Anda di halaman 1dari 40

ISSN 1829 - 5118

Vol. 8 - Maret 2012

JURNAL
TUBERKULOSIS
INDONESIA

DAFTAR ISI :
EVALUASI METODEFASTPlaqueTBTM UNTUK MENDETEKSI Mycobacterium
tuberculosis PADA SPUTUM DI BEBERAPA UNITPELAYANAN KESEHATAN DI
JAKARTA-INDONESIA
HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KUALITASHIDUPPADA PENDERITA
TUBERKULOSISPARU (TB PARU) DI BALAI PENGOBATAN PENYAKITPARU
(BP4) YOGYAKARTA UNITMINGGIRAN
RAPIDTB TEST
MEROKOKDAN TUBERKULOSIS
TUBERKULOSISDAN HIV-AIDS
TUBERKULOSISNOSOKOMIAL

Diterbitkan Oleh
Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI)
The Indonesian Association Againts Tuberculosis
Vol. 8- Maret 2012 ISSN 1829 - 5118

JURNAL
TUBERKULOSIS
INDONESIA
Diterbitkan Oleh
Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia

Pemimpin Umum
Ketua Umum PP PPTI

Penanggung Jawab
Dr. Achmad Hudoyo, Sp.P, FCCP

Pemimpin Redaksi
Dr. Prasenohadi, Sp.P, Ph.D

Sekretariat Redaksi
Drs. Sumardi

Alamat Sekretariat Redaksi & Iklan


Jl. Sultan Iskandar Muda No. 66A
Kebayoran Lama Utara, Jakarta 12240
Telp. 021 - 7397494
Fax. 021 - 7397494
http://www.ppti.info, email: ppti66@yahoo.com

Terbit pertama kali Agustus 2004


Petunjuk Untuk Penulis

Redaksi menerima naskah yang hanya ditujukan untuk Abstrak


Jurnal Tuberkulosis Indonesia (JTI) dalam bahasa Dibuat dalam Bahasa Indonesia dan Inggris, secara
Indonesia/Inggris, dengan ketentuan sebagai berikut: terstruktur yang memuat inti pendahuluan; subjek
Pedoman Umum dan metode; hasil; dan kesimpulan penlis. Abstrak
Naskah adalah karangan asli tidak lebih dari 250 kata.
Naskah belum pernah diterbitkan sebelumnya dalam Tabel dan Gambar
bentuk dan media/jurnal apapun Tabel dan gambar disajikan dalam lembar terpisah,
Seluruh isi naskah adalah tanggung jawab penulis dan telah disebutkan letaknya dalam narasi naskah
Naskah yang telah dikirim menjadi hak redaksi, dan Judul tabel diletakkan di atas dan setiap tabel
seluruh isinya tidak dapat direproduksi kembali untuk Setiap singkatan pada tabel diberi keterangan sesuai
publikasi dalam bentuk apapun tanpa seijin redaksi urutan alfabet berupa catatan kaki di bawah tabel
Redaksi berhak untuk melakukan proses penyuntingan ataugambar.
naskah, dalam bentuk gaya, bentuk, tampilan, dan Gambar, tabel, atau foto, harus diberi keterangan secara
kejelasan isi, tanpa harus mengubah isi naskah informative sehingga mudah untuk dimengerti
Redaksi berhak unt uk memint a penulis untuk Permintaan pemuatan gambar berwarna dikenakan
memperbaiki isi dan bentuk tulisan biaya reproduksi
Naskah yang tidak dimuat, akan dikembalikan kepada
Daftar Pustaka
penulis apabila ada permintaan sebelumnya
Daftar rujukan dibuat sesuai dengan ketentuan
Naskah menggunakan Bahasa Indonesia baku, yang
Vancouver.
efektif dan efisien. Atau dalam keadaan tertentu,
Daft ar rujukan t idak lebih dari 25 buah, dan
naskah dapat dibuat dalam Bahasa Inggris dengan
merupakan rujukan t erbaru dalam satu dekade
ejaan yang standar
terakhir.
Naskah Setiap rujukan diberi nomor sesuai urutan dalam
Naskah diketik dengan spasi ganda, dengan jarak narasi naskah.
tepi- tepi kertas 2,5 cm dan menggunakan ukuran Nama jurnal disingkat seperti tercantum dalam
kertas A4 (21x 30 cm) Index Medicus.
Naskah dapat dikirim ke redaksi dalam bentuk disket Rujukan yang telah masuk dalam naskah, namun
berupa copy file dari naskah tersebut belum diterbitkan dalam satu jurnal ditulis sesuai
Kelengkapan Naskah aturan dan ditambahkan: In Press
Naskah dikirim ke alamat sekretariat redaksi Jurnal Contoh Penulisan Daftar Rujukan
Tuberkulosis Indonesia: 1. Artikel jurnal baku. Contoh: Aditama.TJ.Y, Priyanti ZS,
Jl. Sultan Iskandar Muda No. 66A Kebayoran Lama Tuberkulosis, Diagnosis, Terapi dan Masalahnya, Lab.
Utara Jakarta 12240, Telp. (021) 7397494, atau Mikrobiologi RSUP Persahabatan/WHO Collaborating
via email: jti_indonesia@yahoo.com Center for Tuberculosis, Edisi 3, 2000, hal 32-80.
Naskah dikirim dalam 2 berkas salinan (print- out) 2. Organisasi sebagai penulis. Contoh: Bureau of Tu-
yang tersusun sesuai urutan: 1) halaman judul, 2) berculosis Control. Clinical policies and protocols.
abstrak, 3) abstark dalam Bahasa Inggris termasuk 3rd ed. New York, NY: New York City Department of
key words, 4) isi, 5) ucapan terimakasih bila ada, 6) Health, 1999
daftar pustaka, 7) tabel- tabel, 8) gambar/ilustrasi 3. Tanpa nama penulis. Contoh: Tuberculosis in South
dan foto berikut keterangannya Africa (editorial). A Kalvin 1993; 74:5
Naskah disampaikan dalam bentuk disket dengan 4. Penulis perorangan. Contoh: Wallgreen A. Primary
program MS-Word pulmonary tuberculosis in chilhood.; 2nd ed. California:
Halaman Judul dan Penulis Aicon Publishers; 1985
Judul makalah dit ulis lengkap, dan t idak 5. Bab dalam buku. Contoh: Rock JA, Surgical Condi-
menggunakan singkatan tion of the Vaginal and Urethra, te Lindes Opera-
Nama penulis ditulis lengkap dengan gelar akademis tive Gynecology Eigth Edition, New York; Ralf press;
Nama departemen dan institusi 1995. p. 911-938
Alamat korespondensi penulis

Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8 i


EDITORIAL

Sekali lagi tentang TB-MDR. Siapa yang salah ?

Kalau seandainya dokter yang mengobati sakit tb-paru saya dulu menjelaskan begini akibatnya dan seperti ini
penderitaan yang harus saya jalani, pasti saya akan taat dan berobat teratur sampai sembuh betul!

Begitulah keluhan yang disampaikan seorang pasien yang didiagnosis sebagai TB-MDR, yaitu TB-paru dengan
kuman tidak sensitif lagi dengan obat anti tb (OAT) minimal dengan jenis obat rifampisisn dan INH. Sehingga
pasien harus menjalani pengobatan 2 tahun lamanya. Dia harus mendapat injeksi setiap hari selama 6 bulan
dan obat minum minimal 4 macam obat lini kedua yang masih sensitif setiap hari selama 18 bulan setelah
konversi. Untuk menjamin ketaatan minum obat pada program pengobatan TB- MDR, obat harus diminum
dihadapan petugas kesehatan di rumah sakit atau puskesmas setiap hari. Bagi pasien yang mampu atau bahkan
sudah pension tidak terlalu bermasalah, akan tetapi bagi pasien dengan umurt muda, masih bekerja atau bahkan
tulang punggung rumah tangga, sangat menimbulkan masalah dan penderitaan bukan saja terhadap diri sendiri
yang sedang sakit tetapi juga keluarga terutama istri dan anak-anak.
Secara teoritis ada 5 faktor yang dianggap berperan menyebabkan wabah TB- MDR, yaitu (1). Pengobatan tidak
adekuat (menimbulkan mutan M.tb yg resisten), (2). Pasien yg lambat terdiagnosis MDR, sehingga menjadi
sumber penularan terus menerus, (3). Pasien dengan TB resisten obat yang tidak bisa disembuhkan, akan
meneruskan penularan ,(4). Pasien dengan TB resisten obat meskipun diobati terus tetapi dengan obat yang
tidak adekuat mengakibatkan penggandaan mutan resisten ,(5). Ko- inveksi HIV mempermudah terjadinya resistensi
primer maupun sekunder.

Oleh karena itu dalam standar internasional penatalaksanaan TB (ISTC) standar 14 perlu dilakukan penilaian
kemungkinan resistensi obat, berdasar riwayat pengobatan sebelumnya, pajanan dgn sumber yg mungkin resisten
obat, dan prevalensi resistensi obat dalam masyarakat. Standar 15 ISTC mengisyaratkan bahwa pasien gagal
pengobatan dan kasus kronik selalu dipantau kemungkinan terjadi resistensi obat. Untuk pasien dengan
kemungkinan resistensi obat, biakan dan uji sensitiviti obat terhadap isoniazid, rifampisin dan etambutol
seharusnya dilakukan segera. Pasien tuberkulosis yang disebabkan kuman resisten obat (khususnya MDR)
seharusnya diobati dengan paduan obat khusus yang mengandung obat anti tuberkulosis lini kedua. Paling
tidak harus digunakan empat obat yg masih efektif dan pengobatan harus diberikan paling sedikit 18 bulan.
Cara-cara yang berpihak kepada pasien disyaratkan untuk memastikan kepatuhan pasien terhadap pengobatan.
Konsultasi dengan penyelenggara pelayanan yang berpengalaman dalam pengobatan pasien dengan MDR-TB
harus dilakukan.

Peran Pusat Kesehatan Masyarakat (Puseksmas) di Indonesia dalam melaksanakan Program TB Nasional tidak
diragukan lagi. Puskesmas mempunyai infra struktur program kesehatan komunitas yang lebih baik, sehingga
angka putus obat rendah dan kesembuhan tinggi. Tetapi jangkauan Puskesmas untuk menjaring pasien TB
terbatas, hanya sekitar 30 40%, selebihnya pasien TB ditangani oleh dokter praktek swasta, klinik atau rumah
swasta dan rumah sakit pemerintah yang tidak mempunyai jejaring dan infrastruktur kesehatan masyarakat
yang baik, bahkan boleh dikatakan buruk. Meskipun belum ada bukti dan data, tetapi hipotesis yang memprediksi
bahwa kesalahan yang dapat berakibat timbulnya wabah TB-MDR ada pada dokter praktek swasta dan unit
kesehatan tersebut.

ii Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8


Sungguh sangat ironis memang. Akan tetapi kalau hal tersebut terbukti, maka secara nasional harus diambil
kebijakan mendasar untuk mengevaluasi hal tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut, sangat menarik studi
yang dilkukan oleh dua mahasiswa peserta program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat asal Afganistan yang berjudul
Role of the Private Health Sector to Prevent MDR-TB Epiemics in Indonesia.

Dalam jurnal kali ini kita muat beberapa makalah yang bisa menunjang program TB Nasional, utamanya yang
berhubungan dengan MDR- TB secara tidak langsung. Diagnosis TB- Cepat tulisan Apri Liyanda, suatu tinjauan
pustaka yang membahas penegakan diagnosis TB dalam waktu singkat, kurang dari satu jam dengan tujuan agar
diagnosis Tb tidak terlambat. Evaluasi metoe FAST-plaque adalah buah karya penelitian Lely Septawati Sp Mk
dkk. Penelitian lain tentang Hubungan Dukungan Sosial dengan Kualitas Hidup pasien TB paru, hasilya dipaparkan
dalam tulisan Nita Yuniarti R.

Achmad Hudoyo Sp P(K)

Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8 iii


EVALUASI METODE FASTPlaqueTBTM UNTUK MENDETEKSI Mycobacterium
tuberculosis PADA SPUTUM DI BEBERAPA UNIT PELAYANAN KESEHATAN DI
JAKARTA-INDONESIA
Leli Saptawati,dr.,Sp.MK,
Mardiastuti,dr.,M.Sc.,Sp.MK(K),
Anis Karuniawati,dr.,PhD.,Sp.MK(K),
Cleopas Martin Rumende,dr.,DR.,Sp.PD KP.,FINASIM.,FCCP

LATAR BELAKANG tuberculosis pada sputum dapat dilakukan melalui 2 metoda,


yaitu menggunakan luciferase reporter phage (LRP) dan
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang menggunakan metode amplifikasi faga. FASTPlaqueTBTM (Biotec
telah lama dikenal dan sampai saat ini masih menjadi penyebab Laboratories Ltd., Ipswich, UK) merupakan salah satu metode
utama kematian di dunia.1 Prevalensi TB di Indonesia dan negara- cepat yang memiliki prinsip kerja berdasarkan teknologi
negara sedang berkembang lainnya cukup tinggi.2 Pada tahun amplifikasi faga.9 Suatu penelitian meta analisis terhadap 13
2006, kasus baru di Indonesia berjumlah >600.000 dan penelit ian phage based assay menunjukan bahwa nilai
sebagian besar diderita oleh masyarakat yang berada dalam usia sensitivitas uji FASTPlaqueTBTM masih memiliki rentang nilai
produktif (1555 tahun). Angka kematian karena infeksi TB sensitivitas yang cukup lebar, yaitu berkisar 2194% dan
berjumlah sekitar 300 orang per hari dan terjadi >100.000 rentang nilai spesifisitasnya 83 100%.10 Hingga saat ini belum
kematian per tahun.3 Hal tersebut merupakan tantangan bagi ada penelitian yang dilakukan di Indonesia untuk mengetahui
semua pihak untuk terus berupaya mengendalikan infeksi ini. efektivitas metode FASTPlaqueTBTM.
Salah satu upaya penting untuk menekan penularan TB di Oleh karena teknik diagnosis TB yang lebih cepat dan
masyarakat adalah dengan melakukan diagnosis dini yang akurat saat ini sangat diperlukan untuk meningkatkan cakupan
definitif. TB di Indonesia, maka perlu dilakukan suatu penelitian untuk
Saat ini kriteria terpenting untuk menetapkan dugaan menguji met ode FASTPlaqueTBTM dalam mendet eksi
diagnosis TB adalah berdasarkan pewarnaan tahan asam. Walau Mycobacterium tuberculosis pada sputum. Diharapkan metode
demikian, metode ini kurang sensitif, karena baru memberikan ini dapat membantu penegakan diagnosis TB yang cepat, akurat,
hasil positif bila terdapat >103 organisme/ml sputum.4 Kultur mudah dan aman sehingga dapat dilakukan secara rutin di
memiliki peran penting untuk menegakkan diagnosis TB karena negara sedang berkembang, termasuk Indonesia.
mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik daripada
pewarnaan t ahan asam.5 Kult ur Lowenst ein- Jensen (LJ) METODEA
merupakan baku emas metode identifikasi Mycobacterium
tuberculosis, dengan sensitivitas dan spesifisitas masing-masing Sputum diperoleh dari 46 orang pasien, terdiri dari
99% dan 100%,6 akan tetapi waktu yang diperlukan untuk 18 pasien yang berobat jalan di poli paru Rumah Sakit Umum
memperoleh hasil kultur cukup lama, yaitu sekitar 8 minggu.7 Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSUPNCM) Jakarta,
Hal ini tentu saja akan menyebabkan keterlambatan yang satu pasien yang dirawat di bagian paru RSUPNCM Jakarta,
bermakna untuk menegakkan diagnosis dan memulai terapi.5 3 pasien yang berobat di Puskesmas Menteng Jakarta dan
Secara umum, metode penegakan diagnosis yang banyak 24 pasien yang berobat di Perkumpulan Pemberantasan
digunakan saat ini adalah metode lama, sehingga diperlukan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) Tanah Tinggi Jakarta, yang
teknik diagnosis baru, yang dapat mendiagnosis TB dengan lebih memenuhi kriteria inklusi dan t elah menandatangani
cepat dan akurat.8 informed consent. Kriteria inklusi yang digunakan adalah
Amplifikasi asam nukleat merupakan teknik identifikasi
pasien usia e15 tahun dengan suspek TB paru. Suspek TB
cepat Mycobacterium tuberculosisyang telah banyak digunakan paru ditetapkan dengan kriteria yang memenuhi satu atau
di negara-negara maju beberapa tahun terakhir ini. Sayangnya, lebih gejala sebagai berikut : gangguan di saluran nafas
secara t eknis met oda ini t idak mudah dikerjakan dan (batuk e 2 minggu, batuk darah, sesak nafas, nyeri dada),
memerlukan biaya yang cukup mahal.4 Metoda diagnosis cepat terdapat gejala sistemik (demam, malaise, keringat malam,
yang baru dikembangkan yaitu penggunaan Mycobacteriophage. anoreksia, penurunan berat badan).11 Pengambilan sputum
Mycobact eriophage akan menginfeksi Mycobact erium dilakukan dengan teknik asepsis.12 Pengambilan sputum dari
tuberculosis hidup pada sputum. Deteksi Mycobacterium masing-masing responden dilakukan maksimal sebanyak 3

1 Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8


kali, yaitu sputum sewaktu-pagi-sewaktu. Perhitungan besar HASIL
sampel menggunakan rumus perkiraan perbedaan 2
proporsi.13 Pengumpulan spesimen dilakukan selama 2 periode Selama 2 periode pengumpulan sampel diperoleh 95
yaitu bulan AprilJuli 2009 dan OktoberDesember 2010. dan 69 sampel sputum. Pada periode I, 50 dari 95 sampel
tidak dapat digunakan karena :
Pewarnaan dengan metode ZN dilakukan sebelum dan
a.Pertumbuhan koloni dari 24 sampel sputum yang
sesudah dekontaminasi sputum. Dekontaminasi dilakukan
diperiksa disertai perubahan warna pada media LJ
dengan metode NALC-NAOH (Mycoprep) dan disentrifus
dari hijau menjadi biru atau coklat.
dengan kecepat an minimal 2000xg selama 20 menit.
b.Pertumbuhan bakteri kontaminan pada LJ dari 14
Spesimen didiamkan beberapa saat, kemudian supernatan
sampel sputum.
dibuang. Sedimen ditambah dengan 15 ml FASTPlaqueTB
c.Enam sampel mengalami kontaminasi pada hasil uji
(FPTB) MediumTM Plus dan disentrifus dengan kecepatan
FASTPlaqueTBTM
minimal 2000xg selama 20 menit. Spesimen didiamkan
d.Dua responden (6 sampel) tidak ada keterangan
beberapa saat, kemudian supernatan dibuang (sisakan sekitar
mengenai gejala klinik.
0,51 ml). Setelah itu ditambahkan 1 ml FPTB MediumTM
Plus. Selanjutnya spesimen diambil 1 ose dan dilakukan Sedangkan pada periode ke-2, sebanyak 17 dari 69 sampel
pembuatan preparat unt uk pemeriksaan mikroskopis. tidak dapat digunakan karena :
Kemudian 1 ml spesimen dimasukkan ke dalam vial steril a.Pertumbuhan bakteri kontaminan pada LJ dari 8
yang sudah tersedia dalam kit FASTPlaqueTBTM dan diinkubasi sampel sputum.
selama 1824 jam. Bersamaan dengan uji di atas, dilakukan b.Lima sampel mengalami kont aminasi pada uji
biakan pada media LJdan Lowenstein JensenP-nitrobenzoic FASTPlaqueTBTM
acid (LJ-PNB). Sebanyak 0,2 ml spesimen dimasukkan ke c.Dua sampel mengalami kontaminasi baik pada kultur
dalam media LJ dan diambil 0,2 ml lagi untuk ditanam di LJ maupun uji FASTPlaqueTBTM
media LJ-PNB. Sebelum diinkubasi, tutup ulir pada tabung d.Dua sampel mengalami perubahan warna pada media
LJ dan LJ-PNB dilonggarkan dan media diletakkan di dalam kult ur LJ dan kont aminasi pada hasil uji
inkubator dengan posisi miring 30 selama 24 jam. Setelah FASTPlaqueTBTM.
itu tutup ulir dirapatkan kembali dan tabung diinkubasi pada
posisi tegak. Kultur diamati hingga 8 minggu14,15,16 Dengan demikian total sampel yang terkumpul adalah 164
sampel sputum, sedangkan jumlah sampel yang digunakan
Uji FASTPlaqueTBTM dilakukan sesuai dengan petunjuk dalam penelitian sebanyak 97 sampel.
pada manual dari Biotec Laboratories Ltd., Ipswich, UK .
Pada setiap uji disertakan kontrol negatif dan kontrol positif. Karakteristik umur dari 46 responden yang masuk
Semua sampel sputum yang sudah diproses dan sudah dalam penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah tersangka
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35-37C, kontrol negatif TB paling banyak berada pada usia 35-44 dengan mean 43
dan kontrol positif ditambah dengan 0,1 ml larutan faga tahun dan deviasi standard (SD) 16,5. Distribusi responden
dan diinkubasi selama 60 menit pada suhu 3537C. Setelah berdasarkan jenis kelamin menunjukkan 33 orang (33/46)
inkubasi, masing-masing tabung ditambah 0,1 ml larutan berjenis kelamin laki-laki dan 13 orang (13/46) berjenis
virusid. Tabung didiamkan selama 5 menit pada suhu ruang, kelamin perempuan.
kemudian masing-masing tabung ditambah 5 ml larutan FPTB Dari 97 sampel yang dibiak, 7 sampel tumbuh NTM,
MediumTM Plus untuk menetralisasi efek virusid. Selanjutnya 52 sampel tumbuh Mycobacterium tuberculosis dan 38
ditambah dengan 1 ml larutan sel sensor. Setelah itu sampel menunjukkan kultur negatif. Dari 7 sampel NTM yang
ditambah dengan 5 ml FPTB agar yang sudah dicairkan dan dit emukan, 2 di ant aranya t erdet eksi posit if oleh
dituang ke dalam petri steril. Diamkan hingga agar mengeras FASTPlaqueTBTM dan 5 sampel terdeteksi negatif. Analisis
(sekitar 30 menit pada suhu 2025C). Petri kemudian hanya dilakukan terhadap kultur Mycobacterium tuberculosis
diinkubasi semalam pada suhu 3537C. Keesokan harinya dan kultur negatif.
petri diambil dari inkubator dan dihitung jumlah plak yang
terbentuk. Pada kontrol negatif harus terbentuk d 10 Hasil pemeriksaan mikroskopis
plak, kontrol positif harus terbentuk e 20 plak. Pada petri Pada 90 sampel sputum dilakukan pewarnaan tahan
spesimen, hasil dikatakan negatif apabila ditemukan 019 asam dengan metode Ziehl Neelsen. Hasil pewarnaan
plak dan dikatakan positif apabila terdapat e 20 plak.17 setelahprosesdekontaminasi menunjukkan bahwa sebanyak
52 sampel (58%) positif dan 38 sampel (42%) negatif.

Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8 2


Hasil pemeriksaan kultur Kesesuaian hasil antara pewarnaan Ziehl Neelsen
langsung dan uji FASTPlaqueTBTM
Set elah dilakukan pemeriksaan mikroskopis,
selanjutnya sampel ditanam pada media LJ dan LJ-PNB. Pemeriksaan mikroskopis yang digunakan unt uk
Nontuberculous Mycobacteria tidak diikutsertakan dalam pelayanan sehari- hari laboratorium di Indonesia adalah
analisis lebih lanjut . Sebanyak 52 sampel (57,8%) pewarnaan Ziehl Neelsen langsung. Hal ini sesuai dengan
menunjukkan hasil kultur LJ positif dan 38 sampel (42,2%) panduan Depkes RI tahun 2006. Berkaitan dengan hal tersebut,
menunjukkan hasil kultur negatif. maka perlu diketahui kesesuaian hasil antara pewarnaan
langsung dan FASTPlaqueTBTM. Interpretasi hasil pada pewarnaan
Hasil pemeriksaan FASTplaqueTBTM langsung dilakukan berdasarkan panduan Depkes RI tahun
Selain pemeriksaan mikroskopis dan kultur, semua 2006.18
spesimen juga diperiksa dengan menggunakan metode Di antara sampel dengan hasil kultur positif (52 sampel),
FASTPlaqueTBTM. Dari 90 sampel yang diperiksa, 53 sampel 8 sampel menunjukkan hasil negatif pada pewarnaan langsung,
(58,9%) menunjukkan hasil posit if dan 37 (41,1%) 2 sampel menunjukkan 19 BTA/100 lapang pandang, 18
memberikan hasil negatif. Analisis statistik pewarnaan Zehl sampel menunjukkan hasil +1, delapan sampel menunjukkan
Neelsen dan FASTPlaqueTBTM dengan kultur LJsebagai baku hasil +2, dan 16 sampel menunjukkan hasil +3 (tabel 4).
emas, disajikan pada tabel 1,2 dan 3. Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa kesesuaian hasil
sebesar e90% antara pewarnaan langsung, FASTplaqueTBTM
Tabel 1. Analisis statistik pewarnaan Ziehl Neelsen setelah homogenisasi dan kultur LJ positif dapat diperoleh mulai dari hasil +1.
dan dekontaminasi dibandingkan dengan Kultur LJ.
Di antara sampel dengan hasil kultur negatif (38
Ziehl Neelsen Kultur LJ Sensitivitas Spesifisitas NDP NDN RK RK sampel), 33 sampel menunjukkan hasil negatif pada pewarnaan
Positif Negatif (%) (%) (%) (%) pos neg
langsung, satu sampel menunjukkan 19 BTA/100 lapang
pandang, dua sampel menunjukkan hasil +1, dua sampel
Positif 47 5 90,4 86,8 90,4 86,8 6,9 0,1
menunjukkan hasil +2, dan tidak ada sampel yang menunjukkan
Negatif 5 33
hasil +3 (tabel 5). Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa
52 38
kesesuaian hasil sebesar 81,8% antara pewarnaan langsung,
Keterangan : LJ ; Lowenstein- Jensen, NDP ; nilai duga positif, NDN ; nilai duga FASTplaqueTBTM dan kultur LJnegatif diperoleh pada pewarnaan
negatif, RK pos ; rasio kemungkinan positif, RK neg ; rasio kemungkinan negatif.
langsung yang menunjukkan hasil negatif.
Tabel 2. Analisis statistik FASTPlaqueTBTM dibandingkan dengan
Kultur LJ. Tabel 4. Kesesuaian hasil antara pewarnaan langsung, uji
FASTPlaqueTB TM dan kultur LJ positif
FASTPlaqueTB Kultur LJ Sensitivitas Spesifisitas NDP NDN RK RK
Positif Negatif (%) (%) (%) (%) pos neg Penawaran Uji Uji
Kultur LJ
langsung FASTPlaqueTB TM FASTPlaqueTB TM
positif
Positif 45 8 86,5 78,9 84,9 81,1 4,1 0,2 Positif n(%) Negatif n(%)
Negatif 7 30 Negatif 4 (50,0) 4 (50,0) 8
52 38 1-9 BTA/100
1 (50,0) 1 (50,0) 2
lapang pandang
Keterangan : LJ ; Lowenstein- Jensen, NDP ; nilai duga positif, NDN ; nilai duga
negatif, RK pos ; rasio kemungkinan positif, RK neg ; rasio kemungkinan negatif. +1 17 (94,4) 1 (5,6) 18
+2 18 (100) 0 (0,0) 18
Tabel 3. Analisis statistik kombinasi pemeriksaan Ziehl Neelsen +3 15 (93,7) 1 (6,3) 16
setelah dekontaminasi dan/atau FASTPlaqueTBTM
dibandingkan dengan Kultur LJ.

ZN setelah Tabel 5. Kesesuaian hasil antara pewarnaan langsung, uji


Kultur LJ Sensitivitas Spesifisitas NDP NDN RK RK FASTPlaqueTB TM dan kultur LJ negatif
dekontaminasi
dan/atau Positif Negatif (%) (%) (%) (%) pos neg
Penawaran Uji Uji
FASTPlaqueTB Kultur LJ
langsung FASTPlaqueTB TM FASTPlaqueTB TM
negatif
Positif n(%) Negatif n(%)
Positif 49 11 94,0 71,0 81,0 90,0 3 0,1 Negatif 5 27 (81,8) 33
Negatif 3 27 1-9 BTA/100
0 (0,0) 1 (100) 1
52 38 lapang pandang
+1 1 (50,0) 1 (50,0) 2
Keterangan : LJ ; Lowenstein- Jensen, NDP ; nilai duga positif, NDN ; nilai duga
negatif, RK pos ; rasio kemungkinan positif, RK neg ; rasio kemungkinan negatif. +2 1 (50,0) 1 (50,0) 2
+3 0 (0,0) 0 (0,0) 0

3 Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8


PEMBAHASAN menyimpulkan bahwa phage- based assays memiliki
sensitivitasantara 2194%. Luasnya rentang nilai sensitivitas
Responden yang ikut dalam penelitian ini berjumlah
pada penelitian meta analisis tersebut, dipengaruhi oleh
46 pasien baru, belum pernah mendapat atau sedang dalam
beberapa hal, antara lain jenis spesimen yang digunakan,
terapi OAT(obat antituberkulosis). Beberapa penelitian yang
riwayat terapi OAT pada responden, perbandingan jumlah
dilakukan sebelumnya, antara lain penelitian di Spanyol,
sampel BTA positif dan BTA negatif pada seluruh sampel
Filipina dan Turki, menunjukkan bahwa terapi OAT dapat
yang diuji dan lamanya penyimpanan spesimen.Pada meta
menurunkan sensitivitas pemeriksaan uji FASTPlaqueTBTM.
analisis tersebut, 3 penelitian tidak hanya menggunakan
Semua penelitian tersebut menunjukkan sensitivitas di
spesimen sputum namun juga menggunakan jenisspesimen
bawah 60%.10
lain. Selain itu, sebanyak 5 penelitian menyertakan responden
Dat a yang diperoleh pada penelit ian ini yang sedang dalam terapi OAT.10
memperlihatkan bahwa responden t erbanyak adalah
Apabila dilakukan kombinasi pemeriksaan mikroskopis
kelompok umur 35-44 yaitu 12 orang (12/45). Data tersebut
set elah homogenisasi dekont aminasi dan/at au
sesuai dengan laporan dari Sub Direktorat TB Depkes RI
FASTPlaqueTBTM, maka diperoleh nilai sensitivitas sebesar
tahun 2006, yang menyatakan bahwa infeksi TB sebagian
94,0%, spesifisitas71,0%, nilai duga positif 81,0%, nilai duga
besar diderita oleh masyarakat yang berada dalam usia
negatif 90,0%, rasio kemungkinan positif 3 dan rasio
produktif (1555 tahun ).3 Data yang dikeluarkan oleh
kemungkinana negatif 0,1. Hasil ini menunjukkan bahwa
Depkes RI (2001) juga menunjukkan bahwa 75% penderita
kombinasi hasil pemeriksaan mikroskopisdan FASTPlaqueTBTM
TB paru berada pada kelompok usia produktif (1550 tahun)
mampu meningkatkan sensitivitas, namun tidak dapat
dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah.18 Kondisi
meningkatkan spesifisitas. Penelitian yang dilakukan oleh
t ersebut t ent u saja akan sangat berdampak pada
Muzaffar dkk (2002) menyimpulkan bahwa kombinasi
perekonomian keluarga, masyarakat dan negara.19 Selain
pemeriksaan mikroskopis dan FASTPlaqueTBTM
merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak
memperlihatkan nilai sensitivitasnya mencapai 90% dan
buruk lainnya secara sosial bahkan dikucilkan oleh
spesifisitasnya 93%.4
masyarakat .20 Berdasarkan jenis kelamin, responden
terbanyak dalam penelitian ini berjeniskelamin laki-laki yaitu Pada hasil uji FASTPlaqueTBTM yang dibandingkan
33 orang (33/45) dan 13 orang (13/45) berjenis kelamin dengan kultur LJ, ditemukan 8 sampel yang menunjukkan
perempuan. Infeksi TB memang cenderung lebih sering hasil postif palsu (6 sampel menunjukkan hasil BTA negatif
diderita oleh laki-laki dibandingkan wanita. Hal ini antara dan 2 sampel menunjukkan hasil BTA positif). Dengan data
lain disebabkan karena faktor kebiasaan merokok. Kebiasaan tersebut dapat dilihat bahwa 6 sampel BTA negatif terdeteksi
merokok dapat meningkatkan risiko infeksi TB paru sebanyak positif oleh FASTPlaqueTBTM. Salah satu kemungkinan yang
2,2 kali.21 menyebabkan terjadinya positif palsu adalah masih adanya
faga yang berada di luar sel, karena proses destruksi faga
Hasil pewarnaan Ziehl Neelsen setelah homogenisasi
oleh virusid tidak terjadi secara sempurna akibat adanya
dan dekontaminasi menunjukkan sebanyak 58% (52/90)
faktor dalam sputum yang mampu melindungi faga. Faga
sampel memberikan hasil positif. Hal ini sesuai dengan
yang masih bertahan di luar sel tesebut kemudian akan
kenyat aan bahwa diperkirakan set engah hingga
menginfeksi Mycobacterium smegmatisdan akan membentuk
tigaperempat kasus TB aktif menunjukkan BTA (+) dan
plak pada media dan memungkinkan terjadinya hasil positif
sisanya BTA (-). Hasil kultur juga menunjukkan data yang
palsu.5 Interpretasi hasil uji FASTPlaqueTBTM sangat bersifat
sama, yaitu 58% sampel menunjukkan hasil kultur LJpositif
subyektif dan memerlukan kehati-hatian, terutama dalam
dan sisanya menunjukkan hasil kultur negatif.4
membedakan hasil negatif dan hasil positif lengkap. Hal ini
FASTPlaqueTBTM merupakan suatu metode diagnostik terkadang cukup menyulitkan, sehingga tidak menutup
yang mudah dikerjakan dan dapat memberikan hasil dalam kemungkinan terjadi kesalahan interpretasi hasil yang dapat
waktu 2x24 jam. Apabila dibandingkan dengan kultur LJ, menyebabkan terjadinya positif palsu maupun negatif palsu.
metode ini memiliki sensitivitas 86,5% dan spesifisitas
Jumlah sampel yang menunjukkan hasil negatif palsu
78,9%, Nilai duga posit if dan negat if met ode
pada uji FASTPlaqueTBTM sebanyak 7 sampel. Empat sampel
FASTPlaqueTBTM adalah 85,0% dan 81,0%. Rasio
merupakan BTA negatif dan 3 sampel BTA positif. Hasil
kemungkinan positif dan negatif uji ini adalah 4,14 dan
negatif palsu berkaitan dengan kemampuan FASTPlaqueTBTM
0,16. Nilai sensitivitas yang diperoleh pada penelitian ini
dalam mendeteksi keberadaan Mycobacterium sp pada
sesuai dengan rentang nilai sensitivitas penelitian meta
sputum. Kemampuan ini berkaitan erat dengan kemampuan
analisis t erhadap 13 penelit ian. Penelit ian t ersebut
infeksi dan replikasi faga D29 pada pejamu.22 Proses infeksi

Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8 4


dan replikasi faga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara sedang metode Ziehl Neelsen tidak dapat membedakan
lain struktur kimia dan biologis sputum23 dan kemampuan ant ara bakt eri hidup dan mat i.24 Hal tersebut dapat
replikasi pejamu.22 membantu klinisi dalam menangani kasus TB pada pasien
dengan kondisi klinismembaik namun hasil pewarnaan Ziehl
Salah satu hal yang menjadi perhatian pada penelitian
Neelsen positif. Kombinasi pemeriksaan mikroskopis dan
ini adalah tingginya angka kontaminasi pada hasil uji
FASTPlaqueTBTM terbukti mampu meningkatkan sensitivitas.
FASTPlaqueTBTM. Dari 69 sampel yang diperoleh pada periode
FASTPlaqueTBTM merupakan metode yang cukup mudah
ke-2, 34 di antaranya (34/69) mengalami kontaminasi pada
dikerjakan. Selain itu metode ini memberikan keamanan yang
media FASTPlaqueTBTM. Dua puluh lima sampel di antaranya
lebih baik bagi petugas laboratorium karena menggunakan
mengalami kontaminasi berupa generalized growth sehingga
Mycobacterium smegmatis yang tidak bersifat patogen.
media menjadi keruh, dan 9 sampel mengalami kontaminasi
Replikasi faga juga akan menyebabkan lisis bakteri, sehingga
berupa discrete colonies yang memenuhi hampir seluruh
bakteri tidak lagi bersifat infeksius. Hasilnya dapat diperoleh
permukaan media sehingga menyulitkan interpretasi hasil.
dalam waktu 2x24 jam. Di samping beberapa kelebihan
Kontaminasi tersebut dapat terjadi pada saat pengambilan
tersebut, uji FASTPlaqueTBTM memiliki beberapa kelemahan
dan pemeriksaan sampel atau karena proses dekontaminasi
antara lain tidak spesifik untuk Mycobacterium tuberculosis,
kurang adekuat. Sebagai upaya pengendalian kontaminasi,
memiliki risiko kontaminasi yang tinggi, dan interpretasi hasil
pada penelitian ini dilakukan proses dekontaminasi ulang
dipengaruhi oleh subyektivitas pembaca terutama dalam
pada sampel yang terkontaminasi dan selanjutnya dilakukan
membedakan hasil negatif dan positif lengkap.
uji FASTPlaqueTBTM ulang.
Beberapa kekurangan pada penelitian ini antara lain
Set elah dilakukan pengujian, diket ahui bahwa
adalah sampel yang diuji belum mampu mewakili seluruh
sebagian besar bakteri kontaminan adalah batang positif
strain Mycobacterium tuberculosisdi Indonesia, karena hanya
Gram berspora (Bacillus sp) diikuti oleh kokus positif Gram.
diambil dari beberapa tempat pelayanan kesehatan di Jakarta.
Pada beberapa sampel juga terdapat batang negatif Gram,
Selain itu, penelitian ini tidak melakukan identifikasi hingga
di antaranya Enterobacter aerogenes dan Pseudomonas sp.
spesiesbakteri.
Dominasi Bacillussp sebagai bakteri kontaminan memperkuat
dugaan bahwa kontaminasi terjadi saat pengumpulan dan
pemrosesan spesimen. Penundaan pengiriman spesimen juga DAFTAR PUSTAKA
dapat meningkatkan risiko terjadinya kontaminasi.
1. Departemen Kesehatan RI. Pointers Menkes Menyambut
Pengulangan prosesdekontaminasi dapat menurunkan Hari TBCSedunia 2007 . www.depkes.go.id 2007.
kontaminasi dari 49,3% menjadi 14,5% (34/69 menjadi 10/
2. Naning R. Tuberculosis Infection in Infant and Children Who
69). Penelitian yang dilakukan oleh Muzaffar dkk (2002) juga
Have Contact with Positive Sputum Adult Tuberculosis. http:/
menunjukkan adanya kontaminasi pada uji FASTPlaqueTBTM
/puspasca.ugm.ac.id. 2003.
sebesar 18,6%, kontaminan terbesar adalah bakteri positif
Gram khususnya Bacillus sp dan Staphylococcus sp. Untuk 3. Sub Direktorat TB Departemen Kesehatan RI dan World
menekan kontaminasi, mereka melakukan penambahan Health Organization (WHO). Hari TB Sedunia : Lembar Fakta
penisilin pada medium pert umbuhan FASTPlaqueTBTM. Tuberkulosis. www.tbcindonesia.or.id. 2008.
Penambahan penisilin t ersebut mampu menurunkan 4. Muzaffar R, Batool S, Azis A, Naqvi A, Rizvi A. Evaluation of
kontaminasi hingga menjadi 5,3%, tanpa mempengaruhi t he FASTPLAQUETB Assay for Direct Det ect ion of
sensitivitasdan spesifisitasnya. Supaya FASTPlaqueTBTM dapat Mycobacterium tuberculosis in Sputum Specimens. Int J
diaplikasikan secara efektif, hal penting yang harusdilakukan Tuberc Lung Dis. 2002; 6(7): 635-40.
adalah pengendalian bakteri kontaminan. Hal ini terutama 5. Albert H, Heydenrych A, Brookes R, Mole LJ, Harley B,
perlu dilakukan di negara-negara sedang berkembang, terkait Subotsky E, et al. Performance of a Rapid Phage-based test,
dengan pengambilan dan pengolahan spesimen yang tidak FASTPlaqueTBTM, to Diagnose Pulmonary Tuberculosis from
selalu dapat dilakukan dalam kondisi ideal.4 Sputum Specimens in South Africa. Int J Tuberc Lung Dis.
2002; 6(6): 529 37.
Berdasarkan data yang diperoleh pada penelitian ini,
dapat dilihat bahwa uji FASTPlaqueTBTM memiliki sensitivitas 6. Farnia P, Mohammadi F, Mirsaedi M, Zarifi AZ, Tabatabee J,
yang cukup baik, akan tetapi nilainya masih lebih rendah Bahadori M et al. Bacteriological follow-up of pulmonary
apabila dibandingkan dengan metode pewarnaan Ziehl tuberculosis treatment: a study with a simple colorimetric
Neelsen set elah homogenisasi dan dekont aminasi. assay. Microbes and Infection. 2004; 6(11): 972-76.
FASTPlaqueTBTM hanya mampu mendeteksi bakteri hidup

5 Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8


7. Levinson W. Review of Medical Microbiology and 20. Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.
Immunology. United States,The McGraw-Hill Companies, 2009. http://www.tbindonesia.or.id/pdf/BPN_2007.pdf
Inc. 2008. p.164. 2009.
8. Aditama TY. Tuberkulosis Masalah dan Perkembangannya. 21. Kesehatan Masyarakat. Faktor-faktor risiko tuberkulosis (TB
www.fk.ui.ac.id 2008. paru TBC). 2011. http://www.kesmas.tk/2011/05/faktor-
faktor-resiko-tuberkulosis-tb.html.
9. Pai M, Kalant ri SP. Bact eriophage- based t est s for
tuberculosis. Editorial. 2005; 23(3):149-50. 22. Rybniker J, Stefanie K, Small PL. Host Range of 14
Mycobacteriophages in Mycobacterium ulcerans and seven
10. Kalantri SP, Pai M, Pascopella L, Riley LW, Reingold AL. other mycobacteria including Mycobacterium tuberculosis
Bact eriophage- based t est s f or t he det ect ion of - application for identification and susceptibility testing.
Mycobacterium tuberculosis in clinical specimens: a Journal of Medical Microbiology. 2006; 55(pt 1): 3742.
systematic review and meta analysis. BMCInfect Dis, 2005;
5(59). 23. StellaEJ, De La Iglesia AI, Morbidoni HR. Mycobacteriophages
as versatile tools for genetic manipulation of mycobacteria
11. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis. Pedoman and development of simple methods for diagnosis of
Diagnosis dan Pedoman Penatalaksanaan di Indonesia. mycobacterial diseases. Revista Argentina de Microbiologa.
Jakarta : Indah Offset Citra Grafika. 2006. Hal. 14. 2009; 41: 45-55.
12. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pemeriksaan 24. Kinomoto M. Development of slide-method to distinguish
Mikroskopis Tuberkulosis. Jakarta. Dirjen Pengendalian alive and dead mycobacteria by fluorescent staining a
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2006. Hal. 4, 13- trial for solving the biohazard problem in TB laboratories.
14,17,21. Kekkaku.1999; 74(8): 599-609.
13. Madiyono B, Moeslichan MS, Sastroasmoro S, Budiman I,
Harry PS. Perkiraan Besar Sampel. Dalam : Sastroasmoro:
Dasar-dasar Metodologi penelitian Klinis. Edisi ke-2. Jakarta
: CV Sagung Seto, 2002. Hal. 273.
14. Fujiki A. Bacteriology examination to stop TB. Japan. The
Research Institute of Tuberculosis. 2001: p.16-18.
15. Lubasi D, Habeenzu C, Mitarai S. Evaluation of an Ogawa
Mycobacterium culture method modified for higher
sensitivity employing concentrated samples. Tropical
Medicine and Health. 2004; 32(1): p.1-4.
16. Basil MV, Kumar S, Yadav J, Kumar N, Bose M. A simple
met hod t o dif ferent iat e bet ween Mycobact erium
tuberculosis and Non-Tuberculous Mycobacteria directly
on clinical specimens. Southeast Asian J Trop Med Public
Health. 2007; 38(1): 111-4.
17. Biot ec Laborat ories Lt d. FASTPlaqueTBTM a rapid
bacteriophaga assay for the detection Mycobacterium
tuberculosis complex in clinical samples. 2004. Available
from: www.biotec.com.
18. Rusnoto, Rahmatullah P, Udiono A. Faktor-faktor yang
berhubungan dengan Kejadian TB paru pada usia dewasa
(Studi kasus di balai pencegahan dan pengobatan Penyakit
paru pat i). Undip websit e. 2006. Hal. 2. ht t p://
eprints.undip.ac.id/5283/.
19. Suharjana BS, Krist iani, Trisnantoro L. Pelaksanaan
Penemuan Penderita Tuberkulosis di Puskesmas Kabupaten
Sleman. KMPKUniversitas Gadjah Mada. 2005. Hal. 5. http:/
/www.lrc- kmpk.ugm.ac.id/id/UP PDF/_working/
No.3_Bambang_S_01_05.pdf.

Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8 6


HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KUALITAS HIDUP PADA PENDERITA
TUBERKULOSIS PARU (TB PARU) DI BALAI PENGOBATAN PENYAKIT PARU
(BP4) YOGYAKARTA UNIT MINGGIRAN

Nita Yunianti Ratnasari


AKPER Giri Satria Husada Wonogiri

PENDAHULUAN semakin menurun. Dukungan sosial penting untuk menderita


penyakit kronik sebab dukungan sosial dapat mempengaruhi
Latar Belakang
tingkah laku individu, seperti penurunan rasa cemas, tidak
Penyakit tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit berdaya dan put us asa, yang pada akhirnya dapat
kronis yang masih menjadi masalah kesehatan di dunia meningkatkan status kesehatan. Meningkatnya st atus
termasuk Indonesia. WHO menyatakan bahwa TB saat ini kesehat an berarti akan meningkat kan kualitas hidup
telah menjadi ancaman global. Diperkirakan 1,9 milyar penderita. Dukungan keluarga dan masyarakat mempunyai
manusia atau sepertiga penduduk dunia terinfeksi penyakit andil besar dalam meningkatkan kepatuhan pengobatan,
ini.Setiap tahun terjadi sekitar 9 jut a penderit a baru dengan pengawasan dan pemberian semangat terhadap
Tbdengan kemat ian sebesar 3 jut a orang. Di negara penderita. Peran Pengawas Minum Obat (PMO) tersebut
berkembang kematian mencakup 25% dari keseluruhan dapat berasal dari petugas kesehatan, masyarakat atau
kasus, yang sebenarnya dapat dicegah sehubungan dengan keluarga penderita.
telah ditemukannya kuman penyebab TB. Kematian tersebut Kualitas hidup merupakan salah satu kriteria utama
pada umumnya disebabkan karena tidak terdeteksinya kasus untuk mengetahui intervensi pelayanan kesehatan seperti
dan kegagalan pengobatan.Data Program Pemberantasan morbiditas, mortalitas, fertilitas, dan kecacatan. Di negara
Tuberkulosis(P2 TB) di Indonesia menunjukkan peningkatan berkembang pada beberapa dekade terakhir ini insidensi
kasus dari tahun ke tahun. Upaya penanggulangan maupun penyakit kronismulai menggantikan dominasi penyakit infeksi
pencegahan yang telah diupayakan masih belum berhasil di masyarakat. Sejumlah orang dapat hidup lebih lama,
menyelesaikan masalah yang ada yaitu menurunkan angka namun dengan membawa beban penyakit menahun atau
kesakitan dan kematian. Masalah yang dijumpai adalah kecacatan, sehingga kualitas hidup menjadi perhatian
kesulit an penemuan penderit a TB paru BTA(+), pelayanan kesehatan. Fenomena di masyarakat sekarang ini
ketidakteraturan berobat dan drop out pengobatan. Kasus adalah masih ada anggota keluarga yang takut apalagi
TB yang tidak terobati tersebut akan terus menjadi sumber berdekatan dengan seseorang yang disangka menderita TB
penularan. paru, sehingga muncul sikap berhati-hati secara berlebihan,
Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup misalnya mengasingkan penderit a, enggan mengajak
sendirian tanpa bantuan orang lain. Kebutuhan fisik (sandang, berbicara, kalau dekat dengan penderita akan segera
pangan, papan), kebutuhan sosial (pergaulan, pengakuan menutup hidung dan sebagainya. Hal tersebut akan sangat
dan kebutuhan psikis termasuk rasa ingin tahu, rasa aman, menyinggung perasaan penderita. Penderita akan tertekan
perasaan religiusitas), tidak mungkin terpenuhi tanpa bantuan dan merasa dikucilkan, sehingga dapat berdampak pada
orang lain. Apalagi jika orang tersebut sedang menghadapi kondisi psikologisnya dan akhirnya akan mempengaruhi
masalah baik ringan maupun berat. Pada saat itu seseorang keberhasilan pengobatan. Hal ini berarti dukungan sosial
akan mencari dukungan sosial dari orang-orang di sekitarnya, yang sangat dibutuhkan tidak didapatkannya secara optimal.
sehingga dirinya merasa dihargai, diperhatikan dan dicintai. Berdasarkan pertimbangan bahwa dukungan sosial
Demikian halnya dengan penderita penyakit kronis dapat meningkatkan status kesehatan penderita serta
seperti TB paru perlu mendapat dukungan sosial lebih, karena pentingnya perhatian terhadap kualitas hidup penderita
dengan dukungan dari orang-orang tersebut secara tidak penyakit kronis, maka peneliti merasa tertarik untuk mengkaji
langsung dapat menurunkan beban psikologis sehubungan kedua hal tersebut. Balai Pengobatan Penyakit Paru (BP4)
dengan penyakit yang dideritanya yang pada akhirnya akan dipilih sebagai tempat pengambilan data penelitian karena
meningkatkan ketahanan tubuh sehingga kondisi fisik tidak selain merupakan tempat berobat yang potensial bagi

7 Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8


penderita TB paru, BP4 juga sebagai tempat yang tepat kecuali di BP4, sedangkan 17 orang (34%) menyatakan
unt uk mengembangkan berbagai penelit ian yang pernah menjalani pengobatan lain sebelum di BP4 Minggiran.
berhubungan dengan pengobatan penyakit tersebut. BP4
2. Dukungan Sosial
Unit Minggiran adalah pusat administrasi dan angka
penemuan kasus baru penderita TB paru di BP4 tersebut Total skor dukungan sosial adalah jumlah orang
paling tinggi dibandingkan BP4 unit lain di Yogyakarta. Pada pemberi dukungan dan kepuasan responden atas dukungan
periode Januari sampai Desember 2003, sebesar 48%, sosial t ersebut . Sebanyak 18 orang (36%) mendapat
penderita TB paru BTA(+) baru ditemukan di Minggiran. dukungan sosial dengan kategori tinggi. Untuk kategori
sedang dan rendah masing-masing sebanyak 22 orang (44%)
Tujuan penelitian ini adalah untuk menget ahui
dan 10 orang (20%). Dukungan sosial yang diterima para
hubungan antara dukungan sosial dengan kualitas hidup
penderita pada umumnya diperoleh dari keluarga, sanak
penderita TB paru, karakteristik penderita TB paru, besarnya
saudara dan tetangga.
dukungan sosial dan tingkat kualitas hidup penderita TB
paru yang berobat di BP4 Yogyakarta Unit Minggiran serta 3. Kualitas Hidup
besarnya kontribusi karakteristik responden terhadap kualitas Penilaian terhadap kualitas hidup meliputi 5 aspek
hidup penderita TB paru. yaitu : tingkat aktivitas, kehidupan sehari-hari, kesehatan,
dukungan sosial serta harapan. Sebanyak 34 orang (68%)
METODE PENELITIAN dapat beraktivitas normal, 14 orang (28%) dalam beraktivitas
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental perlu bantuan orang lain dan 2 orang (4%) menyatakan
yang bersifat kuantitatif dengan metode deskriptif dengan tidak mampu beraktivitas. Sebanyak 40 orang (80%) dapat
rancangan studi potong lintang. Total sampel sebesar 50 melakukan kehidupan sehari-hari dengan normal, 9 orang
orang penderita TB paru yang berobat di BP4 Unit Minggiran (18%) dalam melakukan kehidupannya membutuhkan
yang memenuhi kriteria yang ditentukan yaitu : terdiagnosis bantuan orang lain serta 1 orang (2%) menyatakan tidak
medismenderita TB paru BTA(+), telah melewati fase intensif mampu menjalani kehidupan sehari-hari sama sekali.
program pengobatan minimal 2 bulan dengan OATKategori Sebanyak 25 orang (50%) merasa sehat pada sebagian besar
I, penderita usia produktif yaitu antara 1555 tahun, dapat waktu, 21 orang (42%) menyatakan sering merasa lesu, serta
membaca dan menulis. Data diambil dengan pengisian 4 orang (8%) menyatakan bahwa badannya selalu terasa
kuesioner oleh responden pada bulan Februari sampai April sakit. Sebagian besar penderita TB paru mendapat dukungan
2004.Data dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui kuat dari keluarga dan teman yaitu 43 orang (86%), penderita
hubungan antara dukungan sosial dengan kualitas hidup yang mendapat dukungan terbatas dari keluarga sebanyak
pada penderita TB paru dengan menggunakan uji analisis 6 orang (12%) dan hanya seorang (2%) menyatakan jarang
korelasi Product Moment Pearson. mendapat dukungan dari orang-orang sekitarnya. Sebanyak
40 orang (80%) mempunyai harapan positif dan dapat
HASIL DAN PEMBAHASAN menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan sekitarnya.
Ada 9 orang (18%) merasa sedih dan hanya 1 orang (2%)
1. Hasil Penelitian betul-betul bingung, sangat takut dan cemas. Secara garis
besar sebanyak 34 orang (68%) mempunyai kualitas hidup
Penderita TB paru yang menjadi responden dalam baik, kualitas hidup kategori sedang sebesar 30% dan hanya
penelitian ini adalah penderita usia produktif, usia rata-rata ada 1 orang responden (2%) dengan kualitas hidup jelek.
2130 tahun sebanyak 26 orang (52%). Usia 3140 tahun
dan usia 4150 tahun masing-masing 8 orang (16%) dan 7 4. Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan
orang (14%). Jumlah penderita laki-laki dan perempuan Kualitas Hidup
berimbang, laki-laki 27 orang (54%), perempuan 23 orang Dari hasil analisis dengan uji korelasiProduct
(46%). Pendidikan responden sebanyak 23 orang (46%) MomentPearson diperoleh hubungan antara dukungan sosial
t amat SLTA, 14 orang (28%) tamat SLTP, sedangkan dengan kualitas hidup pada penderita TB paru dengan r
responden dengan pendidikan rendah (tidak sekolah, tidak sebesar 0,675; p<0,01. Dapat diartikan bahwa ada hubungan
tamat maupun tamat SD masing-masing 3 orang (6%). yang sangat bermakna antara dukungan sosial dengan
Pekerjaan responden mahasiswa 14 orang (28%), tidak kualitas hidup yang berarti semakin tinggi dukungan sosial
bekerja dan buruh masing-masing 8 orang (16%). Riwayat yang diterima, maka kualitashidup juga semakin meningkat.
pengobat an sebanyak 33 orang (66%) responden Interpretasi kekuatan hubungan termasuk kategori tinggi.
menyatakan tidak pernah mencari pengobatan sebelumnya

Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8 8


Hubungan Antara Karakteristik Responden dengan tentu individu tersebut mempunyai kesadaran lebih baik
Kualitas Hidup tentang penyakitnya dibanding mereka yang berpendidikan
lebih rendah. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Studi
Hasil analisis dengan korelasi Pearson ant ara Kasus Hasil Pengobatan TB paru di 10 Puskesmas di DKI
karakteristik responden (umur, jenis kelamin, tingkat Jakarta 19961999 yang menyatakan bahwa rendahnya
pendidikan, pekerjaan dan riwayat pengobatan) dengan t ingkat pendidikan akan menyebabkan rendahnya
kualitas hidup penderita TB paru. Didapatkan hasil analisis : pengetahuan dalam hal menjaga kebersihan dan kesehatan
variabel umur (r=0,468; p<0,05), jenis kelamin (r=0,077; lingkungan yang tercermin dari perilaku sebagian besar
p=0,593), pendidikan (r=0,420; p<0,05), pekerjaan (r=0,141; penderita yang masih membuang dahak serta meludah
p=0,330), riwayat pengobatan (r=0,017; p=0,906). Dari sembarang tempat.
analisis tersebut diket ahui bahwa variabel umur dan
Pekerjaan responden terbanyak sebagai mahasiswa
pendidikan mempunyai nilai koefisien korelasi sedang,
sebesar 28%. Dari hasil wawancara didapat bahwa
masing-masing sebesar (r=0,468 dan r=0,420), dengan
responden yang berstatus mahasiswa kebanyakan berasal
tingkat kemaknaan p<0,05. Hal ini menunjukkan ada
dari luar daerah sehingga mereka harus indekos. Tinggal di
hubungan bermakna antara umur dan pendidikan dengan
lingkungan padat hunian (seperti kos) berpengaruh terhadap
kualitashidup. Sedangkan variabel lainnya yaitu jeniskelamin,
penularan TB paru. Hal ini sesuai dengan pernyat aan
pekerjaan dan riwayat pengobatan tidak menunjukkan
mengenaibeberapa hal yang perlu diperhatikan sehubungan
hubungan bermakna dengan kualitas hidup.
dengan penularan TB paru adalah terkait perumahan yang
Hasil analisis multipel regresi antara karakteristik terlalu padat atau kondisi kerja yang buruk. Kepadatan
responden dengan kualitas hidup penderita TB paru, didapat hunian menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan fisik,
variabel umur (=0,519; p<0,05) dan pendidikan (=0,378; mental dan sosial. Rumah atau ruangan yang terlalu padat
p<0,05) memberikan kontribusi bermakna terhadap kualitas penghuninya akan kekurangan O2 sehingga menyebabkan
hidup. Variabel lainnya yaitu jeniskelamin (=0,260; p=0,753), menurunnya daya tahan dan memudahkan terjadinya
pekerjaan (=0,155; p=0,260) dan riwayat pengobatan (= penularan penyakit.
6,25; p=0,417) t idak memberikan kontribusi terhadap Riwayat pengobatan menunjukkan sebesar 66%
kualitas hidup penderita TB paru. penderita belum pernah mencari pengobatan sebelumnya
kecuali di BP4 tersebut. Responden sebelumnya pernah
PEMBAHASAN menjalani pengobatan di luar BP4 pada akhirnya lebih
memilih unt uk berobat di inst ansi t ersebut dengan
Frekuensi penderita TB paru yang menjalani program
pertimbangan biaya yang lebih murah dan terjangkau. Hal
pengobatan rawat jalan di BP4 Yogyakarta Unit Minggiran
ini berkaitan erat dengan kepatuhan penderita dalam
terbanyak adalah usia produktif, antara 2130 tahun, sebesar
menuntaskan program pengobatannya yaitu selama 6 bulan.
52%. Insidens tertinggi TB paru biasanya mengenai usia
Tingkat keberhasilan pengobatan TB paru sangat dipengaruhi
dewasa muda, antara 1544 tahun. Sekitar 95% penderita
oleh kepatuhan penderita terhadap regimen pengobatan
TB paru berada di negara berkembang, dimana 75%
yang diberikan. Kementerian Kesehatan RI telah menetapkan
diantaranya adalah usia produktif.
kebijakan dengan pemberian pengobatan gratissehingga
Jumlah penderita laki-laki lebih tinggi dari perempuan, diharapkan dapat merupakan perangsang bagi penderita
yaitu sebesar 54%. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian agar t erat ur berobat sesuai dengan jadwal sampai
tentang tampilan kelainan radiologik pada orang dewasa tercapainya kesembuhan. Tetapi dalam pelaksanaannya
yang menyat akan bahwa laki- laki mempunyai banyak penderit a yang t idak t ekun menyelesaikan
kecenderunganlebih rentan terhadap faktor risiko TB paru. pengobatannya.
Hal tersebut dimungkinkan karena laki-laki lebih banyak
Hasil pengukuran dukungan sosial dalam penelitian
melakukan aktifitas sehingga lebih sering terpajan oleh
ini diperoleh 44% dari keseluruhan responden mendapatkan
penyebab penyakit ini.
dukungan sosial tingkat sedang. Hal ini berarti penderita
Pendidikan responden terbanyak adalah tamat SLTA TB paru yang menjadi responden dalam penelitian ini cukup
sebesar 46%. Diasumsikan bahwa orang dengan pendidikan mendapatkan dukungan sosial dari orang-orang di sekitar
lebih t inggi akan sadar t ent ang perilaku sehat dan penderita. Dukungan sosial penting untuk penderita penyakit
pengobatan terhadap penyakitnya. Namun hasil penelitian kronis, sebab dengan dukungan t ersebut akan
ini menunjukkan bahwa dengan pendidikan tinggi belum mempengaruhi perilaku individu, seperti penurunan rasa

9 Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8


cemas, rasa tidak berdaya dan putus asa sehingga pada Harapan hidup penderita TB paru yang berobat jalan
akhirnya dapat meningkatkan status kesehatan penderita. di BP4 tergolong baik. Sebanyak 40 orang (80%) penderita
mempunyai harapan positif serta mampu menyesuaikan
Kualitas hidup penderita TB paru yang berobat jalan
dengan keadaan lingkungan sekit ar. Sebagian besar
di BP4 Yogyakarta terkait aktivitaspada satu minggu terakhir
responden yang mempunyai harapan positif tersebut telah
t ergolong baik. Sebanyak 34 orang (68%) penderit a
yakin bahwa meski tergolong berat namun penyakit TB paru
menyatakan bahwa mereka dapat bekerja atau belajar dengan
dapat disembuhkan, asalkan mematuhi regimen pengobatan
normal. Sebaliknya, penderita yang menyatakan tidak mampu
yang telah ditetapkan. Keberadaan PMO yaitu seseorang
bekerja atau belajar dalam keadaan apapun sebesar 4%. TB
yang dipercaya baik oleh penderita sendiri maupun oleh
paru bersifat radang yang kronis. Gejala malaise sering
petugaskesehatan, yang akan ikut mengawasi pasien minum
ditemukan (anoreksia, penurunan nafsu makan, penurunan
seluruh obat nya diharapkan akan sangat membant u
berat badan, sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan keringat
penderita untuk berperilaku positif sehingga mendukung
malam) dan dapat menurunkan produktivitas kerja penderita.
proses penyembuhannya.
Kualitas hidup penderita TB paru yang berobat jalan
Pada penelitian ini diketahui bahwa ada hubungan
di BP4 Yogyakarta terkait kehidupan sehari-hari pada satu
yang sangat bermakna antara dukungan sosial dengan
minggu terakhir adalah baik. Sebesar 80% responden
kualitas hidup (r=0,675; p<0,01). Arah korelasi positif
menyatakan mereka dapat makan, mencuci, berpakaian
menunjukkan bahwa semakin besar dukungan sosial maka
sendiri, naik kendaraan umum tanpa bantuan orang lain.
kualitas hidupnya akan semakin meningkat. Hasil ini sesuai
Kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari, seperti
dengan teori mengenai pengaruh dukungan sosial, salah
mengurusdiri sendiri serta dapat berfungsi sosial merupakan
satunya adalah pengaruh tak langsung bahwa dukungan
salah satu komponen dalam kualitas hidup terkait kapasitas
sosial dapat berpengaruh pada stres yang dihadapi individu,
fungsional.
dengan penerimaan sosial yang dapat mempengaruhi self
Kualitas hidup penderita TB paru yang berobat jalan esteem. Self esteem ini akan berpengaruh pada kesehatan
di BP4 Yogyakarta terkait kesehatan pada satu minggu jiwa seseorang.
terakhir adalah baik. Sebanyak 25 orang (50%) responden
Hasil analisis multipel regresi antara umur dengan
merasa sehat pada sebagian besar waktu. Penderita yang
kualitas hidup didapatkan nilai sebesar (=0,519; p<0,05).
merasa tidak sehat sebanyak 4 orang (8%) lebih disebabkan
Hal ini berarti umur memberikan kontribusi bermakna
oleh karena nyeri dada, batuk menetap dan merasa lelah.
terhadap kualitas hidup penderita TB paru. Pada umumnya
Batuk disertai dahak, sakit pada dinding dada, terjadi
kualitas hidup akan menurun seiring dengan meningkatnya
penurunan berat badan, demam dan berkeringat, hilangnya
umur.
nafsu makan, napas pendek serta sering flu.
Pada penelitian ini diketahui jenis kelamin tidak
Kualitas hidup penderita TB paru yang berobat jalan
memberikan kontribusi terhadap kualitashidup dengan nilai
di BP4 Yogyakarta terkait dukungan dari keluarga dan
(=0,260; p=0,735). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
t eman- t eman diperoleh sebanyak 43 orang (86%)
mengenai Kualitas Hidup Penderita Gagal Ginjal Terminal
menyatakan mempunyai hubungan baik dengan orang lain
Yang Menjalani Hemodialisis Kronikdi RSUP dr. Sardjito
dan memperoleh dukungan kuat dari angggota keluarga atau
Yogyakarta yang menyatakan bahwa jenis kelamin ternyata
dari teman. Penderita yang kurang mendapat dukungan dari
tidak berpengaruh terhadap kualitas hidup penderita gagal
keluarga maupun temannya lebih disebabkan karena penyakit
ginjal terminal (GGT) yang menjalani hemodialisis kronik.
yang dideritanya. Mereka telah menyadari bahwa TB paru
Disebutkan pula bahwa laki-laki mempunyai kualitas hidup
mudah sekali menular, sehingga sebagian merasa lebih baik
lebih jelek dibandingkan perempuan.
mengurangi kontak dengan orang lain. Ada juga dimana
orang-orang sekitar penderita sengaja membatasi kontak Tingkat pendidikan memberikan kontribusi bermakna
dengan penderit a, karena takut tertular. Sebaliknya, terhadap kualitas hidup (=0,378; p<0,05). Hal ini sesuai
dukungan yang kuat pada penderita terutama dari pihak pernyataan bahwa tingkat pendidikan akan mempengaruhi
keluarga akan sangat membantu proses penyembuhan sikapnya dalam merawat diri sendiri. Semakin tinggi tingkat
penyakit TB paru. Misalnya terkait dengan kepatuhan minum pendidikan akan bersifat semakin memacu ke arah kemajuan,
obat yang berlangsung selama 6 bulan. Dukungan keluarga sehingga diharapkan sikap tersebut juga berpengaruh
dan masyarakat mempunyai andil besar dalam meningkatkan terhadap perawatan kesehatannya.
kepatuhan pengobatan, dengan adanya pengawasan dalam
Hasil analisis multipel regresi antara pekerjaan dengan
minum obat serta terkait pemberian semangat pada penderita.
kualitas hidup penderita diperoleh (=0,155; p=0,260).

Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8 10


Dapat diartikan bahwa pekerjaan tidak memberikan kontribusi Faisal, A., Penampilan Kelainan Radiologik Pada Koch
t erhadap kualit as hidup penderit a TB paru. Hal ini Pulmonum Orang Dewasa.Majalah Radiologi Indonesia Tahun
dimungkinkan karena jenis pekerjaan responden dalam ke-2, No 2 : 3135. 1991.
penelitian ini hanya diambil secara deskriptif. Lebih banyak
Gitawati, R., Sukasediati, N., Studi Kasus Hasil Pengobatan
50% responden adalah mahasiswa dan sisanya masih dibagi
TB Paru di 10 Puskesmas di DKI Jakarta 1996 1999. Cermin
lagi dalam 6 kategori jenis pekerjaan yang lain, sehingga
Dunia Kedokteran. No. 137 : 1720. 2002.
jenis pekerjaan dalam penelitian ini dapat dikatakan tidak
mewakili profesi. Hamdani, F., Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ketaatan
Berobat Penderita KPTB di UPA RSUP Dr. Sardjito. KTI FK
Pada penelit ian ini diketahui bahwa t idak ada
UGM. Yogyakarta. 1994.
hubungan antara riwayat pengobatan dengan kualitashidup
penderita TB paru, didapatkan nilai (=6,25, p=0,417). Handayani, S., Respon Imunitas Seluler pada Infeksi TB
Riwayat pengobatan pada penelitian ini terkait dengan Paru. Cermin Dunia Kedokteran. No. 137 : 33 36. 2002.
ketaatan berobat penderita, sehubungan dengan program
Kuntjoro, Z.S., Dukungan Sosial pada Lansia, Online : 5
pengobatan gratis dari pemerintah dengan harapan untuk
Oktober 2003: Available from : http://www.e-psikologi.com/
menekan angka drop out pengobatan serendah mungkin.
lain-lain/zainuddin.htm.2002
KESIMPULAN Mansjoer, A., Wardhani, W.I., Setiowulan, W., Kapita Selekta
Kedokteran. Ed. 3. Cet. 1. Jakarta : Media Aesculapius. 1999.
Ada hubungan yang sangat bermakna antara dukungan sosial
Notoatmodjo, S., Ilmu Kesehatan Masyarakat. PT. Rineka
dengan kualitas hidup penderita TB paru. Semakin tinggi
Cipta : Jakarta. 1996.
dukungan sosial maka semakin tinggi kualitas hidup. Variabel
umur dan pendidikan memberikan kontribusi bermakna Sugiyono., Statistik untuk Penelitian. Bandung : CV.
terhadap kualitas hidup. Variabel lainnya, yaitu jeniskelamin, Alfabeta. 1999.
pekerjaan dan riwayat pengobatan tidak memberikan
Smeltzer, Suzanne C., Buku Ajar Keperawatan Medikal
kontribusi terhadap kualitas hidup penderita TB paru.
Bedah, Brunner & Suddarth / editor. Ed 8. Vol 1. Jakarta :
EGC. 2001.
DAFTAR PUSTAKA
Siswanto, A., KualitasHidup Penderita Gagal Ginjal Terminal
Bahar, A., Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FK UI. Yang Menjalani Hemodialisa Kronis di RSUP dr. Sardjito
Jakarta : Hal : 715719. 1990. Yogyakarta. Tinjauan Pustaka dan Laporan Penelitian. FK
UGM Yogyakarta. 1992.
Brehm, S., Kassin, S., Social Psycology. New Jerset :
Houghton Mifflin. Princetor. 1990. Subowo, D., Kualitas Hidup Penderita Dermatitis Kontak di
RSUD Sragen, Jawa Tengah. Tesis Pasca Sarjana UGM.
BP4 Yogyakarta., Laporan Triwulan TB Paru. BP4 Unit Yogyakarta. 2001.
Minggiran. Yogyakarta. 2003.
Priambodo, R., Hubungan Kepatuhan Berobat Penderita
Cohen, S; Syme, S.L., Social Support and Health. London Tuberkulosis Paru dengan Kejadian Penyakit Paru Obstruksi
: Academic Press Inc. 1985. Menahun (PPOM) di RSUPDr. Sardjito Tahun 1991 1996.
Crofton, J., Horne, N., Miller, F., Clinical Tuberculosis. 2nd KTI FK UGM Yogyakarta. 1996.
Ed. London : The Macmillan Press Ltd. 1999. Prasetyo, I.E., Tinjauan Kasus Kualitas Hidup Pasien Gagal
DepkesRI., Pedoman Nasional Penanggulangan TB. Cetakan Ginjal Terminal dengan Peritoneal Dialisa di Rumah Sakit
ke-5. Jakarta. 2000. Sardjito Yogyakarta. KTI FKL UGM. 2003.

DepkesRI., Pedoman Tuberkulosis dan Penanggulangannya. WHO. Tuberculosis Control. New Delhi, WHORegional For
Jakarta. 1994 South East Asia. 1993.

Depkes RI., Pedoman Penyajit Tuberkulosis dan Woerjandari, A., Manajemen Pengobat an Penderit a
Penanggulangannya. Ditjen P2M & PLP. Depkes RI, Jakarta. Tuberkulosis Paru Dengan Sistem DOTS Di Puskesmas dan
1999. BP4 Kota Yogyakarta. Tesis Program Pasca Sarjana UGM.
Yogyakarta. 2001.

11 Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8


RAPID TB TEST

Apri Lyanda
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RS Persahabatan, Jakarta

PENDAHULUAN mempunyai hasil negatif pada pulasan sputumnya.3Hasil


kultur memerlukan waktu tidak kurang dan 68 minggu
Indonesia merupakan negara dengan pasien
dengan angka sensitivitas 18 30%. Foto polos toraks
tuberkulosis (TB) terbanyak ke-3 di dunia setelah India dan
memberi hasil dengan sensitifitas tak lebih dan 30% pada
Cina, perkiraan jumlah pasien TB sekitar 10% dari seluruh
negara berkembang.2,3 Bila terdapat gambaran infiltrat di
pasien TB di dunia. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
lobus atas dan kavit as pada fot o polos t oraks, maka
tahun 1995 menunjukkan bahwa penyakit TB merupakan
kemungkinan TB paru 8085%.4 Oleh karena terdapat
penyebab kematian ketiga setelah penyakit kardiovaskuler
beberapa kekurangan dan membutuhkan waktu yang lama
dan saluran pernapasan pada semua kelompok usia dan
dalam menentukan diagnosispasti TBparu, maka dibutuhkan
penyebab pertama dari golongan penyakit infeksi. Hasil survei
alat diagnostik yang cepat dan mempunyai sensitifitas dan
prevalens TB tahun 2004 menunjukkan angka prevalens TB
spesifitasyang tinggi untuk memperbaiki metoda diagnostik
BTAposit if secara nasional 110/100.000 penduduk.
yang konvensional.3,5
Berdasarkan data di atasTB masih merupakan masalah utama
kesehatan masyarakat Indonesia.1 SEJARAH PERKEMBANGAN DIAGNOSIS M.TB
DiagnosisTB paru yang digunakansaat ini secara rutin
dilaboratorium termasuk rumah sakit dan puskesmasadalah Penyakit TB sudah ada sejak jaman purbakala.
diagnosis bakteriologis dengan teknik mikroskopis bakteri Penemuan arkeologis di Mesir menemukan sisa tulang
tahan asam (BTA). Kasus-kasus tertentu dilakukan kultur belakang manusia dengan tanda spondylitistuberculosa dari
untuk konfirmasi diagnosis, teknik kultur memiliki sensitivitas tahun 3700 SM dan mumi tahun 1000 SM dengan ciri
dan spesifitas yang tinggi. Kendalanya selain memerlukan penyakit yang sama. Hippocrates berpendapat bahwa TB
waktu yang lama, lebih dari 1minggu untuk memperoleh adalah penyakit keturunan. Galenusdokter di zaman Romawi
hasil juga diperlukan fasilitas laboratorium khusus untuk berpendirian TB adalah penyakit menular. Selama 15 abad
kultur M.tuberculosis(M. tb) yang terjamin keamanannya. kedua paham ini dianut berbagai ahli kedokteran. Villamin
Teknik mikroskopis BTA dapat dilakukan dalam waktu relatif (1827-1892) pertama kali membuktikan secara ilmiah TB
cepat tetapi sensitivitas dan spesifitasteknik ini lebih rendah adalah penyakit menular t et api penyebabnya belum
dibanding dengan teknik kultur.2 diketahui. Robert Koch pada t anggal 24 Maret 1882
menemukan basil TB dan semua pihak menerima TB adalah
Diagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan gambaran penyakit menular. Laennec t ahun 1819 menemukan
klinis, pemeriksaan fisis, gambaran radiologis, pemeriksaan stetoskop menjadikan pemeriksaan jasmani hal penting
laboratorium dan uji tuberkulin.1 Pemeriksaan mikrobiologis dalam diagnosis klinis TB, hampir 70 tahun sebelum
yaitu identifikasi mikroorganisme dalam sekret atau jaringan penemuan Robert Koch. Wilhelhm Rontgen tahun 1895
pasien merupakan hal utama dalam mendiagnosis TB, menemukan sinar-X sehingga makin melengkapi diagnosis
meskipun pemeriksaan tersebut sulit dan mempunyai TB. Von Pirquet tahun 1907 menunjukkan sarana diagnosis
keterbatasan. Hasil pemeriksaan BTA(+) di bawah mikroskop lain TB dengan uji tuberkulin. Penemuan Von Pirquet ini
memerlukan kurang lebih 5000 kuman/ml sputum sedangkan disempurnakan oleh Mantoux dan tekniknya distandarkan
untuk mendapat kan kuman positif pada biakan yang kemudian disebarluaskan, uji ini dikenal dengan nama
merupakan diagnosis pasti, dibutuhkan sekitar 50100 Mantoux. Permulaan abad ke-20 semua sarana diagnosis
kuman/ml sputum.1,2 Pulasan BTA sput um mempunyai TB sudah tersedia lengkap dan di pakai terus sehingga
sensitifitas yang rendah, terutama TB nonkavitas yang sekarang. Penemuan sarana diagnosis baru untuk TB lebih
memberikan kepositifan 10% pada pasien dengan gambaran ditekankan untuk diagnosis yang lebih cepat dan dapat
klinis TB parudan 40% penyandang TB paru dewasa dilakukan sendiri oleh dokter tanpa perlu tenaga ahli lain.

Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8 12


DIAGNOSIS CEPAT MYCOBATERIUM TUBERCULOSIS Meskipun demikian, karena TBSA tidak spesifik untuk M.tb
dan deteksinya memerlukan diagnosisbanding antara spesies
DiagnosiscepatTB (rapid diagnosisTB)adalah diagnosis
Mycobacterium,Nocardia dan basil gram(+) lainnya yang juga
cepat M.tb kurang dari 1 jam. Diagnosis laboratoriumTB
memiliki asam dan jenislipid yang sama. Diantara komponen-
secara tradisional didasarkan pada apusan mikroskopis, kultur
komponen ini, asam heksakosanoat dalam kombinasi dengan
dan ident ifikasi fenot ipe. Meskipunmetoda t ercepat ,
TBSA tampaknya cukup spesifik untuk keberadaan M. tb.11
termudah dan termurah yang tersedia adalah pewarnaan
Meskipun metoda kromatografi dapat memiliki manfaat untuk
tahan asam namun sensitifitasnya yang rendah (4580%
identifikasi mikobakterium dari kultur positif, berdasarkan
kultur positif) telah membatasi penggunaannya terutama di
antigen MPT64, namun metoda ini tidak mewakili altenatif
daerah dengan insidensTB rendah dan pada bent uk
bermakna untuk diagnosis cepat TB.12
ekst rapulmoner TB sert a pada pasien t erinf eksi
HIV.5,6Pemeriksaan apus memiliki spesifisitasyang baiktetapi
Metoda Fagotipik
nilai prediktif positif yang rendah (580%) didaerah dengan
insidens tinggi M. non-TB.4,6,7Teknik kultur masih dianggap Pada dekade terakhir, sejumlah bakteriofag dengan
sebagai metodarujukan karena identifikasi dan sensitifitas afinitas spesifik terhadap mikobakterium telah bermunculan
lebih baik dibanding pemeriksaan BTA. untuk diagnosis cepat TB. Sejak 1947, lebih dari 250 tipe
Pert umbuhan lambat bakt eri M.t b merupakan bakteriofag yang berbeda diisolasi dan diteliti sebagai alat
hambatan besar untuk diagnosiscepat penyakit. Dua dekade penting dalam manipulasi genetik mikobakterium. Manfaat
terakhir telah terdapat perkembanganmetoda kultur melalui klinis hanya ditunjukkan oleh 2 pendekatan berdasarkan
penggunaan media baru dan sistem otomatis seperti Bactec bakteriofag yang dikembangkan,bernama Luciferase Reporter
460TB buatan pabrik Becton Dickinson Diagnostics, Sparks Phage Assay (LRP)dan Phage Amplified Assay (PhaB).
Amerika, MB/BacT ALERTdibuat oleh bioMrieux, Perbedaan terpent ing antara ke-2 metoda ini adalah
MarcylEtoile, Perancis, MGIT 960 diproduksi oleh Becton mengenai deteksi sel mikobakt erium yang t erinfeksi
Dickinson Diagnosticsdan VersaTREKproduksi Trek Diagnostic bakteriofag. Luciferase Reporter Phage Assay mendasarkan
System, Westlake, Amerika.Semua pemeriksaan tersebut pada cahaya emisi yang dikode oleh gen lusiferase (fflux)
masih membut uhkan waktu beberapa minggu unt uk yang dimasukkan kedalam genom bakteriofag. Sedangkan
mendapatkan konfirmasi laboratorium final dan bahkan PhaB didasarkan pada kompleks sel M. tb yang rentan
waktu yang lebih lama lagi untuk identifikasi fenotipe setelah amplifikasi bakteriofag Mycobacteriofag D29 pada
kuman.4,7 Berbagai metoda baru telah dikembangkan saat M. smegmatis.13-15
iniuntuk diagnosis cepat TB aktif dengan teknik terbaik Luciferase Reporter Phage Assay telah t erbukti
sepertigenotipe atau molekuler.7,8 Beberapa metoda diagnosis bermanfaat untuk membedakan M. t bdari kultur dan
cepat tersebut akan dibahas pada tinjauan pustaka ini. terutama dalam uji sensitifitas terhadap isoniazid dan
Contoh uji kultur dapat dilihat pada gambar 1 dibawah ini. rifampisin.13Phage Amplified Assay telah dikomersialkan
dengan nama dagang FASTPlaque-TB, digunakanuntuk
mendiagnosisTB pada sediaaan saluran pernapasan juga telah
diteliti untuk uji sensitifitasterhadap antimikrobaM. tb. Teknik
ini secara umum cepat dan sederhana, membutuhkan sedikit
latihan dan tidak mahal. Metoda ini menunjukkan spesifisitas
yang baik tapi kurang sensitifit. Karena hal itu, aplikasi rutin
metoda ini sedikit terhambat dan masih dalam observasi
Gambar 1. Uji kultur M. tb.(A) Hasil negatif, (B) Hasil positip. mengenai manfaat dalam diagnosisTB atau deteksi resistensi
Dikutip dari (2) obat antituberkulosis (OAT).14-16

Metoda kromatografi Metoda Genotipe


Berbagai teknik molekuler aplikasinya saat ini tersedia
Identifikasi langsung M. tb dengan menggunakan
untuk diagnosis mikrobiologi infeksi micobakt erium.16
deteksi asam tuberkulostearat (TBSA), baik sendiri maupun
Penanda DNA merupakan inovasi pertama dalam diagnosis
dalam kombinasi berbagai komponen struktur dinding sel
molekuler TB, yang mendeteksi langsung dari sampel klinis
mycobacterium.8,9Berbagai metoda yang cepat dan sensitif
M. tbdan mutasi spesifik yang berhubungan dengan resistensi
telah dikembangkan, salah satu yang paling menarik adalah
yang membutuhkan dasar amplifikasi sekuens spesifik asam
fast gas chromatography mass spectrometry (GC-MS).10,11

13 Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8


amino nukleat (NAA). Teknik ini memiliki beberapa diautomatisasi dan disetujui pada tahun 1996 oleh USFood
keunt ungan sepert i wakt u kembali yang cepat dan and Drug Administration (FDA) untuk digunakan pada
kemungkinan untuk automatisasi. Beberapa kerugian mucul sediaanapus saluran pernapasan yang memiliki BTA(+).21
saat pengaplikasian metoda ini secara langsung pada sediaan Berbagai studi telah melaporkan sensitifitasyang tinggi pada
klinis, yaitu masalah dengan inhibitor, sensitifitaspada sampel spesimenapussaluran pernapasan positif (87100%), lebih
apus negatif dan ekstraksi DNA.17,18 rendah pada kasus apus negatif (4073%) dan sampel
ekstrapulmoner (2798%). Spesifisitas metoda ini berkisar
Manfaat klinis metoda ini telah dibahas secara luas
antara 91100%.20,21
dan bukti kuat tetapi implementasinya belum tercapai. Hal
ini diakibatkan variasi teknik yang tersedia sangat luas dan Tabel 1. Beberapa uji metoda hibridisasi
kurangnya standarisasi antara penelitian satu dengan lainnya Uji Metoda Target Deteksi Vol Waktu Automatis IAC
menggunakan kultur sebagai baku emasyang secara teoritis amplikasi sampel paruh
(ul) (jam)
memiliki sensitifitas yang rendah dibandingkan uji amplifikasi
NAA. Selain itu, kurangnya penilaian aspek klinis pada Cobas amplicor PCR 16sRNA Kolorimet rik 10 0 6- 7 Ya Ya
AMTD TMA 16sRNA Semiluscent 45 0 2- 5 Tidak Tidak
kebanyakan penelitian telah mengakibatkan beberapa LCX LCR PAB Fluorimetrik 50 0 6 Ya Tidak
kebingungan mengenai bagaimana, pada siapa dan kapan BD Probe Tec SDA IS6110- 16sRNA Flourimetrik 50 0 3,5- 4 Ya Ya
50 0 12
menggunakan teknologi ini. Meskipun demikian, penemuan Innolipa
Genotype MD
Neste-PCR
NA-SBA
rpoBgene
23sRNA
Kalouimetrik
Kalorimet rik 50 0 5,5
Ya
Ya
Tidak
Ya
terbaru tentang penggunaan uji NAA untuk mendiagnosa RT PCR Real time PCR 16sRNA Fluorimetrik 10- 100 2- 3 Ya Ya

tuberkulosis menyatakan bahwa: GeneExpert Real time PCR rpoBgene Fluorimetrik 1.000 2 Ya Ya
GeneQuick PCR IS6110 Kalorimet rik 50 2,5 Tidak Ya
a) metoda ini dapat secara cepat mendeteksi keberadaan
M.tb pada 5085% sediaaan BTA apus negatif dan Dikutip dari (20)
kultur positif
b) nilai prediktif positif pada spesimen BTA apus positif Transkripsi yang dimediasi Amplifikasi (TMA)
lebih tinggi (>95%) AmplifikasiM. tbuji langung buatan pabrik Gen-Probe
c) secara umum, met oda molekuler ini dapat Inc., San Diego Amerika merupakan alat TMA menggunakan
mendiagnosisTB beberapa minggu lebih awal met oda isot hermal cepat dengan suhu 420Cdengan
dibandingkan kultur pada 8090% pasien dengan amplifikasi rRNA 16S. Metoda ini bekerja dengan dasar
kecurigaan TB yang tinggi.19,20 transkriptase terbalik digunakan untuk menyalin rRNA
Uji NAA memiliki variasi luas dalam metoda non menjadi hibrid cDNA-RNAsertametodachemiluminiscent
komersial dengan pemeriksaan ekstraksi asam nukleat dan untuk mendeteksi kompleks M. TBdengan penanda DNA
amplifikasi polymerase chain reaction(PCR) dari berbagai spesifik. Amplifikasi M.TB uji langung merupakan uji pertama
target genetik seperti IS6110, rpoB, hsp65, 16S rDNA atau yang disetujui FDA pada tahun 1995, untuk sediaansaluran
MBP64. Meskipun uji amplifikasi non- komersial telah pernapasan apus positif dan tahun 2000 dengan rekomendasi
berkembang pada beberapa t ahun t erakhir yang FDA diperluas hingga sampel apusnegatif.21 Saat ini terdapat
direkomendasikan adalah menggunakan uji komersial yang bukti bahwa AMTD menunjukkan spesifisitas tinggi (95
memiliki level standarisasi dan reprodusibilitas yang lebih 100%) dan sensitifitas tinggi (91100%) untuk sampel apus
baik.20Semua met oda NAA membut uhkan analisis saluran napas positif, meskipun sensitifitas ini lebih rendah
postamplifikasi yang lebih jauh dengan observasi elektroforesis untuk sampel apus negatif (6593%) dan ekstrapulmoner
fragmen teramplifikasi atau hibridisasi, rest riksi at au (63100%). Kerugian yang paling penting adalah kurangnya
sekuensing.18,20Unt uk diagnosis TBmetoda yang paling kontrol amplifikasi int ernal (AIC) dan tidak t erdapat
berkembang dan paling dikomersialkan didasarkan pada uji kemungkinan otomatisasi.20,21
hibridisasi(Tabel 1). Reaksi Rantai Ligase / Ligase chain reaction(LCR)
Amplifikasi DNA konvensional denganPolymerase Chain Ligase chain reaction merupakan metoda amplifikasi
Reaction (PCR) DNA semiotomatis untuk deteksi langsung M.TB dari sampel
Uji amplifikasiM. tbbuatan Roche Diagnostic System klinis gen kromosom yang mengkode protein antigen b M.
Inc., Basel Swiss adalah salah satu alat uji diagnosis cepat tb. Meskipun spesifisitas (90100%) dan sensitifitas (65
tertua berdasarkan PCRstandar. Uji ini adalah uji DNA yang 90%) yang baik dilaporkan pada beberapa penelitian sampel
mengamplifikasi segmen spesifik gen RNA 16Sdilanjutkan pernapasan, produk ini ditarik dari pasaran Eropa pada tahun
dengan hibridisasi dan deteksi kolorimetrik. Metoda ini dapat 2002.20 Ligase chain reaction tidak dipasarkan lagi karena
ongkos produksi pembuatan yang meningkat menyebabkan

Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8 14


harga alat uji ini tidak kompetitif nilai jualnya. Alat uji ini di
produksi oleh Abbot laboratorium, Chicago Amerika.

Strand Displacement Amplification (SDA)


Gambar 2.
Diperkenalkan pada tahun1998 sebagai suatu teknik Al at di agnosi s
cepat genexpert
semiotomatisdalam deteksi M.tb pada sampel saluran napas.
Metoda ini merupakan prosesamplifikasi enzimatik isotermal
menggunakan suhu 52,50C untuk menghasilkan beberapa
salinan urutan target IS6110 dan gen rRNA 16Syang produk
amplifikasinya terdeteksi dengan metoda fluorosen. Evaluasi
pada sampel saluran napas menunjukkan sensitifitas 90
100% pada sampel apus positif dan 3085% pada sampel
apus negatif dengan spesifisitas tinggi (90100%).20 Alat Dikutip dari (21
uji ini diproduksi oleh Becton Dickinson, Amerika.
Metoda baru lainnya
Uji Hibridisasi Fase Padat / solid-phase hybridization
assay Loop mediated isothermal amplification (LAMP)
Saat ini ada 2 perusahaan yang memproduksi alat uji buatan Eiken Chemical Co. Jepang dan FIND Diagnostics,
hibridasi fase padat yaitu Innogenetics, Gent Belgia dan Hain Genewa, Swissadalah teknik amplifikasi isotermal yang relatif
Lifescience, Nehren Jerman. Alat ini dapat mendeteksi dan baru.21 Uji LAMP dapat mensintesis sejumlah besar target
mengidentifikasi M.tb dari sediaan dahak dan dapat untuk DNA (gryrBatau IS6110) dalam tabung tunggal dan produk
mendeteksi resistensi rifampin dan isoniazid. Alat ini selain amplifikasi dapat dideteksi dengan metoda turbiditas atau
dapat mendeteksi kuman M. tbdapat juga mendeteksi kolorimet rik dan fluorimet rik. Meskipun memiliki
Mycobacterium Others Than Tuberculosis (MOTT) antara lain keterbatasan uji dalam konteks TB, data awal memberikan
M avium, M intracellulare, M kansasii danM malmoense. 21 hasil yang menjanjikan dan uji ini memiliki keuntungan cepat
hanya dalam waktu 2 jam dan relatif tidak mahal yang dapat
Real Time PolymeraseChain Reaction(RT- PCR) bermanfaat pada kondisi terbatasnya sumber daya.20,21
Uji NAA lainnya untuk diagnosis cepat TB pada sediaan
Teknik ini didasarkan pada amplifikasi berurutan
saluran napas adalah GenoQuick MTB test buatan Hain
berbagai target DNA dan deteksi fluorimetrik. Uji ini memiliki
Lifescience yang didasarkan pada PCR dan hibridisasi
sejumlah manfaat penting terutama kecepatannya dan
lanjutan.21
masalah kontaminasi silang yang lebih sedikit hal ini
dikarenakan prosessetelah ekstraksi DNA terjadi pada tabung Biaya Pemeriksaan Uji Cepat Diagnosis M. TB
tunggal. Berbagai alat yang berdasarkan teknik RT-PCR
sudah banyak memproduksi seperti CobasTaqMan MTB test Pemeriksaan uji cepat diagnosis M.tb dibandingkan
buatan Roche Diagnostic System dengan sensitifitas dan dengan pemeriksaan yang rutin dilakukan sekarang terlihat
spesifisitasumum yang tinggi, terutama pada sampel saluran lebih mahal. Pemeriksaan dengan uji cepat diagnosis M.tb
napas. Diant ara berbagai alat yang t elah diprodusi jika dihitung lebih mendalam akan terlihat bahwa mempunyai
menggunakan t eknik ini, GeneXpert buatan Cepheid, banyak keunt ungan dan hasil akhirnya lebih murah.
Sunnyvale Amerika dan FINDDiagnostics, Jenewa Swissbaru Penelit ian yang dilakukan WHO di beberapa negara
saja diperkenalkan sebagai uji diagnostik RT-PCR semi berkembang mempunyai kesimpulan dapat menghemat lebih
kuantitatif yang mengintegrasikan dan mengotomatisasi banyak biaya dan waktu dibanding cara lama.20,21 Sosialisasi
pengolahan sediaan dengan ekstraksi DNA dalam catridge pembiayaan yang lebih murah ini terusdilakukan oleh WHO
sekali pakai. Waktu hingga didapatkannya hasil kurang dari unt uk memcepat diagnosis M.t b maupun MDR- TB.
2 jam dan hanya pelatihan minimal yang dibutuhkan untuk Pembelian awal alat uji merupakan biaya termahal yang harus
menggunakan uji ini. Penelitian pendahuluan menyatakan dikeluarkan, contoh untuk pembelian alat GenExpert dengan
sensitifitas dan spesifisitas yang baik pada sampel saluran metoda PCR-RT dibutuhkan dana sekitar 3 milyar rupiah.21
pernapasan.19,20 Meskipun dibutuhkan penelitian lebih jauh, Perbandingan biaya pemeriksaan dengan beberapa metoda
WHO telah mendukung penggunaan sistem ini sebagai uji dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini.
diagnostik awal pada sediaan saluran pernapasan pasien
dengan kecurigaan klinis tinggi memiliki TB atau seseorang
dengan multidrug resistant (MDR) TB(Gambar 2).21

15 Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8


Tabel 2. Biaya Pemeriksaan diagnosis M.TB Manual of Clinical Microbiology. 9th ed. Washington
DC: ASM Press; 2007. p. 543-72.
Metoda Uji Biaya Uji resisten Uji resisten
(US$) 2 obat 4 obat 6. Vincent V, Gutirrez MC. Mycobacterium: Laboratory
characteristics of slowly growing mycobacteria. In:
MODS 0,77 1,72 1,80 Murray PR, Baron EJ, Jorgensen JH, Landry ML, Pfaller
MGIT 7,00 35,02 63,03 MA, editors. Manual of Clinical Microbiology. 9th ed.
BACTEC 2,55 12,75 23,00 Washington DC: American Society for Microbiology;
LJ 0,14 1,60 1,57 2007. p. 573-88.
Microagar 0,29 1,60 2,92 7. Salf inger M, Pf yf f er GE. The new diagnost ic
MABA 1,23-2,43 5,62 mycobacteriology laboratory. Eur J ClinMicrobiol Infect
6,87
PCR- RT 0,90
Dis. 1994;13:961-79.
BTA sputum 0,10 8. Jost KC Jr, Dunbar DF, Barth SS, Headley VL, Elliott LB.
Identification of Mycobacterium tuberculosis and M.
Dikutip dari (18 aviumcomplex directly from smear-positive sputum
specimensand BACTEC12B cultures by high-performance
Kesimpulan liquid chromatography with fluorescence detection and
comput er- driven pat t ern recognit ion models. J
1. Diagnosis cepat M.tb adalah uji diagnosis untuk kuman ClinMicrobiol. 1995;33:1270-7.
M.tb kurang dari 1 jam 9. Cha D, Cheng D, Liu M, Zeng Z, Hu X, Guan W. Analysis
2. Diagnosis cepat M.tb sudah berkembang pesat dengan of fatty acids in sputum from patients with pulmonary
bermacam metoda t uberculosis using gas chromat ography- mass
spectrometry preceded by solid-phase microextraction
3. Diagnosis cepat M.tb dapat menghemat waktu, biaya and postderivatization on the fiber. J Chromatogr A.
dan tidak perlu tenaga ahli karena dapat dikerjakan secara 2009;1216:1450-7.
automatisasi
10. Kaal E, Kolk AH, Kuijper S, Janssen HG. A fast method
4. Diagnosis cepat M.tb yang terbaik dan direkomendasikan for the identification of Mycobacterium tuberculosis in
WHO adalah PCR-RT sputum and cult ures based on t hermally assisted
hydrolysis and met hylat ion f ollowed by gas
chromatography-mass spectrometry. J Chromatogr A.
Daftar Pustaka 2009;1216:6319-25.
11. Park MY, Kim YJ, Hwang SH, Kim HH, Lee EY, Jeong SH,
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman et al. Evaluation of an immunochromatographic assay
nasional: penanggulangan tuberkulosis. Cetakan ke-2. kit for rapid identification of Mycobacterium tuberculosis
Jakarta: DepkesRI ;2008.hal.8-14. complex in clinical isolates. JClinMicrobiol. 2009;47:481-4.
2. Young DB, Perkins MD, Duncan K, CEBarry. Confronting 12. Jacobs WRJ, Barletta RG, Udani R, Chan J, Kalkut G,
the scientific obstacles to global control of tuberculosis. Sosne G, et al. Rapid assessment of drug susceptibilities
J Clin Invest. 2008;118:1255-65. of Mycobacterium tuberculosis by means of luciferase
3. Behr MA, Warren SA, Salamon H, Hopewell PC, Ponce reporter phages. Science. 1993;260:819-22.
de Len A, Daley CL, et al. Transmission of Mycobacterium 13.Alcaide F, Gal N, Domnguez J, Berlanga P, Blanco S,
tuberculosis from patients smear-negative for acid-fast Orus P, et al. Usefulness of a new mycobacteriophage-
bacilli. Lancet. 1999;353:444-9. based technique for rapid diagnosis of pulmonary
4. American Thoracic Society; Centers for Disease Control tuberculosis. J ClinMicrobiol. 2003;41:2867-71.
and Prevention; Council of the Infectious Disease Society
of America. Diagnostic standards and classification of 14.Kalantri S, Pai M, Pascopella L, Riley L, Reingold A.
tuberculosis in adults and children. Am J RespirCrit Care Bact eriophage- based t est s for t he det ect ion of
Med. 2000;161:1376-95. Mycobacterium tuberculosis in clinical specimens: a
5. Pfyffer GE. Mycobacterium: general characteristics, systematic review and meta- analysis. BMC Infect Dis.
laboratory detection, and staining procedures. In: Murray 2005;5:59.
PR, Baron EJ, Jorgensen JH, Landry ML, Pfaller MA, editors.

Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8 16


15.Gal N, Domnguez J, Blanco S, Prat C, Alcaide F, Coll P,
et al. Use of a mycobacteriophage-based assay for rapid
assessment of suscept ibilit ies of Mycobact erium
tuberculosis isolates to isoniazid and influence of
resistance level on assay performance. J ClinMicrobiol.
2006;44:201-5.
16.McNerney R, Kambashi BS, Kinkese J, Tembwe R,
Godfrey-Faussett P. Development of a bacteriophage
phage replication assay for diagnosis of pulmonary
tuberculosis. J ClinMicrobiol. 2004;42:2115-20.
17.Alcaide F. New methodsfor mycobacteria identification.
EnfermInfeccMicrobiolClin. 2006;24Suppl 1:53-7.
18.Domnguez J, Blanco S, Lacota A, Garca-Sierra N, Prat
C, Ausina V. Ut ilit y of molecular biology in t he
microbiological diagnosis of mycobacterial infections.
EnfermInfectMicrobiolClin. 2008;26Suppl 9:33-41.
19.Palomino JC. Nonconventional and new methods in the
diagnosis of tuberculosis: feasibility and applicability in
the field. EurRespir. 2005;26:339-50.
20.Dinnes J, Deeks J, Kunst H, Gibson A, Cummins E, Waugh
N, et al. A systematic review of rapid diagnostic tests
for the detection of tuberculosisinfection. Health Technol
Assess. 2007;11:1-96.
21. Polomino JC. Molecular detection, identification and drug
resistance detection in Mycobacterium tuberculosis. J
Med Microbiol. 2009;56:103-11.

17 Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8


MEROKOK DAN TUBERKULOSIS

Agung Ari Wijaya


Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RS Persahabatan, Jakarta

PENDAHULUAN kemudian diikuti oleh masyarakat kelas bawah hingga


menggantikan mengunyah sirih yang menjadi kebiasaan
Merokok dan t uberkulosis(TB) merupakan dua masyarakat Indonesia. Kata rokok berasal dari bahasa
masalah besar kesehatan di dunia, walaupun TB lebih banyak belanda roken. Merokok adalah t indakan seseorang
ditemukan di negara berkembang. Setelah HIVdan AIDS menghisap rokok (tembakau). Bahaya merokok t elah
meluas TB menjadi penyebab kematian yang terkemuka di dibicarakan dan diakui secara luas. Penelitian yang dilakukan
seluruh dunia dan bertanggung jawab terhadap lebih dari para ahli memberikan bukti terdapatnya bahaya merokok
satujuta kematian setiap tahunnya. Penggunaan tembakau dan terjadinya penurunan fungsi paru pada perokok dan
khususnya merokok, secara luastelah diakui sebagai masalah orang disekit arnya. World Healt h Organizat ion
kesehatan masyarakat yang utama dan menjadi penyebab memperkirakan bahwa pada tahun 2020 penyakit akibat
kematian yang penting di dunia, yaitu sekitar 1,7 juta pada merokok akan menyebabkan kematian sekitar 8,4 juta jiwa
tahun 1985, 3 juta pada tahun 1990 dan telah diproyeksikan di dunia dan setengah dari jumlah tersebut berasal dari
meningkat menjadi 8,4 juta pada 2020.1 Jumlah perokok di benua Asia. Diperkirakan bahwa pada tahun 2030 lebih dari
dunia meningkat secara bermakna, saat ini diperkirakan 80% penyakit yang diakibatkan oleh rokok akan terjadi pada
sebanyak 1,3 milyar perokok dan meningkat menjadi 1,7 negara dengan pendapatan rendah dan sedang.5-7
milyar perokok pada t ahun 2025. Sebanyak 6585%
tembakau telah dikonsumsi diseluruh dunia dalam bentuk Asap rokok mengandung lebih dari 4.500 bahan kimia
rokok yang menyebabkan kematian setiap detik.2 yang memiliki berbagai efek racun, mut agenik dan
karsinogenik. Isi dan konsentrasi bahan kimia dapat bervariasi
Data World Health Organization (WHO) menunjukan dalam merek rokok yang berbeda. Asap rokok menghasilkan
Indonesia sebagai negara dengan konsumsi rokok terbesar berbagai komponen baik di kompartemen seluler dan
ke-3 setelah Cina dan India dan diikuti Rusia dan Amerika. ekstraseluler, mulai dari partikel yang larut dalam air dan
Padahal dari jumlah penduduk, Indonesia berada di posisi gas. Zat-zat yang mempunyai efek merugikan adalah
ke-4 setelah Cina, India dan Amerika. Berbeda dengan jumlah nikotin, tar, amonia, karbonmonoksida, karbondioksida,
perokok Amerika yang cenderung menurun, jumlah perokok f ormaldehid, akrolein, aset on, benzopyrenes,
Indonesia justru bertambah dalam 9 tahun t erakhir. hydroxyquinone, nitrogen oksidadan kadmium. Banyak zat
Pertumbuhan rokok Indonesia pada periode 20002008 yang bersifat karsinogenik dan beracun terhadap sel namun
adalah 0,9% pertahun. Banyak penyakit yang dihubungkan tar dan nikot in telah terbukti imunosupresif dengan
dengan merokok yaitu penyakit keganasan, kardiovaskuler, mempengaruhi responskekebalan tubuh bawaan dari pejamu
diabetes, penyakit paru obstrusi kronik (PPOK), artritis, dan meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Bahan
impotensi, infertilitas, Alzheimer, TB dan lain-lain.2,3 Paru farmakologik dalam tembakau yang menyebabkan adiksi
merupakan organ yang menderita kerusakan paling parah adalah nikotin yang merupakan partikel padat dan sangat
akibat merokok. Hubungan antara merokok dan TB pertama mudah diserap oleh selaput lendir hidung, mulut dan jaringan
kali dilaporkan pada awal abad ke-20. Walaupun mekanisme paru. Kriteria utama untuk menentukan ketergantungan
yang pasti belum sepenuhnya diketahui namun telah banyak obat adalah pengguna obat yang selalu terdorong untuk
penelitian mengenai hubungan antara merokok danTB.4 menggunakan, terdapat efek psikoakt if dan t erbiasa
menggunakan obat tersebut. Semakin tinggi kadar tar dan
MEROKOK nikotin efek terhadap sistem imun juga bertambah besar.8
Tembakau diperkenalkan di Indonesia oleh bangsa Tembakau telah disebut sebagai penyebab kematian
Belanda sekitar 2 abad yang lalu dan penggunaannya secara global karena membunuh lebih dari 5 juta orang di
pertama kali oleh masyarakat Indonesia ketika elit lokal seluruh dunia setiap tahunnya. Merokok merupakan faktor
Indonesia meniru kebiasaan merokok bangsa Belanda yang risiko penting untuk terjadinya penyakit kardiovaskular serta

Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8 18


5 penyebab utama lain dari kematian di seluruh dunia yaitu Secara keseluruhan meskipun tingkat merokok telah
serebrovaskular, infeksi saluran napas bawah, PPOK, TB, dan menurun selama bertahun-tahun, lebih dari seperlima orang
kanker saluran napas.9 Merokok tetap menjadi penyebab Amerika adalah perokok. Pada tahun 2004 sekitar 21% orang
utama kematian yang dapat dicegah di dunia. Berhenti dewasa, 22% merupakan siswa sekolah. Akibatnya merokok
merokok dikaitkan dengan manfaat penting pada tingkat menjadi penyebab kematian dini di Amerika. Setiap tahun
individu dan sosial. Mengingat prevalensmerokok upaya besar sebanyak 438.000 orang Amerika diperkirakan meninggal
telah diarahkan untuk mengembangkan intervensi untuk akibat merokok atau perokok pasif. Perkiraan biaya yang
membantu perokok berhenti merokok. Namun, intervensi berhubungan dengan merokok yaitu biaya medis dan
untuk berhenti merokok memiliki keberhasilan yang beragam. kehilangan produktivitas melebihi 167 milyar dollar Amerika
Berhenti merokok diperlukan untuk mengurangi morbiditas per tahun.8
dan mortalitas, namun banyak perokok mengalami kesulitan
menghentikan kebiasaannya. Usaha dengan intervensi secara TUBERKULOSIS
psikososial dan penggunaan obat telah digunakan untuk
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh
tujuan tersebut.10
infeksi Mycobacterium tuberculosis complex dan merupakan
Dilaporkan bahwa penggunaan tembakau dengan cara masalah kesehatan masyarakat yang penting di Indonesia.
merokok lebih berbahaya dibandingkan dengan cara lain dan M.tuberculosis berbentuk batang, berukuran panjang 5 dan
perokok akt if lebih menimbulkan beragam penyakit lebar 3 , tidak membentuk spora dan termasuk bakteri aerob.
dibandingkan perokok pasif. Namun demikian perokok pasif Mycobacteria dapat diberi pewarnaan seperti bakteri lainnya
secara substansial juga berkontribusi menimbulkan bermacam misalnya dengan pewarnaan Gram. Namun sekali diberi
penyakit. Sekitar 1,1 miliar orang merokok di seluruh dunia, warna oleh pewarnaan Gram, maka warna tersebut tidak
lebih dari 80% berada di negara berpenghasilan rendah dan dapat dihilangkan dengan asam. Oleh karena itu, maka
mycobacteria disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Pada
menengah. Cina memiliki produksi dan konsumsi tembakau
dinding sel mycobacteria, lemak berhubungan dengan
terbesar di dunia. Di berbagai negara sekitar 49% laki-laki dan
arabinogalaktan dan peptidoglikan di bawahnya. Struktur
8% perempuan diatasusia 15 tahun merokok, berbeda dengan
ini menurunkan permeabilit as dinding sel sehingga
37% pria dan 21% perempuan yang berasal dari negara mengurangi ef ekt ivit as t erhadap ant ibiot ik.
berpenghasilan tinggi. Lebih dari 60% perokok tinggal di Lipoarabinomannan suatu molekul lain dalam dinding sel
hanya10 negara, yaitu Cina, India, Indonesia, Rusia, Amerika mycobacteria berperan dalam interaksi antara inang dan
Serikat, Jepang, Brasil, Banglades, Jerman dan Turki. Konsumsi patogen menjadikan M. tuberculosis dapat bertahan hidup
per orang dewasa perhari (jumlah rokok yang dihisap perhari di dalam makrofag.16
dibagi dengan populasi perokok dan bukan perokok) telah
menurun lebih dari 50% dalam 2-3 dekade terakhir di Amerika, Pada tahun 1992, WHO telah mencanangkan TB
Kanada, Perancis dan negara berpenghasilan tinggi lain. sebagai global emergency. Tuberkulosis saat ini banyak
Sebaliknya, prevalensmerokok pada laki-laki meningkat tajam menyerang usia produktif dan meningkatkan angka kematian
di negara-negara dengan penghasilan rendah dan menengah terutama di negara berkembang. Pada tahun 2010 dilaporkan
seperti Cinadan Indonesia. Peningkatan yang nyata terjadi pada insidens TB didunia sebesar 8,8 juta (8,59,2 juta), 1,1 juta
laki-laki usia muda. Perbedaan antara perempuan dan laki-laki (0,91,2 juta) kematian akibat TB dengan HIV negatif
berhubungan dengan perbedaan penggunaan tembakau, dalam ditambah 0,35 juta (0,320,39 juta) penderita TB dengan
hal prevalenspenggunaan, durasi penggunaan yang lebih singkat HIV positif. Tahun 2009 dilaporkan terjadi 2,4 juta kasus
atau frekuensi penggunaan yang lebih rendah pada perempuan. baru (3,3 juta perempuan), 133 kasus/100.000 populasi
Penelitian di Brasil mendapatkan hasil terjadi penurunan yang dengan penderita HIV sebesar 1,1 juta jiwa. kematian akibat
nyata perokok pada masyarakat dengan penghasilan rendah.11- infeki TB sebesar 1,7 juta jiwa (380.000 perempuan),
termasuk 380.000 penderita HIV, sesuai dengan 4700
13
Selain HIV/AIDS, merokok tembakau merupakan penyebab
kematian pertahun dan menjadi penyebab kematian urutan
kematian utama yang meningkat dengan cepat. Diperkirakan
ketiga pada perempuan usia 15-44 tahun. Delapan puluh
bahwa merokok akan menyebabkan sekitar 10 juta kematian
persen kasus TB akt if yang dit emukan di 22 negara
pada orang dewasa pada tahun 2030 dan sebagian besar berkembang sebagian besar dari mereka di Asia (dengan 55%
peningkatan kematian yang berhubungan dengan tembakau kasus di dunia) dan Afrika (30%). Sekitar 5% dari beban
akan berlangsung di Asia, Afrika dan Amerika Selatan. Studi kasus TB global sekarang resisten terhadap beberapa obat,
yang dilakukan di Oslo menunjukkan bahwa perokok ringan di Rusia dilaporkan kasusTB yang resisten obat menyumbang
dengan 14 batang perhari ternyatatetap meningkatkan angka lebih dari seperlima semua kasus TB baru di tahun 2008.
kematian.9,14,15 Pada tahun 2008 sebanyak 1,4 juta orang yang hidup dengan

19 Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8


HIV mengalami TB aktif. Orang HIV-positif lebih mudah tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.
t erinf eksi cenderung resist en t erhadap obat dan Pada pleuritis TB, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari
meningkatkan angka kematian. India menempati urutan banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan
pertama penderita TB di dunia (1,6-2,4 juta) menyumbang pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai
sekitar seperlima dari seluruh jumlah kasusdi dunia dengan tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pada
angka kematian sebesar 17,6% dan 3,5% dari total kematian limfadenitis TB, terlihat pembesaran kelenjar getah bening,
di India. Urutan berikutnya adalah China (1,1-1,5 juta), tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis
Afrika selatan (0,4-0,59 juta), Nigeria (0,37- 0,55 juta) dan tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar
Indonesia (0.35-0.52 juta). Di Amerika dilaporkan terjadi tersebut dapat menjadi cold abscess.1
penurunan yang bermakna, pada tahun 1945 dilaporkan 73/
100.000 populasi, tahun1993 sebesar 9,0/100,000 populasi PENGARUH ROKOK PADA PERTAHANAN RESPIRASI
dan pada tahun 2009 didapatkan 3,8/100.000 populasi. Di Rokok telah menunjukkan dampak yang luasterhadap
Nigeria dilaporkan kejadian TB sebesar 14,4% dan mekanisme kekebalan inangnya. Terdapat banyak penelitian
diperkirakan 380.000 (9293/100.000 populasi) kasus TB baru kontroversi karena perbedaan dalam hal riwayat merokok,
set iap t ahun jauh lebih besar dari st andar yang kerentanan genetik, sosial ekonomi, olah raga, nutrisi,
direkomendasikan WHOyaitu sebesar 3%.3,16-18 kelembaban udara dan pekerjaan yang dapat memodifikasi
Diagnosis TB dapat ditegakkan berdasarkan gejala penyakit. Epitel pernapasan merupakan pertahanan pertama
klinis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan bakteriologi yang melawan agen lingkungan yang merugikan dan melindungi
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan dengan cara menyapu partikel keluar dalam lapisan mukus,
diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat memfagositosis juga merekrut sel imun lain. Merokok secara
berasal dari dahak, cairan pleura, cairan serebrospinal, bilasan langsung membahayakan integritasbarier fisik, meningkatkan
bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar permeabilitas epitel pernapasan dan mengganggu bersihan
(bronchoalveolar lavage/BAL), urin, fases dan jaringan biopsi mukosilier. Pajanan asap rokok akut mengakibatkan supresi
(termasuk biopsi jarum halus/BJH). Pemeriksaan radiologi epitel pernapasan dan secara kronik dapat mengakibatkan
dengan pemeriksaan standar foto toraks PA (posteroanterior), inflamasi dan kerusakan sehingga menyebabkan perubahan
pemeriksaan radiologi lain adalah foto lateral, top-lordotic, bentuk sel epitel.1,19
oblik at au CT- Scan. Pemeriksaan penunjang lainnya Di paru asap rokok memiliki efek baik proinflamasi
diantaranya analisiscairan pleura, pemeriksaan histopatologi dan imunosupresif pada sistem kekebalan tubuh. Makrofag
jaringan dan pemeriksaan darah. Gejala klinisTB dapat dibagi mempunyai peran yang strategis di alveolar. Makrofag
menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik, alveolar mempunyai peran kunci dalam merusak dan
bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah mengeliminasi agen mikrobial pada saat awal bila ada infeksi.
gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat). Rokok meningkatkan jumlah makrofag alveolar juga sel
Gejala respirasi diantaranya adalah batuk 2 minggu, batuk epitelial dan mengaktivasinya untuk menghasilkan mediator
darah, sesak napasdan nyeri dada. Gejala respiratori ini sangat proinflamasi mikro sirkulasi paru, Reactive Oxygen Species
bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang (ROS) dan enzim proteolitik dengan demikian memberikan
cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien mekanisme seluler yang menghubungkan rokok dengan
terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkusbelum inflamasi dan kerusakan jaringan. Serupa dengan ini merokok
terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak berpengaruh terhadap kemampuan makrofagalveolar untuk
ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi memfagositosis bakteri dan sel apoptosis. Pada saat yang
bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang sama, rokok juga mengganggu mekanisme pertahanan
dahak ke luar. Gejala sistemik yang ditimbulkan akibat infeksi alamiah yang dimediasi oleh makrofag, sel epitel, sel dendritik
TB adalah demam, malaise, keringat malam, anoreksia dan (DCs), dan sel natural killer (NK) sehingga meningkatkan
berat badan menurun. Pada TB paru, kelainan yang didapat risiko, keparahan dan durasi infeksi. Pengaruh rokok dalam
tergantung luaskelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) hubungannya dengan peningkatan penyakit hingg menjadi
perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) lebih berat ditandai dengan gangguan kemampuan makrofag
menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak untuk membunuh bakteri atau virus, hilangnya kemampuan
di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen untuk membersihkan sel-sel mati, degradasi dan modifikasi
posterior (S1 dan S2), serta daerah apeks lobus inferior (S6). secara kimiawi dari matriksekstraseluler, peningkatan retensi
Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara sel TCD8 dan induksi Interleukin-17 (IL-17) sebagai efektor
napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, sekresi sel T. Setelah pajanan rokok jangka panjang, daerah

Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8 20


agregasi limfosit dengan sel Tdan sel B bisa terbentuk pada dipahami, namun ada banyak bukti menurunnya pertahanan
sisi tersebut, membantu produksi antibodi patogen dan saluran napas berpengaruh pada kerentanan terhadap infeksi
menyebabkan penyakit autoimun. Hilangnya pertahanan TB pada perokok. Trakea, bronkus dan bronkiolus yang
mukosa dapat mengakibatkan kolonisasi bakteri seperti yang membentuk saluran udara yang memasok udara ke paru
terjadi pada 30% perokok jangka panjang dengan PPOK.19 memberikan garis pertahanan pertama dengan mencegah
kuman TB untuk mencapai alveoli. Merokok terbukti dapat
mengganggu bersihan mukosilier. Makrofag alveolar paru
yang merupakan pertahanan utama terjadi penurunan fungsi
fagositosis dan membunuh kuman pada individu yang
merokok, seperti dilaporkan pada diabetes, merokok telah
ditemukan berhubungan dengan penurunan tingkat sitokin
proinflamasi yang dikeluarkan. Sitokin-sitokin ini sangat
penting untuk respons awal pertahanan lokal untuk infeksi
kuman termasuk TB. Dalam berbagai studi menunjukkan
bahwa jumlah dan durasi merokok aktif berpengaruh
terhadap risiko infeksi TB sedangkan pada perokok pasif
berhubungan dengan peningkatan kejadian TB pada anak
Gambar 1. Gangguan sitem imun di paru akibat merokok
dan usia muda.4,20,21
Dikutip dari (19)
Studi retrospektif yang dilakukan di Dublin pada 160
Bukti menunjukkan bahwa sel NK memiliki peran kasusantara bulan April 2007 hingga April 2008 didapatkan
dalam pertahanan bawaan dalam melawan agen mikrobial bahwa merokok berhubungan secara bermakna terhadap
dan prot eksi ant i t umor. Hal ini dilakukan dengan pemanjangan waktu konversi kuman TB pada pasien yang
sitotoksisitaslangsung yang mencetuskan apoptosis, sitokin sedang mendapat t erapi obat antiTB. Penelit ian lain
pro inflamasi dan pelepasan kemokin. Beberapa studi menunjukkan meningkatnya angka kekambuhan penderita
menunjukkan pada perokok dapat menurunkan jumlah dan TB yang merokok.22,23 Studi kasus kontrol pada 111 pasien
aktivasinya berkurang pada perokok dibandingkan bukan BTA positif dengan 333 kontrol yang dilakukan di India
perokok. Pajanan asap rokok melemahkan aktivitassitotoksik pada bulan Sept ember 2004 hingga Agust us 2005
danproduksi sitokin sel NK pada manusia dan tikus, dengan didapatkan peningkatan terjadinya infeksi TB pada perokok
demikian hubungan defek sel NK menyebabkan peningkatan sebesar 3,8 kali dibandingkan yang tidak merokok dan
risiko infeksi dan kanker. Pada paru sel dendritik (DCs) berhubungan dengan jumlah rokok, indeksmassa tubuh dan
merupakan sel antigen paling poten dan sangat diperlukan status sosial ekonomi. Dalam penelitian ini lama dan jumlah
untuk inisiasi sel Tdan diduga memiliki kerentanan yang tinggi rokok juga berpengaruh terhadap perkembangan TB.24
terhadap rokok karena posisinya didalam lumen dan berada
langsung dibawah epitel paru. Studi klinis menunjukkan Di Amerika ada sejumlah kesulitan dalam menilai
bahwa jumlah DCsberkurang pada sebagian besar jalan napas merokok sebagai faktor risiko untuk infeksi TB. Di antara
pasien ppok yang merokok. Setelah berhenti merokok jumlah yang paling penting adalah prevalens rendah infeksi TB pada
DCsmakin meningkat dan serupa dengan kontrol orang sehat populasi umum dan tingkat merokok telah menurun. Di
yang tidak merokok.Studi pada hewan coba dilaporkan Amerika merokok menjadi semakin terkonsentrasi pada
terdapatnya penurunan jumlah DCs tergantung pada tipe populasi dengan sosial ekonomi rendah yang mengarah pada
sist em pajanan rokok. Proses otoimun berperan pada faktor risiko lain untuk TB seperti HIV, tunawisma, peminum
timbulnya penyakit yang berhubungan dengan rokok. alkohol, dan heterogenitas antar kelompok risiko TB. Saat
Merokok juga dapat menurunkan level semua kelas ini lebih dari 50% pasien TB di Amerika berasal dari beragam
imunoglobulin kecuali Ig E. Pada studi dengan hewan coba negara dalam berbagai tahap epidemi tembakau dan faktor-
didapatkan respons antibodi terhadap berbagai antigen faktor risiko untuk TB berbeda antara penduduk pendatang
berkurang secara nyata akibat pajanan kronik asap rokok.19 dan penduduk asli kelahiran Amerika. Studi yang dilakukan
t erhadap penduduk asli dan pendat ang di Aust ralia
HUBUNGAN MEROKOK DENGAN TUBERKULOSIS menunjukkan bahwa angka kejadian TB cenderung lebih
tinggi pada penduduk pribumi, hal ini berhubungan dengan
Hubungan antara merokok dan TB pertama kali
sosial ekonomi, standar pelayanan kesehatan, dan kebiasaan
dilaporkan pada t ahun 1918.Mekanisme past i yang
merokok yang tinggi.9,25
menghubungkan merokok dengan TB tidak sepenuhnya

21 Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8


Meskipun beberapa penelitian telah menunjukkan kasus TB sehingga pedoman pencegahan dan penanganan
hubungan antara merokok dan TB, banyak dari mereka yang baik terus dilakukan. Merokok secara substansial
didasarkan pada infeksi atau angka kematian, penelitian- memperburuk risiko kematian pada mereka dengan riwayat
penelitian tersebut memiliki berbagai keterbatasan seperti infeksi TB, kematian pada penderita yang merokok dilaporkan
desain kasus control atau potong lintang ukuran sampel sebesar 61% di India dan 32,8% di Hongkong.21,28 Sebuah
kecil, dan kekurangan dalam data sosial ekonomi, alkohol, penelitian yang menghubungkan pengaruh vitamin terhadap
infeksi HIV dan fakt or yang berpengaruh lainnya. Di penderita TB yang merokok didapatkan bahwa suplemen
HongKong merokok dan TB merupakan dua kondisi yang vitamin E menyebabkan peningkatan sementara dalam
umum dijumpai. Prevalens merokok jauh lebih tinggi pada kejadian TB pada perokok berat dengan diet tinggi asupan
laki-laki dari pada perempuan. Lebih dari 20% laki-laki vitamin E. Vitamin A dan Etidak meningkatkan respon imun
dewasa adalah perokok aktif dan kejadian TB sebesar 100 pada penderita TB yang merokok. Penelitian ini menemukan
per 100.000 penduduk pertahun dan banyak terjadi pada bahwa tidak satupun dari kedua senyawa tersebut dapat
laki-laki dengan usia diatas65 tahun. Merokok berhubungan meningkatkan perlawanan terhadap TB diantara laki-laki
dengan peningkatan kerentanan terhadap influenza dan TB. perokok. Sebaliknya vitamin E t ampaknya cenderung
St udi dengan hewan coba t ikus yang mendapat kan meningkatkan kejadian TB pada peserta yang merokok berat
pajananM. TB secara aerosol, didapatkan bahwa produksi dan telah mendapatkan diet asupan vitamin Csebesar 90mg/
int erferon (IFN )oleh sel T akan menurun dengan hari atau lebih .29
penurunan faktor transkripsi yang mengatur ekspresi IFN
pada tikus yang diberi pajanan asap rokok. St udi ini KESIMPULAN
memberikan demonstrasi pertama bahwa pajanan asap rokok
secara langsung menghambatr esponsselTuntuk M. TB dan 1. Merokok dan TB masih menjadi masalah kesehatan yang
virus influenza pada fisiologi hewan coba sehingga penting dinegara maju dan negara berkembang.
meningkatkan kerentanan terhadap kedua patogen.26,27 2. Asap rokok memiliki efek baik pro- inflamasi dan
Perokok memiliki angka kematian akibat TB sangat imunosupresif pada sistem imun saluran pernapasan.
tinggi, sebanyak sembilan kali lebih besar dibandingkan 3. Merokok meningkatkan risiko infeksi Mycobacterium
dengan mereka yang tidak pernah merokok, tapi begitu tuberculosis, risiko perkembangan penyakit dan kematian
mereka berhenti, risiko berkurang secara substansial dan mirip pada penderita TB.
dengan mereka yang tidak pernah merokok. Berhenti merokok 4. Berhenti merokok berperan dalam global tuberculosis
memiliki manfaat bagi perokok jauh melampaui mengurangi control dan mengurangi kematian pada penderita TB.
risiko TB, tetapi pengendalian tembakau yang baik dapat
mempengaruhi tingkat kematian TB dan mengurangi beban
kesehatan masyarakat dan dengan berhenti merokok bisa DAFTAR PUSTAKA
mengurangi hampir sepertiga dari kematian akibat TB. Risiko
TB dapat dikurangi dengan hampir dua pertiga jika seseorang 1. Bates MN, Khalakdina A, PaI M, Chang L, Lessa F,
berhenti merokok adalah bukti kuat dalam peran penting Smith KR. Risk oft uberculosis from exposure to
dari merokok dalam penanggulangan TB. Seperti merokok tobacco smoke. Arch Intern Med. 2007;167:335-42.
bertanggung jawab untuk lebih dari sepertiga kematian 2. Zainul Z. Dark nights behind the white clouds-risk of
akibat TB di Taiwan (37,7%). Pengendalian penggunaan tobacco smoking on human health besides the oral
tembakau berhasil dalam mengurangi merokok baik dapat health ang malignancy. Exceli Journal.2011;10:69-84.
mempengaruhi tingkat kematian TB dan mengurangi hampir 3. World Health Organization. WHOreport on the Global
sepertiga (30,7%) dari beban kesehatan masyarakat yang tuberculosis control report.(Online); 2011(cited 2011
telah lama mengganggu penduduk Taiwan. Ini dampak November 17). Available f rom: URL: ht t p//
kesehat an yang besar pada peningkat an kesehat an www.whql i bdoc.who.i nt / publ i cat i ons/ 2011 /
masyarakat terutama bila diterapkan ke negara-negara seperti 9789241564380_eng.pdf.
Cina, India yang memiliki prevalensi merokok dan angka
4. Leung CC, Lam TH, Ho KS, Yew WW,Tam CM, Chan
kejadian TB lebih tinggi. Berhenti merokok telah ditunjukkan
WM, et al. Passive smoking and tuberculosis. Arch
untuk mengurangi kejadian TB, sehingga perlu peningkatan
Intern Med. 2010;170:287-92.
pengetahuan dan penelitian tentang manfaat dari berhenti
merokok untuk mengurangi angka kematian. Dengan dua 5. Aditama T.Y Youth tobacco Indonesian experience,
pertiga dari laki-laki Cina merokok dan sekitar tiga juta Mumbai, India; Indonesia smoking control foundation.
2009.

Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8 22


6. Ross J, Ehrlich RI, Hnizdo E, White N, Churchyard GJ. rural primary health care centresin Ogun State, Nigeria.
Excess lung function decline in gold miners following Journal of InfectiousDiseasesand Immunity.2011; 3(5):
pulmonary tuberculosis. Thorax. 2010;65:1010-5. 90-5.
7. PDPI. Berhenti merokok. Pedoman penatalaksanaan 19. Stmpfli M, Anderson G. How cigarette smoke skews
untuk dokter Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru immune responses topromote infection, lung disease
Indonesia. Jakarta 2011.p 4-12 and cancer. Immunology. 2009; 9: 34-9
8. Mehta1 H, Nazzal K, Sadikot1 R. Cigarette smoking and 20. Lin HH, Ezzati M, Murray M. Tobacco smoke, indoor
innate immunity. Inflamm Res J. 2008;57:497503. air pollution and tuberculosis: A systematic review
9. Giacomo M, Davidson PM, Penelope A. Abbott P, and meta-analysis. PLoSMedicine.2007:173-89.
Davison P, Moore L, Thompson S. Smoking cessation 21. Wen CP, Chan TC, Chan HT, Tsai MK, Cheng TY, Tsai
in indigenous populations of Australia, New Zealand, SP. Ther reduction of Tuberculosis risks by smoking
Canada, andthe United States: Elements of effective cessation. BMC Infect Dis. 2010;10:156.
interventions. Int. J. Environ. Res. Public Health. 2011; 22. Siddiqui UA, OToole M, Kabir Z, Qureshi S, Gibbons N,
8: 388-410. Kane M, et al. Smoking prolongstheinfectivity of patients
10. Mills EJ, Wu P, Spurden D, Ebbert J,Wilson K. Efficacy with tuberculosis. Ir Med J.2010; 103(9):278-80.
of pharmacot herapies f orshort - t erm smoking 23. Batista J, Pessoa M, Ximenes RA, Rodrigues L. Smoking
abstinance: A systematic review and meta-analysis. increasesthe risk of relapse after successful tuberculosis
Harm Reduction Journal. 2009; 6:25. treatmen. Int J Epidemiol. 2008;37 (4):841-51.
11. WHO. Global Tuberculosis control. WHO/HTM/TB/ 24. Suryakant PR, R. Garg S, Dawar S, AgarwalS. A case-
2008.393. Geneva: World Health Organization;2008. control study of tobacco smoking and tuberculosis in
Availableonlineat http://www.who.int/tb/publications/ India Ann Thorac Med. 2009;4(4): 20810.
globalreport/2008/en/index.html(Accessed September
25. Davies P, Yew W W, Ganguly D, Davidow AL, Reichman
9, 2011).
L, Dheda K, et al. Smoking and tuberculosis: t he
12. Peto R, Lopez A, Boreham J, Thun M. Mortality from epidemiological association and immuno pathogenesis.
smoking in developed countries, 19502005. University Transactions of the royal society of tropical medicine
of Oxford Clinical Trial Service Unit [online], http:// and hygiene . 2006; 291-8.
www.ctsu.ox.ac. uk/~tobacco (2009).
26. Leung C, Li T, Lam TH, Yew WW, Law WS, Tam CM, et
13. Salma K, Chiang C, Enarson DA, Hassmiller K, Fanning al. Smoking and tuberculosis among the elderly in Hong
A, Gupta P, et al. Tobacco and tuberculosis: a qualitative Kong. Am J Respir Crit Care Med. 2004;170: 102733.
systematic review and meta-analysis. International
27. Feng Y, Kong Y, Barnes PF, Huang F, Klucar P, Wang X,
Journal of Tuberculosis and Lung Disease.2007; 1049-
et al. Exposure t o cigaret t e smoke inhibit s t he
61.
pulmonary T-Cell response to influenza virus and
14. Wang J, Shen H. Review of cigarette smoking and Mycobacterium tuberculosis infection and immunity.
tuberculosis in China: intervention is needed for 2011;79(1): 229-37.
smoking cessation among tuberculosis patients. BMC
28. Lin HH, Murray M, Cohen T, Colijn C, Ezzati M. Effects
Public Health. 2009; 9:292.
of smoking and solid-fuel use on COPD, lung cancer,
15. Bjartveit K, Tverdal A. Health consequences of smoking and tuberculosis in China: a time-based, multiple risk
14 cigarettes per day. Tobacco Control. 2005;14:315 factor, modelling study.Lancet . 2008; 372(9648):
20. 147383.
16. PDPI. Tuberkulosis. Pedoman diagnosis dan 29. Hemila H, Kaprio J. Vitamin E supplementation may
penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru transiently increase tuberculosis risk in males who
Indonesia. Revisi pertama Juli 2011.Jakarta: 9-19 smoke heavily and have high dietary vitamin intake.
17. Udwadia F, Finto L. Why stop Tb is uncomplete without British Journal of Nutrition. 2008;100:896902.
quit smoking. Indian J ChestAllied Sci.2011;53;9-10.
18. Amoran O, Osiyale O, Lawal K. Pattern of default among
tuberculosis patients on directly observed therapy in

23 Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8


TUBERKULOSIS DAN HIV-AIDS

Arief Riadi
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RS Persahabatan, Jakarta

PENDAHULUAN diagnosisTB paru mungkin menjadi kontributor yang penting


dalam menyebabkan tingginya angka kematian.16
The World Health Organization (WHO) memprediksi
bahwa penyebab kematian orang dengan Acquired immuno Tiap tahun diperkirakan terjadi 239 kasus baru TB
deficiency syndrome (AIDS) adalah tuberkulosis (TB) paru paru per 100.000 penduduk dengan estimasi prevalens HIV
sebesar 13%. Infeksi TB paru diukur ketika seseorang yang diantara pasien TB paru sebesar 0,8% secara nasional
diduga menginhalasi droplet yang mengandung bakteri (berdasarkan laporan WHO2007). Survei yang dilaksanakan
Mycobacterium tuberculosis (M. tb). Respons sistem imun oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen
membatasi multiplikasi basil tuberkel 212 minggu setelah Kesehatan (Litbangkes) 2003 menunjukkan bahwa pasien
infeksi. Kondisi basil tuberkel persisten selama bertahun- dengan koinfeksi TB-HIV pada umumnya ditemukan di RS
tahun berubah menjadi Latent Tuberculosis Infection (LTBI). (Rumah Sakit) dan Rutan (Rumah Tahanan) atau Lapas
Seseorang dengan LTBI tidak memberikan gejala dan tidak (Lembaga Pemasyarakatan) di beberapa propinsi ditemukan
menularkan. Tuberkulosis paru dapat berkembang segera TB paru sebagai infeksi oportunis utama pada pasien AIDS
setalah terpajan (penyakit primer) atau setelah reaktivasi dari di RS. Saat ini belum ada angka nasional yang menunjukkan
LTBI (Reactivation Disease). Penyakit primer berjumlah sekitar gambaran HIV di antara pasien TB paru. Studi pertama
1/3 atau lebih kasus pada populasi dengan TB-HIV (Human tentang sero prevalensi yang dilaksanakan di Yogyakarta
Immunodeficency Virus).1 menunjukkan angka 2%. Data dari RS propinsi di Jayapura
menunjukkan pada triwulan pertama 2007, 13 diantara 40
Kasus TB paru di Amerika rata-rata menurun menjadi pasien TB ternyata positif HIV. Data klinik PPTI (Perkumpulan
46 kasus baru TB paru per 100.000 populasi (total 13767 Pemberantasan TuberkulosisIndonesia) di Jakarta sejak 2004
kasus) yang dilaporkan pada tahun 2006 dan diprediksi 2007 menunjukkan prevalens HIV pada pasien dugaan TB
prevalensi kasus LTBI 4.0% pada seluruh populasi. Persentase paru dengan faktor risiko antara 35% dan prevalens pada
kasus TB paru dengan HIV juga menurun dari 15% (2003) pasien Tb paru antara 510% dengan kecenderungan
menjadi 12,4% (2006), walaupun persentase kasus TB paru meningkat setiap tahunnya.18
dengan status HIV tidak diketahui meningkat dari 28,7%
(2005) menjadi 31,7% (2006), mungkin merefleksikan HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS
kesulitan pemeriksaan HIV atau ketidaklengkapan hasil
pemeriksaan HIV.2 Human Immunodeficiency Virus adalah virus
sitoplastik dari famili Retroviridae. Berdasarkan strukturnya
Orang dengan LTBI diprediksi berubah menjadi TB HIV termasuk famili retrovirus yang merupakan virus RNA
paru aktif sebesar 12,9% per 1000 orang pertahun dari hasil (Ribonucleacid Acid) dengan berat molekul 9.7 kilobases
observasi. Rata-rata progresif menjadi TB paru aktif pada (kb). VirusHIV pertama kali diidentifikasi oleh Luc Montainer
orang dengan infeksi HIVberkisar antara 35162/1000 orang/ di Inst itut Past eur Paris t ahun 1983 disebut HIV- 1.
t ahun observasi.2 Pada daerah endemik TB t erdapat Karakteristik virus sepenuhnya diketahui oleh Robert Gallo
hubungan yang tinggi jumlah CD4 (cluster of differentiation) di Washington dan Jay Levy di San Fransisco tahun 1984.
dengan waktu perkembangan TB-HIV. Pada orang dengan Tahun 1986 HIV-2 berhasil diisolasi dari pasien di Afrika
HIV yang bekerja pada tempat berisiko tinggi seperti fasilitas Barat.4
kesehatan, unit terapi obat-obatan atau tempat tunawisma
dapat meningkatkan risiko terkena TB paru.3 TB paru menjadi Pemeriksaan mikroskop elektron memperlihatkan HIV
penyebab utama kematian pada orang dewasa yang terinfeksi memiliki banyak tonjolan eksternal yang dibentuk oleh 2
HIV. Kematian akibat penyakit ini pada beberapa negara protein utama envelope virus yaitu glikoprotein (gp) 120 di
meningkat sampai 50%, biasanya sekitar 2 bulan setelah sebelah luar dan gp 41 yang terletak di transmembran.
diagnosis TB ditegakkan. Keterlambatan dalam penegakan Glikoprotein 120 memiliki afinititas tinggi terutama regon
V3 terhadap reseptor CD4 sehingga bertanggung jawab pada

Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8 24


awal int eraksi dengan sel t arget , sedangkan gp 41 (TCR) CD43 kemudian bersama-sama CD28 mempengaruhi
bertanggung jawab dalam proses internalisasi atau absorbsi HIVmenjadi lebih aktif. Produksi HIVselama infeksi mencapai
(Gambar 1).4 109-1011 partikel virus perhari bila berlangsung tanpa upaya
pengobatan dapat meningkatkan jumlah virus mencapai
500-1.000.000 kopi HIV-RNA per ml. Viremia yang terus
meningkat akan berusaha menyerang limfosit T- CD4
berikutnya. Fase akut akan terjadi penurunan dramatiskadar
CD4 sampai kurang dari 1000/mm3 dan naik kembali saat
serokonversi. Fase kronik akan terjadi penurunan 70 sel/l
setiap tahunnya. Bila jumlah CD4 mencapai atau melampaui
Gambar 1. Struktur HIV batas kritis d 200 sel/mm3 berarti telah memasuki stadium
Dikutip dari (4) AIDSdengan atau tanpa manifestasi klinik. Manifestasi klinik
dapat terjadi pada jumlah limfosit T-CD4 relatif normal (CD4
CD4 adalah reseptor spesifik pada sel pejamu untuk e 500 sel/mm3) atau terjadi penurunan sedang (CD4 d
200 sel/mm3). Tanpa diimbangi upaya intervensi maka dari
terjadi infeksi HIV yang mempunyai afinitas tinggi tehadap
waktu ke waktu jumlah limfosit T-CD4 akan semakin rendah
HIV terutama terhadap molekul gp 120. Diantara sel tubuh
membuka peluang infeksi sekunder dan muncul manifestasi
yang mempunyai molekul CD4 paling banyak adalah sel
klinik AIDS hingga sepsis (Gambar 2).4
limfosit-T. Infeksi HIVdimulai dengan penempelan viruspada
reseptor CD4 limfosit-Tsetelah penempelan terjadi fusi kedua
membran (HIV dan limfosit) sehingga seluruh komponen virus
masuk ke dalam sitoplasma sel limfosit-T.4

PATOGENESIS TB-HIV
Perjalanan infeksi HIVdi dalam tubuh manusia diawali
interaksi gp 120 pada selubung HIV berikatan dengan
reseptor spesifik CD4. Sel target utama adalah sel yang
mampu mengekspresikan reseptor CD4 antara lain astrosit,
mikroglia, monosit-makrofag, limfosit, Langerhans dan
dendritik. Ikatan terjadi akibat interaksi gp 120 HIV dengan
CD4. Ikatan semakin kuat dengan kehadiran ko-reseptor
kedua yang memungkinkan gp 41 menjalankan fungsinya
sebagai perantara masuknya virus ke dalam sel target. Ko- Gambar 2. Patofisiologi HIV-AIDS
reseptor lini kedua adalah chemokine reseptor 5 (CCR5) dan Dikutip dari (4)
chemokine reseptor 4 (CXCR4).4
Proses internalisasi limfosit Toleh HIV selain terjadi Pada TB paru aktif, makrofag terinfeksi oleh M. tb
perubahan melalui aktivasi limfosit T-CD4 maupun HIVjuga yang akan mengekspresikan TNF- bersamaan dengan
membangkitkan timbulnya protein stres temasuk heat shock Monocyt e Chemot act ic Prot ein 1 (MCP- 1) yang
protein 70 (Hsp70). Kontak yang terjadi mengakibatkan mengaktifkan replikasi HIV-1. The Long Terminal Repeat
limfosit Tterpacu sehingga mengalami stres dengan berbagai (LTR) HIV mengandung 2 NF-kB. TNF- menginduksi
perubahan. Perubahan diawali dengan ekpresi reseptor CD43 replikasi HIV dimediasi dengan peningkatan aktifitas NF-kB
(sialophorin) pada permukaan limfosit T. Reseptor CD43 yang di sel mononuklear. M. tuberculosis dapat menyebabkan
terekspresi tersebut menjadi aktivator baik terhadap limfosit infeksi lanjut pada CD4 sel T limfosit dan monosit. M.
T-CD4 sendiri maupun terhadap HIV. Peningkatan aktivitas tuberculosis juga mengaktifkan replikasi HIV-1 pada CD4 T
limfosit T-CD4 yang terinfeksi HIVakan menginduksi T-helper limfosit yang terinfeksi laten. Masuknya monosit kedalam
1 (Th-1) mensekresi Interleukin (IL)-1, IL-2, Tumor necrosis sel dendrit dapat memfasilitasi trasmisi HIV-1 ke CD4 T
factor (TNF)- dan Interferon (IFN)- sehingga kadar didalam limfosit yang apabila berdiferensiasi ke M. tb dapat
darah meningkat.4 menyebabkan berkembang menjadi infeksi laten HIV-1
Human immunodefisiency virusyang berada di dalam (Gambar 3).8
limfosit T-CD4 akan teraktivasi oleh pengaruh reseptor CD43
dan akan menginduksi pembentukan kompleksT-cell reseptor

25 Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8


pneumocystis pneumonia, toksoplasmosisotak, penyakit
sitomegalovirus, infeksi virus herpes, kandidiosis pada
esofagus, trakea, bronkus, paru, infeksi jamur seperti
histoplasmosis. Dapat juga dit emukan keganasan
termasuk keganasan kelenjar getah bening dan sarkoma
kaposi.

Derajat dan berat penyakit dit ent ukan sesuai


ketentuan WHOmelalui stadium klinik pada orang dewasa.
DiagnosisAIDSdi Indonesia dibuat bila terdapat uji HIV positif
Gambar 3. Patofisiologi TB-HIV dan sekurang-kurangnya didapatkan satu gejala mayor dan satu
Dikutip dari (8) gejala minor (Tabel 1).4,5

Tabel 1. Gejala mayor dan minor HIV


GEJALA KLINIK HIV
Gejala Karakteristik
Gejala klinik HIV merupakan gejala dan tanda infeksi
virus akut, keadaan asimptomatis berkepanjangan hinggga Mayor Berat badan menurun lebih 70% dalam satu
manifestasi AIDS berat. Gejala klinik HIV dapat dibagi bulan.
menjadi 4 tahap yaitu :4 Diare kronik lebih dari satu bulan
Demam lebih 1 bulan
1. Tahap pertama
Penurunan kesadaran dan gangguan saraf
Merupakan tahap infeksi akut. Pada tahap ini muncul Enselopati HIV
gejala tapi tidak spesifik. Tahap ini muncul 6 minggu
Minor Batuk menetap lebih satu bulan
pertama setelah pajanan HIV berupa demam, rasa letih,
nyeri otot dan sendi, nyeri menelan dan pembesaran Dermatitis generalisata
kelenjar getah bening. Herpes zoster berulang
Kandidiasis orofaringeal
2. Tahap kedua Herpes simpleks
Merupakan tahap asimptomatis. Pada tahap ini gejala Limfadenopati generalisata
dan keluhan menghilang. Tahap ini berlangsung selama Infeksi jamur berulang pada alat kelamin
6 minggu sampai beberapa bulan atau tahun setelah perempuan
infeksi tetapi penderita masih normal. Retinitis karena virus sitomegalo
3. Tahap ketiga Dikutip dari (8)

Merupakan tahap simptomatis. Keluhan penderita lebih DIAGNOSIS


spesifik dengan gradasi sedang sampai berat. Berat badan
menurun tetapi tidak sampai 10%. Pada selaput mulut Seseorang dengan infeksi HIV, pemeriksaan untuk TB
terjadi sariawan berulang, infeksi bakteri pada saluran paru termasuk dengan menanyakan tentang kombinasi dari
napas atas, namun penderita dapat melakukan aktifitas gejala klinik yang terdapat pada pasien dan tidak hanya
meskipun terganggu. Penderita lebih banyak di tempat menanyakan keluhan batuk saja. Ini seperti terapi dengan
tidur. obat anti retrovirus dan terapi preventif dengan izoniazid
dapat mulai diberikan pada orang yang tidak ada gejala,
4. Tahap keempat
namun pemeriksaan kultur mikobakterium tetap dikerjakan.16
Merupakan tahap lanjut atau tahap AIDS. Gejala yang
muncul berupa berat badan turun lebih 10%, diare lebih a) Diagnosis of Latent Tuberculosis Infection (LTBI)
1 bulan, demam yang tidak diketahui penyebabnya Semua pasien yang didiagnosis HIV sebaiknya
berlangsung selama 1 bulan, kandidiasis oral, oral hairy diperiksa LTBI. Seseorang dengan hasil pemeriksaan LTBI
leukoplakia, TB paru. Penderita hanya berbaring ditempat menunjukkan negatif, infeksi HIV lanjut (CD4+ < 200 cell/
tidur lebih dari 12 jam sehari selama sebulan terakhir. L) dan tanpa indikasi pemberian terapi empiris LTBI
Dapat t erjadi berbagai macam inf eksi berupa seharusnya dilakukan kembali uji LTBI ketika mulai terapi

Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8 26


ART dan kadar CD4+ e 200 cell/ L. Pada umumnya uji rutin Pada keadaan HIV dengan immunosupresi lanjut TST
untuk LTBI direkomendasikan untuk orang terinfeksi HIV dan IGRAsdapat menunjukkan hasil negatif palsu.12 Frekuensi
yang termasuk kategori resiko tinggi untuk berulang atau terjadinya negatif palsu dan tidak dapat digunakannya hasil
terpajan idividu dengan TB paru, orang dengan hidup dengan IGRA meningkat secara paralel dengan berlanjut nya
faktor risiko terinfeksi HIV, pecandu aktif, atau memiliki faktor imunodefisiensi.13 Lesi fibrotik yang sesuai dengan TB kadang
risiko sosial demografi untuk TB. Setiap pasien dengan HIV secara insidental ditemukan pada gambaran foto toraks.
dan uji LTBI positif seharusnya dilakukan foto toraks dan Seseorang dengan lesi fibrotik seharusnya menjalankan uji
evaluasi klinik untuk TB aktif.8 diagnosis LTBI dan dievaluasi untuk penyakit aktif. Pada
Diagnosis LTBI dapat dilakukan dengan satu atau dua keadaan yang telah diketahui sebelumnya telah mendapat
pendekatan. Uji tuberkulin dengan metode Uji Mantoux, terapi TB secara adekuat, pemeriksaan dahak dan kultur
dipertimbangkan positif pada pasien terinfeksi HIV dengan seharusnya diperiksa walaupun pasien tidak menunjukkan
indurasi e 5 mm yang timbul setelah 4872 jam setelah gejala. Pada pasien HIV dengan CD4+ <200 cell/ L dengan
penyunt ikan secara int radermal 0,1 mL. Sekarang ini
lesi fibrotik yang sesuai dengan TB pada gambaran foto
penggunaan met oda in vit ro dengan mendet eksi IFN-
t oraks dan t idak ada riwayat t erapi sebaiknya
dilepaskan untuk merespon M. tuberculosis-spesific peptides
dipertimbangkan infeksi TB dengan mengabaikan hasil dari
telah dikembangkan untuk mendiagnosis LTBI.9
uji LTBI. Pada keadaan seperti ini disarankan diberikan terapi
Test for LTBI (e.g., tuberculin empirik sambil menunggu hasil uji diagnosis lebih lanjut.14
test or interferon- release
assay) in HIV-infected person
b) Diagnosis TB Paru Aktif
Negative Positive
Evaluasi dugaan HIV yang berhubungan dengan TB
seharusnya dilakukan pada pemeriksaan foto toraks yang
Contact to a case of
active tuberculosis
merujuk kepada kemungkinan lokasi anatomi penyakit.
Sampel dari dahak dan kultur seharusnya didapatkan dari
Chest radiography
No Yes Clinical evaluation pasien dengan gejala paru dan kelainan gambaran foto toraks.
Gambaran normal foto toraks tidak dapat menyingkirkan
No symptoms Symptoms (e.g.,
kemungkinan TB aktif ketika kecurigaan terhadap penyakit
CD4+ T-lymphocyte count > 200 and normal chest
radiograph
fever, cough,
weight loss) OR ini tinggi dan sampel dari dahak tetap harus didapatkan.
Hasil pengambilan dahak 3 hari lebih disarankan pagi hari
abnormal chest
radiograph

No Yes
dapat meningkatkan hasil dari hapusan dan kultur. Lebih
Evaluate for active tuberculosis
(obtain samples for AFB smear
dari dari pasien HIVdengan penyakit TB paru menunjukkan
and culture)
hasil negatif palsu.12
Moderate to high
Serost at us HIV t idak mempengaruhi hasil dari
pemeriksaan hapusan dahak dan kultur. Hasil positif lebih
Alternative cause
identified for symptoms suspicion or
Retest for LTBI Treatment for LTBI not and abnormal chest evidence for active
once ART started
and CD4+ T-
indicated
Retest annually if on
radiograph
Active tuberculosis
tuberculosis
sering didapatkan pada penyakit paru dengan kavitas. Hasil
lymphocyte
count > 200
going high risk of
tuberculosis exposure
excluded with negative
smears and cultures in
dari pemeriksaan hapusan dahak dan kultur yang berasal
(endemic area,
congregate setting, etc.)
the setting of low
suspicion dari spesimen ekstraparu lebih tinggi diantara pasien
imunodefisiensi lanjut dibandingkan dengan orang yang tidak
Initiate treatment for LTBI Initiate four-drug
regimen for active terinfeksi.16 Uji Nucleic acid amplication (NAA), juga disebut
tuberculosis
Direct Amplification Test dapat langsung diterapkan pada
Gambar 4. Diagram alur diagnosis LTBI-HIV spesimen klinik seperti dahak dan sangat membantu dalam
Dikutip dari (10) proses evaluasi pasien dengan hasil hapusan dahak positif.
Hasil positif NAA pada hapusan dahak sangat merefleksikan
TB aktif. Pada orang dengan hasil dahak negat if atau
Penelitian saat ini menyarankan bahwa Interferron
penyakit ekstraparu maka penggunaan NAA harusdigunakan
Gamma Relation Assay (IGRA) lebih konsisten dan tinggi
dan diinterpretasikan sesuai dengan penyebabnya.9
spesifitasnya (9297%) dibandingkan dengan Tuberculin
Sensitiviti Ujit (TST) sebesar 5695%, hubungan korelasi yang Pada pasien dengan tanda TB ekstraparu, aspirasi
baik akan menggantikan pengukuran terpajannya M. tb dan jarum halus atau biopsi dari lesi kulit, kelenjar limfe, cairan
kurang terjadinya reaksi silang terhadap vaksin Bacillus pleura dan perikardial harus dilakukan. Kultur darah dari
Calmette-Guerin (BCG) at au t erpajan nontuberculous mikobakterium dapat membantu pasien dengan tanda
mycobacteria lainnya dibandingkan dengan TST.11,15 penyebaran penyakit atau perburukan imunodefisiensi. Hasil

27 Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8


positif dahak dari berbagai spesimen (dahak, aspirasi jarum Seriously III patient with cough 2-3 weeks and danger signsa

halus, biopsi jaringan) mewakili beberapa bentuk penyakit


mikobakterium namun tidak selalu TB.16 Referral to higher level Immediate referral
facility not possible
Tujuan utama algoritma diagnosisadalah membantu
keputusan klinik di daerah dengan prevalensi HIV tinggi dan Parenteral antibiotic treatment for Parenteral antibiotic treatment for
bacterial infection b,d
bacterial infection b,d
mengurangi angka kesalahan diagnotik dan kematian. Sputum AFB and culture b Consider treatment for PCP e
HIV test b,c Sputum AFB and culture b
Algoritma akan memberikan efek yang signifikan pada CXR b HIV test b,c
diagnosis TB paru dengan HIV/AIDS dan akan membantu HIV+ or unknow f
penanganannya secara terintegrasi. Algoritma digunakan
pada pasien dewasa dengan keluhan batuk selama 23 No Treat AFB-positive g AFB-negative g
minggu dan berdasarkan kondisi pasien.19 tuberculosis tuberculosis

Improvement No Improvement
Ambulatory patient with cough 2-3 weeks and no danger signsa after 3-5 days after 3-5 days

AFB Reassess for other Reassess for Start TB treatment


1st visit

TB unlikely
HIV testb HIV-related disease tuberculosis h Complete antibiotics
Refer for HIV and
tuberculosis care
HIV+ or status unknownc
Diagram alur diagnosis pasien TB dengan HIV+ dengan
kondisi jelek
AFB-positived AFB-negatived Dikutip dari (19)
2nd visit

GEJALA KLINIK TB-HIV


Treat for TB TB likely CXRg
CPTd Sputum AFB and cultureg Individu yang terinfeksi HIV pada TB paru aktif sangat
HIV assessmentf Clinical assessmentg
dipengaruhi oleh derajat imunodefisiensi.6 Pada pasien terinfeksi
HIV dengan CD4+ > 350 cell/ L gejala klinik TB sesuai dengan
3rd visit

TB unlikely
pasien TB tanpa HIV.7 Gejala mayor terbatas pada paru dan
Treat for PCPi Treat for bacterial infectionh biasanya gambaran foto toraks lobus atas berupa gambaran
HIV assessmentf HIV assessmentf
CTPe infiltrat fibronodular dengan atau tanpa kavitas.8 Gejala
ekstraparu lebih sering timbul pada pasien HIV dibandingkan
Response j Response j pada pasien yang tidak terinfeksi HIV, walaupun manifestasi
4th visit

No or partial response
klinik antara pasien terinfeksi HIV dengan tidak terinfeksi HIV
Reassess for TB tidak secara substantial berbeda. Pada HIV stadium lanjut
gambaran foto toraks pada pasien TB paru berbeda dibandingkan
dengan pasien dengan derajat keparahan imunosupresi lebih
Diagram alur diagnosis pasien TB dengan HIV+ pada pasien rendah. Pada lobus bawah, lobus tengah, gambaran infiltrat
rawat jalan milier lebih biasa dan kavitas lebih jarang. Limfadenopati
Dikutip dari (19)
mediastinum juga dapat ditemukan. Walaupun dengan
gambaran foto toraks normal, pasien terinfeksi HIV dan TB paru
Pada pasien dengan sakit berat perlu segera dirujuk dapat memberikan hasil dahak yang positif dan hasil kultur.8
ke pusat rujukan atau yang memiliki fasilitas lebih lengkap. Peningkatan derajat imunodefisiensi, TB ekstraparu
Apabila tindakan rujukan tidak dapat dilakukan segera maka (limfadenitis, pleuritis, pericarditis dan meningitis) dengan atau
pemberian antibiotik spektrum luas segera diberikan dan tanpa keterlibatan paru ditemukan pada gejala mayor dengan
pemeriksaan dahak segera dikerjakan. Apabila hasil jumlah CD4+ < 200 cell/ L. Pada beberapa pasien TB dapat
menjadi penyakit sistemik yang berat dengan demam tinggi,
pemeriksaan HIV negatif, gejala klinik HIV kurang nyata dan
progresif, dan sindoma sepsis. Penemuan histopatologi juga
apabila daerah tersebut tidak termasuk kedalam prevalensi
dipengaruhi oleh derajat imunodefisiensi. Pasien dengan fungsi
HIVyang tinggi maka dilanjutkan penegakan diagnosissesuai
relatif imun terdapat tipikal inflamasi granulomatosa yang
dengan pedoman yang berlaku. Apabila gejala klinik dan diasosiasikan dengan penyakit TB. Pada pasien dengan
pasien berasal dari wilayah dengan prevalensi HIV tinggi imunodefisiensi berat dan kadar mikobakterium yang tinggi,
maka penegakan diagnosis sesuai algoritma (Gambar 4).19 penyakit TB dapat menjadi subklinik atau oligoasimptomatis.8
Gejala klinik TB paru pada pasien dengan HIVtergantung
dari derajat imunosupresi sebagai hasil dari infeksi HIV. Pasien

Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8 28


dengan kadar CD4 > 200/mm3 lebih sering memberikan 4. Nasronudin. HIV& AIDS: Pendekatan biologi molekuler klinik
manifestasi TB paru dibandingkan dengan ekstraparu. Pada dan sosial. Airlangga University Press 2007; p.1-309.
pasien ini gambaran foto toraks akan seperti pada orang 5. Nahimana A, Rabodonirina M, Bille J, Francioli P. Mutations
dengan HIV negatif. Hasil pemeriksaan dahak lebih sering of Pneumocystis jiroveci dihydrofolate reductase associated
memberikan hasil positif. Keadaan imunodefisensi yang wit h failure of prophylaxis. Antimicrobial agents and
semakin berat akan membuat gejala ekstraparu semakin chemotherapy 2004; 48:4301-5.
menjadi lebih sering (Tabel 2).8 6. Bat ungwanayo J, Taelman H, Hot e R. Pulmonary
t uberculosis in Kigali, Rwanda. Impact of human
Tabel 2. Gejala klinik pada pasien TB-HIV immunodef iciency virus inf ect ion on clinical and
Late Early radiographic presentation. Am Rev Respir Dis,
karakteristik HIVInfection
HIVInfection 7. Hirsch HH, Kaufmann G, Sendi P. Immune reconstitution in
HIV-infected patients. Clin Infect Dis2004; 38(8):p.1159-66.
TB paru : TB ekstraparu 50:50 80:20
Gejala klinik Sering seperti Sering seperti 8. Sharma SK, Mohan A, Kadhiravan T. HIV-TB co-infection:
TB primer TB post primer Epidemiology, diagnosis & management. Indian J Med Res
Foto toraks 2005; 121, pp 550-567
Intratoraks Sering Jarang 9. Nahid P, Pai M, Hopewell PC. Advances in the diagnosis and
limfadenopati
treatment of tuberculosis. Proc Am Thorac Soc 2006; 3(1):
Lobus bawah Sering Jarang
Kavitas Jarang Sering p.103-10.
Alergi tuberculin Sering Jarang 10. Jasmer RM, Nahid P, Hopewell PC. Clinical practice. Latent
Pemeriksaan dahak Jarang Sering tuberculosis infection. N Engl JMed 2002; 347(23): p.1860-6.
Reaksi obat Sering Jarang
11. Menzies D, Pai M, Comstock G. Meta-analysis: New ujits for
Kambuh setelah Sering Jarang
pengobatan
the diagnosis of latent tuberculosis infection: Areas of
uncertainty and recommendations for research. Ann Intern
Dikutip dari (8) Med 2007; 146(5): p. 340-54.
12. Mazurek GH, Jereb J, Lobue P. Guidelines for using the
KESIMPULAN QuantiFERON-TB Gold ujit for detecting Mycobacterium
tuberculosis infection, United Stauji. MMWRRecomm Rep
1. Penyebab kematian terbesar pada AIDSadalah TB paru. 2005; 54(RR-15):p.49-55.
2. Orang dengan TLBI sesuai dengan definisi tidak 13. Brock I, Ruhwald M, Lundgren L. Latent tuberculosis in HIV
memberikan gejala asimptomatis. posit ive, diagnosed by the M. tuberculosis specific
interferon-gamma ujit. Respir Res 2006; p.1;7:56.
3. Pada penderita HIV dengan dicurigai TB maka harus
14. Pai M, Lewinsohn DM. Interferon-gamma assays for
ditanyakan gejala lainnya tidak hanya batuk saja.
tuberculosis: is anergy the Achillesheel?Am J Respir Crit
4. Pemeriksaan penunjang dengan IGRA dan TST sering Care Med 2005; 172(5):p.519-21.
menunjukkan negatif palsu. 15. Luetkemeyer AF, Charlebois ED, Flores LL. Comparison of an
5. Hasil pemeriksaan dahak TB paru dari pasien HIV interferon-gamma release assay with tuberculin skin ujiting
in HIV-infected individuals. Am J Respir Crit Care Med 2007;
menunjukkan hasil -nya adalah negatif.
175(7): p.737-42.
16. Artenstein AW, Kim JH, Williams WJ. Isolated peripheral
DAFTAR PUSTAKA tuberculous lymphadenitis in adults: current clinical and
diagnostic issues. Clin Infect Dis 1995; 20(4): p.876-82.
1. Centersfor Disease Control and Prevention (CDC), American
Thoracic Society and Infectious DiseasesSociety of America, 17. Kevin C, Kimberly D, McCarthy MM, Charles M. An
Treatment of tuberculosis. MMWR Recomm Rep 2003; Algorithm for Tuberculosis Screening and Diagnosis in People
52(RR-11):p.1-77 with HIV. N Engl J Med 2010;362:707-16.
2. Center for Disease Control and Prevention (CDC), Trends in 18. Kebijakan Nasional Kolaborasi TB HIV. edisi pertama,
tuberculosis incidence United Stauji, 2006. MMWRMorb Departemen Kesehatan RI, 2007.
Mortal Wkly Rep 2007; 56(11): p.245-50. 19. Improving the diagnosis and treatment of smear-negative
3. Horsburgh, CR. Priorities for the treatment of latent pulmonary and extrapulmonary tuberculosis among adult
tuberculosis infection in the United Stauji. N Engl J Med and adolecent. WHO recomendation 2006.
2004; 350(20): p.2060-7.

29 Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8


TUBERKULOSIS NOSOKOMIAL
Amir Luthfi, Sardikin Giri Putro
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RS Persahabatan, Jakarta

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) tetap menjadi salah satu masalah pengontrolan administratif, teknik dan alat pelindung
kesehatan yang paling serius. Saat ini TB merupakan masalah pernapasan. Tatalaksana pemberantasan TB dapat dilakukan
kesehatan di dunia dan penyebab utama kematian di negara dengan berbagai cara dan hal ini telah berhasil dilakukan di
berkembang. Di Indonesia sendiri TB masih merupakan beberapa negara maju.4
masalah utama kesehatan masyarakat, ditunjang oleh
beberapa fakta bahwa Indonesia merupakan negara dengan PENULARAN TUBERKULOSIS
pasien TB terbanyak ke-3 di dunia setelah India dan Cina. Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman yang
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan hidup sebagai parasit intraselular dan berkembang biak di
bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor dalam tubuh. Penularannya dapat terjadi dari penderita ke
5 setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit saluran napas orang lain melalui percik renik. Percik renik berdiameter 15
pada semua kelompok usia dan nomor 1 dari golongan m yang terhisap dan menginfeksi paru. Percik renik di
penyakit infeksi.1 keluarkan oleh penderita sebagai sumber infeksi pada saat
Risiko penularan TB diantara petugas kesehatan bicara atau batuk dan menular ke orang lain saat terjadi
cukup tinggi sebelum era antibiotika tetapi menurun dengan kontak dan dapat bertahan di udara selama berjam-jam
cepat setelah tahun 1950 dikarenakan menurunnya insidens bahkan beberapa hari sampai akhirnya ditiup angin. Infeksi
penyakit dalam populasi dan terdapatnya terapi yang efektif. t erjadi apabila orang menghirup percik renik yang
Perubahan ini berakibat pada kurangnya pengawasan infeksi mengandung M. tb. Gejala penyakit timbul beberapa saat
di rumah sakit. Zat yang terhirup di tempat kerja terutama setelah infeksi dan pada umumnya respons imun terbentuk
di rumah sakit dapat menjadi penyebab penyakit paru kronik. dalam 212 minggu setelah infeksi.4,5
Dokter, perawat, petugas laboratorium, bahkan petugas Keadaan lingkungan, ventilasi udara di ruangan, lama
kebersihan di rumah sakit yang menangani penderita TB pajanan, jumlah percik renik, ukuran dan konsentrasi kuman
merupakan kelompok risiko tinggi. Untuk petugaskesehatan mempengaruhi proses infeksi M. tb. Kondisi penderita TB
saat ini TB merupakan penyakit akibat kerja. Identifikasi yang dapat menimbulkan risiko penularan antara lain
pengaruh kerja terhadap suatu penyakit penting dilakukan terdapatnya TB paru, batuk produktif, sputum basil tahan
sebagai dasar pengobatan, pencegahan dan kelangsungan asam (BTA) positif, tampak kavitas pada foto toraks, saat
pekerjaan.1,15 batuk atau bersin tidak menutup hidung atau mulut, terapi
antiTB yang tidak tepat dan teratur, serta menjalani prosedur
Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobact erium yang menginduksi batuk seperti induksi batuk, bronkoskopi
tuberculosis (M. tb) dan menyerang organ pernapasan dan suction.1,6 Tuberkulosis dimulai dari infeksi primer yang
walaupun dapat mengenai organ lain.2 Sejak meluasnya sering tidak menimbulkan gejala dan kemudian dapat
penyakit human immunodeficiency virus (HIV) dan sembuh sendiri sehingga uji tuberkulin berubah dari negatif
pertambahan kasus TB kebal obat (MDR-TB), masalah TB menjadi positif.7
yang sebelumnya telah teratasi kembali mencuat, sehingga
pengawasan dan pemberantasan penyakit ini menjadi TUBERKULOSIS DI RUMAH SAKIT
bertambah rumit.3 Tinjauan pustaka ini akan membahas
mengenai TB nosokomial. Penularan TB nosokomial dapat Penularan TB di rumah sakit berkaitan erat dengan
kejadian luar biasa di daerah tersebut.8 Terapi TB dapat
dicegah dengan cara menerapkan pengendalian infeksi yang
efektif. Center for Disease Control and Prevention (CDC) diberikan dengan rawat jalan, tetapi terdapat kemungkinan
penderita memerlukan perawatan di rumah sakit akibat
merekomendasikan tindakan pencegahan penularan berupa
beratnya penyakit, efek samping obat, penyakit penyerta

Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8 30


dan indikasi lainnya.9 Tahun 1990 terjadi kejadian luar biasa sebesar kurang lebih 1%. Perubahan konversi uji tuberkulin
tuberkulosis di beberapa rumah sakit di Amerika. Pengaturan berhubungan secara bermakna dengan pekerjaan sebagai
aliran udara di ruangan yang kurang baik, pembuangan udara petugaspatologi dan ini merupakan indikator keterlambatan
t idak adekuat dan penggunaan ulang sirkulasi udara diagnosis penderita dengan TB selain akibat pengaturan
merupakan faktor yang ikut mempengaruhi kejadian udara ruangan yang kurang baik. Tingkat risiko penularan
tersebut.10 infeksi M. tb petugas laboratorium hampir sama dengan
klinisi karena bahan pemeriksaan diambil dari penderita TB
Petugas kesehatan dengan angka kesakitan TB yang
yang belum terdiagnosis. Sembilan dari 52 penderita yang
termasuk kelompok risiko tinggi adalah dokter, perawat,
meninggal akibat TB baru dapat didiagnosis saat dilakukan
petugas laboratorium, penata radiologi dan fisioterapis.
otopsi.12 Pasien yang dirawat dengan indikasi yang tidak
Petugas kesehatan yang bertugas di bagian bronkoskopi,
tepat, ruang perawatan yang tidak sesuai standar, petugas
intubasi endotrakea, penyedotan lendir di ruang rawat, irigasi
kesehatan yang bekerja di tempat yang tidak mempunyai
abses, induksi sputum, otopsi, inhalasi dan prosedur lainnya
fasilitaspengendalian infeksi, meningkatkan risiko penularan
yang dapat menginduksi batuk juga berisiko tinggi untuk terjadi
penularan nosokomial. Beberapa faktor lainnya yang dapat untuk petugas dan penderita itu sendiri.4
meningkatkan risiko penularan diantaranya adalah frekuensi
PENCEGAHAN, PENGENDALIAN DAN TATALAKSANA
kontak langsung dengan pasien TB, masa kerja dan kontak
dengan penderita yang belum terdiagnosis dan belum diobati.6 Pencegahan TB nosokomial merupakan hal yang paling
pent ing.7 Risiko penularan dapat dikurangi dengan
Tabel 1. Risiko kesakitan TB pada kelompok pekerjaan pencegahan terhadap prosedur kerja dan pengawasan
peralatan yang berpot ensi sebagai media penularan,
Kasus Kasus
Kelompok pekerjaan Teramati Diharapkan SMR (IK 95%) walaupun proses penularan masih dapat terus terjadi.12
Pencegahan dimulai dari pemeriksaan terhadap pekerja yang
Bidang kesehatan 321 336,1 1,0 (0,9-1,1) akan diterima sebagai pegawai ataupun selama bekerja
- Dokter 20 50,9 0,4 (0,2-0,6) meliputi riwayat TB sebelumnya, riwayat vaksinasi BCG,
- Petugas register 68 56,2 1,2 (0,9-1,5) gejala-gejala TB, jaringan parut BCG, uji tuberkulin dan foto
- Perawat inhalasi 7 2,4 2,9 (1,2-6,0) toraks (Gambar 1). Pegawai yang tidak menunjukkan gejala
- Petugas laboratorium 15 16,8 0,9 (0,5-1,5) dan tanda tetapi memiliki uji tuberkulin positif harus
- Perawat 26 24,1 1,1 (0,7-1,6) dijelaskan bahwa sebelumnya sudah terpajan M. tb dan
- Pekarya, pembantu 150 115,7 1,3 (1,1-1,5) disarankan secepatnya melapor bila timbul gejala.9
perawat
Pencegahan agar tidak terjadi infeksi adalah vaksinasi
Pekerjaan yang 565 253,5 2,2 (2,0-2,4)
dan memperbaiki sirkulasi udara sedangkan untuk tenaga
berhubungan dengan
binatang
medis yang sudah terinfeksi adalah mempertahankan daya
tahan tubuh dan penatalaksanaan pada infeksi lat en.
Pelayanan makanan 455 368,0 1,2 (1,1-1,4)
Sejumlah kuman M. tb tetap dorman dan bertahan hingga
Pekerjaan yang 52 51,8 1,0 (0,8-1,3)
berhubungan dengan
berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, keadaan ini disebut
debu dengan infeksi laten. Seseorang dengan infeksi laten tidak
Pekerjaan yang 92 254,7 0,4 (0,3-0,4) menunjukkan gejala apapun dan tidak menjadi sumber
berhubungan dengan penularan. Diagnosis TB yang t epat dan cepat sangat
anak-anak, sekolah diperlukan karena penderita yang belum terdiagnosis atau
Pelayananan masyarakat 113 154,4 0,7 (0,6-0,9) terjadi kesalahan diagnosis maka konsekuensinya akan
terjadi penularan.13
Dikutip dari (11)
Pengendalian infeksi TB bertujuan untuk deteksi dini
Petugas laboratorium mikrobiologi memiliki risiko penderita TB, memberi pengobatan dan mencegah orang
penularan infeksi M. tb cukup t inggi walaupun tidak lain untuk terinfeksi TB. Pengendalian infeksi merupakan
berhubungan langsung dengan pasien karena seringkali langkah khusus yang bertujuan untuk mengurangi penularan
pet ugas t idak menget ahui bahan yang diperiksa M.TB. Terdapat 3 langkah pengendalian infeksi meliputi :4
mengandung M. tb. Tiga belas persen petugas laboratorium 1. Pengaturan administratif bertujuan untuk mengurangi
mengalami perubahan uji tuberkulin menjadi positif setelah pajanan petugas kesehatan dan penderita dengan M.
bekerja 14,5 tahun atau setiap tahunnya risiko penularan tb.

31 Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8


2. Pengat uran lingkungan bert ujuan mengurangi Pada ruang rawat jalan, pasien dengan batuk produktif
konsentrasi percik renik yang infeksius. dan dicurigai menderita TB tidak dibenarkan ikut antrian
dengan pasien lainnya dan sebaiknya dilayani lebih dahulu.
3. Perlindungan pernapasan petugas kesehatan pada
Pasien tersangka TB diajarkan untuk tata cara batuk yang
daerah dengan konsentrasi percik renik yang tidak dapat
benar dan diberi masker atau tisu untuk menutup mulut
diatasi dengan kontrol administratif dan lingkungan.
dan hidung ketika batuk kemudian harus ditempatkan di
Pemutusan rantai penularan di rumah sakit harus ruang tunggu khusus dengan ventilasi yang baik.4,6,14 Perlu
dilakukan dengan pemakaian perlengkapan pelindung, juga wadah khusus yang sudah diberi desinfektan untuk
fasilitas dan peralatan khusus terutama di ruang isolasi.8 menampung dahak yang dibatukkan pasien. Masker dapat
Diagnosis yang cepat dan akurat dapat mencegah menghalangi penyebaran partikel yang mengandung T. tb
penyebaran lebih luas. Petugaskesehatan yang baru diangkat yang bersumber dari mulut atau hidung pasien. Tempat
harus diperiksa kemungkinan menderita TB, pemeriksaan sampah harus tersedia untuk membuang masker dan tisu
secara berkala dilakukan minimal sekali setahun untuk tenaga bekas pasien.4
lama atau saat timbul gejala penularan TB.4Petugaskesehatan
Antara ruang rawat penderita TB dengan ruang rawat
dengan uji tuberkulin negatif harus dilakukan vaksinasi BCG.
penderita nonTB harus dibedakan, terutama ruang rawat
Risiko TB pada pekerja yang terpajan oleh penderita TB lebih
penderita risiko tinggi seperti anak kecil atau keadaan
tinggi pada orang dengan uji tuberkulin negatif dibandingkan
imunosupresi. Sebaiknya kedua ruang perawatan ini berada
pada orang yang memiliki uji tuberkulin positif. Vaksinasi
pada bangunan yang berbeda dengan ventilasi yang baik.
BCGdapat mengurangi risiko penyakit TB tetapi hal ini tidak
Pasien TB yang harus dirawat diupayakan lama perawatan
terjadi di semua tempat.7 Pemberian INH profilaksis kurang
secepat mungkin untuk mencegah penyebaran infeksi
disetujui dan hanya digunakan pada keadaan tertentu.6,8
nosokomial. Pasien MDR-TB dirawat di ruang isolasi sehingga
kontak antar penderita dapat diminimalkan.1,6 Jendela dan
Anamnesis sebelum
penerimaan pekerja pintu harus diatur supaya selalu terbuka sehingga udara
dapat mengalir sert a penggunaan kipas angin untuk
Curiga
mengatur aliran udara merupakan cara sederhana untuk
ya tidak
pengaturan ventilasi. Udara bersih yang masuk ke ruangan
Pem. Fisis dapat mengencerkan konsentrasi percik renik di udara.
ya Pengaturan ventilasi ruang rawat inap, ruang pemeriksaan
tidak
Normal
dan ruang tunggu di pelayanan rawat jalan harus baik
ya (Gambar 1-3).4,6,15
Bekerja dgn pasien
atau spesimen
tidak

ya tidak
Parut BCG Ruang
Periksa Pintu Kantor
Area
Uji tuberkulin Terbuka

ya tidak
Ruang
Derajat 0/1
Tunggu
Sisi C Sisi A

tidak Curiga
ya
Apotik Pintu Pintu
Pem. Fisis

Sisi B
tidak
ya Rencana Tampilan Dinding dengan
Normal daerah atas terbuka

Klinik Tanpa BCG Penyuluhan Klinik


Gambar 2. Pengaturan ventilasi ruang tunggu di pelayanan
rawat jalan
Dikutip dari (4)
Gambar 1. Alur pemeriksaan TB pada pekerja.
Dikutip dari (13)

Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8 32


arah ventilasi alami atau arah ventilasi alami atau
ruang kerja yang tidak benar ruang kerja yang benar
Jendela Terbuka
Jendela terbuka
Aliran udara Angin Angin
Tempat Tidur
Angin Angin Angin Angin
Pintu
Buruk Pengaturan yang baik

Aliran udara dari


bawah pintu
Bahan pemeriksaan yang berasal dari pasien harus
Ruang Pendingin
dipersiapkan secara baik dan aman pada saat pemeriksaan,
AC
Aliran udara pengepakan dan penyimpanan untuk mencegah penularan
Aliran udara
masuk masuk TB di antara pekerja laboratorium.7 Pengambilan dahak
dilakukan di area atau ruangan terbuka dan jauh dari banyak
Tempat Tidur
orang sebaiknya tidak di dalam ruangan kecil atau ruang
tertutup namun bila tidak memungkinkan pengambilan
Pintu dahak dapat dilakukan di ruang berventilasi dengan risiko
Aliran udara pajanan yang rendah terhadap petugas dan pasien. Induksi
Aliran udara dari bawah sputum, terapi inhalasi dan tindakan bronkoskopi merupakan
pintu: tekanan negatif yang
berhubungan dengan koridor
t imdakan yang dapat menimbulkan bat uk sehingga
meningkatkan risiko penularan M. tb. Tindakan ini sebaiknya
Gambar 3. Pengaturan ventilasi di ruang rawat inap, dilakukan secara hati-hati di ruangan berventilasi dan
A.Ventilasi alamiah, B.Ventilasi tekanan negatif petugas kesehatan menggunakan perlindungan masker
Dikutip dari (4) yang direkomendasikan yaitu masker N-95.4,6
Terdapat 2 jenis masker, yaitu masker bedah dan
Apabila ventilasi alamiah tidak tersedia atau tidak respirator (Gambar 5). Masker bedah terbuat dari kertas
adekuat , vent ilasi mekanis dapat digunakan unt uk at au kain yang t idak dapat mencegah penyebaran
mengurangi konsentrasi percik renik di ruang fasilitas mikroorganisme dari pemakainya karena hanya menangkap
kesehatan. Sumber energi bersumber dari sistem pompa yang partikel basah berukuran besar disekitar hidung atau mulut
kuat diperlukan untuk mengalirkan udara bersih ke dalam dan tidak melindungi pemakainya dari terhirupnya percik
ruangan, menarik atau mengeluarkan kembali udara tersebut renik di udara, namun pemakaian masker bedah dapat
ke luar gedung. Aliran udara harus melintasi ruangan yaitu mengurangi percik renik atau aerosol yang berasal dari
dari pintu ke jendela atau ventilasi didepannya bukan masuk penderita TB yang infeksius. Masker ini digunakan pada
dan ke luar dari jendela yang sama agar percik renik yang penderita TB pada saat meninggalkan ruang isolasi ke
dibatukkan dapat dialirkan keluar (Gambar 3). Arah aliran tempat pemeriksaan lainnya di rumah sakit. Masker bedah
udara diatur agar mengalir dari udara bersih, melewati tidak melindungi tenaga kesehatan maupun pasien dari
petugas kesehat an kemudian melewat i pasien sampai resiko t erhirupnya M.t b karena masker mempunyai
akhirnya keluar ruangan kembali. Sumber udara bersih harus keterbatasan kemampuan filtrasi dan terdapat celah
t erhindar dari daerah pembuangan agar udara yang disekitar hidung dan mulut yang memungkinkan aerosol
terkontaminasi tidak masuk kembali ke ruangan (Gambar 4). M. Tb t et ap masuk. Respirat or dapat memberikan
perlindungan lebih baik daripada masker bedah.6,15
arah ventilasi alami atau arah ventilasi alami atau
ruang kerja yang benar ruang kerja yang benar

Angin

Pintu Jendela Angin Angin

Baik

Gambar 5. Respirator (kiri) dan masker (kanan)


Dikutip dari (16)

33 Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8


Respirator adalah alat perlindungan dari percik renik 2. Lingkungan rumah sakit dan pekerja it u sendiri
M. Tb dengan kemampuan menyaring partikel berukuran 1. mempengaruhi penularan tuberkulosisnosokomial.
Alat ini pas pada wajah dan mencegah kebocoran dari bagian 3. Pengendalian dan pencegahan infeksi TB adalah deteksi
pinggir tetapi apabila posisi pemakaian tidak tepat, percik dini penderita TB, pemberian pengobatan antituberkulosis
renik yang terinfeksius tetap akan masuk ke saluran napas. dan mencegah penularan.
Jenis yang direkomendasikan adalah respirator dengan
4. Risiko penularan nosokomial tuberkulosisdapat dikurangi
kemampuan filtrasi 95% terhadap partikel berukuran 0,3.
dan dicegah dengan pengendalian infeksi, diagnosisdini,
Janggut dapat menghalangi pemakaian respirator yang pas
pemberian t erapi secepat nya pada penderit a TB,
di wajah sehingga menyebabkan kebocoran.6,15
perlindungan dan prosedur kerja yang baik.
Pet ugas kesehat an dengan keadaan 5. Pengobatan TB pada tempat kerja tidak berbeda dengan
imunokompromais yang menghadapi pasien TB atau MDR- pengobatan yang biasanya tetapi perlu diperhatikan juga
TB harus mendapat pengawasan khususagar tidak terpajan, penyakit penyerta.
terutama petugasyang mempunyai keluhan respirasi. Petugas
ini sebaiknya ditugaskan di tempat dengan risiko pajanan
DAFTAR PUSTAKA
M. tb yang rendah. Petugas yang menderita TB harus segera
diterapi dan untuk sementara dinonaktifkan sampai terbukti 1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman
tidak menjadi sumber penularan atau sputum BTA negatif. nasional : Penanggulangan tuberkulosis. Cetakan ke-2.
Pernah dilaporkan suatu outbreak MDR-TB pada penderita Jakarta: Depkes RI;2008.hal.8-14
dan petugas kesehatan dengan kondisi imunokompromais
akibat kontak dengan penderita MDR-TB yang infeksius.6,14 2. Frieden TR, Sterling TR, Munsiff SS, Watt CJ, Dye C.
Tuberculosis. Lancet. 2003; 362:887-99.
3. Dye C, Scheele S, Dolin P, Pathana V, Raviglione MC.
Global burden of tuberculosis. JAMA. 1999;282:677-86.
4. World Health Organization. Guidelines for prevention of
tuberculosis in health care facilities in resource-limited
settings.Geneva,Switzerland:WHO.1999.(cited 2011
September 5);Available from: http://whqlibdoc.who.int/
hq/1999/WHO_TB_99.269.pdf
5. Glassroth J. Tuberculosis. In: Niederman MS, Sarosi GA,
Gambar 6. Masker N-95 Glassroth J, editors. Respiratory infections, 2nd edition.
Dikutip dari (16) Philadelphia: Lippincott William& Wilkins; 2001.p.475-86.
6. Jensen PA, Lambert LA, Iadermarco MF, Ridzon R.
Tenaga medis yang t erkena TB di rumah sakit Guidelines f or prevent ing t he t ransmission of
diberikan pengobatan yang tidak berbeda dengan penderita Mycobacterium tuberculosisin health-care setting, 2005.
TB lainnya. Daerah dengan kejadian MDR-TB yang cukup MMWR Recomm Rep.2005;54:1-141.
tinggi maka penggunaan obat antituberkulosis (OAT) sangat 7. Burge PS. Tuberculosis. In: Hendrick DJ, Burge PS,
ditekankan untuk menggunakan obat yang masih sensitif Beckett WS, Churg A, editors. Occupational disorders of
berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi obat. Tenaga the lung. Recognition, management and prevention.
medis dengan TB yang mendapat pengobatan adekuat tidak London: WB Saunders;2002.p.257-63.
akan menularkan ke pekerja lain setelah pengobatan beberapa 8. Comstock GW. Occupation and tuberculosis: Question
minggu dan bila pengobatan yang dijalani secara lengkap t hat need answer. Am J Respir Crit Care
akan mengalami penyembuhan dan mencegah MDR-TB.6,9 Med.1996;154:553-4.
9. Joint Tuberculosis Committee of the British Thoracic
KESIMPULAN Society. Control and prevention of tuberculosis in the
Unit ed Kingdom: Code of pract ice 2000.
1. Tuberkulosis adalah salah satu masalah kesehatan di Thorax.2000;55:887-901.
tempat kerja khususnya di rumah sakit, munculnya
10. Menzies D, Fanning A, Yuan L, Fitzgerald JM. Hospital
epidemi HIVdan MDRTB menyebabkan kasus ini muncul
ventilation and risk for tuberculosisinfection in Canadian
kembali.
health care workers. Ann Intern Med.2000;133:779-89.

Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8 34


11. McKenna MT, Hutton Marry, Cauthen G, Onorato. The
association between occupation and tuberculosis. Am J
Respir Crit Care Med.1996;154:587-93.
12.Menzies D, Fanning A, Yuan L, FitzGerald JM. Factors
associated with tuberculin conversion in Canadian
microbiology and pathology workers. Am J Respir Crit
Care Med.2003;167:599-602.
13.Raitio M, Tala E. Tuberculosisamong health care workers
during three recent decades. Eur Respir J. 2000;15:304-
7.
14.Bock NN, Jensen AP, Miller B, Nardel E. Tuberculosis
infection control in resources-limited setting in the era
of expanding HIV care and treatment. The Journal of
Infectious Diseases.2007;196:S10813
15.Departemnt of Health and Human Services. Center for
Disease Control and Prevention. TB facts for health
care workers 2006. Georgia. Atlanta.2006.(cited 2011
September 8); Available from: URL:http://
www.tpchd.org/files/library/9638ba2e8c3a090c.pdf.
16.Niosh Approved N95 Particulate Filtering Facepiece
Respirators.(cited 2011 September 5);Available from:
URL:http://www.cdc.gov/niosh/npptl/topics/
respirators/disp_part.html

35 Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8

Anda mungkin juga menyukai