Anda di halaman 1dari 5

Menurut Koentjarningrat (1987:138)

Modernisasi : usaha untuk hidup sesuai dengan zaman dan konstelasi dunia
sekarang.

Kostelasi (sesuatu atau seluk beluk yang sedang terjadi).

Globalisasi : Globalisasi adalah proses integrasi internasional yang terjadi karena


pertukaran pandangan dunia, produk, pemikiran, dan aspek-aspekkebudayaan lainnya.[1]
[2]
Kemajuan infrastruktur transportasi dan telekomunikasi, termasuk
kemunculan telegraf dan Internet, merupakan faktor utama dalam globalisasi yang semakin
mendorong saling ketergantungan (interdependensi) aktivitas ekonomi dan budaya

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Globalisasi

Tantangan sosial dan budaya bangsa


indonesia
1. Bidang Hukum, Kita sangat memahami bahwa negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum,
dan bukan berdasarkan kekuasaan, artinya supremasi hukum harus dikedepankan. Namun dalam
realitasnya yang terjadi justru hiruk-pikuk dalam penegakan hukum, acapkali menjadi perdebatan atau
pertentangan antara kepastian hukum dengan rasa keadilan masyarakat, sehingga pelaksanaan
supremasi hukum belum sepenuhnya terlaksana dengan baik. Dalam kaitan ini diperlukan upaya-upaya
untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat, demikian pula diperlukan profesionalisme dan
integritas yang tinggi dari para penegak hukum, dengan demikian tujuan penegak hukum bukan
semata-mata untuk memenangkan suatu perkara/kasus, melainkan demi menegakkan kebenaran dan
keadilan. Bidang Sosial Budaya, Globalisasi telah menimbulkan implikasi terhadap berbagai dimensi
kehidupan masyarakat Indonesia, utamanya aspek budaya, dimana pemikiran-pemikiran asing seolah-
olah tepat untuk diaplikasikan begitu saja di Indonesia. Belum tuntasnya penyelesaian berbagai
persoalan yang dihadapi bangsa, menimbulkan persepsi ketidak percayaan masyarakat (social/publik
distrust), kondisi ini mendorong berbagai kalangan masyarakat untuk mencari jatidirinya sendiri-sendiri
dan tidak sedikit yang bertentangan dengan jatidiri bangsa Indonesia yang sesungguhnya. Merebaknya
berbagai penyakit masyarakat seperti : prostitusi maupun pornografi, penyalah gunaan narkoba,
penjudian dsb. Hal ini membuat rasionalitas politik masyarakat menjadi melemah, kepedulian sosial
rendah, dan menjadi lading subur tumbuhnya kriminalitas;

Melihat permasalahan di bidang sosial budaya maka langkah yang harus ditempuh adalah
meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa melalui program-program nyata yang tidak sekedar
mengedepankan aspek kognitif, akan tetapi juga sebagai ajaran moral kebangsaan. Bidang Keamanan,
Kemajuan di bidang teknologi informasi dan telekomunikasi menjadi peluang terbentuknya jejaring
global untuk melakukan tindak kejahatan secara lintas negara, bahkan jejaringan global ini juga
dimanfaatkan pelaku terorisme internasional untuk melancarkan operasi-operasinya demi kepentingan
politiknya. Masalah-masalah sengketa lahan, ketidak puasan terhadap hasil Pemilukada, perseteruan
antar umat beragama, masih saja melatar-belakangi terjadinya peristiwa konflik sosial dibeberapa
daerah. Berdasarkan data yang dihimpun dari Pusat Komunikasi dan Informasi (PUSKOMIN
Kemendagri), terjadi penurunan konflik secara signifikan di tahun 2013. Data tahun 2012 terjadi 128
peristiwa konflik, dan tahun 2013 hingga awal bulan September ini terjadi 62 peristiwa konflik. Meskipun
konflik-konflik yang terjadi mengalami penurunan, namun demikian tetap diperlukan upaya yang serius
dalam bidang keamanan, yaitu dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 Tentang
Penanganan Konflik Sosial dan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2013 Tentang Penanganan
Gangguan Keamanan Dalam Negeri, sejalan dengan itu perlu meningkatkan fungsi Komunikasi
Intelejen Daerah (Kominda) dan peranan Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM), sehingga
dengan demikian Indonesia tidak menjadi tempat berlindung atau sasaran tindak kejahatan dan
terorisme Internasional. Demikian Staf Khusus Kemenko Polhukum Amiruddin.
2. Globalisasi dan reformasi yang telah membuka pintu terhadap arus informasi dan keterbukaan,
demokratisasi, dan kesadaran bersama atas kebhinekaan masih menghadapi persoalan-persoalan
mendasar seperti : nasionalisme bangsa dan pluralisme bangsa serta identitas nasional. Berbagai
persoalan lainnya seperti rasa keadilan, pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, konflik sosial, serta
soal efisiensi dan akuntabilitas pemerintahan. Staf Khusus Kemenko Polhukum Amiruddin,
mengemukakan hal ini pada Dialog Kebangsaan Forum Pemantapan Wawasan melalui Jelajah
Nusantara, di Univ. Syiah Kuala, 11 Nopember 2013 yang baru lalu. Kita memaklumi dan memahami
atas lontaran statement maupun persoalan tersebut, karena dalam masa transisi mengandung satu
kerawanan yaitu ketika nilai-nilai dan tatanan lama sudah ditinggalkan, sementara itu nilai-nilai dan
tatanan baru belum terwujud. Atau kemungkinan dalam membangun nilai-nilai dan tatanan baru malah
meninggalkan konsensus dasar yang telah diletakkan oleh para The Founding Fathers, kata Amiruddin.
Masa transisi saat ini justru berjalan bersamaan dengan arus globalisasi yang sarat dengan perubahan-
perubahan yang luar biasa pengaruhnya bagi bangsa Indonesia. Pada hakikatnya kita sebagai bangsa
pernah mengalaminya pada setiap periode perjuangan perjalanan sejarah bangsa.

Periode pertama, tahun 1908 (Kebangkitan Nasional) berdirinya Budi Utomo menjadi tonggak awal
perjuangan yang bersifat nasional dan juga merupakan kebangkitan nasional untuk menentang
penjajahan secara terorganisasi seta terbuka untuk semua golongan bangsa Indonesia, era ini ditandai
dengan Perang Dunia I. Periode kedua, tahun 1928 (Sumpah Pemuda) yaitu proses mewujudkan jati
diri bangsa yang membawa kearah persatuan Indonesia atau lahirnya bangsa Indonesia, era ini
ditandai pasca Perang Dunia I. Periode ketiga, tahun 1945 (Proklamasi Kemerdekaan) terjadinya
perubahan dan pembaharuan dalam dunia yang ditandai era dekolonisasi. Periode keempat, tahun
1966 yaitu penataan kembali kehidupan bernegara dalam suasana era Perang Dingin antara negara
Blok Barat dan Blok Timur. Periode kelima, tahun 1998 sampai saat ini, ditandai dengan era globalisasi
dan demokratisasi.

Dari uraian tersebut, kata Amiruddin dapat dipastikan bahwa pada setiap fase perjalanan sejarah
bangsa Indonesia melahirkan tantangan dan permasalahannya sendiri-sendiri, untuk itu dalam
melakukan perubahan dan pembaharuan, kiranya kita tidak perlu berobsesi untuk mencari atau
membuat paham kebangsaan yang baru, karena diyakini itu tidak akan sesuai dengan akar budaya
bangsa, maupun watak masyarakat Indonesia. Adapun langkah yang terbaik adalah membangkitkan
kembali rasa, paham, dan semangat kebangsaan dengan nuansa baru selaras dengan kebutuhan dan
tantangan perkembangan zaman. Dalam rangka perubahan dan pembaharuan nilai-nilai dan tatanan
dengan tetap berlandaskan semangat kebangsaan, maka dipandang perlu mencermati kondisi factual
dalam masa transisi dan globalisasi pada setiap bidang kehidupan nasional, meliputi bidang ideology,
politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan, katanya.

Bidang Ideologi, Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara serta falsafah bangsa sesungguhnya
sudah menjadi modal yang utama bagi bangsa Indonesia, namun persoalannya bahwa Pancasila
dianggap penting hanya pada sebatas upacara-upacara yang bersifat ceremonial, belum pada
bagaimana nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dapat diimplementasikan. Pancasila senantiasa
diposisikan berhadapan dengan ideologi global, kita merasakan bahwa kapitalisme dan liberalism
menjadi secara ideologi global yang menembus, mempenetrasi semua bagian dari dunia ini. Padahal
sangat jelas, bahwa Pancasila mengedepankan kesejahteraan bersama dan keadilan sosial. Ini artinya
meskipun kita hidup dalam globalisasi yang sarat dengan hukum dan kaidah-kaidah kapitalisme, pasar
bebas, kita harus tetap kokoh dan kuat pada pendirian, kesemuanya itu tetap diperuntukan bagi
kesejahteraan bersama dan untuk keadilan sosial. Untuk itu perlu diambil langkah-langkah sistemik dan
berkelanjutan sebagai upaya mendorong revitalisasi dan aktualisasi nilai-nilai Pancasila, sebagai
sumber utama dan paradigma pembangunan bangsa serta menjadi landasan hukum bagi penetapan
kebijakan publik sekaligus operasionalisasi penyelenggaraan pemerintahan, jelas Amiruddin.

Sumber :Kesbangpol-Kemendagri

http://www.kemendagri.go.id/article/2014/03/25/kita-hidup-dalam-tantangan-
globalisasi-kapitalisme-dan-liberalisme

dinamika sosial dan budaya


pertama : nusantara sampai tahun 1800

taufik abdullah (dalam hendri chambert-loir, ed, 1999:55) budaya di indonesia


sampai tahun 1800 terdiri dari 3 nebula sosial-budaya, yaitu :

(1) Pembaratan (2) Jaringan Asia (islam dan cina) dalam simbiosis yang
istimewa dan (3) idianisasi

Ketiganya saling berinteraksi dalam osmosisyang terus menerus dengan


keadaan lokal jawa sendiri menjadikan kasus jawa sebagai sesuatu yang
istimewa. Jawa merupakan titik pertemuan berbagai dunia dengan
kebudayaannya, dalam sejarah evolusi kebudayaan bahkan sangat strategis
untuk membangun sebuah peradaban yang agung.

Di nusantara bentuk kebudayaan china dan kebudayaan islam telah tercapai


integrasi yang cukup baik melalui interaksi antara penduduk dari keturunan
china dan masyarakat pribumi. Mereka mengalami proses integrasi pola
kebudayaan dalam bentuk-bentuk kehidupan keseharian melalui interaksi sosial
yang sangat intens.

Kebudayaan islam dan china sejak lama mengalami suatu proses integrasi dalam
bentuk keharmonisan antar suku/budaya/agama sampai 1672. Banyak masjid
didirikan dengan tenaga dan arsitek dari cina, seperti halnya model klenteng dan
ruko di beberapa kota pelabuhan di pantai utara.

Tetapi pada masa kolonial belanda diadakan politik segregasi etnis dengan
memisahkan pemukiman china dan pribumi. Belanda juga mengeluarkan
peraturan untuk membagi masyarakat tanah jajahan menjadi tiga strata yaitu :
eropa, timur asing, dan pribumi. Kemudian disusul dengan peraturan
wijkenstelsel (pembatasan pemukiman). Kondisi ini menyebabkan proses
asimilasi secara alamiah terjadi pada masa sebelumnya mernjadi terhenti.

Kedua : kekosongan kekuasaan di nusantara 1801-1810

Keadaan kosong ditandai bahwa penguasaan pemerintah hindia belanda


mengalami jeda kekuasaan yang diisi oleh orang inggis yang masuk melalui
semenanjung malaka. Baru kemudian pada tahun 1816, Vander Capellen datang
ke nusantara dimana Vander Capellen lebih mengutamakan pemikiran dan
membawa semangat kemanusiaan yang universal. Kebijaksanaan pemerintah
hindia belanda adalah menetapkan konstitusi belanda yang baru (yang dijiwai
oleh semangat rasionalisasi, individualisme, dan humanisme)

Selanjutnya ketika gubernur jendral belanda yang baru (deandles) berkuasa di


nusantara, pemerintah belanda sedang mengalami krisis ekonomisehaingga pola
kebijaksanaannya cukup menekan koloni jajahan. Karena pada masa itu
Deandles menerapkan kebijakan tanam paksa dan monopoli perdagangan.

Ketiga : pada tahun 1860

Bangsa barat yang datang ke indonesia adalah berkepentingan pada masalah


perdagangan. Pada masa itu di nusantara, menurut konsep Emile Durkheim telah
tumbuh komunitas masyarakat yang terbagi dalam berbagai golongan atau
kelompok.

Pengelompokan tersebut berasal dari motiv ekonomi tetapi di nusantara


masyrakat memang dapat pelapisan berdasarkan pengembangan etnis tertentu.

Sejak akhirnya masa kekuasaan kerajaan jawa yang feodalitas, nusantara telah
terjalin hubungan perdagangan internasional ang dikuasai oleh kelompok
pedagang etnis China yang telah memiliki sistem jaringan perdagangan
Internasional. Posisi perdagangan etnis China ini telah tebentuk pada masa
kekuasaan kerajaan Mataram di Jawa.

Kerajaan Mataram mempertahankan hegemoni kekuasaannya lewat kekuatan


angkatan darat. Kekuasaan mataram melarang kekuasaan Bupati pesisir untuk
mengadakan perdagangan langsung antar pulau dan antar negara. Mataram
tidak ingin ada kekuasaan Bupatai yang kuat di daerah pesisir, yang bermuara
pada konflik kekuasaan dengan pusat kekuasaan Mataram. Dengan demikian
posisi sebagai pedagang perantara kemudian telah beralih kepada para
pedagang China yang kemudian mengusai jalur perdagangan antar pulau dan
antar negara secara turun menurun.

Keempat : pada tahun 1870-1900

Pada masa pemerintahan kolonial belanda, terjadi kekuatan swastanisasi yang


besar-besaran. Karena banyak perusahan swasta yang masuk ke Indonesia.
Seperti perusahaan kereta api, perminyakan, pertambangan, dan perkebunan.

Masuknya swasta belanda ini menimbulkan perubahan sosial yang cukup tajam
dalam struktur masyarakat di indonesia, hal ini mengukuhkan golongan pemodal
sejajar dengan penguasaan di bidang politik dan sosial. Pengaruh dari perubahan
struktur sosial ini mengimbas dalam berbagai aspek kehidupan, misalnya cara
hidup-pergaulan, pers, media cetak, peranan wanita dalam kehidupan, juga
terutama pola hidup konsumtif yang mulai diperkenalkan di kalangan
masyarakat feodal tradisional.

Sumber : sudarno wiryohandoyo (perubahan sosial) hal : 164-176 tahun 2002

Anda mungkin juga menyukai