Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring dengan semakin berkembangnya sains dan tekhnologi, perkembangan di
dunia farmasi pun tak ketinggalan. Semakin hari semakin banyak jenis dan ragam
penyakit yang muncul. Perkembangan pengobatan pun terus di kembangkan. Berbagai
macam bentuk sediaan obat, baik itu liquid, solid dan semisolid telah dikembangkan oleh
ahli farmasi dan industri.
Ahli farmasi mengembangkan obat untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat,
yang bertujuan untuk memberikan efek terapi obat, dosis yang sesuai untuk di konsumsi
oleh masyarakat. Selain itu, sediaan semisolid digunakan untuk pemakaian luar seperti
krim, salep, gel, pasta dan suppositoria yang digunakan melalui rektum. Kelebihan dari
sediaan semisolid ini yaitu praktis, mudah dibawa, mudah dipakai, mudah pada
pengabsorbsiannya. Juga untuk memberikan perlindungan pengobatan terhadap kulit.
Berbagai macam bentuk sediaan semisolid memiliki kekurangan, salah satu
diantaranya yaitu mudah di tumbuhi mikroba. Untuk meminimalisir kekurangan tersebut,
para ahli farmasis harus bisa memformulasikan dan memproduksi sediaan secara tepat.
Dengan demikian, farmasis harus mengetahui langkah-langkah yang tepat untuk
meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan. Dengan cara melakukan, menentukan
formulasi dengan benar dan memperhatikan konsentrasi serta karakteristik bahan yang
digunakan dan dikombinasikan dengan baik dan benar.

1.2 Tujuan
Tujuannya adalah untuk memberi pemahaman dan lebih mendalam, dalam
pembuatan salep, khususnya proses pembuatan dan sedian dan dasar salep yang
digunakan. Selain itu juga agar lebih mengenal bahan-bahan yang digunakan untuk
membuat sedian salep.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Salep


Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan
sebagai obat luar. Bahan obatnya harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep
yang cocok ( FI III).
Salep adalah sediaan setengah padat yang ditujukan untuk pemakaian topical
pada kulit atau selaput lendir. (FI IV). Salep tidak boleh berbau tengik. Kecuali
dinyatakan lain kadar bahan obat dalam salep yang mengandung obat keras atau obat
narkotik adalah 10%.

2.2 Karakteristik Salep


Suatu dasar salep yang ideal harus mempunyai sifat dan karakteristik sebagai
berikut:
Salep harus stabil selama masih dipakai dalam masa pengobatan. Oleh karna itu,
salep harus stabil pada suhu kamar serta bebas dari kelembaban yang ada di dalam
kamar.
Salep harus lunak, artinya semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk
menjadi lunak serta homogen. Hal ini mutlak diperlukam karena salep digunakan
untuk kulit yang terkena iritasi, inflamasi dan ekskoriasi.
Salep hendaknya mudah dipakai. Umumnya salep tipe emulsi adalah yang paling
mudah dipakai dan dihilangkan dari kulit.
Dasar salaep yang cocok adalah dasar salep yang kompatibel secara fisikadan kimia
dengan obat yang dikandungnya.
Salep harus terdistribusi secara merata melalui dasar salep padat atau cair pada
pengobatan.
Penggunaan salep tidak menghambat proses penyembuhan luka atau penyakit pada
kulit.
Secara fisik, salep harus cukup halus dan kental.
Salep harus netral dan tidak merangsang kulit (pH mendekati pH kulit, yaitu sekitar
6-7).
Komponen-komponen dasar salep sesedikit mungking macamnya.
Salep tercampur baik dengan bahan berkhasiat dan mudah melepas bahan
berkhasiat tersebut pada bagian kulit yang diobati.
Salep harus mudah dicuci dengan air, mudah diformulasikan atau diracik, dan
stabil dalam penyimpanan.

2.3 Cara Absorpsi Salep

2
Sebagai obat oles, salep memiliki daya absorpsi. Adapun cara absorpsi salep
adalah dengan absorpsi perkatan, yakni absorpsi bahan dari luar kulit ke posisi di bwah
kulit ke posisi di bawah kulit tercakup masuk ke dalam aliran darah. Pada umumnya,
absorpsi perkuatan dari bahan obat yang ada pada preparat dermatologi (misalnya cairan,
gel, salep, krim, atau pasta) tidak hanya bergantung pada sifat kimia dan fisika bahan
obat. Lebih dari itu, absorpsi perkuatan juga tergantung pada sifat bahan apabila
dimasukkan ke dalam pembawa farmasetika, serta kondisi kulit. Apabila kulit utuh, maka
cara utama untuk penetrasi obat umumnya melalui lapisan epidermis. Hal ini lebih baik
daripada melalui folikel rambut atau kelenjar, yang luas permukaannya lebih kecil
dibanding dengan daerah kulit yang tidak mengandung elemen anatomi ini.
Umumnya, absorpsi perkuatan suatu obat disebabkan oleh penetrasi langsung
obat melalui stratum corneum. Sebagai jaringan keratin, stratum corneum akan berperan
sebagai membran buatan yang semipermeabel, dan molekul obat melakukakan penetrasi
dengan cara difusi pasif. Jadi, jumlah obat yang pindah menyebrangi lapisan kulit
tergantung pada konsentrasi obat, kelarutan obat dalam air, dan koefisien partisi minyak
atau airnya. Bahan-bahan yang mempunyai sifat larut dalam keduanya, seperti minyak
dan air, merupakan bahan yang baik untuk difusi melalui stratum corneum, seperti halnya
melalui epidermisdan lapisan-lapisan kulit.
Meskipun kulit telah dibagi secara histologi ke dalam stratum corneum, namun
epidermis (yang hidup) dan dermis secara bersama-sama dapat dianggapsebagai lapisan
penghalang. Penetrasi lapisan ini dapat terjadi dengan cara difusi melalui penetrasi
transeluler (menyebrangi sel), penetrasi intraseluler (antarsel), dan penetrasi
transeppendageal (melalui folikel rambut, keringet, kelenjar lemak, dan pelengkapan pilo
sebaceous).
Secara umum, faktor utama yang mempengaruhi absorpsi pada kulit , antara lain:
a. Penetrasi dan cara pemakaiannya
b. Temperatur kulit
c. Sifat-sifat obatnya
d. Pengaruh sifat dasar salep
e. Lama pemakaian
f. Kondisi atau keadaan kulit
Sementara, dari segi fisiologi, faktor yang mempengaruhi kecepatan atau
besarnya absorpsi perkuatan adalah keadaan kulit, luas daerah pemakaian, dan banyaknya
pemakaian. Pada kulit yang sakit atau lecet, sering terjadi kenaikan kecepatan dan
besarnya absorpsi kecil. Bila sawar kulit rusak, maka pengaruh dasar salep pada absorpsi
kecil. Pada daerah kulit yang tebal, seperti telapak kaki dan telapak tangan, penetrasi

3
berjalan lambat. Sedangkan pada daerah yang lapisan kreatinnya tipis, misalnya muka
dan pelupuk mata, penetrasi berjalan cepat.

2.4 Fungsi Salep


Fungsi salep antara lain :
o Sebagai bahan aktif pembawa sustansi obat untuk pengobatan kulit
o Sebagai bahan pelumas pada kulit
o Sebagai bahan pelindung kulit yaitu mencegah kontak

2.5 Penggolongan Salep


Secara umur, penggolongan salep dapaqt dibedakan berdasarkan tiga hal, yakni
konsistensinya, efek terapinya, dan dasar salepnya.
a. Menurut Konsistensinya
Berdasarkan konsistensinya, salep dibagi menjadi beberapa golongan sebagai
berikut:
1) Unguenta, yaitu salep yang mempunyai konsistensi seperti mentega, tidak mencair
pada suhu biasa, tetapi mudah dioleskan tanpa memakai tenaga.
2) Cream, yaitu salep yang banyak mengandung air mudah diserap kulit, dan dapat
dicuci dengan air.
3) Pasta, yaitu salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat (serbuk). Pasta
adalah salep tebal karena merupakan penutup atau pelindung bagian kulit yang
diberi.
4) Cerata, yaitu salep berlemak yang mengandung persentase tinggi lilin (waxes),
sehinggga konsistesinys lebih keras.
5) Gelones spumae (jelly), yaitu salep yang lebih halus. Umumnya, gelones spumae
berbentuk cair dan mengandung sedikit atau tanpa lilin, serta digunakan terutama
pada membran mukosan sebagai pelicin atau basis.

b. Menurut Efek Terapinya


Berdasarkan efek terapinya, salep dibedakan atas beberapa golongan sebagai
berikut:
1) Salep epidermic (salep penutup). Salep ini digunakan pada permukaan kuliat yang
hanya berfungsi untuk melindungi kulit dan menghasilkan efek lokak, karena
bahan obat tidak diabsorpsi oleh kulit. Kdang-kadang, dalam penggunaannya,
ditambahkan antiseptik dan astrigen unutuk meredakan rangsangan. Dasar salep
epidermis yang terbaik adalah senyawa hidrokarbon (vaselin).
2) Salep endodermic. Salep ini bahan obatnya menembuske dalam terapi tidak
melalui kulit dan hanya terabsorpsi sebagian. Untuk melunakkan kulit atau selaput
lendir, ditambahkan lokal iritan. Dasar salep endodermis yang terbaik adalah
minyak lemak.

4
3) Salep diadermic (salep resep). Salep ini bahan obatnya menembus ke dalam
melalui kulit dan mencapai efek yang diinginkan kerena diabsorpsi seluruhnya.
Contoh salep jenis ini adalah salep yang mengandung senyawa merkuri, iodida,
atau belladonnae. Dasar salep diadermic yang baik adalah adeps lanae dan oleum
cacao.
c. Menurut Dasar Salepnya
Menurut dasar salepnya, salep dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
1) Salep hydrophobic, yaitu salep dengan bahan dasar berlemak, misalnya campuran
dari lemak-lemak, minyak-lemak, atau malam yang tak tercuci dengan air.
2) Salep hydrophilic, yaitu salep yang kuat menarik air. Biasanya, dasar salep bertipe
o/w (oil in water) atau seperti dasar hydrophobic, tetapi konsistensinya lebih
lembek. Terkadang pula, dasar salep bertipe w/o (water in oil), misalnya campuran
sterol dan petrolatum.

2.6 Basis Salep


Menurut FI ed. IV, dasar salep yang digunakan sebagai pembawa digolongkan ke
dalam empat kelompok. Pertama, dasar salep hidrokarbon. Dasar salep ini dikenal
sebagai dasar salep berlemak, contohnya veseline putih dan salep putih. Hanya sejumlah
kecil komponen berair yang dapat dicampurkan ke dalamnya. Adapun tujuan penggunaan
dasar salep ini adalah untuk memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan
bertindak sebagai pembalut penutup. Dasar salep hirokarbon ini digunakan terutama
karena sifatnya sebagai emollient, sukar dicuci, tidak mengering, dan tidak tampak
berubah dalam waktu lama.
Kedua, dasar salep serap. Dasar salep serap dibagi manjadi dua kelompok.
Kelompok pertama terdiri atas dasar salep yang dapat bercampur dengan air membenetuk
emulsiair dalam minyak (misalnya parafin hidrofilik dan lanolin anhidrat). Sedangkan,
kelompok kedua terdiri atas emulsi air dalam minyak yang dapat bercampur dengan
sejumlah larutan air di tambahan (misalnya lanolin). Dasar salep ini juga befungsi sebagai
emollient.
Ketiga, dasar salep yang dapat dicuci dengan air. Dasar salep ini adalah emulsi
minyak dalam air, contohnya salep hidrofilik (krim). Dikatakan dapat dicuci dengan air,
karena dasar salep ini mudah dicuci dari kulit atau mudah dilap basah, sehingga lebih
dapat diterima untuk dasar kosmetik. Beberapa bahan obat dapat menjadi lebih efektif
dengan menggunakan dasar salep ini daripada dasar salep hidrokarbon. Keuntungan lain
daari dasar salep ini adalah dapat diencerkan dengan air dan mudah menyerap cairan yang
terjadi pada kelainan dermatologis.

5
Keempat, dasar salep yang larut dalam air. Kelompok ini disebut juga dasar salep
tak berlemak. Dasar salep ini terdiri dari konstituen yang larut dalam air. Banyak
keuntungan yang diperoleh dari dasar salep jenis ini, di antaranya dapat dicuci dengan air
dan tidak mengandung bahan tak larut dalam air, seperti parafin, lanolin anhidrat, atau
malam. Dasar salep ini lebih tepat disebut gel.
Itulah empat kelompok dasar salep. Setiap salep obat menggunakan salah satu
dari keempat kelompok dasar salep tersebut. Adapun pemilihin dasar salep tergantung
pada beberapa faktor, yaitu khasiat yang diinginkan, sifat bahan obat yang dicampurkan,
ketersediaan hayati, stabilitas, dan ketahanan sediaan jadi. Dalam beberapa hal, apoteker
perlu menggunakan dasar salep yang kurag ideal untuk mendapatkan stabilitas yang
diinginkan. Misalnya, obat-obat yang cepat terhidrolisis lebih stabil dalam dasar salep
hidrokarbon daripada dasar salep yang mengandung air, meskipun obat tersebut bekerja
lebih efektif dalam dasar salep yang mengandung air. Tabel berikut ini menyajikan
beberapa contoh basis salep.

Tabel 1. Beberapa contoh basis salep


No. Basis Salep Resep
1 Dasar salep hidrokarbon Vaselin putih (white petrolatum atau white soft paraffin),
vaselin kuning (yellow petrolatum atau yellow soft paraffin),
campuran vaselin dengan cera, paraffin cair, paraffin padat,
serta minyak nabati
2 Dasar salep serap (dasar salep Adeps lanae, unguentum simpleks (cera flava : oleum
absorpsi) sesami = 30 : 70), hydrophilic petrolatum (vaselin alba : cera
alba : stearyl alkohol : kolestreol = 86 :8 : 3 : 3)
3 Dasar salep yang dapat dicuci Dasar salep emulsi tipe m/a (missalnya vanishing cream),
dengan air emulsifying ointment B.P., emulsifying wax, dan
hydrophilic ointment.
4 Dasar salep yang larut dalam Poly ethylene glycol (PEG), campuran PEG, tragacanth, dan
air gummi arabicum.

Untuk bisa mengetahui kualitas basis salep yang baik, maka apoteker harus
memperhatikan beberapa kriteria berikut:
a. Stabil. Artinya, selama dipakai, salep harus bebas dari inkompatibilitas serta tidak
terpengaruh oleh suhu dan kelembaban kamar.
b. Lunak. Artinya, semua zat yang ada di dalam salep harus dalam keadaan halus serta
seluruh produk harus lunak dan homogen.

6
c. Mudah dipakai.
d. Dasar salep yang cocok.
e. Dapat terdistribusi secara merata.

2.7 Ketentuan Umum Cara Pembuatan Salep


Dalam pembuatan atau peracikan obat dengan bentuk sediaan selep, ada empat
ketentuan umum yang haus diperhatikan, yakni sebagai berikut:
a. Zat-zat yang dapatlarut dalam campuran lemak dilarutkan ke dalamnya, jika perlu
dengan pemanasan.
b. Bahan-bahan yang dapat larut dalam air, jika tidak ada peraturan-peraturan lain,
dilarutkan lebih dahulu ke dalam air, asalkan air yang digunakandapat diserap
seluruhnya oleh basis salep. Jumlah air yang dipakai dikurangi dari basis.
c. Bahan-bahan yang sukar atau hanya sebagian dapat larut dalam lemak dan air,
harus diserbuk lebih dahulu, kemudian diayak dengan pengayak B40.
d. Salep-salep yang dibuat dengan jalan mencairkan, campurannya harus digerus
sampai dingin.

2.8 CARA PEMBUATAN SALEP BERDASARKAN ZAT BERKHASIAT


UTAMANYA

Larut dalam dasar


Pada
Larut dalam
air

Tak larut

Air Terjadi
Bany
Tidak terjadi
Dikit
Jumlah
Caira Alkohol
Zat n
berkhasiat Tahan Diketahui
Tinctur
a perbandinga
Jumlah nnya
banyak
Tidak tahan
panas
Kental Tidak
lainnya diketahui
perbandinga
7
nnya

Ekstra Spissum
Siccum
Liquidum
Gambar skema cara pembuatan salep berdasarkan zat berkhasiat utamanya

Berdasarkan skema di atas, dapat diketahui bahwa setidaknya ada lima jenis zat
berkhasiat dalam pembuatan salep. Berikut adalah contoh cara pembuatan masing-masing
jenis zat berkhasiat tersebut.
a. Zat Berkhasiat bentuk padat yang larut dalam Dasar Salep
1) Champora
Pembuatan salep dengan zat berkhasiat champora (kamper) dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a) Zat dilarutkan ke dalam dasar salep yang sudah dicairkan di dalam pot salep
tertutup (bila tidak melampaui daya larutnya).
b) Bila di dalam resep terdapat campuran minyak lemak, maka kamper dilarutkan ke
dalam minyak-lemak tersebut.
c) Bila kamper bersama sama menthol, salol, atau zat lainnya yang dapat
mencairjika dicampur (karena penurunan titik eutentik), maka kamper dicampur
dengan sesamanya supaya mencair, baru kemudian ditambahkan dasar salep.
d) Jika a, b, dan c, tidak ada, maka kamper diberi etanol 95% atau eter, kemudian
digerus dengan dasar salep.
Agar lebih paham, berikut ini diberikan beberapa contoh resep salep dengan zat
berkhasiat padat champora.

Tabel 2. Contoh resep salep dengan zat berkhasiat champora


R/ Camphora 1
Vaselin falv. 9
m.f. ungt

8
s.ungt.camphoratum
R/ Mentholi
Camphora aa 0,3
Lanolin 5
Ungt. Acid Salycylas 15
m.d.s.u. e
R/ Camphora 1
Ol. Cocos 1
Adeps lanae 18
m.f. ungt.

2) Pellidol
Karena pellidol larut 3% dalam vaselin dan 7% dalam minyak-lemak, maka
pellidol dilarutkan bersama sama dasar salep yang dicairkan. Bila dasar salep
disaring, maka pellidol juga ikut disaring, dan jangan lupa menambahkan 20%. Jika
jumlahnya melebihi daya larutnya, maka pellidol digerus dengan dasar salep yang
sudah dicairkan. Adapun contoh resepnya dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 3. Contoh resep salep dengan zat berkhasiat pellidol


R/ Pellidol 0,1
Zinci Oxyd. Ungt. 20
m.d.s.ad. us.ext
R/ Pellidol 0,5
Zinc. Oxyd. Liniment.Oleos 25
m.d.s. ad. Us .ext.

3) Iodium
Pembuatan salep dengan zat berkhasiat iodiumn dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a) Jika memenuhi kelarutan, maka iodium dilarutkan ke dalam dasar salep yang
sudah dicairkan di dalam pot salep tertutup (apabila tidak melampaui daya
larutnya)
b) Iodium dilarutkan ke dalam larutan pekat KI atau Nal (seperti pada unguentum
Iodi dari farmakopr Belanda)
c) Iodium dilarutkan ke dalam etanol 95% kemudian ditambahkan dasar salep.
d)
Tabel 4. Contoh resep salep dengan zat berkhasiat iodium
R/ Iodii 2 Caranya, larutkan KI ke dalam
Kalii iodii 3 air, lalu tambahkan iodium
Aq.dest. 5 hingga larut. Setelah itu, gerus

9
Ungt.simplex 90 bersama unguentum simplex
m.d.s.u.e. hingga homogen.

b. Zat berkhasiat Bentuk Padat yang Larut dalam Air


1) Protargol (argentum proteinatum)
Pembuatan salep dengan zat nerkhasiat protargol dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
a) Protargol larut dalam air dengan jalan ditaburkan di atas air, kemudian didiamkan
selama 15menit di tempat gelap.
b) Bila dalam resep terdapat gliserol, maka protargol digerus dengan gliserin, baru
ditambah air, namun tidak perlu ditunggu 15 menit (gliserol mempercepat daya
larut protargol di dalam air).
2) Colargol (argentum colloidale)
Ketentuan pembuatannya sama dengan protargol, hanya saja air yang digunakan
adalah sepertiganya.
3) Argenti nitras
Jika dilarutkan ke dalam air, argrnti nitras kan meninggalkan bekas hitam pada
kulit karena terbentuk Ag2O. Karena itu, dalam pembuatan salep, AgNO 3 tidak
dilarutkan ke dalam air walaupun ia larut, kecuali pada resep obat wasir.
4) Phenol
Sebenarnya, phenol mudah larut dalam air. Akan tetapi, dalam salep, phenol idak
dilarutkan karena bekerjanya merangsan, serta tidak dapat diganti dengan phenol
liquefactum (campuran phenol dan air 77-81,5%).
5) Pyrogalol, chrysarobin,zinci sulfas, antibiotika, oleum iecoris aselli, hydrargyri
bichloridum, dan stibii et kalli tartars adalah bahan-bahan obat lainyang di dalam
salep tidak boleh dilarutkan.

c. Zat Berkhasiat Bentuk Padat Tak Larut


Umumnya, zat ini dibuat halus dengan cara mengayak atau menjadikannya
seqrbuk halus terlebih dahulu. Dalam hal ini, ada beberapa hal yang harus diperhatikan
antara lain:
1) Belerang tidak boleh diayak,
2) Acidum boricum diambil yang pulveratum, dan
3) Zinci oxydum harus diayak terlebih dahulu dengan pengayak No. 100.

d. Zat Berkhasiat Berupa Cairan


1) Air

10
a) Apabila terjadi reaksi (misalnya aqua calcis dengan minyak lemak akan terjadi
reaksi penyambunan), cara pengerjaannya adalah sebagai berikut:
- Diteteskan sedikit demi sedikit;
- Dikocok dalam botol bersama minyak lemak, baru di campurkan dengan bahan
lainnya.
b) Apabila tidak terjadi reaksi, cara pengerjaannya adalah sebagai berikut:
- Jika jumlahnay sedikit, air diteteskan terakhir sedikit demi sedikit sampai
terserap oleh dasar salep;
- Jika jumlahnya banyak,, air diuapkan atau diambil bahan berkhasiatnya dan berat
airnya diganti dengan dasar salep.
2) Alkohol
a) Jika jumlahnya sedikit, alkohol diteteskan terakhir sedikit demi sedikit sampai
terserap oleh dasar salep.
b) Jika jumlahnya banyak, ketentuannya sebagai berikut:
- Tahan panas, misalnya tinct. Ratanhiae dipanaskan di atas penangas air sampai
sekental sirop atau ditingal sepertiganya, dan kehilangan beratnya diganti
dengan dasar salep.
- Tidak tahan panas;
Jika diketahui perbandingannya, maka diambil bagian-bagiannya saja,
contohnya tinctura iodii.
Jika tidak diketahui perbandingannya, maka alkohol diteteskan terakhir
sedikit demi sedikit.
Perlu diperhatikan bahwa kehilangan berat pelarut hendaknya diganti dengan
dasar salep. Bila dasar salep lebih dari satu macam, maka harus diperhiungkan
menurut perbandingan dasar salep tersebut.
3) Cairan kental
Umumnya, cairan kental dimasukkan sedikit demi sedikit. Contohny, glycerin =,
pix liquida, oleum cadini, balsamum peruvianum, ichtyol dan kreosot.

e. Zat Berkhasiat Berupa Extractum


1) Extractum siccum
Pada umumnya, zat ini larut dalam air. Karena itu cara pembuatannya dilarutkan
ke dalam air dan berat air dikurangi dasar salep.
2) Extractum liquidum
Zat ini dikerjakan seperti pada cairan dengan alkohol.
3) Extractum spissum
Pengerjaannya, diencerkan terlebih dahulu dengan air atau etanol.

f. Lain-lain
1) Naphtolum
Zat ini dapat larut dalam sapo kalinus, tetapi kalau tidak ada sapo kalimat,
dikerjakan seperti kamper.
2) Bentonit

11
Zat ini berupa serbuk halus yangm dengan air membentuk massa seperti
salep. Di sini, senyawa aluminium silikat yanfg mengikat air. Cara pembuatan
yang terbaik adalah dengan menambahkan sedikit demi sedikit bentonit ke dalam
air hangat (direndam ke dalam air, biarkan 1 jam). Salep dengan bentonit dan
tidak tahan lama, karena itu perlu ditambahkan lemak agar airnya tidak memisah.

2.9 METODE PEMBUATAN SALEP


Baik dalam ukuran kecil maupun besar, salep dibuat dengan 2 metode umum yaitu:
1. Metode pencampuran / incorporation
2. Metode peleburan
Metode pencampuran/incorporation:
Jika bahan obat larut dalam air/minyak, maka dapat dilarutkan dalam air/minyak.
Kemudian larutan tersebut ditambahkan (incorporated ke dalam bahan pembawa (vehicle)
bagian per bagian sambil diaduk sampai homogen. Jika bahan obatnya tidak larut
(kelarutannya sangat rendah), maka partikel bahan obat harus dihaluskan, dan kemudian
disuspensikan ke dalam bahan pembawa (vehicle).
Metode peleburan:
Metode peleburan dilakukan dengan meleburkan/memanaskan basis salep yang padat,
kemudian basis lain yang berbentuk cair dan obat dicampurkan ke dalam basis sambil
didinginkan dan terus diaduk.

2.10 BAHAN YANG DITAMBAHKAN TERAKHIR PADA SUATU MASSA


SALEP
Dalam pembuatan salep, ada beberapa bahan yang ditambahkan terakhir, di
antaranya sebagai berikut:
a. Ichtyol. Bahan ini ditambahkan paling akhir karena jika ditambahkan pada masa salep
yang panas atau digilas terlalu lama, dapat terjadi pemisahan.
b. Balsem-balsem dan minyak atsiri. Balsem merupakan campuran dari damar dan minyak
atsiri. Sehingga, jika digerus terlalu lama, damarnya akan keluar sedangkan minyak atsiri
akan menguap.
c. Air, berfungsi sebagai pendingin dan mencegah permukaan mortir menjadi licin.
d. Gliserin. Bahan ini harus ditambahkan ke dalam dasar salep yang dingin, karena tidak
bisa bercampur dengan bahan dasar salep yang sedang mencair. Selain itu, bahan iini juga
harus ditambahkan sedikit-sedikit, karena tidak bisa diserap dengan mudah oleh dasar
salep.
e. Antioksidan ditambahkan ke dalam salep bila diperkirakan terjadi kerusakan
basis karena terjadinya oksidasi. Sistem anti oksidan ditentukan oleh komponen formulasi
dan pemilihannya tergantung pada beberapa faktor: seperti toksisitas, potensi,

12
kompatibel, bau, kelarutan, stabilitas, dan iritasi. Seringkali digunakan 2 antioksidan
untuk mendapatkan efek sinergis. Contoh antioksidan adalah Butylated Hydroxyanisole
( BHA), Butylated hydroxytoluene (BHT), Propyl gallate, dan Nordihydroguaiaretic acid
(NCGA).

2.11 PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN


Wadah yang umum digunakan untuk tempat salep adalah tube baik yang terbuat
dan aluminium/seng maupun plastik, namun masih banyak juga salep dikemas dalam
bentuk kemasan pot salep. Beberapa salep juga dibeni tambahan kemasan dengan alat
bantu khusus bila salep akan digunakan melalui rektum.
Salep biasanya disimpan dalam kondisi suhu kamar (dibawah 30 C), untuk
mencegah agar salep tidak lembek apalagi kalau salep terbuat dari basis yang dapat
mencair pada suhu tinggi dan sedapat mungkin dibawah pemutusan udara (wadah terisi
sampai penuh). Bila mengandung bahan yang peka cahaya maka harus terlindung dan
cahaya.

2.12 EVALUASI
Evaluasi salep biasanya dilakukan dengan melakukan beberapa pengujian berikut
ini:
a. Daya Menyerap Air
Daya menyerap air diukur sebagai bilangan air yang digunakan untuk
mengkarakterisasikan basis absorpsi. Bilangan air dirumuskan sebagai jumlah ar
maksimal (g) yang mampu diikat oleh 100g basis bebas air pada suhu tertentu (umumnya
15-20C) secara terus-menerus dalam jangka waktu terbatas (umumnya 24jam), dimana
air tersebut digabungkan secara manual. Kedua bilangan ukur tersebut dapat dihitunjg
satu ke dalam yang lain melalui persamaan berikut:
BA = 100 . KA 100 KA
KA = 100 . BA 100- BA
b. Kandungan Air
Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk menentukan kandungan air di dalam salep,
yakni sebagai berikut:
1) Penentuan kehilangan akibat pengeringan
Untuk kandungan air, digunakan ukuran kehilangan massa maksimum (%) yang dihitung
pada saat pengeringan pada suhu tertentu (umumnya 100-110C)
2) Cara penyulingan
Prinsip metode ini terletak pada penyulingan menggunakan bahan pelarut menguap yang
tidak dapat bercampur dengan air. Dalam hal ini, digunakan trikloretan, toluen, atau silen
yang disuling sebagai campuran azeotrop dengan air.
3) Cara titrasi menurut Karl Fischer

13
Kandungan air ditentukan berdasarkan atas perubahan belerang oksida dan iod, serta air
dengan adanya piridin dan mentanol, menurut persamaan reaksi berikut:
12 + SO2 + CH3OH + H2O 2HI + CH3HSO4
Adanya pirin akan menangkap asam yang terbentuk dan memungkinkan terjadinya
reaksi secara kuantitatif.. untuk menghitung kandungan air, digunakan formula berikut:
% Air = f. 100 (a - b) P
Keterangan:
f = harga aktif daari larutan standar (mg air/ml)
a = larutan standar yang dibutuhkan (ml)
b = larutan standar yang diperlukan dalam penelitian blanko
(ml)
P = penimbangan zat (mg)

c. Konsistensi
Kosistensi merupakan suatu cara menentukan sifat berulang, misalnya sifat lunak
dari setiap sejenis salep atau mentega, melalui sebuah angka ukur. Untuk memperoleh
konsistensi, dapat dilakukan melalui dua cara yakni metode penetrometer dan metode
penentuan batas mengalir praktis.

d. Penyebaran
Penyebaran saleqp diartikan sebagai kemampuan penyebarannya pada kulit. Adapun
penentuannya dilakukan dengan menggunakan alat bernama entensometer.

e. Termoresistensi
Nilai termoresistensi dihasilkan melalui tes berayun. Nilai ini digunakan untuk
mempertimbangkan daya simpan salep di daerah dengan perubahan iklim (tropen) yang
terjadi secara nyata dan terus-menerus.

f. Ukuran Partikel
Untuk melakukan penelitian orientasi, digunakan grindometer yang banyak dipakai dalam
industri bahan pewarna. Metode ini hanya menghasilkan harga pendekatan, sehingga
tidak sesuai dengan harga yang diperoleh dari cara mikroskopis. Akan tetapi, setelah
dilakukan peneraan yang tepat, metode ini dapat menjadi metode rutin yang baik dan
cepat pelaksanaannya.

CONTOH PEMBUATAN SALEP


Aturan umum :
Zat yang dapat larut dalam dasar salep,
dilarutkan bila perlu dengan pemanasan
rendah
Zat yang tidak cukup larutdalam dasar salep,
lebih dulu disebut dan diayak dengan ayakan
no 100.

14
Zat yang mudah larut dalam air danstabil
serta dasarr salep mampu mendukung/
menyerap air tersebut,dilarutkan didalam air
yagn tersedia, selain itu ditambahkan bagian
dasar salep.
Bila dasar salep dibuat dengan peleburan,
maka campuran tersebuut harus diaduk
sampai dingin.
I. RESEP
R/Salep 24 20
s.u.e
pro : Hartati

II. KELENGKAPAN RESEP


Dr. Ariani
SIP. 921/101/2010
Jalan. Timah. No 70
No. 030 tgl 13/12/2011

R/ Salep 24 20g
m.f. unguentum
s.u,.e
pro : Rina
umur : Dewasa
alamat : Jalan. Tanah abang
Ket :
M.f.unguenta : misce fac unguenta =buat salep
S.u.e : signa usus eksternus
Tanda obat untuk luar
Pro : untuk
No : nomeru (nomor)
R : recipe (ambilah)

III. Uraian Bahan

15
1. SALEP 24 (FN. HAL 13)
Nama resmi : ACIDI SALICYCILICI. SULFURIS UNGUANTUM
Sinonim : salep asam salisilat. Belerang. Salep 24.
Komposisi : tiap log mengandumg
Acidum salicylicum 200 mg
Sulfur 400 mg
Vaseline alba hingga 10 g
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
Dosis : 3 sampai 4 kali sehari. Dioleskan

2. ACIDUM SALICYLICUM (FI. EDISI III. HAL 56)


Nama resmi : ACIDUM SALICYLICUM
Sinonim : asam salisilat
Rumus molekul : C7H6O3
Pemerian : hablur ringan tidak berwarna atau serbuk warna putih hampir tidak
berbau, rasa agak manis dan tajam.
Kelarutan : larut dalam 550 bagian air, dan dalam 4 bagian etanol (95%)p, mudah
larut dalam klorofom p, dan dalam eter p, larut dalam larutan
ammonium asetat p, dinatrium hydrogen fosfat p, kalium sitrat dan
natrium sitrat.
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik.
K/p : keratolikum yaitu obat yang digunakan pada kulit atau keratin atau
epitel tanduk, menimbulkan dehidrasi atau pelunakan. Mengembang
dan dekswamasi dari lapisan tanduk dan epidermis. Antijamur, yaitu
obat yang digunakan untuk membunuh atau menghilangkan jamur.

3. SULFUR (FI. EDISI III. HAL. 591)


Nama resmi : SULFUR PRAEPITATUM
Sinonim : belerang endap
Pemerian : serbuk lembek, bebas butiran, kuning pucat, atau kuniong kehijauan
pucat.
Kelarutan : praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut karbon disulfide p,
sukar larut dalam minyak zaitun p, sangat sukar larut dalam etanol
(95%) p.
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik.

16
k/p : antiskabies yaitu digunakan untuk mengobati penyakit scabies.

4. VASELINUM ALBA (FI. Edisi III. Hal. 633)


Nama resmi :VASELINUM ALBUM
Sinoni : vaselin putih
Pemeria : masa lunak, lengket, bening, putih, sifat ini tetap setelah zat
dileburkan dan dibiarkan hingga dingin tanpa diaduk.
Kelarutan : praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol 95% P. larut dalam
klorofom P. dalam eter P. dalam eter minyak tanah p. larutan kadang-
kadang berpotensi lemak.
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
Penggunaan : zat tambahan (penambah volume sediaan)

Perhitungan Bahan
Asam salisilat : 200 mg x 20 : 400 mg : 0,4 g
Sulfur : 400 mg x 20 : 800 mg : 0,8 g
Vaseline album : 20 (0,4 + 0,8 ) = 18,8 g

Cara Kerja
o Siapkan alat dan bahan
o Setarakan timbangan
o Timbanglah :
asam salisilat 0,4 g
Sulfur 0,8 g
Vaseline album dikertas perkamen yang telah diolesi paraffin
cair.
o Masukkan asam salisilat kedalam lumpang. Gerus
o Tambahkan sulfur sedikit demi sedikit. Gerus
o Tambahkan Vaseline album sedikit demi sedikit gerus sampai homogeny
o Keluarkan dari lumpang . masukkan kedalam wadah.
o Beri etiket biru

17
18
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan
sebagai obat luar.
Baik dalam ukuran kecil maupun besar, salep dibuat dengan 2 metode umum
yaitu:
1. Metode pencampuranlincorporation
2. Metode peleburan
Untuk menjaga stabilitas bahan berkhasiat pada penyimpanan perlu
diperhatikan antara lain temperatur penyimpanan, kontaminasi dengan
mikroorganisme dan pengotor, kemungkinan hilangnya komponen yang mudah
menguap, atau faktor sifat bahan kemasan seperti adsorpsi sediaan oleh wadah.

19
DAFTAR PUSTAKA

Anonim .1979 . Farmakope Indonesia


Ed . III . Depkes RI : Jakarta
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia
edisi IV, Depkes RI: Jakarta
Anief, M. 1990. Ilmu Meracik Obat.
Gajah Mada University Press :
Yogyakarta.
Anief. Farmasetika Gajah Mada
University Press: Yogyakarta.
Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk
Sediaan Farmasi. Ed 4. Universitas
Indonesia Press: Jakarta.
Widodo, Hendra. 2013.Ilmu Meracik Obat
untuk Apoteker. Yogyakarta.
Lukas, Stefanus. 2011. Formulasi Steril;
Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi.
Vogit, R. 2006. Buku Pelajaran Teknologi
Farmasi. Yogyakarta; Gadja Mada
University Press.
https://www.scribd.com/doc/267009228-
Salep
http://tantri-
sugianto.blogspot.co.id/2012/02/un
guenta-salep.html

20

Anda mungkin juga menyukai