
K2 .938 4 .640
K3 .989 4 .955
K4 .789 4 .084
K5 .862 4 .266
KN1 .824 4 .152
KN2 .974 4 .865
KN3 .835 4 .180
K1: kontrol normal, K2: kontrol hipertensi, K3: kelompok hipertensi dosis 1(0,09 mg/200 g
bb/hari), K4: kelompok hipertensi dosis 2 (0,18 mg/200 g bb/hari), K5: kelompok hipertensi dosis
3 (0,36 mg/200 g/bb hari), KN1: kelompok normal dosis 1, KN2: kelompok normal dosis 2, KN3:
kelompok normal dosis 3.
Universitas Indonesia
Lanjutan Lampiran 8
2) Hipotesis :
i) Ho = Tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap terhadap perubahan
tekanan darah diastolik sebelum pemberian kopi luwak hari pertama
dan 24 jam setelah pemberian kopi luwak hari ketujuh pada masing-
masing sub kelompok tikus normal dan hipertensi.
ii) Ha = Terdapat perbedaan bermakna terhadap perubahan tekanan darah
diastolik sebelum pemberian kopi luwak hari pertama dan 24 jam
setelah pemberian kopi luwak hari ketujuh pada masing-masing sub
kelompok tikus normal dan hipertensi.
Universitas Indonesia
Lanjutan Lampiran 8
Universitas Indonesia
8)
9) Sum of Squares df Mean Square F Sig.
10)
D_H1.Sebelum (1) Between Groups 483.061 2 241.531 4.216 .039
11) Within Groups 744.760 13 57.289
12) Total 1227.822 15
13) (2)
D_H1.2jam Between Groups 1866.243 2 933.121 5.079 .023
14) Within Groups 2388.281 13 183.714
15) Total 4254.524 15
D_H1.6Jam
16) (3) Between Groups 50.125 2 25.063 .609 .559
17) Within Groups 534.836 13 41.141
18) Total 584.961 15
D_H7.Sebelum
19) (4) Between Groups 74.060 2 37.030 .275 .764
Within Groups 1748.093 13 134.469
20)
Total 1822.154 15
21)
D_H7.2Jam (5) Between Groups 467.843 2 233.921 1.544 .250
22)
Within Groups 1969.007 13 151.462
23)
Total 2436.850 15
D_H7.24Jam (6) Between Groups 6.740 2 3.370 .049 .953
Within Groups 902.143 13 69.396
Total 908.883 15
S_H1.Sebelum (1) Between Groups 629.475 2 314.737 2.846 .094
Within Groups 1437.678 13 110.591
Total 2067.153 15
S_H1.2Jam (2) Between Groups 2727.921 2 1363.961 8.005 .005
Within Groups 2214.932 13 170.379
Total 4942.853 15
S_H1.6Jam (3) Between Groups 173.707 2 86.853 1.098 .362
Within Groups 1027.965 13 79.074
Total 1201.672 15
S_H7.Sebelum (4) Between Groups 955.772 2 477.886 2.522 .119
Within Groups 2463.249 13 189.481
Total 3419.021 15
S_H7.2jam (5) Between Groups 814.874 2 407.437 1.928 .185
Within Groups 2746.823 13 211.294
Total 3561.697 15
S_H7.24Jam (6) Between Groups 211.696 2 105.848 .933 .418
Within Groups 1474.286 13 113.407
Total 1685.981 15
Universitas Indonesia
Lanjutan Lampiran 9
Uji ANAVA pada Kelompok K3-K4-K5
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
103
Universitas Indonesia
104
Universitas Indonesia
105
Universitas Indonesia
106
Universitas Indonesia
107
Universitas Indonesia
108
Lampiran 11. Hasil Uji T-Berpasangan untuk Kelompok Tikus Normal dan Tikus
Hipertensi
Uji T berpasangan
SISTOLIK Uji Normalitas Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan Bermakna
KN1 1-2 V V
1-3 V V
2-3 V V
4-5 V V
4-6 V V
5-6 V V
1-4 V V
1-5 V V
1-6 V V
Uji T berpasangan
SISTOLIK Uji Normalitas Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan Bermakna
KN2 1-2 V V
1-3 X V
2-3 V V
4-5 V V
4-6 V V
5-6 V V
1-4 V V
1-5 V V
1-6 V V
Uji T berpasangan
SISTOLIK Uji Normalitas Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan Bermakna
KN3 1-2 X V
1-3 X V
2-3 V V
4-5 V V
4-6 V V
5-6 V V
1-4 V V
1-5 V V
1-6 V V
Universitas Indonesia
Uji T berpasangan
DIASTOLIK Uji Normalitas Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan Bermakna
KN1 1-2 V V
1-3 V V
2-3 V V
4-5 V V
4-6 V V
5-6 V V
1-4 V V
1-5 V V
1-6 V V
Uji T berpasangan
DIASTOLIK Uji Normalitas Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan Bermakna
KN2 1-2 V V
1-3 X V
2-3 V V
4-5 V V
4-6 V V
5-6 V V
1-4 V V
1-5 V V
1-6 V V
Uji T berpasangan
DIASTOLIK Uji Normalitas Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan Bermakna
KN3 1-2 V V
1-3 V V
2-3 V V
4-5 X V
4-6 V V
5-6 V V
1-4 V V
1-5 V V
1-6 V V
Universitas Indonesia
Uji T berpasangan
SISTOLIK Uji Normalitas Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan Bermakna
K3 1-2 V V
1-3 V V
2-3 V V
4-5 V V
4-6 V V
5-6 X V
1-4 V V
1-5 V V
1-6 V V
Uji T berpasangan
SISTOLIK Uji Normalitas Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan Bermakna
K4 1-2 V V
1-3 V V
2-3 V V
4-5 V V
4-6 V V
5-6 V V
1-4 V V
1-5 V V
1-6 V V
Uji T berpasangan
SISTOLIK Uji Normalitas Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan Bermakna
K5 1-2 V V
1-3 V V
2-3 V V
4-5 V V
4-6 V V
5-6 V V
1-4 V V
1-5 V V
1-6 V V
Universitas Indonesia
Uji T berpasangan
DIASTOLIK Uji Normalitas Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan Bermakna
K3 1-2 V V
1-3 V V
2-3 V V
4-5 V V
4-6 V V
5-6 V V
1-4 V V
1-5 V V
1-6 V V
Uji T berpasangan
DIASTOLIK Uji Normalitas Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan Bermakna
K4 1-2 V V
1-3 V V
2-3 V V
4-5 V V
4-6 V V
5-6 V V
1-4 V V
1-5 V V
1-6 V V
Uji T berpasangan
DIASTOLIK Uji Normalitas Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan Bermakna
K5 1-2 V V
1-3 V V
2-3 V V
4-5 V V
4-6 V V
5-6 V V
1-4 V V
1-5 V V
1-6 V V
Universitas Indonesia