Anda di halaman 1dari 37

Tugas Farmasi Fisika

Sediaan Semisolid

Penyusun : 1. Seftia risky martakusuma (1143050077)


2. Ni made indri widanti (1143050078)
Fakultas : farmasi

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .i
DAFTAR ISI .ii
BAB I PENDAHULUAN 1.1

BAB II TEORI DAN PRINSIP DASAR 2. 2


2.2.1 SALEP 7
2.2.2 KRIM .9
2.2.3 GEL .9
2.2.4 PASTA ..10
BAB III APLIKASI DAN CONTOH
BAB IV RESUME

BAB II
TEORI DAN PRINSIP DASAR
2.2.1 SALEP
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat
luar. Bahan obatnya harus larut atau terdispersi homogen dalam darsar salep yang cocok
(F.I.ed.III)..
Salep adalah sedian setengan padat yang ditujukan untuk pemakaian topical kulit atau
selaput lender salep tidak booleh berbau tengik kecuali dinyatakan lain, kadar bahan obat dalam
salep mengandung obat keras narkotika adalah 10 %(FI IV)
Menurut R. VOIGT salep adalah gel dengan sifat deformasi plastis yang digunakan pada
kulit atau selaput lendir. Sediaan ini dapat mengandung bahan obat tersuspensi, terlarut atau
teremulasi.
Menurut ansel Salep (unguents) adalah preparat setengah padat untuk pemakaian luar
yang dimaksudkan untuk pemakaian pada mata dibuat khusus dan disebut salep mata. Salep mata
akan dibicarakan dalam bab yang berikutnaya. Salep dapat mengandung obat atau tidak
mengandung obat, yang disebutkan terakhir bisanya dikatakan sebagai dasar salep (basis
ointment) dan digunakan sebagai pembawa dalam penyimpan salep yang mengandung obat.
Dasar salep yang digunakan sebagai pembawadibagi dalam 4 kelompok:dasar
salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep yang dapat dicuci dengan air, dasar
salep larut dalam air. Setiap salep obat menggunakan salah satu dasar salep tersebut.
Dasar salep hidrokarbon, dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep berlemak
antar lain vaselin putih dan salep putiih. Hanya sejumlah kecil komponen berair dapat
dicampurkan kedalamnya. Salep ini dimaksud untuk memperpanjang kontak bahan obat dengan
kulit dan bertindak sebagai pembalut penutup. Dasar salep hidrokarbon digunakan terutama
sebagai emolien, dan sukar dicuci , tidak mengering dan tidak tmpak berubah dalam waktu lama.
Dasar salep serap, dasar salep serap ini dapat dibagi dalam 2 kelompok. Kelompok
pertama terdiri atas dasar salep yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi air dalam
minyak (parafi hidrofilik dan lanolin anhidrat), dan kelompok ke 2terdir atas emulsi air dalam
minyak yang dapat bercampurdengan sejumlah larutan air tambahan (lanolin). Dasar salep serap
juga dapat bermanfaat sebagai emolien.
Dasar salep yang dapat dicuci dengan air, dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam air
antara lain salep hidrofilik dan lebih tepat disebut krim(lihat kremores). Dasat ini dinyatakan
juga sebagai dapat dicuci dengan air karena mudah dicuci dikulit atau dilap basah, sehingga
dapat diterima untuk dasar kosmetik.beberpa bahan obat dapat menjadi lebih efektif
menggunakan dasar salep ini daripada dasar salep hidrokarbon. Keuntungan lain dari dasar salep

ini adalah dapat diencerkan dengan air dan mudah menyerap cairan yang terjdi pada kelainan
dermatologik.
Dasar salep larut dalam air, kelompok ini disebut juga dasar salep tak berlemak dan
terdiri dari konstituen larut air. Dasar salep jenis ini memberikan banyak keuntungan seperti
dasar salep yang dapat dicuci dengan air dan tidak mengandung bahan yang tak larut dalam air
seperti parafin, lanolin anhidrat atau malam. Dasar salep ini lebih tepat disebut gel.
2.2 Macam Macam Salep

Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar.
secara umum salep dapat dibedakan menjadi beberapa tipe yaitu:
a. Salep berlemak
Senyawa hidrokarbon dan malam juga diaggap termasuk lemak.
Daya menyerap air dari basis adalah sebagai berikut:
100 bagian adeps lanae dapat menyerap air 200 bagian.
100 bagian lanolinum dapat menyerap air 120 bagian.
100 bagian vaselinum dapat menyerap air 10 bagian.
100 bagian vaselinum dengan 5% cera dapat menyerap air 40 bagian
100 bagian vaselinum dengan 5% adeps lanae dapat menyerap air 100 bagian.
100 bagian cetylicum dengan 5% adeps lanae dapat menyerap air 30 bagian.

b. Pasta berlemak
Pasta berlemak adalah suatu salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat (serbuk).sebagai
bahan dasar salep digunakan vaselin, parafin cair. Bahan tidak berlemak seperti glycerinum,
mucilago atau sabun dan digunakan sebagai antiseptik atau pelindung kulit.
c. Salep pendingin
Suatu salep yang mengadung tetes air yang relatif besar. Pada pemakaian pada kulit, tetes air
akan menguap dan menyerap panas badan yang mengakibatkan rasa sejuk.
d.

Krim (cremor)
krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung tidak kurang dari
60% air, dimaksudkan untuk luar.
e. Mikstur gojog
Suatu bentuk suspensi dari zat padat dalam cairan, biasanya terdiri air, glycerinum dan
alkohol. Mikstur gojog biasanya mengandung 60% cairan.wadah yang digunakan adalah botol
mulut lebar, sebelum dipakai digojog dulu.sebagai pensuspensi digunakan bentonit.
f. Pasta kering

Suatu pasta bebas lemak mengandung + 60% zat padat (serbuk).Dalam pembuatan akan
terjadi kesukaran bila dalam resep tertulis Ichthamolum atau Tumenol ammonium. Adanya zat
tersebut akan menjadikan pasta menjadi encer.
g. Pasta pendingin
Merupakan campuran serbuk minyak lemak dan cairan berair, dikenal dengan Salep Tiga
Dara.
2.3 Penggolongan Salep
1. Menurut konsistensinya salep dapat dibagi:
Unguenta: salep yang mempunyai konsistensi seperti mentega, tidak mencair pada suhu
biasa, tetapi mudah dioleskan tanpa memakai tenaga
Cream (krim): salep yang banyak mengandung air, mudah diserap kulit , suatu tipe yang
dapat dicuci dengan air.
Pasta: salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat (serbuk), suatu salep tebal karena
merupakan penutup atau pelindung bagian kulit yang diolesi.
Cerata:salep berlemak yang mengandung persentase lilin (wax) yang tinggi sehingga
konsistensinya lebih keras (ceratum labiale).
Gelones/ spumae/ jelly: salep yang lebih halus umumnya cair dan sedikit mengandung atau
tanpa mukosa, sebagai pelicin atau basis, biasanya terdiri atas campuran sederhana dari

minyakk dan lemak dengan titik lebur rendah. Contohnya: starch jellieas (10% amilum
dengan air mendidih).
2.

3.

Menurut sifat farmakologinya/terapeutik dan penetrasinya, salep dapat dibagi:


Salep epidermis (epidermic ointhment; salep penutup) guna melindungi kuli dan
menghasilkan efek lokal, tidak diabsorpsi, kadang-kadang ditambahkan antisseptik,
astringensia untuk meredahkan rangsanagan atau anestesi lokal. Ds yang baik adalah ds.
Senyawa hidrokarbon.
Salep endodermis: salep yang bahan obatnya menembus kedalam kulit, tetapi tidak melalui
kulit, terabsorbsi sebagian, digunakan untuk melunakan kulit atau selaput lendir. Ds
yang baik adalah minyak lemak.
Salep diadermis: salep yang bahan obatnya menembus kedalam tubuh melalui kulit dan
mencapai efek yang diinginkan, misalnya saalep yang mengandung senyawa merkuri iodida,
beladona.
Menurut dasar salep, salep dapat dibagi:

o Salep hidrofobik yaitu salep yang tidak suka air atau salep dengan dasar salep berlemak
(greasy bases) tidak dapat dicuci dengan air, misalnya: campuran lemak-lemak, minyak
lemak, malam.
o Salep hidrofilik yaitu salep yang sukar air; biasanya ds. Tipe M/A.
4.
o
o
o
o

Menurut formularium nasional (fornas)


Dasar salep 1 (ds senyawa hidrokarbon)
Dasar salep 2 (ds. serap)
Dasar salep 3 (ds. Yang dapat dicuci dengan air atau ds. Emulsi M/A)
Dasar salep 4 (ds. Yang dapat larut dalam air).

2.4 . Syarat Dan Kualitas Bahan Dasar Salep


a. Stabil, selama masih dipakai mengobati. Maka salep harus bebas
inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembaban yang ada dalam kamar.

dari

b. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak dan homogen.
Sebab salep digunakan untuk kulit yang teriritasi,inflamasi dan ekskloriasi.
c.

Mudah dipakai, umumnya salep tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai dan dihilangkan
dari kulit.

d. Dasar salep yang cocok yaitu dasar salep harus kompatibel secara fisika dan kimia dengan
obat yang dikandungnya. Dasar salep tidak boleh merusak atau menghambat aksi terapi dari
obat yang mampu melepas obatnya pada daerah yang diobati.
e.

Terdistribusi merata, obat harus terdistribusi merata melalui dasar salep padat atau cair pada
pengobatan.
2.5 Peraturan Dan Prosedur Pembuatan Salep
Pemilihan dasar salep, pemilihan dasar salep tergantung beberapa faktor seperti khasiat yang
diinginkan, sifat bahan obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas dan ketahanan
sediaan jadi. Dalam beberapa hal perlu menggunakan dasar salep yang kurang ideal untuk
mendapatkan stabilitas yang diinginkan. Misalnya obat-obat yang cepat terhidrolisis, lebih stabil
dalam dasar salep hidrokarbon daripada dasar salep yang mengandung air, meskipun obat
tersebut bekerja lebih efektif dalam dasar salep yang mengandung air.

1) Alasan pemilihan bahan aktif:


Cera alba untuk meningkatkan konsitensi krim,untuk menstabilkan emulsi A/M .Penggunaan
sebagai basis salep.

Adeps lanae/ lemak bulu domba sebagai bahan pengemulsi fase minyak.dan
zat
tambahan. Penggunaannya sebagai basis salep, pemilihan bahan ini karena adeps
lanae bisa menembus jaringan epidermis dan jaringan dermis
Acidum salicylicum/asam salisilat keratolikum yaitu obat yang digunakan pada kulit atau
keratin atau epitel tanduk, menimbulkan dehidrasi atau pelunakan. Mengembang dan
dekswamasi dari lapisan tanduk dan epidermis. Antijamur, yaitu obat yang digunakan untuk
membunuh atau menghilangkan jamur.
Lanonin: emulsing agen; dasar salep, zat penyerap.
Vaselin alba sebagai zat tambahan (penambah volume sediaan)

2) Cara pembuatan salep


Aturan umum ialah:
Zat yang dapat larut dalam dasar salep, dilarutkan bila perluh dengan pemanasan rendah.
Zat yang tidak cukup larut dalam dasar salep, lebi dahulu diserbuk dan diayak dengan derajat
ayakan no.100.
Zat yang mudah larut dalam air dan stabil, serta dasar salep mampu mendukung atau
menyerap air tersebut, dilarutkan dulu dalam air yang tersedia, setelah itu ditambahkan
sebagian dasar saelep yang lain.
Bila dasar salep dibuat dengan peleburan, maka campuran tersebut harus diaduk sampai
dingin.
3) Zat yang dapat dilarutkan dalam dasar salep
Umumnya kelarutan obat dalam minyak lemak lebih besar daripada dalam vaselin.Camphora,
mentholum, phenolum,thymolum,dan guayacolum lebih mudah dilarutkan dengan cara digerus
dalam mortir dengan minyak lemak.bila dasar saelp mengandung vaselin, maka zat-zat tersebut
digerus halus dan tambahkan sebagian(+ sama banyak) vaselin sampai homogen, baru
ditambahkan sisa vaselin dan bagian dasar salep yaang lain.
Camphora dapat dihaluskan dengan tambahan spiritus fortior atau eter secukupnya sampai
larut setelah itu ditambahkan ditambah dasar salep sedikit demi sedikit, diaduk sampai spiritus
fortiornya menguap.(vanduin)
Bila zat-zat tersebut bersama dalam salep, lebih mudah dicampur dan digerus dulu biar
meleleh baru ditambahkan dasar salep sedikit demi sedikit.
4) Zata yang mudah larut dalam dasar salep
Bila masa salep mengandung air dan obatnya dapat dilarutkan dalm air yang tersedia maka
obatnya dilarutkan dulu dalam air dan dicampurka dengan sebagian dasar salep yang dapat

menyerap air, setelah seluruh obat dalam air terserap,baru ditambahkan bagian-bagian lain dasar
salep, digerus dan diaduk hingga homogen.
Dasar salep yang tidak menyerap air antar lain ialah adeps lanae, unguentum simplex,
hidrophilic ointment, dan dasar salep yang sudah mengandung air antara lain lanoline (25%),
unguentum lanies(25%), unguentum cetylicum hidrosum,(40%).
5) Zat yang kurang larut atau tidak larut dalam dasar salep
Zat-zat ini diserbukkan dulu dengan derajat halus serbuk pengayak no.100.setelah itu serbuk
dicampur baik-baik dengan sama massa berat salep,atau dengan salah satu bahan dasar salep,
bila perluh bahan dasar salep tersebut dilelehkan dulu, setelah itu sisa bahan-bahan yang
ditambahkan sedikit demi sedikit sambi digerusdan diaduk hingga homogen. Utuk mencegah
pengkristalan pada waktu pendinginan,seperti cera flava, cera alba, cetylalcoholum dan
paraffinum solidum tidak tersisa dari dasar salep yang cair atau yang lunak. Pembuatan salep
dengan asam borat tidak diizinkan dengan pemanasan.
6) Salep yang dibuat dengan peleburan
Pembuatan dasar salep ini dibuat dalam cawan porselin sebagai pengaduk digunakan batang
gelas atau stapel kayu. Masa yang melekat pada dinding cawan dan stapel atau batang gelas
selalu dilepas dengan kertas film.
Bahan salep yang mengandung air tidak ikut dilelehkan tetapi diambil bagian lemaknya, sedang
air ditambahkan setelah masa salep diaduk sampai dingin.
7) Peraturan pembuatan salep menurut F. Van Duin.

peraturan salep pertama


Zat-zat yang dapat larut dalam campuran lemak, dilarutkan kedalamnya, jika perlu dengan
pemanasan.

peraturan salep kedua


Bahan-bahan yang larut dalam air, jika tidak ada peraturan lain, dilarutkan lebih dahulu
dalam air, asalkan jumlah air yang dipergunakan dapat diserap seluruhnya oleh basis salep dan
jumlah air yang dipakai, dikurangi dari basia salepnya.
peraturan salep ketiga
Bahan-bahan yang sukar atau sebagian dapat larut dalam lemak dan air harus diserbukkan
lebih dahulu, kemudiaan diayak dengan pengayak NO. 60.

perturan salep keempat


Salep-salep yang dibuat dengan jalan mencairkan, campurannya harus digerus sampai
dinginbahan-bahan yang ikut dilebur, penimbangannya haris dilebihkan 10-20% untuk
mencegah kekurangan bobotnya.
8) Persyaratan
Salap dapat mengandung bahan konservansia yang cocok. salap harus memiliki sifat yang
homogen . pada saat dioleskan dengan tangan, tidak diperbolehkan terasa adanya bagian padat.
Salap tidak boleh berbau tengik. Jika tidak dinyatakan lain, digunakan salap alkohol malam
domba sebagai basis salap.
2.6 Alasan Pemilihan Bahan
1. Acid salycil, sulfur praeciip adalah zat aktif yang digunakan untuk antifungi dan anti kabies.
Pada acid salisiyl ditambahkan spiritus fortiori karena acid salicyl dapat larut dalam etanol. Pada
sulfur tidak dilakukan pengayakan karena ayakan yang tersedia adalah ayakan logam, jika sulfur
diayak dengan ayakan logam maka akan terjadi reaksi redoks. Dasar salep yang digunakan
adalah vaseli flav. dimana dasar salep ini merupakan dasar salep hidrokarbon dan hanya dapat
menyerap air sebanyak 5%. Dalam pembuatan salep ini dimasukkan dalam peraturan salep no. 2
yang menyatakan zat yang tidak cukup larut dalam dasar salep, lebih dulu diserbuk dan diayak
dengan derajat ayakan no. 100.
2. Acid salicyl, acid benzoid,adalah zat aktif yang digunakan untuk antijamur. Pada acid salisiyl
ditambahkan spiritus fortiori karena acid salicyl dapat larut dalam etanol. Dasar salep yang
digunakan adalah lanolin dan vaselin alb. lanolin merupakan dasar salep serap yaitu dapat
menyerap air yang cocok untuk zat acid benzoid sedangkan vaselin alb. merupakan dasar salep
hidrokarbon yang cocok untuk acid salicyl.
3. Parafin sol, ol.menth pip adalah zat yang dapat digunakan untuk untuk menghangatkan dan
aromatik . dalam hal ini vaselin dan parafin dilakukan peleburan agar tercampur. Dan
dipindahkan dalam mortir hangat dengan diaduk terus hingga dingin. Baru untuk terakhir
dimasukkan ol. Menth.pip.
2.7 Monografi Bahan
a.
-

Asam Salisilat/ acidum salicylicum/ FI IV hal 51


Pemerian : hablur putih, biasanya berbentuk jarum halus atau serbuk hablur halus putih, rasa
agak manis, tajam dan stabil di udara. Bentuk sintetis warna putih dan tidak berbau. Jika dibuat
dari metal salisilat alami dapat berwarna kekuningan atau merah jambu dan berbau lemah mirip
methol.

Kelarutan : sukar larut dalam air dan dalam benzene, mudah larut dalam etanol dan dalam eter,
larut dalam air mendidih, agak sukar larut dalam kloroform.
- Khasiat : antifungi
b. Sulfur Praeciptatum/ belerang endap/ FI IV hal 771
- Pemerian : serbuk amorf atau serbuk hablur renik, sangat halus, warna kuning pucat, tidak berbau
dan tidak berasa.
- Kelarutan : praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut dalam karbon disulfide, sukar larut
dalam minyak zaitun, praktis tidak larut dalam etanol.
- Khasiat : antikabies
c.

Vasellinum flavum/ vaselin kuning/ FI IV hal 823


- Pemerian : massa seperti lemak, kekuningan hingga amber lemah, berfluoresensi sangat lemah
walaupun setelah melebur. Dalam lapisan tipis transparan. Tidak atau hampir tidak berbau dan
berasa.
- Kelarutan: tidak larut dalam air, mudah larut dalam benzene, dalam karbon disulfide, dalam
kloroform dan dalam minyak terpentin, larut dalam eter, dalam heksana, dan umumnya dalam
minyak lemak dan minyak atsiri, praktis tidak larut dalam etanol dingin dan etanol panas dan
etanol mutlak dingin.
- Khasiat : zat tambahan / dasar salep hidrokarbon

d. Acidum benzoicum/ asam benzoate/ FI IV hal 47


- Pemerian : hablur bentuk jarum atau sisik, putih sedikit berbau, biasanya bau benzaldehida, atau
benzoid. Agak mudah menguap pada suhu hangat. Mudah menguap dalam uap air.
- Kelarutan : sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, dalam kloroform, dan dalam eter.
- Khasiat : antiseptikum ekstrem, antijamur.
e.

Adeps lanae/ lemak bulu domba/ lanolin/ FI IV hal 57


- Pemerian : massa seperti lemak, lengket, warna kuning, bau khas.
- Kelarutan : tidak larut dalam air, dapat bercampur dengan air lebih kurang 2 kali beratnya, agak
sukar larut dalam etanol dingin, lebih larut dalam etanol panas, mudah larut dalam eter, dan
dalam kloroform.
- Khasiat : zat tambahan

f.

Vaselinum Album/ vaselin putih/ FI IV hal 822

Pemerian : putih atau kekuningan pucat, massa berminyak trasparan dalamm lapisan tipis
setelah didinginkan pada suhu 00.
- Kelarutan : tidak larut dalam air, sukar larut dalam etanol dingin atau panas dan dalam etanol
mutlak dingin, mudah larut dalam benzene, dalam karbon disulfide, dalam kloroform, larut
dalam heksana, dan dalam sebagian besar minyak lemak dan minyak atsiri.
- Khasiat : zat tambahan
g. Vaselin album (FI III:633)
Pemerian: massa lunak, lengket, bening putih, sifat ini tetap setelah zat dileburkan dan dibiarkan
hingga dingin tanpa diaduk. Berfluerensi lemah, juga jika dicairkan, tidak berbau, hampir tidak
berasa.
Kelarutan: praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%)p, larut dalm kloroform p, dalam
eter p,dan dalam eter minyak tanah p, larut kadang-kadang berapa lesensi lemah.
Indikasi: zat tambahan.
h. Ol.mentp pip /minyak permen (FI III:458)
Pemerian: cairan tidak berwarna, kuning pucat atau kuning kehijauan, bau aromatik, rasa pedas
dan hangat, kemudian dingin.
Kelarutan: larut dalam 4 bagian volume etanol (70%)p.
Indikasi: karminativum.
i.

Parafinum solidum /parafi padat (FI III:475)


Pemerian: padat, sering menunjukkan susunan hablur, agak licin,tidak berwarna putih, tidak
mempunyai rasa.
Kelarutan: praktis tidak larut dalm air dan dalam etanol (95%) p, larit dalam kloroform p.
2.8 Evaluasi Sediaan Salep

uji bahan aktif

Pengujian bahan aktif meliputi, uji bobot jenis, uji rotasi optic, uji indeks bias, uji titik lebur,
dan uji titik didih.
Homogenitas
Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, harus
menunjukkan susunan yang homogen.

Daya serap air


Daya serap air, diukur sebagai bilangan air, yang digunakan untuk mengkarakterisasi basis
absorpsi. Bilanagn air dirumuskan sebagai jumlah air maksimal (g), yang mampu diikat oleh 100

g basis bebas air pada suhu tertentu (umumnya 15-20) secara terus menerus atau dalam jangka
waktu terbatas (umumnya 24 jam), dimana air tersebut digabungkan secara manual. Evaluasi
kuantitatif dari jumlah air yang diserap dilakukan melalui perbedaan bobot penimbangan (system
mengandung air sitem bebas air ) atau dengan penentuan kandungan air yang akan diuraikan
nanti. Daya serap air akan berubah, jika larutan turut digabungkan didalamnya. Dapat
menurunkan bilangan airnya.
Kandungan air
Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk menentukan kandungan air dari salep. Penentuan
kehilangan akibat pengeringan. Kandungan air digunakan ukuran kehilangan masa maksimal (%)
yang dihitung pada saat pengeringan disuhu tertentu (umumnya 100 - 110C) cara tersebut
merupaka metode konvensional. Cara ini tidak dapat digunakan, jika bahan obat atau bahan
pembantu ada yang mngenguap (minyak atsiri, fenol dan sebagainya).
Konsistensi
Konsistensi bukanlah istilah yang dirumuskan dengan pasti, melainkan hanya sebuah cara,
untuk mengkarakterisasikan sifat berulang, seperti sifat lunak dari sediaan sejenis salep atau
mentega, melalui sebuah angka ukur. Untuk memperoleh konsistensi dapat digunakan metode
berikut, penetrometer.
Penyebaran
Penyebaran salep diartikan sebagai kemampuan penyebarannya pada kulit. Penentuanya
dilakukan dengan extensometer.
Ukuran partikel
Umumnya farmakope tidak mensyaratkan pengujian ukuran partikel dalam salep suspensi,
melainkan hanya membatasi penggunaan serbuk halus atau serbuk yang sangat halus. Pada salep
mata suspense harus diperhitungkan adanya persyaratan yang lebih ketat, meskipun berbagai
farmakope melakukan pembatasan tapi syaratnya berbeda-beda.

2.2.2 KRIM
Farmakope Indonesia Edisi III
, krim adalah bentuk sediaan setengah padat, berupaemulsi mengandung air tidak kurang dari
60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.
Farmakope Indonesia Edisi IV
, krim adalah bentuk sediaan setengah padatmengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau
terdispersi dalam bahan dasar yangsesuai.
Formularium Nasional
, krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi kentalmengandung air tidak kurang dari
60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.
Secara Tradisional
istilah krim digunakan untuk sediaan setengah padat yangmempunyai konsistensi relatif cair di
formulasi sebagai emulsi air dalam minyak(a/m)atau minyak dalam air (m/a) (Budiasih,
2008).Krim merupakan obat yang digunakan sebagai obat luar yang dioleskan ke bagian
kulit badan. Obat luar adalah obat yang pemakaiannya tidak melalui mulut, kerongkongan, danke
arah lambung. Menurut definisi tersebut yang termasuk obat luar adalah obat luka,obat kulit,
obat hidung, obat mata, obat tetes telinga, obat wasir, injeksi, dan lainnya.Kualitas dasar krim,
yaitu:
1. Stabil, selama masih dipakai mengobati. Maka krim harus bebas dari inkopatibilitas,stabil
pada suhu kamar, dan kelembaban yang ada dalam kamar.
2. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak
danhomogen.
3. 3.Mudah dipakai, umumnya krim tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai
dandihilangkan dari kulit.
4. 4.Terdistribusi merata, obat harus terdispersi merata melalui dasar krim padat atau cair
pada penggunaan (Anief, 1994).
2 . 2 Penggolongan Krim
Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam
lemak atau alkohol berantai panjang dalam air yang dapat dicuci dengan air dan lebih
ditujukanuntuk pemakaian kosmetika dan estetika. Ada dua tipe krim, yaitu:
1. Tipe a/m, yaitu air terdispersi dalam minyak Contoh : cold creamCold cream adalah
sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud memberikan rasadingin dan nyaman
pada kulit, sebagai krim pembersih, berwarna putih dan bebas
dari butiran. Cold cream mengandung mineral oil dalam jumlah besar.2. Tipe m/a, yaitu
minyak terdispersi dalam air Contoh: vanishing creamVanishing cream adalah sediaan
kosmetika yang digunakan untuk maksud membersihkan,melembabkan dan sebagai alas
bedak. Vanishing cream sebagai pelembab (moisturizing)meninggalkan lapisan
berminyak/film pada kulit.
2. Tipe m/a, yaitu minyak terdispersi dalam air Contoh: vanishing creamVanishing cream
adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud membersihkan,melembabkan
dan sebagai alas bedak. Vanishing cream sebagai pelembab (moisturizing)meninggalkan
lapisan berminyak/film pada kulit.

2.3 Kelebihan dan kekurangan sediaan krim

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Kelebihan sediaan krim, yaitu:


Mudah menyebar rata
Praktis
Mudah dibersihkan atau dicuci.
Cara kerja berlangsung pada jaringan setempat
Tidak lengket terutama tipe m/a
Memberikan rasa dingin (cold cream) berupa tipe a/m
Digunakan sebagai kosmetik
Bahan untuk pemakaian topikal jumlah yang diabsorpsi tidak cukup beracun

Kekurangan sediaan krim, yaitu:


a. Susah dalam pembuatannya karena pembuatan krim harus dalam keadaan panas.
b. Gampang pecah disebabkan dalam pembuatan formula tidak pas.
c. Mudah kering dan mudah rusak khususnya tipe a/m karena terganggu sistem
campuranterutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi
disebabkan penambahan salah satu fase secara berlebihan.
2.4 Bahan-bahan Penyusun Krim

Formula dasar krim, antara lain:


1. Fase minyak, yaitu bahan obat yang larut dalam minyak, bersifat asam.Contoh : asam
stearat, adepslanae, paraffin liquidum, paraffin solidum, minyak lemak,cera, cetaceum,
vaselin, setil alkohol, stearil alkohol, dan sebagainya.
2. Fase air, yaitu bahan obat yang larut dalam air, bersifat basa.Contoh : Na tetraborat
(borax, Na biboras), Trietanolamin/ TEA, NaOH, KOH, Na2CO3Gliserin,
Polietilenglikol/ PEG, Propilenglikol, Surfaktan (Na lauril sulfat, Na setostearilalkohol,
polisorbatum/ Tween, Span dan sebagainya).
Bahan-bahan penyusun krim, antara lain:

Zat berkhasiat
Minyak
Air
Pengemulsi

Bahan Pengemulsi
Bahan pengemulsi yang digunakan dalam sediaan krim disesuaikan dengan jenis dan sifatkrim
yang akan dibuat /dikehendaki. Sebagai bahan pengemulsi dapat digunakanemulgide, lemak bulu
domba, setaseum, setil alkohol, stearil alkohol, trietanolaminstearat, polisorbat, PEG. Sedangkan,
bahan-bahan tambahan dalam sediaan krim, antaralain: Zat pengawet, untuk
meningkatkan stabilitas sediaan.

Bahan Pengawet
Bahan pengawet sering digunakan umumnya metil paraben (nipagin) 0,12-0,18%,
propil paraben (nipasol) 0,020,05%. Pendapar, untuk mempertahankan pH sediaan Pelembab.Ant
ioksidan, untuk mencegah ketengikan akibat oksidasi oleh cahaya pada minyak tak jenuh.

2.5

Metode pembuatan krim

Pembuatan sediaan krim meliputi proses peleburan dan proses emulsifikasi.


Biasanyakomponen yang tidak bercampur dengan air seperti minyak dan lilin dicairkan bersamasama di penangas air pada suhu 70-75C, sementara itu semua larutan berair yang
tahan panas, komponen yang larut dalam air dipanaskan pada suhu yang sama dengankomponen
lemak. Kemudian larutan berair secara perlahan-lahan ditambahkan ke dalamcampuran lemak
yang cair dan diaduk secara konstan, temperatur dipertahankan selama5-10 menit untuk
mencegah kristalisasi dari lilin/lemak. Selanjutnya campuran perlahan-lahan didinginkan dengan
pengadukan yang terus-menerus sampai campuran mengental.Bila larutan berair tidak sama
temperaturnya dengan leburan lemak, maka beberapa lilinakan menjadi padat, sehingga terjadi
pemisahan antara fase lemak dengan fase cair (Munson, 1991).

2.6 Pengemasan
Sediaan krim dikemas sama seperti sediaan salep yaitu dalam botol atau tube.
2.7 Stabilitas sediaan krim
Sediaan krim dapat menjadi rusak bila terganggu sistem campurannya terutamadisebabkan
oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi karena penambahan salah satufase secara
berlebihan atau pencampuran dua tipe krim jika zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama
lain. Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika diketahui pengencer yang cocok. Krim yang
sudah diencerkan harus digunakan dalam waktu satu bulan.
2.8 Evaluasi mutu sediaan krim
Agar system pengawasan mutu dapat berfungsi dengan efektif, harus
dibuatkankebijaksanaan dan peraturan yang mendasari dan ini harus selalu ditaati. Pertama,
tujuan pemeriksaan semata-mata adalah demi mutu obat yang baik. Kedua, setia
pelaksanaanharus berpegang teguh pada standar atau spesifikasi dan harus berupaya
meningkatkanstandard an spesifikasi yang telah ada.
1. OrganoleptisEvalusai organoleptis menggunakan panca indra, mulai dari bau, warna,
tekstur sedian,konsistensi pelaksanaan menggunakan subyek responden ( dengan kriteria
tertentu )dengan menetapkan kriterianya pengujianya ( macam dan item ), menghitung

2.

3.

4.

5.

prosentasemasing- masing kriteria yang di peroleh, pengambilan keputusan dengan


analisa statistik.
Evaluasi pHEvaluasi pH menggunakan alat pH meter, dengan cara perbandingan 60 g :
200 ml air yang di gunakan untuk mengencerkan , kemudian aduk hingga homogen, dan
diamkanagar mengendap, dan airnya yang di ukur dengan pH meter, catat hasil yang
tertera padaalat pH meter.
Evaluasi daya sebar Dengan cara sejumlah zat tertentu di letakkan di atas kaca yang
berskala. Kemudian bagian atasnya di beri kaca yang sama, dan di tingkatkan bebanya,
dan di beri rentangwaktu 12 menit. kemudian diameter penyebaran diukur pada setiap
penambahan beban,saat sediaan berhenti menyebar ( dengan waktu tertentu secara teratur
).
Evaluasi penentuan ukuran dropletUntuk menentukan ukuran droplet suatu sediaan krim
ataupun sediaan emulgel, dengancara menggunakan mikroskop sediaan diletakkan pada
objek glass, kemudian diperiksaadanya tetesan- tetesan fase dalam ukuran dan
penyebarannya.
Uji aseptabilitas sediaan.Dilakukan pada kulit, dengan berbagai orang yang di kasih suatu
quisioner di buat suatukriteria , kemudahan dioleskan, kelembutan, sensasi yang di
timbulkan, kemudahan pencucian. Kemudian dari data tersebut di buat skoring untuk
masing- masing kriteria.Misal untuk kelembutan agak lembut, lembut, sangat lembut

2.2.3 GEL
Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang
kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. gel kadang kadang disebut
jeli. (FI IV,hal 7)
Gel adalah sediaan bermassa lembek, berupa suspensi yang dibuat dari zarah kecil senyawaan
organik atau makromolekul senyawa organik, masing-masing terbungkus dan saling terserap oleh
cairan(Formularium Nasional, hal 315)

2.1
A.

B.

Pengolongan (Disperse Sistem), (Lachman, hal 496)

Berdasarkan sifat fasa koloid :


Gel anorganik, contoh : bentonit magma
Gel organik, pembentuk gel berupa polimer
Berdasarkan sifat pelarut :
Hidrogel (pelarut air).

C.

Hidrogel pada umumnya terbentuk oleh molekul polimer hidrofilik yang saling sambung silang
melalui ikatan kimia atau gaya kohesi seperti interaksi ionik, ikatan hidrogen atau interaksi
hidrofobik. Hidrogel mempunyai biokompatibilitas yang tinggi sebab hidrogel mempunyai tegangan
permukaan yang rendah dengan cairan biologi dan jaringan sehingga meminimalkan kekuatan
adsorbsi protein dan adhesi sel; hidrogel menstimulasi sifat hidrodinamik dari gel biological, sel dan
jaringan dengan berbagai cara; hidrogel bersifat lembut/lunak, elastis sehingga meminimalkan iritasi
karena friksi atau mekanik pada jaringan sekitarnya. Kekurangan hidrogel yaitu memiliki kekuatan
mekanik dan kekerasan yang rendah setelah mengembang. Contoh : bentonit magma, gelatin
Organogel
(pelarut bukan air/pelarut organik). Contoh : plastibase (suatu polietilen dengan BM rendah yang
terlarut dalam minyak mineral dan didinginkan secara shock cooled), dan dispersi logam stearat
dalam minyak
Xerogel
Gel yang telah padat dengan konsentrasi pelarut yang rendah diketahui sebagai xerogel. Xerogel
sering dihasilkan oleh evaporasi pelarut, sehingga sisa sisa kerangka gel yang tertinggal. Kondisi ini
dapat dikembalikan pada keadaan semula dengan penambahan agen yang mengimbibisi, dan
mengembangkan matriks gel. Contoh : gelatin kering, tragakan ribbons dan acacia tears, dan sellulosa
kering dan polystyrene.

Berdasarkan bentuk struktur gel:


Kumparan acak
Heliks
Batang
Bangunan kartu

D. Berdasarkan jenis fase terdispersi (FI IV, ansel):


Gel fase tunggal, terdiri dari makromolekul organik yang tersebar serba sama dalam suatu cairan
sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul makro yang terdispersi dan cairan. Gel fase
tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik (misal karbomer) atau dari gom alam (misal tragakan).
Molekul organik larut dalam fasa kontinu.
Gel sistem dua fasa, terbentuk jika masa gel terdiri dari jaringan partikel kecil yang terpisah. Dalam
sistem ini, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar, masa gel kadang-kadang dinyatakan
sebagai magma. Partikel anorganik tidak larut, hampir secara keseluruhan terdispersi pada fasa kontinu.

2.2

Kegunaan (Lachman,1989. Pharmaceuitical Dosage System. Dysperse system. Volume 2, hal 495
496)
Gel merupakan suatu sistem yang dapat diterima untuk pemberian oral, dalam bentuk sediaan yang tepat,
atau sebagai kulit kapsul yang dibuat dari gelatin dan untuk bentuk sediaan obat long acting yang
diinjeksikan secara intramuskular.

Gelling agent biasa digunakan sebagai bahan pengikat pada granulasi tablet, bahan pelindung koloid pada
suspensi, bahan pengental pada sediaan cairan oral, dan basis suppositoria.
Untuk kosmetik, gel telah digunakan dalam berbagai produk kosmetik, termasuk pada shampo, parfum,
pasta gigi, dan kulit dan sediaan perawatan rambut.
Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal (non streril) atau dimasukkan ke dalam
lubang tubuh atau mata (gel steril) (FI IV, hal 8)
2.3

Keuntungan dan Kekurangan Sediaan Gel.


Keuntungan sediaan gel :
Untuk hidrogel : efek pendinginan pada kulit saat digunakan; penampilan sediaan yang jernih dan elegan;
pada pemakaian di kulit setelah kering meninggalkan film tembus pandang, elastis, daya lekat tinggi yang
tidak menyumbat pori sehingga pernapasan pori tidak terganggu; mudah dicuci dengan air; pelepasan
obatnya baik; kemampuan penyebarannya pada kulit baik.
Kekurangan sediaan gel :
Untuk hidrogel : harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air sehingga diperlukan penggunaan
peningkat kelarutan seperti surfaktan agar gel tetap jernih pada berbagai perubahan temperatur, tetapi gel
tersebut sangat mudah dicuci atau hilang ketika berkeringat, kandungansurfaktan yang tinggi dapat
menyebabkan iritasi dan harga lebih mahal.
Penggunaan emolien golongan ester harus diminimalkan atau dihilangkan untuk mencapai kejernihan
yang tinggi.
Untuk hidroalkoholik : gel dengan kandungan alkohol yang tinggi dapat menyebabkan pedih pada wajah
dan mata, penampilan yang buruk pada kulit bila terkena pemaparan cahaya matahari, alkohol akan
menguap dengan cepat dan meninggalkan film yang berpori atau pecah-pecah sehingga tidak semua area
tertutupi atau kontak dengan zat aktif.
2.4
Sifat / Karakteristik Gel (lachman, 496 499)
Zat pembentuk gel yang ideal untuk sediaan farmasi dan kosmetik ialah inert, aman dan tidak
bereaksi dengan komponen lain
Pemilihan bahan pembentuk gel harus dapat memberikan bentuk padatan yang baik selama
penyimpanan tapi dapat rusak segera ketika sediaan diberikan kekuatan atau daya yang disebabkan
oleh pengocokan dalam botol, pemerasan tube, atau selama penggunaan topikal.
Karakteristik gel harus disesuaikan dengan tujuan penggunaan sediaan yang diharapkan.
Penggunaan bahan pembentuk gel yang konsentrasinya sangat tinggi atau BM besar dapat
menghasilkan gel yang sulit untuk dikeluarkan atau digunakan).
Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur, tapi dapat juga pembentukan gel terjadi satelah
pemanasan hingga suhu tertentu. Contoh polimer seperti MC, HPMC dapat terlarut hanya pada air
yang dingin yang akan membentuk larutan yang kental dan pada peningkatan suhu larutan tersebut
akan membentuk gel.
Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan disebut
thermogelation

Sifat dan karakteristik gel adalah sebagai berikut (Disperse system):


1. Swelling

Gel dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat mengabsorbsi larutan sehingga terjadi
pertambahan volume. Pelarut akan berpenetrasi diantara matriks gel dan terjadi interaksi antara pelarut
dengan gel. Pengembangan gel kurang sempurna bila terjadi ikatan silang antar polimer di dalam matriks
gelyang dapat menyebabkan kelarutan komponen gel berkurang.
2. Sineresis.
Suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam massa gel. Cairan yang terjerat akan keluar
dan berada di atas permukaan gel. Pada waktu pembentukan gel terjadi tekanan yang elastis, sehingga
terbentuk massa gel yang tegar. Mekanisme terjadinya kontraksi berhubungan dengan fase relaksasi
akibat adanya tekanan elastis pada saat terbentuknya gel. Adanya perubahan pada ketegaran gel akan
mengakibatkan jarak antar matriks berubah, sehingga memungkinkan cairan bergerak menuju permukaan.
Sineresis dapat terjadi padahidrogel maupun organogel.
3. Efek suhu
Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur tapi dapat juga
pembentukan gel terjadi setelah pemanasan hingga suhu tertentu. Polimer separti MC, HPMC, terlarut
hanya pada air yang dingin membentuk larutan yang kental. Pada peningkatan suhu larutan tersebut
membentuk gel. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan
disebut thermogelation.
4. Efek elektrolit.
Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel hidrofilik dimana ion berkompetisi
secara efektif dengan koloid terhadap pelarut yang ada dan koloid digaramkan (melarut). Gel yang tidak
terlalu hidrofilik dengan konsentrasi elektrolit kecil akan meningkatkan rigiditas gel dan mengurangi
waktu untuk menyusun diri sesudah pemberian tekanan geser. Gel Na-alginat akan segera mengeras
dengan adanya sejumlah konsentrasi ion kalsium yang disebabkan karena terjadinya pengendapan parsial
dari alginat sebagai kalsium alginat yang tidak larut.
5. Elastisitas dan rigiditas
Sifat ini merupakan karakteristik dari gel gelatin agar dan nitroselulosa, selama transformasi dari bentuk
sol menjadi gel terjadi peningkatan elastisitas dengan peningkatan konsentrasi pembentuk gel. Bentuk
struktur gel resisten terhadap perubahan atau deformasi dan mempunyai aliran viskoelastik. Struktur gel
dapat bermacam-macam tergantung dari komponen pembentuk gel.
6. Rheologi
Larutan pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi padatan yang terflokulasi memberikan sifat aliran
pseudoplastis yang khas, dan menunjukkan jalan aliran non Newton yang dikarakterisasi oleh
penurunan viskositas dan peningkatan laju aliran.
2.5
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam formulasi
1. Penampilan gel : transparan atau berbentuk suspensi partikel koloid yang terdispersi, dimana dengan
jumlah pelarut yang cukup banyak membentuk gel koloid yang mempunyai struktur tiga dimensi.
2. Inkompatibilitas dapat terjadi dengan mencampur obat yang bersifat kationik pada kombinasi zat aktif,
pengawet atau surfaktan dengan pembentuk gel yang bersifat anionik (terjadi inaktivasi atau pengendapan
zat kationik tersebut).
3. Gelling agents yang dipilih harus bersifat inert, aman dan tidak bereaksi dengan komponen lain dalam
formulasi.
4. Penggunaan polisakarida memerlukan penambahan pengawet sebab polisakarida bersifat rentan terhadap
mikroba.
5. Viskositas sediaan gel yang tepat, sehingga saat disimpan bersifat solid tapi sifat soliditas tersebut mudah
diubah dengan pengocokan sehingga mudah dioleskan saat penggunaan topikal.
6. Pemilihan komponen dalam formula yang tidak banyak menimbulkan perubahan viskositas saat disimpan
di bawah temperatur yang tidak terkontrol.

7. Konsentrasi polimer sebagai gelling agents harus tepat sebab saat penyimpanan dapat terjadi penurunan
konsentrasi polimer yang dapat menimbulkan syneresis (air mengambang diatas permukaan gel)
8. Pelarut yang digunakan tidak bersifat melarutkan gel, sebab bila daya adhesi antar pelarut dan gel lebih
besar dari daya kohesi antar gel maka sistem gel akan rusak.

2.6.

Komponen Gel

1. Gelling Agents (Pustaka : Dysperse System, vol. II, page 499-504)


Sejumlah polimer digunakan dalam pembentukan struktur berbentuk jaringan yang merupakan bagian
penting dari sistem gel. Termasuk dalam kelompok ini adalah gum alam, turunan selulosa, dan karbomer.
Kebanyakan dari sistem tersebut berfungsi dalam media air, selain itu ada yang membentuk gel dalam
cairan nonpolar. Beberapa partikel padat koloidal dapat berperilaku sebagai pembentuk gel karena
terjadinya flokulasi partikel. Konsentrasi yang tinggi dari beberapa surfaktan nonionik dapat digunakan
untuk menghasilkan gel yang jernih di dalam sistem yang mengandung sampai 15% minyak mineral.
Berikut ini adalah beberapa contoh gelling agent :
Polimer (gel organik)
a. Gum alam (natural gums)
Umumnya bersifat anionik (bermuatan negatif dalam larutan atau dispersi dalam air), meskipun dalam
jumlah kecil ada yang bermuatan netral, seperti guar gum. Karena komponen yang membangun struktur
kimianya, maka natural gum mudah terurai secara mikrobiologi dan menunjang pertumbuhan mikroba.
Oleh karena itu, sistem cair yang mengandung gum harus mengandung pengawet dengan konsentrasi
yang cukup. Pengawet yang bersifat kationik inkompatibel dengan gum yang bersifat anionik sehingga
penggunaannya harus dihindari.
Beberapa contoh gum alam :
i. Natrium alginat
Merupakan polisakarida, terdiri dari berbagai proporsi asam D-mannuronik dan asam L-guluronik yang
didapatkan dari rumput laut coklat dalam bentuk garam monovalen dan divalen. Natrium alginat 1,5-2%
digunakan sebagai lubrikan, dan 5-10% digunakan sebagai pembawa.
Garam kalsium dapat ditambahkan untuk meningkatkan viskositas dan kebanyakan formulasi
mengandung gliserol sebagai pendispersi.
Tersedia dalam bebrapa grade sesuai dengan viskositas yang terstandardisasi yang merupakan kelebihan
natrium alginat dibandingkan dengan tragakan.

ii. Karagenan
Hidrokoloid yang diekstrak dari beberapa alga merah yang merupakan suatu campuran tidak tetap dari
natrium, kalium, amonium, kalsium, dan ester-ester magnesium sulfat dari polimer galaktosa, dan 3,6anhidrogalaktosa.
Jenis kopolimer utama ialah kappa, iota, dan lambda karagenan. Fraksi kappa dan iota membentuk gel
yang reversibel terhadap pengaruh panas.
Semua karagenan adalah anionik. Gel kappa yang cenderung getas, merupakan gel yang terkuat dengan
keberadaan ion K. Gel iota bersifat elastis dan tetap jernih dengan keberadaan ion K.

iii. Tragakan
Menurut NF, didefinisikan sebagai ekstrak gum kering dariAstragalus gummifer Labillardie, atau spesies
Asia dari Astragalus.
Material kompleks yang sebagian besar tersusun atas asam polisakarida yang terdiri dari kalsium,
magnesium, dan kalium. Sisanya adalah polisakarida netral, tragakantin. Gum ini mengembang di dalam
air.
Digunakan sebanyak 2-3% sebagai lubrikan, dan 5% sebagai pembawa.
Tragakan kurang begitu populer karena mempunyai viskositas yang bervariasi. Viskositas akan menurun
dengan cepat di luar range pH 4,5-7, rentan terhadap degradasi oleh mikroba.
Formula mengandung alkohol dan/atau gliserol dan/atau volatile oil untuk mendispersikan gum dan
mencegah pengentalan ketika penambahan air.
iv. Pektin
Polisakarida yang diekstrak dari kulit sebelah dalam buah citrus yang banyak digunakan dalam makanan.
Merupakan gelling agent untuk produk yang bersifat asam dan digunakan bersama gliserol sebagai
pendispersi dan humektan.
Gel yang dihasilkan harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat karena air dapat menguap secara
cepat sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya proses sineresis.
Gel terbentuk pada pH asam dalam larutan air yang mengandung kalsium dan kemungkinan zat lain yang
befungsi menghidrasi gum.
b. Derivat selulosa
Selulosa murni tidak larut dalam air karena sifat kristalinitas yang tinggi. Substitusi dengan gugus
hidroksi menurunkan kristalinitas dengan menurunkan pengaturan rantai polimer dan ikatan hidrogen
antar rantai.
Derivat selulosa yang sering digunakan adalah MC, HEMC, HPMC, EHEC, HEC, dan HPC.
Sifat fisik dari selulosa ditentukan oleh jenis dan gugus substitusi. HPMC merupakan derivat selulosa
yang sering digunakan.
Derivat selulosa rentan terhadap degradasi enzimatik sehingga harus icegah adanya kontak dengan
sumber selulosa. Sterilisasi sediaan atau penambahan pengawet dapat mencegah penurunan viskositas
yang diakibatkan oleh depolimerisasi oleh enzim yang dihasilkan dari mikroorganisme. Misalnya : MC,
Na CMC, HEC, HPC
Sering digunakan karena menghasilkan gel yang bersifat netral, viskositas stabil, resisten terhadap
pertumbuhan mikroba, gel yang jernih, dan menghasilkan film yang kuat pada kulit ketika kering.
Misalnya MC, Na CMC, HPMC
c. Polimer sintetis (Karbomer = karbopol)
Sebagai pengental sediaan dan produk kosmetik.
Karbomer merupakan gelling agent yang kuat, membentuk gel pada konsentrasi sekitar 0,5%. Dalam
media air, yang diperdagangkan dalam bentuk asam bebasnya, pertama-tama dibersihkan dulu, setelah
udara yang terperangkap keluar semua, gel akan terbentuk dengan cara netralisasi dengan basa yang
sesuai.
Dalam sistem cair, basa anorganik seperti NaOH, KOH, dan NH4OH sebaiknya ditambahkan.
pH harus dinetralkan karena karakter gel yang dihasilkan dipengaruhi oleh proses netralisasi atau pH
yang tinggi.

Viskositas dispersi karbomer dapat menurun dengan adanya ion-ion.


Merupakan gelling agent yang kuat, maka hanya diperlukan dalam konsentrasi kecil.

Polietilen (gelling oil)


Digunakan dalam gel hidrofobik likuid, akan dihasilkan gel yang lembut, mudah tersebar, dan
membentuk lapisan/film yang tahan air pada permukaan kulit. Untuk membentuk gel, polimer harus
didispersikan dalam minyak pada suhu tinggi (di atas 800C) kemudian langsung didinginkan dengan cepat
untuk mengendapkan kristal yang merupakan pembentukan matriks.

Koloid padat terdispersi


Mikrokristalin selulosa dapat berfungsi sebagai gellant dengan cara pembentukan jaringan karena gaya
tarik-menarik antar partikel seperti ikatan hidrogen.
Konsentrasi rendah dibutuhkan untuk cairan nonpolar. Untuk cairan polar diperlukan konsentrasi yang
lebih besar untuk membentuk gel, karena adanya kompetisi dengan medium yang melemahkan interaksi
antar partikel tersebut.
Surfaktan
Gel yang jernih dapat dihasilkan oleh kombinasi antara minyak mineral, air, dan konsentrasi yang tinggi
(20-40%) dari surfaktan anionik. Kombinasi tersebut membentuk mikroemulsi. Karakteristik gel yang
terbentuk dapat bervariasi dengan cara meng-adjust proporsi dan konsentrasi dari komposisinya. Bentuk
komersial yang paling banyak untuk jenis gel ini adalah produk pembersih rambut.
Gellants lain
Banyak wax yang digunakan sebagai gellants untuk media nonpolar seperti beeswax, carnauba wax, setil
ester wax.
Polivinil alkohol
Untuk membuat gel yang dapat mengering secara cepat. Film yang terbentuk sangat kuat dan plastis
sehingga memberikan kontak yang baik antara obat dan kulit. Tersedia dalam beberapa grade yang
berbeda dalam viskositas dan angka penyabunan.
Clays (gel anorganik)
Digunakan sebanyak 7-20% sebagai basis. Mempunyai pH 9 sehingga tidak cocok digunakan pada kulit.
Viskositas dapat menurun dengan adanya basa. Magnesium oksida sering ditambahkan untuk
meningkatkan viskositas. Bentonit harus disterilkan terlebih dahulu untuk penggunaan pada luka terbuka.
Bentonit dapat digunakan pada konsentrasi 5-20%. Contohnya : Bentonit, veegum, laponite

2.7 Bahan tambahan


a. Pengawet
Meskipun beberapa basis gel resisten terhadap serangan mikroba, tetapi semua gel mengandung banyak
air sehingga membutuhkan pengawet sebagai antimikroba. Dalam pemilihan pengawet harus
memperhatikan inkompatibilitasnya dengan gelling agent.
Beberapa contoh pengawet yang biasa digunakan dengan gelling agent :
Tragakan : metil hidroksi benzoat 0,2 % w/v dgn propil hidroksi benzoat 0,05 % w/v

Na alginate : metil hidroksi benzoat 0,1- 0,2 % w/v, atau klorokresol 0,1 % w/v atau asam
benzoat 0,2 % w/v
Pektin : asam benzoat 0,2 % w/v atau metil hidroksi benzoat 0,12 % w/v atau klorokresol 0,10,2 % w/v
Starch glyserin
: metil hidroksi benzoat 0,1-0,2 % w/v atau asam benzoat 0,2 % w/v
MC : fenil merkuri nitrat 0,001 % w/v atau benzalkonium klorida 0,02% w/v
Na CMC : metil hidroksi benzoat 0,2 % w/v dgn propil hidroksi benzoat 0,02 % w/v
Polivinil alkohol : klorheksidin asetat 0,02 % w/v
Pada umumnya pengawet dibutuhkan oleh sediaan yang mengandung air. Biasanya digunkan
pelarut air yang mengandung metilparaben 0,075% dan propilparaben 0,025% sebagai pengawet.

b. Penambahan Bahan higroskopis


Bertujuan untuk mencegah kehilangan air. Contohnya gliserol, propilenglikol dan sorbitol dengan
konsentrasi 10-20 %
c.

Chelating agent
Bertujuan untuk mencegah basis dan zat yang sensitive terhadap logam berat. Contohnya EDTA
2.8 Formula gel
(Pustaka : Liweberman, Herbert A., martin M. R., Gilbert S. B., 1989.Phamaceutical Dosage Forms
Disperse System, Vol II, Macel Dekker Inc., New york. Hal 504-506)
1. Gel minyak mineral
R/ Polietilen
10 %
Minyak mineral 90 %
Cara pembuatan ;
Dicampurkan dan aduk atau kocok. Campuran dipanaskan hingga 90C campur hingga homogen, lalu
dinginkan dengan cepat melalui pengadukan.
2. Gel efedrin sulfat
R/ Efedrin sulfat
10 g
Tragakan
10 g
Metil salisilat
0,1 g
Eucalyptol
1 mL
Minyak pine needle
0,1 mL
Gliserin
150 g
Air
830 mL
Cara pembuatan :
Efedrin sulfat dilarutkan ke dalam air dan ditambahkan gliserin, tragakan, kemudian komponen lainnya.
Campurkan dengan baik dan simpan dalam wadah tertutup baik selama 1 minggu dengan
pengadukan.
3.

Clear gel

R/ Minyak mineral
10 %
Polioksietilen 10 oleil eter
20,7 %
Polioksietilen fatty gliserida
10,3 %
Propilen glikol
8,6 %
Sorbitol
6,9 %
Air
43,5 %
Cara pembuatan :
Semua komponen dipanaskan kecuali air hingga 90C, kemudian air dipanaskan secara terpisah hingga
85C. Air dicampurkan ke dalam komponen lain tersebut dengan pengadukan, lalu dinginkan hingga
60C
4.

Gel zinc oksida

R/ Karbomer 934 P (karbopol 934 P)


0,8 %
NaOH (larutan 10 %)
3,2 %
ZnO
20 %
Air
76 %
Cara pembuatan :
Karbomer didispersikan ke dalam air, kemudian ditambahakan NaOH dengan pengadukan yang lambat
untuk menghindari penyerapan /penjerapan udara. Kemudian tambahkan ZnO dan campurkan hingga
homogen
5.

Gel sun Screening

R/

Etanol
53 %
Karbomer 940
1%
Gliseril-p-amino benzoat 3 %
Monoisopropanolamin 0,09 %
Air
52,91 %
Cara pembuatan :
Karbomer 940 didispersikan ke dalam alcohol dan giseril-p-amino benzoat dilarutkan ke dalm larutan.
Secara perlahan Monoisopropanolamin ditambahkan. Kemudian secara perlahan-lahan ditambahkan air
dan dikocok dengan seksama untuk menghindari penyerapan udara, larutan akan jernih dan terbentuk gel.
6.

Gel hidroksi peroksida

R/ Poloksamer F-127
25 %
Hidrogen peroksida (larutan 30 %)
10 %
Air murni
65 %
Cara pembuatan :
Air dipanakan hingga 40-50 F dan disimpan pada wadah pencampuran. Poloksamer F-127 ditambahkan
secara perlahan dengan pengadukan yang baik kemudian pengadukan dilakukan kembali hingga larutan
terbentuk. Temperatur dijaga pada suhu 50 F. Tambahkan larutan hydrogen peroksida dingin secara
perlahan dengan pengadukan yang baik. Lalu pindahkan ke dalam wadah dan disimpan dalam temperatur
ruangan hingga cairan menjadi gel yang jernih.
7. Basis clear Jelly

R/ Na-alginat
3g
Metil paraben
0,2 g
Natrium heksametafosfat
5g
Gliserin
10 g
Air murni
100 g
Cara pembuatan :
Metil paraben dilarutkan ke dalam gliserin dengan penambahan panas. Kemudian ditambahkan air ke dalm
gliserin yang hangat dengan pengadukanm yang cepat, kemudian Natrium heksametafosfat dilarutkan ke
dalam larutan. Lalu ditambahkan Na-alginat dengan pengadukan cepat yang kontinu hingga terl;arut sempurna.

1.
2.
3.
4.

5.
6.

2.9 METODA DAN PROSEDUR PEMBUATAN


Proses pembuatan (Pustaka : Lachman, Disperse System Vol. 2):
Timbang sejumlah gelling agent sesuai dengan yang dibutuhkan
Gelling agent dikembangkan sesuai dengan caranya masing-masing
Timbang zat aktif dan zat tambahan lainnya
Tambahkan gelling agent yang sudah dikembangkan ke dalam campuaran tersebut atau sebaliknya sambil
diaduk terus-menerus hingga homogen tapi jangan terlalu kuat karena akan menyerap udara sehingga
menyebabkan timbulnya gelembung udara dalam sediaan yang nantinya dapat mempengaruhi pH sediaan.
Gel yang sudah jadi dimasukkan ke dalam alat pengisi gel dan diisikan ke dalam tube sebanyak yang
dibutuhkan
Ujung tube ditutup lalu diberi etiket dan dikemas dalam wa dah ynag dilengkapi brosur dan etiket

2.10 Wadah Gel


Gel lubrikan harus dikemas dalam tube dan harus disterilkan
Gel untuk penggunaan mata dikemas dalam tube steril.
Gel untuk penggunaan pada kulit dapat dikemas dalam tube atau pot salep.
Wadah harus diisi cukup penuh dan kedap udara untuk mencegah penguapan.

2.11 PEMBUATAN GEL STERIL


Metoda sterilisasi :
Gel steril digunakan untuk penggunaan mata dan untuk lubrikan alat/kateter yang dimasukkan ke
dalam tubuh. Gel disterilkan dengan metoda sterilisasi awal yaitu bahan awal disterilkan masing-masing
kemudiaan dibuat secara aseptic. Gel kemudian di masukkan ke dalam wadah yang steril.
Cara lain gel dapat disterilkan dengan metoda sterilisasi akhir dengan radiasi sinar gamma Co60.
Metoda sterilisasi wadah
Wadah untuk gel sterl adalah tube yang terbuat Dari logam. Tube disterilkan dengan metoda
panas kering, yaitu dengan pemanasan 160 C selama 1 jam.
Contoh formula gel steril :
Pilokarpin Hidroklorida (Sediaan Gel untuk Mata)
R/
Pilokarpin HCl (zat aktif)
4%
Benzalkonium klorida (pengawet)
0.08%

Dinatrium edetat (chelating agent)


Karbomer 940 (gelling agent)
Natrium hidroksida (adjust pH)
qs
dan atau
Asam Hidroklorida (adjust pH)
qs
Air murni (purified water)
qs 100 mL
Cara Pembuatan :
Karbomer didispersikan ke dalam sebagian air dan disterilisasi dalam autoklaf. Pilokarpin HCl,
dinatrium edetat, dan benzalkonium klorida dilarutkan dalam air yang berbeda. Larutan ini kemudian
disterilisasi dengan metode filtrasi membran. Dispersi karbomer kemudian ditambahkan ke dalam larutan
pilokarpin pada kondisi aseptik. Volume akhir disesuaikan dengan menambahkan air steril, juga
dilakukan pada kondisi aseptik. Produk yang sudah jadi kemudian diisikan ke dalam tube gel untuk mata
yang sebelumnya sudah disterilkan, dilakukan pada kondisi aseptik.

2.12 EVALUASI GEL

1.
2.

3.
4.

5.
6.
7.
8.

9.

A. Evaluasi fisik
Penampilan (Diktat teknologi likuida dan semisolid hal.127)
Yang dilihat penampilan, warna dan bau.
Homogenitas ( Diktat teknologi likuida dan semisolid hal.127)
Caranya: oleskan sedikit gel diatas kaca objek dan diamati susunan partikel yang terbentuk atau ketidak
homogenan.
Viskositas/rheologi (lihat lampiran martin, Farfis hal 501)
Menggunakan viscometer Stromer dan viscometer Brookfield
Distribusi ukuran partikel
Prosedur :
sebarkan sejumlah gel yang membentuk lapisan tipis pada slide mikroskop
Lihat di bawah mikroskop
Suatu partikel tidak dapat ditetapkan bila ukurannya mendekati sumber cahaya
Untuk cahaya putih, suatu mikroskop bisa dapat mengukur partikel 0,4 0,5 mm. Dengan lensa
khusus dan sinar UV, batas yang lebih rendah dapat diperluas sampai 0,1
Uji Kebocoran ( Lihat Lampiran FI IV Hal. 1096)
Isi minimum (Lihat Lampiran FI IV hal.997)
Penetapan pH (Lihat Lampiran FI IV hal 1039)
Uji pelepasan Bhan aktif dari sediaan gel (Pustaka TA Ivantina Pelepasan Diklofenak Dari Sediaan
Salep)
Prinsip : mengukur kecepatan pelepasan bahan aktif dari sediaan gel dengan cara mengukur konsentrasi
zat aktif dalam cairan penerima pada waktu-waktu tertentu
Uji difusi bahan aktif dari sediaan gel (Pustaka TA Sriningsih Kecepatan difusi kloramfenikol dari
sediaan salep)
Prinsip : Menguji difusi bahan aktif dari sediaan gel menggunakan suatu sel difusi dengan cara mengukur
konsentrasi bahan aktif dalam cairan penerima pada selang waktu tertentu)

10.

Stabilitas gel (Dosage Form, disperse system vol.2 hal 507) 1 tube
a. Yield value suatu sediaan viskoelastis dapat ditentukan dengan menggunakan penetrometer. Alat ini
berupa logam kerucut atau jarum. Dalamnya penetrasi yang dihasilkan dilihat dari sudut kontak dengan
sediaan diwawah suatu tekanan. Yield value ini dapat dihitung dengan rumus :

SO
m
g
p
n

= yield value
= massa kerucut dan fasa gerak (g)
= percepatan gravitasi
= dalamnya penetrasi (cm)
= konstanta material mendekati 2

Yield value antara 100-1000 dines/cm2 menunjukkan kemampuan untuk mudah tersebar. Nilai dibawah
ini menunjukkan sediaan terlalu lunak dan mudah mengalir., diatas nilai ini menunjukkan terlalu keras
dan tidak dapat tersebar.
b. Dilakukan uji dipercepat dengan :
Agitasi atau sentrifugasi (Mekanik)
Sediaan disentrifugasi dengan kecepatan tinggi (sekitar 30000 RPM). Amati apakah terjadi
pemisahan atau tidak(Lachman hal 1081)
Manipulasi suhu
Gel dioleskan pada kaca objek dan dipanaskan pada suhu 30, 40, 50, 60, 70 C. Amati dengan bantuan
indicator (seperti sudan merah) mulai suhu berapa terjadi pemisahan, makin tinggi suhu bearti makin
stabil)

2.2.4 pasta
Pasta adalah salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat serbuk. Karena merupakan
salep yang tebal, keras dan tidak meleleh pada suhu badan maka digunakan sebagai salep
penutup atau pelindung. (buku farmasetika, prof. Drs. Moh. Anief, Apt.)
Menurut farmakope Indonesia edisi ke-3 adalah sediaan berupa masa lembek yang
dimaksudkan untuk pemakaian luar. Biasanya dibuat dengan mencampurkan bahan obat yang
berbentuk serbuk dalam jumlah besar denngan vaselin atau paravin cair atau dengan bahan dasar
tidak berlemak yang dibuat dengan Gliserol, musilago atau sabun. Digunakan sebagai antiseptik,
atau pelindung.
Sedangkan menurut farmakope Indonesia edisi ke-4 adalah sediaan semi padat yang
mengandung satu atau lebih bahan obat yang digunakan untuk pemakaian topical.
Pastes are stiff preparations containing a high proportion of finely powdered solids such
as zinc oxide and starch suspended in an ointment. they are used for circumscribe lesions such as
those with occur in lichen simplex, chronic eczema, or psoriasis. they are less occlusive than

ointments and can be used to protect inflamed, lichenified, or excoriated skin. (British National
Formulary Bag-2)
Menurut DOM, Pasta adalah sediaan semi padat dermatologis yang menunjukkan aliran
dilatan yang penting. Ketika digunakan, pasta memiliki nilai yield tertentu dan tahan untuk
mengalir meningkat dengan meningkatnya gaya pada penggunaan. Pasta biasanya disiapkan
dengan menambahkan sejumlah serbuk yang tidak larut yang signifikan (biasanya 20% atau
lebih) pada basis salep konvensional sehingga akan merubah aliran plastis dari salep menjadi
aliran dilatan.
Menurut Scovilles , Pasta terkenal pada daerah dermatologi dan tebal, salep kental
dimana pada dasarnya tidak melebur pada suhu tubuh, sehingga membentuk dan menahan
lapisan pelindung pada area dimana pasta digunakan.
Menurut Prescription, Pasta terbagi menjadi dua kelas seperti sediaan salep untuk
penggunaan luar. Pasta berlemak seperti pasta ZnO dan pasta tidak berlemak mengandung
gliserin dengan pektin, gelatin, tragakan dan lain-lain. Pasta biasanya sangat kental atau kaku dan
kurang berlemak dibandingkan dengan salep dimana bahan-bahan serbuk seperti pati, ZnO dan
kalsium karbonat pada basisnya memiliki bagian yang tinggi.
Sehingga secara umum pasta adalah sediaan semi padat yang mengandung satu atau
lebih bahan obat yang digunakan secara topikal. Biasanya mengandung serbuk sampai 50%
hingga pasta lebih kaku dan kental dan kurang berminyak dibandingkan salep. Pasta tidak
melebur pada suhu tubuh dan memberi perlindungan berlebih pada daerah dimana pasta
digunakan.
2.1 Karakteristik Pasta
Daya adsorbs pasta lebih besar
Sering digunakan untuk mengadsorbsi sekresi cairan serosal pada tempat pemakaian. Sehingga
cocok untuk luka akut.
Tidak sesuai dengan bagian tubuh yang berbulu.
Mengandung satu atau lebih bahan obat yang ditujukan untuk pemakaian topikal.
Konsistensi lebih kenyal dari unguentum.
Tidak memberikan rasa berminyak seperti unguentum.
Memiliki persentase bahan padat lebih besar dari pada salep yaitu mengandung bahan serbuk
(padat) antara 40 %- 50 %

2.2 Kelebihan Pasta


Pasta mengikat cairan secret, pasta lebih baik dari unguentum untuk luka akut dengan tendensi
mengeluarkan cairan
Bahan obat dalam pasta lebih melekat pada kulit sehingga meningkatkan daya kerja local
Konsentrasi lebih kental dari salep
Daya adsorpsi sediaan pasta lebih besar dan kurang berlemak dibandingkan dengan sediaan
salep.

2.3 Kekurangan Pasta


Karena sifat pasta yang kaku dan tidak dapat ditembus, pasta pada umumnya tidak sesuai untuk
pemakaian pada bagian tubuh yang berbulu.
Dapat mengeringkan kulit dan merusak lapisan kulit epidermis
Dapat menyebabkan iritasi kulit
2.4 Cara Absorbsi Pasta
a. Penetrasi
Penetrasi pasta ke dalam kulit dimungkinkan melalui dinding folikel rambut. Apabila kulit utuh
maka cara utama untuk penetrasi masuk umumnya melalui lapisan epidermis lebih baik dari pada
melalui folikel rambut atau kelenjar keringat. Absorpsi melalui epidermis relatif lebih cepat
karena luas permukaan epidermis 100 sampai 1000 kali lebih besar dari rute lainnya Stratum
korneum, epidermis yang utuh, dan dermis merupakan lapisan penghalang penetrasi obat ke
dalam kulit. Penetrasi ke dalam kulit ini dapat terjadi dengan cara difusi melalui penetrasi
transeluler (menyeberangi sel), penetrasi interseluler (antar sel), penetrasi transepidageal
(melalui folikel rambut, keringat, dan perlengkapan pilo sebaseus)
b. Disolusi
Disolusi didefinisikan sebagai tahapan dimana pasta mulai masuk ke dalam
larutan dari bentuk padatnya atau suatu proses dimana suatu bahan kimia atau obat menjadi
terlarut dalam pelarut. Dalam sistem biologis pelarut obat dalam media aqueous merupakan
bagian penting sebelum kondisi absorpsi sistemik. Supaya partikel padat terdisolusi molekul
solut pertama-tama harus memisahkan diri dari permukaan padat, kemudian bergerak menjauhi
permuk aan memasuki pelarut.
c. Difusi
Difusi adalah suatu proses perpindahan massa molekul suatu zat yang dibawa oleh gerakan
molekul secara acak dan berhubungan dengan adanya perbedaan konsentrasi aliran molekul
melalui suatu batas, misalnya membran polimer. Difusi pasif merupakan bagian terbesar dari
proses trans-membran bagi umumnya obat. Tenaga pendorong untuk difusi pasif ini adalah
perbedaan konsentrasi obat pada kedua sisi membran sel. Menurut hukum difusi Fick, molekul
obat berdifusi dari daerah dengan konsentrasi obat tinggi ke daerah konsentrasi obat rendah.
2.5 Basis atau Pembawanya
Pada dasarnya basis yang digunakan dalam formulasi sediaan pasta tidak jauh berbeda
dengan basis yang digunakan dalam formulasi sediaan salep, yaitu:
a. Basis Hidrokarbon
Karakteristik :
Tidak diabsorbsi oleh kulit
Inert
Tidak bercampur dengan air

Daya adsorbsi air rendah


Menghambat kehilangan air pada kulit dengan membentuk lapisan tahan air dan meningkatkan
absorbsi obat melalui kulit.
Dibagi menjadi 5, yaitu : Soft paraffin, Hard paraffin, Liquid paraffin, Paraffin substitute,
paraffin ointment

Contoh : vaselin, White Petrolatum/paraffin, White Ointment


b. Basis Absorbsi
Karakteristik : bersifat hidrofil dan dapat menyerap sejumlah tertentu air dan larutan cair.
Terbagi :
Non emulsi co, basis ini menyerap air untuk memproduksi emulsi air dalam minyak . Terdiri
atas : Wool fat, wool alcohols, beeswax and cholesterol.
Emulsi A/M co, terdiri atas : Hydrous wool fat (lanolin), Oily cream.
c.

Larut Air
Misalnya PEG (polyethylene Glycol) yang mampu melarutkan zat aktif yang tak larut dalam air
dan meningkatkan penyebaran obat. Bersifat stabil, tersebar merata, dapat mengikat pygmen dan
higroskopis (mudah menguap), sehingga dapat memberikan kenyamanan pada pemakaian
sediaan pasta.

d. Air-misibel, misalnya salep beremulsi.


2.6 Formulasi sediaan/komponen di dalam formula.
Pada umumnya sekitar 50% dari pasta adalah zat padat (serbuk) sehingga lebih kental
dari salep. Formula, komponen , dan komposisi yang terkandung dalam pasta berbeda
bergantung pada jenis pasta tersebut.
1. Pasta berlemak
Pasta berlemak merupakan suatu salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat (serbuk).
Sebagai baha
n dasar salep digunakan vaselin dan paraffin cair. Bahan tidak berlemak
seperti Glycerinum, Mucylago atau sabun biasa digunakan untuk antiseptik atau pelindung kulit.
Komposisi salep ini memungkinkan penyerapan dan pelepasan cairan berair yang tidak
normal di kulit. Karena jumlah lemak lebih sedikit dibanding jumlah serbuk padatnya, maka
untuk menghomogenkan lemak-lemak tersebut harus dilelehkan terlebih dahulu.
Contoh resep sediaan pasta berlemak :
- Acidi salicylici Zinc Oxydy Pas (F.N 1978)
R/
Acidi Salicylici
2
Zinci Oxydi 25
Amyli Tritici 25
- Pasta Zinci Oxydi
R/
Zyncy Oxydi 25
Amily Tratici 25
Vaselin Flavi 50

Pada Zinc Oxyda dibuat dengan cara menggerus kemudian mencampurkan 25% dari
masing-masing Zinc Oxyda dan Amylum dengan Vaselin putih. Hasil produksi ini berupa salep
yang padat, kaku, tidak meleleh pada suhu tubuh serta mampu mengabsorbsi upa air jenuh lebih
besar dan biasa digunakan sebagai astringen dan pelindung. Pasta juga sering digunakan menjadi
pembawa untuk bahan obat lainnya.
Resorcinoly Sulfuricy Pasta
R/
Resorcinoli
5
Sulfur
5
Zinci Oxydi
40
Cetramacologi 1000 3
Cetostearyakoholi
12
Paraffin Liquid
10
Vaselin Flavi Ad
100
Pasta berlemak ternyata kurang berminyak dan ternyata lebih menyerap dibandingkan
dengan salep karena tingginya kadar obat yang mempunyai afinitas terhadap air. Pasta ini
cenderung menyerap sekresi seperti serum dan mempunyai daya penetrasi dan daya maserasi
yang lebih rendah dari salep. Oleh karena itu, pasta digunakan untuk lesi akut yang cenderung
membentuk karat, mengelembung dan mengeluarkan cairan.

2. Pasta kering
Mengandung 60% zat padat (serbuk).
Contoh resep pasta kering :
- R/
Bentonit
1
Sulf Praecip 2
Zinci Oxydi 10
Talci
10
Icthamoli
0,5
Glycerini
Aquae aa
5
s.ad.us.ext
3. Pasta pendingin
Merupakan campuran serbuk minyak lemak dan cairan berair dikenal dengan salep 3
dara.
Contoh resep :
- R/
Zinci Oxyde
Olei Olivie
Calcii Hydroxidi Solutio aa 10
4. Pasta Detifriciae (Pasta Gigi)

Merupakan campuran kental terdiri dari serbuk dan Glycerinum yang digunakan untuk
pembersih gigi. Pasta gigi yang digunakan sekarang ini adalah pasta gigi triaminsolon yang
merupakn preparat antiinflamasi yang dipakai secara topikal pada mukosa di selaput gigi.

2.7 Metoda pembuatan skala lab dan industri


Pembuatan Skala labor.
Umumnya pasta dibuat dengan cara yang sama dengan salep. Tetapi, bahan untuk
menggerus dan mengahluskan digunakan untuk membuat komponen serbuk menjadi lembut,
bagian dari dasar ini sering digunakan lebih banyak daripada minyak mineral sebagai cairan
untuk melembutkan pasta. Untuk bahan dasar yang berbentuk setengah padat, dicairkan terlebih
dahulu, setelah itu baru kemudian dicampur dengan bahan padat dalam keadaan panas agar lebih
tercampur dan homogen.
Pembuatan pasta dilakukan dengan dua metode :
1. Pencampuran
Komponen dari pasta dicampur bersama-sama dengan segala cara sampai sediaan yang rata
tercapai.
2. Peleburan
Semua atau beberapa komponen dari pasta dicampurkan dengan meleburkannya secara
bersamaan, kemudian didinginkan dengan pengadukan yang konstan sampai mengental.
Komponen-komponen yang tidak dicairkan biasanya ditambahkan pada campuran yang sedang
mengental setelah didinginkan dan diaduk.
Bahan dasar pasta :
vaselin, lanolin, adepslanae, unguentum simplex, minyak lemak dan parafin liquidum.
Pembuatan :
bahan dasar yang berbentuk setengah padat dicairkan lebih dulu, baru dicampur dengan bahan
padat dalam keadaan panas agar lebih tercampur dan homogen.
Contoh pembuatan pasta dalam skala labor
Pembuatan pasta pendingin
Contoh resep :
R/
Zinci Oxyde
Olei Olivie
Calcii Hydroxidi Solutio aa 10
Cara pembuatan :
Gerus serbuk Zinci Oxyde lalu ayak dengan ayakan no. 100. Setelah itu tambahkan dalam mortir
Aqua Calcis dan campur baik-baik. Setelah itu tambahkan minyaknya sekaligus, diaduk baikbaik sampai diperoleh masa yang homogen.
Tipe emulsi yang terjadi A/M, untuk penstabilan sebagian minyak kira-kira 3% diganti dengan
Cera alba. Penggerusan jangan lama-lama, karena dapat terjadi pecahnya emuls.

Penstabilan dapat dilakukan pula dengan penambahan Acidum Oleinicum crudum (1 tetes per 5
gram minyak) dicampur dulu pada minyak. Pada pencampuran dengan Aqua Calcis akan
terbentuk sabun Ca-Oleat, yang akan menstabilkan emulsi A/M, setelah itu ditambah ZnO dan
dicampur baik-baik.
Pembuatan skala industri
Penentuan bahan yang berkualitas
Tes sterilisasi awal
Sterilisasi terminal dari pasta
Filtrasi agar jenih
Pengerjaan penampilan
Penggunaan LAF
Uji stabilitas obat
Tonisitas
Viscositas
Pengemasan
Pemeriksaan hasil dengan teliti
Peralatan yang dibutuhkan untuk pembuatan sediaan semi padat untuk skala kecil
(laboratorium) maupun untuk skala besar (industri) pada prinsipnya sama. Perbedaannya hanya
pada kapasitas alatnya, pada skala laboratorium kapasitas peralatannya lebih kecil.
Dalam praktek yang lebih sederhana,
Pembuatan sediaan semipadat dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat yang umum
terdapat di laboratorium seperti beaker glass, mortir, steamper, spatula, sumber panas, penangas
air, cawan porselin, dan hand homogenizers.
Dalam skala yang lebih besar, dapat menggunakan stirrers, agitators, heating kettles,
homogenizers, electric mortar and pestle dan colloid mills.
2.8 Evaluasi sediaan.
1) Pengamatan organoleptis
Pemerian dilakukan pada bentuk, warna,bau, dan suhu lebur.
2) Homogenitas
Pengujian homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada saat proses pembuatan
pasta bahan aktif obat dengan bahan dasarnya dan bahan tambahan lain yang diperlukan
tercampur secara homogen. Persyaratannya harus homogen, sehingga pasta yang dihasilkan
mudah digunakan dan terdistribusi merata saat penggunaan pada kulit. Alat yg biasanya
digunakan pada uji homogenitas adalah roller mill, colloid mill, homogenizer tipe katup.
Dispersi yang seragam dari obat yang tak larut dalam basis maupun pengecilan ukuran agregat
lemak dilakukan dengan melalui homogenizer atau mill pada temperatur 30-40 0 C.
1. Letakan 0,5 gram sediaan pada obyek glass
2. Tutup dengan obyek glass yang lain

3. Amati homogenitasnya menggunakan lup.


3) Uji Viskositas
Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir, semakin
tinggi viskositas, akan makin besar tahanannya. Nilai viskositas dipengaruhi oleh zat pengental,
surfaktan yang dipilih, proporsi fase terdispersi dan ukuran partikel.
4) Uji Stabilitas Fisik
Stabilitas dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk untuk bertahan dalam
batas yang ditetapkan dan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan, sifat
karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya pada saat produk dibuat. (Dirjen POM,1995)
Tujuan pemeriksaan kestabilan obat adalah untuk menjamin bahwa setiap bahan obat
yang didistribusikan tetap memenuhi persyaratan yang ditetapkan meskipun sudah cukup lama
dalam penyimpanan. Pemeriksaan kestabilan digunakan sebagai dasar penentuan batas
kadaluarsa , cara-cara penyimpanan yang perlu dicantumkan dalam label (Lachman, 1994).
Ketidakstabilan formulasi dapat dilihat dari perubahan penampilan fisik, warna, rasa, dan tekstur
dari formulasi tersebut, sedangkan perubahan kimia yang terjadi hanya dapat dipastikan melalui
analisis kimia.
5) Pemeriksaan konsistensi
Penetrometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur konsistensi atau kekerasan
semisolid.
6) Pengukuran diameter globul rata-rata
Pengukuran diameter globul rata-rata dilakukan menggunakan mikroskop optik dengan
perbesaran 100x.
7) Penetapan kadar zat aktif
Penetapan kadar dapat dilakukan dengan cara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).
8) Keseragaman sediaan
Keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan menggunakan dua metode, yaitu keragaman
bobot dan keseragaman kandungan. Persyaratan ini digunakan untuk sediaan yang mengandung
dua atau lebih zat aktif. Persyaratan keragaman bobot diterapkan pada produk yang mengandung
zat aktif 50 mg atau lebih yang merupakan 50% atau lebih , dari bobot satuan sediaan.
Keseragaman dari zat aktif lain, jika dalam jumlah kecil ditetapkan dengan persyaratan
keseragaman kandungan (Dirjen POM, 1995).

9) pH
Harga pH merupakan harga yang diberikan oleh alat potensiometrik (pH meter) yang sesuai,
yang telah dibakukan sebagaimana mestinya , yang mampu mengukur harga pH sampai 0,02 unit
pH menggunakan elektroda indikator yang peka terhadap aktifitas ion hidrogen, elektroda kaca,
dan elektroda pembanding yang sesuai.
2.9

Perbedaan Pasta dengan Salep :

Persentase bahan padat lebih besar, sehingga menjadi kental dan kaku disbanding salep.
Daya adsorbs pasta lebih besar (karena persentase bahan padatnya lbh tinggi)
Lebih sering digunakan untuk mengadsorbsi sekresi cairan serosal pada tempat pemakaian.
Cocok untuk luka akut.

BAB III. APLIKASI DAN CONTOH


BAB IV. RESUME

DAFTAR PUSTAKA

Lieberman, H., A., Coben, L., J., Sediaan Semisolid, dalam Lachman, L., Lieberman, H., A., Kanig, J.,
L., 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri III, UI-Press

Anda mungkin juga menyukai