Anda di halaman 1dari 12

BAB III

PENGGUNAAN PETANDA BIOKIMIA ASAM HIALURONAT SERUM


DAN CTX-II URIN PADA PENGOBATAN OSTEOARTRITIS
DITINJAU DARI ISLAM

3.1 Pandangan Islam mengenai Osteoartritis

Menurut American College of Rheumatology (ACR), Osteoartritis (OA)

merupakan kumpulan kondisi yang berpengaruh pada sendi dengan tanda dan

gejala berhubungan dengan rusaknya integritas kartilago artikuler (Puttini et al,

2003). Osteoartritis menyebabkan perubahan-perubahan biomekanika dan

biokimia di dalam sendi, penyakit ini seringkali disertai sinovitis yang

menyebabkan nyeri pada sendi dan perasaan tidak nyaman (Sanghi, 2009).

Dalam Islam, apabila seorang muslim mengalami atau mengidap suatu

penyakit, maka sesungguhnya Allah SWT sedang memberikan ia ujian.

Timbulnya penyakit adalah cara Allah SWT untuk mengujji keimanan

seseorang (Hawari, 1998). Firman Allah SWT :

Artinya:
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar (QS. Al-Baqarah (2) : 155).

World Health Organization (WHO) memperkirakan prevalensi penderita

osteoartritis di dunia pada tahun 2004 mencapai 151.4 juta jiwa dan 27.4 juta

jiwa berada di Asia Tenggara. Osteoartritis terutama mengenai mereka di usia

pertengahan dan lanjut, serta akan menjadi masalah kesehatan penting di

23
masyarakat seiring dengan bertambahnya usia harapan hidup (WHO, 2004). Di

Indonesia, OA merupakan jenis rematik yang paling banyak ditemukan. Data

metaanalisis menunjukkan bahwa insidensi pria menderita OA pada usia di

bawah 55 tahun, lebih dini dari wanita. Umumnya wanita menderita OA pada

usia lebih dari 55 tahun setelah mengalami menopause (Heidari, 2011).

Al-Quran menjawab setiap masalah melalui ayat-ayatnya. Proses

penuaan yang terjadi pada setiap manusia diterangkan dengan jelas di dalam

Al-Qur'an, sesuai Firman Allah SWT :

Artinya :
Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia
menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia
menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia
menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui
lagi Maha Kuasa (Q.S. Ar-Ruum (30) : 54).

Firman Allah SWT lainnya terdapat dalam :

Artinya :
Dan barangsiapa yang Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan
dia kepada kejadian (nya) (Q.S. Yasin (36): 68).

Ayat di atas menerangkan apabila seseorang menua, tubuhnya akan

mengalami kelemahan (fisik). Manusia tidak dapat menolak keadaan di atas,

tetapi sebagai manusia yang dikarunia akal dan pikiran, dapat melakukan

upaya untuk menunda hal tersebut dengan membiasakan pola hidup sehat,

mengkonsumsi gizi seimbang serta melaksanakan ibadah sesuai dengan

24
anjuran agama Islam. Islam sangat mengutamakan upaya-upaya yang

berhubungan dengan peningkatan mutu kesehatan. Upaya peningkatan mutu

kesehatan dapat dilakukan dengan dua (2) cara, yaitu mencegah agar tidak

terkena penyakit dan mencegah agar penyakit tidak bertambah berat dengan

berobat (Yahya, 2003).

Kesehatan merupakan salah satu nikmat Allah SWT yang tak terhingga,

sehingga harus disyukuri dan digunakan untuk beribadah kepada-Nya.

Bersyukur dapat dilakukan dengan hati, lisan dan anggota tubuh. Bersyukur

dengan hati berarti mengikrarkan dalam hati bahwa Allah SWT sebagai

pemberi kesehatan, dengan lisan berarti pengakuan dalam bentuk ucapan dan

dengan anggota tubuh artinya menggunakan kesehatan untuk mengabdikan diri

kepada Allah SWT (Zuhroni, 2003). Sebagaimana firman Allah SWT :

Artinya :
Karena itu ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat pula kepada-Mu dan
bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku (Q.S.
Al-Baqarah (2): 152).

Tidak selamanya seseorang akan sehat, segala sesuatu yang melampaui

batas keseimbangan akan menyebabkan terganggunya fisik, mental dan bahkan

kesempurnaan amal seseorang. Maka sakit adalah gangguan fisik, mental,

sosial serta adanya penyakit atau cacat pada seseorang. Sakit disebutkan dalam

Al-Qur'an dengan kata al-maradh. Berbagai penyakit disinggung dalam Al-

Qur'an seperti al-akmaha (buta), al-abrasha (sopak) dan al-a'raj (pincang).

Dalam Islam, penyakit dibagi atas penyakit jasmani atau fisik, penyakit jiwa,

penyakit sosial dan penyakit akidah (Zuhroni, 2003).

25
3.2 Pandangan Islam mengenai Pengobatan Osteoartritis

3.2.1 Anjuran berobat dalam Islam

Kesehatan merupakan rahmat dan nikmat Allah SWT yang sangat

besar nilainya, oleh karena itu menjadi kewajiban setiap manusia untuk

menjaganya. Karena pentingnya kesehatan itu untuk menjalankan ibadah,

Rasulullah SAW meminta kepada sahabat dan umatnya untuk berobat

ketika sakit, karena Allah SWT menurunkan obat untuk setiap penyakit

(Zuhroni, dkk, 2003). Sesuai hadist berikut :

Artinya:
Aku pernah berada di samping Rasulullah SAW, lalu datanglah
serombongan Arab dusun. Mereka bertanya, Wahai Rasulullah,
bolehkah kami berobat? Beliau menjawab: Iya, wahai para hamba
Allah, berobatlah. Sebab Allah tidaklah meletakkan sebuah penyakit
melainkan meletakkan pula obatnya, kecuali satu penyakit. Mereka
bertanya: Penyakit apa itu? Beliau menjawab: Penyakit pikun.
(HR. Ahmad, Al-Bukhari, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Tirmidzi).

Demikian pula yang dinyatakan pada hadits Nabi:

Artinya :
Sesungguhnya Allah tidak menurunkan suatu penyakit melainkan
menurunkan pula obatnya, maka berobatlah (HR.An-Nasai dan Hakim).

Dalam hadits Nabi dianjurkan berobat namun tidak berobat dengan

yang haram, sebagaimana yang dinyatakan pada hadis Nabi (Zuhroni,

dkk, 2003) :

26
Artinya :
Dari Abu al-Darda', ia berkata. Rasulullah SAW bersabda: bahwa Allah
yang menurunkan penyakit dan obatnya, menjadikan setiap penyakit ada
obatnya, berobatlah tetapi janganlah dengan yang haram (HR. Abu
Dawud).

Berobat menurut Islam adalah usaha untuk menyembuhkan

penyakit dengan tujuan agar badan sehat kembali, serta untuk mencegah

agar penyakit tidak menular pada orang lain apabila penyakit itu

tergolong menular. Maka dianjurkan bagi seluruh manusia untuk

berikhtiar melakukan pengobatan terhadap permasalahan kesehatan yang

dimilikinya (Zuhroni, dkk, 2003).

3.2.2 Penggunaan obat-obatan dalam Islam

Pada dasarnya setiap makanan yang masuk ke dalam perut adalah

suatu yang berguna bagi kesehatan tubuh. Makanan tidak saja

mengenyangkan perut, tetapi juga bermanfaat sebagai "obat". Syariat

menekankan berobat dengan yang halal. Dalam Islam, Allah SWT telah

menetapkan perkara tentang halal dalam dua syarat, yaitu:

(1) Halal

Halal dalam mendapatkannya dan halal zat atau barangnya, yang

dimaksud dengan ini adalah:

a. Tidak mengandung benda atau bagian apapun dari binatang

yang dilarang bagi orang Islam memakainya oleh hukum

syara, yaitu: disembelih selain nama Allah, disembelih dengan

pukulan, dan lain sebagainya.


b. Tidak mengandung benda apapun yang najis dalam hukum

syara.

27
c. Dalam masa mengolah, memproses dan mengemas tidak

bersentuhan dengan makanan-makanan atau benda-benda yang

diharamkan dan tidak najis menurut syara.

(2) Thayyib

Dapat diartikan baik, mengandung gizi, rasa lezat, kebersihan

atau bersih suci, tidak keji atau menjijikan (Zuhroni, dkk, 2003).

Seperti disebutkan dalam firman Allah SWT:

Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang
baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada
Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah (Q.S. Al-
Baqarah (2): 172).

Selain haram dan halal, dalam Islam, dikenal hukum makruh,

mubah dan syubhat. Makruh adalah segala sesuatu yang apabila

ditinggalkan berpahala, dan apabila dilaksanakan tidak berdosa. Makruh

suatu barang atau zat disebabkan karena belum jelas hukumnya dan tata

cara (adab) mengolah dan memakan makanan yang halal, sehingga

berakibat merugikan tubuh serta lingkungan di sekitarnya, karena

baunya, rasanya dan akibat yang mungkin timbul akibat adab yang tidak

baik. Mubah adalah segala sesuatu yang apabila dikerjakan tidak

berpahala, juga tidak berdosa dan apabila ditinggalkan tidak berdosa juga

tidak berpahala (Zuhroni, 2010).

Makanan yang halal tidak memberi manfaat dan tidak memberi

mudhlarat bagi tubuh manusia adalah mubah dan Allah menganjurkan

28
meninggalkan perkerjaan yang sia-sia termasuk di dalam hal makanan

(Zuhroni, 2010). Syubhat adalah samar atau tidak jelas, maksudnya

dalam hukum Islam tidak jelas perkara hukum halal dan haramnya.

Sebagaimana sabda Rasullah SAW:

Artinya:
Halal itu jelas dan haram pun jelas.Dan di antara keduanya ada hal
hal yang samar atau tidak jelas (H.R. Al-Bukhari).

Terhadap perkara yang samar tersebut (syubhat), Islam telah

menetapkan suatu garis yang disebut wara (sikap hati-hati), sehingga

jika belum jelas hukum halal dan haramnya, hendaknya jangan memakan

atau meminumnya atau menggunakannya sebagai bahan obat (kecuali

dalam keadaan darurat) dan harus menjauhinya (Zuhroni, 2010).

Obat-obatan lain yang diharamkan adalah obat-obatan yang

mengandung khamr ataupun zat-zat lain yang membahayakan kepala,

otak, dan menghilangkan ingatan, baik dari bahan tumbuh-tumbuhan atau

zat-zat lain yang membahayakan, khususnya jika disalahgunakan,

meliputi zat-zat adiktif lain meliputi penggunaan obat bius (al-

mukhadirat) seperti ganja, mariyuana, kokain, heroin, dan sebagainya.

Ilat keharamannya karena unsur memabukkan ditengarai akan merusak

fungsi otak melalaikan dzikir kepada Allah, dan membahayakan tubuh,

karena itu ulama sepakat mengharamkannya (Zuhroni, dkk, 2003).

Pada dasarnya setiap makanan yang masuk ke dalam perut adalah

sesuatu yang berguna bagi kesehatan tubuh. Makanan tidak saja

mengenyangkan perut, tetapi juga bermanfaat sebagai "obat". Syariat

menekankan berobat dengan yang halal. Ulama sepakat berdasarkan

29
ketentuan syara', dalam keadaan darurat, Allah memberikan rukhshah

membolehkan memakan makanan yang diharamkan, dengan syarat tidak

disengaja dan bukan karena adanya keinginan untuk memakannya, dan

tidak berlebihan (Zuhroni, dkk, 2003). Sebagaimana ditegaskan dalam

firman Allah SWT :

Artinya :
Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia
tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak
ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang (Q.S. Al-Baqarah (2):173)

Batasan darurat berobat, adalah adanya ketergantungan sembuhnya

suatu penyakit pada memakan sesuatu dari barang-barang yang

diharamkan itu. Ulama fiqih berbeda pendapat tentang darurat dalam

konteks berobat. Di antara mereka ada yang berpendapat, bahwa berobat

tidak dianggap sebagai darurat yang sangat memaksa seperti halnya

makan. Ada sementara ulama yang menyatakan batasan darurat berobat

seperti daruratnya makanan, alasannya, kedua-duanya sebagai keharusan

kelangsungan hidup. Dalil yang dijadikan sebagai acuan adalah hadis

Nabi yang memperkenankan memakai sutera kepada Abdur-Rahman bin

Auf dan az-Zubair bin Awwam karena sakit. Pembolehan mengonsumsi

obat haram, atau menggunakan sutera karena tersebut termasuk bentuk

rukhshah syar'i. Namun demikian, pembolehan rukhshah menggunakan

30
obat yang haram itu harus dipenuhinya beberapa syarat (Zuhroni, dkk,

2003), yaitu:

1) Terdapat bahaya yang mengancam kehidupan manusia jika tidak

berobat.

2) Tidak ada obat lain yang halal sebagai ganti obat yang haram itu.

3) Adanya pernyataan dari dokter muslim yang dapat dipercaya.

3.3 Pandangan Islam Mengenai Petanda Biokimia Asam Hialuronat Serum

dan CTX-II Urin

Petanda biokimia yang sering dihubungkan dengan progresifitas

radiografik osteoartritis antara lain COMP serum, asam hialuronat serum,

YKL-40 serum dan CTX-II urin (Ross, 2006). Asam hialuronat (HA) disintesis

oleh banyak sel-sel skeletal, sel sinovial pada permukaan sendi serta

merupakan komponen penting pada matriks ekstraselular. Asam hialuronat

serum berguna sebagai pelumas untuk mengurangi adhesi dan memberi

pergerakan tanpa gesekan dari sendi. Pada sinovitis, sintesis asam hialuronat

serum terstimulasi oleh sitokin proinflamasi seperti IL-1 dan TGF-. Oleh

karena itu peningkatan asam hialuronat pada pasien arthritis adalah indikasi

sinovitis pada orang denagn fungsi hati yang baik, karena asam hialuronat

serum dibersihkan dari sirkulasi oleh hati. Studi mendapatkan bahwa asam

hialuronat serum mempunyai nilai prediksi untuk penyempitan celah sendi

pada radiologi (Sharif et al, 2006).

Asam hilauronat serum merupakan petanda biokimia yang unik.

Kadarnya tujuh kali lebih tinggi dibandingkan dengan normal pada pasien

artritis reumatoid dan dua kali lebih tinggi pada pasien OA (Goldgerg et al,

31
1991). Asam hialuronat serum mencerminkan keterlibatan sinovial dan

inflamasi yang terjadi pada sendi. Dari penelitian yang dilakukan oleh Elliot

dkk, menunjukkan bahwa asam hialuronat serum dapat dipakai sebagai petanda

biokimia untuk OA. Asam hialuronat serum berkorelasi dengan gambaran

radiologis pada pasien OA (p<0,0001), lebih tinggi pada ras Kaukasian

(p<0,0094) dan pria (p<0,0038) (Elliot et al, 2005).

Ajaran Islam mengandung suatu kesempurnaan, mencakup semua bidang

kehidupan manusia, termasuk bidang kedokteran. Firman Allah SWT:

Artinya :
Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang
terbang dengan kedia sayapnya, melainkan umat (juga) sepertimu. Tiadalah
Kami alpakan sesuatu pun di dalam kitab ini, kemudian kepada Tuhan-lah
mereka dihimpunkan (Q.S. An'am (6): 38).

Dalam ajaran Islam, hal-hal yang berhubungan dengan mencari obat,

membuat obat, mendeteksi penyakit, dan belajar tentang ilmu yang

berhubungan dengan pengobatan, antara lain, tersirat dalam pernyataan Nabi :

Artinya :
Sesungguhnya Allah tidak menurunkan suatu penyakit kecuali juga
menurunkan obatnya, diketahui oleh orang yang mengetahuinya dan tidak
diketahui oleh orang yang tidak mengetahuinya (HR. Ahmad).

Hadits tersebut didukung oleh firman Allah SWT, sebagai berikut :

32
Artinya :
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhan mu
dan penyembuh penyakit- penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk
serta rahmat bagi orang- orang beriman (Q.S. Yunus (10): 57).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan, disamping bernilai sebagai

tuntunan spiritual syar'i, berbagai keterangan dalam Al-Quran dan hadits Nabi

mengisyaratkan agar mencari inovasi baru dalam bidang pengobatan, mencari

obat dan menelitinya. Dengan demikian dapat dinyatakan, bahwa belajar ilmu

kedokteran dan mencari inovasi baru dalam bidang kedokteran adalah anjuran

agama (Zuhroni, 2010).

3.4 Penggunaan Petanda Biokimia Asam Hialuronat Serum dan CTX-II Urin
pada Pengobatan Osteoartritis Ditinjau dari Islam

Osteoartritis merupakan suatu kondisi penyakit fisik yang umumnya

dialami oleh penderita usia lanjut, sehingga sering dikaitkan dengan proses

degenerasi atau penuaan. Islam membenarkan apabila seseorang menua,

tubuhnya akan mengalami kelemahan (fisik). Stres oksidatif adalah gangguan

keseimbangan antara oksidan dan antioksidan yang dapat menyebabkan

kerusakan sel, percepatan proses penuaan, dan bisa menimbulkan osteoartritis,

stroke, penyakit jantung dan lain sebagainya.

Islam juga memperbolehkan jenis obat apa pun dipergunakan kecuali ada

dalil yang mengharamkannya atau termasuk kelompok yang diharamkan.

Semua bahan obat, baik yang cair maupun padat, dari bahan yang berasal dari

nabati atau hewani, sintetik, dan lain-lain, setelah dilakukan penelitian

merupakan bahan obat yang bermanfaat maka hukumnya boleh digunakan.

Para ulama sepakat, berobat atau mengonsumsi obat-obatan untuk

menghilangkan penyakit merupakan bentuk ikhtiar, sebagai manusia hanya

33
dapat berusaha dan hanya Allah SWT yang dapat menyembuhkan. Firman

Allah SWT :

Artinya:
Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku
(Q.S. As-Syuara (26):80).

Ayat ini menekankan agar orang yang sakit mengupayakan sehat sebagai

anjuran agama, dan bahwa penyembuh yang hakiki adalah Allah SWT.

34

Anda mungkin juga menyukai