F AK U LTAS K E D O K T E R AN
Disusun Oleh :
RESTOE AGUSTIN RIAGARA
110.2006.219
FAK U LTAS K E D O K T E R AN
UNIVERSITAS YARSI JAKARTA
MARET 2017
1
ABSTRAK
Katarak adalah gangguan penglihatan yang sering terjadi pada pasien diabetes melitus (DM).
Penderita DM berisiko 4.9 kali lebih tinggi untuk menderita katarak. Penelitian menunjukkan
bahwa 31.4% penderita katarak juga menderita DM. Di Inggris, pertahun dilakukan kurang
lebih 10.000 operasi katarak pada penderita DM. Operasi katarak pada penderita DM
memerlukan perhatian khusus karena beberapa komplikasi yang bisa terjadi, seperti
retinopati, perdarahan corpus vitreous, neovaskularisasi iris dan penurunan atau kehilangan
penglihatan.
Menurut ilmu kedokteran, katarak adalah kekeruhan pada lensa yang menyebabkan
penurunan fungsi lensa sebagai media refrakta. Katarak senilis adalah katarak yang terkait
usia yaitu pada usia di atas 40 tahun. Teknik yang sekarang digunakan adalah ekstraksi
katarak intrakapsular (EKIK), ekstraksi katarak ekstrakapsular (EKEK), small incision
cataract surgery (SICS) dan fakoemulsifikasi.
Berdasarkan perspektif Islam, kebolehan berobat dianggap sebagai sesuatu yang bermanfaat
untuk mengurangi atau menghilangkan sakit, mengembalikan ke keadaan normal sehingga
dapat menunaikan kewajiban dan tugas agama, karena tidak ada dalil yang melarangnya.
Hukum asal berobat adalah ibahah, bahkan dalam kondisi tertentu sangat dituntut sehingga
hukumnya dapat menjadi sunnah atau wajib. Terbukti bahwa berobat sangat bermanfaat maka
hukumnya diperbolehkan.
Kedokteran dan Islam sependapat bahwa katarak senilis merupakan suatu kondisi penyakit
fisik. Teknik fakoemulsifikasi dianggap efektif sebagai terapi katarak dan meningkatkan
fungsi sehari-hari pada penderita katarak senilis dengan DM, maka hukumnya diperbolehkan
dalam Islam.
Penderita diabetes memiliki komplikasi pasca operasi katarak lebih banyak dibandingkan
dengan pasien non-diabetes, terutama karena inflamasi pasca operasi lebih hebat dan tajam
penglihatan yang buruk. Komplikasi tersebut dapat menyebabkan visual outcome pada pasien
DM lebih buruk dibandingkan non-diabetes.
2
3
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui dan telah dipertahankan di hadapan Penguji Skripsi
Fakultas Kedokteran Universitas YARSI.
4
KATA PEGANTAR
5
7. Kepala dan Staf Perpustakaan Universitas YARSI, yang telah membantu
penulis mencari buku-buku untuk referensi penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
8. Kepada Wira Sari dan Dewi Agustiani, seluruh keluarga dan sahabat serta
teman-teman penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
telah memberikan semangat, dukungan dan inspirasi bagi penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun sehingga penyusunan ini dapat lebih baik sesuai dengan hasil yang
diharapkan. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak yang membacanya.
Penulis
6
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL. i
ABSTRAK... ii
LEMBAR PENGESAHAN........ iii
KATA PENGANTAR... iv
DAFTAR ISI. vi
DAFTAR GAMBAR......... vii
DAFTAR TABEL. ix
DAFTAR SINGKATAN... x
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang.. 1
1.2 Permasalahan. 4
1.3 Tujuan 4
1.3.1 Tujuan Umum. 4
1.3.2 Tujuan Khusus 4
1.4 Manfaat.. 5
7
2.3 Diabetes Melitus............................................................................ 17
2.3.1 Definisi & Diagnosis............................................. 17
2.3.2 Klasifikasi.......................................................................... 18
2.3.3 Hubungan Diabetes Melitus dengan Katarak.................... 20
2.4 Fakoemulsifikasi........................................................................... 21
2.4.1 Definisi................................................................... 21
2.4.2 Fakoemulsifikasi pada Pasien Diabetes Melitus................ 22
35
DAFTAR PUSTAKA.... xi
8
DAFTAR GAMBAR
9
DAFTAR TABEL
10
DAFTAR SINGKATAN
11
DAFTAR PUSTAKA
Association TEMD (2013). Basic and Clinical Science Course: Lens and
Cataract. American Academy of Opthamology; 13 (2): 1145-55.
Bencic, G., Zoric-Geber, M., Saric, D., Corak., M., and Mandic, Z. (2005).
Clinical Importance of the Lens Opacities Classification System III
(LOCS III) in Phacoemulsification. Coll Antropol; 29: 91-4.
Dowler, J.G.F., Hykin, P.G., Lightman, S.L. and Hamilton, A.M. (1995).
Visual Acuity Following Extracapsular Cataract Extraction in
Diabetes: Meta-Analysis. N Engl J of Med; 9: 313-7.
Davison, J.A. and Jr. (1995). Clinical Application of the Lens Opacities
Classification System III in the Performance of Phacoemulsification. J
Cataract Refract Surg.; 29: 138-45.
Ilyas, S. (2006). Buku Ajar Mata: Kelainan Refraksi dan Kacamata. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
Khanna, R.C., Kaza, S., Palamaner, G., Shantha, S., and Sangwan, V.S. (2012).
Comparative Outcomes of Manual Small Incision Cataract Surgery
and Phacoemulsification Performed by Opthalmology Trainees in A
12
Tertiary Eye Care Hospital in India: A Retrospective Cohort Design.
British Medical Journal: Vol.21; 1465-9.
Lindfield, R., Vishwanath, K., Ngounou, F., and Khanna, R.C. (2012). The
Challenges in Improving Outcome of Cataract Surgery in Low and
middle Income Countries. Indian J. Opththalmology; Vol.60: 464-9.
MUI Bogor (2011, 11 Juli). Obat dan Pengobatan dalam Perspektif Hukum
Islam. Diunduh dari http://www.mui-bogor.org pada tanggal 02 Maret
2017.
Tana, L., Rifati, L., Kristanto, A.Y. (2009). Determinan Kejadian Katarak di
Indonesia: Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta: Buletin Penelitian
Kesehatan: 37; 114-25.
Zaczek, A., Olivestedt, G., and Zetterstrom, C. (1999). Visual Outcome After
Phacoemulsification and IOL Implantation in Diabetic Patients. Br J
Ophthalmol; 83: 1036-41.
Zuhroni, Riani, Nazaruddin (2003). Islam untuk Disiplin Ilmu Kesehatan dan
Kedokteran 2. Jakarta : Departemen Agama RI.
14