Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Polip hidung merupakan penyakit inflamasi kronik dari mukosa hidung

yang ditandai dengan adanya massa edematosa yang bertangkai dari mukosa

yang mengalami inflamasi (Kirtsreesakul, 2005). Prevalensi polip hidung

secara pasti sulit ditentukan karena beberapa penelitian epidemiologi

menggunakan metode diagnostik yang berbeda seperti rinoskopi, endoskopi

atau CT-scan sehingga hasilnya berbeda. Hedman melaporkan, prevalensi

poliphidung sekitar 4% dari populasi umum. Suatu penelitian autopsi

melaporkan insiden polip hidung bilateral sekitar 1.5-2% dari populasi umum.

Di Indonesia studi epidemiologi menunjukkan bahwa perbandingan pria dan

wanita 2-3 : 1 dengan prevalensi 0.2 - 4.3%. Insiden tertinggi pada usia 40-60

tahun (Aaron, 2010).

Interleukin-5 (IL-5) berperan dalam diferensiasi dan maturasi eosinofil

dalam sumsum tulang, migrasi ke jaringan dan mencegah apoptosis eosinofil.

IL-5 meningkatkan adhesi eosinofil ke endothelium sehingga akan

meningkatkan akumulasi eosinofil. IL-5 juga menginhibisi apoptosis eosinofil.

Diantara semua sitokin, IL-5 mempunyai hubungan yang paling baik dengan

eosinophil cationic protein (ECP). Hal ini menunjukkan adanya hubungan

yang erat antara IL-5 dengan beratnya peradangan eosinofil. Dari limfosit,

sumber terbesar IL-5 adalah helper T-cells. Dari myeloid, produsen IL-5 yang

utama adalah sel mast dan eosinofil. Peradangan merupakan prinsip utama

dalam patogenesis pembentukan dan pertumbuhan polip. Peradangan eosinofil

1
pada polip diatur oleh sel T yang teraktivasi. Karakter polip hidung yang

matang ditandai dengan proses peradangan yang tampak seperti pembentukan

pseudokista yang kosong dan penumpukan sel-sel radang di subepitel, dimana

EG2+ (teraktivasi) eosinofil adalah sel yang dominan (sekitar 80%). IL-5

dalam jumlah yang sangat besar pada polip hidung menunjukkan bahwa IL-5

memiliki peran penting dalam patofisiologi polip hidung (Bachert, 2005).

Kortikosteroid memiliki efek anti-inflamasi yang luas, kortikosteroid

dapat menurunkan ekspresi dan produksi siokin seperti IL-5 yang

mengakibatkan berkurangnya jumlah eosinofil. Apoptosis adalah proses yang

penting dalam mengurangi jumlah sel-sel inflamasi. Kortikosteroid

menginduksi proses apoptosis sel-sel inflamasi pada polip hidung. Eosinofil

memiliki banyak reseptor glukokortikoid yang merupakan salah satu daerah

kerja kortikosteroid. Salah satu efek kortikosteroid adalah berkurangnya

jumlah eosinofil. Kortikosteroid topikal dan sistemik mempengaruhi fungsi

eosinofil dengan cara langsung dan tidak langsung. Dengan cara langssung

yakni dengan mengurangi sekresi sitokin kemotaktik oleh mukosa hidung dan

sel-sel epitel polip (Bachert, 2005).

Fluticasone furoate adalah kostikosteroid trifluorinated sintetis dengan

aktivitas antiinflamasi yang sangat aktif. Fluticasone furoate semprot hidung

tersedia dalam suspensi cair dari fluticasone furoate micronized untuk

pemberian topikal. Fluticasone furoate memiliki aktifitas terbesar dengan

reseptor glukokortikoid ketika digunakan intranasal dengan memiliki ikatan

dengan reseptor yang sangat lama, yakni sekitar 24 jam sehingga cukup sekali

pemakaian dalam sehari. Mula kerja fluticasone furoate sangat cepat sehingga

efeknya dapat dirasakan dalam 8 jam setelah pemberian. Fluticasone furoate

2
berpengaruh terhadap banyak sel (seperti sel mast, eosinofil, netrofil,

makrofag, limfosit) dan terhadap mediator (seperti histamin, licosanoid,

leukotrien, sitokin) yang semuanya berperan dalam proses inflamasi.

Fluticasone furoate seperti halnya kortikosteroid lainnya menurunkan ekspresi

dan produksi sitokin seperti IL-5 yang sangat efektif dalam mengurangi jumlah

eosinofil (Kumar et al, 2011).

Penelitian Burgel dkk menerangkan penggunaan fluticasone furoate

selama 8 minggu terbukti menurunkan jumlah eosinofil dan ekspresi IL-5 serta

mengurangi ukuran polip. Naclerio dan Mackay melaporkan penggunaan

fluticasone selama 4 minggu efektif mengurangi ekspresi IL-5 dan jumlah

eosinofil (Burgel et al, 2004)

Polip hidung merupakan manifestasi proses inflamasi, maka

kortikosteroid adalah terapi yang efektif. Dibandingkan dengan kortikosteroid

oral maka efek samping yang mungkin ditimbulkan fluticasone furoate jauh

lebih ringan dengan kepatuhan pasien menggunakan obat lebih terjamin.

Fluticasone furoate juga telah diterima Food and Drug Administration (FDA)

sebagai terapi polip hidung sejak Januari 2005 (Ferguson & Orlandi, 2006).

Fluticasone furoate dapat mengurangi ukuran polip dan juga kemungkinan

kekambuhan setelah tindakan operasi (Pomsuriyasak & Assanasen, 2008).

Tujuan terapi pada polip hidung adalah menghilangkan polip,

membebaskan pasien dari keluhan sumbatan hidung, hiposmia/anosmia dan

keluan rinitis serta mencegah polip kambuh dan membesar kembali sehingga

memerlukan operasi ulang. Dahulu operasi adalah pilihan utama, namun

setelah terbukti bahwa kortikosteroid intranasal maupun sistemik bermanfaat

menghilangkan atau mengurangi ukuran polip, maka terapi medikamentosa

3
menjadi pilihan utama pengobatan polip hidung. Akhir-akhir ini kortikosteroid

intranasal digunakan sebagai terapi jangka panjang pada kasus polip hidung

ringan atau dikombinasi dengan kortikosteroid sistemik ataupun operasi pada

kasus berat (Damayanti, 2003).

Dalam Islam, apabila seorang muslim mengalami atau mengidap suatu

penyakit, maka sesungguhnya Allah SWT sedang memberikannya ujian.

Timbulnya penyakit adalah cara Allah SWT untuk menguji keimanan

seseorang (Hawari, 1998), sesuai firman Allah SWT :

Artinya:
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar (QS. Al-Baqarah (2) : 155).

Ajaran Islam sangat mengutamak upaya-upaya peningkatan mutu

kesehatan. Peningkatan mutu kesehatan dapat dilakukan dengan dua (2) cara,

yaitu mencegah agar tidak terkena penyakit dan mencegah agar penyakit tidak

bertambah berat (Yahya, 2003). Hal-hal yang berhubungan dengan mencari

obat, membuat obat, pemeriksaan untuk mendeteksi penyakit, dan belajar

4
tentang ilmu yang berhubungan dengan pengobatan, antara lain, diungkapkan

dalam pernyataan Nabi :

Artinya :
Sesungguhnya Allah tidak menurunkan suatu penyakit kecuali juga
menurunkan obatnya, diketahui oleh orang yang mengetahuinya dan tidak
diketahui oleh orang yang tidak mengetahuinya (HR. Ahmad).

Dari hadits di atas dapat dipahami bahwa, disamping bernilai sebagai

tuntunan spiritual syar'i, berbagai keterangan dalam Al-Qur'an dan hadits Nabi

juga mengisyaratkan untuk mencari inovasi baru dalam bidang pengobatan,

termasuk mencari obat dan menelitinya. Dengan demikian dapat dinyatakan,

bahwa belajar ilmu kedokteran dan mencari inovasi baru dalam bidang

pengobatan dan pemeriksaan penunjang adalah anjuran ISlam (Zuhroni, 2010).

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengangkat hal

tersebut dalam skripsi berjudul Pengaruh Kortikosteroid Intranasal

(Fluticasone Furoate) terhadap Interleukin-5 (IL-5) pada Polip Hidung

Ditinjau dari Kedokteran dan Islam.

1.2 Permasalahan

1. Bagaimana patofisiologi dan penatalaksanaan polip hidung?

5
2. Bagaimana pandangan kedokteran mengenai pengaruh kortikosteroid

intranasal (fluticasone furoate) terhadap interleukin-5 (IL-5) pada polip

hidung?

3. Bagaimana pandangan Islam mengenai pengaruh kortikosteroid

intranasal (fluticasone furoate) terhadap interleukin-5 (IL-5) pada polip

hidung?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Memahami dan mampu menjelaskan pengaruh kortikosteroid intranasal

(fluticasone furoate) terhadap interleukin-5 (IL-5) pada polip hidung

ditinjau dari kedokteran dan Islam.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Memahami dan mampu menjelaskan patofisiologi dan

penatalaksanaan polip hidung.

2. Memahami dan mampu menjelaskan pandangan kedokteran

mengenai pengaruh kortikosteroid intranasal (fluticasone furoate)

terhadap interleukin-5 (IL-5) pada polip hidung.

3. Memahami dan mampu menjelaskan pandangan Islam mengenai

pengaruh kortikosteroid intranasal (fluticasone furoate) terhadap

interleukin-5 (IL-5) pada polip hidung.

1.4 Manfaat

1. Bagi Penulis

6
Menambah wawasan penulis mengenai pengaruh kortikosteroid

intranasal (fluticasone furoate) terhadap interleukin-5 (IL-5) pada polip

hidung ditinjau dari kedokteran dan Islam, serta menambah pengalaman

dalam menyusun karya ilmiah yang baik dan benar, sehingga menjadi

bekal bagi penulis untuk menyusun karya ilmiah selanjutnya.

2. Bagi Universitas YARSI

Diharapkan skripsi ini dapat menambah khasanah perpustakaan serta

masukan bagi civitas akademika Universitas YARSI sebagai sumber

referensi untuk memahami pengaruh kortikosteroid intranasal

(fluticasone furoate) terhadap interleukin-5 (IL-5) pada polip hidung

ditinjau dari kedokteran dan Islam.

3. Bagi Masyarakat

Diharapkan dengan membaca skripsi ini dapat menambah pengetahuan

masyarakat mengenai pengaruh kortikosteroid intranasal (fluticasone

furoate) terhadap interleukin-5 (IL-5) pada polip hidung ditinjau dari

kedokteran dan Islam, sehingga masyarakat dapat segera mencari

bantuan ke dokter ahli.

Anda mungkin juga menyukai