Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK

BRONKOPNEUMONIA

Disusun oleh :
KELOMPOK 4
Agri Shafrion Darwis H2A011004
Anisa Paramitha H2A011009
Bintang Tatius H2A011013
Shofia Rachmawati H2A010047
Luh Ayu Made Anika K.S H2A011027
Osa Sepdilah Wahyudi N. H2A011034

Pembimbing : dr. Agus Saptanto, Sp.A

Kepaniteraan Umum
Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Semarang
2015

BAB I
PENDAHULUAN

Pneumonia adalah infeksi saluran akut bagian bawah yang


mengenai parenkim paru. Menurut anatomis pneumonia pada anak
dibedakan menjadi pneumonia lobaris, pneumonia interstisialis, dan
bronkopneumonia.1
Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal
ini dikarenakan respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan
baik. Tercatat bakteri sebagai penyebab tersering bronkopneumonia pada
bayi dan anak adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus
influenzae.3
Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok
walaupun ada berbagai kemajuan dalam bidang antibiotik. Hal di atas
disebabkan oleh munculnya organisme nosokomial (didapat dari rumah
sakit) yang resisten terhadap antibiotik. Adanya organisme-organisme baru
dan penyakit seperti AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) yang
semakin memperluas spektrum dan derajat kemungkinan terjadinya
bronkopneumonia ini. Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai
masalah kesehatan utama pada anak di Negara berkembang. Pneumonia
merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia
dibawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak
di seluruh dunia, lebih kurang dua juta anak balita, meninggal setiap tahun
akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara.
Menurut survey kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% angka kematian
bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit
sistem respiratori, terutama pneumonia.4-7
Untuk memahami bronkopneumonia maka diperlukan pengetahuan
yang cukup mengenai definisi, etiologi, klasifikasi, patogenesis, gejala
klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, diagnosis, dan
penatalaksanaan penyakit yang tepat.
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
1. Identitas penderita :
Nama penderita : An. AM
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 7 tahun
No RM : 47-15-72
Tgl masuk RS : 27 Maret 2015
2. Identitas orang tua/wali :
Ibu
Nama : Ny. H
Umur : 34 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Jl. Ngadirgo RT 3 RW 2 Mijen,Semarang
Ayah
Nama : Tn. K
Umur : 39 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. Ngadirgo RT 3 RW 2 Mijen,Semarang

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanmnesis oleh ibu
pasien tanggal 1 April 2015 jam 10.00
Keluhan utama : Demam

1. Riwayat Penyakit Sekarang


Demam selama 7 hari diseluruh tubuh, terus menerus, hanya turun bila
minum obat demam, demam sampai 40oC, disertai batuk berdahak berwarna
putih kekuningan jumlah sedikit dengan disertai sesak nafas (+), serak (-),
nyeri telan (-) dan pilek, mual (-), muntah (-), diare (-), kencing : lancar,
tidak sakit dan tidak nyeri. Kejang (-), pusing (-). Nyeri dada (-), berdebar-
debar (+) dan keringat dingin malam hari (+).
Demam turun bila minum obat dan demam meningkat pada saat
aktivitas. Pasien sudah pernah berobat ke puskesmas tidak ada perubahan
pada demam dan batuk.
Pasien saat ini sudah dirawat inap selama 5 hari di RSUD Tugurejo.
2. Riwayat penyakit dahulu :
Pasien tidak pernah mengalami keluhan ini sebelumnya.
Riwayat asma (-)
Riwayat alergi (-)
Riwayat batuk lama sebelumnya (-)
Riwayat rawat inap sebelumnya (-)
Riwayat sering pilek setelah minum es (+)

3. Riwayat keluarga :
Riwayat TB keluarga (-)
Riwayat penyakit yang sama dengan pasien (-)
Riwayat batuk lama (-)
Riwayat asma (-)
Riwayat ibu kandung pasien memiliki alergi obat (+)

4. Riwayat sosial lingkungan dan ekonomi :


Anak tinggal di lingkungan rumah bersih,
Ada keluarga satu rumah yang merokok namun tidak kontak
langsung dengan pasien.
Biaya pengobatan menggunakan JAMKESMAS.
Lantai rumah dari keramik
Jendela rumah 5 buah
Masak menggunakan kompor gas
Sumber air dari air PAM
Pekerjaan ibu sebagai ibu rumah tangga, pekerjaan ayah sebagai
pegawai swasta
Pasien diasuh oleh ibu kandung pasien

DATA KHUSUS
5. Riwayat kehamilan dan persalinan
Riwayat Antenatal : Selama kehamilan, ibu memeriksakan
kehamilannya ke bidan tiap bulan dan tidak
memiliki keluhan selama kehamilan.
Riwayat Natal
Spontan/tidak spontan : Spontan
Penolong : Bidan
Riwayat Neonatal
Berat Badan Lahir (BBL) : 3700 gram
Panjang Badan Lahir (PBL) : Tidak diketahui
Lingkar Kepala (LK) : Tidak diketahui
Anak langsung menangis dengan gerakan aktif dan warna kulit seluruh
badan kemerahan.

6. Riwayat perkembangan :
Faktor Umur Perkembangan
Motorik Kasar Baik
Senyum 2 bulan
Angkat kepala 3 bulan
Tengkurap 4 bulan
Duduk 7 bulan
Merangkak 7 bulan
Berdiri 12 bulan
Berjalan 14 bulan

Motorik Halus Baik


Menggenggam 4 bulan
Memungut benda 6 bulan
Makan sendiri 20 bulan

Bicara Baik
2-3 suku kata 9 bulan
5-12 suku kata 14 bulan
3-6 kata 20 bulan
Bicara dengan baik 30 bulan

Sosial Baik
Bermain dengan 40 bulan
teman
Kesan: perkembangan normal

7. Riwayat imunisasi :
Macam Imunisasi Frekuensi Umur Keterangan
Imunisasi Dasar
BCG 1 kali 0 bulan
DPT 3 kali 2,3,4 bulan
Hepatitis B 3 kali 0,2,3,bulan
Polio 4 kali 1,2,3,4 bulan
Campak 1 kali 9 bulan
Imunisasi - -
Ulangan
Kesan: Imunisasi dasar lengkap

8. Makanan :
Umur Makanan dan Minuman Jumlah Frekuensi
0-1 bulan ASI Sesuka anak Sesuka anak
1-3 bulan Susu formula dan ASI Sesuka anak Sesuka anak
3-6 bulan Susu formula, bubur 3 sendok makan 2 kali sehari
SUN dan pisang
6-12 bulan Bubur tim dan susu 3 sendok makan 2 kali sehari
formula
>12 bulan Makanan keluarga 5 sendok makan 3 kali sehari
Kesan gizi: ASI tidak eksklusif, pola pemberian makan belum benar, dan
kualitas dan kuantitas cukup.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 1 April 2015 jam 10.00 WIB

Keadaan Umum : Compos Mentis, tampak tidak sesak dan


disertai lemas.

Vital Sign
Nadi : 136 x/ menit (Reguler dan kuat angkat)
RR : 40 x/ menit
T : 36C
BB : 18 Kg
TB : 111 Cm
Status Interna
Kepala : Kesan mesocepal
Mata : Palperbra : udema (-), Konjungtiva : anemis (-),
Sclera : ikterik (-), Pupil : ukuran normal 3 mm.
Hidung : Nafas cuping hidung (-), secret (-), mukosa
hiperemis (-), konka hiperemis (-)
Telinga : Kesan bentuk normal, nyeri tekan tragus (-), nyeri
ketok mastoid (-), nyeri tarik aurikula (-), secret (-),
udema (-)
Mulut : Sianosis (-), Gusi : perdarahan (-), Palatum :
hiperemis (-), Gigi : karies (-), Faring hiperemis,
Tonsil hiperemis, Ukuran Tonsil (T3/T3), Kripte
tidak melebar, Detritus (-)
Leher : KGB (-) pembesaran limfe (-)

Thorax : Pergerakan dinding thorax statis simetris,


dinamis simetris; Ictus cordis tidak tampak.
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC IV Linea Mid
Clavicularis Sinistra, tak kuat angkat
Perkusi :
Batas atas jantung : ICS II Linea parasternal sinistra
Pinggang jantung : ICS III Linea parasternal sinistra
Batas kiri bawah jantung: ICS V 1cm medial Linea mid
clavicula sinistra
Batas kanan bawah jantung: ICS V Linea sternalis dextra
Auskultasi: Bunyi jantung I & II normal & murni, bising (-),
gallop (-)
Suara mitral M1 & M2 M1 > M2
Suara aorta A1 & A2 A1 < A2
Suara pulmonal P1 & P2 P1 < P2

Pulmo
Dextra Sinistra
Depan
Inspeksi Simetris statis & Simetris statis &
dinamis, retraksi (-) dinamis, retraksi (-)
Palpasi Stem fremitus normal Stem fremitus normal
kanan = kiri kanan = kiri
Perkusi Sonor seluruh lapang Sonor seluruh lapang
paru paru
Auskultasi Suara dasar paru Suara dasar paru
vesikuler (+), suara vesikuler (+), suara
tambahan paru: tambahan paru:
wheezing (-), ronki (+) wheezing (-), ronki (+)
Belakang
Palpasi Stem fremitus kanan = Stem fremitus kanan =
kiri kiri
Perkusi Sonor seluruh lapang Sonor seluruh lapang
paru paru
Auskultasi Suara dasar paru Suara dasar paru
vesikuler (+), suara vesikuler (+), suara
tambahan paru : tambahan paru:
wheezing (-), ronki (+) wheezing (-), ronki (+)

Abdomen
Inspeksi : Dinding abdomen datar, spider nevi (-),
massa (-),warna kulit sama dengan warna
kulit sekitar
Auskultasi : Bising usus (+) normal (15x/menit)
Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen, pekak
hepar (+), ascites (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepar & Lien tak teraba

Extremitas
Pemeriksaan Superior Inferior
Akral dingin - -
Oedem - -
Sianosis - -
Gerak Aktif Aktif
Reflek Fisiologis + +
Reflek Patologis - -
CRT Kurang dari 2 detik Kurang dari 2 detik

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan darah rutin tanggal 28 Maret 2015 jam 12.48 WIB
Lekosit : 30.000 sel/mm3
Eritrosit : 4.000.000 sel/mm3
Hb : 12,4gr/dl
Ht : 35,9%
MCV : 78,9fL
MCH : 27,30 pg
MCHC : 34,50gr/dl
Trombosit : 465.000
Widal Test :
S.Typhi O (-)
S Typhi H ( 1/80)

V. PEMERIKSAAN ANTHOPOMETRI
Anak perempuan, umur 7 tahun, berat badan 18 Kg, Tinggi badan 111 cm.
CDC
BB/U : 81,81% (Malnutrisi ringan)
TB/U : 91,73% (Perawakan pendek)
BB/TB : 94,73% (Gizi baik)
Kesan Gizi : Baik
VI. RESUME
Seorang anak perempun usia 7 tahun datang ke IGD RSUD Tugurejo
Semarang dengan keluhan panas tinggi, hingga saat ini pasien sudah
mengalami demam selama 7 hari. Demam mula-mula timbul pada malam hari
secara terus-menerus dengan disertai keringat dingin, dan batuk berdahak
warna putih kekuningan dan terdapat sedikit busa. Pasein tidak mengeluh
mual, muntah, pilek dan pusing. Dari pemeriksaan fisik diperoleh takikardi,
suhu axiller 36C, faring hiperemis, tonsil hiperemis dengan ukuran (T3/T3),
pada auskultasi diperoleh Ronki basah pada paru kanan dan kiri. Kesan gizi
baik meskipun selama sakit mengalami penurunan berat badan, pasien sudah
melakukan imunnisasi dasar secara lengkap dan tumbuh kembang anak baik
sesuai umurnya, meskipun tidak memperoleh asi secara eksklusif. Dari
pemeriksaan penunjang diperoleh leukositosis.

VII. DAFTAR MASALAH


Masalah Aktif Masalah Pasif
1. Faring Hiperemis
2. Tonsil Hiperemis dengan
ukuran (T3/T3)
3. Bronkopneumonia

VIII. INNISIAL PLAN


Ip Dx:
Bronkopneumonia

S:-
O : Foto X thorax AP dan Lateral
Ip Tx :
Paracetamol tab 3 X 250 mg
Infus Ringer Laktat maintenance 20 tpm
Amoksisilin tab 3 X 250 mg
Konsul Spesialis Anak dan Spesialis THT
Ip Mx :
Monitoring sesak dan komplikasinya
Ip Ex :
- Jelaskan penyakit bronkopneumonia
- Menjelaskan pengobatan, dan komplikasi penyakit
- Motivasi untuk ikut memantau tanda dan gejala kegawatan pada
anak.
- Motivasi orang tua tentang penanganan awal serta harus monitor
suhu anak dengan termometer bila demam.

IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia at bonam
Quo ad sanam : Dubia at bonam
Quo ad fungsional : Dubia at bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI
Pneumonia adalah infeksi saluran akut bagian bawah yang mengenai
parenkim paru. Menurut anatomis pneumonia pada anak dibedakan
menjadi pneumonia lobaris, pneumonia interstisialis, dan
bronkopneumonia. Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru
dimana proses peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak
infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan dapat pula melibatkan
bronkiolus terminal.7

2. ETIOLOGI
Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus
merupakan tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan.
Patogen penyebab pneumonia pada anak bervariasi tergantung :
a. Usia
b. Status imunologis
c. Status lingkungan
d. Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)
e. Status imunisasi
f. Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi). 4
Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan
kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran
klinis dan strategi pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi
kecil meliputi Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti
E.colli, pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar
dan balita pneumoni sering disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, H.
influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus, sedangkan pada anak yang
lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan
infeksi Mycoplasma pneumoniae.
Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan usia dapat
dilihat di tabel 1.4
Tabel 1. Etiologi Pneumonia
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Lahir - 20 Bakteri Bakteri
E.colli Bakteri anaerob
hari
Streptococcus grup B Streptococcus grup D
Listeria Haemophillus influenza
monocytogenes
Streptococcus
pneumonie
Virus
CMV
HMV
3 miggu 3 Bakteri Bakteri
Clamydia trachomatis Bordetella pertusis
bulan
Streptococcus Haemophillus influenza
pneumonia tipe B
Virus Moraxella catharalis
Adenovirus Staphylococcus aureus
Influenza Virus
Parainfluenza 1,2,3 CMV

4 bulan 5 Bakteri Bakteri


Clamydia pneumoniae Haemophillus influenza
tahun
tipe B
Mycoplasma Moraxella catharalis
pneumonia
Streptococcus Staphylococcus aureus
pneumonia
Virus Neisseria meningitides
Adenovirus Virus
Rinovirus Varisela Zoster
Influenza
Parainfluenza
5 tahun Bakteri Bakteri
Clamydia pneumoniae Haemophillus influenza
remaja
Mycoplasma Legionella sp
pneumonia
Streptococcus Staphylococcus aureus
pneumonia
Virus
Adenovirus
Epstein-Barr
Rinovirus
Varisela zoster
Influenza
Parainfluenza
3. KLASIFIKASI
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang
memuaskan, dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan
etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia
berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang
lebih relevan. 4

a. Berdasarkan lokasi lesi di paru


Pneumonia lobaris
Pneumonia lobularis (bronkopneumoni)
Pneumonia interstitialis
b. Berdasarkan asal infeksi
Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired
pneumonia = CAP)
Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based
pneumonia)
c. Berdasarkan mikroorganisme penyebab
Pneumonia bakteri
Pneumonia virus
Pneumonia mikoplasma
Pneumonia jamur
d. Berdasarkan karakteristik penyakit
Pneumonia tipikal
Pneumonia atipikal
e. Berdasarkan lama penyakit
Pneumonia akut
Pneumonia persisten

Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Lingkungan dan Pejamu


Tabel 2. Klasifikasi Berdasarkan Lingkungan dan Penjamu
Tipe Klinis Epidemiologi
Pneumonia Komunitas Sporadis atau endemic; muda/orang tua
Pneumonia Nosokomial Didahului perawatan di RS
Pneumonia Rekurens Terdapat dasar penyakt paru kronik
Pneumonia Aspirasi Alkoholik, usia tua
Pneumonia pada gangguan Pada pasien transplantasi, onkologi, AIDS
imun

4. PATOGENESIS
Istilah pneumonia mencangkup setiap keadaan radang paru dimana
beberapa atau seluruh alveoli terisi dengan cairan dan sel-sel darah. Jenis
pneumonia yang umum adalah pneumonia bakterialis yang paling sering
disebabkan oleh pneumokokus. Penyakit ini dimulai dengan infeksi dalam
alveoli, membran paru mengalami peradangan dan berlubang-lubang
sehingga cairan dan bahkan sel darah merah dan sel darah putih keluar dari
darah masuk kedalam alveoli. Dengan demikian, alveoli yang terinfeksi
secara progresif menjadi terisi dengan cairan dan sel-sel, dan infeksi
disebarkan oleh perpindahan bakteri dari alveolus ke alveolus.2
Pada keadaan normal, saluran respiratorik mulai dari area sublaring
sampai parenkim paru adalah steril. Saluran napas bawah ini dijaga tetap
steril oleh mekanisme pertahanan bersihan mukosiliar, sekresi
imunoglobulin A, dan batuk. Mekanisme pertahanan imunologik yang
membatasi invasi mikroorganisme patogen adalah makrofag yang terdapat
di alveolus dan bronkiolus, IgA sekretori, dan imunoglobulin lain.4
Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian
perifer melalui saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi
jaringan yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke
jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi,
yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan
ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi
merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan
leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium
ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag
meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis,
kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi.
Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap
normal.4
Pneumonia viral biasanya berasal dari penyebaran infeksi di
sepanjang jalan napas atas yang diikuti oleh kerusakan epitel respiratorius,
menyebabkan obstruksi jalan napas akibat bengkak, sekresi abnormal, dan
debris seluler. Diameter jalan napas yang kecil pada bayi menyebabkan
bayi rentan terhadap infeksi berat. Atelektasis, edema interstisial, dan
ventilation-perfusion mismatch menyebabkan hipoksemia yang sering
disertai obstruksi jalan napas. Infeksi viral pada traktus respiratorius juga
dapat meningkatkan risiko terhadap infeksi bakteri sekunder dengan
mengganggu mekanisme pertahanan normal pejamu, mengubah sekresi
normal, dan memodifikasi flora bakterial.4
Ketika infeksi bakteri terjadi pada parenkim paru, proses patologik
bervariasi tergantung organisme yang menginvasi. M. pneumoniae
menempel pada epitel respiratorius, menghambat kerja silier, dan
menyebabkan destruksi seluler dan memicu respons inflamasi di
submukosa. Ketika infeksi berlanjut, debris seluler yang terlepas, sel-sel
inflamasi, dan mukus menyebabkan obstruksi jalan napas, dengan
penyebaran infeksi terjadi di sepanjang cabang-cabang bronkial, seperti
pada pneumonia viral. S. pneumoniae menyebabkan edema lokal yang
membantu proliferasi mikroorganisme dan penyebarannya ke bagian paru
lain, biasanya menghasilkan karakteristik sebagai bercak-bercak
konsolidasi merata di seluruh lapangan paru.5,6
Infeksi streptokokus grup A pada saluran napas bawah
menyebabkan infeksi yang lebih difus dengan pneumonia interstisial.
Pneumonia lobar tidak lazim. Lesi terdiri atas nekrosis mukosa
trakeobronkial dengan pembentukan ulkus yang compang-camping dan
sejumlah besar eksudat, edema, dan perdarahan terlokalisasi. Proses ini
dapat meluas ke sekat interalveolar dan melibatkan fasa limfatika.
Pneumonia yang disebabkan S.aureus adalah berat dan infeksi dengan
cepat menjelek yang disertai dengan morbiditas yang lama dan mortalitas
yang tinggi, kecuali bila diobati lebih awal. Stafilokokus menyebabkan
penggabungan bronkopneumoni yang sering unilateral atau lebih
mencolok pada satu sisi ditandai adanya daerah nekrosis perdarahan yang
luas dan kaverna tidak teratur.1
5. GEJALA KLINIS
Riwayat klasik dingin menggigil yang disertai dengan demam
tinggi, batuk dan nyeri dada. Anak sangat gelisah, dispnea, pernapasan
cepat dan dangkal disertai pernapasan cuping hidung dan sianosis sekitar
hidung dan mulut. Kadang-kadang disertai muntah dan diare. Batuk
biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, mungkin terdapat
batuk setelah beberapa hari mula-mula kering kemudian menjadi
produktif. Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan
pemeriksaan fisik, tetapi dengan adanya nafas cepat dan dangkal,
pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar mulut dan hidung baru
dipikirkan kemungkinan pneumonia. Penyakit ini sering ditemukan
bersamaan dengan konjungtivitis, otitis media, faringitis, dan laringitis.
Anak besar dengan pneumonia lebih suka berbaring pada sisi yang sakit
dengan lutut tertekuk dengan nyeri dada.1,3,4,8

6. PEMERIKSAAN FISIK
Dalam pemeriksaan fisik ditemukan hal-hal sebagai berikut :
Suhu tubuh 38,5o C
Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal,
suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.
Takipneu berdasarkan WHO:
Usia < 2 bulan 60 x/menit
Usia 2-12 bulan 50 x/menit
Usia 1-5 tahun 40 x/menit
Usia 6-12 tahun 28 x/menit
Pada palpasi ditemukan fremitus vokal menurun.
Pada perkusi lapangan paru redup pada daerah paru yang terkena.
Pada auskultasi dapat terdengar suara pernafasan menurun. Fine
crackles (ronki basah halus) yang khas pada anak besar bisa tidak
ditemukan pada bayi. Dan kadang terdengar juga suara bronkial.4

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Pada pneumonia virus dan mikoplasma umumnya leukosit dalam
batas normal. Pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang
berkisar antara 15.000 40.000/mm3 dengan predominan PMN. Kadang-
kadang terdapat anemia ringan dan laju endap darah (LED) yang
meningkat. Secara umum, hasil pemeriksaan darah perifer lengkap dan
LED tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan bakteri secara
pasti.1,4

2. C-Reactive Protein (CRP)


Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk
membedakan antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan
bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis dan profunda. Kadar CRP
biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis
daripada infeksi bakteri profunda. CRP kadang digunakan untuk evaluasi
respons terhadap terapi antibiotik.1,4
Pemeriksaan CRP dan prokalsitonin juga dapat menunjang
pemeriksaan radiologi untuk mengetahui spesifikasi pneumonia karena
pneumokokus dengan nilai CRP 120 mg/l dan prokalsitonin 5 ng/ml.6

3. Pemeriksaan Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak
rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat,dan jarang didapatkan hasil
yang positif. Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal
dari usap tenggorok, sekret nasofaring tidak memiliki nilai yang berarti.
Diagnosis dikatakan definitif bila kuman ditemukan dari darah, cairan
pleura, atau aspirasi paru.4

4. Pemeriksaan serologis
Uji serologik untuk medeteksi antigen dan antibodi pada infeksi
bakteri tipik mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang rendah. Akan
tetapi, diagnosis infeksi Streptokokus grup A dapat dikonfirmasi dengan
peningkatan titer antibodi seperti antistreptolisin O, streptozim, atau
antiDnase B. Uji serologik IgM dan IgG antara fase akut dan konvalesen
pada anak dengan infeksi pneumonia oleh Chlamydia pneumonia dan
Mycoplasma pneumonia memiliki hasil yang memuaskan tetapi tidak
bermakna pada keadaan pneumonia berat yang memerlukan penanganan
yang cepat.4,6

5. Pemeriksaan Roentgenografi
Foto rontgen toraks proyeksi posterior-anterior merupakan dasar
diagnosis utama pneumonia. Tetapi tidak rutin dilakukan pada pneumonia
ringan, hanya direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat dan
timbul gejala klinis berupa takipneu, batuk, ronki, dan peningkatan suara
pernafasan. Kelainan foto rontgen toraks pada pneumonia tidak selalu
berhubungan dengan gambaran klinis. Umumnya pemeriksaan yang
diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia hanyalah pemeriksaan
posisi AP. Lynch dkk mendapatkan bahwa tambahan posisi lateral pada
foto rontgen toraks tidak meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas
penegakkan diagnosis.1,4,6
Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:
Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan
bronkovaskular, peribronchial cuffing dan overaeriation. Bila berat
terjadi pachy consolidation karena atelektasis.
Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air
bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut
dengan pneumonia lobaris atau terlihat sebagai lesi tunggal yang
biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu
tegas dan menyerupai lesi tumor paru disebut sebagai round
pneumonia
Bronkopneumoni ditandai dengan gambaran difus merata pada
kedua paru berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas
hingga daerah perifer paru disertai dengan peningkatan corakan
peribronkial.

Foto rontgen tidak dapat menentukan jenis infeksi bakteri, atipik,


atau virus. Tetapi gambaran foto rontgen toraks dapat membantu
mengarahkan kecenderungan etiologi. Penebalan peribronkial, infiltrat
interstitial merata dan hiperinflasi cenderung terlihat pada pneumonia
virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar,
bronkopneumoni dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh
bakteri. 4

8. DIAGNOSIS
Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis
dan/atau serologis merupakan dasar terapi yang optimal. Akan tetapi,
penemuan bakteri penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan
laboratorium penunjang yang memadai. Tidak ada gejala distress
pernafasan, takipneu, batuk, ronki, dan peningkatan suara pernafasan dapat
menyingkirkan dugaan pneumonia. Terdapatnya retraksi epigastrik,
interkostal, dan suprasternal merupakan indikasi tingkat keparahan. Pada
bronkopneumoni, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa
lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti
pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau perikarditis.
Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai. Pada bayi-
bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar
hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun.4,6
Tingginya angka morbiditas dan mortalitas pneumonia pada balita,
upaya penanggulangannya WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan
tatalaksana yang sederhana. Tujuannya ialah menyederhanakan kriteria
diagnosis berdasarkan gejala klinis yang dapat dideteksi, menetapkan
klasifikasi penyakit, dan menentukan penatalaksanaan. Tanda bahaya pada
anak berusia 2 bulan-5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran
menurun, stridor, mengi, demam, atau menggigil. 4
Klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman tersebut.
Bayi dan anak berusia 2 bulan 5 tahun :
Pneumonia berat
- Frekuensi pernafasan pada anak umur 2-12 bulan 50 x/menit,
Usia 1-5 tahun 40 x/menit
- Adanya retraksi
- Sianosis
- Anak tidak mau minum
- Tingkat kesadaran yang menurun dan merintih (pada bayi)
- Anak harus dirawat dan di terapi dengan antibiotik
Pneumonia
- Frekuensi pernafasan pada anak umur 2-12 bulan 50 x/menit,
Usia 1-5 tahun 40 x/menit
- Adanya retraksi
- Anak perlu di rawat dan berikan terapi antibiotik

Bayi berusia di bawah 2 bulan


Pada bayi berusia dibawah 2 bulan, perjalanan penyakit lebih
bervariasi. Klasifikasi pneumonia pada kelompok usia ini adalah sebagai
berikut :
Pneumonia
- Bila ada nafas cepat 60 x/menit atau sesak nafas
- Harus dirawat dan diberikan antibiotik
Bukan pneumonia
- Tidak ada nafas cepat atau sesak nafas
- Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatik
Dasar diagnosis pneumonia menurut Henry Gorna dkk tahun 1993
adalah ditemukannya paling sedikit 3 dari 5 gejala berikut ini :
a. Sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan
dinding dada
b. Panas badan
c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
d. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difuse.
e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm 3 dengan
limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil
yang predominan.

9. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan antibiotika
Pemberian antibiotika berdasarkan derajat penyakit
Pneumonia ringan
- Amoksisilin 25 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis sehari selama 3
hari. Diwilayah resistensi penisilin yang tinggi dosis dapat
dinaikan sampai 80-90 mg/kgBB.
- Kotrimoksazol (trimetoprim 4 mg/kgBB sulfametoksazol 20
mg/kgBB) dibagi dalam 2 dosis sehari selama 5 hari
Pneumonia berat
- Kloramfenikol 25 mg/kgBB setiap 8 jam
- Seftriakson 50 mg/kgBB i.v setiap 12 jam
- Ampisilin 50 mg/kgBB i.m sehari empat kali, dan gentamisin
7,5 mg/kgBB sehari sekali
- Benzilpenisilin 50.000 U/kgBB setiap 6 jam, dan gentamisin
7,5 mg/kgBB sehari sekali
- Pemberian antibiotik diberikan selama 10 hari pada pneumonia
tanpa komplikasi, sampai saat ini tidak ada studi kontrol
mengenai lama terapi antibiotik yang optimal

Pemberian antibiotik berdasarkan umur


Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
- ampicillin + aminoglikosid
- amoksisillin-asam klavulanat
- amoksisillin + aminoglikosid
- sefalosporin generasi ke-3
Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)
- beta laktam amoksisillin
- amoksisillin-amoksisillin klavulanat
- golongan sefalosporin
- kotrimoksazol
- makrolid (eritromisin)
Anak usia sekolah (> 5 thn)
- amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin,
azitromisin)
- tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)

2. Penatalaksaan suportif
- Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit
sampai sesak nafas hilang atau PaO 2 pada analisis gas darah
60 torr
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi
elektrolit.
- Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat
intravena dengan dosis awal 0,5 x 0,3 x defisit basa x BB (kg).
Selanjutnya periksa ulang analisis gas darah setiap 4-6 jam.
Bila analisis gas darah tidak bisa dilakukan maka dosis awal
bikarbonat 0,5 x 2-3 mEq x BB (kg).
- Obat penurun panas dan pereda batuk
sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam pertama karena akan
mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik awal. Obat penurun
panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung.

Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan


perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain
yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga
(sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti
empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak
efektif).5
3. Penatalaksanaan bedah
Pada umumnya tidak ada tindakan bedah kecuali bila terjadi
komplikasi pneumotoraks atau pneumomediastinum.7
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada laporan kasus ini seorang anak perempuan berusia 7 tahun


datang ke RSUD Tugurejo dengan keluhan utama demam tinggi sejak 2
hari sebelum masuk RS pasien mengeluh demam tinggi disertai batuk
berdahak. Setelah dilakukan alloanamnesis pada ibu pasien diketahui
demam terjadi mendadak pada malam hari secara terus-menerus selama 7
hari. Batuk berdahak berwarna putih kekuningan serta berbusa. Pasien
juga mengeluh keringat dingin dan sesak nafas. Keluhan dirasakan
semakin memburuk saat aktivitas dan membaik saat istirahat. Namun, saat
sakit pasien masih dapat beraktivitas seperti biasa. Tidak didapatkan mual,
muntah, pilek, dan pusing. Semenjak sakit anak mengalami penurunan
berat badan sebanyak 2 kg. Sebelumnya pasien sudah berobat ke
puskesmas, oleh puskesmas diberikan obat paracetamol dan amoxicillin,
namun tidak membaik, sehingga pasien dibawa ke IGD RSUD Tugurejo
Semarang karena demam semakin meningkat dan dilakukan perawatan
inap. Pasien tidak pernah mengalami keluhan ini sebelumnya. Tidak ada
riwayat asma, alergi, batuk lama dan tidak pernah di rawat inap
sebelumnya. Ibu pasien mengatakan pasien sering mengalami pilek setelah
minum es. Ibu pasien mengatakan keluarga tidak memiliki riwayat
penyakit yang sama dengan pasien. Tidak ada riwayat batuk lama dan
asma. Namun ibu memiliki riwayat alergi obat. Anak tinggal di lingkungan
rumah bersih, ada keluarga satu rumah yang merokok namun tidak kontak
langsung dengan pasien.
Demam tinggi diduga merupakan tanda infeksi. Adanya batuk dan
sesak nafas merupakan simpton atau gejala klinik dari gangguan sistem
pernafasan.
Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan tanggal 1 April 2015 jam
10.00 WIB Dari pemeriksaan fisik diperoleh takikardi, suhu axiller 36C,
faring hiperemis, tonsil hiperemis dengan ukuran (T3/T3), pada auskultasi
diperoleh Ronki basah pada paru kanan dan kiri. Kesan gizi baik meskipun
selama sakit mengalami penurunan berat badan, pasien sudah melakukan
imunnisasi dasar secara lengkap dan tumbuh kembang anak baik sesuai
umurnya, meskipun tidak memperoleh asi secara eksklusif. Dari
pemeriksaan penunjang diperoleh leukositosis.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang
didapatkan 3 kriteria henry yaitu panas badan, ronkhi basah, dan
leukositosis yang mengarah pada diagnosis pada bronkopnemonia.
DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman RE, Vaughan VC. Nelson Ilmu Kesehatan


Anak. Bagian II. Edisi 15. EGC, Jakarta: 2000. hal: 883-889

2. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi


2. EGC, Jakarta: 2006. hal 554.

3. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Media


Aesculapius Fakultas Kedokteran UI, Jakarta: 2000. hal 465.

4. Pedoman Diagnosis dan Terapi Kesehatan Anak,


UNPAD, Bandung: 2005.

5. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di


Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Bandung: 2005.

6. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid 1. Ikatan Dokter


Anak Indonesia. Jakarta: 2010.

7. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis


Proses-proses Penyakit, Edisi 6, Penerbit EGC, Jakarta: 2005, hal: 804.

8. Soeparman, Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid


II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta: 1999. hal: 695-705.

Anda mungkin juga menyukai