Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lahirnya suatu sistem pendidikan di Indonesia bukanlah hasil suatu perencanaan
menyeluruh melainkan langkah demi langkah melalui eksperimentasi dan didorong oleh
kebutuhan praktis di bawah pengaruh kondisi sosial, ekonomi, dan politik di Nederland
maupun di Hindia Belanda. Sistem tersebut terbentuk melalui berbagai tahapan pada tiap
periodisasi masa penjajahan Belanda di Indonesia.
Pendidikan selama penjajahan Belanda dapat dipetakan kedalam 2 (dua) periode ,
yaitu pada masa VOC (Vereenigde Oost-indische Compagnie) dan masa pemerintah
Hindia Belanda (Nederlands Indie). Pada masa VOC, yang merupakan sebuah kongsi
(perusahaan) dagang, kondisi pendidikan di Indonesia dapat dikatakan tidak lepas dari
maksud dan kepentingan komersial.
Bangsa Belanda datang ke Indonesia pada dasarnya bukan hanya untuk menjajah
melainkan untuk berdagang. Mereka di motifasi oleh hasrat untuk mengeruk keuntungan
yang sebesar-besarnya, sekalipun harus mengarungi laut yang berbahaya sejauh ribuan
kilometer dalam kapal layar kecil untuk mengambil rempah-rempah dari indonesia.
Namun pedagang itu merasa perlunya memiliki tempat yang permanen di daratan dari
pada berdagang dari kapal yang berlabuh di laut. Kantor dagang itu kemudian mereka
perkuat dan persenjatai dan menjadi benteng yang akhirnya menjadi landasan untuk
menguasai daerah di sekitarnya. Lambat laun kantor dagang itu beralih dari pusat
komersial menjadi basis politik dan teritorial. Setelah peperangan kolonial yang banyak
akhirnya indonesia jatuh seluruhnya di bawah pemerintahan belanda. Namun penguasaan
daerah jajahan ini baru selesai pada permulaan abad ke 20.
Melalui penjelasan diatas tentu saja pendidikan memegang peran dalam tiap tahan
periodisasi penjajahan Belanda di Indonesia. Pada tiap tahap inilah yang membentuk
sistem pendidikan di Indonesia pada saat itu. Makalah ini menjelaskan pendidikan di
Indonesia dari masa pemerintahan Belanda, Masa VOC dan masa Pemerintahan Hindia
Belanda,

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1. Apa alasan orang Belanda mendirikan sekolah bagi anak-anak Indonesia?

2. Bagaimana sistem persekolahan pada masa pemerintahan Belanda, Masa VOC dan
masa Pemerintahan Hindia Belanda?

1
C. Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini adalah:

1. Mengetahui dan memahami alasan orang Belanda mendirikan sekolah bagi anak-anak
Indonesia.

2. Mengetahui dan memahami sistem persekolahan pada masa pemerintahan Belanda,


Masa VOC dan Masa Pemerintahan Hindia Belanda.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pendidikan selama penjajahan Belanda


Pendidikan selama penjajahan Belanda dapat dipetakan kedalam 2 (dua) periode
besar, yaitu pada masa VOC (Vereenigde Oost-indische Compagnie) dan masa
pemerintah Hindia Belanda (Nederlands Indie). Pada masa VOC, yang merupakan
sebuah kongsi (perusahaan) dagang, kondisi pendidikan di Indonesia dapat dikatakan
tidak lepas dari maksud dan kepentingan komersial.

2
Pembahasan ini akan menitik beratkan pada masa pemerintahan belanda dan masa
VOC sebelum adanya sistem politik etis (1900-1942). Untuk lebih memahami runtutan
sejarah pendidikan di Indonesia harus diketahui periodisasi penjajahan Belanda di
indonesia lebih jelasnya sebagai berikut:
1. Zaman VOC (1596-1799)
1.1 Zaman Pemerintahan Hindia Belanda (1799-1811)
1.2 Gubernur Jenderal Dirk van Hogendorp (1799-1808)
1.3 Gubernur Jendral Herman Willem Daendels (1808-1811)
2. Zaman Pendudukan Inggris (1811-1816)
3. Zaman Pemerintahan Hindia Belanda (1816-1942)
3.1 Serah Terima Komisaris Jenderal Belanda dari pihak Inggris (1816-1818)
3.2 Gubernur Jenderal Van der Capellen (1819-1826)
3.3 Gubernur Jenderal LPJ Du Bus de Gisignies (1826-1830)
3.4 Gubernur Jenderal Van den Bosch (1830-1848)
3.5 Gubernur Jenderal Rochussen (1848-1852)
3.6 Pemerintahan Hindia Belanda Pada Pertengahan Hingga Akhir Abad 19 M

3.7 Periode Politik Etis (1900-1942)

B. Pendidikan Zaman VOC/Vereenigde Oost-indische Compagnie (1596-1799)


Pada masa VOC yaitu sebuah kongsi (perusahaan) dagang dari negeri Belanda
diawali dengan 3 tujuan utama penjelajahan yaitu gold, glory, & gospel. Gold dapat
diartikan mencari harta/kekayaan untuk bangsanya, glory artinya mencari kejayaan
dengan memperluas daerah kekuasaan, sedangkan gospel artinya menyebarkan suatau
ajaran agama. VOC datang ke Nusantara dengan memilki hak-hak istimewa yang
tercantum dalam Oktrooi (Piagam/Charta) tanggal 20 Maret 1602 meliputi:
Hak monopoli untuk berdagang dan berlayar di wilayah sebelah timur Tanjung
Harapan dan sebelah barat Selat Magelhaens serta menguasai perdagangan untuk kepentingan
sendiri;
Hak kedaulatan (soevereiniteit) sehingga dapat bertindak layaknya suatu negara
untuk:
1. memelihara angkatan perang,
2. memaklumkan perang dan mengadakan perdamaian,
3. merebut dan menduduki daerah-daerah asing di luar Negeri Belanda,
4. memerintah daerah-daerah tersebut,
5. menetapkan/mengeluarkan mata-uang sendiri, dan
6. memungut pajak.
Dengan hak-hak istimewa yang dimilkinya VOC dapat dengan leluasa memerluas
daerah jajahan serta menerapkan berbagai peraturan yang tentunya menguntungkan VOC
sebesar-besarnya pada bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan pendidikan. Pada
masa VOC berkuasa mereka menerapkan peraturan dan strategi agar mereka tetep

3
menguasai perekonomian Indonesia. Peraturan-peraturan yang ditetapkan VOC seperti
verplichte leverentie (kewajiban meyerahkan hasil bumi pada VOC ) dan contingenten
(pajak hasil bumi) dirancang untuk mendukung monopoli itu. Disamping itu, VOC juga
menjaga agar harga rempah-rempah tetap tinggi, antara lain dengan diadakannya
pembatasan jumlah tanaman rempah-rempah yang boleh ditanam penduduk, pelayaran
Hongi dan hak extirpatie (pemusnahan tanaman yang jumlahnya melebihi peraturan).
Semua aturan itu pada umumnya hanya diterapkan di Maluku yang memang sudah
diisolasi oleh VOC dari pola pelayaran niaga samudera Hindia.
Dengan memonopoli rempah-rempah, diharapkan VOC akan menambah isi kas
negeri Belanda, dan dengan begitu akan meningkatkan pamor dan kekayaan Belanda.
Disamping itu juga diterapkan Preangerstelstel, yaitu kewajiban menanam tanaman kopi
bagi penduduk Priangan. Bahkan ekspor kopi di masa itu mencapai 85.300 metrik ton,
melebihi ekspor cengkeh yang Cuma 1.050 metrik ton.
Kondisi pendidikan di Indonesia pada masa itu dapat dikatakan tidak lepas dari
maksud dan kepentingan komersial. Berbeda dengan kondisi di negeri Belanda sendiri
dimana lembaga pendidikan dikelola secara bebas oleh organisasi-organisasi keagamaan,
maka selama abad ke-17 hingga 18 M, bidang pendidikan di Indonesia harus berada
dalam pengawasan dan kontrol ketat VOC. Jadi, sekalipun penyelenggaraan pendidikan
tetap dilakukan oleh kalangan agama (gereja), tetapi mereka adalah berstatus sebagai
pegawai VOC yang memperoleh tanda kepangkatan dan gaji. Dari sini dapat dipahami,
bahwa pendidikan yang ada ketika itu bercorak keagamaan (Kristen Protestan).

Kondisi pendidikan di zaman VOC bertujuan sebagai misi keagamaan (Protestan),


bukan sebagai misi intelektual, adapun tujuan lainya adalah untuk menghasilkan pegawai
administrasi yang rendah dan tenaga kerja murah yang terlatih dari kalangan penduduk
pribumi di pemerintahan dan gereja. Kurikulum pendidikannya berisi pelajaran agama
Protestan, membaca dan menulis. Kurikulum pendidikannya belum bersifat formal
(belum tertulis),dan lama pendidikannya-pun tidak ditentukan dengan pasti. Murid-
muridnya berasal dari anak dari golongan pegawai,sedangkan anak dari golongan rakyat
jelata tidak diberi kesempatan untuk sekolah. Pada awalnya yang menjadi guru adalah
orang Belanda.Kemudian yang menjadi guru digantikan oleh penduduk pribumi, yaitu
mereka yang sebelumnya telah dididik di Belanda.

Secara umum sistem pendidikan pada masa VOC dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Pendidikan Dasar

4
Berdasarkan peraturan tahun 1778, dibagi dalam 3 kelas menurut rankingnya. Kelas 1
( tertinggi ) diberi pelajaran membaca , menulis , agama , menyanyi dan berhitung.
Kelas 2 mata pelajarannya tidak termasuk berhitung. Sedangkan kelas 3 materinya
pada alphabet dan mengeja kata-kata .
2. Sekolah Latin

Sesuai namanya, selain bahasa Belanda dan materi agama mata pelajaran utamanya
adalah bahasa latin.

3. Seminarium Theologicum (Sekolah Seminari)

4. Academie der Marine (Akademi Pelayanan)

Berdiri tahun 1743 bertujuan mendidik calon perwira pelayaran dengan lama studi 6
tahun. Materi pelajarannya meliputi matematika, bahasa latin, bahasa timur, navigasi,
menulis, menggambar, agama, ketrampilan naik kuda, anggar, dan dansa . Namun di
tutup tahun 1755.

5. Sekolah Cina

Berdiri tahun 1737 untuk keturunan cina miskin , namun sempat vakum karena
peristiwa de Chineezenmoord btahun 1740. Berdiri lagi secara swadaya dari
masyarakat keturunan cina sekitar tahun 1753 dan 1787.

6. Pendidikan Islam
Pendidikan untuk komunitas muslim yang secara tradisional berkembang sejak
masuknya islam di indonesia . Pendidikan untuk komunitas muslim relatif telah
mapan melalui lembaga-lembaga yang secara tradisional telah berkembang dan
mengakar sejak proses awal masuknya Islam ke Indonesia. VOC tidak ikut campur
mengurusi atau mengaturnya.
Pada pertengahan abad ke-18 VOC mengalami kemunduran karena beberapa
sebab sehingga dibubarkan. Alasannya adalah sebagai berikut:
Banyak pegawai VOC yang curang dan korupsi
Banyak pengeluaran untuk biaya peperangan contoh perang melawan Hasanuddin
dari Gowa
Banyaknya gaji yang harus dibayar karena kekuasaan yang luas membutuhkan
pegawai yang banyak

5
Pembayaran Devident (keuntungan) bagi pemegang saham turut memberatkan
setelah pemasukan VOC kekurangan
Bertambahnya saingan dagang di Asia terutama Inggris dan Perancis
Perubahan politik di Belanda dengan berdirinya Republik Bataaf 1795 yang
demokratis dan liberal menganjurkan perdagangan bebas.
Berdasarkan alasan di atas VOC dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799
dengan hutang 136,7 juta gulden dan kekayaan yang ditinggalkan berupa kantor
dagang, gudang, benteng, kapal serta daerah kekuasaan di Indonesia.
Pada akhir abad ke-18, setelah VOC mengalami kebangkrutan, kekuasaan Hindia
Belanda akhirnya diserahkan kepada pemerintah kerajaan Belanda langsung. Pada
masa ini, pendidikan mulai memperoleh perhatian relatif maju dari sebelumnya.
Beberapa prinsip yang diambil pemerintah Belanda diambil sebagai dasar
kebijakannya di bidang pendidikan antara lain:
1) Menjaga jarak atau tidak memihak salah satu agama tertentu.
2) Memperhatikan keselarasan dengan lingkungan sehingga anak didik kelak
mampu mandiri atau mencari penghidupan guna mendukung kepentingan
kolonial.
3) Sistem pendidikan diatur menurut pembedaan lapisan sosial,khusus-nya yang ada
di Jawa.
4) Pendidikan diukur dan diarahkan untuk melahirkan kelas elit masyarakat yang
dapat dimanfaatkan sebagai pendukung supermasi politik dan ekonomi
pemerintah kolonial. Jadi secara tidak langsung Belanda telah memanfaatkan
kelas aristokrat pribumi untuk melanggengkan status qou kekuasaan kolonial di
Indonesia.
C. ZAMAN PENDUDUKAN INGGRIS (1811-1816)
Keadaan ekonomi yang sangat sulit pada masa itu, kemudian semakin dipertajam
dengan kewajiban untuk membayar pajak, sehingga rakyat harus bekerja lebih ekstra lagi
agar kewajibannya dapat dipenuhi. Raffles lebih berminat dalam mengadakan penelitian
untuk menelusuri kebudayaan Jawa dibanding dengan meningkatkan kesejahteraan
rakyat melalui pendidikan. Selama pemerintahan Raffles, sekolah-sekolah banyak yang
tidak terurus dan mati dengan sendirinya karena pemerintahan pada masa itu tidak
menganggarkan dana untuk pendidikan rakyat jajahan.

D. ZAMAN PEMERINTAHAN HINDIA BELANDA (1816-1942)


Setelah Masa berakhirnnya VOC di Hindia Belanda, maka secaera otomatis segala
bentuk pemerintahan diserahkan kembali kepada Pemerintah Kerjaan Belanda karena
Hindia Belanda (Indonesia) bukan sebuah negara merdeka maka kekuasaan dalam

6
perundang-undangan masih ditangan pemerintah Belanda. Mahkota Ratu (Ratu atau Raja
dan Dewan Menteri Kerajaan Belanda) bersam-sama dengan parlemen (staten
generale) adalah pemegang kekuasaan peradilan. Produk dari mahkota dan parlemen
dinamakan Wet. Wet adalah peraturan tertinggi di Hindia Belanda.
Bentuk perturan lain yang berlaku di Hindia Belanda secara hirarkis derjatnnya
dibawah Wet adalah Algemene Maatregelen van Bestuur dibuat hannya mahkota,
kemudian ordonnantie dibuat oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda bersama-sama
dengan Volksraad dewan rakay Hindia Belanda. Setelah itu Regeerins Verordening yang
dibuat oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda sendiri keempat bentuk peraturan
tersebut secara bersama-sama disebut Algemene Verordeningen ( peraturan umum ).
Selain itu pula bentuk peraturan yang bersifat lokal meliputi wilayah-wilayah tertentu
saja, peraturan tersebut dinamakan Local Verordeningen, dengan demikian pemerinahan
Hindia Belanda diatur secara khusus berdasarkan Wet op de Indische Staatsregeling
(semacam undang-undang dasar Hindia Belanda ). Memperhatikan aturan yang berlaku
di Hindia belanda yang diterapkan oleh kaum kolonisme di wilayah nusantara maka
sentarlisasi kekuasan dipusatkan pada pemerintahan yang berada di Negeri Belanda.

Untuk bidang pendidikan, komisaris Jenderal pada masa tersebut cukup menaruh
perhatian di bidang pendidikan. Terbukti setelah beberapa waktu berselang dari proses
serah terima daerah jajahan dari pihak Inggris ke pihak Belanda, ia menunjuk CGC
Reinwardt sebagai Direktur Pengajaran. Pada masa pemerintahannya yang terakhir,
dikeluarkan peraturan persekolan yang berisi ketentuan-ketentuan mengenai pengawasan
dan penyeleggaraan pengajaran. Salah satunya adalah peraturan umum tentang
pendidikan sekolah, yang berisi bahwa Pendidikan hanya untuk orang Belanda saja.
Bahkan peraturan ini berlaku hingga tahun terakhir pemerintahan Gubernur Jenderal Van
der Capellen.
Dikeluarkannya kebijakan yang pro pendidikan pada masa Hindia-Belanda
merupakan strategi Belanda untuk menarik simpati penduduk Indonesia. Dengan
menarik simpati penduduk Indonesia, Belanda bermaksud memperkuat kekuasannya
melalui tangan kanan orang-orang pribumi yang disekolahkannya. Kondisi politik
Pada tahun 1811, didirikan sekolah dasar khusus untuk anak-anak dari golongan
bangsa Belanda (Europee Lagere School ). Bahasa pengantar di sekolah-sekolah tersebut
adalah bahasa Belanda dan sistem kurikulmnya disesuaikan dengan kurikulum yang
berlaku di Belanda, agar tetap sinergis di berbagai daerah.

1. Gubernur Jenderal Van der Capellen (1819-1826)

7
Pada masa awal pemerintahannya, Van der Capellen menerbitkan surat keputusan
tertanggal 8 Maret 1819 yang berisi perintah untuk mengadakan pnelitian tentang
pendidikan masyarakat Jawa dengan tujuan :

1) Meningkatkan kemampuan baca tulis masyarakat.


2) Memperbaiki pelaksanaan undang-undang dan peraturan pemerintah tentang
pendidikan sesuai dengan hasil penelitian.

2. Gubernur Jenderal LPJ Du Bus de Gissignes (1826-1830)


Gubernur Jenderal Du Bus yang diangkat oleh raja Willem l untuk menggantikan
Van der Capellen ini lebih menitik beratkan pada peningkatkan produksi ekspor
sebagai dasar guna memajukan perdagangan dan pajak tanah dan tidak menampakkan
kemajuan hasil ekspor. Sementara di bidang pendidikan, belum ditemukan.

3. Gubernur Jenderal Van de Bosch (1830-1852)


Pada masa pemerintahannya, pencetus tanam paksa ini mulai menyediakan
kesempatan untuk pendidikan anak-anak priyayi meskipun jumlahnya sangat sedikit
sekali. Tentunya pemberian kesempatan untuk memperoleh pendidikan tersebut tidak
setulus kelihatannya, karena hal ini dilakukan dalam rangka menjalin hubungan baik
dengan golongan priyayi di pulau Jawa. Pendirian sekolah bagi anak-anak Belanda
dilakukan pada jenjang di atas sekolah dasar, sebagai contoh pendirian sekolah
menengah di Surakarta pada tahun 1832.
Meskipun pada masa ini kebutuhan pendirian sekolah tinggi, realisasinya tidak
didukung dengan pengadaan dana yang optimal. Kekurangan dana dalam bidang
pendidikan disiasati dengan model magang. Anak-anak golongan priyayi ditempatkan
magang sebagi pesuruh di rumah-rumah Belanda. Sambil bekerja, mereka diajarkan
bahasa Belanda dan calistung.

4. Gubernur Jenderal Rochussen (1848-1852)


Pada bulan September 1848 masa pemerintahan Gubernur Jenderal Rochussen,
barulah terlihat komitmen pemerintah Belanda untuk mendirikan sekolah-sekolah
dasar bagi penduduk pribumi dengan pengantar bahasa Melayu dan dengan
diterbitkannya Dekrit Kerajaan yang mengatur pendirian Volksschool atau Sekolah
Rakyat. Fokus pengajaran pada SR hanya sebatas pengajaran calistung dengan bahasa
Melayu atau bahasa lokal penduduk setempat. Kebijakan pendidikan pada masa ini
tidak tulus untuk mencerdaskan penduduk negeri jajahan semata, pendidikan ini

8
ternyata juga memuai kritik dari warga Belanda sendiri. Kritik Van Hoevell terhadap
perkembangan sekolah rakyat (Inlanschesholen) : Pemerintah hanya menyiapkan
beberapa gelintir manusia saja untuk menjalanka roda pemerintahan, tidak untuk
memuaskan keinginan orang Jawa pada pendidikan

5. Pemerintan Hindia Belanda Pada Pertengahan Hingga Akhir Abad 19M.


Secara umum,perkembangan pendidikan dan pengajaran sampai akhir abad ke-19
menunjukkan kecenderungan-kecenderungan yang dipolitisir, sebagaimana kebijakan-
kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Belanda berikut ini :
Pendidikan dan pengajaran harus bersifat netral dan tidak berdasarkan agama. Hal
ini jelas dilakukan karena pengaruh aliran liberalisme yang sedang berkembang di
Nederland. Padahal model pendidikan tradisional yang sudah ada seperti pesantren
dan langgar, dianggap sangat sukar untuk diintegrasikan dengan pendidikan yang
liberal. Sehingga untuk memojokkan pendidikan berbasis agama islam dilakukan
Belanda dengan mengeluarkan peraturan yang rumit secara birokratis, tidak
memberikan dukungan pendanaan dan mempercepat kenaikan status pegawai pangreh
praja yang sekuler kebarat-baratan meskipun memeluk islam.
Bahasa Belanda tidak di ajarkan di sekolah-sekolah pribumi, dengan alasan untuk
tetap melestarikan kebudayaan lokal dengan menggunakan bahasa daerah sebagai
bahasa pengantar di sekolah-sekolah pribumi. Padahal kebijakan ini ditempuh karena
ketakutan pemerintah Belanda bila penduduk jajahan mengetahui bahasa mereka,
sehingga mereka akan mengetahui strategi kolonialisasi Belanda.
Pembukaan sekolah pribumi hanya didasarkan sebatas kebutuhan praktis
pemerintah Belanda saja, misalnya untuk kebutuhan pegawai rendahan dan tidak
untuk mencerdaskan penduduk jajahan. Pendidikan lebih dikhususkan pada anak-
anak golongan priyayi. Dengan kebijakn tersebut, diharapkan penduduk yang lebih
rendah status sosialnya dapat mudah ditundukkan karena pemerintah Belanda telah
memegang golongan priyayi yang merupakan kaum elit.
Sistem pendidikan yang dualistis pada masa ini juga membuat garis pemisah yang
tajam antara dua subsistem: sistem sekolahan Eropa dan sistem sekolah pribumi.
Tetapi pada tahun 1893 akhirnya dilakukan restrukturasi terhadap sistem persekolahan
karena kebutuhan yang sangat besar terhadap pegawai rendahan yang bisa berbahasa
Belanda, keluarlah Indisch Staatsblad 1893 nomor 125 yang membagi sekolah bumi
putra menjadi dua bagian sebagaimana dijelaskan berikut :

9
1. Sekolah kelas satu (ongko sidji) atau Eerste Klasse untuk anak-anak golongan
priyayi dengan pengajaran bahasa Belanda.

Tujuan : memenuhi kebutuhan pegawai pemerintah, perdagangan,


dan perusahaan.
Lama bersekolah : 5 tahun
Mata pelajarannya : membaca, menulis, berhitung, ilmu bumi, sejarah,
pengetahuan alam, menggambar, dan ilmu ukur.
Guru-guru : keluaran Kweekschool
Bahasa pengantar : Bahasa Daerah/Melayu

2. Sekolah kelas dua (ongko loro) atau Tweede Klasse untuk rakyat kebanyakan
tanpa pengajaran bahasa Belanda.

Tujuan : Memenuhi kebutuhan pengajaran di kalangan rakyat umum


Lama bersekolah : 3 tahun
Mata paelajaran : Membaca, menulis dan berhitung.
Guru-guru : Persyaratannya longgar
Bahasa pengantar : Bahasa Daerah/Melayu

BAB III
KESIMPULAN

Dari uraian makalah di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa pendidikan pada masa
penjajahan (Pemerintahan Belanda) dan masa V.O.C merupakan suatu taktik Belanda untuk
tetap melanggengkan kekuasaannya di Indonesia secara murah dan efisien. Hal ini dilakukan
dengan memanfaatkan penduduk pribumi yang disekolahkan oleh Belanda untuk membantu
Belanda. Pembukaan sekolah pribumi hanya didasarkan sebatas kebutuhan praktis
pemerintah Belanda saja, misalnya untuk kebutuhan pegawai rendahan dan tidak untuk
mencerdaskan penduduk jajahan.
Selama masa penjajahan tersebut sistem pendidikan di Indonesia selalu berubah
mengikuti pemerintahan pada tiap tahap periodisasi yang ada dan tentu saja mengalami
pasang surut. Pendidikan selama penjajahan Belanda ini dapat dipetakan kedalam 2 (dua)
periode besar, yaitu pada masa VOC (Vereenigde Oost-indische Compagnie) dan masa
pemerintah Hindia Belanda (Nederlands Indie).

10
DAFTAR PUSTAKA

Hasbullah. 1995. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Najamuddin. 2005. Perjalanan Pendidikan Di Tanah Air (Tahun 1800-1945). Bandung :
Rineka Cipta.
Sundari, dkk. 2011. Landasan Pendidikan. Surakarta : UMS.
Supriyadi, Dedi, dkk. 2003. Guru di Indonesia : Pendidikan, Pelatihan, dan Perjuangan sejak
Zaman Kolonial hingga Era Reformasi. Jakarta : Depdikbud.
http://davinnurfaiz.blogspot.com/2012/01/pendidikan-masa-kolonial.html. Diakes pada
tanggal 24 Februari 2014.
http://pendidikanmasabelanda.blogspot.com/. Diakes pada tanggal 24 Februari 2014.
http://setiawatiiriani.blogspot.com/2012/04/sistem-pendidikan-di-indonesia-dari.html. Diakes
pada tanggal 24 Februari 2014.
http://snopbw.blogspot.com/2012/05/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html. Diakes
pada tanggal 24 Februari 2014.

11

Anda mungkin juga menyukai