Anda di halaman 1dari 6

MELATONIN SEBAGAI NEUROPROTEKTIF PADA PENYAKIT

ALZHEIMER DITINJAU DARI KEDOKTERAN DAN ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Alzheimer (AD) ditemukan pertama kali oleh Alois Alzheimer

pada tahun 1907, seorang ahli psikiatri dan neuropatologi dari Jerman. Beliau

menemukan seorang penderita demensia berumur 51 tahun yang meninggal 14

tahun kemudian. Gejala yang ditemukan pada pasien tersebut adalah gangguan

perilaku, termasuk stres dan depresi. Pada autopsi tampak otak yang mengerut

dan mengecil, serta dipenuhi dengan sedimen protein (senile plaque atau SP)

dari agregat -amyloid (A ) dan serabut saraf abnormal

(neurofibrillary tangles atau NFT) (AAI, 2003).

Dalam publikasi terbaru Alzheimer Disease International Organization

(ADI), menyebutkan bahwa AD merupakan masalah kesehatan utama di

negara-negara berkembang, sekitar 44 juta orang lanjut usia di dunia menderita

demensia, dan angka ini akan meningkat menjadi 135 juta orang pada tahun

2050. Laporan ADI juga memprediksi distribusi penderita AD pada tahun

2050, 71% di antaranya adalah penderita di negara berpenghasilan rendah atau

menengah. Menurut ADI, 10% dari kasus AD dapat dihindari dengan

kampanye yang berbasis pada anti obesitas, anti hipertensi, anti diabetes, anti

merokok dan aktivitas aktif, serta pendidikan dan peningkatan kognitif sebagai

bentuk upaya mencegah AD pada tahap awal (ADI, 2010).

1
Demensia merupakan kumpulan gejala klinik yang disebabkan oleh

berbagai latar belakang penyakit. Umumnya ditandai oleh hilangnya memori

jangka pendek, gangguan fungsi mental, termasuk fungsi bahasa, mundurnya

kemampuan berpikir abstrak, kesulitan merawat diri sendiri, perubahan

perilaku, emosi labil, dan hilangnya pengenalan waktu dan tempat, tanpa

adanya gangguan tingkat kesadaran atau situasi stres, sehingga menimbulkan

gangguan dalam pekerjaan, aktivitas harian dan sosial. Hal tersebut membuat

pasien demensia kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Dan AD

merupakan salah satu bentuk demensia yang paling sering ditemukan, terutama

pada orang tua berusia 65 tahun ke atas (Rahmawati, 2006).

Penyakit Alzheimer (AD) merupakan gangguan neurodegeratif, yakni

golongan penyakit kronis dan progresif yang ditandai dengan kelainan khas

dan simetris pada saraf kognitif, motorik atau sensorik. Penyebab neurogenesis

pada AD belum dapat ditentukan, namun terdapat tiga proses utama yang

sering saling terkait, yaitu kerusakan yang dimediasi radikal bebas, disfungsi

mitokondria dan eksitoksisitas, dianggap mendasari mekanisme patofisiologis

menyebabkan kematian sel saraf (Cardinali et al, 2014).

Pada saat ini, perhatian dan pengetahuan masyarakat mengenai AD atau

demensia masih sangat kurang. Demensia dianggap sebagai bagian dari proses

menua yang wajar. Penderita baru dibawa berobat pada stadium lanjut dimana

sudah terjadi gangguan kognisi yang berat dan gangguan perilaku sehingga

penatalaksanaannya tidak memberikan hasil memuaskan. Diagnosis demensia

perlu ditegakkan secara dini dan dibedakan berdasarkan etiologi, usia, awitan,

dan gambaran klinisnya. Penatalaksanaan pada stadium dini, baik secara

farmakologis dan non farmakologis dapat menyembuhkan atau memperlambat

2
progresivitas penyakit, sehingga penderita tetap mempunyai kualitas hidup

yang baik (AAI, 2003).

Cardinali et al (2014), melakukan penelitian mengenai efektivitas terapi

melatonin pada pasien AD. Melatonin atau methoxyindole yang dihasilkan oleh

badan pineal memiliki sifat sitoprotektif dan chronobiotics bagi penderita AD.

Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan melatonin di kisaran 50-100

mg per hari terbukti memiliki validitas terapeutik pada gangguan neuro-

degeneratif seperti AD, hasil tersebut menunjukkan bahwa melatonin memiliki

efektivitas sebagai neuroprotektor dalam pengobatan AD dan gangguan

kognitif lainnya. Dalam penelitian secara in vitro dan in vivo, menerangkan

peran melatonin dalam mencegah neurodegenerasi AD dengan memperbaiki

kualitas tidur, sundowning, dan memperlambat perkembangan penurunan

kognitif (Cardinali eta al, 2014). Dalam penelitian Wang bersaudara (2006),

ditemukan adanya keterlibatan protein kinase dan fosfatase dalam melemahkan

protein hiperfosforilasi tau yang terkandung pada NFT. Selain itu, melatonin

juga berperan dalam melindungi neuron kolinergik dan antiinflamasi sehingga

melatonin terbukti berpotensi dalam pencegahan dan pengobatan AD (Wang &

Wang, 2006).

Dalam Islam disebutkan bahwa pengobatan terdiri atas dua bentuk, yaitu

pencegahan dan penyembuhan. Dilihat dari fungsinya, obat merupakan bahan

yang digunakan untuk mengurangi, menghilangkan atau menyembuhkan

seseorang dari penyakitnya. Anjuran berobat secara khusus disampaikan

Rasulullah SAW kepada sahabat dan umatnya ketika sakit, karena Allah SWT

menurunkan obat untuk setiap penyakit (Zuhroni, dkk, 2003). Sesuai hadits

berikut :

3
Artinya :
Dari Abu al-Darda', ia berkata. Rasulullah SAW bersabda: bahwa Allah yang
menurunkan penyakit dan obatnya, menjadikan setiap penyakit ada obatnya,
berobatlah tetapi janganlah dengan yang haram (HR. Abu Dawud).

Dalam hadits nabi di atas, pasien dianjurkan untuk berobat tetapi jangan

berobat dengan yang haram (al-muharram), namun diperbolehkan memakan

atau menggunakan yang haram dalam keadaan darurat yang secara umum

terpulang sebagai upaya menghilangkan kesempitan dari orang-orang yang

mukallaf. Juga demi menjaga keselamatan jiwa yang bersangkutan, untuk

kepentingan orang lain (Zuhroni, dkk, 2003).

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik mengangkat hal

tersebut dalam skripsi berjudul Melatonin Sebagai Neuroprotektif pada

Penyakit Alzheimer Ditinjau dari Kedokteran dan Islam.

1.2 Permasalahan

1. Bagaimana etiologi dan psikodinamika melatonin sebagai neuroprotektor

pada penyakit Alzheimer ?

2. Bagaimana pandangan kedokteran mengenai melatonin sebagai

neuroprotektor pada penyakit Alzheimer?

4
3. Bagaimana pandangan Islam mengenai melatonin sebagai neuroprotektor

pada penyakit Alzheimer?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Memahami dan mampu menjelaskan melatonin sebagai neuroprotektor

pada penyakit Alzheimer ditinjau dari kedokteran dan Islam.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Memahami dan mampu menjelaskan psikodinamika melatonin

sebagai neuroprotektor pada penyakit Alzheimer.

2. Memahami dan mampu menjelaskan pandangan kedokteran

mengenai melatonin sebagai neuroprotektor pada penyakit

Alzheimer.

3. Memahami dan mampu menjelaskan pandangan Islam mengenai

melatonin sebagai neuroprotektor pada penyakit Alzheimer

1.4 Manfaat

1. Bagi Penulis

Menambah wawasan penulis mengenai melatonin sebagai neuroprotektor

pada penyakit Alzheimer ditinjau dari kedokteran dan Islam, serta

menambah pengalaman dalam menyusun karya ilmiah yang baik dan

benar, sehingga menjadi bekal bagi penulis untuk menyusun karya ilmiah

selanjutnya.

2. Bagi Universitas YARSI

5
Diharapkan skripsi ini dapat menambah khasanah perpustakaan serta

masukan bagi civitas akademika Universitas YARSI sebagai sumber

referensi untuk memahami melatonin sebagai neuroprotektor pada

penyakit Alzheimer ditinjau dari kedokteran dan Islam.

3. Bagi Masyarakat

Diharapkan dengan membaca skripsi ini dapat menambah pengetahuan

masyarakat mengenai melatonin sebagai neuroprotektor pada penyakit

Alzheimer ditinjau dari kedokteran dan Islam, sehingga masyarakat dapat

mengenali keluhan dan segera mencari bantuan ke dokter ahli.

Anda mungkin juga menyukai