Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID DAN LIQUID


SALEP

Disusun oleh :

Ananda Fitria (332198422034)

Ares Fit Diana (332198422021)

Wulan Sucianingrum (332198422037)

Pogram Studi D III Farmasi

STIKES IKIFA

2022-2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya
sehingga kami dapat menyusun makalah ini. Sholawat serta salam semoga tersurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umat islam dari zaman jahiliyah ke zaman yang
penuh dengan pengetahuan. Makalah ini disusun ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Teknologi Semi Solid, serta menambah pengetahuan mengenai rambu- rambu praktikum,
pedoman praktikum, dan tata cara pembuatan dalam praktikum semi solid. Maklah ini tidak
dapat terselesaikan tepat waktu tanpa bantuan dari berbagai pihak.
Kami menyadari jika dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan, kami
mengaharap kritik dan saran sebagai penyempurnaan kedepan agar menjadi lebih baik lagi.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………………………………………………i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………………………………………………...1
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………………………………………..1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………………………………………..2
1.3 Tujuan…………………………………………………………………………………………………………………….2
1.4 Manfaat………………………………………………………………………………………………………………….2
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………………………………………………………..3
2.1 Pengertian Salep…………………………………………………………………………………………………….3
2.2 Persyaratan Salep……………………………………………………………………………………………………3
2.3 Penggolongan Dasar Salep………………………………………………………………………………………3
2.4 Kualitas Dasar Salep………………………………………………………………………………………………..5
2.5 Menurut Teraupetik berdasarkan Penetrasinya……………………………………………………..6
2.6 Komposis dan Sifat Umum Farmasetik…………………………………………………………………….6
2.7 Cara Pembuatan Salep menurut F Van Duin…………………………………………………………….6
2.8 Cara Pembuatan Salep……………………………………………………………………………………………..7
2.9 Jurnal
Penelitian..........................................................................................................10
3.0 Hasil dan Pembahasan................................................................................................11
BAB III PENUTUP………………………………………………………………………………………………………………………14
Kesimpulan…………………………………………………………………………………………………………………..14
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………………………………………….15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Salep merupakan salah satu bentuk sediaan farmasi yang digunakan pada kulit,
yang sakit atau terluka dimaksudkan untuk pemakaian topical. Salep digunakan untuk
mengobati peyakit kulit akut atau kronis, sehingga diharapkan adanya penetrasi
kedalam lapisan kulit adar dapat memberikan efek yang diinginkan. Salep dapat
diartikan sebagai sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topical pada kulit
atau selaput lender. Bahan obatnya larut atau terdispersi homogeny dalam dasar salep
yang cocok. Salep tidak boleh bebau tengik, kecuali dinyatakan lain kadar bahan obat
dalam salep yang mengandung obat keras atau narkotika dalam 10%.

Sediaan salep harus memiliki kualitas yang baik yaitu stabil, tidak terpengaruh
oleh suhu dan kelembapan kamar, dan semua zat yang dalam salep harus halus, oleh
karena itu pada saat pembuatan salep kadang mengalami anyak masalah, salep yang
harus digerus dengan homogeny, agar semua zat aktifnya dapat masuk ke pori-pori kulit
dan diserap oleh kulit.

Pelepasan obat dari basisnya merupakan faktor penting dalam keberhasilan


terapi dengan menggunakan sediaan salep. Pelepasan obat dari sediaan salep sangat
dipengaruhi oleh sifat kimia fisika obat seperti kelarutan, ukuran partikel, dan kekuatan
ikatan antara zat aktif dengan pembawanya, serta untuk basis yang berbeda.

1.2 Rumusan Masalah


Menurut latar belakang diatas, maka dapat diketahui rumusan masalah sebagai
berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan salep?

iv
2. Apa saja persyaratan salep?
3. Apa sajakah penggolongan dasar salep?
4. Bagaimana kualitas dasar salep?
5. Apa saja efek teraupetik salep berdasarkan penetrasinya?

1.3 Tujuan
Berdasarkan perumusan masalah diatas maka dapat diketahui tujuan dari
pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan salep
2. Untuk mengetahui persyaratan salep
3. Untuk mengetahui penggolongan dasar salep
4. Untuk mengetahui sifat farmakologi atau teraupetik dan penetrasinya

1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini adalah agar dapat dimanfaatkan sebaik
mungkin sehingga dapat memenuhi tugas teknologi sediaan semi solid yang diberikan dan
sebagai sarana media pembelajaran serat menambah wawasan pengetahian.

v
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Salep

Menurut Farmakope Edisi IV, salep adalah sediaan setengah padat ditujukan
untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir. Menurut Farmakope Edisi III,
salep merupakan bahan obatnya larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang
cocok. Salep tidak boleh berbau tengik. Kecuali dinyatakan lain kadar bahan obat dalam
salep yang mengandung obat keras atau narkotik adalah 10 %.

2.2 Persyaratan Salep

Persyaratan salep menurut Farmakope edisi III yaitu :

1. Pemerian : tidak boleh berbau tengik


2. Kadar : kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang mengandung obat keras atau
narkotit, kadar bahan obat adalah 10%
3. Dasar salep : kecuali dinyatakan lain, sebagai bahan dasar salep (basis salep)
digunakan vaselin putih (vaselin album). Tergantung dari sifat bahan obat dan
tujuan pemakaian salep.
4. Homogenitas : jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang
cocok, harus menunjukkan susunan yang homogeny.
5. Penandaan : pada etiket harus tertera “obat luar”

2.3 Penggolongan Dasar Salep


 Dasar Salep Hidrokarbon, dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep berlemak,
antara lain vaselin putih dan salep putih. Hanya sejumlah kecil komponen berair
yang dapat dicampurkan kedalamnya. Salep ini dimaksudkan untuk
memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai

vi
pembalut penutup. Dasar salep hidrokarbon digunakan terutama sebagai
emolien, sukar dicuci, tidak mongering dan tidak tampak berubah dalam waktu
lama.
Contoh : Vaselin putih, vaselin kuning, paraffin cair, paraffin padat, minyak nabati

 Dasar Salep Serap Dasar salep serap ini dibagi dalam 2 kelompok. Kelompok
pertama terdiri atas dasar salep yang dapat bercampur dengan air membentuk
emulsi air dalm minyak (paraffin hidrofilik dan lanolin anhidrat), dan kelompok
kedua terdiri atas emulsi air dalam minyak yang dapat bercampur dengan
sejumlah larutan air tambahan (lanolin). Dasar salep ini berfungsi sebagai
emolien

Contoh : adeps lanae, unguentum simplex

 Dasar Salep yang dapat dicuci dengan air. Dasar salep ini adalah emulsi minyak
dalam air, antara lain salep hidrofilik (krim). Dasar salep ini dinyatakan juga
sebagai dapat dicuci dengan air, karena mudah dicuci dari kulit atau dilap basah

vii
sehingga lebih dapat diterima untuk dasar kosmetika. Beberapa bahan obat
dapat menjadi lebih efektif menggunakan dasar salep ini dari pada dasar salep
hidrokarbon. Keuntungan lain dari dasar salep ini adalah dapat diencerkan
dengan air dan mudah menyerap cairan yang terjadi pada kelainan
dermatologik. Contoh: Dasar salep emulsi tipe m/a (seperti vanishing cream),
emulsifying wax

 Dasar Salep Larut Dalam Air, kelompok ini disebut juga dasar salep tak berlemak
dan terdiri dari konstituen larut air. Dasar selep jenis ini memberkan banyak
kenuntungan seperti dasar salep yang dapat di cuci dengan air dan tidak
mengandung bahan tak larut dalam air, seperti paraffin, lanolin anhidrat, atau
malam. Dasar salep ini lebih tepat disebut gel.

2.4 Kualitas Dasar Salep

1. Stabil, selama dipakai harus bebas dari inkompatibilitas, tidak terpengaruh oleh
suhu dan kelembaban kamar

2. Lunak, semua zat yang ada dalam salep harus dalam keadaan halus, dan seluruh
produk harus lunak dan homogeny

3. Mudah dipakai

4. Dasar salep yang cocok

5. Dapat terdistribusi merata

viii
2.5 Menurut Teraupetik berdasarkan Penetrasinya
 Salep epidermik ditujuka semata-mata untuk aksi pada permukaan dan bereaksi
sebagai pelindung antuseptik, astringen, caunter iritan, dan parasitis. Secara
umum basis yang digunakan adalah petrolatum
 Salep endodermik ditujukan untuk melepaskan bahan obat yang berpenetrasi
kedalam tapi tidak melalui kulit. Salep endodermik diabserpsi sebagian dan
berekasi sebagai emolien, stimulant, dan iritan lokal. Basis salep yang paling baik
digaunakan adalah minyak nabati dan lemak alami.
 Salep diadermik ditujukan untukn melepaskan obat yang menebus melalui kulit
dan menghasilkan efek dasar. Basis diadermik yang paling baik digunakan adalah
lanolin anhidrat, lanolin hidrat dan minyak teobroma.

2.6 Komposisi dan Sifat Umum Farmasetik


 Salep hidrofobik merupakan salep dengan basis berminyak. Mengandung
campuran lemak-lemak, minyak dan lilin dapat dicuci dengan air
 Salep hidrofilik merupakan salep dengan sifat mempunyai jumlah air yang agak
banyak dengan konsistensi ringan daripada salep hidrofobik. Salep ini dapat juga
menjadi air dalam minyak, campuran yang mengandung sterol dari petrolatum. Emulsi
m/a lebih mudah dibersihkan dari kulit dengan air.

2.7 Cara Pembuatan Salep Menurut F. Van Duin


Ada dua cara yaitu pencampuran dan pelelehan

Aturan umum salep :

1. Zat yang dapat larut dalam dasar salep dilarutkan didalamnya, bila perlu dengan
pemanasan rendah
2. Zat yang mudah larut dalam air dan stabil, serta dasar salep mampu mendukung
atau menyerap air tersebut, dilarutkan dulu dalam air yang tersedia, setelah itu
ditambahkan bagian dasar salep yang lain
3. Zat yang tidak cukup larut dalam dasar salep, lebih dahulu diserbuk dan diayak
dengan derajat ayakan no 100
4. Bila dasar salep dibuat dengan peleburan, maka campuran tersebut harus diaduk
sampai dingin

Cara peleburan atau pelelehan


Biasanya tidak hanya satu macam basis, campuran basis salep dilelehkan bersama-
sama, didinginkan, diaduk sampai membeku.
Hal yang perlu diperhatikan :
1. Perbedaan titik lebur basis yang besar

ix
Basis dengan TL tinggi dilelehkan terlebih dahulu, kmudian basis dengan TL
rendah ditambahkan kedalam lelehan tersebut  jika bersama-sama  larut
2. Basis bertipe emulsi
pelelehan, kemudian proses emulsifikasi
3. Basis tidak campur dengan air
dilelehkan bersama-sama diatas penangas air (70-75⁰C).
4. Basis larut dalam air
larutkan dulu dalam air yang terdapat dalam resep, kemudian panaskan 70-75⁰C.
bahan lainnya dicampur tersendiri. Kemudian bahan lain dimasukkan kedalam
lelehan, suhu dipertahankan 5-10⁰C, didingikan sambil diaduk terus.

2.8 Cara Pembuatan salep ditinjau dari zat berkhasiat utamanya


a. Zat padat dan larut dalam dasar salep

Campora

 Dilarutkan dalam dasar salep yang sudah dicairkan didalam pot salep
tertutup
 Jika dalam resepnya terdapat minyak lemak (ol. Sesame), campora
dilarutkan lebih dahulu dalm minyak tersebut
 Jika dalam resep terdapat salol, menthol, atau zat lain yang dapat mencair
jika dicampur (karena enurunan titik eutektik) , campora dicampurkan
supaya mencair, baru ditambahkan dasar salepnya
 Jika campora itu berupa zat tunggal, campora ditetesi lebih dahulu dengan
eter atau alcohol 95%, kemudian digerus dengan dasar salepnya

Pellidol

 Larut 3% dalam dasar sale, pellidol dilarutkan Bersama- sama dengan dasar
salepnya yang dicairkan (jika dasar salep disaring tetapi jangan lupa harus
ditambahkan pada penimbangannya sebanyak 20%)
 Jika pollidol yang ditambahkan melebih daya larutnya, maka digerus dengan
dasar salep yang mudah dicairkan

Iodum

 Jika kelarutannya tidak dilampaui, kerjakan seperti campor


 Larutkan dalam larutan pekat KI atau Nal (seperti unguentum iodii dari Ph.
Belanda V)
 Ditetesi dengan etanol 95% sapai larut, baru ditambahkan dasar salepnya

b. Zat padat larut dalam air

x
Protargol

 Taburkan diatas air, diamkan ditempat gelap selama ¼ jam sampai larut
 Jika dalam resep terdapat gliserin, tambahkan gliserin tersebut, baru
ditambahkan airnya dan tidak perlu ditnggu ¼ jam lagi karena dengan adanya
gliserin, protargol atau mudah larut

Colargol

 Dikerjakan seperti protargol

Argentum nitrat (AgNO3)

 Walaupun larut dalam air, zat ini tidak boleh dilarutkan dalam airkarena akan
meninggalkan bekas noda hitam pada kulit yangdisebabkan oleh terbentuknya
Ag2 O, kecuali pada resep obat wasir.

Fenol/fenol

 Sebenarnya fenol mudah larut dalam air, tetapi dalam salep tidakdilarutkan
karena akan menimbulkan rangsangan atau mengiritasikulit dan juga tidak
boleh diganti dengan Phenol liquifactum(campuran fenol dan air 77-81,5% FI
ed.III).Bahan obat yang larut dalam air tetapi tidak boleh dilarutkan dalam
air,yaitu :
 Argentum nitrat : stibii et kalii tartras
 Fenol : oleum iocoris aselli
 Hydrargyri bichloridum : zink sulfat
 Chrysarobin : antibiotik (misalnya penicilin)
 Pirogalol : chloretum auripo natrico.

c. Zat padat tidak larut dalam air

Umumnya dibuat serbuk halus dahulu, misalnya :

 Belerang (tidak boleh diayak)


 Ac. Boricum (diambil bentuk yang pulveratum)
 Oxydum zincicum (diayak dengan ayakan No. 100/B40)

d. Zat Berkhasiat Berupa cairan

 Air
Terjadi reaksi, Contohnya, jika aqua calcis bercampur dengan minyaklemak
akan terjadi penyabunan sehingga cara penggunaannya adalahdengan
diteteskan sedikit demi sedikit kemudian dikocok dalam sebuah botol
bersama dengan minyak lemak, baru dicampur dengan bahan lainnya.

xi
 Tak terjadi reaksi Jumlah sedikit : teteskan terakhir sedikit demi sedikitJumlah
banyak : diuapkan atau diambil bahan berkhasiatnya saja dan berat airnya
diganti dengan dasar salepnya

Spiritus/etanol/alcohol

 Jumlah sedikit : teteskan terakhir sedikit demi sedikit


 Jumlah banyak :
 I.Tahan panas : Tinct. Ratanhiae, panaskan diatas tangas airsampai sekental
sirop atau sepertiga bagian.
 II.Tak tahan panas :- Diketahui pembandingnya, maka diambil bagian-
bagiannyasaja, misalnya tinct. Iodii- Tak diketahui pembandingnya, teteskan
terakhir sedikit demisedikit- Jika dasar salep lebih dari 1 macam, harus
diperhitungkanmenurut perbandingan dasar salepnya.

Cairan kental

 Umumnya dimasukan sedikit demi sedikit.Contohnya : gliserin, pix lithantratis,


pix liquida, balsem peruvianum, ichtyol, kreosot.

e. Zat Berkhasiat berupa ekstrak/extractum


 Extractum sicccum /kering, umumnya larut dalam air, maka dilarutkan dalam
air, dan berat air dapatdikurangkan dari dasar salepnya
 Extractum spissum/kental, diencerkan dahulu dengan air atau etanol
 Extractum liquidum, dikerjakan seperti pada cairan dengan alcohol yang tahan
panas

f. Bahan-bahan lain

 Hydrargyrum
Gerus dengan adeps lanae dalam lumpang dingin, sampai halus (<20µg)atau
gunakan resep standar, misalnya : Unguentum Hydrargyri (Ph.BelandaV) yang
mengandung 30% dan Unguentum Hydrargyri Fortio (C.M.N)mengandung
50%
 Naphtolum
Dapat larut dalam sapo kalicus, larutkan dalam sapo tersebut. Jika tidak
adasapo, dikerjakan seperti Camphorae. Mempunyai D.M/T.M untuk obat
luar.
 Bentonit
Serbuk halus yang dengan air akan membentuk massa seperti salep.

g. Bahan yang ditambahkan terakhir pada suatu massa salep :

 Ichtyol

xii
Jika ditambahkan pada massa salep yang masih panas atau digerus
terlalulama, akan terjadi pemisahan.
 Balsem-balsem dan minyak yang mudah menguap.
Balsem merupakan campuarn damar dan minyak mudah menguap ;
jikadigerus terlalu lama, damarnya akan keluar.
 Air
Ditambahkan terakhir karena berfungsi sebagai pendingin; disamping
itu,untuk mencegah permukaan mortir menjadi licin.
 Gliserin
Harus ditambahkan ke dalam dasar salep yang dingin, karena tidak bisa
bercampur dengan bahan dasar salep yang sedang mencair dan
harusditambahkan sedikit demi sedikit karena tidak mudah diserap oleh dasar
salep.
 Marmer album
Dimasukkan terakhir karena dibutuhkan dalam bentuk kasar, yang
akanmemberikan pengaruh percobaan pada kulit.

2.9 Jurnal Penelitian


Pembuatan salep jerawat dari ekstra rimpang temulawak
Temulawak merupakan salah satu tanaman berkhasiat untuk mengobati jerawat. Salah
satu faktor timbulnya jerawat adalah produksi minyak berlebih pada kulit wajah. Oleh karena itu
dibutuhkan sediaan yang tidak mengandung bahan dasar yang berlemak yang dapat memicu
produksi minyak berlebih pada wajah. Sediaan salep merupakan bentuk sediaan yang memiliki
konsistensi yang cocok digunakan untuk terapi kulit yang disebabkan oleh bakteri. Sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah rimpang temulawak yang dibuat menjadi ekstrak kental
menggunakan teknik maserasi. Salep ini menggunakan basis PEG yang dapat melepaskan zat
aktif dengan baik dibandingkan dengan basis yg larut minyakminyak, selain itu basis ini juga
cocok untuk kulit berjerawat karena tidak mengandung minyak.

Rancangan formula :

Ekstrak rimpang temulawak 7,6%


PEG 4000 36.89%
PEG 400 55,33%
Nipagin 0,18%
Ol. Citri qs

Ekstrak rimpang temulawak dibuat dengan cara metode maserasi dengan etanol
95%.Salep ini dibuat dengan cara larutkan nipagin dengan PEG 400 kemudian lebur PEG 4000
dengan nipagin diatas tangas air aduk sampai dingin. Campurkan ekstra rimpang temulawak
kedalam basis tersebut lalu diaduk sampai homogen. Kemudian setelah homogen tambahkan ol.
Citri sedikit demi sedikit kedalam campuran tersebut.

xiii
3.0 Hasil Dan Pembahasan
Penelitian ini dilakukan untuk membuat suatu sediaan anti jerawat, bahan aktif
yang dipilih adalah rimpang temulawak. Rimpang temulawak sebagai bahan aktif dibuat
ekstrak dengan menggunakan metode maserasi. Basis salep yang digunakan dalam
penelitian ini adalah basis salep larut air yaitu campuran 40% PEG 4000 dan 60% PEG
400. Basis salep tersebut dipilih karena tidak mengandung bahan berlemak, sehingga
baik untuk sediaan anti jerawat. Bahan berlemak dapat memicu produksi minyak
berlebih pada wajah sehingga dapat menyebabkan timbulnya jerawat. Selain itu,
digunakan nipagin sebagai pengawet untuk menjaga ketahanan sediaan.

Oleum citri juga ditambahkan untuk memperbaiki bau dari salep ekstrak rimpang
temulawak. Penambahan parfum dalam sediaan anti jerawat akan menimbulkan iritasi
kulit, maka oleum citri dipilih untuk memperbaiki bau dari salep ekstrak rimpang
temulawak, karena selain tidak mengiritasi kulit oleum citri juga berkhasiat untuk
jerawat.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil sediaan salep
anti jerawat dari ekstrak rimpang temulawak yang memiliki konsistensi baik. Secara
organoleptis terlihat bentuk sediaan setengah padat. Warna sediaan kuning kecoklatan
karena warna alami dari rimpang temulawak, sedangkan bau sediaan berbau khas
temulawak. Hasil uji homogenitas menunjukkan susunan yang homogen karena pada
bagian atas, tengah dan bawah sediaan terdapat penyebaran partikel secara merata.
Adapun syarat sediaan yang baik

adalah homogen (SNI, 1996). Sediaan yang homogen akan memberikan hasil
yang baik karena bahan obat terdispersi dalam bahan dasarnya secara merata, sehingga
dalam setiap bagian sediaan mengandung bahan obat yang jumlahnya sama. Jika bahan
obat tidak terdispersi merata dalam bahan dasarnya maka obat tersebut tidak akan
mencapai efek terapi yangdiinginkan.

Berdasarkan hasil pengujian diketahui pH sediaan 5, pH tersebut memenuhi


persyaratan pH sediaan topikal yaitu antara 4,5 – 6,5. Kulit yang normal memiliki pH
antara 4,5 - 6,5 sehingga sediaan topikal harus memiliki pH yang sama dengan pH
normal kulit tersebut. Kesesuaian pH kulit dengan pH sediaan topikal mempengaruhi
penerimaan kulit terhadap sediaan. Sediaan topikal yang ideal adalah tidak mengiritasi
kulit. Kemungkinan iritasi kulit akan sangat besar apabila sediaan terlalu asam atau
terlalu basa.

Hasil uji daya sebar, menunjukkan diameter penyebaran salep setelah ditutupi
dengan kaca adalah 5,3 cm. Setelah diberi beban 300 gram diameter tetap 5,3 cm.
Persyaratan daya sebar untuk sediaan topikal yaitu sekitar 5-7 cm, maka berdasarkan
hasil uji daya sebar pada sediaan dapat dikatakan bahwa sediaan sudah memenuhi
syarat daya sebar yang baik. Daya sebar yang baik menyebabkan kontak antara obat

xiv
dengan kulit menjadi luas, sehingga absorpsi obat ke kulit berlangsung cepat. Viskositas
suatu sediaan berpengaruh pada luas penyebarannya. Semakin rendah viskositas suatu
sediaan maka penyebarannya akan semakin besar sehingga kontak antara obat dengan
kulit semakin luas dan absorbsi obat ke kulit akan semakin cepat (Maulidaniar dkk,
2011).

Hasil pengujian kemampuan proteksi menunjukkan noda merah pada salep


ekstrak rimpang temulawak. Noda merah terbentuk kurang dari 1 menit setelah
penambahan larutan KOH, sedangkan pada basis salep tidak menimbulkan reaksi noda
merah selama lebih dari 10 menit. Basis salep yang baik dapat melindungi kulit dari
pengaruh luar seperti asam-basa, debu dan sinar matahari pada waktu pengobatan,
ditandai dengan tidak terbentuknya noda merah setelah penambahan KOH.
Berdasarkan hasil uji dapat dikatakan basis salep yang digunakan memenuhi syarat uji
daya proteksi, sedangkan terbentuknya noda merah pada salep ekstrak rimpang
temulawak dikarenakan zat aktif dari salep yang bereaksi dengan KOH.

Pengujian daya serap air menunjukkan daya penyerapan air sediaan salep adalah
160%. Basis yang digunakan dalam penelitian merupakan basis larut air sehingga daya
serap air sediaan baik. Basis larut air dapat bercampur atau larut dengan air. Hasil uji
daya lekat salep menunjukkan kemampuan melekat salep adalah 23 detik atau sekitar
0,38 menit. Adapun syarat waktu daya lekat yang baik adalah tidak kurang dari 4 detik.
Berdasarkan hasil uji yang dilakukan sediaan ini sudah memenuhi syarat daya lekat.
Semakin lama salep melekat pada kulit maka efek yang ditimbukan juga semakin besar.
Salep dikatakan baik jika daya lekatnya itu besar pada tempat yang diobati (misal kulit),
karena obat tidak mudah lepas sehingga dapat menghasilkan efek yang diinginkan.

Pengujian ukuran partikel dilakukan dengan membandingkan ukuran partikel


salep ekstrak rimpang temulawak dan salep pembanding yang sudah beredar di
pasaran. Sebagai salep pembanding digunakan Slimming Gel Mustika Ratu. Berdasarkan
hasil pengamatan terlihat ukuran partikel pada salep pembanding lebih kecil daripada
salep ekstrak rimpang temulawak. Salep pembanding yang digunakan merupakan
sediaan salep yang bahan obatnya terabsorpsi sampai ke lapisan kulit bagian dalam,
oleh karena itu ukuran partikel nya harus lebih kecil agar dapat terabsorpsi.

Semakin kecil ukuran partikel suatu zat dalam sediaan salep maka semakin cepat
bahan obat masuk atau terabsorpsi ke dalam kulit sehingga dapat menghasilkan efek
yang diinginkan.

Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan salep ekstrak rimpang


temulawak memiliki daya sebar dan daya lekat baik. Salep ekstrak rimpang temulawak
juga memiliki pH sesuai dengan pH normal kulit sehingga tidak mengiritasi kulit. Ukuran
partikel salep ekstrak rimpang temulawak lebih besar dibandingkan salep pembanding,
karena salep pembanding yang digunakan merupakan salep yang bahan obatnya
terabsorpsi ke lapisan kulit paling dalam sedangkan salep ekstrak rimpang temulawak
efeknya hanya di permukaan kulit.

xv
Basis salep juga sangat mempengaruhi kualitas suatu sediaan. Basis salep yang
digunakan dalam penelitian ini merupakan basis salep larut air yang memiliki daya serap
air yang baik. Basis larut air juga memiliki daya proteksi yang baik terhadap kulit

xvi
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Dari pembahasaan diatas dapat disimpulkan bahwa salep adalah sediaan


setengah padat ditujukan untuk pemakaian topical pada kulit atau selaput lendir. Salep tidak
boleh berbau tengik. Kecualidinyatakan lain kadar bahan obat dalam salep yang mengandung
obat keras atau narkotik adalah 10 %. Untuk dasar salep kecuali dinyatakan lain, sebagai bahan
dasar salep (basis salep) digunakan vaselin putih (vaselin album). Penggolongan dasar salep
terdiri dari : dasar salep hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep yang dapat dicuci
denganair, dan dasar salep larut dalam air.

xvii
DAFTAR PUSTAKA

Syamsuni. 2006.Ilmu Resep. Jakarta : EGC

Anief. 2015.Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : UGM-Press

Ansel, Howard C. 2011.Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi.Jakarta : UI-Press

Anonim. 1979.Farmakope Indonesia Edisi Ketiga.Jakarta : DEPKES RI

Kementrian Kesehatan RI. 2014.Farmakope Indonesia Edisi kelima.Direktorat Jendral

Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Anonim. (2012a).

http://www.scribd.com/doc/80518334/3 2048631-laporan-salep-tetrasiklin. diakses


tanggal 29 April 2012, 15 : 08 Wita.

Anonim. (2012b).

http://www.scribd.com/doc/74995745/ju rnal-salep. diakses tanggal 31 April 2012,


02:00 Wita.

Dalimartha, S. (2002). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Trubus Agriwidya. Jakarta

Ditjen POM. (1979).

Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Lachman, L., Lieberman, A. H. dan Kanig, J. L. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri
II. Penerjemah: Siti Suyatmi. Edisi Ketiga. Univesitas Indonesia. Jakarta.

Pasroni., Marchaban. dan Yulianti, T. (2004).

Uji Aktivitas Temu ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.) sebagai Anti Jamur dalam Sediaan
Salep ; Pengaruh Tipe Basis Beminyak dan Tipe Basis larut air. Media Farmasi Medan,
dipublikasikan.

xviii
Maulidaniar, R., Rahima, S. R., Rita, M., Hamidah, N. dan Yuda, A. W. (2011). Gel Asam
Salisilat. Universitas Lambung Mangkurat Banjar Baru, dipublikasikan.

Mumpuni, Y. dan Wulandari, A. (2010). Cara Jitu Mengatasi Jerawat. Andi. Yogyakarta.

Santoso, D. (2001). Ramuan Tradisional untuk Penyakit Kulit, Edisi Kedua. Penebar
Swadaya. Jakarta.

SNI, 1996. SNI. 16-4399-1996 Sediaan Tabir Surya. Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta.

Soebagio, B., Soeryati, S. dan Fauziah, K. (2006). Pembuatan Sediaan Krim Antiakne
Ekstrak Rimpang Temulawak

(Curcuma xanthorrhiza Roxb..). Makalah Poster pada Pertemuan Ilmiah Pembuatan


Sediaan Temulawak (Curcuma xanthorrhiza ROXB) dari Produk Empiris sampai Produk
Fitofarmaka di Universitas Padjajaran Bandung, dipublikasikan. 16 September 2006.

Tobo, F., Mufidah, H. B. dan Makhmud, A. I. (2001). Fitokimia I (Ekstraksi Komponen


Kimia Bahan Alam). Jurusan Farmasi FMIPA. Universitas Hassanudin. Makassar.

Wasitaatmadja, S. M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Universitas Indonesia.


Jakarta.

Yasni, S., Yoshi, K. and Oda, H (1993). Dietary Curcuma Xanthorrhiza Roxb. Increased
Mitogenic responses of Spleniclymphocytes in Rats and Alters Population of the
Lymphocyes in Mice. J Nutri Science Vitaminol.

Yuindartanto, A. (2009). Acne Vulgaris. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


Jakarta.

xix

Anda mungkin juga menyukai