Anda di halaman 1dari 5

TINJAUAN PUSTAKA

Sindrom Delirium
Andy Luman
Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia

ABSTRAK
Delirium merupakan suatu kondisi akut penurunan perhatian, kognitif, dan berfluktuasi yang sering dijumpai pada individu berusia 65
tahun atau lebih, biasanya disebabkan oleh suatu kondisi medis atau obat. Pemahaman gambaran klinis sangat diperlukan untuk diagnosis
delirium secara bedside; dan dengan strategi pencegahan dan penanganan yang baik maka prognosisnya baik.

Kata kunci: Kognitif, fluktuasi, confusion assessment method

ABSTRACT
Delirium is an acute condition of decreased and fluctuating attention and cognition, often found in individuals aged above 65 years,
can be caused by a medical condition or drug adverse effect. Clinical understanding is very necessary for the diagnosis of delirium in
bedside; and with appropriate prevention and treatment strategies, prognosis is good. Andy Luman. Delirium Syndrome.

Keywords: Cognitive, fluctuation, confusion assessment method

PENDAHULUAN khas. Setidaknya 32-67% sindrom ini tidak sedangkan insidensnya mencapai 17%
Delirium, suatu kondisi akut penurunan terdiagnosis oleh dokter, padahal kondisi ini pada pasien rawat inap. Sindrom delirium
perhatian dan disfungsi kognitif, merupakan dapat dicegah.4 mempunyai dampak buruk, tidak saja karena
sindrom klinis yang umum, mengancam meningkatkan risiko kematian sampai 10 kali
hidup, dan dapat dicegah; umumnya terjadi EPIDEMIOLOGI lipat, namun juga karena memperpanjang
pada individu berusia 65 tahun atau lebih.1 Prevalensi delirium pada awal rawatan masa rawat serta meningkatkan kebutuhan
Sindrom delirium dapat didefinisikan sebagai rumah sakit berkisar antara 14-24%, dan perawatan dari petugas kesehatan dan pelaku
kegagalan otak akut yang berhubungan kejadian delirium yang timbul selama masa rawat.4
dengan disfungsi otonom, disfungsi motorik, rawat di RS berkisar antara 6-56% di antara
dan kegagalan homeostasis kompleks dan populasi umum rumah sakit. Delirium PATOFISIOLOGI
multifaktorial, sering tidak terdiagnosis dan timbul pada 15-53% pasien geriatri pasca- Delirium merupakan fenomena kompleks,
ditangani dengan buruk.2 Kata delirium operasi dan 70-87% pasien yang dirawat multifaktorial, dan mempengaruhi berbagai
awalnya digunakan dalam dunia medis di ruang rawat intensif. Delirium dijumpai bagian sistem saraf pusat. Hipotesis terbaru
untuk menggambarkan gangguan mental pada hingga 60% pasien rumah-rawat menunjukkan defisiensi jalur kolinergik da-
selama demam atau cedera kepala, ke- atau kondisi perawatan pasca-akut, dan pat merupakan salah satu faktor penyebab
mudian berkembang menjadi pengertian hingga 83% pasien pada akhir hidupnya. delirium.5 Delirium yang diakibatkan oleh
yang lebih luas, termasuk istilah status Walaupun prevalensi delirium secara penghentian substansi seperti alkohol,
konfusional akut, sindrom otak akut, keseluruhan pada komunitas hanya berkisar benzodiazepin, atau nikotin dapat dibeda-
insufisiensi serebral akut, ensefalopati 1-2%, namun prevalensi meningkat seiring kan dengan delirium karena penyebab
toksik-metabolik. Seiring waktu, istilah bertambahnya umur, hingga 14% pada pasien lain. Pada delirium akibat penghentian
delirium berkembang untuk menjelaskan berusia 85 tahun atau lebih. Lebih lanjut, alkohol terjadi ketidakseimbangan meka-
suatu kondisi akut transien, reversibel, ber- pada 10-30% pasien geriatri yang datang nisme inhibisi dan eksitasi pada sistem
fluktuasi, dan timbul pada kondisi medis ke departemen gawat darurat, delirium neurotransmiter. Konsumsi alkohol se-
tertentu.3 Sindrom delirium sering muncul merupakan gejala yang menggambarkan cara reguler dapat menyebabkan inhibisi
sebagai keluhan utama atau tak jarang justru kondisi membahayakan jiwa.1 Di Indonesia, reseptor NMDA (N-methyl-D-aspartate)
terjadi pada hari pertama pasien dirawat, prevalensi delirium di ruang rawat akut dan aktivasi reseptor GABA-A (gamma-
menunjukkan gejala berfluktuasi yang tidak geriatri RSCM adalah 23% (tahun 2004), aminobutyric acid-A). Disinhibisi serebral
Alamat korespondensi email: andyluman@yahoo.com

744 CDK-233/ vol. 42 no. 10, th. 2015


TINJAUAN PUSTAKA

berhubungan dengan perubahan neuro- 2. Inflamasi Tabel 1. Gambaran klinis delirium1


transmiter yang memperkuat transmisi Delirium dapat terjadi akibat gangguan
Gambaran Esensial Gambaran Variabel
dopaminergik dan noradrenergik, adapun primer dari luar otak, seperti penyakit
perubahan ini memberikan manifestasi inflamasi, trauma, atau prosedur bedah. Pada Onset akut Gangguan persepsi
karakteristik delirium, termasuk aktivasi sim- beberapa kasus, respons inflamasi sistemik Berfluktuasi Hiper-/hipo-aktif
Tidak terfokus Gangguan tidur/siklus
patis dan kecenderungan kejang epileptik. menyebabkan peningkatan produksi sitokin, Disorganisasi berpikir dan tidur
Pada kondisi lain, penghentian benzodiazepin yang dapat mengaktivasi mikroglia untuk berbicara Gangguan emosional
menyebabkan delirium melalui jalur pe- memproduksi reaksi inflamasi pada otak. Kesadaran berkabut
Defisit kognitif
nurunan transmisi GABA-ergik dan dapat Sejalan dengan efeknya yang merusak neuron,
timbul kejang epileptik. Delirium yang tidak sitokin juga mengganggu pembentukan dan Pemeriksaan Fisik Disfungsi Autonomik
diakibatkan karena penghentian substansi pelepasan neurotransmiter. Proses inflamasi
Disartria Takikardi
timbul melalui berbagai mekanisme, jalur berperan menyebabkan delirium pada pasien
Disnomia Hipertensi
akhir biasanya melibatkan defisit kolinergik dengan penyakit utama di otak (terutama Disgrafia Berkeringat banyak
dikombinasikan dengan hiperaktivitas penyakit neurodegeneratif ). Afasia Flushing
Nistagmus Dilatasi pupil
dopaminergik.6 Ataksia
3. Stres Tremor/Asteriksis
Perubahan transmisi neuronal yang di- Faktor stres menginduksi sistem saraf Mioklonus
jumpai pada delirium melibatkan berbagai simpatis untuk melepaskan lebih banyak
mekanisme, yang melibatkan tiga hipotesis noradrenalin, dan aksis hipotalamus- dalam tiga subtipe, yaitu:2,3
utama, yaitu:6 pituitari-adrenokortikal untuk melepaskan 1. Delirium Hipoaktif (25%).
1. Efek Langsung lebih banyak glukokortikoid, yang juga Pasien bersikap tenang dan menarik diri,
Beberapa substansi memiliki efek langsung dapat mengaktivasi glia dan menyebabkan dengan tampilan klinis letargi dan sedasi,
pada sistem neurotransmiter, khususnya kerusakan neuron. berespons lambat terhadap rangsangan,
agen antikolinergik dan dopaminergik. dan pergerakan spontan minimal. Tipe ini
Lebih lanjut, gangguan metabolik seperti DIAGNOSIS cenderung tidak terdeteksi pada rawat inap
hipoglikemia, hipoksia, atau iskemia dapat Delirium merupakan suatu diagnosis yang dan menyebabkan peningkatan lama rawat
langsung mengganggu fungsi neuronal dan dapat ditegakkan secara bedside, sehingga dan komplikasi yang lebih berat.
mengurangi pembentukan atau pelepasan sangat diperlukan pemahaman gambaran
neurotransmiter. Kondisi hiperkalsemia pada klinisnya. Tampilan klinis delirium dapat 2. Delirium Hiperaktif (30%).
wanita dengan kanker payudara merupakan bervariasi, namun secara umum delirium Pasien memiliki gambaran agitasi, hiper-
penyebab utama delirium. diklasifikasi berdasarkan sifat psikomotorik vigilansi, dan sering disertai halusinasi
dan delusi, yang walaupun lebih awal
dapat terdeteksi, berhubungan dengan
peningkatan penggunaan benzodiazepin,
sedasi berlebihan, dan risiko jatuh.

3. Delirium Campuran (Mixed) (45%).


Pasien menunjukkan gambaran klinis baik
hiperaktif maupun hipoaktif.

Masing-masing subtipe delirium diakibatkan


oleh mekanisme patofisiologi yang berbeda
dan memberikan prognosis yang juga
berbeda. Delirium pasca-operasi dapat
timbul pada hari pertama atau kedua pasca-
operasi, namun biasanya bersifat hipoaktif
dan sering tidak terdeteksi. Delirium dapat
sulit dideteksi di ICU, mengingat uji kognitif
standar sering tidak dapat digunakan karena
pasien diintubasi dan tidak dapat menjawab
pertanyaan secara verbal.3

Usia lanjut merupakan faktor risiko delirium


Gambar 1. Hubungan antara berbagai faktor etiologi delirium. Inflamasi sistemik dapat diakibatkan oleh infeksi sistemik, yang paling umum pada pasien kondisi kritis.
trauma, atau pembedahan. Neurotransmiter yang berperan pada delirium termasuk asetikolin, dopamin, 5-hidroksitriptamin, Pada pasien ICU dan pembedahan, faktor
norepinefrin, glutamat, dan asam aminobutirat.3 risiko yang signifikan adalah usia lanjut dan

CDK-233/ vol. 42 no. 10, th. 2015 745


TINJAUAN PUSTAKA

Tabel 2. Faktor predisposisi delirium2 Tabel 4. Confusion Assessment Method (CAM)2

Faktor Predisposisi Confusion Assessment Method (CAM)

Peresepan obat dan polifarmasi 1. Awitan Akut dan Berfluktuasi


Gejala penghentian alkohol dan benzodiazepin a. Apakah ada bukti status mental pasien berubah mendadak (akut) dari kondisi awalnya?
Sepsis, syok, hipotermia b. Apakah perilaku tersebut (abnormal) berfluktuasi pada hari itu, dengan kata lain hilang timbul atau
Gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, keparahannya meningkat-menurun?
kalsium, magnesium, fosfat) 2. Perhatian Tidak Terfokus
Defisiensi nutrien (tiamin, B12, folat) Apakah pasien sulit memusatkan perhatian, misalnya mudah sekali teralih atau sulit mengikuti pembicaraan?
Gagal jantung, hati, atau ginjal
Gangguan fungsi paru (terutama pada kondisi 3. Pikiran Tidak Tertata
hipoksemia) Apakah pemikiran pasien tidak tertata atau tidak koheren, misalnya percakapan melantur atau tidak relevan, aliran
CVA (cerebrovascular accident) atau kejang gagasan tidak jernih atau tidak logis, berganti-ganti topik secara tidak terduga?
Pasca-operasi, terutama jantung, ortopedik, atau 4. Perubahan Tingkat Kesadaran
perawatan di ICU Secara keseluruhan, bagaimana Anda menilai tingkat kesadaran pasien ini?
Jatuh dan fraktur Waspada (normal), vigilant (waspada berlebihan), letargik, stupor, koma
Anemia atau perdarahan saluran cerna
Nyeri Pasien harus memenuhi nilai 1 dan 2 ditambah nilai 3 atau 4 untuk diagnosis delirium
Kanker atau penyakit tahap akhir
Tabel 5. Perbedaan antara delirium, demensia, dan depresi2
2
Tabel 3. Faktor risiko umum delirium Delirium Demensia Depresi
Non-correctable Onset Akut Perlahan (tersembunyi) Bervariasi
Perjalanan Berfluktuasi Progresif Diurnal
Usia
Kesadaran Terganggu, berkabut Baik hingga tahap akhir Baik
Jenis kelamin laki-laki
Perhatian Tidak terfokus Normal Kurang
Gangguan kognitif ringan, demensia, penyakit
Memori Memori jangka pendek kurang Memori jangka pendek kurang Normal
Parkinson dijumpai pada >50% pasien
Proses Ber- Disorganisasi, inkoheren Kesulitan dengan pemikiran Tidak terganggu, kurang percaya
Komorbiditas multipel meliputi:
pikir abstrak diri, tidak ada harapan hidup
- Penyakit ginjal dan hati
Persepsi Misinterpretasi, halusinasi, delusi Normal (kecuali Lewy Body) Dapat dengan kompleks delusi
- Riwayat CVA
psikosis paranoid
- Riwayat jatuh dan mobilitas yang buruk
MMSE Sulit menyelesaikan MMSE Berjuang keras/berusaha Kurang motivasi
- Riwayat delirium sebelumnya
menemukan respons yang benar
Correctable
MMSE: Mini Mental State Examination
Gangguan pendengaran atau penglihatan
meningkatkan risiko tiga kali lipat
Malnutrisi, dehidrasi, albumin rendah berhubungan 2. Delirium intoksikasi substansi (pe- bentuk ataupun sedang berkembang
dengan peningkatan risiko dua kali lipat nyalahgunaan obat) dan tidak timbul pada kondisi pe-
Isolasi sosial, kurang tidur, lingkungan baru, pergerakan 3. Delirium penghentian substansi nurunan tingkat kesadaran berat, se-
di rumah sakit
Kateter indwelling dan jangka panjang 4. Delirium diinduksi substansi (pengobatan perti koma.
Tambahan tiga atau lebih medikasi yang baru atau toksin) e. Temuan bukti dari riwayat, pemeriksaan
Tidak ada orientasi waktu 5. Delirium yang berhubungan dengan fisik, atau laboratorium yang meng-
Merokok
etiologi multipel indikasikan gangguan terjadi akibat
Potentially Correctable
6. Delirium tidak terklasifikasi. konsekuensi fisiologik langsung suatu
Uremia urea darah >10 merupakan faktor risiko kondisi medik umum, intoksikasi
independen
Diagnosis delirium memerlukan 5 kriteria atau penghentian substansi (seperti
Depresi
Rawatan rumah sakit lama risiko meningkat (A-E) dari DSM V, yaitu:8 penyalahgunaan obat atau pengobatan),
setelah 9 hari a. Gangguan kesadaran (berupa penu- pemaparan terhadap toksin, atau
runan kejernihan kesadaran terhadap karena etiologi multipel.
komorbiditas, penggunaan alkohol berlebih lingkungan) dengan penurunan ke-
dan nilai APACHE II yang tinggi. Pada pasien mampuan fokus, mempertahankan atau Suatu algoritma dapat digunakan untuk
jantung yang dirawat di ICU, beberapa faktor mengubah perhatian. menegakkan diagnosis sindrom delirium
risiko adalah usia lanjut dan nilai Mini-Mental b. Gangguan berkembang dalam periode yang dikenal dengan Confusion Assessment
State Examination (MMSE) yang rendah.7 singkat (biasanya beberapa jam hingga Method (CAM). Algoritma tersebut telah di-
hari) dan cenderung berfluktuasi dalam validasi, sehingga dapat digunakan untuk
Klasifikasi dan kriteria diagnosis delirium perjalanannya. penegakan diagnosis. CAM ditambah uji
dapat berdasarkan DSM V (Diagnosis and c. Perubahan kognitif (seperti defisit status mental lain dapat dipakai sebagai baku
Statistical Manual of Mental Disorders, 5th memori, disorientasi, gangguan bahasa) emas diagnosis. Algoritma CAM memiliki
edition). Kriteria DSM V tahun 2013 tidak atau perkembangan gangguan persepsi sensitivitas 94-100% dan spesifisitas 90-95%,
berbeda dengan pada DSM IV-TR tahun 2000. yang tidak dapat dimasukkan ke dalam dan tingkat reliabilitas inter-observer tinggi
DSM V mengklasifikasi delirium menurut kondisi demensia. apabila digunakan oleh tenaga terlatih. Uji
etiologi sebagai berikut:3,8 d. Gangguan pada kriteria (a) dan (c) status mental lain yang sudah lazim dikenal
1. Delirium yang berhubungan dengan tidak disebabkan oleh gangguan antara lain Mini-mental Status Examination
kondisi medik umum neurokognitif lain yang telah ada, ter- (MMSE), Delirium Rating Scale, Delirium

746 CDK-233/ vol. 42 no. 10, th. 2015


TINJAUAN PUSTAKA

Tabel 6. Penanganan farmakologis delirium1 informasi dari keluarga dan pelaku rawat
menjadi sangat berarti saat anamnesis.
Kondisi gangguan kognitif pasca-operasi
(post-operative cognitive dysfunction/POCD)
agak berbeda dengan sindrom delirium,
namun mempunyai implikasi klinis yang
mirip. Secara klinis POCD jarang di-
sertai penurunan tingkat kesadaran dan
perjalanannya tidak berfluktuasi.4

PENCEGAHAN
Pencegahan delirium merupakan stra-
tegi paling efektif untuk mengurangi
frekuensi dan komplikasi. Obat-obatan
seperti benzodiazepin atau antikolinergik
dan pencetus lain yang dikenal dapat
menyebabkan delirium secara umum hen-
daknya dihindari. Pencegahan yang sukses
termasuk pendekatan multikomponen juga
dapat dilakukan untuk mengurangi faktor
risiko. Karena delirium memiliki banyak pe-
MMSE (Mini-Mental State Exam); CAM (Confusion Assessment Method); OTC (Over the Counter); PRN, as needed; TFT (thyroid nyebab, maka pendekatan multikomponen
function tests); ABG (Arterial Blood Gas); CSF (Cerebrospinal Fluid); EEG (Electroencephalogram); PO (per oral); IM (intramuskuler); merupakan yang paling efektif dan relevan
IV (intravena).10 secara klinis. Yale Delirium Prevention Trial
menunjukkan efektivitas protokol intervensi
yang menargetkan kepada 6 faktor risiko:
reorientasi dan terapi untuk gangguan
kognitif, mobilisasi dini untuk mengatasi
imobilisasi, pendekatan nonfarmakologik
untuk meminimalisir penggunaan obat-
obat psikoaktif, intervensi untuk mencegah
gangguan siklus tidur, metode komunikasi
dan perlengkapan adaptif (seperti kacamata
dan alat bantu dengar) untuk gangguan
penglihatan dan pendengaran, dan inter-
vensi dini untuk kekurangan cairan.1,2,4

PENANGANAN
Langkah utama adalah menilai semua
kemungkinan penyebab, menyediakan duku-
ngan suportif dan mencegah komplikasi,
dan mengatasi gejala. Karena delirium dapat
merupakan kegawatdaruratan medis, tujuan
utama penanganan adalah mengetahui
faktor predisposisi dan pencetus secara dini.

Strategi penanganan delirium dapat di-


bagi dalam strategi nonfarmakologis
Gambar 2. Algoritma penilaian delirium pada geriatri. MMSE (Mini-Mental State Exam); CAM (Confusion Assessment Method); dan farmakologis. Strategi penanganan
OTC (Over the Counter); PRN, as needed; TFT (thyroid function tests); ABG (Arterial Blood Gas); CSF (Cerebrospinal Fluid); EEG nonfarmakologis merupakan pengobatan
(Electroencephalogram); PO (per oral); IM (intramuskuler); IV (intravena).10 utama seluruh pasien delirium; meliputi
reorientasi dan intervensi tingkah laku.
Symptom Interview. Kombinasi pemeriksaan Demensia dan depresi sering menunjukkan Tenaga kesehatan memberi instruksi yang
tersebut dapat dikerjakan dalam waktu sekitar gejala mirip delirium; bahkan kedua kondisi jelas dan sering membuat kontak mata
15 menit oleh tenaga kesehatan terlatih, tersebut dapat dijumpai bersamaan dengan dengan pasien. Gangguan sensorik seperti
cukup andal, spesifik, serta sensitif.3,4,9 sindrom delirium. Pada keadaan tersebut, kehilangan penglihatan dan pendengaran,

CDK-233/ vol. 42 no. 10, th. 2015 747


TINJAUAN PUSTAKA

dapat diminimalisir dengan menggunakan agitasi akut dan memiliki kelebihan, karena SIMPULAN
peralatan seperti kacamata dan alat bantu tersedia dalam bentuk parenteral, namun Sindrom delirium sering muncul sebagai
dengar. Imobilisasi harus dicegah karena penggunaannya dihubungkan dengan keluhan utama atau tak jarang justru
dapat meningkatkan agitasi, peningkatan efek samping ekstrapiramidal dan distonia terjadi pada hari pertama pasien dirawat,
risiko luka, dan pemanjangan lamanya akut yang lebih tinggi dibandingkan berfluktuasi dengan gejala tidak khas, dan
delirium. Intervensi lain termasuk mem- antipsikotik atipikal. Beberapa antipsikotik sering tidak terdiagnosis, padahal kondisi ini
batasi perubahan ruangan dan staf serta atipikal (seperti risperidon, olanzapine, dan dapat dicegah.
menyediakan kondisi perawatan pasien quetiapine) digunakan untuk mengatasi
yang tenang, dengan pencahayaan rendah agitasi pasien delirium, namun tidak ada Patofisiologi delirium melibatkan berbagai
pada malam hari. Kondisi lingkungan yang data yang menunjukkan keunggulan mekanisme dengan tiga hipotesis utama,
tenang memberikan periode tidur yang satu antipsikotik dibandingkan lainnya. yaitu efek langsung pada sistem neuro-
tidak terganggu, cukup penting dalam pe- Antipsikotik meningkatkan risiko stroke transmiter, inflamasi, dan stres.
nanganan delirium. Meminimalisir peng- pada pasien geriatri dengan demensia dan
gunaan obat-obat psikoaktif dengan menyebabkan pemanjangan interval QT. Delirium merupakan kondisi yang dapat
protokol tidur nonfarmakologis yang me- Golongan benzodiazepin, seperti lorazepam, didiagnosis secara bedside, sehingga
liputi 3 komponen, antara lain segelas susu tidak direkomendasikan sebagai terapi lini sangat diperlukan pemahaman gambaran
hangat atau teh herbal, musik relaksasi, dan utama pengobatan delirium, karena dapat klinisnya yang dapat bevariasi; secara umum
pijat punggung. Protokol ini dapat dilakukan memperberat perubahan status mental dan diklasifikasikan dalam tiga subtipe, yaitu
sebagai bagian dari strategi pencegahan menyebabkan sedasi berlebihan.3,11,12 hipoaktif, hiperaktif, dan campuran.
multikomponen yang efektif.1,3,10
PROGNOSIS Diagnosis delirium dapat menggunakan
Strategi penanganan delirium secara Berbagai studi menunjukkan hampir sete- kriteria DSM IV-TR dengan terpenuhinya 4
farmakologi lebih jarang dilakukan. Terapi ngah pasien delirium keluar dari kondisi kriteria; Confusion Assessment Method (CAM)
farmakologi biasanya diberikan pada pasien rawatan akut rumah sakit dengan gejala merupakan algoritma telah tervalidasi
delirium yang sesuai indikasi atau diperlu- persisten dan 20-40% di antaranya masih yang dapat digunakan untuk membantu
kan untuk mencegah pengobatan medis mengalami delirium hingga 12 bulan; penegakan diagnosis delirium.
lanjutan (pada delirium hiperaktif ). Terapi prognosis jangka panjang lebih buruk
farmakologi pada kondisi hipoaktif hingga dibandingkan pasien yang mengalami Strategi penanganan delirium dapat di-
saat ini masih kontroversial. Obat-obat yang perbaikan sempurna pada akhir rawatan.2 bagi dalam strategi nonfarmakologis
mempengaruhi perubahan tingkah laku Pasien sindrom delirium memiliki risiko dan farmakologis. Strategi penanganan
dapat mengaburkan status mental pasien kematian lebih tinggi jika komorbiditasnya nonfarmakologis merupakan yang utama
dan menyulitkan pemantauan, oleh karena itu tinggi, penyakitnya lebih berat (nilai APACHE untuk seluruh pasien delirium, strategi
hendaknya dihindari apabila memungkin- II tinggi), dan jenis kelamin laki-laki. Episode farmakologis lebih jarang, dengan
kan. Haloperidol telah luas digunakan delirium juga lebih panjang pada kelompok haloperidol sebagai agen utama untuk
sebagai obat pilihan untuk pengobatan pasien demensia.4,13,14 mengatasi agitasi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Inouye SK. Delirium in older persons. N Engl J Med. 2006; 354: 1157-65.
2. Wass S, Webster PJ, Nair BR. Delirium in the elderly: A review. Oman Med J. 2008; 23(3): 150-7.
3. Fong TG, Tulebaev SR, Inouye SK. Delirium in elderly adults: Diagnosis, prevention and treatment. Nat Rev Neurol. 2009; 5(4): 210-20. doi: 10.1038/nrneurol.2009.24
4. Soejono CH. Sindrom delirium. In: Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p. 907-12.
5. Flinn DR, Diehl KM, Seyfried LS, Malani PN. Prevention, diagnosis, and management of postoperative delirium in older adults. J Am Coll Surg. 2009; 209(2): 261-8. doi: 10.1016/j.
amcollsurg.2009.03.008
6. Lorenzi S, Fusgen I, Noachtar S. Acute confusional states in the elderly- diagnosis and treatment. Dtsch Arztebl Int. 2012; 109(21): 391-400.
7. Mattar I, Chan MF, Childs C. Risk factors for acute delirium in critically ill adult patients: A systematic review. ISRN Critical Care 2013: 1-10. doi: 10.5402/2013/910125
8. American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of mental disorders. 5th ed. Arlington, VA: American Psychiatric Publishing; 2013.
9. Wei LA, Fearing MA, Sternberg EJ, Inouye SK. The confusion assessment method: A systematic review of current usage. J Am Geriatr Soc. 2008; 56: 823-30.
10. McNicoll L, Inouye SK. Delirium. In: Landefeld CS, Palmer RM, Johnson MA, Johnston CB, Lyons WL, editors. Current geriatric diagnosis and treatment. 1st ed. McGraw-Hill: New
York; 2004.
11. Flaherty JH, Gonzales JP, Dong B. Antipsychotics in the treatment of delirium in older hospitalized adults: A systematic review. J Am Geriatr Soc. 2011; 59: 269-76.
12. Campbell N, Boustani MA, Ayub A, Fox GC, Munger SL, Ott C, et al. Pharmacological management of delirium in hospitalized adults- a systematic evidence review. J Gen Intern Med. 2009;
24(7): 848-53. doi: 10.1007/s11606-009-0996-7
13. Witlox J, Eurelings LSM, de Jonghe JFM, Kalisvaart KJ, Eikelenboom P, van Gool WA. Delirium in elderly patients and the risk of postdischarge mortality, institutionalization, and dementia.
JAMA. 2010; 304(4): 443-51.
14. Lima DP, Ochiai ME, Lima AB, Curiati JAE, Farfel JM, Filho WJ. Delirium in hospitalized elderly patients and post-discharge mortality. Clinics 2010; 65(3): 251-5. doi: 10.1590/S1807-
59322010000300003

748 CDK-233/ vol. 42 no. 10, th. 2015

Anda mungkin juga menyukai