UNGUENTA
Disusun Oleh :
FAKULTAS FARMASI
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
tentang “Unguenta” ini dengan tepat waktunya.Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Farmasetika dasar.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak adanya kekurangan dan masih
jauh dari kesempurnaan.Penulis juga memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini
terdapat kesalahan pengetikan dan kekeliruan sehingga membingungkan pembaca dalam
memahami maksud penulis. Oleh karena itu penulis berharap akan kritik dan saran yang
sifatnya membangun dari segenap pembaca guna sempurnanya makalah ini.
Demikianlah, semoga makalah yang telah dibuat ini dapat bermanfaat bagi saya
khususnya dan bagi pembaca umumnya.Terimakasih.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………… i
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………….1
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………..5
A. Penggolongan salep………………………………………………………………..5
B. Dasar salep…………………………………………………………………………7
F. Penggunaan salep………………………………………………………………….12
H. Pengujian salep…………………………………………………………………….14
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………...19
BAB I
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
A. Penggolongan Salep
Unguenta
Cream
Menurut
Konsistensinya Pasta
Cerata
Salep Epidermic
Menurut Sifat Farmakologi
Penggolongan
atau Theurapeutica dan Salep Endodermic
Salep
berdasarkan Penetrasinya
Salep Diadermic
Menurut
Dasar Salepnya
Salep Hydrophillic
Adalah salep yang mempunyai konsentrasi seperti mentega tidak mencair
pada suhu biasa, tetapi mudah dioleskan tanpa memakai tenaga. (Ilmu
Resep Kelas I Untuk Sekolah Menengah farmasi).
2. Cream
Adalah suatu salep yang banyak mengandung air, mudah diserap dikulit.
Suatu tioe yang dapat di cuci dengan air. (Ilmu Resep Kelas I Untuk
Sekolah Menengah farmasi).
3. Pasta
Adalah suatu salep yang banyak mengandung lebih dari 50% zat padat
(serbuk). Suatu salep tebal merupakan penutup/pelindung bagian kulit yang
diberi. (Ilmu Resep Kelas I Untuk Sekolah Menengah farmasi).
4. Cerata
Adalah suatu salep berlemak yang mengandung persentase tinggi lilin
(waxes), hingga konsentrasi lebih keras. (Ilmu Resep Kelas I Untuk Sekolah
Menengah farmasi).
5. Gelones spumae (Gel)
Adalah suatu salep yang lebih halus. Umumnya cair dan sedikit
mengandung atau tanpa mukosa, sebagai pelicin atau basis, biasanya terdiri
dari campuran sederhana dari minyak dan lemak dengan titik lebur yang
rendah. Washable Jelly mengandung mucilagines, misalnya : gom,
tragacanth, amylum. Contoh : Stareh jellies (10% amylum dengan air
mendidih). (Ilmu Resep Kelas I Untuk Sekolah Menengah Farmasi).
2. Salep Endodermic
Salep dimana bahan obatnya menembus kedalam, tetapi tidak melalui kulit,
terasorbsi sebagian. Untuk melunakkan kulit atau selaput lendir diberi lokal
irisan.Dasar salep yang baik adalah minyak lemak. (Ilmu Resep Kelas I Untuk
Sekolah Menengah farmasi).
3. Salep Diadermic
Salep-salep supaya bahan-bahan obatnya menembus kedalam melalui kulit dan
mencapai efek yang diinginkan. Misalnya pada salep yang mengandung
senyawa mercuri, Yodida, Belladonnae. (Ilmu Resep Kelas I Untuk Sekolah
Menengah Farmasi).
B. Dasar Salep
Salep terdiri dari basis salep yang dapat berupa sistem sederhana atau dari
komposisi yang lebih kompleks bersama bahan aktif atau kombinasi bahan aktif
(Voigt, 1984). Basis salep merupakan bagian terbesar dari bentuk sediaan salep.
Berdasarkan hasil dari berbagai penelitian, ternyata basis salep mempunyai
pengaruh yang besar terhadap efektifitas obat yang dibawanya (Barry, 1983).
Sebaiknya basis salep memiliki daya sebar yang baik dan dapat menjamin
pelepasan bahan obat pada daerah yang diobati, dan tidak menimbulkan rasa
panas, juga tidak ada hambatan pada pernafasan kulit (Voigt, 1984). Formulasi
salep untuk dapat memberikan efek penyembuhan maka obatnya harus lepas
dari basis salep kemudian berpenetrasi kedalam kulit (Aiache, 1982).
Menurut Voigt (1984), syarat dasar salep yang ideal menurut banyak pakar
adalah berdasarkan sifat kimia-fisika, yaitu:
1. Stabilitas yang memuaskan.
2. Tidak tersatukan dengan bahan pembantu yang lain
3. Tidak tersatukan dengan bahan obat yang digunakan
4. Memiliki daya sebar yang baik
5. Menjamin pelepasan obat yang memuaskan
Menurut Ansel (1989), pemilihan basis salep yang dipakai dalam formulasi
sedian salep tergantung factor-faktor berikut :
Pada jenis dasar salep ini, komponen yang berair hanya dapat dicampurkan
dalam jumlah sedikit. Salep ini dimaksudkan untuk memperpanjang kontak bahan
dengan kulit dan bertindak sebagai bahan penutup saja. Dasar hidrokarbon dipakai
terutama untuk emolien dan sukar dicuci. Tidak mengering dan tidak berubah dalam
waktu lama. (Howard Ansel C. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi). Contoh dasar
salep hidrokarbon :
H. Pengujian Salep
Pengujian salep meliputi uji fisik dan kecepatan pelepasan obat dari salep.
a. Uji fisik salep terdiri atas :
1. Viskositas
Viskositas menyatakan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir, makin tinggi
akan semakin besar tegangan
2. Daya melekat
Untuk mengetahui lamanya salep melekat pada kulit
3. Daya menyebar
Untuk mengetahui kelunakan massa salep pada waktu dioleskan pada kulit yang
diobati
4. Daya proteksi
Untuk mengetahui kekuatan salep melindungi kulit dari pengaruh luar pada waktu
pengobatan
b. Uji kecepatan pelepasan obat terdiri atas :
Untuk mengetahui pelepasan obat pada kulit dengan membrane selofan (Voigt, 1984).
Metode pelepasan obat dari basis dapat dilakuakan dengan :
1. Metode in-vitro
Metode in-vitro terdiri dari :
a. Metode pelepasan tanpa batas membrane
b. Metode difusi dengan control membrane, yang terdiri dari :
1) Membrane kulit tiruan
2) Membrane kulit alami
3) Sel difusi
4) Kondusi sel difusi tiruan secara in-vitro
Uji pelarutan in-vitro mengukur laju dan jumlah pelarutan obat dalam suatu media
dengan adanya satu atau lebih bahan tambahan yang terkandung dalam produk obat.
Sifat medium pelarutan juga akan mempengaruhi uji pelarutan. Kelarutan maupun
jumlah obat dalam bentuk sediaan harus dipertimbangkan. Dalam melakukan uji in-vitro
ini perlu diperhatikan beberapa faktor, yaitu :
a) Ukuran dan bentuk wadah yang mempengaruhi laju dan tingkah pelarutan
b) Jumlah pengadukan dan sifat pengadukan
Kenaikan pengadukan dari media pelarut akan menurunkan tebal stagnant
layer mengakibatkan kelarutan obat lebih cepat (Shargel dan Yu,2005).
Pengadukan terlalu lemah ada resiko cuplikan dalam medium tidak homogen
dan pengadukan terlalu kuat menyebabkan turbulensi (Aiache,1982).
c) Suhu
Dalam medium percobaan suhu harus dikendalikan pada keadaan yang konstan
yaitu dilakukan pada suhu 37 oC sesuai dengan suhu tubuh manusia. Adanya
kenaikan suhu selain dapat meningkatkan gradien konsentrasi juga akan
meningkatkan energi kinetik molekul dan meningkatkan tetapan difusi sehingga
akan menaikkan kecepatan disolusi (Shargel dan Yu, 2005).
d) Medium pelarutan
Sifat medium pelarutan akan mempengaruhi uji pelarutan obat. Medium disolusi
hendaknya tidak jenuh dengan obat. Medium yang baik merupakan persoalan
tersendiri dalam penelitian. Dalam uji, biasanya digunakan suatu media yang
lebih besar daripada jumlah pelarut yang diperlukan untuk melarutkan obat secara
sempurna (Shargel dan Yu, 2005).
2. Metode in-vivo
a. Penelitian respon fisiologis dan farmakologi pada hewan uji
b. Sifat fisika kulit
c. Metode histology
d. Analisis pada cairan badan atau jaringan
e. Kehilangan permukaan (Barry, 1983)
I. Proses Absorpsi Salep
Setelah dioleskan ke permukaan kulit salep akan berasorpsi melalui beberapa fase, yakni:
a. Lag Phase
Periode ini merupakan saaat sediaan dioleskan dan belum melewati stratum korneum.
Sehingga pada saat ini belum ditemukan bahan aktif obat dalam pembuluh darah.
b. Rising Phase
Fase ini dimulai saat sebagian sediaan menembus stratum korneum, kemudia
memasuki kapiler dermis, sehingga dapat ditemukan dalam pembuluh darah.
c. Falling Phase
Fase ini merupakan fase pelepasan bahan aktif obat dari permukaan kulit dan dapat
dibawa ke kapiler dermis.
BAB III
EVALUASI
1. Salep merupakan salah satu contoh obat yang pemakaiannya secara transdermal atau
2. Salep dapat mengandung obat atau tidak mengandung obat, yang disebut terakhir
biasanya dikatakan sebagai “dasar salep” (basis ointment) dan digunakan sebagai
pembawa dalam penyiapan salep yang mengandung obat. (Howard C.Ansel, Pengantar
Prinsip absorpsi obat atau zat melalui kulit adalah difusi pasif , oleh karena itu
Difusi pasif adalah proses dimana suatu substansi bergerak dari daerah suatu
sistem pada daerah lain dan terjadi penurunan kadar gradien diikutu bergeraknya
4 . Tes Homogenitas
Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, harus
menunjukkan susunan yang homogen. (Ilmu Resep Kelas I untuk Sekolah Menengah
Farmasi).
Berdasarkan informasi yang penulis peroleh dari seorang teman, yaitu Susandika
Cahyono, sterilisasi salep mata pada pabrik yaitu pembuatan salep dilakukan dengan cara
biasa (dicampurkan secara homogen) dan dimasukkan ke dalam tube dengan cara biasa
pula. Setelah menjadi satu kemasan yang utuh , kemudian disinari dengan sinar ozon.
Tetapi berdasarkan yang penulis peroleh ketika duduk di bangku SMF pembuatan
salep mata dilakukan dengan cara diserkai panas, yaitu semua bahan ditimbang dalam
cawan penguap yang telah dilapisi dengan kertas penyaring, kemudian dileburkan di atas
penangas air. Setelah lebur, diangkat dan serkai. Kertas saring di sini berfungsi untuk
menyaring kotoran yang ada dalam bahan salep. Namun cara ini hanya dapat menyaring
kotoran yang mempunyai partikel padat dan kasat mata, sedangkan virus dan mikroba
yang tak dapat dilihat dengan mata telanjang tidak dapat disaring.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel C, Howard. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: Universitas Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta.
________. 1994. Ilmu Resep Kelas I untuk Sekolah Menengah Farmasi. Jakarta.