09 - 233sindrom Delirium PDF
09 - 233sindrom Delirium PDF
Sindrom Delirium
Andy Luman
Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia
ABSTRAK
Delirium merupakan suatu kondisi akut penurunan perhatian, kognitif, dan berfluktuasi yang sering dijumpai pada individu berusia 65
tahun atau lebih, biasanya disebabkan oleh suatu kondisi medis atau obat. Pemahaman gambaran klinis sangat diperlukan untuk diagnosis
delirium secara bedside; dan dengan strategi pencegahan dan penanganan yang baik maka prognosisnya baik.
ABSTRACT
Delirium is an acute condition of decreased and fluctuating attention and cognition, often found in individuals aged above 65 years,
can be caused by a medical condition or drug adverse effect. Clinical understanding is very necessary for the diagnosis of delirium in
bedside; and with appropriate prevention and treatment strategies, prognosis is good. Andy Luman. Delirium Syndrome.
PENDAHULUAN khas. Setidaknya 32-67% sindrom ini tidak sedangkan insidensnya mencapai 17%
Delirium, suatu kondisi akut penurunan terdiagnosis oleh dokter, padahal kondisi ini pada pasien rawat inap. Sindrom delirium
perhatian dan disfungsi kognitif, merupakan dapat dicegah.4 mempunyai dampak buruk, tidak saja karena
sindrom klinis yang umum, mengancam meningkatkan risiko kematian sampai 10 kali
hidup, dan dapat dicegah; umumnya terjadi EPIDEMIOLOGI lipat, namun juga karena memperpanjang
pada individu berusia 65 tahun atau lebih.1 Prevalensi delirium pada awal rawatan masa rawat serta meningkatkan kebutuhan
Sindrom delirium dapat didefinisikan sebagai rumah sakit berkisar antara 14-24%, dan perawatan dari petugas kesehatan dan pelaku
kegagalan otak akut yang berhubungan kejadian delirium yang timbul selama masa rawat.4
dengan disfungsi otonom, disfungsi motorik, rawat di RS berkisar antara 6-56% di antara
dan kegagalan homeostasis kompleks dan populasi umum rumah sakit. Delirium PATOFISIOLOGI
multifaktorial, sering tidak terdiagnosis dan timbul pada 15-53% pasien geriatri pasca- Delirium merupakan fenomena kompleks,
ditangani dengan buruk.2 Kata delirium operasi dan 70-87% pasien yang dirawat multifaktorial, dan mempengaruhi berbagai
awalnya digunakan dalam dunia medis di ruang rawat intensif. Delirium dijumpai bagian sistem saraf pusat. Hipotesis terbaru
untuk menggambarkan gangguan mental pada hingga 60% pasien rumah-rawat menunjukkan defisiensi jalur kolinergik da-
selama demam atau cedera kepala, ke- atau kondisi perawatan pasca-akut, dan pat merupakan salah satu faktor penyebab
mudian berkembang menjadi pengertian hingga 83% pasien pada akhir hidupnya. delirium.5 Delirium yang diakibatkan oleh
yang lebih luas, termasuk istilah status Walaupun prevalensi delirium secara penghentian substansi seperti alkohol,
konfusional akut, sindrom otak akut, keseluruhan pada komunitas hanya berkisar benzodiazepin, atau nikotin dapat dibeda-
insufisiensi serebral akut, ensefalopati 1-2%, namun prevalensi meningkat seiring kan dengan delirium karena penyebab
toksik-metabolik. Seiring waktu, istilah bertambahnya umur, hingga 14% pada pasien lain. Pada delirium akibat penghentian
delirium berkembang untuk menjelaskan berusia 85 tahun atau lebih. Lebih lanjut, alkohol terjadi ketidakseimbangan meka-
suatu kondisi akut transien, reversibel, ber- pada 10-30% pasien geriatri yang datang nisme inhibisi dan eksitasi pada sistem
fluktuasi, dan timbul pada kondisi medis ke departemen gawat darurat, delirium neurotransmiter. Konsumsi alkohol se-
tertentu.3 Sindrom delirium sering muncul merupakan gejala yang menggambarkan cara reguler dapat menyebabkan inhibisi
sebagai keluhan utama atau tak jarang justru kondisi membahayakan jiwa.1 Di Indonesia, reseptor NMDA (N-methyl-D-aspartate)
terjadi pada hari pertama pasien dirawat, prevalensi delirium di ruang rawat akut dan aktivasi reseptor GABA-A (gamma-
menunjukkan gejala berfluktuasi yang tidak geriatri RSCM adalah 23% (tahun 2004), aminobutyric acid-A). Disinhibisi serebral
Alamat korespondensi email: andyluman@yahoo.com
Tabel 6. Penanganan farmakologis delirium1 informasi dari keluarga dan pelaku rawat
menjadi sangat berarti saat anamnesis.
Kondisi gangguan kognitif pasca-operasi
(post-operative cognitive dysfunction/POCD)
agak berbeda dengan sindrom delirium,
namun mempunyai implikasi klinis yang
mirip. Secara klinis POCD jarang di-
sertai penurunan tingkat kesadaran dan
perjalanannya tidak berfluktuasi.4
PENCEGAHAN
Pencegahan delirium merupakan stra-
tegi paling efektif untuk mengurangi
frekuensi dan komplikasi. Obat-obatan
seperti benzodiazepin atau antikolinergik
dan pencetus lain yang dikenal dapat
menyebabkan delirium secara umum hen-
daknya dihindari. Pencegahan yang sukses
termasuk pendekatan multikomponen juga
dapat dilakukan untuk mengurangi faktor
risiko. Karena delirium memiliki banyak pe-
MMSE (Mini-Mental State Exam); CAM (Confusion Assessment Method); OTC (Over the Counter); PRN, as needed; TFT (thyroid nyebab, maka pendekatan multikomponen
function tests); ABG (Arterial Blood Gas); CSF (Cerebrospinal Fluid); EEG (Electroencephalogram); PO (per oral); IM (intramuskuler); merupakan yang paling efektif dan relevan
IV (intravena).10 secara klinis. Yale Delirium Prevention Trial
menunjukkan efektivitas protokol intervensi
yang menargetkan kepada 6 faktor risiko:
reorientasi dan terapi untuk gangguan
kognitif, mobilisasi dini untuk mengatasi
imobilisasi, pendekatan nonfarmakologik
untuk meminimalisir penggunaan obat-
obat psikoaktif, intervensi untuk mencegah
gangguan siklus tidur, metode komunikasi
dan perlengkapan adaptif (seperti kacamata
dan alat bantu dengar) untuk gangguan
penglihatan dan pendengaran, dan inter-
vensi dini untuk kekurangan cairan.1,2,4
PENANGANAN
Langkah utama adalah menilai semua
kemungkinan penyebab, menyediakan duku-
ngan suportif dan mencegah komplikasi,
dan mengatasi gejala. Karena delirium dapat
merupakan kegawatdaruratan medis, tujuan
utama penanganan adalah mengetahui
faktor predisposisi dan pencetus secara dini.
dapat diminimalisir dengan menggunakan agitasi akut dan memiliki kelebihan, karena SIMPULAN
peralatan seperti kacamata dan alat bantu tersedia dalam bentuk parenteral, namun Sindrom delirium sering muncul sebagai
dengar. Imobilisasi harus dicegah karena penggunaannya dihubungkan dengan keluhan utama atau tak jarang justru
dapat meningkatkan agitasi, peningkatan efek samping ekstrapiramidal dan distonia terjadi pada hari pertama pasien dirawat,
risiko luka, dan pemanjangan lamanya akut yang lebih tinggi dibandingkan berfluktuasi dengan gejala tidak khas, dan
delirium. Intervensi lain termasuk mem- antipsikotik atipikal. Beberapa antipsikotik sering tidak terdiagnosis, padahal kondisi ini
batasi perubahan ruangan dan staf serta atipikal (seperti risperidon, olanzapine, dan dapat dicegah.
menyediakan kondisi perawatan pasien quetiapine) digunakan untuk mengatasi
yang tenang, dengan pencahayaan rendah agitasi pasien delirium, namun tidak ada Patofisiologi delirium melibatkan berbagai
pada malam hari. Kondisi lingkungan yang data yang menunjukkan keunggulan mekanisme dengan tiga hipotesis utama,
tenang memberikan periode tidur yang satu antipsikotik dibandingkan lainnya. yaitu efek langsung pada sistem neuro-
tidak terganggu, cukup penting dalam pe- Antipsikotik meningkatkan risiko stroke transmiter, inflamasi, dan stres.
nanganan delirium. Meminimalisir peng- pada pasien geriatri dengan demensia dan
gunaan obat-obat psikoaktif dengan menyebabkan pemanjangan interval QT. Delirium merupakan kondisi yang dapat
protokol tidur nonfarmakologis yang me- Golongan benzodiazepin, seperti lorazepam, didiagnosis secara bedside, sehingga
liputi 3 komponen, antara lain segelas susu tidak direkomendasikan sebagai terapi lini sangat diperlukan pemahaman gambaran
hangat atau teh herbal, musik relaksasi, dan utama pengobatan delirium, karena dapat klinisnya yang dapat bevariasi; secara umum
pijat punggung. Protokol ini dapat dilakukan memperberat perubahan status mental dan diklasifikasikan dalam tiga subtipe, yaitu
sebagai bagian dari strategi pencegahan menyebabkan sedasi berlebihan.3,11,12 hipoaktif, hiperaktif, dan campuran.
multikomponen yang efektif.1,3,10
PROGNOSIS Diagnosis delirium dapat menggunakan
Strategi penanganan delirium secara Berbagai studi menunjukkan hampir sete- kriteria DSM IV-TR dengan terpenuhinya 4
farmakologi lebih jarang dilakukan. Terapi ngah pasien delirium keluar dari kondisi kriteria; Confusion Assessment Method (CAM)
farmakologi biasanya diberikan pada pasien rawatan akut rumah sakit dengan gejala merupakan algoritma telah tervalidasi
delirium yang sesuai indikasi atau diperlu- persisten dan 20-40% di antaranya masih yang dapat digunakan untuk membantu
kan untuk mencegah pengobatan medis mengalami delirium hingga 12 bulan; penegakan diagnosis delirium.
lanjutan (pada delirium hiperaktif ). Terapi prognosis jangka panjang lebih buruk
farmakologi pada kondisi hipoaktif hingga dibandingkan pasien yang mengalami Strategi penanganan delirium dapat di-
saat ini masih kontroversial. Obat-obat yang perbaikan sempurna pada akhir rawatan.2 bagi dalam strategi nonfarmakologis
mempengaruhi perubahan tingkah laku Pasien sindrom delirium memiliki risiko dan farmakologis. Strategi penanganan
dapat mengaburkan status mental pasien kematian lebih tinggi jika komorbiditasnya nonfarmakologis merupakan yang utama
dan menyulitkan pemantauan, oleh karena itu tinggi, penyakitnya lebih berat (nilai APACHE untuk seluruh pasien delirium, strategi
hendaknya dihindari apabila memungkin- II tinggi), dan jenis kelamin laki-laki. Episode farmakologis lebih jarang, dengan
kan. Haloperidol telah luas digunakan delirium juga lebih panjang pada kelompok haloperidol sebagai agen utama untuk
sebagai obat pilihan untuk pengobatan pasien demensia.4,13,14 mengatasi agitasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Inouye SK. Delirium in older persons. N Engl J Med. 2006; 354: 1157-65.
2. Wass S, Webster PJ, Nair BR. Delirium in the elderly: A review. Oman Med J. 2008; 23(3): 150-7.
3. Fong TG, Tulebaev SR, Inouye SK. Delirium in elderly adults: Diagnosis, prevention and treatment. Nat Rev Neurol. 2009; 5(4): 210-20. doi: 10.1038/nrneurol.2009.24
4. Soejono CH. Sindrom delirium. In: Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p. 907-12.
5. Flinn DR, Diehl KM, Seyfried LS, Malani PN. Prevention, diagnosis, and management of postoperative delirium in older adults. J Am Coll Surg. 2009; 209(2): 261-8. doi: 10.1016/j.
amcollsurg.2009.03.008
6. Lorenzi S, Fusgen I, Noachtar S. Acute confusional states in the elderly- diagnosis and treatment. Dtsch Arztebl Int. 2012; 109(21): 391-400.
7. Mattar I, Chan MF, Childs C. Risk factors for acute delirium in critically ill adult patients: A systematic review. ISRN Critical Care 2013: 1-10. doi: 10.5402/2013/910125
8. American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of mental disorders. 5th ed. Arlington, VA: American Psychiatric Publishing; 2013.
9. Wei LA, Fearing MA, Sternberg EJ, Inouye SK. The confusion assessment method: A systematic review of current usage. J Am Geriatr Soc. 2008; 56: 823-30.
10. McNicoll L, Inouye SK. Delirium. In: Landefeld CS, Palmer RM, Johnson MA, Johnston CB, Lyons WL, editors. Current geriatric diagnosis and treatment. 1st ed. McGraw-Hill: New
York; 2004.
11. Flaherty JH, Gonzales JP, Dong B. Antipsychotics in the treatment of delirium in older hospitalized adults: A systematic review. J Am Geriatr Soc. 2011; 59: 269-76.
12. Campbell N, Boustani MA, Ayub A, Fox GC, Munger SL, Ott C, et al. Pharmacological management of delirium in hospitalized adults- a systematic evidence review. J Gen Intern Med. 2009;
24(7): 848-53. doi: 10.1007/s11606-009-0996-7
13. Witlox J, Eurelings LSM, de Jonghe JFM, Kalisvaart KJ, Eikelenboom P, van Gool WA. Delirium in elderly patients and the risk of postdischarge mortality, institutionalization, and dementia.
JAMA. 2010; 304(4): 443-51.
14. Lima DP, Ochiai ME, Lima AB, Curiati JAE, Farfel JM, Filho WJ. Delirium in hospitalized elderly patients and post-discharge mortality. Clinics 2010; 65(3): 251-5. doi: 10.1590/S1807-
59322010000300003