Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH FARMASETIKA DASAR

UNGUENTA

Disusun Oleh :

Monaliza Stefiani 16334004

M Ghani Setiawan 16334015

Ayu Shandra 16334088

FAKULTAS FARMASI

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
tentang “Unguenta” ini dengan tepat waktunya.Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Farmasetika dasar.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak adanya kekurangan dan masih
jauh dari kesempurnaan.Penulis juga memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini
terdapat kesalahan pengetikan dan kekeliruan sehingga membingungkan pembaca dalam
memahami maksud penulis. Oleh karena itu penulis berharap akan kritik dan saran yang
sifatnya membangun dari segenap pembaca guna sempurnanya makalah ini.

Demikianlah, semoga makalah yang telah dibuat ini dapat bermanfaat bagi saya
khususnya dan bagi pembaca umumnya.Terimakasih.

Jakarta, Desember 2017

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………… i

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………...ii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………….1

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………..5

A. Penggolongan salep………………………………………………………………..5

B. Dasar salep…………………………………………………………………………7

C. Kualitas dasar salep………………………………………………………………11

D. Metode pembuatan salep…………………………………………………………11

E. Peraturan pembuatan salep……………………………………………………….12

F. Penggunaan salep………………………………………………………………….12

G. Factor yang berpengaruh pada pelepasan obat dari salep…………………………13

H. Pengujian salep…………………………………………………………………….14

I. Proses absorpsi salep………………………………………………………………15

BAB III EVALUASI ……………………………………………………………………...17

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………...19
BAB I

PENDAHULUAN

A. Definisi Unguenta (Salep)


a. Menurut Farmokope Indonesia Ed. III
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai
obat luar.
b. Menurut Farmakope Indonesia Ed. IV
Salep adalah sediaan setengah padat yang ditujukan untuk pemakaian topikal pada
kulit atau selaput lendir.
B. Latar Belakang
Salep merupakan salah satu bentuk sediaan farmasi yang digunakan pada
kulit, yang sakit atau terluka dimaksudkan untuk pemakaian topikal. Salep
digunakan untuk mengobati penyakit kulit yang akut atau kronis, sehingga
diharapkan adanya penetrasi kedalam lapisan kulit agar dapat memberikan efek
yang diinginkan. Salep dapat diartikan sebagai sediaan setengah padat ditujukan
untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir . Bahan obatnya larut atau
terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok . Salep tidak boleh berbau
tengik. Kecuali dinyatakan lain kadar bahan obat dalam salep yang mengandung
obat keras atau narkotik adalah 10 %.
Sediaan salep harus memiliki kualitas yang baik yaitu stabil, tidak
terpengaruh oleh suhu dan kelembaban kamar, dan semua zat yang dalam salep
harus halus. oleh karena itu pada saat pembuatan salep terkadang mangalami
banyak masalah, saleb yang harus digerus dengan homogen, agar semua zat
aktifnya dapat masuk ke pori-pori kulit dan diserab oleh kulit. Pelepasan obat dari
basisnya merupakan faktor penting dalam keberhasilan terapi dengan menggunakan
sediaan salep. Pelepasan obat dari sediaan salep sangat dipengaruhi oleh sifat kimia
fisika obat seperti kelarutan, ukuran partikel dan kekuatan ikatan antara zat aktif
dengan pembawanya serta untuk basis yang berbeda faktor-faktor diatas
mempunyai nilai yang berbeda.
Pemilihan formulasi sangat menentukan tercapainya tujuan pengobatan oleh
sebab itu dalam membuat suatu sediaan yang sangat perlu diperhatikan adalah
pemilihan formulasi.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Penggolongan Salep

Unguenta

Cream
Menurut
Konsistensinya Pasta

Cerata

Galones Spumae (Jelly)

Salep Epidermic
Menurut Sifat Farmakologi
Penggolongan
atau Theurapeutica dan Salep Endodermic
Salep
berdasarkan Penetrasinya
Salep Diadermic

Skema penggolongan salep


Salep Hydropobic
a. Menurut konsistensinya salep dibagi menjadi :
1. Unguenta

Menurut

Dasar Salepnya
Salep Hydrophillic
Adalah salep yang mempunyai konsentrasi seperti mentega tidak mencair
pada suhu biasa, tetapi mudah dioleskan tanpa memakai tenaga. (Ilmu
Resep Kelas I Untuk Sekolah Menengah farmasi).
2. Cream
Adalah suatu salep yang banyak mengandung air, mudah diserap dikulit.
Suatu tioe yang dapat di cuci dengan air. (Ilmu Resep Kelas I Untuk
Sekolah Menengah farmasi).
3. Pasta
Adalah suatu salep yang banyak mengandung lebih dari 50% zat padat
(serbuk). Suatu salep tebal merupakan penutup/pelindung bagian kulit yang
diberi. (Ilmu Resep Kelas I Untuk Sekolah Menengah farmasi).
4. Cerata
Adalah suatu salep berlemak yang mengandung persentase tinggi lilin
(waxes), hingga konsentrasi lebih keras. (Ilmu Resep Kelas I Untuk Sekolah
Menengah farmasi).
5. Gelones spumae (Gel)
Adalah suatu salep yang lebih halus. Umumnya cair dan sedikit
mengandung atau tanpa mukosa, sebagai pelicin atau basis, biasanya terdiri
dari campuran sederhana dari minyak dan lemak dengan titik lebur yang
rendah. Washable Jelly mengandung mucilagines, misalnya : gom,
tragacanth, amylum. Contoh : Stareh jellies (10% amylum dengan air
mendidih). (Ilmu Resep Kelas I Untuk Sekolah Menengah Farmasi).

b. Menurut sifat Farmakologi/Therapeutica dan berdasarkan penetrasinya salep dapat


dibagi dalam :

1. Salep Epidermic (Epidermic ointment ; Salep penutup)


Melindungi kulit dan menghasilkan efek lokal. Tidak diabsorbsi ; kadang-
kadang ditambahkan antiseptica, astringen, merendahkan rangsangan. Dasar
salep yang terbaik adalah senyawa hidrokarbon (vaselin). (Ilmu Resep Kelas I
Untuk Sekolah Menengah farmasi).

2. Salep Endodermic
Salep dimana bahan obatnya menembus kedalam, tetapi tidak melalui kulit,
terasorbsi sebagian. Untuk melunakkan kulit atau selaput lendir diberi lokal
irisan.Dasar salep yang baik adalah minyak lemak. (Ilmu Resep Kelas I Untuk
Sekolah Menengah farmasi).
3. Salep Diadermic
Salep-salep supaya bahan-bahan obatnya menembus kedalam melalui kulit dan
mencapai efek yang diinginkan. Misalnya pada salep yang mengandung
senyawa mercuri, Yodida, Belladonnae. (Ilmu Resep Kelas I Untuk Sekolah
Menengah Farmasi).

c. Menurut dasar salepnya make salep dapat dibagi menjadi


1. Salep Hydrophobic
Salep-salep dengan bahan dasar berlemak (greasy bases) Misalnya : campuran
dari lemak-lemak, minyak lemak, dan malam tak tercuci dengan air. (Ilmu
Resep Kelas I Untuk Sekolah Menengah farmasi).
2. Salep Hydophillic
Salep yang kuat menarik air biasanya dasar salep type O/W atau seperti dasar
salep Hydrophobic tetapi konsentrasinya lebih lembek kemungkinan juga
dengan type O/W antara lain, campur sterol-sterol dan petrolatum. (Ilmu Resep
Kelas I Untuk Sekolah Menengah farmasi).

B. Dasar Salep
Salep terdiri dari basis salep yang dapat berupa sistem sederhana atau dari
komposisi yang lebih kompleks bersama bahan aktif atau kombinasi bahan aktif
(Voigt, 1984). Basis salep merupakan bagian terbesar dari bentuk sediaan salep.
Berdasarkan hasil dari berbagai penelitian, ternyata basis salep mempunyai
pengaruh yang besar terhadap efektifitas obat yang dibawanya (Barry, 1983).
Sebaiknya basis salep memiliki daya sebar yang baik dan dapat menjamin
pelepasan bahan obat pada daerah yang diobati, dan tidak menimbulkan rasa
panas, juga tidak ada hambatan pada pernafasan kulit (Voigt, 1984). Formulasi
salep untuk dapat memberikan efek penyembuhan maka obatnya harus lepas
dari basis salep kemudian berpenetrasi kedalam kulit (Aiache, 1982).
Menurut Voigt (1984), syarat dasar salep yang ideal menurut banyak pakar
adalah berdasarkan sifat kimia-fisika, yaitu:
1. Stabilitas yang memuaskan.
2. Tidak tersatukan dengan bahan pembantu yang lain
3. Tidak tersatukan dengan bahan obat yang digunakan
4. Memiliki daya sebar yang baik
5. Menjamin pelepasan obat yang memuaskan
Menurut Ansel (1989), pemilihan basis salep yang dipakai dalam formulasi
sedian salep tergantung factor-faktor berikut :

1. Laju pelepasan yang diinginkan bahan obat dari basis salep


2. Keinginan peningkatan absorpsi obat dari basis salep
3. Kelayakan melindungi lembab dari kulit oleh basis salep
4. Kekentalan atau viskositas dari basis salep

Berdasarkan komposisinya, dasar salep dapat digolongkan sebagai berikut :

a. Dasar Salep Hidrokarbon

Pada jenis dasar salep ini, komponen yang berair hanya dapat dicampurkan
dalam jumlah sedikit. Salep ini dimaksudkan untuk memperpanjang kontak bahan
dengan kulit dan bertindak sebagai bahan penutup saja. Dasar hidrokarbon dipakai
terutama untuk emolien dan sukar dicuci. Tidak mengering dan tidak berubah dalam
waktu lama. (Howard Ansel C. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi). Contoh dasar
salep hidrokarbon :

 Vaselin Kuning / Flavum (Petrolatum)


Merupakan campuran dari hidrokarbon setengah padat yang diperoleh dari
minyak bumi. (Howard Ansel C. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi).
 Vaselin Putih / Album (White Petrolatum)
Merupakan vaselin kuning yang dicampurkan dipucatkan dengan asam sulfat,
maka tidak boleh digunakan untuk mata. (Howard Ansel C. Pengantar Bentuk
Sediaan Farmasi).
 Salep kuning (Yellow Ointment)
Merupakan campuran dari 5 bagian Cera Flava dengan 95 bagian Petrolatum /
Vaselin Flavum. (Howard Ansel C. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi).
 Salep Putih (White Petrolatum)
Merupakan campuran dari 5% Cera Album dengan Vaselin Putih / Petrolatum
Putih. (Howard Ansel C. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi).
 Parafin Liquidum dan Parafin Solidum
Parafin Liquidum / Parafin cair merupakan obat dalam untuk laksam. Ada 2
macam kualitas, yaitu :
1. Viscositasnya ringan digunakan untuk membuat vanishing cream.
2. Viscositasnya berat digunakan untuk membuat cold cream.
 Minyak Mineral
Merupakan campuran dari hidrokarbon cair yang dihasilkan dari minyak bumi.
Berguna dalam menggerus bahan yang tidak larut pada preparat salep dengan
dasar lemak. (Arief, Farmacetica)

b. Dasar Salep Serap


Dasar salep serap dibedakan dalam 2 kelompok, yaitu :
1. Dasar salep yang dapat bercampur dengan air, membentuk emulsi air dalam
minyak (W/O). Contoh : Parafin Hidrofilik dan Lanolin Anhidrida.
2. Emulsi air dalam minyak (W/O) yang dapat bercampur dengan sejumlah larutan air
tambahan. Contoh : Lanolin dan Cold Cream(Howard Ansel C. Pengantar Bentuk
Sediaan Farmasi).

c. Dasar Salep yang Dapat Dibersihkan dengan Air


Merupakan emulsi minyak dalam air (O/W) yang mudah dibersihkan dengan air,
biasa disebut sebagai cream, sering digunakan untuk dasar kosmetik. Keuntungan
dasar salep yang dapat dibersihkan dengan air adalah :
1. Bahan obat menjadi lebih efektif menggunakan dasar salep ini dari pada
menggunakan dasar salep hidrokarbon.
2. Dapat diencerkan dengan air dan mudah menyerap cairan yang terjadi pada
kelainan dermatologik. (Howard Ansel C. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi).

d. Dasar Salep Larut dalam Air


Dasar salep larut dalam air disebut juga sebagai dasar salep berlemak. Dasar salep
ini hanya mengandung komponen yang larut dalam air yang disebut greaseless karena
tidak mengandung bahan berlemak larutan air tidak efektif dicampurkan kedalam
bahan dasar ini karena mudah melunak dengan penambahan air. (Howard Ansel C.
Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi).

C. Kualitas Dasar Salep


Kualitas dasar salep yang baik adalah
1. Stabil, yaitu selama masih digunakan untuk mengobati maka salep harus bebas dari
inkompabilitas, tidak terpengaruh oleh suhu dan kelembapan kamar. (Ilmu Resep Kelas I
Untuk Sekolah Menengah Farmasi).
2. Lunak, yaitu semua zat yang ada dalam salep harus dalam keadaan halus seluruh
produk harus lunak dan homogen. (Ilmu Resep Kelas I Untuk Sekolah Menengah
Farmasi).
3. Mudah dipakai, umunya salep emulsi yang paling mudah dipakai dan mudah
dihilangkan dari kulit. (Ilmu Resep Kelas I Untuk Sekolah Menengah Farmasi).
4. Dasar salep yang cocok, yaitu dasar salep harus kompatibel secara fisika dan kimia
dengan obat yang dikandungnya. Dasar salep tidak boleh merusak atau menghambat
aksi terapi dari obat yang mampu melepaskan obatnya pada daerah yang diobati. (Ilmu
Resep Kelas I Untuk Sekolah Menengah Farmasi).
5. Dapat terdistribusi merata, yaitu obat harus terdistribusi merata pada dasar salep padat
atau cair pada pengobatan. (Ilmu Resep Kelas I Untuk Sekolah Menengah Farmasi).

D. Metode Pembuatan Salep


Menurut Ansel (1989), salep dibuat dengan dua metode umum, yaitu : metode
pencampuran dan metode peleburan. Metode untuk pembuatan tertentu terutama
tergantung pada sifat-sifat bahannya.
1. Pencampuran
Dalam metode pencampuran, komponen dari salep dicampur dengan segala
cara sampai sediaan yang rata tercapai
2. Peleburan
Pada metode peleburan, semua atau beberapa komponen dari salep
dicampurkan dengan cara dilebur bersama-sama dan didinginkan dengan
pengadukan yang konstan sampai mengental.
Komponen-komponen yang tidak dicairkan biasanya ditambhakan pada
cairan yang sedang mengental setelah didinginkan
Bahan yang mudah menguap ditambahkan terakhir bila temperature dari
campuran telah cukup rendah tidak menyebabkan penguraian atau penguapan
dari komponen.

E. Peraturan-peraturan pembuatan salep


Peraturan-peraturan pembuatan salep terdiri dari (Anonim, 1995) :
1. Peraturan salep pertama
Zat-zat yang dapat larut dalam campuran-campuran lemak, dilarutkan kedalamnya
jika perlu dengan pemanasan
2. Peraturan salep kedua
Bahan-bahan yang dapat larut dalam air. Jika tidak ada peraturan lain, dilarutkan
terlebih dulu kedalam air, diharapkan jumlah air yang digunakan dapat diserap
seluruhnya oleh basis salep, jumlah air yang dipakai dikurangi dari basis
3. Peraturan salep ketiga
Bahan-bahan yang sukar atau hanya larut sebagian dalam lemak dan air harus
diserbuk lebih dahulu, kemudia diayak dengan ayakan no. B40 (no. 100)
4. Peraturan salep keempat
Salep-salep yang dibuat dengan melelehkan, campurannya harus diaduk sampai
dingin
F. Penggunaan Salep
1. Salep yang digunakan pada kulit
Salep yang digunakan pada kulit memungkinkan kulit untuk mengatur absorpsi obat.
Pada umumnya, menggosokkan atau mengoleskan waktu pemakaian pada kulit akan
meningkatkan jumlah obat yang diabsorpsi dan semakin lama mengoleskan dengan
digosok-gosok semakin banyak pula obat diabsorpsi. (Howard Ansel C. Pengantar
Bentuk Sediaan Farmasi).
2. Salep yang digunakan pada mata
Salep yang digunakan pada mata ditempatkan pada garis tepi kelopak mata. Salep
mata dituntut harus steril atau ekstrim miskin kuman (angka kuman 0) dan tidak
merangsang, memiliki daya lekat yang baik pada mata, daya sebar memuaskan dan
lembut. Salep mata ini diisikan ke dalam tube yang terbuat dari plastik atau timah
dimana sebelumnya telah dibuat steril. Tube-tube ini khas kecil, yang isinya kurang
lebih 3,5 g salep dan dicocokkan dengan ujungnya berliku sempit yang
memungkinkan lompatan segumpal kecil salep(Howard Ansel C. Pengantar Bentuk
Sediaan Farmasi).

G. Faktor-faktor yang berpengaruh pada pelepasan obat dari salep


Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan obat dari salep pada dasarnya
sama dengan faktor-faktor yang mempengaruhi absorbsi pada saluran cerna dengan laju
difusi yang sangat tergantung pada sifat fisika-kimia obat (Idzon dan Lazarus, 1986).
Pelepasan obat dari sediaan salep secara in vitro dapat digambarkan dengan
kecepatan pelarutan obat yang dikandungnya dalam medium tertentu, ini disebabkan
karena kecepatan pelarutan (mass-transfer) merupakan langkah yang menentukan
dalam proses berikutnya. Pada umumnya sediaan obat-obat luar yang berbentuk salep
mengikuti mekanisme difusi pasif. Apabila obat dioleskan secara topical obat berdifusi
secara pasif keluar dari bahan pembawanya. Sehingga difusi berjalan terus-menerus dari
lokasi pemberian ke epidermis dan dermal. (Gordon, 2002)
Faktor yang memengaruhi pelepasan obat tersebut diantaranya adalah :
1. Factor fisika-kimia
2. Kelarutan dari bahan obat (afinitas obat) terhadap bahan pembawa
3. Waktu difusi
4. Jenis basis salep
5. Factor biologis

H. Pengujian Salep
Pengujian salep meliputi uji fisik dan kecepatan pelepasan obat dari salep.
a. Uji fisik salep terdiri atas :
1. Viskositas
Viskositas menyatakan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir, makin tinggi
akan semakin besar tegangan
2. Daya melekat
Untuk mengetahui lamanya salep melekat pada kulit
3. Daya menyebar
Untuk mengetahui kelunakan massa salep pada waktu dioleskan pada kulit yang
diobati
4. Daya proteksi
Untuk mengetahui kekuatan salep melindungi kulit dari pengaruh luar pada waktu
pengobatan
b. Uji kecepatan pelepasan obat terdiri atas :
Untuk mengetahui pelepasan obat pada kulit dengan membrane selofan (Voigt, 1984).
Metode pelepasan obat dari basis dapat dilakuakan dengan :
1. Metode in-vitro
Metode in-vitro terdiri dari :
a. Metode pelepasan tanpa batas membrane
b. Metode difusi dengan control membrane, yang terdiri dari :
1) Membrane kulit tiruan
2) Membrane kulit alami
3) Sel difusi
4) Kondusi sel difusi tiruan secara in-vitro
Uji pelarutan in-vitro mengukur laju dan jumlah pelarutan obat dalam suatu media
dengan adanya satu atau lebih bahan tambahan yang terkandung dalam produk obat.
Sifat medium pelarutan juga akan mempengaruhi uji pelarutan. Kelarutan maupun
jumlah obat dalam bentuk sediaan harus dipertimbangkan. Dalam melakukan uji in-vitro
ini perlu diperhatikan beberapa faktor, yaitu :
a) Ukuran dan bentuk wadah yang mempengaruhi laju dan tingkah pelarutan
b) Jumlah pengadukan dan sifat pengadukan
Kenaikan pengadukan dari media pelarut akan menurunkan tebal stagnant
layer mengakibatkan kelarutan obat lebih cepat (Shargel dan Yu,2005).
Pengadukan terlalu lemah ada resiko cuplikan dalam medium tidak homogen
dan pengadukan terlalu kuat menyebabkan turbulensi (Aiache,1982).
c) Suhu
Dalam medium percobaan suhu harus dikendalikan pada keadaan yang konstan

yaitu dilakukan pada suhu 37 oC sesuai dengan suhu tubuh manusia. Adanya
kenaikan suhu selain dapat meningkatkan gradien konsentrasi juga akan
meningkatkan energi kinetik molekul dan meningkatkan tetapan difusi sehingga
akan menaikkan kecepatan disolusi (Shargel dan Yu, 2005).
d) Medium pelarutan
Sifat medium pelarutan akan mempengaruhi uji pelarutan obat. Medium disolusi
hendaknya tidak jenuh dengan obat. Medium yang baik merupakan persoalan
tersendiri dalam penelitian. Dalam uji, biasanya digunakan suatu media yang
lebih besar daripada jumlah pelarut yang diperlukan untuk melarutkan obat secara
sempurna (Shargel dan Yu, 2005).
2. Metode in-vivo
a. Penelitian respon fisiologis dan farmakologi pada hewan uji
b. Sifat fisika kulit
c. Metode histology
d. Analisis pada cairan badan atau jaringan
e. Kehilangan permukaan (Barry, 1983)
I. Proses Absorpsi Salep
Setelah dioleskan ke permukaan kulit salep akan berasorpsi melalui beberapa fase, yakni:
a. Lag Phase
Periode ini merupakan saaat sediaan dioleskan dan belum melewati stratum korneum.
Sehingga pada saat ini belum ditemukan bahan aktif obat dalam pembuluh darah.
b. Rising Phase
Fase ini dimulai saat sebagian sediaan menembus stratum korneum, kemudia
memasuki kapiler dermis, sehingga dapat ditemukan dalam pembuluh darah.
c. Falling Phase
Fase ini merupakan fase pelepasan bahan aktif obat dari permukaan kulit dan dapat
dibawa ke kapiler dermis.
BAB III
EVALUASI

1. Salep merupakan salah satu contoh obat yang pemakaiannya secara transdermal atau

melalui permukaan kulit.(Howar C.Ansel, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi).

2. Salep dapat mengandung obat atau tidak mengandung obat, yang disebut terakhir

biasanya dikatakan sebagai “dasar salep” (basis ointment) dan digunakan sebagai

pembawa dalam penyiapan salep yang mengandung obat. (Howard C.Ansel, Pengantar

Bentuk Sediaan Farmasi).

3. Absorpsi obat melalui kulit

Prinsip dasar difusi zat melalui membran.

Prinsip absorpsi obat atau zat melalui kulit adalah difusi pasif , oleh karena itu

perlu dipahami mengenai prinsip dasar difusi zat melalui membran.

Difusi pasif adalah proses dimana suatu substansi bergerak dari daerah suatu

sistem pada daerah lain dan terjadi penurunan kadar gradien diikutu bergeraknya

molekul. (Moh.Anief, Formulasi Obat Topikal Dengan Dasar Penyakit Kulit ).

4 . Tes Homogenitas

Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, harus

menunjukkan susunan yang homogen. (Ilmu Resep Kelas I untuk Sekolah Menengah

Farmasi).

5. Sterilisasi Salep Mata

Berdasarkan informasi yang penulis peroleh dari seorang teman, yaitu Susandika

Cahyono, sterilisasi salep mata pada pabrik yaitu pembuatan salep dilakukan dengan cara
biasa (dicampurkan secara homogen) dan dimasukkan ke dalam tube dengan cara biasa

pula. Setelah menjadi satu kemasan yang utuh , kemudian disinari dengan sinar ozon.

Sinar ozon di sini berfungsi untuk menghentikan pertumbuhan mikroba. Dengan

demikian salep mata siap untuk dipasarkan.

Tetapi berdasarkan yang penulis peroleh ketika duduk di bangku SMF pembuatan

salep mata dilakukan dengan cara diserkai panas, yaitu semua bahan ditimbang dalam

cawan penguap yang telah dilapisi dengan kertas penyaring, kemudian dileburkan di atas

penangas air. Setelah lebur, diangkat dan serkai. Kertas saring di sini berfungsi untuk

menyaring kotoran yang ada dalam bahan salep. Namun cara ini hanya dapat menyaring

kotoran yang mempunyai partikel padat dan kasat mata, sedangkan virus dan mikroba

yang tak dapat dilihat dengan mata telanjang tidak dapat disaring.

DAFTAR PUSTAKA
Ansel C, Howard. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: Universitas Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta.

________. 1978. Formularium Nasional. Jakarta.

________. 1994. Ilmu Resep Kelas I untuk Sekolah Menengah Farmasi. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai