PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan
oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang
sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini
lebih sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh
manusia.
Insidensi TBC dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir
ini di seluruh dunia. Demikian pula di Indonesia, Tuberkulosis / TBC merupakan
masalah kesehatan, baik dari sisi angka kematian (mortalitas), angka kejadian
penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan terapinya. Dengan penduduk lebih
dari 200 juta orang, Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan
China dalam hal jumlah penderita di antara 22 negara dengan masalah TBC
terbesar di dunia.
Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI tahun 1992,
menunjukkan bahwa Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit kedua penyebab
kematian, sedangkan pada tahun 1986 merupakan penyebab kematian keempat.
Pada tahun 1999 WHO Global Surveillance memperkirakan di Indonesia terdapat
583.000 penderita Tuberkulosis / TBC baru pertahun dengan 262.000 BTA
positif atau insidens rate kira-kira 130 per 100.000 penduduk. Kematian akibat
Tuberkulosis / TBC diperkirakan menimpa 140.000 penduduk tiap tahun. Jumlah
penderita TBC paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat.
Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua
menit muncul satu penderita baru TBC paru yang menular. Bahkan setiap
empat menit sekali satu orang meninggal akibat TBC di Indonesia. Sehingga kita
harus waspada sejak dini & mendapatkan informasi lengkap tentang penyakit
TBC.
1.1. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan Tuberkulosis Paru (TB Paru) ?
1
2. Bagaimana epidemiologi Tuberkulosis Paru (TB Paru) ?
3. Apa saja etiologi Tuberkulosis Paru (TB Paru) ?
4. Bagaimana penularan dari Tuberkulosis Paru (TB Paru) ?
5. Bagaimana patofisiologi dari Tuberkulosis Paru (TB Paru) ?
6. Apa saja klasifikasi dari Tuberkulosis Paru (TB Paru) ?
7. Bagaimana manifestasi klinis dari Tuberkulosis Paru (TB Paru) ?
8. Bagaimana diagnosis dari Tuberkulosis Paru (TB Paru)?
9. Bagaimana penatalaksanaan/terapi dari Tuberkulosis Paru (TB Paru) ?
1.2. Tujuan Penulisan
Adapaun tujuan dan manfaat dalam penyusunan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Agar mahasiswa/mahasiswi dapat mengetahui dan memahami definisi
2
BAB II
PEMBAHASAN
tetapi dapat menyerang semua organ atau jaringan tubuh, misalnya pada
parenkim paru. Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lainnya termasuk meninges, ginjal, tulang, dan
3
nodus limfe (Smeltzer & Bare, 2002).
jumlah kasus baru maupun jumlah angka kematian yang disebabkan oleh TB.
1990 sampai 2000 terjadi peningkatan penderita tuberkulosis dari 7,5 juta
menjadi 10,2 juta dengan jumlah kematian seluruhnya meningkat dari 2,5 juta
HIV. Pada tahun 1993, WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TB,
WHO melaporkan adanya 3 juta orang meninggal akibat TB tiap tahun dan
diperkirakan 5000 orang tiap harinya. Tiap tahun ada 9 juta penderita TB baru
4
dan 75% kasus kematian dan kesakitan di masyarakat diderita oleh orang-
dicegah. Daerah Asia Tenggara menanggung bagian yang terberat dari beban
Qauliyah: 2007).
660.000 dan estimasi insidensi berjumlah 430.000 kasus baru per tahun.
5
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Robet Koch pada tahun 1882. Basil tuberculosis dapat hidup dan tetap virulen
beberapa minggu dalam keadaan kering, tetapi dalam cairan mati dalam suhu
tuberkel (FKUI,2005).
tuberculosis yaitu tipe human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada dalam
susu sapi yang menderita mastitis tuberkulosis usus. Basil tipe human bisa
berada di bercak ludah (droplet) di udara yang berasal dari penderita TBC
terbuka dan orang yang rentan terinfeksi TBC ini bila menghirup bercak ini.
Perjalanan TBC setelah terinfeksi melalui udara. Bakteri juga dapat masuk ke
dengan ukuran sampai 4 mycron dan bersifat anaerob. Sifat ini yang
6
tuberculosis. Kuman ini juga terdiri dari asal lemak (lipid) yang membuat
kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia
nukles, kemudian dihirup oleh manusia dan menginfeksi (Depkes RI, 2002).
bentuk droplet yang sangat kecil pada waktu batuk atau bersin. Droplet yang
sangat kecil ini mengering dengan cepat dan menjadi droplet yang
beberapa jam. Droplet yang mengandung kuman ini dapat terhirup oleh orang
lain. Jika kuman tersebut sudah menetap dalam paru dari orang yang
yang lebih tinggi untuk terkena TB. Vitamin D juga memiliki peran
7
penting dalam aktivasi makrofag dan membatasi pertumbuhan
banyak terjadi pada orang tua daripada dewasa muda dan anak- anak
(Horsburgh, 2009).
2. Faktor lingkungan
untuk terkena TB. Selain itu orang yang tinggal di lingkungan yang
banyak terjadi kasus TB juga memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena
2.5. Patofisiologi
8
aerobik, sehingga mudah tumbuh di dalam paru, terlebih di daerah apeks
kumpulan padat sel makrofag. Respons awal pada jaringan yang belum
pernah terinfeksi ialah berupa sebukan sel radang, baik sel leukosit
berproliferasi terus, dan sementara makrofag (yang berisi kuman) mati, sel
fagosit mononukleus masuk dalam jaringan dan menelan kuman yang baru
pun tidak sama dengan sel epitel. Sebagian sel epiteloid ini membentuk sel
datia berinti banyak, dan sebagian sel datia ini berbentuk sel datia
Langhans (inti terletak melingkar di tepi) dan sebagian berupa sel datia
plasma, kapiler dan fibroblas. Di bagian tengah mulai terjadi nekrosis yang
9
mikroba berkurang. Granuloma dapat mengalami beberapa perkembangan,
bila jumlah mikroba terus berkurang akan terbentuk simpai jaringan ikat
dapat mencairkan bahan kaseosa. Pada saat isi granuloma mencair, kuman
telah terinfeksi sebelumnya reaksi jaringan terjadi lebih cepat dan keras
Organisme atau lobus dari kelenjar betah bening akan mencapai aliran darah
berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfo
10
2005).
11
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;
2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA
12
A. Klasifikasi berdasarkan ORGAN tubuh yang terkena:
1) Tuberkulosis paru
limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin,
dan lain-lain.
pada TB Paru:
positif.
b. Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks
TB positif.
d. Satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
13
d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi
pengobatan.
penyakitnya, yaitu:
a. TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis
kelenjar adrenal.
b. TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis
Catatan:
pasien TB paru.
Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka
berat.
14
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi
1. Kasus Baru
pengobatan.
6. Kasus lain
15
Catatan:
1. Demam
Umumnya subfebris, kadang-kadang 40-410C, keadaan ini sangat
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi
untuk membuang produk radang. Sifat batuk dimulai dari batuk kering
Pada gejala awal atau penyakit ringan belum dirasakan sesak nafas.
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana
4. Nyeri dada
Gejala ini dapat ditemukan bila infiltrasi radang sudah sampai pada
16
pleura, sehingga menimbulkan pleuritis, akan tetapi, gejala ini akan jarang
ditemukan.
5. Malaise
meriang, nyeri otot dan keringat malam. Gejala semakin lama semakin
dan gejala sistemik. Bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal
gejala yang cukup berat bergantung dari luas lesi. Gejala respiratorik
terdiri dari :
a. Batuk produktif 2 minggu.
b. Batuk darah.
c. Sesak nafas.
d. Nyeri dada.
2. Gejala sistemik Gejala sistemik yang timbul dapat berupa :
a. Demam.
b. Keringat malam.
c. Anoreksia.
d. Berat badan menurun (PDPI, 2011).
17
Rontgen dada (thorax photo).
Uji tuberkulin.
Diagnosis TB Paru
minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak
bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan
diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis,
setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap
S(sewaktu):
18
Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali.
P(Pagi):
Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
S(sewaktu):
pagi.
Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
19
mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau
aspergiloma).
2. Diagnosis TB Ekstra Paru
Diagnosi TB ekstra paru yaitu :
Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk
dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari
90%. Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif
tahun 75%, dan umur 612 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat
dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin
kurang spesifik.
20
mantoux umumnya pada bagian atas lengan bawah kiri bagian depan,
1. TERAPI FARMAKOLOGI
Menurut pedoman diagnosis dan penatalaksanaan tuberculosis
diindonesia:
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif
(2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan
terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.(Pedoman Diagnosis &
Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia, 2004)
21
Algoritma Terapi Tuberkulosis Paru
22
400 mg dan etambutol 275 mg dan Tiga obat antituberkulosis dalam satu
tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg dan pirazinamid. 400 mg
Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
Kanamisin
Kuinolon
Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam
klavulanat
Derivat rifampisin dan INH Dosis OAT(Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Tuberkulosis di Indonesia, 2004)
a. Rifampisin
10 mg/ kg BB, maksimal 600mg 2-3x/ minggu atau
BB > 60 kg : 600 mg
BB 40-60 kg : 450 mg
BB < 40 kg : 300 mg,
Dosis intermiten 600 mg / kali
b. INH
5 mg/kg BB, maksimal 300mg, 10 mg /kg BB 3 X seminggu,
15 mg/kg BB 2 X semingggu atau
300 mg/hari untuk dewasa.
lntermiten : 600 mg / kali
c. Pirazinamid
fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 X semingggu,
50 mg /kg BB 2 X semingggu atau :
BB > 60 kg : 1500 mg
BB 40-60 kg : 1000 mg
BB < 40 kg : 750 mg
d. Etambutol :
fase intensif 20mg /kg BB,
fase lanjutan 15 mg /kg BB, 30mg/kg BB 3X seminggu,
23
45 mg/kg BB 2 X seminggu atau :
BB >60kg : 1500 mg
BB 40 -60 kg : 1000 mg
BB < 40 kg : 750 mg
Dosis intermiten 40 mg/ kgBB/ kali
e. Streptomisin
15mg/kgBB atau
BB >60kg : 1000mg
BB 40 - 60 kg : 750 mg
BB < 40 kg : sesuai BB
f. Kombinasi dosis tetap
Rekomendasi WHO 1999 untuk kombinasi dosis tetap, penderita
hanya minum obat 3-4 tablet sehari selama fase intensif, sedangkan fase
lanjutan dapat menggunakan kombinasi dosis 2 obat antituberkulosis seperti
yang selama ini telah digunakan sesuai dengan pedoman pengobatan. Pada
kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami
efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / fasiliti yang mampu
menanganinya.(Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Tuberkulosis di
Indonesia, 2004)
Sedangkan berdasarkan ISO FARMAKOTERAPI pengobatan pada
tuberculosis adalah
1. Pasien yang termasuk kategori 1:
a. Pasien baru TB paru BTA positif
b. Pasien TB paru BTA negative foto toraks positif
Pasien TB ekstra paru
Kategori 1 diobati dengan INH, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol
selama 2 bulan (fase intensif) setiap hari dan selanjutnya 4 bulan ( fase
lanjutan) dengan INH dan Rifampisin 3 kali dalam seminggu
(2HRZE/4H3R3)
2. Pasien yang termasuk kategori 2 :
a. Pasien gagal
b. Pasien kambuh
c. Pasien dengan pengobatan terputus
24
Kategori 2 diobati dengan INH, Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol dan
streptomisin selama 2 bulan setiap hari dan selanjutnya dengan INH,
Rifampisin dan Etambutol selama 5 bulan seminggu 3 kali
(2HRZES/5H3R3E3)
Jika setelah 2 bulan BTA masih positif, fase intensif ditambah 1 bulan
sebagai sisipan (Dengan HRZE)
25
1000 mg Etambutol
Streptomisin inj
Catatan :
Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas, dosis maksimal untuk
streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.
B. EFEK SAMPING OAT :
Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek
samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu
pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan
selama pengobatan. Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek
samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian OAT
dapat dilanjutkan.
1. Isoniazid (INH)
Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi,
kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi
dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau dengan vitamin
B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapatditeruskan. Kelainan lain
ialah menyerupai defisiensi piridoksin (syndrom pellagra) Efek samping berat
dapat berupa hepatitis yang dapat timbul pada kurang lebih 0,5% penderita.
Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik, hentikan OAT dan pengobatan
sesuai dengan pedoman TB pada keadaan khusus
2. Rifampisin
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan
simtomatik ialah :
g. Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
h. Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah
kadang-kadang diare
i. Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
26
Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus
distop dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan
khusus
Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah
satu dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan
diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang
Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak Napas Rifampisin dapat
menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata, air liur.
Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak
berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada penderita agar dimengerti
dan tidak perlu khawatir.
3. Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai
pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri
aspirin) dan kadangkadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal
ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam
urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit
yang lain.
4. Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa
berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun
demikian keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai,
jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB
yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal
dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak
diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi
5. Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan
dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan
meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur
penderita. Risiko tersebut akan meningkat pada penderita dengan gangguan
27
fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga
mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini
dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr.
Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah
dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli). Reaksi hipersensitiviti
kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit kepala,
muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang
terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat
terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat
dikurangi 0,25gr Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga
tidak boleh diberikan pada wanita hamil sebab dapat merusak syaraf
pendengaran janin.
C. PENANGANAN EFEK SAMPING OBAT
a. Efek samping yang ringan seperti gangguan lambung yang dapat diatasi
secara simptomatik
b. Gangguan sendi karena pirazinamid dapat diatasi dengan pemberian
salisilat / allopurinol
c. Efek samping yang serius adalah hepatits imbas obat.
d. Penderita dengan reaksi hipersensitif seperti timbulnya rash pada kulit
yang umumnya disebabkan oleh INH dan rifampisin, dapat dilakukan
pemberian dosis rendah dan desensitsasi dengan pemberian dosis yang
ditingkatkan perlahan-lahan dengan pengawasan yang ketat. Desensitisasi
ini tidak bisa dilakukan terhadap obat lainnya
e. Kelainan yang harus dihentikan pengobatannya adalah trombositopenia,
syok atau gagal ginjal karena rifampisin, gangguan penglihatan karena
etambutol, gangguan nervus VIll karena streptomisin dan dermatitis
exfoliative dan agranulositosis karena thiacetazon
f. Bila sesuatu obat harus diganti maka paduan obat harus diubah hingga
jangka waktu pengobatan perlu dipertimbangkan kembali dengan baik.
28
Cara terbaik untuk mencegah TB adalah dengan pengobatan terhadap
pasien yang mengalami infeksi TB sehingga rantai penularan terputus. Tiga
topik yang penting untuk pencegahan TB :
1. Proteksi terhadap paparan TB
Diagnosis dan tatalaksana dini merupakan cara terbaik untuk
menurunkan paparan terhadap TB. Risiko paparan terbesar terdapat di
bangsal TB dan ruang rawat, dimana staf medis dan pasien lain mendapat
paparan berulang dari pasien yang terkena TB. Ada beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi kemungkinan transmisi antara lain :
a. Cara batuk
Cara ini merupakan cara yang sederhana, murah, dan efektif dalam
mencegah penularan TB dalam ruangan. Pasien harus menggunakan
sapu tangan untuk menutupi mulut dan hidung, sehingga saat batuk
atau bersin tidak terjadi penularan melalui udara.
b. Menurunkan konsentrasi bakteri
Sinar Matahari dan Ventilasi
Sinar matahari dapat membunuh kuman TB dan ventilasi
yang baik dapat mencegah transmisi kuman TB dalam ruangan.
Filtrasi
Penyaringan udara tergantung dari fasilitas dan sumber
daya yang tersedia. - Radiasi UV bakterisidal M.tuberculosis
sangat sensitif terhadap radiasi UV bakterisidal. Metode radiasi
ini sebaiknya digunakan di ruangan yang dihuni pasien TB yang
infeksius dan ruangan dimana dilakukan tindakan induksi sputum
ataupun bronkoskopi.
c. Masker
Penggunaan masker secara rutin akan menurunkan penyebaran
kuman lewat udara. Jika memungkinkan, pasien TB dengan batuk
tidak terkontrol disarankan menggunakan masker setiap saat. Staf
medis juga disarankan menggunakan masker ketika paparan terhadap
sekret saluran nafas tidak dapat dihindari.
29
d. Rekomendasi NTP (National TB Prevention) terhadap paparan TB:
Segera rawat inap pasien dengan TB paru BTA (+) untuk
pengobatan fase intensif, jika diperlukan.
Pasien sebaiknya diisolasi untuk mengurangi risiko paparan TB ke
pasien lain.
Pasien yang diisolasi sebaiknya tidak keluar ruangan tanpa memakai
masker.
Pasien yang dicurigai atau dikonfirmasi terinfeksi TB sebaiknya
tidak ditempatkan di ruangan yang dihuni oleh pasien yang
immunocompromised, seperti pasien HIV, transplantasi, atau
onkologi.
30
- Keadaan umum buruk
- Pneumotoraks
- Empiema
- Efusi pleura masif / bilateral
- Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura) TB di luar paru
yang mengancam jiwa :TB paru milier - Meningitis TB
b. Pengobatan suportif / simtomatik yang diberikan sesuai dengan
keadaan klinis dan indikasi rawat.
EVALUASI PENGOBATAN
1.Evaluasi klinik
2.Evaluasi bakteriologik
3.Evaluasi radiologik
Sebelum pengobatan
Setelah 2 bulan pengobatan
Pada akhir pengobatan
31
Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi
ginjal dan darah lengkap.
Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum,
kreatinin, dan gula darah , asam urat untuk data dasar penyakit
penyerta atau efek samping pengobatan.
Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid.
Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan
etambutol.
Penderita yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji
keseimbangan dan audiometri.
Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan
pemeriksaan awal tersebut. Yang paling penting adalah evaluasi
klinik kemungkinan terjadi efek samping obat. Bila pada evaluasi
klinik dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan
pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya dan penanganan
efek samping obat sesuai pedoman.
1. Memastikan bahwa terapi obat penderita sesuai indikasi, paling efektif, paling
aman, dan dapat dilaksanakan sesuai tujuan
32
2. Mengidentifikasi, memecahkan, dan mencegah masalah terapi obat yang akan
mengganggu .
3. Memastikan bahwa tujuan terapi penderita tercapai dan hasil yang optimal
terealisasi.
33
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
kompleks.
2. Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
menjadi faktor host dan faktor lingkungan. Faktor host terdiri dari
34
3. Tanda dan gejala tuberculosis menurut Perhimpunan Dokter Penyakit
manusia yang tidak sempurna kami menyadari bahwa ada banyak kesalahan
serta kekurangan yang terdapat di dalamnya baik dalam dari segi isi,
mohon maaf.
menbangun sangat kami harapkan untuk makalan ini guna bisa bermanfaat
35
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2002. Penemuan dan Diagnosa Tuberkulosis. Jakarta : Gerdunas TB.
cetakan pertama.
Kerja TB Anak.
36
Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta :
EGC.
Medikal Bedah Brunner dan Suddart (Ed.8, Vol. 1,2). Alih bahasa oleh
Suriadi, Rita Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Penyakit Dalam. Edisi 1.
RepublikIndonesia.
37