Anda di halaman 1dari 176

Seminar Optima Preparation

Batch MEI 2016

Part I
No. 1 s/d 100
Office Address:
Jl Padang no 5, Manggarai, Setiabudi, Jakarta
Selatan
(Belakang Pasaraya Manggarai)
Phone Number : 021 8317064
Pin BB 2A8E2925
WA 081380385694
dr. Widya, dr. Cemara, dr. Eno
Medan : dr. Yolina, dr. Resthie, dr. Yusuf
Jl. Setiabudi No. 65 G, Medan
Phone Number : 061 8229229 dr. Reza
Pin BB : 24BF7CD2
www.optimaprep.com
ILMU PENYAKIT DALAM
B
1. Asma
Pemeriksaan faal paru bermanfaat untuk
diagnosis, menilai berat asma, memonitor
keadaan asma, & menilai respons pengobatan.

Pemeriksaan faal paru yang diterima umum


adalah:
Pemeriksaan spirometri
Arus puncak ekspirasi (APE) dengan peak flow
meter

PDPI. Asma: pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. 2004


B
1. Asma
Spirometri, dilakukan pada:
Awal penilaian/kunjungan pertama
Setelah pengobatan awal, bila gejala & APE telah stabil
Pemeriksaan berkala 1-2 tahun untuk menilai perubahan fungsi
jalan napas.

Manfaat lain pemeriksaan spirometri berkala:


Menilai akurasi peak flow meter
Menilai respons tindakan step down therapy pada pengobatan
Bila APE dengan peak flow meter tidak dapat dipercaya &
diperlukan konfirmasi, misalnya pada pasien anak, orang tua,
terdapat masalah neuromuskular atau ortopedik.

PDPI. Asma: pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. 2004


B
1. Asma
Monitoring APE penting untuk:
Menilai berat asma, derajat variasi diurnal, respons
terapisaat serangan akut, respons terapi jangka
panjang, justifikasi objektif dalam memberikan
pengobatan.

Pengukuran APE dianjurkan pada:


Penanganan serangan akut di IGD, klinik, rumah.
Pemantauan berkala di rawat jalan, klinik.
Pemantauan sehari-hari di rumah

PDPI. Asma: pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. 2004


C
2. Farmakologi
Glukokortikoid me
glukoneogenesis
dengan me ambilan
asam amino di hepar &
renal & me aktivitas
enzim glukoneogenik.

Lippincott Illustrated Reviews: Pharmacology Sixth Edition


A
3. Pradiabetes
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria
normal atau DM digolongkan ke dalam
prediabetes (TGT & GDPT):
Glukosa darah puasa terganggu (GDPT):
GDP 100-125 mg/dL, dan
TTGO-2 jam <140 mg/dL
Toleransi glukosa terganggu (TGT):
Glukosa darah TTGO-2 jam 140-199 mg/dL, dan
Glukosa puasa <100 mg/dL
Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT
Diagnosis prediabetes berdasarkan HbA1C: 5,7-6,4%

Konsensus pengelolaan dan pencegahan DM tipe 2. 2015.


A
3. Pradiabetes

American Diabetes Association. Standards of medical care in diabetes2016. Diabetes Care. 2016;39(suppl 1):S1-S106.
4. Infeksi Dengue A
A
4. Infeksi Dengue
Diagnosis DBD secara Klinis
1. Kasus DBD
Demam akut 2-7 hari, bersifat bifasik.
Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa
Uji tourniquet positif
Petekia, ekimosis, atau purpura
Perdarahan mukosa, saluran cerna, dan tempat bekas suntikan
Hematemesis atau melena
Trombositopenia < 100.000/uL
Kebocoran plasma yang ditandai dengan
Peningkatan nilai hematrokrit 20 % dari nilai baku sesuai umur &
jenis kelamin.
Penurunan nilai hematokrit 20 % setelah pemberian cairan yang
adekuat Nilai Ht normal diasumsikan sesuai nilai setelah pemberian
cairan.
Efusi pleura, asites, hipoproteinemi
A
5. Ulkus Peptikum

Nyeri epigastrik dapat ditemukan pada ulkus gastrikum dan ulkus duodenum.
Ulkus duodenum:
Nyeri timbul 90 menit 3 jam setelah makan
Nyeri berkurang dengan antasid atau makanan
Nyeri timbul pada malam hari (tengah malan sampai jam 3 pagi)
GU:
Nyeri dipresipitasi oleh makanan

Harrisons principles of internal medicine. 18th ed. 2011.


D
6. HIV

Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada orang Dewasa Kementerian. Kemenkes 2011.
D
6. Terapi HIV
Paduan obat lini pertama (Depkes 2011) adalah:
2 NRTI + 1 NNRTI

Panduan WHO 2013, merekomendasikan:


tenofovir + lamivudin/emtricitabin + efavirenz
sebagai pilihan memulai terapi.
D
7. Hipertensi dengan aritmia

2013 Practice guidelines for the management of arterial hypertension of the European Society of Hypertension (ESH) and
the European Society of Cardiology (ESC)
B
8. Gizi
Pada keadaan infeksi & immunocompromised
diperlukan perbaikan sistem imun, pada soal
ini dipilih tinggi protein karena protein
dibutuhkan untuk membentuk
immunoglobulin.
A
9. Gizi
Pada kasus ini dipilih yang rendah serat agar
tidak membebani kerja saluran cerna dan
tinggi kalori untuk pemulihan/memperbaiki
catabolic state.
A
10. Diabetes
Pemantauan gula darah mandiri dapat dilakukan dengan
darah kapiler.

PGDM dianjurkan pada:


Pasien dengan terapi insulin atau pemacu insulin

Waktu pemeriksaan yang dianjurkan adalah:


Sebelum makan
2 jam setelah makan
Menjelang waktu tidur
Di antara siklus tidur
Ketika ada gejala hipoglikemik

Konsensus pengelolaan dan pencegahan DM tipe 2. 2015.


11. Hipertensi Pada DM B
JNC VIII
B
11. Hipertensi Pada DM
JNC VII

Pada soal ini dipilih ACE-I daripada ARB karena


lebih cost effective.
B
11. Hipertensi Pada DM
Hipertensi pada DM, PERKENI 2015:
Indikasi pengobatan :
Bila TD sistolik >130 mmHg dan/atau TD diastolik >80 mmHg.
Target tekanan darah:
Tekanan darah <130/80 mmHg
Bila disertai proteinuria 1gram /24 jam: < 125/75 mmHg

ACE-I, ARB, & antagonis kalsium golongan non-dihidropiridin dapat


memperbaiki mikroalbuminuria.

Pengobatan hipertensi harus diteruskan walaupun sasaran sudah


tercapai.

Bila tekanan darah terkendali, setelah satu tahun dapat dicoba


menurunkan dosis secara bertahap.
B
12. Diabetes Mellitus
Kriteria diagnosis DM:
1. Glukosa darah puasa 126 mg/dL. Puasa adalah kondisi
tidak ada asupan kalori minimal 8 jam, atau

2. Glukosa darah-2 jam 200 mg/dL pada Tes Toleransi


Glukosa Oral dengan beban glukosa 75 gram, atau

3. Pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200 mg/dL dengan


keluhan klasik (poliuria, polidipsia, polifagia, unexplained
weight loss), atau

4. Pemeriksaan HbA1C 6,5% dengan metode HPLC yang


terstandarisasi NGSP

Konsensus pengelolaan dan pencegahan DM tipe 2. 2015.


B
12. Diabetes Mellitus
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria
normal atau DM digolongkan ke dalam
prediabetes (TGT & GDPT):
Glukosa darah puasa terganggu (GDPT):
GDP 100-125 mg/dL, dan
TTGO-2 jam <140 mg/dL
Toleransi glukosa terganggu (TGT):
Glukosa darah TTGO-2 jam 140-199 mg/dL, dan
Glukosa puasa <100 mg/dL
Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT
Diagnosis prediabetes berdasarkan HbA1C: 5,7-6,4%

Konsensus pengelolaan dan pencegahan DM tipe 2. 2015.


D
13. Diabetes Melitus

HbA1C >9%
HbA1C <7% HbA1C 7-9%

Jik a HbA1C >7%


dalam 3 bulan,
tambah obat ke-2

Konsensus pengelolaan dan pencegahan DM tipe 2. 2015.


14. Diabetes Melitus

HbA1C >9%
HbA1C <7% HbA1C 7-9%

Jik a HbA1C >7%


dalam 3 bulan,
tambah obat ke-2

Konsensus pengelolaan dan pencegahan DM tipe 2. 2015.


14. Diabetes Melitus
Obat dengan efek samping minimal atau
keuntungan lebih banyak:
Metformin
Alfa glukosidase inhibitor
Dipeptil peptidase-4 inhibitor
Agonis glucagon like peptide-1
Obat yang harus digunakan dengan hati-hati:
Sulfonilurea
Glinid
Tiazolidinedione
Sodium glucose cotransporter 2 inhibitor

Konsensus pengelolaan dan pencegahan DM tipe 2. 2015.


C
15. Sindrom Metabolik
E
16. Gastrointestinal Bleeding
Management
ABC
NGT Bleeding evaluation.
Gastric wash is still controversial, but useful in
cirrhosis case to prevent encephalopathy.

Fluid rescucitation NaCl 0,9% before PRC available


Active & massive bleeding: whole blood (contain
coagulation factor)
Drugs Acid supressor: ranitidin, omeprazol IV
Gastric acid may disturb coagulation process or fibrin
formation.
Nutrition Active bleeding: parenteral
Endoscopy Diagnostic & therapeutic.

Penatalaksanaan kedaruratan di bidang ilmu penyakit dalam.


SIGN: Management of acute upper and lower gastrointestinal bleeding.
E
17. Gizi
Untuk menurunkan berat badan, dilakukan
pembatasan kalori dengan nutrisi seimbang
agar tidak terjadi defisiensi
makro/mikronutrien
B
18. Demam Tifoid
Gejala & tanda demam tifoid:
Step ladder fever, konstipasi, lidah kotor, hepatomegali

Tatalaksana
Kloramfenikol, DOC di Indonesia (Buku ajar IPD), 4x500 mg/hari
sd 7 hari bebas demam.
Kotrimoksazol 2x480 mg selama 2 minggu, efektivitas hampir
sama dengan kloramfenikol.
Ampisilin & amoksisilin, 50-150 mg/kgBB, selama 2 minggu,
kemampuan menurunkan demam lebih rendah dari
kloramfenikol.
Ceftriakson, 3-4 g dalam 100 mL dekstrosa, infus dalam jam,
1x/hari, selama 3-5 hari.
Siprofloksasin 2x500 mg/hari selama 6 hari.
A
19. Diabetes
C
20. Diabetes
Tatalaksana DM pada penderita baru
terdiagnosis:
HbA1C >6,5% s.d <7%: modifikasi gaya hidup,
evaluasi 3 bulan, jika masih >6,5% s.d <7%
monoterapi oral
HbA1C 7-9%: modifikasi gaya hidup + monoterapi
oral, evaluasi 3 bulan
HbA1C 9%, diberikan kombinasi 2 obat dengan
cara kerja berbeda.

Konsensus pengelolaan dan pencegahan DM tipe 2. 2015.


21. Gout

(Am J Gastroenterol 2008;103:29082918)


C
22. Gastrointestinal Bleeding
Dipilih omeprazol karena merupakan supresor asam lambung yang
paling poten.
Management
ABC
NGT Bleeding evaluation.
Gastric wash is still controversial, but useful in
cirrhosis case to prevent encephalopathy.
Fluid rescucitation NaCl 0,9% before PRC available
Active & massive bleeding: whole blood (contain
coagulation factor)
Drugs Acid supressor: ranitidin, omeprazol IV
Gastric acid may disturb coagulation process or fibrin
formation.
Nutrition Active bleeding: parenteral
Endoscopy Diagnostic & therapeutic.
Penatalaksanaan kedaruratan di bidang ilmu penyakit dalam.
SIGN: Management of acute upper and lower gastrointestinal bleeding.
A
23.
D
24. Asites
Tatalaksana asites:
Batasi asupan natrium (1-2 g/hari)
Diuretik: spironolakton + furosemid (5:2, misal
100 mg & 40 mg)
Jika refrakter, lakukan parasentesis terapeutik
B
25. Obat Anti Tuberkulosis
B
26. Tuberkulosis

Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.


A
27. Osteoporosis
Osteoporosis is defined as a
reduction in the strength of
bone that leads to an
increased risk of fractures.

The WHO operationally


defines osteoporosis as a
bone density that falls 2.5
standard deviations (SD)
below the mean for young
healthy adults of the same
sexalso referred to as a T-
score of 2.5.

Harrisons principles of internal medicine 18th ed.


A
27. Osteoporosis

Osteoblasts direct osteoclast precursors into mature activated osteoclasts through


RANK/RANKL, an interaction that is blocked by OPG.
OPG = osteoprotegerin; PTH = parathyroid hormone; RANK = receptor activator of nuclear
factor-B; RANKL = receptor activator of nuclear factor-B ligand; WNT = Wnt signaling
pathway.
C
28. Farmakologi
Sediaan aminofilin 2,4%
Dosis yang akan diberikan 120 mg.
Volume aminofilin yang diberikan adalah:
2,4% aminofilin = 2,4 g/100 mL = 2400 mg/100 mL
Volume yang diberikan:
120 mg/2400 mg x 100 mL = 5 mL
D
29. Hipertensi

ACE-I dan ARB memiliki cara kerja yang


serupa, sehingga tidak dipakai bersamaan.

Harrisons principles of internal medicine. 19th ed. 2015.


30. Gagal Jantung D

Contoh aktivitas fisik biasa: berjalan cepat, naik tangga 2 lantai


Contoh aktivitas fisik ringan: berjalan 20-100 m, naik tangga 1 lantai
Pathobiology of Human Disease: A Dynamic Encyclopedia of Disease Mechanisms
B
31. Gagal Jantung
A
32. Gagal Jantung
E
33. JNC VIII
A
34. Penyakit katup Jantung

Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
C
35. Farmakologi

Efek digoxin:
Menghambat Na+/K+ ATPase Na intrasel meningkat Ekstrusi Ca
menurun Ca intrasel tinggi Kontraktilitas meningkat
Meningkatkan tonus vagal

Lippincott Illustrated Reviews: Pharmacology Sixth Edition


D
36. Osteoartritis
Kellgren-Lawrence grading scale digunakan untuk klasifikasi derajat
osteoartritis.
Grade 1: doubtful
doubtful narrowing of joint space and possible osteophytic
lipping
Grade 2: minimal
definite osteophytes, definite narrowing of joint space
Grade 3: moderate
moderate multiple osteophytes, definite narrowing of joints
space, some sclerosis and possible deformity of bone contour
Grade 4: severe
large osteophytes, marked narrowing of joint spac
C
37. Hipersensitivtas
A
38. Penyakit Ginjal
D
39. Hipertensi

2013 Practice guidelines for the management of arterial hypertension of the European Society of Hypertension (ESH) and
the European Society of Cardiology (ESC)
B
40. GERD
A
41. Sistitis
A
42. Asma
Definisi:
Gangguan inflamasi kronik
saluran napas yang melibatkan
banyak sel dan elemennya.
Inflamasi kronik mengakibatkan
hiperesponsif jalan napas yang
menimbulkan gejala episodik
berulang:
mengi, sesak napas, dada terasa
berat, dan batuk-batuk terutama
malam dan atau dini hari.
Episodik tersebut berhubungan
dengan obstruksi jalan napas yang
luas, bervariasi & seringkali
bersifat reversibel.
PDPI, Asma pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia.
GINA 2005
A
43 Penyakit Paru
Bronkiektasis:
Anamnesis & PF: batuk, dyspnea, produksi sputum banyak
(berwarna), hemoptysis, finger clubbing.
CXR: scattered or focal; rings of bronchial cuffing; tram
track of dilated, thick airways.
Spirometri: pola obstruktif.
D
44. Ulkus Peptikum
Obat anti nyeri (NSAID) menyebabkan ulkus peptikum.
A
45. Kardiologi
Coronary Artery Spatial Distribution of Acute
Myocardial Infarction Occlusions

(Circulation. 2004;110:278-284.)
A
46. Tuberkulosis

Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.


C
47. Kultur Urin
D
48. Dispepsia
Interpretation
Although treatment
success with either
step-up or step-down
treatment is similar,
the step-up strategy
is more cost effective
at 6 months for initial
treatment of patients
with new onset
dyspeptic symptoms
in primary care.

Initial Management Protocols for New-Onset Dyspepsia: Step-Up Versus Step-Down. A


primary-care-based randomised controlled trial. Lancet 2009;373:21525.
C
49. Bakteriuria
Asymptomatic bacteriuria, or asymptomatic urinary
infection, is isolation of a specified quantitative count of
bacteria in an appropriately collected urine specimen
obtained from a person without symptoms or signs
referable to urinary infection.

Screening for and treatment of asymptomatic bacteriuria in


premenopausal, nonpregnant women is not indicated.

Berhubung pada pilihan semuanya adalah obat, maka


dipilih siprofloksasin 2x500 mg, untuk sistitis. Mungkin
pasien dalam masa inkubasi sebelum menjadi infeksi.

Infectious Diseases Society of America Guidelines for the Diagnosis and Treatment of
Asymptomatic Bacteriuria in Adults.
A
50. Infeksi Saluran Kemih
Escherichia coli is by far the most frequent cause
of uncomplicated community-acquired UTIs.

Other bacteria frequently isolated from patients


with UTIs are:
Klebsiella spp.,
other Enterobacteriaceae,
Staphylococcus saprophyticus, and
enterococci.
D
51. Gagal Jantung Kongestif
52. Asma

E
A
53. OA

Pembebanan repetitif, obesitas, usia tua


B
54. Anemia Normositik

Wintrobe Clinical Hematology. 13 ed.


Anemia Hemolitik Autoimun (AIHA)
Anemia hemolitik autoimun Onset dapat gradual atau
merupakan anemia yang subakut, berupa mudah
disebabkan oleh lelah, sesak napas, malaise,
penghancuran eritrosit oleh ikterik. Pada pemeriksaan
autoantibodi. fisik dapat ditemuan
organomegali.
Dibagi menjadi :
Primer : tanpa adanya Hasil lab:
underlying disease Anemia NN
Sekunder: ada underlying Retikulositosis (>2%)
diseas, seperti limfoma, Evans Peningkatan LDH
syndrome, SLE,
antiphospholipid syndrome, Peningkatan bil.indirek
IBD. Direct antiglobulin test (DAT)/
Coombs test untuk
membedakan anemia
hemolitik autoimun dengan
non-autoimun.
Hematology: basic& principle practice, Ed.6
55. Penyakit Ginjal Kronik E

Kidney International Supplements (2012) 2, 812; doi:10.1038/kisup.2012.7


Penyakit Ginjal Kronik
C
56. Sindrom Koroner Akut
Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
A
57. Penatalaksanaan DM tipe II
HbA1C Pengobatan Keterangan
<7% Gaya hidup sehat (GHS) Evaluasi HbA1C 3 bulan
7-<9% GHS + monoterapi oral Evaluasi 3 bulan, jika HbA1C tidak
mencapai <7%, tingkatkan menjadi
2 obat
>9% GHS + kombinasi 2 obat Jika HbA1C tidak mencapai <7%,
tingkatkan menjadi 3 obat; Jika
tidak tercapai dengan 3 obat
berikutnya adalah insulin basal
plus/bolus atau premix
>10% atau GDS Metformin + Insulin basal + Target HbA1C <7% atau individual
>300 dengan insulin prandial atau
gejala Metformin + insulin basal +
metabolik GLP-1 RA
C
58. Diabetes Melitus
Hyperglycemic hyperosmolar state
Tipe pasien: lansia dengan DM tipe 2, riwayat poliuria
lama, turun berat badan, intake oral berkurang, & berakhir
dengan penurunan kesadaran.

Pemeriksaan: dehidrasi & hiperosmol, hipotensi,


takikardia, gangguan status mental.

Gejala yang tidak ada pada HHS: mual, muntah, nyeri


abdomen, napas Kussmaul yang merupakan ciri KAD.

HHS sering dipresipitasi penyakit berat seperti SKA, stroke,


sepsis, pneumonia.

Harrisons principles of internal medicine


Penatalaksanaan HHS
The goals of treatment of HHS are to treat the
underlying cause and to gradually and safely:
Normalise the osmolality
Replace fluid and electrolyte losses
Normalise blood glucose
Other goals include prevention of:
Arterial or venous thrombosis
Other potential complications e.g. cerebral oedema/
central pontine myelinolysis
Foot ulceration
Joint British Diabetes Societies Inpatient Care Group. The management of the hyperosmolar hyperglycaemic state (HHS) in adults with diabetes. 2012
Measure or calculate osmolality (2Na+ + glucose + urea) frequently
to monitor treatment response.
Use IV 0.9% sodium chloride solution as the principle fluid to
restore circulating volume and reverse dehydration. Only switch to
0.45% sodium chloride solution if the osmolality is not declining
despite adequate positive fluid balance.
An initial rise in sodium is expected and is not in itself an indication
for hypotonic fluids. Thereafter, the rate of fall of plasma sodium
should not exceed 10 mmol/L in 24 hours.
The fall in blood glucose should be no more than 5 mmol/L/hr. Low
dose IV insulin (0.05 units/kg/hr) should be commenced once the
blood glucose is no longer falling with IV fluids alone OR
immediately if there is significant ketonaemia (3-hydroxy butyrate
greater than 1 mmol/L).
Assess foot risk score on admission.
Joint British Diabetes Societies Inpatient Care Group. The management of the hyperosmolar hyperglycaemic state (HHS) in adults with diabetes. 2012
E
59. Hepatitis Imbas Obat
Hepatitis Imbas Obat e.c. pirazinamid, rifampisin,
isoniazid.
Bila klinis (+) (ikterik, mual/muntah) OAT stop.
Gejala (-), lab:
Bilirubin >2x OAT stop
SGOT, SGPT 5x OAT stop
SGOT, SGPT 3x teruskan dengan pengawasan
Setelah normal desensitisasi dengan INH, lalu
Rifampisin.
Pirazinamid tidak diberikan lagi.

Tuberkulosis: pedoman diagnosis dan penatalaksanaannya di Indonesia. PDPI


Tindak lanjut drug induced hepatitis pada terapi TB:
1. Pemberian semua OAT yang bersifat hepatotoksik harus
dihentikan. Pengobatan yang diberikan Streptomisin dan
Etambutol sambil menunggu fungsi hati membaik. Bila fungsi
hati normal atau mendekati normal, berikan Rifampisin dengan
dosis bertahap, selanjutnya INH secara bertahap.
2. Menghentikan pengobatan dengan OAT sampai hasil
pemeriksaan fungsi hati kembali normal dan keluhan (mual,
sakit perut dsb.) telah hilang sebelum memulai pengobatan
kembali.
3. Apabila tidak bisa melakukan pemeriksaan fungsi hati,
dianjurkan untuk menunggu sampai 2 minggu setelah ikterus
atau mual dan lemas serta pemeriksaan palpasi hati sudah tidak
teraba sebelum memulai kembali pengobatan.
60. CROHN DISEASE & KOLITIS ULSERATIF E
HISTOPATOLOGI INFLAMMATORY BOWEL DISEASE
Derajat Asma
61. DERAJAT ASMA
Gejala Gejala Malam Faal paru
B
I. Intermiten
Bulanan APE 80%
* Gejala < 1x/minggu * 2 kali sebulan * VEP1 80% nilai prediksi
* Tanpa gejala di luar APE 80% nilai terbaik
serangan * Variabiliti APE < 20%
* Serangan singkat
II. Persisten Ringan
Mingguan APE > 80%
* Gejala > 1x/minggu, * > 2 kali sebulan * VEP1 80% nilai prediksi
tetapi < 1x/ hari APE 80% nilai terbaik
* Serangan dapat * Variabiliti APE 20-30%
mengganggu aktiviti
dan tidur
III. Persisten Sedang
Harian APE 60 80%
* Gejala setiap hari * > 1x / seminggu * VEP1 60-80% nilai prediksi
* Serangan mengganggu APE 60-80% nilai terbaik
aktiviti dan tidur * Variabiliti APE > 30%
*Membutuhkan
bronkodilator
setiap hari
IV. Persisten Berat
Kontinyu APE 60%
* Gejala terus menerus * Sering * VEP1 60% nilai prediksi
* Sering kambuh APE 60% nilai terbaik
* Aktiviti fisik terbatas * Variabiliti APE > 30%
62. EVALUASI INFEKSI HEPATITIS B B

Konsensus Panduan Tatalaksana Infeksi Hepatitis B Kronik,


PHPI, 2012
Prinsip Pengobatan Hepatitis B
63. B
KLASIFIKASI ANTIARITMIA
Cara Kerja Amiodarone
64. SIRS, SEPSIS, SYOK SEPSIS, MODS C
SIRS is defined as 2 or more of the
following variables :
Fever of more than 38C (100.4F) or
less than 36C (96.8F)
Heart rate of more than 90 beats per
minute
Respiratory rate of more than 20
breaths per minute or arterial carbon
dioxide tension (PaCO 2) of less than
32 mm Hg
Abnormal white blood cell count
(>12,000/L or < 4,000/L or >10%
immature [band] forms) SIRS is nonspecific and can be caused by
ischemia, inflammation, trauma, infection, or
several insults combined. Thus, SIRS is not
always related to infection.
Infection: a microbial phenomenon characterized by an
inflammatory response to the microorganisms or the
invasion of normally sterile tissue by those organisms.

Bacteremia : presence of bacteria within the


bloodstream, but this condition does not always lead
to SIRS or sepsis.

Sepsis: the systemic response to infection and is


defined as the presence of SIRS in addition to a
documented or presumed infection.

Severe sepsis: meets the aforementioned criteria and is


associated with organ dysfunction, hypoperfusion, or
hypotension.
65. PENGOBATAN HEPATITIS B A

Konsensus Panduan Tatalaksana Infeksi Hepatitis B Kronik, PHPI, 2012


66. PNEUMONIA PADA PASIEN
RAWAT INAP
D
Pneumonia
pada pasien
rawat inap

Community Healthcare Hospital Ventilator


acquired associated acquired acquired
pneumonia pneumonia pneumonia pneumonia
CAP yang
Terjadi dalam terjadi karena
Onsetnya
48 jam kontak dengan Terjadi setelah
setelah 48-72
pertama petugas 48 jam pasca
jam masuk
masuk rumah kesehatan. intubasi
rumah sakit
sakit Mis: pasien HD
rutin
Am J Respir Crit Care Med Vol 171. pp 388416, 2005 D
OI: 10.1164/rccm.200405-644ST
67. PENEGAKAN DIAGNOSIS C
PNEUMONIA KOMUNITAS
Foto toraks (PA/lateral) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan penunjang utama Peningkatan jumlah leukosit,
untuk menegakkan diagnosis. biasanya lebih dari 10.000/ul
Gambaran radiologis dapat dan pada hitungan jenis
berupa infiltrat sampai leukosit terdapat pergeseran
konsolidasi dengan " air ke kiri serta terjadi
broncogram", penyebab peningkatan LED.
bronkogenik dan interstisial
serta gambaran kaviti. Analisa Gas Darah
Foto toraks saja tidak dapat Analisis gas darah
secara khas menentukan menunjukkan hipoksemia dan
penyebab pneumonia. hikarbia, pada stadium lanjut
dapat terjadi asidosis
Kultur darah/ sputum respiratorik.
Untuk menentukan etiologi

Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Pneumonia Komuniti di Indonesia, PDPI,2003


68. ANATOMI KATUP JANTUNG C
Identifikasi Murmur
Stenosis Insufisiensi/
Regurgitasi
Katup Trikuspid Murmur diastolik Murmur sistolik
Katup Mitral
Katup Aorta Murmur sistolik Murmur diiastolik
Katup Pulmonal
69. HEPATOMA/ HEPATOCELLULAR CARCINOMA B
Keganasan hati, terutama berhubungan dengan
hepatitis B dan hepatitis C.
Seringkali tidak bergejala. Gejala baru timbul di
tahap lanjut, seperti:
Perut makin membesar
Nyeri abdomen kanan atas
Ikterik
Mudah kenyang
Penurunan berat badan
Teraba massa di abdomen kanan atas
Penegakan Diagnosis Hepatoma
CT Scan/ MRI abdomen Alpha-feto protein (AFP)
Pemeriksaan penunjang inisial Merupakan tumor marker
untuk mengetahui adanya untuk hepatoma.
massa/ nodul di hepar. Dapat false positive pada
kehamilan dan tumor lain yang
Biopsi berasal dari gonad.
Merupakan gold standar Digunakan sebagai skrining.
penegakan diagnosis.
Dilakukan terutama bila USG
didapatkan nodul >2 cm Dapat digunakan untuk
skrining mengetahui apakah
ada nodul di hepar
Kombinasi USG dan AFP
memberikan spesifitas yang
tinggi untuk diagnosis
hepatoma.
http://www.medscape.org/viewarticle/436592_3

70. PENEGAKAN DIAGNOSIS A


INFEKSI SALURAN KEMIH
URINALISIS
Finding Significance Comment
Color Typically pale yellow to colorless Change in urine color is not
synonymous with urinary tract
infection (UTI) or disease.
Clarity Typically clear Pyuria causes urinary turbidity
Odor Mild characteristic odor Rancid or ammonia odor in urea-
splitting organism
Specific gravity (SG) Dilute urine = SG 1.008 Dilute or concentrated urine may
influence the results of urine
Concentrated urine = SG > 1.020 chemstrip testing.
Leukocyte esterase (LE) Test for enzyme present in white Positive results indicated presence
blood cell (WBC) of neutrophils > 4 WBCs/hpf, an
indicator of UTI, reported
sensitivity of 75% to 90%. Results
not valid in neutropenic patient.
Decreased sensitivity with
increased urinary glucose
concentration, high urinary SG, and
presence of antimicrobial in urine.
Nitrites Surrogate marker for bacteriuria. Best done on well-concentrated
Presence indicates bacterial urine such as first AM void. For
reduction of dietary nitrates to nitrites to be present, urine should
nitrites by select Gram-negative be held in bladder for 1 hour for
uropathogens includingEscherichia nitrate-to-nitrite conversion to take
coli, Proteus spp. place; dietary nitrate intake must be
Normally absent in sterile urine and adequate. False negative possible
infection caused by enterococci, with low colony-count infections.
staphylococci.
Protein Dipstick testing most sensitive for Common in febrile response or
albumin represents presence of protein-
containing substance such as white
blood cells, bacteria, mucous. In UTI,
usually trace to 30 mg/dL (1+),
seldom 100 mg/dL.
pH Average pH = 5-6 If alkaline urine is found in presence
Acid pH = 4.5-5.5 of UTI symptoms and positive
Alkaline pH = 6.5-8 leukocyte esterase, likely urea
splitting such as Proteus, allowing
urea to be split into CO2 and
ammonia, causing a rise in the
urine's normally acid pH.
Red blood cells (RBCs) Low number of RBCs noted. Microscopic hematuria common
Gross hematuria may occur in with urinary tract infec
uncomplicated UTI but may be
present in infection complicated by
nephrolithiasis
Penegakan Diagnosis ISK
Kultur Urine
Gold standard penegakan diagnosis
Dilakukan terutama bila hasil urinalisis
inkonklusif atau ISK berulang
Dinyatakan ISK bila terdapat >=100.000
koloni/ml dari urine porsi tengah, atau >=100
koloni/ml bila terdapat disuria dan gejala ISK
lainnya.

http://www.medscape.org/viewarticle/436592_3
71. PATOFISIOLOGI SINDROM METABOLIK D

http://www.medscape.org/viewarticle/442813_3
72. CA PARU A

Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Kanker Paru di


Indonesia, PDPI, 2003
Ca Paru
PEMERIKSAAN FISIK
Hasil yang didapat sangat bergantung pada
kelainan saat pemeriksaan dilakukan.
Tumor paru ukuran kecil dan terletak di perifer
dapat memberikan gambaran normal pada
pemeriksaan.
Tumor dengan ukuran besar, terlebih bila disertai
atelektasis sebagai akibat kompresi bronkus, efusi
pleura atau penekanan vena kava akan
memberikan hasil yang lebih informatif.
Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Kanker Paru di
Indonesia, PDPI, 2003
Pemeriksaan Radiologis Ca Paru
Foto Toraks CT-scan
Pada pemeriksaan foto toraks dapat mendeteksi tumor
PA/lateral akan dapat dilihat dengan ukuran lebih kecil dari
bila masa tumor dengan 1 cm
ukuran tumor lebih dari 1 cm. Bila terdapat penekanan
Tanda yang mendukung terhadap bronkus, tumor intra
keganasan adalah tepi yang bronkial, atelektasis, efusi
ireguler, disertai identasi pleura yang tidak masif dan
pleura, tumor satelit tumor, telah terjadi invasi ke
dll. mediastinum dan dinding dada
Pada foto tumor juga dapat dapat tervisualisasi.
ditemukan telah invasi ke Keterlibatan KGB dapat
dinding dada, efusi pleura, dideteksi.
efusi perikar dan metastasis
intrapulmoner.

Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Kanker Paru di


Indonesia, PDPI, 2003
Gambaran dapat berupa fibroinfiltrat saja bila
penyebarannya bronkogenik
Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Kanker Paru di Indonesia, PDPI, 2003
http://emedicine.medscape.com/article/954506-workup

73. ANEMIA B
Tanda Khas Anemia Defisiensi Besi
Kuku Spoon nail, koilonikia
Lidah Atrofi papila
Mulut Stomatitis angularis
Hipofaring Nyeri menelan, varises esofagus
Gaster Gastritis, aklorhidria
74. HISTOPATOLOGI GOUT ARTRITIS C

http://www.pathologyoutlines.com/to
pic/jointsgout.html
75. CUSHING
SYDROME
B
http://medicalassessmentonline.com/terms.php?R=95&L=A
ILMU PENYAKIT MATA
76. Blepharitis A
Blefaritis peradangan pada kelopak mata
Blefaritis terdiri atas dua jenis :
Blefaritis Anterior peradangan pada tepi kelopak mata bagian
luar tepatnya pada daerah tumbuhnya bulu mata
Etiologi : infeksi bakteri (stafilokokus), seboroik, alergi atau infeksi
tungau
Gejala klinis : kelopak merah, gatal, bersisik terdapat ulkus-ulkus kecil
sepanjang tepi palpebra, bulu mata cenderung rontok stafilokokus

Blefaritis posterior mengenai tepi bagian dalam kelopak mata


yang langsung bersentuhan dengan konjungtiva bulbi
Terjadi akibat kelenjar meibom memproduksi sebum secara iregular
Terdapat peradangan muara meibom, sumbatan muara oleh sekret
kental terjadi overgrowth bakteri
Akne rosasea dan seboroik
Blepharitis
77. Konjungtivitis Virus E
Pathology Etiology Feature Treatment
Bacterial staphylococci Acute onset of redness, grittiness, topical antibiotics
streptococci, burning sensation, usually bilateral Artificial tears
gonocci eyelids difficult to open on waking,
Corynebacter diffuse conjungtival injection,
ium strains mucopurulent discharge, Papillae
(+)
Viral Adenovirus Unilateral watery eye, redness, Days 3-5 of worst, clear
herpes discomfort, photophobia, eyelid up in 714 days without
simplex virus edema & pre-auricular treatment
or varicella- lymphadenopathy, follicular Artificial tears relieve
zoster virus conjungtivitis, pseudomembrane dryness and inflammation
(+/-) (swelling)
Antiviral herpes simplex
virus or varicella-zoster
virus
http://www.cdc.gov/conjunctivitis/about/treatment.html
Pathology Etiology Feature Treatment
Fungal Candida spp. can Not common, mostly occur in Topical antifungal
cause immunocompromised patient,
conjunctivitis after topical corticosteroid and
Blastomyces antibacterial therapy to an
dermatitidis inflamed eye
Sporothrix
schenckii
Vernal Allergy Chronic conjungtival bilateral Removal allergen
inflammation, associated atopic Topical antihistamine
family history, itching, Vasoconstrictors
photophobia, foreign body
sensation, blepharospasm,
cobblestone pappilae, Horner-
trantas dots
Inclusion Chlamydia several weeks/months of red, Doxycycline 100 mg PO
trachomatis irritable eye with mucopurulent bid for 21 days OR
sticky discharge, acute or Erythromycin 250 mg
subacute onset, ocular irritation, PO qid for 21 days
foreign body sensation, watering, Topical antibiotics
unilateral ,swollen lids,chemosis
,Follicles
78. Neuritis Optik A
Pembengkakan optic disc akibat peningkatan
tekanan intra kranial (mis. AVM, hipertensi
maligna); disebut juga choked disc
Bilateral
Temuan klinis : penurunan visus minimal,
refleks pupil normal; batas optic disc tidak
jelas, vena retina dilatasi, flame shaped
hemorrhages (+), edema peripapiler dan
cotton wool spot.
Vaughan DG, dkk. Oftalmologi Umum Edisi 14. 1996.
American Academy of Ophthalmology (AAO). Basic Ophthalmology 2005.
Diseases Definition/characteristics Ophthalmoscopic findings
Neuritis optik (1) Peradangan optic disc Nyeri bola mata dgn gerakan
ditandai dgn disc swelling, tertentu, afferent pupil reflex
unilateral (-), hiperemia optic disc
Neuritis retrobulbar Bagian dari neuritis optik, Nyeri bola mata dgn gerakan
peradangan terjadi jauh tertentu, afferent pupil reflex
dibelakang optic disc, (-), funduskopi normal
unilateral
Neuropati optik Iskemia optic disc akibat Optic disc swelling dan pucat,
iskemik (2) aterosklerosis, hipertensi, splinter hemorrhage pd
diabetes daerah peripapila
Atrofi papil (3) Etiologi bisa vaskuler, Penurunan visus perlahan,
degeneratif, metabolik, gangguan penglihatan warna,
glaukomatosa defek lapang pandang

(1) (2) (3)


Papilledema Papillitis (optic neuritis) Retrobulbar neuritis

Definition Swelling of optic nerve head Inflammation or infarction Inflammation of orbital


due to increased ICP of optic nerve head portion of optic nerve
Unilateral/bilateral Bilateral Unilateral Unilateral
Vision impairment Enlarged blind spot Central/paracentral Central/paracentral scotoma
scotoma to complete to complete blindness
blindness
Fundus appearance Hyperemic disk Hyperemic disk Normal
Vessel appearance Engorged, tortuous veins Engorged vessels Normal
Hemorrhages? Around disk, not periphery Hemorrhages near or on Normal
optic head
Pupillary light reflex Not affected Depressed Depressed
Treatment Normalize ICP Corticosteroids if cause Corticosteroids with caution
known
Vaughn DG, Oftalmologi Umum, ed.14

79. Ablasio Retina C


Ablasio retina adalah suatu Jenis:
keadaan terpisahnya sel Rhegmatogenosa (paling
kerucut dan batang retina sering) lubang / robekan
(retina sensorik) dari sel pada lapisan neuronal
epitel pigmen retina menyebabkan cairan vitreus
Mengakibatkan gangguan masuk ke antara retina
nutrisi retina pembuluh sensorik dengan epitel
darah yang bila berlangsung pigmen retina
lama akan mengakibatkan Traksi adhesi antara vitreus
gangguan fungsi / proliferasi jaringan
penglihatan fibrovaskular dengan retina
Serosa / hemoragik
eksudasi ke dalam ruang
subretina dari pembuluh
darah retina
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asburys General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.
Etiologi Ablasio Retina
Rhegmatogenosa: Serosa / hemoragik:
Miopia Hipertensi
Trauma okular Oklusi vena retina
Afakia sentral
Degenerasi lattice Vaskulitis
Traksi: Papilledema
Retinopati DM Tumor intraokular
proliferatif
Vitreoretinopati
proliferatif
Retinopati prematuritas
Trauma okular
Ablasio
Rhegmatogenosa

Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asburys General Ophtalmology


17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.
Ablasio Retina
Anamnesis: Funduskopi : adanya
Riwayat trauma robekan retina, retina yang
Riwayat operasi mata terangkat berwarna keabu-
Riwayat kondisi mata abuan, biasanya ada fibrosis
sebelumnya (cth: uveitis, vitreous atau fibrosis
perdarahan vitreus, miopia preretinal bila ada traksi.
berat) Bila tidak ditemukan
Durasi gejala visual & robekan kemungkinan suatu
penurunan penglihatan
ablasio nonregmatogen
Gejala & Tanda:
Fotopsia (kilatan cahaya)
gejala awal yang sering
Defek lapang pandang
bertambah seiring waktu
Floaters

80. Chalazion
The result of obstruction of the duct of a meibomian gland, which is usually
c
idiopathic, with secondary lipogranulomatous inflammation
Epidemiology : higher incidence in seborrheoc dermatitis, rosacea, and DM
Clinical features : a pale, round, firm lesion of the lid.
Diagnosis : made clinically
Treatment : incision of the cyst and removed by curetting. Steroid injection can
initiate remission
Prognosis : ocaasionally recurrent

http://www.healblog.net/wp-content/uploads/Hordeolum-
and-Chalazion.jpg
D
81. Keratitis/ulkus kornea Jamur
Indolen, disertai infiltrat kelabu, sering dgn hipopion,
peradangan nyata bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi satelit.
The most common pathogens are Fusarium and Aspergillus
(filamentous fungi) in warmer climates and Candida (a yeast) in
cooler climates.

Tabel 1. Pengobatan Keratitis Fungal


Organisme Rute obat Pilihan pertama Pilihan kedua Alternatif
Organisme Topikal Natamycin Amphotericin B Nystatin
mirip ragi = Subkonjungtiva Natamycin Miconazole -
Candida sp Sistemik Flycytosine Ketoconazole -
Organisme Topikal Natamycin Amphotericin B Miconazole
mirip hifa = Subkonjungtiva Amphotericin B Miconazole -
ulkus fungi Sistemik Fluconazole Ketoconazole -

Sources: Vaughan DG, dkk. Oftalmologi Umum Edisi 14. 1996.


Keratitis Fungal
Gejala nyeri biasanya dirasakan diawal, namun lama-lama
berkurang krn saraf kornea mulai rusak.
Pemeriksaan oftalmologi :
Grayish-white corneal infiltrate with a rough, dry texture and feathery
borders; infiltrat berada di dalam lapisan stroma
Lesi satelit, hipopion, plak/presipitat endotelilal
Bisa juga ditemukan epitel yang intak atau sedikit meninggi di atas
infiltrat stroma
Faktor risiko meliputi :
Trauma mata (terutama akibat tumbuhan)
Terapi steroid topikal jangka panjang
Preexisting ocular or systemic immunosuppressive diseases

Sumber: American Optometric Association. Fungal Keratitis. / Vaughan Oftalmologi Umum 1995.
Keratitis Fungal
Meskipun memiliki karakteristik, terkadang sulit membedakan
keratitis fungal dengan bakteri.
Namun, infeksi jamur biasanya localized, dengan button appearance
yaitu infiltrat stroma yang meluas dengan ulserasi epitel relatif kecil.
Pd kondisi demikian sebaiknya diberikan terapi antibiotik
sampai keratitis fungal ditegakkan (mis. dgn kultur, corneal
tissue biopsy).

Stromal infiltrate
Keratitis Jamur

Lesi satelit (panah merah) pada


keratitis jamur

Keratitis fungi bersifat indolen, dengan infiltrat kelabu, sering dengan hipopion,
peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi-lesi satelit (umumnya
infiltrat di tempat-tempat yang jauh dari daerah utama ulserasi).

Vaughan DG, dkk. Oftalmologi Umum Edisi 14. 1996.


82. Keratitis Bakteri B
Keratitis Virus

Lesi khas dendritik


83. ULKUS KORNEA E
Gejala Subjektif
Ulkus kornea adalah hilangnya Eritema pada kelopak mata dan
sebagian permukaan kornea konjungtiva
akibat kematian jaringan kornea Sekret mukopurulen
Merasa ada benda asing di mata
ditandai dengan adanya infiltrat Pandangan kabur
supuratif disertai defek kornea Mata berair
Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi
bergaung, dan diskontinuitas ulkus
jaringan kornea yang dapat Silau
terjadi dari epitel sampai stroma. Nyeri
nfiltat yang steril dapat menimbulkan
Etiologi: Infeksi, bahan kimia, sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada
perifer kornea dan tidak disertai dengan
trauma, pajanan, radiasi, sindrom robekan lapisan epitel kornea.
sjorgen, defisiensi vit.A, obat-
obatan, reaksi hipersensitivitas, Gejala Objektif
Injeksi siliar
neurotropik
Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan
adanya infiltrat
Hipopion
An inflammatory or more seriously, infective condition of the cornea
involving disruption of its epithelial layer with involvement of the
corneal stroma
Causative Agent Feature Treatment
Fungal Fusarium & candida species, conjungtival Natamycin,
injection, satellite lesion, stromal infiltration, amphotericin B,
hypopion, anterior chamber reaction Azole derivatives,
Flucytosine 1%
Protozoa infection associated with contact lens users swimming in
(Acanthamoeba) pools
Viral HSV is the most common cause, Dendritic Acyclovir
lesion, decrease visual accuity
Staphylococcus Rapid corneal destruction; 24-48 hour, stromal Tobramycin/cefazol
(marginal ulcer) abscess formation, corneal edema, anterior in eye drops,
segment inflammation. Centered corneal ulcers. quinolones
Pseudomonas
Traumatic events, contact lens, structural (moxifloxacin)
Streptococcus malposition
connective tissue RA, Sjgren syndrome, Mooren ulcer, or a
disease systemic vasculitic disorder (SLE)
Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006

84. KATARAK-SENILIS B
Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang 4 stadium: insipien, imatur (In some patients, at
terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 this stage, lens may become swollen due to
tahun continued hydration intumescent cataract),
matur, hipermatur
Epidemiologi : 90% dari semua jenis katarak Gejala : distorsi penglihatan, penglihatan
Etiologi :belum diketahui secara pasti kabur/seperti berkabut/berasap, mata tenang
multifaktorial: Penyulit : Glaukoma, uveitis
Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan Tatalaksana : operasi (ICCE/ECCE)
pengaruh genetik
Faktor fungsional, yaitu akibat akomodasi
yang sangat kuat mempunyai efek buruk
terhadap serabu-serabut lensa.
Faktor imunologik
Gangguan yang bersifat lokal pada lensa,
seperti gangguan nutrisi, gangguan
permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi
cahaya matahari.
Gangguan metabolisme umum
85. Herpes Zoster Oftalmika D
Reaktivasi dari virus Tanda
Pembengkakan kelopak mata
Varicella Zoster yang
Keratitis
mengenai saraf trigeminus Iritis
cabang oftalmika Glaukoma sekunder
Manifestasi okular biasanya Terapi asiklovir oral 5x800 mg
selama 7-10 hari diberikan
didahului oleh munculnya dalam 3 hari sejak erupsi
vesikel pada distribusi saraf vesikel kulit
trigeminal cabang oftalmika When the natural blinking
reflex and eyelid function are
Besar kemungkinan terjadi affected, long term application
masalah okular bila cabang of a lubricating eye ointment
or eye gel is indicated to
nasosiliar dari saraf tersebut prevent corneal epithelial
ikut terkena damage.
Wim Opstelten. Managing ophthalmic herpes zoster in primary care. BMJ. 2005 July 16; 331(7509): 147
151.. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC558704/
86. Pemeriksaan Snellen D
Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan
pemeriksaan dasar mata yg hrs dilakukan pd setiap
pasien
A
87. Anterior Uveitis Clinical Pearls
Four major complications exist
Cataract
Secondary glaucoma
Band keratopathy
Cystoid macular oedema
Easy to spot acute by signs & symptoms
Check patients with associated systemic conditions for chronic
condition, which may be asymptomatic
Acute condition is most commonly caused by blunt trauma.
Recurrence in such cases is rare
Any three recurrent acute episodes, with no other explanations,
indicates a systemic cause
88. Glaukoma B

glaucoma that develops after the


3rd year of life 138
Jenis Glaukoma
Causes Etiology Clinical
Acute Glaucoma Pupilllary block Acute onset of ocular pain, nausea, headache, vomitting, blurred vision,
haloes (+), palpable increased of IOP(>21 mm Hg), conjunctival injection,
corneal epithelial edema, mid-dilated nonreactive pupil, elderly, suffer
from hyperopia, and have no history of glaucoma
Open-angle Unknown History of eye pain or redness, Multicolored halos, Headache, IOP steadily
(chronic) glaucoma increase, Gonioscopy Open anterior chamber angles, Progressive visual
field loss

Congenital abnormal eye present at birth, epiphora, photophobia, and blepharospasm, buphtalmus
glaucoma development, (>12 mm)
congenital infection
Secondary Drugs (corticosteroids) Sign and symptoms like the primary one. Loss of vision
glaucoma Eye diseases (uveitis,
cataract)
Systemic diseases
Trauma
Absolute glaucoma end stage of all types of glaucoma, no vision, absence of pupillary light
reflex and pupillary response, stony appearance. Severe eye pain. The
treatment destructive procedure like cyclocryoapplication,
cyclophotocoagulation,injection of 100% alcohol

http://emedicine.medscape.com/articl e/1206147
89. Conjunctivitis A
90. Trauma Mekanik Bola Mata B
Cedera langsung berupa ruda Pemeriksaan Rutin :
paksa yang mengenai jaringan Visus : dgn kartu Snellen/chart
mata. projector + pinhole
Beratnya kerusakan jaringan Funduskopi pemeriksaan utk
bergantung dari jenis trauma serta melihat bagian dalam mata atau
fundus okuli, menggunakan
jaringan yang terkena oftalmoskop
Gejala : penurunan tajam TIO : dgn tonometer
penglihatan; tanda-tanda trauma aplanasi/schiotz/palpasi
pada bola mata Slit lamp : utk melihat segmen
Komplikasi : anterior
Endoftalmitis USG : utk melihat segmen posterior
(jika memungkinkan)
Uveitis
Ro orbita : jika curiga fraktur dinding
Perdarahan vitreous orbita/benda asing
Hifema Tatalaksana :
Retinal detachment Bergantung pada berat trauma, mulai
Glaukoma dari hanya pemberian antibiotik
Oftalmia simpatetik sistemik dan atau topikal, perban
tekan, hingga operasi repair

Panduan Tatalaksana Klinik RSCM Kirana, 2012


TRAUMA MATA
Kondisi Akibat trauma mata
Iridodialisis known as a coredialysis, is a localized may be asymptomatic and require no treatment, but
separation or tearing away of the iris those with larger dialyses may have corectopia
from its attachment to the ciliary body; (displacement of the pupil from its normal, central
usually caused by blunt trauma to the position) or polycoria (a pathological condition of the
eye eye characterized by more than one pupillary opening
in the iris) and experience monocular diplopia, glare, or
photophobia

Hifema Blood in the front (anterior) chamber of Treatment :elevating the head at night, wearing an
the eyea reddish tinge, or a small patch and shield, and controlling any increase in
pool of blood at the bottom of the iris intraocular pressure. Surgery if non- resolving hyphema
or in the cornea. or high IOP
May partially or completely block Complication: rebleeding, peripheral anterior
vision. synechiea, atrophy optic nerve, glaucoma (months or
The most common causes of hyphema years after due to angle closure)
are intraocular surgery, blunt
trauma, and lacerating trauma
The main goals of treatment are to
decrease the risk of rebleeding within
the eye, corneal blood staining, and
atrophy of the optic nerve.
TRAUMA MATA
Kondisi Akibat trauma mata
Hematoma Pembengkakan atau penimbunan darah Sering terlihat pada trauma tumpul kelopak. Bila
Palpebral di bawah kulit kelopak akibat pecahnya perdarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua
pembuluh darah palpebra. kelopak dan berbentuk seperti kacamata hitam yang
sedang dipakai
Perdarahan Pecahnya pembuluh darah yang Pemeriksaan funduskopi perlu dilakukan pada setiap
Subkonjungtiva terdapat dibawah konjungtiva, seperti penderita dengan perdarahan subkonjungtiva akibat
arteri konjungtiva dan arteri episklera. trauma tumpul. Akan hilang atau diabsorbsi dengan
Bisa akibat dari batu rejan, trauma sendirinya dalam 1 2 minggu tanpa diobati.
tumpul atau pada keadaan pembuluh
darah yang mudah pecah.

Penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi sekitar bola


Edema Kornea Terjadi akibat disfungsi endotel kornea lampu atau sumber cahaya yang dilihat. Kornea akan
local atau difus. Biasanya terkait dengan terlihat keruh dengan uji plasedo yang positif
pelipatan pada membran Descemet dan
penebalan stroma. Rupturnya membran
Descemet biasanya terjadi vertikal dan
paling sering terjadi akibat trauma
kelahiran.
Ruptur Koroid Trauma keras yang mengakibatkan Perdarahan subretina, visus turun dengan sangat, bila
ruptur koroid perdarahan subretina, darah telah terabsorpsi maka daerah ruptur akan
biasanya terletak di posterior bola mata tampak berwarna putih (daerah sklera)

Subluksasi Lensa berpindah tempat Penglihatan berkurang, pada iris tampak iridodenesis
(iris tampak bergetar atau bergoyang saat mata
bergerak)
91. BEDAH KATARAK A
Lensa diangkat dari mata (ekstraksi lensa) dengan prosedur intrakapsular atau
ekstrakapsular:
Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK) :
Mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsulnya
Tidak boleh dilakukan pada pasien usia <40thn, yang masih mempunyai
ligamen hialoidea kapsular
Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (EKEK):
Dilakukan pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa
anterior sehingga massa lensa dapat keluar melalui robekan tersebut
Dilakukan pada pasien muda, dengan kelainan endotel, bersama-sama
keratoplasti, implantasi lensa intraokuler posterior, perencanaan implastasi
sekunder lensa intraokuler, kemungkinan akan dilakukan bedah glaukoma,
mata dengan predisposisi terjadinya prolaps badan kaca, sebelumnya pasien
mengalami ablasio retina, mata dengan makular edema, pasca bedah ablasi.
Fakofragmentasi dan Fakoemulsifikasi : teknik ekstrakapsular menggunakan
getaran ultrasonik untuk mengangkat nukleus dan korteks melalui insisi
lumbus yang kecil

Sidarta Ilyas, Ilmu Penyakit Mata


92. Xerophthalmia (Xo) C
Stadium :
XN : night blindness (hemeralopia)
X1A : xerosis conjunctiva
X1B : xerosis conjunctiva (with bitots spot)
X2 : xerosis cornea
X3A : Ulcus cornea < 1/3
X3B : Ulcus cornea > 1/3, keratomalacea
XS : Corneal scar
XF : Xeroftalmia fundus
Xeroftalmia
XN. NIGHT BLINDNESS
Vitamin A deficiency can interfere with rhodopsin
production, impair rod function, and result in
night blindness.
Night blindness is generally the earliest
manifestation of vitamin A deficiency.
chicken eyes (chickens lack rods and are thus
night-blind)
Night blindness responds rapidly, usually within
2448 hours, to vitamin A therapy
93. KELAINAN REFRAKSI KOREKSI MIOPIA A
Pada miopia, pemilihan kekuatan
lensa untuk koreksi prinsipnya adalah
dengan dioptri yang terkecil dengan
visual acuity terbaik.
Pemberian lensa dgn kekuatan yg
lebih besar akan memecah berkas
cahaya terlalu kuat sehingga bayangan
jatuh di belakang retina, akibatnya
lensa mata harus berakomodasi agar
bayangan jatuh di retina.
Sedangkan lensa dgn kekuatan yg
lebih kecil akan memecah berkas
cahaya dan jatuh tepat di retina tanpa
lensa mata perlu berakomodasi lagi.
94. UVEITIS E
Radang uvea:
mengenai bagian
depan atau
selaput pelangi
(iris) iritis
mengenai bagian
tengah (badan
silier) siklitis
mengenai
selaput hitam
bagian belakang
mata koroiditis
Biasanya iritis
disertai dengan
siklitis = uveitis
anterior/iridosikl
itis
UVEITIS
Dibedakan dalam bentuk
granulomatosa akut-kronis dan
Tanda :
non-granulomatosa akut- kronis pupil kecil akibat rangsangan
proses radang pada otot
Bersifat idiopatik, ataupun terkait sfingter pupil
penyakit autoimun (RA, SLE) ,
atau terkait penyakit sistemik edema iris
Biasanya berjalan 6-8 minggu Terdapat flare atau efek tindal
di dalam bilik mata depan
Dapat kambuh dan atau menjadi
menahun Bila sangat akut dapat terlihat
hifema atau hipopion
Gejala akut:
mata sakit Presipitat halus pada kornea
Merah
Fotofobia
penglihatan turun ringan
mata berair

Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrier sehingga terjadi
peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos. Pada pemeriksaan biomikroskop
(slit lamp) hal ini tampak sebagai flare, yaitu partikel-partikel kecil dengan gerak Brown (efek tyndall).

Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006


A
95. Corneal Foreign Body Removal
If corneal foreign body is detected, an attempt can be made to
remove it by irrigation.
This is particularly helpful in the case of multiple superficial foreign
bodies.
An attempt can then be made to remove the foreign body with a
swab after the instillation of topical anesthetic, using direct
visualization.
If the foreign body cannot be dislodged by irrigation or with a swab,
the patient should be treated by an individual trained
This procedure is performed using magnification (usually a slit lamp,
sometimes loupes) and a metal instrument.
Topical anesthetic is instilled in the eye.
The instrument used can be a 25G needle or a foreign body spud.
The foreign body should be removed within 24 hours.

www.uptodate.com
The patient should be treated in the meantime with a
topical antibiotic ointment (eg, erythromycin ) four times a
day and no patch.
After removal of a foreign body containing iron there is
often a residual rust ring and reactive infiltrate.
Patients with rust ring should be treated as patients with
corneal abrasions.
The rust ring itself is not harmful and will usually resorb
gradually.
If there is failure of the epithelium to heal after 2-3 days,
debridement of rust ring can be considered by clinicians
trained in the use of instruments at the slit lamp.
Removal of rust ring on a routine basis at time of foreign
body removal is not recommended because of potential
damage to Bowmans membrane and resultant scarring.
96. UVEITIS B
Radang uvea:
mengenai bagian
depan atau
selaput pelangi
(iris) iritis
mengenai bagian
tengah (badan
silier) siklitis
mengenai
selaput hitam
bagian belakang
mata koroiditis
Biasanya iritis
disertai dengan
siklitis = uveitis
anterior/iridosikl
itis
UVEITIS
Dibedakan dalam bentuk
granulomatosa akut-kronis dan
Tanda :
non-granulomatosa akut- kronis pupil kecil akibat rangsangan
proses radang pada otot
Bersifat idiopatik, ataupun terkait sfingter pupil
penyakit autoimun, atau terkait
penyakit sistemik edema iris
Biasanya berjalan 6-8 minggu Terdapat flare atau efek tindal
di dalam bilik mata depan
Dapat kambuh dan atau menjadi
menahun Bila sangat akut dapat terlihat
hifema atau hipopion
Gejala akut:
mata sakit Presipitat halus pada kornea
Merah
Fotofobia
penglihatan turun ringan
mata berair

Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrier sehingga terjadi
peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos. Pada pemeriksaan biomikroskop
(slit lamp) hal ini tampak sebagai flare, yaitu partikel-partikel kecil dengan gerak Brown (efek tyndall).

Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006


Uveitis
Uveitis by location: Uveitis by time course:
Anterior Uveitis Acute
Iritis < 6 weeks duration
Iridocyclitis May be recurrent
Cyclitis Chronic
Intermediate Uveitis > 6 weeks duration
Pars planitis White eye
Posterior Uveitis Mild signs of
Choroiditis inflammation
Chorioretinities Mild or no symptoms
Retinochoroiditis
Retinitis
Panuveitis
Anterior Uveitis
Classification
Chronic Anterior Uveitis Source:
associated with: Endogenous
Juvenile chronic arthritis Exogenous
Posterior Uveitis due to: trauma
Sarcoidosis surgery
Toxoplasmosis Inflammatory process:
Syphilis Granulomatous
Tuberculosis
Herpes Zoster Non-granulomatous
Cytomegalovirus Unable to find cause?
AIDS idiopathic anterior uveitis
Fuchs Heterochromic 30% of all cases
Iridocyclitis
Asymptomatic
2% of uveitis patients
Progressive loss of iris stromal
pigment -> heterochromia
Mild inflammation resistant to
treatment
Anterior Uveitis Signs - Slit lamp
biomicroscopy
Circumlimbal injection Fibrin in the AC
AC flare and cells Cells in the anterior
vitreous
Keratic precipitates (KP)
Peripheral Anterior
Pupil miosis Synechiae reduced
Hypopyon aqueous outflow
Band Keratopathy IOP+
Posterior synechiae ->
pupil block IOP+++
Rubeosis iridis
Mutton fat KP
(granulomatous disease)
Iris nodules
(granulomatous disease)
97. Keratitis/ulkus Fungal B
Gejala nyeri biasanya dirasakan diawal, namun lama-lama
berkurang krn saraf kornea mulai rusak.
Pemeriksaan oftalmologi :
Grayish-white corneal infiltrate with a rough, dry texture and feathery
borders; infiltrat berada di dalam lapisan stroma
Lesi satelit, hipopion, plak/presipitat endotelilal
Bisa juga ditemukan epitel yang intak atau sedikit meninggi di atas
infiltrat stroma
Faktor risiko meliputi :
Trauma mata (terutama akibat tumbuhan)
Terapi steroid topikal jangka panjang
Preexisting ocular or systemic immunosuppressive diseases

Sumber: American Optometric Association. Fungal Keratitis. / Vaughan Oftalmologi Umum 1995.
Keratitis/ ulkus Fungal
Meskipun memiliki karakteristik, terkadang sulit membedakan
keratitis fungal dengan bakteri.
Namun, infeksi jamur biasanya localized, dengan button appearance
yaitu infiltrat stroma yang meluas dengan ulserasi epitel relatif kecil.
Pd kondisi demikian sebaiknya diberikan terapi antibiotik
sampai keratitis fungal ditegakkan (mis. dgn kultur, corneal
tissue biopsy).

Stromal infiltrate
Ulkus kornea Jamur

Lesi satelit (panah merah) pada


keratitis jamur

Keratitis fungi bersifat indolen, dengan infiltrat kelabu, sering dengan hipopion,
peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi-lesi satelit (umumnya
infiltrat di tempat-tempat yang jauh dari daerah utama ulserasi).

Vaughan DG, dkk. Oftalmologi Umum Edisi 14. 1996.


98. Entropion A
Merupakan pelipatan palpebra ke arah dalam
Penyebab: infeksi (ditandai dengan adanya jaringan parut),
faktor usia, kongenital
Klasifikasi
Enteropion involusional
yang paling sering dan terjadi akibat proses penuaan
Mengenai palpebra inferior, karena kelemahan otot palpebra
Enteropion sikatrikal
Mengenai palpebral inferior/ superior
Akibat jaringan parut tarsal
Biasanya akibat peradangan kronik seperti trakoma
Enteropion congenital
Terjadi disgenesis retraktor kelopak mata bawa palpebra tertarik ke
dalam
Enteropion spastik akut
Terjadi penutupan kelopak mata secara spastik terjadi penarikan oleh
m.orbikularis okuli entropion
99. Anterior Uveitis B
Management
Goals of management
Preserve visual acuity
Relieve ocular pain
Eliminate ocular inflammation
Identify the source of inflammation
Prevent formation of synechiae
Control the IOP
Management
Treatment regimen
Topical Corticosteroid therapy
Reduce inflammation
Reduce exudate leakage
Increase cell wall stability
Inhibit lysozyme release by granulocytes
Inhibit circulation of lymphocytes
Cycloplegia
Relieve pain
Prevent posterior synechiae
Stabilize the blood-aqueous barrier
Systemic steroid therapy
Systemic NSAID therapy (aspirin, ibuprofen)
Anterior Uveitis
Clinical Pearls
Four major complications exist
Cataract
Secondary glaucoma
Band keratopathy
Cystoid macular oedema
Easy to spot acute by signs & symptoms
Check patients with associated systemic conditions for chronic
condition, which may be asymptomatic
Acute condition is most commonly caused by blunt trauma.
Recurrence in such cases is rare
Any three recurrent acute episodes, with no other explanations,
indicates a systemic cause
100. ASTIGMATISME - DEFINISI E
Ketika cahaya yang
masuk ke dalam
mata secara paralel
tiudak membentuk
satu titik fokus di
retina.

http://www.mastereyeassociates.com/Portals/60407/images//astig
Astigmatism, Walter Huang, OD. Yuanpei University: Department of Optometry matism-Cross_Section_of_Astigmatic_Eye.jpg
BASED ON FOCAL POINTS
RELATIVE TO THE RETINA
SIMPLE ASTIGMATISM
When one of the principal meridians is focused on the retina and the
other is not focused on the retina (with accommodation relaxed)
Terdiri dari
astigmatisme miopikus simpleks: satu titik emetrop, titik lain jatuh di depan retina
astigmatisme hipermetrop simpleks: satu titik emetrop, titik lain jatuh di belakang
retina
COMPOUND ASTIGMATISM
When both principal meridians are focused either in front or behind the
retina (with accommodation relaxed)
Terdiri dari : kedua titik jatuh di depan retina
Astigmatisme miopikus kompositus: Kedua titik jatuh di depan retina
astigmatisme hipermetrop kompositus: kedua titik jatuh di belakang retina
MIXED ASTIGMATISM
When one of the principal meridians is focused in front of the retina and
the other is focused behind the retina (with accommodation relaxed)
http://www.improveeyesighthq.com/Corrective-Lens-Astigmatism.html
Toric/Spherocylinder lens pada koreksi
Astigmatisme

They have a different focal power in different meridians.

http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/graphics/figures/v1/051a/010f.gif
http://vision.zeiss.com/content/dam/Vision/Vision/International/images/image-text/opticaldesigns_asphere_atorus_atoroidal-surface_500x375.jpg
TIPS & TRIK
Rumus hapalan ini bisa digunakan untuk menentukan jenis jenis
astigmatisme berdasarkan kedudukannya di retina kalau disoal
diberikan rumus astigmatnya sbb
1. sferis (-) silinder (-) pasti miop kompositus
2. Sferis (+); silinder (+) pasti hipermetrop kompositus
3. Sferis (tidak ada); silinder (-) pasti miop simpleks
4. Sferis (tidak ada); silinder (+) pasti hipermetrop simpleks

Agak sulit dijawab jika di soal diberikan rumus astigmat sbb:


1. Sferis (-) silinder (+)
2. Sferis (+) silinder (-)
BELUM TENTU astigmatisme mikstus!!
cara menentukan jenis astigmatisme berdasarkan kedudukannya di
retina kalau disoal diberi rumus S(-) Cyl(+) atau S(+) Cyl(-)

PERTAMA, rumus kacamata astigmat adalah

SFERIS X SILINDER Y x AKSIS Z


Sferis tidak harus selalu ada, kadang jika tidak ada,
nilai sferis akan dihilangkan penulisannya menjadi
C (silinder) . x ..
atau menjadi
pl (plano) C (silinder) . x ..
KEDUA, TRANSPOSISI
Transposisi itu artinya: notasi silinder bisa ditulis dalam nilai minus atau
plus
Rumus ini bisa ditransposisikan (dibolak-balik) tetapi maknanya sama.
Cara transposisi:
To convert plus cyl to minus cyl:
Add the cylinder power to the sphere power
Change the sign of the cyl from + to
Add 90 degrees to the axis is less than 90 or subtract 90 if the original axis is
greater than 90.
To convert minus cyl to plus cyl:
add the cylinder power to the sphere
Change the sign of the cylinder to from - to +
Add 90 to the axis if less than 90 or subtract if greater than 90

Misalkan pada soal OD -4,00 C-1,00 X 1800minus cylinder notation yang


jika ditransposisi maknanya sama dengan -5,00 C+1,00 X 900 (plus cylinder
notation)
Ketiga, MENENTUKAN JENIS ASTIGMATISME BERDASARKAN
KEDUDUKANNYA DI RETINA

Prinsipnya: selalu lihat besarnya sferis di kedua rumus baik


rumus silinder plus maupun silinder minus (makanya
kenapa harus tahu transposisi)
Contoh: OD rumusnya -4,00 C+1,00 X 1800 sferis= -4D
(MIOP di aksis 180) dan rumus satu lagi -3,00 C-1,00 X 90
sferis= -3D (MIOP di aksis 90) untuk mata kanan.
Bayangan di kedua aksis jatuh di depan retina maka jenis
astigmatnya miopik kompositus, bukannya astigmat mikstus
Soal
Pada soal diketahui OD dikoreksi dengan lensa
S+1.50 C-0.50 dengan aksis (90o)
Jika di transposisi maka menjadi S+1.00
C+0.50 aksis (180o)
Artinya satu titik jatuh
di belakang retina
(Hipermetropia)

S+1.50 C-0.50 dengan aksis (90o)


S+1.00 C+0.50 aksis (180o)
Artinya satu titik jatuh di Sehingga bisa diambil kesimpulan bahwa OD
belakang retina astigmatisma hipermetrop kompositus
(Hipermetropia)
Soal
Pada soal diketahui OS dikoreksi dengan lensa
S+2.50 C-1.00 dengan aksis (90o)
Jika di transposisi maka menjadi S+1.50
C+1.00 aksis (180o)
Artinya satu titik jatuh
di belakang retina
(Hipermetropia)

S+2.50 C-1.00 dengan aksis (90o)


S+1.50 C+1.00 aksis (180o)
Artinya satu titik jatuh di Sehingga bisa diambil kesimpulan bahwa OS
belakang retina astigmatisma hipermetrop kompositus
(Hipermetropia)

Anda mungkin juga menyukai