Anda di halaman 1dari 30

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA
STROKE HEMORAGIK

I. ANATOMI PEMBULUH DARAH OTAK


Secara anatomis, pembuluh darah serebral terdiri dari dua sistem yaitu sistem
karotis dan sistem vertebrobasiler. Jatah darah ke otak 1/3 disalurkan melalui
lintasan vaskuler vertebrobasiler dan 2/3 melalui arteri karotis interna.
Pembagian daerah otak yang diperdarahi pembuluh darah serebral :
Anterior circulation (sistem karotis)
Anterior choroidal Hippocampus, globus pallidus, lower internal capsule
Anterior cerebral Medial frontal dan parietal cortex cerebri and subjacent
white matter, anterior corpus callosum
Middle cerebral Lateral frontal, parietal, occipital, and temporal cortex and
subjacent white matter
Lenticulostriate Caudate nucleus, putamen, upper internal capsule
branches
Posterior circulation (sistem vertebrobasiler)
Posterior inferior Medulla, lower cerebellum
cerebellar basilar
Anterior inferior Lower and mid pons, mid cerebellum
cerebellar
Superior cerebellar Upper pons, lower midbrain, upper cerebellum
Posterior cerebellar Medial occipital and temporal cortex and subjacent white
matter, posterior corpus callosum, upper midbrain
Thalamoperforate Thalamus
branches
Thalamogeniculate Thalamus
branches

1
II. SISTEM SARAF MOTORIK
Perjalanan saraf motorik terbagi dua yaitu sistem piramidalis dan ekstrapiramidalis :
1. Sistem Piramidalis :
Pusat sistem motorik terletak di gyrus presentralis (area broadman 4)
ditempat ini terdapat Motor Homonculus, serabut saraf kemudian berjalan
melalui traktus piramidalis ,yang dibentuk oleh neuron sel Batz yang terdapat
pada lapisan kelima gyrus presentralis, berjalan konvergen ke kaudal ke
kapsula interna menempati 2/3 krus posterior. Kemudian berjalan ke
pedunculus oblongata dan medulaspinalis. Pada kornu anterior medula
spinalis sebagian serabut saraf 85% berjalan ke kontralateral (disebut
traktus kortikospinal lateral), persilangan ini disebut decussatio pyramidalis,
sedangkan serabut yang lain 15% tidak menyilang berakhir di kornu
anterior homolateral (disebut traktus kortikospinal anterior).

2. Sistem Ekstrapiramidalis
Terdiri dari korteks, ganglia basalis, midbrain. Gangllia basalis terdiri dari
globus palidus, putamen, nukleus kaudatus, substansia nigra, nukleus
subthalamikus, nukleus rubra. Putamen dan nukleus kaudatus disebut
striatum.

2
III.SISTEM SARAF SENSORIS
Sistem saraf sensoris memiliki dua jalur berdasarkan lokasi penerimaan rangsang :
1. Sensibilitas permukaan
Rangsang diterima di reseptor kemudian serabut saraf berjalan ke ganglion
spinale, kemudian melalui radix posterior ke kornu posterior, ditempat ini
berganti neuran kemudian menyilang linea mediana menjadi traktus
spinothalamikus, kemudian ke atas ke thalamus. Pada thalamus serabut saraf
yang berasal dari badan bagian bawah berjalan lebih lateral sedangkan badan
bawah lebih medial, kemudian berganti neuron kembali dan berakhir di gyrus
sentralis posterior.
2. Sensibilitas dalam
Serabut saraf bejalan mulai dari reseptor ke ganglion spinale lalu ke radix
posterior, di sini serabut membagi dua menjadi funicullus gracilis ,untuk
daerah sakralis, lumbalis dan thorakalis bawah, dan funiculus cuneatus ,
untuk bagian thorakal atas dan sevikalis. Serabut secara berurutan ini menuju
nukleus goll dan nukleus burdach sebelumnya berganti neuron. Kemudian
bersilang membentuk lemniscuss medialis menuju ke thalamus berganti
neuron dan berakhir di di gyrus sentralis posterior,

3
I. DEFINISI
Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah gangguan
fungsional otak yang terjadi mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal
maupun global, berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat menimbulkan kematian,
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.
Stroke hemoragik adalah stroke yang diakibatkan oleh perdarahan arteri otak
didalam jaringan otak (intracerebral hemorrhage) dan/atau perdarahan arteri diantara
lapisan pembungkus otak, piamater dan arachnoidea

II. KLASIFIKASI
Stroke diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya
a. Stroke Iskemik/non hemoragik :
Trombosis serebri
Emboli serebri
Hipoperfusi sistemik
b. Stroke Hemoragik
Perdarahan intraserebral
Perdarahan otak primer yang berasal dari pembuluh darah dalam
parenkim otak.
Perdarahan subaraknoid
Keadaan terdapatnya atau masuknya darah ke dalam ruangan
subaraknoid karena pecahnya aneurisma, AVM, atau sekunder dari PIS.
- Perdarahan Subaraknoidal spontan primer (spontan non-trauma
dan non-hipertensif), yakni perdarahan bukan akibat trauma atau
dari perdarahan intraserebral.
- Perdarahan Subaraknoidal sekunder, adalah perdarahan yang
berasal dari luar subaraknoid, seperti dari perdarahan intraserebral
atau dari tumor otak.

2. Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu


a. Transient Ischemic Attack(TIA)
Gangguan neurologis sesaat, beberapa menit/ jam saja dan gejala akan
hilang sempurna dalam waktu <24 jam. TIA dipengaruhi oleh faktor
pembuluh darah, susunan darah, dan aliran darah.
b. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)

4
Gangguan pembuluh darah otak yang sifatnya sementara, dengan onset
yang cepat dan adanya defisit neurologis fokal yang menetap lebih dari 24
jam hilang dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu
c. Stroke in evolution / Progressing Stroke
Gangguan neurologis yang masih berkembang dan semakin berat kemudia
bertambah buruk (beberapa jam/ hari)
d. Completed stroke
Gangguan neurologis yang bersifat menetap/ permanent selama periode
waktu 18-24 jam, tanpa adanya progesifitas lanjut. Gangguan neurologis
yang timbul bersifat menetap atau permanent, dari sejak awal serangan dan
sedikit tidak ada perbaikan.
3. Berdasarkan sistem pembuluh darah
a. Sistem karotis
b. Sistem vertebro-basiler

III.FAKTOR RESIKO
Faktor risiko stroke terdiri dari :
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :
a. Kelainan pembuluh darah otak
Biasanya merupakan kelainan bawaan. Pembuluh darah yang tidak normal
tersebut dapat pecah atau robek sehingga menimbulkan perdarahan otak.
Adapula yang dapat mengganggu kelancaran aliran darah otak sehingga
menimbulkan iskemik.
b. Usia
Risiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun. Setiap penambahan
usia tiga tahun akan meningkatkan risiko stroke sebesar 11 20 %. Orang
yang berusia > 65 tahun memiliki risiko stroke sebesar 71 %, sedangkat
usia 65 45 tahun memiliki risiko 25 %, dan 4 % terjadi pada orang
berusia < 45 tahun.
c. Jenis Kelamin
Insiden stroke 1.25 kali lebih besar pada laki laki dibanding perempuan.
d. Ras / Bangsa
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke daripada orang kulit
putih.
e. Hereditas
Riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota
keluarga pernah mengalami stroke pada usia < 65 tahun, meningkatkan
risiko stroke. Faktor risiko stroke misalnya hipertensi, penyakit jantung,
diabetes, dan kelainan pembuluh darah
2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :
a. Hipertensi

5
Hipertensi mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh
darah otak. Pecahnya pembuluh darah otak menimbulkan perdarahan
otak, dan apabila pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke
otak terganggu mengakibatkan sel-sel otak mengalami kematian. Usia 30
tahun merupakan kewaspadaan terhadap munculnya hipertensi, makin
lanjut usia seseorang makin tinggi kemungkinan terjadinya hipertensi.
b. Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidaksekuat
hipertensi.Diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis
(pengerasan pembuluh darah)/penebalan pada pembuluh darah otak yang
berukuran besar dan akhirnya menggangu kelancaran aliran darah otak
dan menimbulkan infark.
c. Penyakit Jantung
Penyakit jantung yang paling sering menyebabkan stroke adalah
fibrilasiatrium/atrial fibrillation (AF), karena memudahkan terjadinya
penggumpalan darah di jantung dan dapat lepas hingga menyumbat
pembuluh darah di otak. Di samping itu juga penyakit jantung
koroner,kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, pasca operasi jantung
juga memperbesar risiko stroke. Fibrilasi atrium yang tidak diobati
meningkatkan risiko stroke 4 7 kali.
d. Transient Ischemic Attack (TIA)
Sekitar 1 dari seratus orang dewasa akan mengalami paling sedikit 1
kaliserangan iskemik sesaat (TIA) seumur hidup mereka. Jika diobati
denganbenar, sekitar 1/10 dari para pasien ini kemudian akan mengalami
stroke dalam 3,5 bulan setelah serangan pertama, dan sekitar 1/3 akan
terkena stroke dalam lima tahun setelah serangan pertama. Risiko TIA
untuk terkena stroke 35-60% dalam waktu lima tahun.
e. Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes
melitus. Obesitas meningkatkan risiko stroke sebesar 15%. Obesitas dapat
meningkatkan hipertensi, jantung, diabetes dan aterosklerosis yang
semuanya akan meningkatkan kemungkinan terkena serangan stroke.
f. Hiperkolesterolemia
Kondisi ini secara langsung dan tidak langsung meningkatkan factor
risiko, tingginya kolesterol dapat merusak dinding pembuluh darah dan
juga menyebabkan penyakit jantung koroner. Kolesterol yang tinggi
terutama Low Density Lipoprotein (LDL) akan membentuk plak di dalam

6
pembuluh darah dan dapat menyumbat pembuluh darah baik di
jantungmaupun di otak. Kadar kolesterol total > 200 mg/dl meningkatkan
risikostroke 1,31-2,9 kali. Kolesterol berkaitan dengan perdarahan
intraserebral atau perdarahan subarachnoid.
g. Merokok
Kebiasaan merokok meningkatkanrisiko terkena stroke sebesar 4 kali.
meningkatkan konsentrasi fibrinogen; peningkatan ini akan
mempermudah terjadinya penebalan dan pengerasan dinding pembuluh
darah dan peningkatan viskositas darah sehingga memudahkan terjadinya
aterosklerosis ,mengurangi aliran darah, dan menyebabkan darah mudah
menggumpal.
h. Alkohol
Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan subarakhnoid
dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa muda.
Mekanisme dimana etanol dapat menghasilkan stroke termasuk efek pada
darah tekanan, platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-sel darah
merah. Selain itu, alkohol bisa menyebabkan miokardiopati, aritmia, dan
perubahan di darah aliran otak dan autoregulasi. Konsumsi alkohol
berlebihan meningkatkan risiko terkena stroke 2-3 kali.
i. Stres
Hampir setiap orang pernah mengalami stres.Stres psiokososial
dapatmenyebabkan depresi.Jika depresi berkombinasi dengan faktor
risikolain(misalnya, aterosklerosis berat, penyakit jantung atau hipertensi)
dapatmemicu terjadinya stroke.Depresi meningkatkan risiko terkenastroke
sebesar 2 kali.
j. Kontrasepsi Oral
Faktor risiko paling kuat pada wanita yang lebih dari 35 tahun .
Mekanisme diduga meningkat koagulasi, karena stimulasi estrogen
tentang produksi protein liver, atau jarang penyebab autoimun pada wanita
muda.
k. Infeksi
Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui
pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh darah.
Sifilis meningovaskular dan mucormycosis dapat menyebabkan arteritis
otak dan infark.
l. Sirkardian dan faktor musim
Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara pagi dan siang
hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesis bahwa perubahan diurnal fungsi
7
platelet dan fibrinosis mungkin relevan untuk stroke. Hubungan antara
variasi iklim musiman dan stroke iskemik telah didalihkan. Peningkatan
dalam arahan untuk infark otak diamati di Iowa. Suhu lingkungan rata-rata
menunjukkan korelasi negatif dengan kejadian cerebral infark di Jepang.
Variasi suhu musiman telah berhubungan dengan resiko lebih tinggi
cerebral infark dalam usia 40-64 tahun pada penderita yang
nonhipertensif, dan pada orang dengan kolesterol serum bawah
160mg/dL.
m. Penyalahgunaan Obat
Pada orang-orang yang menggunakan narkoba terutama jenissuntikanakan
mempermudah terjadinya stroke, akibat dari infeksi dan kerusakandinding
pembuluh darah otak. Di samping itu, zat narkoba itu sendiri
akanmempengaruhi metabolisme tubuh, sehingga mudah terserang stroke.
IV. PATOGENESIS DAN GEJALA KLINIS
Patofisiologi terjadinya stroke hemoragik dan gejala klinisnya berupa :
1. Patofisiologi berdasarkan penyebabnya :
a. Pendarahan Intraserebral
Merupakan 10% dari seluruh kasus yang ada. Perdarahan
intraserebri ditandai oleh adaya perdarahan ke dalam parenkim otak akibat
pecahnya arteri penetrans yang merupakan cabang dari pembuluh darah
superficial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian
distalnya berupa anyaman kapiler. Perdarahan tersebut karena arteri
menipis dan rapuh. Selain itu dapt disebabkan oleh neoplasma, gangguan
koagulasi hemofilia, antikoagulan, vaskulitis, trauma, idiopatic.
Atherosklerosis yang terjadi dengan meningkatnya usia dan adanya
hipertensi kronik, maka sepanjang arteri penetrans ini terjadi aneurisma
kecil kecil (mikroaneurisma) dengan diameter sekitar 1 mm disebut
aneurismas Charcot-Bouchard. Pada suatu saat aneurisma ini dapat pecah
oleh tekanan darah yang meningkat sehingga terjadilan perdarahan ke
dalam parenkim otak. Darah ini mendorong struktur otak dan merembes
ke sekitarnya bahkan dapat masuk ke dalam ventrikel atau ke ruangan
subaraknoid yang akan bercampur dengan cairan serebrospinal dan
merangsang meningens.
Onset perdarahan intraserebri sangat mendadak, seringkali terjadi
saat beraktivitas dan disertai nyeri kepala berat, muntah dan penurunan
kesadaran, kadang-kadang juga disertai kejang. Distribusi umur biasanya
pada usia pertengahan sampai tua dan lebih sering dijumpai pada laki-laki.
8
Hipertensi memegang peranan penting sebagai penyebab lemahnya
dinding pembuluh darah dan pembentukan mikroaneurisma. Pada pasien
nonhipertensi usia lanjut, penyebab utama terjadinya perdarahan
intraserebri adalah amiloid angiopathy. Penyebab lainnya dapat berupa
aneurisma, AVM, angiopati kavernosa, diskrasia darah, terapi
antikoagulan, kokain, amfetamin, alkohol dan tumor otak. Dari hasil
anamnesa tidak dijumpai adanya riwayat TIA.
Lokasi perdarahan umumnya terletak pada daerah ganglia basalis,
pons, serebelum dan thalamus. Perdarahan pada ganglia basalis sering
meluas hingga mengenai kapsula interna dan kadang-kadang rupture ke
dalam ventrikel lateral lalu menyebar melalui system ventrikuler ke dalam
rongga subarachnoid. Adanya Perluasan intraventrikuler sering berakibat
fatal. Perdarahan pada lobus hemisfer serebri atau serebelum biasanya
terbatas dalam parenkim otak.
Apabila pasien dengan perdarahan intraserebri dapat bertahan
hidup, adanya darah dan jaringan nekrotik otak akan dibersihkan oleh
fagosit. Jaringan otak yang telah rusak sebagian digantikan pleh jaringan
ikat, lia dan pembuluh darah baru, yang meninggalkan rongga kecil yang
terisi cairan.
Gambaran klinis tergantung dari lokasi dan ukuran hematoma.
Karakteristiknya berupa sakit kepala, muntah-muntah dan kadang-kadang
kejang pada saat permulaan. Kesadaran dapat terganggu pada keadaan
awal dan menjadi jelas dalam waktu 24-48 jam pertama bila volume darah
lebih dari 50 cc. Karena jaringan otak terdorong, maka timbul gejala
defisit neurologik yang cepat menjadi berat dalam beberapa jam.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan CSS seperti air cucian daging
(xanthocrome) pada pungsi lumbal dan adanya perdarahan (hiperdens)
pada CT Scan.
b. Pendarahan Subarachnoid
Perdarahan yang masuk ke dalam rongga subarachnoid. Onsetnya
sangat mendadak dan disertai nyeri kepala hebat, penurunan kesadaran
dan muntah. Distribusi umur penderita ini umumnya terjadi pada usia
muda dan lebih banyak pada wanita.
Pada 10-15% kasus penyebabnya tidak diketahui, Umumnya akibat
rupture aneurisma, kadang-kadang juga karena pecahnya malformasi
arterivenosa, dan terapi antikoagulan. Aneurisma biasanya berlokasi di

9
sirkulus Willisi dan percabangannya. Bila aneurisma pecah, darah segera
mengisi ruang subarakhnoid atau merembes ke dalam parenkim otak yang
letaknya berdekatan.
Gejala klinis perdarahan subarachnoid berupa sakit kepala kronik
akibat penekanan aneurisma yang besar terhadap organ sekitar, akibat
pecahnya aneurisma mendadak dirasakan sakit kepala hebat, muntah dan
penurunan kesadaran. Biasanya ditemukan rangsang meningen positif
berupa kaku kuduk akibat darah dalam likuor di otak mengiritasi lapisan
jaringan meningiens menyebabkan leher kaku serta sakit kepala terus
menerus, sering muntah, nyeri pinggang dan Kernigs sign. Demam
adalah gejala umum selama 5 sampai 10 hari pertama.
Komplikasi Perdarahan Subarahnoid :
1. Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan
subaraknoid dapat membeku. Darah beku dapat mencegah cairan di
sekitar otak (cairan serebrospinal) dari pengeringan seperti biasanya
tidak. Akibatnya, darah terakumulasi dalam otak, peningkatan
tekanan dalam tengkorak. Hydrocephalus mungkin akan menyebabkan
gejala seperti sakit kepala, mengantuk, kebingungan, mual, dan
muntah-muntah dan dapat meningkatkan risiko koma dan kematian.
2. Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu, arteri di
otak dapat kontrak (kejang), membatasi aliran darah ke otak.
Kemudian, jaringan otak tidak mendapatkan oksigen yang cukup dan
dapat mati, seperti pada stroke iskemik. Vasospasm dapat
menyebabkan gejala mirip dengan stroke iskemik, seperti
kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu sisi tubuh, kesulitan
menggunakan atau memahami bahasa, vertigo, dan koordinasi
terganggu.
Perdarahan subhialoid pada funduskopi, CSS gross hemorrhagic
pada pungsi lumbal dan CT scan menunjukkan adanya darah dalam
rongga subarachnoid.

10
Derajat pendarahan subaraknoid berdasarkan Hunt dan Hess :
Derajat 0 : Tidak ada gejala dan aneurisma belum ruptur
Derajat 1 : Sakit kepala ringan
Derajat 2 : Sakit kepala berat dengan tanda rangsang meningeal
dan kemungkinan adanya defisit saraf kranial
Derajat 3 : Kesadaran menurun dengan defisit fokal neurologi
ringan
Derajat 4 : Stupor, hemiparesis sedang sampai berat, awal
deserebrasi
Derajat 5 : Koma dalam, deserebrasi

2. Patofisiologi berdasarkan lokasi lesi vaskuler


a. Anterior circulation (sistem karotis)
Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda
dan gejala disfungsi hemisfer serebri seperti afasia, apraxia, atau
agnosia. Selain itu dapat juga timbul hemiparese, gangguan
hemisensoris, dan gangguan lapang pandang.

b. Posterior circulation (sistem vertebrobasiler)


Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda
dan gejala disfungsi batang otak termasuk koma, drop attacks (jatuh

11
tiba-tiba tanpa penurunan kesadaran), vertigo, mual dan muntah,
gangguan saraf otak, ataxia, defisit sistem sensorimotorik kontralateral
(hemiparese alternans). Selain itu dapat juga timbul hemiparese,
gangguan hemisensoris, dan gangguan lapang pandang tetapi tidak
spesifik untuk stroke yang disebabkan sistem vertebrobasiler.

V. PATOFIDIOLOGI
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran
dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh
hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area
otak yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi
energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan
menekan pembuluh darah di sekitarnya.[7]
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan
lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi,
meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel
menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra).
Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai
oleh pembuluh darah tersebut.7
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan
kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia)
akibat kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya
adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik,
gangguan persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect.[7]
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit
sensorik kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus
kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan
terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis
karena kerusakan dari sistem limbik.[7]
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral
parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan
memori.[7]
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah
yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior
tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus

12
optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans
posterior di talamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik.[7]
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua eksteremitas
dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat
menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata.
Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan:[7]
1. Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf
vestibular).
2. Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia
(traktus piramidal).
3. Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian wajah
ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus
spinotalamikus).
4. Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus
salivarus), singultus (formasio retikularis).
5. Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada
kehilangan persarafan simpatis).
6. Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot lidah
(saraf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus (saraf
okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun kesadaran
tetap dipertahankan).

VI. MANIFESTASI
3. Klinis Stroke Umum
a. Defisit Lapang Penglihatan
Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang penglihatan), sisi
visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang paralisis yaitu kesulitan
menilai jarak, tidak menyadari orang atau objek ditempat kehilangan
penglihatan, mengabaikan salah satu sisi tubuh.
Kehilangan penglihatan perifer, Kesulitan melihat pada malam hari, tidak
menyadari objek atau batas objek.

13
Diplopia (Penglihatan ganda).
b. Defisit Motorik
Hemiplegi (paralisis pada salah satu sisi tubuh)
Hemiparesis
Kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama. Paralisis wajah
(karena lesi pada hemisfer yang berlawanan).
Ataksia
Berjalan tidak mantap atau tegak, Tidak mampu menyatukan kaki, perlu
dasar berdiri yang luas.
Disartria (kesulitan berbicara)
Kesulitan dalam membentuk kata, ditunjukan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab
menghasilkan bicara.
Disfagia : Kesulitan dalam menelan.
c. Defisit Verbal
Disfasia atau afasia (kehilangan bicara), yang terutama ekspresif atau reseptif:
Afasia Ekspresif
Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami, mungkin mampu bicara
dalam respon kata tunggal.
Afasia Reseptif
Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan, mampu bicara tetapi tidak
masuk akal.
Afasia Global
Kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif.
Apraksia
Ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya.
d. Defisit Kognitif dan efek psikologis
Pada penderita stroke akan kehilangan memori jangka pendek dan panjang,
penurunan lapang perhatian, kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi ,
alasan abstrak buruk, perubahan penilaian dan kurang motivasi
e. Defisit Emosional
Penderita akan mengalami kehilangan kontrol diri, labilitas emosional,
penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress, depresi, menarik
diri, rasa takut, bermusuhan dan marah, perasaan isolasi
f. Defisit sensori, terjadi pada sisi berlawanan dari lesi yaitu kehilangan
kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh.
Disfungsi kandung kemih, setelah stroke pasien mungkin mengalami
inkontenensia urinarius karena kerusakan kontrol motorik.
4. Kelainan klinis berdasarkan Topis
a. Hemiplegia akibat hemilesi di korteks motorik primer

14
Hal ini menyebabkan kerusakan pada belahan tubuh sisi kontralateral.
Walaupun belahan tubuh kanan atau kirai yang lumpuh, pada umumnya
terdapat perbedaan derajat kelunpuhan antara lengan dan tungkai yang
terkana. Perbedaan lebih nyata jika hemiplegia disebabkan oleh lesi vaskuler
ditingkat korteks dan hampir tidak ada perbedaan jika lesi penyebabnya
bersifat kapsuler di kapsula interna. Pada tahap pertama hemiparesis karena
lesi kortikal sesisi, otot-otot wajah yang berada di atas fisura palpebrale
masih dapat digerakkan secara wajar. Lidah menunjukkan kelumpuhan pada
sisi yang lumpuh pada penderita.
b. Hemiplegia akibat hemilesi di kapsula interna
Tergantung dari lesi yang tersumbat, maka lesi vaskular yang merusak
kapsula interna dapat melibatkan bangunan-bangunan fungsional lainnya
juga, yaitu radiasio optika, nucleus kaudatus dan putamen. Oleh karena itu,
maka hemiplegia akibat lesi di kapsular memperlihatkan tanda-tanda
kelumpuhan UMN yang dapat disertai oleh rigiditas, atetosis, distonia,
tremor atau hemoanopia. Gangguan berbahasa tidak menyertai hemiplagia
kapsular, oleh karena mekanisme neuralnya terjadi di tingkat kortikal melulu.
Karena lidah ikut terkena hemiparesis, maka artikulasi kata-kata terganggu,
yang biasanya disebut disartria.
c. Hemiplegia alternans akibat hemilesi di batang otak yang dapat dirinci
dalam:
Sindrom hemiplegia alternans di mesencefalon
Nervus okulomotorius (n. III) yang hendak meninggalkan mesencepfalon
melalui permukaan ventral melintasi daerah yang terkena lesi, sehingga
ikut terganggu fungsinya.
Sindrom hemiplegia alternans di pons
Hemiplegia alternans akibat lesi di pons adalah selamanya kelumpuhan
UMN yang melibarkan belahan tubuh sisi kontralateral, yang berda di
bawah tingkat lesi, yang berkombinasi dengan kelumpuhan LMN pada
otot-otot yang disarafi oleh nervus abdusens (n. VI) atau nervus fasialis (n,
VII)
Sindrom hemiplegia alternans di medulla spinalis
Kelumpuhan UMN yang terjadi pada belahan tubuh kontralateral yang
berada di bawah tingkat leher dan diiringi oleh kelumpuhan LMN pada
belahan lidah sisi ipsilateral.

VII. DIAGNOSIS

15
Diagnosis stroke hemoragik dapat ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis
Dari anamnesa didapatkan gejala pada pasien biasanya bervariasi tergantung
dari area otak yang terkena dan seberapa luasnya perdarahan. Stroke hemoragik
biasanya menunjukkan gejala peningkatan tekanan intrakranial dibandingkan
daripada tipe lain dari stroke.
Pokok manifestasi dari stroke ini adalah hemiparese, hemiparestesia, afasia,
disartria, & hemianopsia. Hemiparese yang ringan dapat dirasakan oleh
penderita sebagai gangguan gerakan tangkas. Hemiparestesia hampir selamanya
dikemukakan secara jelas.
a. Pada Insufisiensi karotis biasanya didapatkan keluhan berupa:
Tidak bisa menggerakkan separuh atau sebagian dari anggota tubuhnya
Rasa kesemutan di sebagian tubuh
Gangguan bicara (afasia) bila lesi pada daerah hemisfer dominan
Kebutaan (amaurosis fugaks)
Kesulitan bicara (disartria)
b. Pada insufisiensi vertebrobasiler dapat ditemukan keluhan berupa:
Penglihatan ganda (diplopia)
Mata sulit untuk membuka (ptosis) akibat parese otot otot ekstraokular
Pusing seperti berputar (vertigo)
Kesulitan untuk berbicara atau pelo (disartria)
Kesulitan untuk menelan (disfagia)
Kelumpuhan sebelah atau bahkan seluruh badan (hemiparese atau
tetraparese)
Tidak merasakan anggota tubuhnya atau rasa baal (hemianestesia) baik
unilateral maupun bilateral

Klasifikasi stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score (SSS) :

16
Interpretasi hasil score :
> 1 : Stroke hemoragik
< -1 : Stroke non-hemoragik
-1 s/d 1 : Diagnosa tidak pasti, lihat hasil CT scan

17
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan awal dilakukan pemeriksaan status generalis pasien, kemudian
status neurologisnya.
Defisit neurologis yang sudah jelas mudah dikenal terutama hemiparesis yang
jelas. Selain itu terdapat pula tanda tanda pengiring hemiparese yang dinamakan
gangguan Upper Motor Neuron (UMN) ialah:
a. Tonus otot pada lesi yang lumpuh meninggi
b. Refleks tendon meningkat pada sisi yang lumpuh
c. Refleks patologis positif pada sisi yang lumpuh
Mengenal manifestasi stroke yang sangat ringan adalah lebih penting daripada
mengenal hemiparese yang sudah jelas. Manifestasi stroke yang paling ringan
sering berupa gangguan ketangkasan gerak maka dari itu urutan pemeriksaan
susunan motorik sebagai berikut:
a.Pemeriksaan ketangkasan Gerak
b.Penilaian tenaga otot otot
c.Penilaian refleks tendon
d.Penilaian refleks patologis, seperti:
Refleks Babinsky
Refleks Oppenheim
Refleks Gordon
Refleks Schaefer
Refleks Gonda
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Hemoglobin, hematokrit, eritrosit, leukosit, hitung jenis, trombosit,
masa perdarahan, masa pembekuan, Laju Endap Darah (LED)
Fungsi Ginjal (ureum, kreatinin)
Fungsi hati (SGOT/SGPT)
Urine Lengkap
Elektrolit (Na, K, Cl) dan AGD (Analisa Gas Darah)
Asam Urat
Kholesterol, Trigliserid
b. CT scan
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk
membedakan stroke infark dengan stroke perdarahan.
Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara umum
adalah didapatkan gambaran hipodense sedangkan pada stroke
perdarahan menunjukkan gambaran hiperdens.
c. Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang
otak (sangat sensitif).

18
d. Pemeriksaan Angiografi.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem
karotis atau vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan,
oklusi atau aneurisma pada pembuluh darah.
e. Pemeriksan USG
Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial ,
menentukan ada tidaknya stenosis arteri karotis.
f. Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak adanya CT scan atau MRI.
Pada stroke PIS didaptkan gambaran LCS seperti cucian daging atau
berwarna kekuningan. Pada PSA didapatkan LCS yang gross
hemorragik. Pada stroke infark tidak didapatkan perdarahan (jernih).

VIII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan stroke hemoragik adalah sebagai berikut :
1. Penatalaksanaan Umum Stroke Akut
a. Stabilisasi jalan napas dan pernapasan
Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen <
95 %
Perbaiki jalan nafas, termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien
yang tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang
mengalami penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan
gangguan jalan napas
Intubasi ETT atau LMA diperlukan pada pasien dengan hipoksia ( pO2
< 60 mmHg atau pCO2 > 50 mmHg), atau syok, atau pada pasien yang
berisiko untuk terjadi aspirasi
b. Stabilisasi hemodinamik
Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan
hipotonik seperti glukosa)
Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Chatheter), untuk
memasukkan cairan dan nutrisi (usahakan 5 12 mmHg)
Optimalisasi tekanan darah
Obat vasopresin (dopamin, epinefrin) diberikan bila sistolik <120
mmHg dan cairan mencukupi dengan target sistolik 140 mmHg
c. Pemantaun jantung selama 24 jam pertama Pemeriksaan awal fisik
umum
Tekanan darah
Pemeriksaan jantung
Pemeriksaan neurologi umum awal (derajat kesadaran,
pemeriksaan pupil dan okulomotor, dan keparahan hemiparesis)

19
d. Pengendalian TIK
Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral
Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan
penderita yang mengalami penurunan kesadaran karena peningkatan
TIK
Sasaran terapi adalah TIK < 20 mmHg dan CPP > 70 mmHg
Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan TIK :
o Tinggikan posisi kepala 20 - 30
o Hindari penekanan vena jugular
o Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
o Hindari hipernatremia
o Jaga normovolemia
o Osmoterapi atas indikasi :
- Manitol 0.25 0.5 gr/KgBB selama > 20 menit, diulang
setiap 4 6 jam dengan target 310 mOsm/L.
- Furosemid dengan dosis inisial 1 mg/KgBB IV bila perlu
o Intubasi untuk menjaga normoventilasi
o Kortikosteroid tidak direkomendasi untuk mengatasi edema otak
dan tingginya TIK pada stroke iskemik
o Drainase ventrikular dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat
stroke iskemik serebelar
o Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik serebelar
yang menimbulkan efek masa, merupakan tindakan yang dapat
menyelamatkan nyawa
e. Penanganan transformasi hemoragik
f. Pengendalian kejang
Bila kejang, berikan diazepan bolus lambat IV 5 20 mg dan diikuti
oleh fenitoin loading dose 15 20 mg/Kg bolus dengan kecepatan
maksimum 50 mg/menit
Bila kejang belum teratasi, rawat di ICU
Pada stroke pendarahan intraserebral, obat antikonvulsan profilaksis
dapat diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan, dan dihentikan
bila tidak ada kejang selama pengobatan
g. Pengendalian suhu tubuh
Setiap penderita stroke yang disertau demam harus diberikan obat
antipiretik dan diatas penyebabnya
Beriksan acetaminophen 650 mg bila suhu > 38.5C atau > 37.5C
Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur
dan diberikan antibiotik
Jika didapatkan meningitis, segera diikuti dengan terapi antibiotik
h. Pemeriksaan penunjang

20
EKG
Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi, faal
hemostasis, kadar gula darah, analisis urin, analisa gas darah, dan
elektroklit)
Bila ada kecurigaan pendarahan subaraknoid, lakukan pungsi lumbal
untu pemeriksan CSF
Pemeriksaan radiologi (foto rontgen dada dan CT scan).
2. Penatalaksanaan Hipertensi Pada Stroke Akut
a. Pada pasien stroke pendarahan intraserebral akut, apabila TDS > 200 mmHg
atau MAP > 150 mmHg, tekanan darah diturunkan secara kontinyu dengan
pemantauan tekanan darah setiap 5 menit
b. Apabila TDS > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg disertai dengan gejala
dan tanda peningkatan TIK, lakukan pemantauan TIK.
Tekanan darah dapat diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi
intravena secara kontinyu atau intermiten dengan pemantauan tekanan
perfusi serebral 60 mmHg
c. Apabila TDS > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg tanpa disertai dengan
gejala dan tanda peningkatan TIK, tekanan darah diturunkan secara hati
hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau
intermiten dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP
110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg.
d. Pada pasien stroke pendarahan intraserebral dengan TDS 150 220 mmHg,
penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup aman
e. Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan darah
pada penderita stroke pendarahan intraserebral
f. Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan beta blocker (labetalol
dan esmolol), calcium channel blocker (nikardipin dan diltiazem) intravena
digunakan dalam upaya diatas.
Hidralazin dan nitroprusid sebaiknya tidak digunakan karena mengakibatkan
peningkatan TIK
g. Pada pendarahan subaraknoid aneurismal, tekanan darah harus dipantau dan
dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebral untuk mencegah
risiko terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta pendarahan ulang.
Untuk mencegahan pendarahan berulang, tekanan darah diturunkan hingga
TDS 140 160 mmHg.Sedangkan TDS 160 180 mmHg sering digunakan
sebagai target TDS dalam mencegah risiko terjadinya vasospasme.
h. Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga
lebih rendah dari target diatas pada kondisi tertentu yang mengancam target

21
organ lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru, gagal
ginjal akut, dan ensefalopati hipertensif.Target penurunan tersebut adalah 15
25 % pada jam pertama, dan TDS 160/90 mmHg pada 6 jam pertama.

3.

Penatalaksanaan Khusus Stroke Akut.


a. Penatalaksanaan pendarahan intraserebral
Pasien dengan defisiensi berat faktor koagulasi atau trombositopenia
berat sebaiknya mendapat terapi pengganti faktor koagulasi atau
trombosit
Apabila terjadi gangguan koagulasi dapat diberikan :
o Vitamin K 10 mg IV
o FFP 2 6 unit diberikan untuk mengoreksi defisiensi faktor
pembekuan darah
b. Penatalaksanaan pendarahan subaraknoid
Tatalaksana umum :
o Tatalaksana PSA derajat I dan II adalah sebagai berikut :
- Identifikasi dan atasi nyeri kepala sedini mungkin
- Tidah baring total dengan posisi kepala ditinggikan 30, beri O2
2 3 LPM bila perlu
- Hati hati dalam penggunaan sedatif
- Usahakan euvolemia dan monitor ketat sistem kardiopulmoner
dan kelainan neurologi yang ada
o Tatalaksana PSA dereajat III, IV, dan V :
- Lakukan penatalaksanaan ABC
- Perawatan dilakukan di ruang intensif

22
- Lakukan intubasi ETT untuk mencegah aspirasi dan menjamin
jalan napas yang adekuat.
- Hindari pemakaian sedatif
Tindakan untuk mencegah pendarahan ulang :
o Kontrol dan monitor tekanan darah
o Bed rest total
o Terapi antifibrinolitik :
Epsilon-aminocaproic acid : loading 4 mg IV, kemudian diikuti
dengan infus kontinu 1 gr/jam atau asam traneksamat 1 gram IV
kemudian dilanjutkan 1 gr setiap 6 jam sampai aneurisma tertutup
atau biasanya disarankan selama 72 jam.

Terapi umum :
o Berikan laxative untuk melunakkan feses secara reguler
o Analgetik :
Acetaminophen - 1 gr/4 6 jam dengan dosis maksimal 4 gr/4 6
jam
o Pasien yang sangat gelisah dapat diberikan :
- Haloperidol IM 1 10 mg tiap 6 jam
- Petidin IM 50 100 mg atau morfin SC atau IV 5 10 mg/4 6
jam
- Midazolam 0.06 1.1 mg/KgBB/jam
- Propofol 1 3 mg/KgBB/jam

IX. KOMPLIKASI
1. Komplikasi neurologik :
a. Edema otak (herniasi otak)
Pada kasus infark, edema terjadi secara vasogenik dan sitoksik, pada intra dan
extraseluler. Edema mencapai maksimum setelah 4-5 hari paska infark, diikuti
dengan mengaburnya alur gyrus kortikal dan seiring pembesaran infak, terjadi
pergeseran garis tengah otak (midline shift). Setelah terjadi midline shift,
herniasi transtentorial pun terjadi dan mengakibatkan iskemia serta perdarahan
di batang otak bagian rostral.
b. Vasospasme (terutama pada PSA)
Spasme sering terjadi pada pembuluh darah arteri yang dikelilingi oleh
sejumlah besar darah subarachnoid. Vasospasme ini timbul sebagai akibat
langsung dari darah atau sebagian produk darah, seperti hematin atau produk
keping darah, pada dinding adventitia dari pembuluh darah arteri. Gejala
vasospasme berupa penurunan kesadaran (misalnya bingung, disorientasi,

23
drowsiness) dan defisit neurologis fokal tergantung pada daerah yang
terkena. Gejala-gejala berfluktuatif dan dapat menghilang dalam beberapa hari
atau secara gradual menjadi lebih berat. Akibat respon miogenik langsung
terhadap pecahnya pembuluh darah serta adanya substansi vasotaktif seperti
serotonin, prostaglandin dan katekolamin.

c. Hidrosefalus
Jika sejumlah besar darah, sebagai akibat ruptur pembuluh darah, merembes
ke dalam sistem ventrikel atau membanjiri ruang subarachnoid bagaian basal,
darah tersebut akan memasuki foramen Luschka dan Magendie. Dimana
pasien akan mengalami penurunan kesadaran hingga pingsan sebagai akibat
dari hidrosefalus akut. Hidrosefalus sub akut dapat terjadi akibat blokade jalur
cairan serebrospinal oleh darah setelah 2 hingga 4 minggu. Keadaan ini
biasanya didahului oleh nyeri kepala, penurunan kesadaran dan inkontinen.
d. Higroma
Terjadinya pengumpulan darah intrasecerbral di suatu tempat akibat kelainan
osmotik.
2. Komplikasi non-neurologik (Akibat proses di otak) :
a. Tekanan darah meninggi
Peninggian tekanan darah pada fase akut merupakan respon fisiologis terhadap
iskemia otak, dan tekanan darah akan turun kembali setelah fungsi otak
membaik kembali. Tekanan darah tinggi intrakranial, dimana terjadi iskemia
batang otak atau penekanan batang otak. Bila neuron yang menghambat
aktivitas simpatis di batang otak menjadi tidak aktif karena penekanan batang
otak maka akan terjadi hipertensi.
b. Hiperglikemi
Pada stroke, sama seperti iskemi daerah hipothalamus, dapat terjadi reaksi
hiperglikemi. Kadar gula darah sampai 150-175 mg% pada fase akut tidak
memerlukan pengobatan. Penderita dengan perdarahan subarakhnoid
ditemukan gangguan fungsi vegetatif yang bersifat glukosuria dan keadaan ini
berhubungan dengan konsentrasi katekolamin yang tinggi dalam sirkulasi.
c. Edema paru
Edema paru dapat terjadi pada penderita perdarahan intraserebral dan
perdarahan subarakhnoid. Edema paru akut dapat didahului oleh disfungsi
kardiovaskuler secara primer, misalnya infark miokard atau sekunder akibta
kelainan susunan saraf pusat; atau edema paru akibat langsung dari pusat

24
edemagenic seebral. Proses terjadinya edema paru akibat kelaianan susunan
saraf pusat yaitu secara langsung melalui sistem saraf otonom terutama
mekanisme vagal. Mekanisme lain disebutkan, bahwa edema paru merupakan
akibat pelepasan simpatis berlebihan disertai hipertensi sistemik dan hipertensi
pulmonal mengakibatkan peninggian permeabilitas vaskuler pada paru.
Pelepasan simpatis tersebut dicetuskan oleh tekanan tinggi intrakranial,
hipoksia otak atau lesi di hipothalamus.
d. Kelainan jantung
Kelainan jantung berupa gangguan ritme jantung atau aritmia jantung, terjadi
pada strok fase akut. Sebanyak 50% menunjukkan ventrikuler ektopik berat,
kelainan lain berupa ventrikuler takikardia, blok AV komplit, dan asistolik.
Kelainan ini lebh sering pada gangguan sirkulasi anterior (sistem karotis).
Pada penderita perdarahan subarakhnoid, aritmia jantung dapat menyebabkan
kematian. Kelainan jantung lainnya pada penderita strok fase akut berupa
kerusakan miokard disertai peninggian kadar enzim jantung pada serum,
aritmia jantung dan peninggian kadar katekolamin plasma.
e. Kelainan EKG
Perubahan EKG yang ditemukan pada penderita dengan kerusakan susunan
saraf pusat terutama perdarahan subarakhnoid yaitu ST-T abnormal,
gelombang T besar atau terbalik, pemanjangan interval QT dan gelombang U
yang menonjol. Kelainan EKG sering menyerupai penyakit jantung iskemia
dan kadang miokard infark. Frekuensi saat dan lamanya kelainan tersebut tidak
dapat dipastikan, dan dalam pengalaman biasanya timbul selambat-lambatnya
dalam 8 hari setelah onset.
f. Syndrome Inappropiate Anti Diuretik Hormon (SIADH)
Rangsangan lesi pada daerah hipothalamus dapat menyebabkan diabetes
insipidus atau SIADH, dengan gejala sebagai berikut: Gejala intoksikasi air
(anoreksia, mual, muntah, letargi, hiperiritabilitas, delirium, bahkan koma).
g. Natriuresis.
Perdarahan subarakhnoid pada binatang percobaan, menimbulkan
hiponatremia dan natriuresis disertai gangguan sekresi hormon anti diuretik.
Keadaan ini terjadi pada hari ke 5-6 setelah onset dan dapat dijumpai pada
setiap penderita dengan kelainan intrakranial.
h. Retensi cairan tubuh.
i. Hiponatremia.

25
3. Komplikasi non-neurologik (Akibat imobilisasi) :
a. Bronkopneumonia
Merupakan infeksi paru dan sebagai penyebab kematian tersering pada strok.
Keadaan ini sering terjadi pada penderita yang berbaring terus, terutama
disertai gangguan menelan, gangguan reflek muntah dan reflek batuk dan
akibat gerakan paru yang berkurang. Riwayat merokok dan infeksi paru
misalnya bronkhitis kronis dakan meningkatkan resiko terjadinya
bronkopneumonia.
b. Tromboplebitis
Trombosis vena dalam menimbulkan gejala klinik berupa pembengkakan pada
paha dan betis, sering disertai pitting edem, nyeri lokal dengan peninggian
suhu. Trombosis vena dalam paha pada penderita strok sering terjadi pada
tungkai yang lumpuh dan sering bersifat subklinis. Tetapi edem pada tungkai
yang lumpuh dan disertai nyeri belum tentu suatu trombosis vena dalam.
Insidensi kelainan ini terjadi pada penderita strok fase akut. Trombosis vena
dalam terjadi selama 14 hai sesudah onset strok dengan puncaknya pada hari
ke-5 atau sekitar hari ke-10 setelah onset. Pada penderita yang dirawat di
rumah sakit, hampir 50% terjadi pada betis, 35% pada paha dan 15% mulai
betis yang menjalar ke paha. Trombosis vena dalam dapat menyebabkan
bekuan dalam darah dan bila menjalar ke kranial dapat menyebabkan emboli
paru.
c. Emboli paru
Insiden emboli paru yang berasal dari vena femoralis dan vena bagian ilio-
ingiuinal lebih tinggi dibandingkan vena di betis. Emboli paru biasanya terjadi
secara mendadak dan merupakan kasus darurat medik. Emboli paru ditemukan
pada 50% penderita strok yang meninggal dan kadang-kadang sebagai
penyebab kematian.
d. Depresi
Gangguan emosi terutama kecemasan, frustasi, dan depresi merupakan
masalah tersering pada penderita strok. Depresi sering disalahtaksirkan dengan
motivasi yang kurang, terutama pada penderita dengan gangguan komunikasi
bermakna. Umumnya depresi yang terjadi karena adanya masalah-masalah
yang kompleks misalnya biaya, pekerjaan, kemungkinan cacat seumur hidup
(menetap) dan hubungan dalam perkawinan. Depresi dapat dijumpai walaupun

26
pada penderita strok dengan cacat yang ringan, karean apada dasarnya setiap
cacat akan mengganggu kehidupan normal yang ada sebelumnya.
e. Nyeri dan kaku pada bahu
Nyeri dan kaku pada bahu sisi tubuh yang hemiplegi sangat sering dijumpai
dan biasanya akibat kesalahan berbaring serta kesalahan letak/posisi anggota
gerak yang lumpuh pada fase akut. Nyeri dan kaku pada bahu dapat terjadi
akibat:
Kontraktur akibat spastis
shoulder-hand syndrome atau post-hemiplegic reflex sympathetic
dystrophy. Pada kasus berat terjadi demineralisasi kaput dan kollum
humerus.
Inflamasi pada jaringan lunak disekeliling sendi. Keadaan ini terjadi di
akromio-klavikula, sendi gleno-humeral, tendon biseps dan bursa
subdeltoid.
Kalsifikasi ektopik pada jaringan periartikuler
Fraktur kollum humerus.
Dislokasi sendi bahu, terutama terjadi pada keadaan flasid.
f. Spastisitas umum
Biasanya bersifat ringan, ditemukan pada penderita strok fase kronik/lanjut.
g. Radang kandung kemih
Infeksi traktus urinarius terutama pada penderita yang menggunakan kateter.
h. Kelumpuhan saraf tepi
Pada penderita strok dapat terjadi lesi kompresi radiks dan saraf tepi yang
bervariasi, terutama akibat anggota gerak yang lumpuh, tidak diletakkan dalam
posisi yang baik. Saraf tepi yang sering terkena adalah N. Radialis, N. Ulnaris,
N. Peroneus komunis dan N. Iskhiadikus.
i. Kontraktur dan deformitas
Kontraktur dapat terjadi mengikuti spastisitas berat yang berlangsung lama.
Terjadinya kontraktru akibat adanya perubahan jaringan lunak disekitar sendi
yang bersifat ireversibel. Kadang-kadang dijumpai keadaan kombinasi
kontraktur dan spastisitas, misalnya deformitas equinovarus dan deformitas
pronasi-fleksi lengan dan tangan.

j. Dekubitus
Dekubitus terjadi pada pasien yang berbaring lama.
k. Atrofi otot
Akibat pasien terlalu lama tidak menggunakan ototnya.

27
Penatalaksanaan ensefalopati hipertensif biasanya dengan pemberian antihipertensi
dan berespon baik terhadap pengobatan tersebut dalam satu sampai dua hari.

X.
PENCEGAHAN
Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan
mengatasi berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun
kelompok risiko tinggi yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa pencegahan
yang dapat dilakukan adalah:1
1. Mengatur pola makan yang sehat
2. Melakukan olah raga yang teratur
3. Menghentikan rokok
4. Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
5. Memelihara berat badan yang layak
6. Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
7. Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
8. Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat
9. Pemakaian antiplatelet
Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah pengendalian
faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor risiko yang dapat
dimodifikasi seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA, dislipidemia, dan
sebagainya.1

XI. PROGNOSIS
1. Prognosa Jangka Pendek
Sekitar 30-60% penderita stroke meninggal dalam 3-4 minggu pertama setelah onset
(Marquadsen 1976). Herman dkk (1982) melaporkan dalam 3 minggu pertama
kematian penderita stroke sebanyak 30%. Angka kematian tertinggi dijumpai pada
PIS sekitar 60-90% meskipun dilakukan operasi kemungkinan hidup tidak lebih dari
50% (Marquadsen 1976). Sedangkan emboli otak 60% dan trombosis otak 30%
(Marshall 1975). Herman dkk (1982) melaporkan kemungkinan hidup dalam 1
minggu penderita PIS sebanyak 28%, penderita PSA 46% dan penderita infark otak
(trombosis otak) 80%.
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosa jangka pendek :
a. Tipe stroke
Kematian penderita PIS lebih tinggi daripada penderita infark otak, dan
prognosa fungsional PIS kurang baik dibandingkan infark otak. Sedangkan
penyembuhan PSA umumnya baik.
b. Luas dan daerah lesi

28
Lesi di batang otak akan menimbulkan gangguan motorik yang lebih berat
daripada lesi supratentorial, sebaiknya lesi supratentorial menimbulkan
gangguan fungsi luhur.
c. Defisit Neurologik
Defisit Motorik :
Bila dalam 1 bulan tanpa perbaikan menunjukkan prognosa yang buruk,
dan kemampuan dapat berjalan sendiri hanya 15% pada penderita yang
anggota gerak atasnya belum ada perbaikan sampai akhir minggu ke-4
atau tidak ada gerakan dalam 3 minggu biasanya prognosanya buruk.
Defisit Sensorik :
Hubungan defisit sensorik dengan penyembuhan masih belum jelas.
Gangguan Visual : Akan mempersulit penyembuhan
Kesadaran
Pada penderita koma dalam beberapa jam setalah onset hampir seluruhnya
meninggal. Sedangkan pada penderita sopor sebanyak 10% dapat bertahan
hidup, dan pada komposmentis 72% dapat bertahan hidup.
2. Prognosa Jangka Panjang
Faktor prognosa jangka panjang :
a. Umur
Kematian penderita stroke dalam 1 tahun setalah onset umur 70-79 tahun dua kali
lebih tinggi dibandingkan penderita yang 20 tahun lebih muda
b. Hipertensi
Prognosa akan bertambah buruk bila tekanan sistolik tinggi, tapi bila tekanan
darah terkontrol dengan baik, prognosa akan lebih baik. Kematian jangka panjang
penderita stroke yang disertai tekanan diastolik > 110 mmHg secara bermakna
lebih tinggi daripada tekanan diastolik yang lebih rendah.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sidharta, Priguna. 2009. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat

2. Misbach, Jusuf, dkk. Guidline Stroke Tahun 2011. PERDOSSI: Jakarta,2011

3. Harsono. (1996). Buku Ajar Neurologi Klinis.Ed.I.Yogyakarta : Gajah Mada


University Press.

29
4. Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease
Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994.

5. Lumbatobing. 2010. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental. FKUI.


Jakarta

6. Rohkamm, Reinhard. Color Atlas of Neurology. Edisi 2. BAB 3. Neurological


Syndrome. George Thieme Verlag: German, 2003.

7. Tsementzis, Sotirios. A Clinicians Pocket Guide: Differential Diagnosis in


Neurology and Neurosurgery. George Thieme Verlag: New York, 2000.

8. Sjahrir, Hasan. Stroke Iskemik. Yandira Agung: Medan, 2003

9. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victors Principles of Neurology. Edisi 8.
BAB 4. Major Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease.
McGraw Hill: New York, 2005.

10. Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New York.


Thieme Stuttgart. 2000.

11. Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta,
2007.

30

Anda mungkin juga menyukai