Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Kista adalah tumor jinak yang paling sering ditemui. Bentuknya kistik, berisi cairan
kental dan ada pula yang berbentuk anggur.kista juga ada yang berisi udara, cairan, nanah
ataupun bahan bahan lainnya. Kista termasuk tumor jinak yang terbungkus selaput
semacam jaringan. Kumpulan sel sel tumor itu terpisah dengan jaringan normal
sekitarnya dan tidak dapat menyebar ke bagian tubuh lain. Itulah sebabnya tumor jinak
relatif mudah diangkat dengan jalan pembedahan dan tidak membahayakan bagi kesehatan
penderitanya.
Berdasarkan tingkat keganasannya, kista terbagi dua, yaitu non-neoplastik
danneoplastik. Kista non-neoplastik sifatnya jinak dan biasanya akan mengempis sendiri
setelah2 hingga 3 bulan. Sementara kista neoplastik umumnya harus dioperasi, namun hal
itu puntergantung pada ukuran dan sifatnya.Selain pada ovarium kista juga dapat tumbuh
di vagina dan di daerah vulva (bagianluar alat kelamin perempuan). Kista yang tumbuh di
daerah vagina, antara lain inklusi, duktusgartner, endometriosis, dan adenosis. Sedangkan
kista yang tumbuh di daerah vulva, antaralain pada kelenjar bartholini, kelenjar sebasea
serta inklusi epidermal.
Organ kelamin wanita terdiri atas organ genitalia interna dan organ genitalia
eksterna.Kedua bagian besar organ ini sering mengalami gangguan, salah satunya adalah
infeksi,infeksi dapat mengenai organ genitalia interna maupun eksterna dengan berbagai
macammanifestasi dan akibatnya. Tidak terkecuali pada glandula vestibularis major atau
dikenaldengan kelenjar bartolini. Kelenjar bartolini merupakan kelenjar yang terdapat pada
bagian bawah introitus vagina. Jika kelenjar ini mengalami infeksi yang berlangsung lama
dapatmenyebabkan terjadinya kista bartholini, kista bartholini adalah salah satu bentuk
tumor jinak pada vulva. Kista bartolini merupakan kista yang terbentuk akibat adanya
sumbatan padaduktus kelenjar bartolini, yang menyebabkan retensi dan dilatasi kistik.
Dimana isi di dalamkista ini dapat berupa nanah yang dapat keluar melalui duktus atau bila
tersumbat dapat dapatmengumpul di dalam menjadi abses.Kista bartolini ini merupakan
masalah pada wanita usia subur, kebanyakan kasus terjadi pada usia 20 sampai 30 tahun
dengan sekitar 1 dalam 50 wanita akan mengalami kista bartolini atau abses dalam hidup
mereka, sehingga hal ini merupakan masalah yang perluuntuk dicermati. Kista bartolini
bisa tumbuh dari ukuran seperti kacang polong menjadi besar dengan ukuran seperti telur.

1
Kista bartolini tidak menular secara seksual, meskipun penyakit menular seksual seperti
Gonore adalah penyebab paling umum terjadinya infeksi padakelenjar bartolini yang
berujung pada terbentuknya kista dan abses, sifilis ataupun infeksi bakteri lainnya juga
dianggap menjadi penyebab terjadinya infeksi pada kelenjar ini.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Kista adalah setiap rongga atau kantong dalam tubuh, rongga tertutup abnormal,
dilapisi epitel yang mengandung cairan atau bahan semisolid. Kista Bartholin adalah kista
berisi musin akibat obstruksi duktus glandulae vestibulae major atau kelenjar Bartholin.

2.2 Epidemiologi
Gangguan pada saluran kelenjar Bartholini ini dapat menjadi pembesaran kista
yang bernilai hampir 2 % dari semua temuan kasus ginekologi. 2 Dua persen wanita
mengalami kista Bartholini atau abses kelenjar pada suatu saat dalam kehidupannya. Abses
umumnya hampir terjadi tiga kali lebih banyak daripada kista. Salah satu penelitian kasus
kontrol menemukan bahwa wanita berkulit putih dan hitam yang lebih cenderung untuk
mengalami kista bartholini atau abses bartholini daripada wanita hispanik, dan bahwa
perempuan dengan paritas yang tinggi memiliki risiko terendah. Kista Bartolini,
yang paling umum terjadi pada labia majora. Involusi bertahap dari kelenjar Bartholini
dapat terjadi pada saat seorang wanita mencapai usia 30 tahun. Hal ini mungkin
menjelaskan lebih seringnya terjadi kista Bartholini dan abses selama usia reproduksi.
Biopsi eksisional mungkin diperlukan lebih dini karena massa pada wanita
pascamenopause dapat berkembang menjadi kanker. Beberapa penelitian telah
menyarankan bahwa eksisi pembedahan tidak diperlukan karena rendahnya risiko kanker
kelenjar Bartholini (0,114 kanker per 100.000 wanita-tahun). Namun, jika diagnosis kanker
tertunda, prognosis dapat menjadi lebih buruk. Sekitar 1 dalam 50 wanita akan mengalami
kista Bartholini atau abses di dalam hidup mereka. Jadi,hal ini adalah masalah yang perlu
dicermati. Kebanyakan kasus terjadi pada wanita usia antara 20 sampai 30 tahun. Namun,
tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada wanita yang lebih tua atau lebih muda
2.3 Anatomi, Histologi, fisiologi, patofisiologi
Kelenjar Bartholin terletak posterolateral dari vestibulum arah jam 5 & 7, mukosa
kelenjar dilapisi oleh sel-sel epitel kubus, panjang saluran pembuangannya skitar 2,5 cm
dan dilapisi oleh sel-sel epitel transisional. 5 Saluran pembuangan ini berakhir diantara labia
minor dan hymen dan dilapisi sel-sel epitel skuamus. Oleh karena itu dpt timbul keganasan

3
berupa adenokarsinoma maupun karsinoma skuamus. Sekresi dari kelenjar Bartholin tidak
diperlukan untuk aktivitas seksual jadi bila diangkat tidak masalah. Vulva terdiri atas
komponen-komponen sebagai berikut: mons veneris, labia mayor, labia minor, klitoris,
vestibulum dengan orificium urethra eksterna, glandula Bartholini, dan glandula
paraurethralis.

Histologi
Kelenjar bartholini dibentuk oleh kelenjar racemose dibatasi oleh epitel kolumnair
atau kuboid. Duktus dari kelenjar bartholini merupakan epitel transisional yang secara
embriologi merupakan daerah transisi antara traktus urinarius dengan traktus genital.
Fisiologi
Kelenjar ini mengeluarkan lendir untuk memberikan pelumasan vagina.
Kelenjar Bartolini mengeluarkan jumlah lendir yang relatif sedikit sekitar satu atau dua
tetes cairantepat sebelum seorang wanita orgasme. Tetesan cairan pernah dipercaya
menjadi begitu penting untuk pelumas vagina, tetapi penelitian dari Masters dan Johnson
4
menunjukkan bahwa pelumas vagina berasal dari bagian vagina lebih dalam. Cairan
mungkin sedikitmembasahi permukaan labia vagina, sehingga kontak dengan daerah
sensitif menjadi lebihnyaman bagi wanita
Patofisiologi
Bentuk Infeksi
Bentuk kista duktus Bartholini akan berakibat langsung pada obstruksi saluran
keluar. Sehingga produksi mukus untuk membasahi berkurang. Terlepas dari
pengertian ini, penyebab utama dari terjadinya kista ini masih tidak diketahui.
Bentuk abses cenderung berkembang pada populasi dengan penyebaran penduduk
yang sama pada mereka yang beresiko tinggi terinfeksi penyakit menular seksual.
Tercatat wanita dengan kista kelenjar duktus bartholini bilateral akan dianggap
terinfeksi Neiseria Gonorrhoeae (GO). Akan tetapi penelitian telah membuktikan
bahwa spektrum luas dari organisme yang bertanggung jawab atas terbentuknya
kista dan abses ini, oleh Tanaka dan teman (2005) telah menguji 224 pasien dan
hampir 2 spesies bakteri per kasus telah terisolasi. Mayoritas disebabkan oleh
bakteri aerob, dengan E Coli pada umumnya. Yang menarik hanya 5 kasus yang
terkait Neiseria Gonorrhoeae atau Chlamidyia Trachomatis. 2 Teori lain, obstruksi
duktus termasuk perubahan konsistensi mukus, trauma mekanik dari penjahitan
episiotomi yang buruk, atau kelainan kongenital. Sejak penyimpanan mukus mudah
menjadi kista distensi. Ukuran dan kecepatan pertumbuhan dipengaruhi oleh
stimulasi seksual. Karena itu, penumpukan cepat diobservasi selama rangsangan
seksual memuncak.2

Bentuk Keganasan
Setelah menopause, kista dan abses duktus kelenjar Bartholini yang tidak biasa
harus dicurigai sebagai keganasan. Karsinoma kelenjar Bartholini jarang dijumpai,
insidensinya 0,1 per 100.000 wanita (Visco, 1996). Mayoritas lesi bersifat
karsinoma skuamosa atau adenokarsinoma. Oleh karena kanker jarang, eksisi
kelenjar Bartholin tidak diindikasikan, sebagai gantinya pada wanita usia >40 tahun
dengan drainase kista dan biopsi dari dinding kista cukup untuk menghilangkan
kecurigaan kearah keganasan.2
2.4 Etiologi

5
Kista Bartholini berkembang ketika saluran keluar dari kelenjar Bartholini
tersumbat. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar kemudian terakumulasi, menyebabkan
kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi
terinfeks. Abses bartholini dapat disebabkan oleh sejumlah bakteri. Ini termasuk organisme
yang menyebabkan penyakit menular seksual seperti klamidia dan Gonorrhea serta bakteri
yang biasa ditemukan di saluran pencernaan seperti Eschericia coli. Umumnya abses ini
melibatkan lebih dari satu jenis organisme. Obstruksi distal saluran bartholini bisa
menyebabkan retensi cairan, dengan dihasilkannya dilatasi dari duktus dan pembentukan
kista. Kelenjar Bartholini adalah abses polimikrobial. Meskipun Neisseria gonorrhea
adalah mikroorganisme aerobik yang dominan mengisolasi, bakteri anaerob adalah patogen
yang paling umum. Chlamydia trachomatis juga mungkin menjadi organisme kausatif.
Infeksi pada kelenjar ini disebabkan oleh kuman gram negative, yaitu antara lain:

2.5 Gejala-Gejala Klinik


Kebanyakan kista kelenjar Bartholini kecil dan tanpa gejala kecuali
ketidaknyamanan selama timbul bangkitan seksual. Saat lesi menjadi besar dan infeksi,
wanita mungkin mengalami nyeri berat pada vulva yang menghalangi mereka dari
berjalan, duduk atau melakukan aktivitas seksual.6 Gejala akut biasanya terjadi akibat dari
infeksi, yang mengakibatkan rasa sakit, nyeri, dan dispareunia. Jaringan sekitarnya menjadi
membengkak dan meradang.1 Penyakit ini cukup sering rekurens. Dapat terjadi berulang,
akhirnya menahun dalam bentuk kista Bartholin. Kista tidak selalu menimbulkan keluhan,
tapi dapat terasa berat dan mengganggu coitus.2

2.6. Diagnosis

6
Pembesaran kelenjar Bartholin dapat menyerupai massa vulvovaginal yang lainnya.
Kebanyakan kista unilateral, bulat/lonjong, keras. Disekeliling abses secara khas ada
eritem dan sakit pada palpasi. Massa biasanya terlokalisasi di labia mayor posterior atau
vestibula bawah. Mengingat kebanyakan kista dan abses pasti asimetri dari anatomi labial,
beberapa kista kecil terdeteksi dengan palpasi. Abses Bartholin yang pecah secara spontan
akan memperlihatkan suatu area yang lembut dimana akan lebih mudah terjadi ruptur.2

7
2.7. Penatalaksanaan
Kista yang kecil, tanpa keluhan tidak perlu ditangani, kecuali untuk mengeluarkan
neoplasma pada wanita 40 tahun lebih. Teknik multiple berlaku untuk penanganan kista
yang menyebabkan gejala atau menjadi infeksi. Ini termasuk incisi dan drainasi,
marsupialisasi, eksisi kelenjar bartholin yang terjadi pada kasus yang recurent. 5 Seperti
yang telah dijelaskan bahwa kista dapat terjadi berulang dan biasanya terinfeksi. 6 Untuk itu
pemberian antibiotik diperlukan untuk meringankan infeksinya kemudian dilakukan
tindakan marsupialisasi.
Pada wanita menopause, eksisi bedah dianjurkan karena risiko adenokarsinoma
Bartholin, yang cenderung berada di jaringan yang berdekatan ke dinding kista.5
Salah satu penanganan kista dan abses kelenjar bartholin yang memiliki gejala nyeri
dan pembengkakan pada kelenjar bartholin adalah incisi dan drainase. Anestesi lokal
diinjeksikan diatas abses, dan incisi dibuat di permukaan sebelah dalam dari pintu masuk
vagina. Setelah bahan abses dikeluarkan, rongga abses dibalut dengan gauze atau kateter
kecil ( kateter word ).1
Kateter word ini memang dirancang untuk kasus kista/abses bartholin, setelah
dipasang, kateter word ini dibiarkan selama 4 minggu, dan penderita dianjurkan untuk
tidak melakukan aktifitas seksual, sampai kateter dilepas. Setelah 4 minggu akan terbentuk
saluran drainase baru dari kista bartholin, secara kosmetik hasilnya cukup bagus karena
orifisiumnya akan mengecil dan hampir tidak kelihatan. Ini menahan rongga terbuka dan
membantu pengaliran berikutnya.
Dengan gauze, maka alat dikeluarkan setelah 24-48 jam. Jika memakai kateter kecil
maka dibiarkan sampai beberapa minggu untuk mengurangi dari dampak rekuren. Karena
penyebab kista bartholin juga bisa dari penyakit menular seksual maka pemberian
antibiotik sangat dianjurkan.4
Kelenjar bartholini yang terinfeksi ditangani dengan antibiotik misalnya, Ceftriaxon
125 mg atau Cefixime 400 mg, Clindamycin atau flagyl dapat ditambahkan untuk kuman
yang anaerob. Azitromisin dapat diberikan jika terdapat Chlamydia trachomonas.4
Namun incisi dan drainase dapat memberikan bantuan yang sementara, namun pada
akhirnya dapat menjadi terhambat dan berulang. Eksisi kista mungkin diperlukan dalam
kasus berulang atau pada pasien

8
pascamenopause.1

9
3

Marsupialisasi atau pembentukan kantong, dipakai terutama untuk tindakan


pembedahan eksteriorisasi kista dengan melakukan reseksi pada bagian dinding anterior
dan jahitan pada bagian tepi irisan sisa kista ke tepi kulit yang terdekat, sehingga
membentuk kantong yang sebelumnya merupakan kista tertutup. Pilihan terapi apabila
setelah penggunaan kateter word terjadi rekurensi.3 Prinsipnya membuat insisi elips dengan
skalpel diluar atau didalam cincin hymen, tidak diluar labium mayor karena dapat timbul
fistel selain itu hasilnya jadi jelek, insisi harus cukup dalam mengiris kulit dan dinding
kista dibawahnya (untuk kemudian dibuang). Apabila terdapat lokulasi dibersihkan.
Kemudian dinding kista didekatkan dg
kulit menggunakan benang 3.0 atau 4.0
dan dijahit interrupted. Angka rekurens
sekitar 10%.

Teknik marsupialisasi : 3

10
3

1. Pemeriksaan dalam (PD) dikerjakan untuk mengetahui luasnya abses.


2. Labia ditarik kemudian dijahit, dan pintu masuk vagina terlihat, dan incisi dibuat di
atas mukosa vagina dan mempertemukan pintu vagina dengan dinding kelenjar.

11
Dinding kista diincisi dan isi didalamnya terlihat. Kandungan abses dikeluarkan
12
3

Ambil kultur dari abses dan dinding abses dipegang dengan klem Allis

Dinding kista dijahit dengan benang jahit absorbable 3.0 ke kulit introitus lateral dengan
mukosa vagina medial

13
Marsupialisasi komplit, umumnya tidak dibutuhkan pembalutan atau drain, antibiotik
diberikan berdasarkan hasil kultur. Dapat melakukan aktivitas seksual setelah 4 minggu.3

14
15
BAB III
DAFTAR PUSTAKA

1. Alan H. DeCherney MD, Lauren Nathan MD, T. Murphy Goodwin MD, Neri Laufer
MD. Current Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology, Tenth Edition. Chapter
37. Benign Disorders of the Vulva & Vagina. Copyright 2006 The McGraw-Hill
Companies.
2. Bradshaw, Cuningham FG, Halvorson, Hoffman, Shaffer, Schorge. Williams
Gynecology, Section 1 Benign General Gynecology, chapter 4. Benign Disorders of the
Lower Reproductive Tract. New York : McGraw-Hill 2008
3. Bradshaw, Cuningham FG, Halvorson, Hoffman, Shaffer, Schorge. Williams
Gynecology, Section 6 Atlas of Gynecologic Surgery, Chapter 41. Surgeries for Benign
Gynecologic Benign General Gynecology. New York : McGraw-Hill 2008
4. Curtis, Michele G.; Overholt, Shelley; Hopkins, Michael P. Glass' Office Gynecology,
6th Edition, Chapter 5. Benign Disorders of the Vulva and Vagina. Copyright 2006
Lippincott Williams & Wilkins.
5. Fortner, Kimberly B.; Szymanski, Linda M.; Fox, Harold E.; Wallach, Edward E. Johns
Hopkins Manual of Gynecology and Obstetrics, The 3rd Edition Gynecologic
Oncology, chapter 40. Diseases of the Vulva. Copyright 2007 Lippincott Williams &
Wilkins.
6. Wiknjosastro Hanifa, Prof, dr. DSOG. Bab 11 Radang dan beberapa penyakit lain pada
alat-alat genital wanita. Ilmu Kandungan, Edisi kedua, Cetakan Ke VI. Penerbit PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2008.

16

Anda mungkin juga menyukai